pengelolaan ekosistem hutan bakau (mangrove) di …

24
i PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN BAKAU (MANGROVE) DI NUSA LEMBONGAN I KETUT SUNDRA JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2018

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN BAKAU (MANGROVE) DI …

i

PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN BAKAU

(MANGROVE) DI NUSA LEMBONGAN

I KETUT SUNDRA

JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2018

Page 2: PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN BAKAU (MANGROVE) DI …

ii

KATA PENGANTAR

Mangrove merupakan vegetasi pantai yang tumbuh dikawasan daerah pasang

surut yang memiliki substrat berlumpur. Yang secara alami tumbuh mulai dari arah surut

maksimum/zona depan sampai dengan pasang maksimum /zona paling belakang yang

berbatasan dengan daratan. Sejalan dengan berbagai aktivitas manusia maka ekosistem

mangrove yang memiliki multi fungsi baik secara ekologis, ekonomis maupun sosial-

budaya kini banyak mengalami kerusakan ekosistem baik sifat sementara maupun

tetap/permanen. Dengan demikian pengelolaan hutan bakau/mangrove di Indonesia

umumnya atau bali khususnya segera dilakukan dengan beragai upaya untuk

mengembalikan fungsi ekosistem mangrove seperti pada fungsi sebelumnya.

Penelitian terhadap Pengelolaan Hutan Bakau/Mangrove di Pulau Lembongan Kabupaten

Kelungkung ini merupakan suatu langkah antisipasi dalam upaya mengetahui tingkat

kesetabilan ekosistem mngrove di Pulau Lembongan. Namun penelitian ini masih jauh

dari sempurna sehingga diharapkan adanya suatu keritik dan saran untuk melengkapi

kesempurnaan penelitian penelitian berikutnya.

Denpasar, Juli 2018

Peneliti

Page 3: PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN BAKAU (MANGROVE) DI …

iii

DAFTAR ISI

Teks Hal

JUDUL ....................................................... i

KATA PENGANTAR ....................................................... ii

DAFTAR ISI ....................................................... iii

DAFTAR TABEL .............................................. iv

BAB I. PENDAHULUAN ....................................................... 1

1.1 Latar Belakang ....................................................... 1

1.2 Tujuan Penelitian ....................................................... 2

1.3 Manfaat Penelitian ....................................................... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................. 4

2.1 Hutan Mangrove .............................................. 4

2.2 Potensi Hutan Mangrove .............................................. 5

2.3 Pengelolaan Ekosistem Manrove Secara

Berkelanjutan .............................................. 6

2.3.1 Latar Belakang Pengelolaan .............................................. 6

2.3.2 Kebijakan Pengelolaan Ekosistem

Mangrove .............................................. 7

2.3.3 Prinsip-Prinsip Dasar Konsep

Pengelolaan Ekosistem Mangrove

.............................................. 8

2.3.4. Karakteristik Habitat Hutan Mangrove .............................................. 9

BAB III. METODELOGI .............................................. 11

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................. 11

3.2 Alat dan Bahan Penelitian .............................................. 11

3.3 Cara Pengambilan Data .............................................. 11

3.4 Analisis Data .............................................. 11

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................. 13

4.1 Hasil .............................................. 13

4.2 Pembahasan .............................................. 15

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................. 17

5.1 Kesimpulan .............................................. 17

5.2 Saran .............................................. 17

DAFTAR PUSTAKA .............................................. 19

Page 4: PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN BAKAU (MANGROVE) DI …

iv

DAFTAR TABEL

Teks Hal

Tabel 1. Jenis jenis mangrove sejati dan mangrove asosia

yang diketemukan di Nusa Lembongan dengan

berbagai fungsinya.

...................................

13

Tabel 2 Hasil analisis vegetasi mangrove sejati dan

mangrove asosiasi di Nusa Lembongan

...................................

14

Page 5: PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN BAKAU (MANGROVE) DI …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ekosistem mangrove merupakam ekosistem yang secara karakteristik tumbuh

dominan pada wilayah pesisir yaitu daerah pasang surut, daerah lumpur bergaram

termasuk daerah estuary (daerah muara sungai) disepanjang daerah tropis dan sub tropis.

Ditinjau dari letak habitatnya, hutan bakau atau mangrove tumbuh pada daerah peralihan

antara laut dan darat (ecoton). Dengan spesifikasi tumbuhnya hutan bakau ini sehingga

tumbuhan bakau memiliki multi fungsi, baik secara fisik, ekologis, ekonomis maupun

memiliki nilai kearifan lokal baik dari segi budaya, sosial dan agama. Disamping fungsi

penting, secara morfologi hutan bakau mudah dikenali dengan ciri spesifik perakarannya,

seperti pada jenis Prapat (Sonneratia alaba) dan Api-api (Avicennia marina) dicirikan

dengan adanya akar nafas , jenis Bakau (Rhyzophora mucronata) memiliki akar tunjang

dan jenis Lindur (Bruguiera gymnorrhyza) dengan tipe akar lutut.

Berbagai tipe perakaran khas yang dimiliki hutan bakau tersebut merupakan

habitat potensial dan strategis untuk kehidupan berbagai jenis biota laut antara lain jenis

ikan, udang, kerang dan kepiting baik untuk keperluan mencari makan (feeding area),

perkawinan (breeding area ), bertelur/memijah (nursery ground), membesarkan anak

(spawning ground) dan tempat berlindung dari serangan predator. Demikina pula hutan

bakau yang memiliki buah-buahan yang khas dan bisa dimakan, sehingga di wilayah ini

dapat hidup berbagai satwa liar misalnya berbagai jenis burung (Aves), serangga (Insecta)

dan Reptilia (jenis biawak). Sedangkan dari fungsi fisik, hutan bakau yang memiliki

berbagai tipe perakaran adalah cukup potensial untuk melindungi intrusi/peresapan air

laut masuk kedaratan, mencegah abrasi/erosi pantai, dan dapat melindungi kerasnya

angin yang berembus dari laut ke daratan, serta menetralkan bahan pencemar yang

berasal dari daratan maupun dari laut.

Berbagai fungsi alami yang dimiliki hutan bakau sehingga banyak dimanfaatkan

oleh manusia terutama untuk kepentingan ekonomi. Pemanfaatan hutan bakau yang

cukup potensi untuk dikembangkan oleh manusia terutama untuk tambak, baik tambak

udang dan bandeng. Disamping itupula, kawasan pantai yang memiliki hutan mangrove

adalah memiliki topografi datar dan mampu untuk menahan gelombang air laut sehingga

Page 6: PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN BAKAU (MANGROVE) DI …

2

cukup potensi untuk pengembangan rumput laut maupun biota pantai lainnya seperti

tripang, berbagai jenis Molusca (kerang-keranan) dan udang.

Pulau Nusa Lembongan dengan luas wilayah 1012 Ha, yang memiliki luas hutan

202 Ha. Dari luasan ini hanya mencapai 19,8 % dari luas total wilayah. Berdasarkan SK.

Menhutbun Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan ditetapkan bahwa luas yang

ditetapkan sebesar 30 % dari luas total wilayah. Dengan demikian untuk memenuhi

target tersebut seharusnya hutan di Nusa lembongan mencapai 306 Ha. Dengan demikian

perlu dilakukan penambahan kawasan hutan seluas 104 Ha. Mengingat topografi wilayah

Nusa Lembongan yang berbukit-bukit dan memiliki tanah kurang subur, sehingga potensi

pengembangan wilayah hutan lebih difokuskan pada wilayah pesisir yaitu pengembangan

hutan mangrove. Mengingat pula kawasan mangrove sebagai benteng penahan lajunya

ombak, penahan abrasi dan penahan intrusi air laut sehingga keadaan ini memberikan

kontribusi yang besar untuk pengembangan rumput laut, yang merupakan primadona

mata pencaharian bagi masyarakat Lembongan dan sekitarnya.

Pada akhir akhir ini Nusa Lembongan merupakan wilayah yang dikembangkan menjadi

daerah tujuan wisata maka penduduk lokal secara berangsur angsur terjadi alih profesi

dari masyarakat petani (Petani rumput laut, peternak) menjadi massyarakat pariwisata.

Sejalan dengan berkebangnya pariwisata di Nusa Lembongan maka akan diikuti oleh

perkembangan infrastruktur berupa pembangunan sarana pariwisata baik hotel, restauran,

rumah makan, penginapan dan sebagainya. Dengan demikian keberadaan ekosistem

pesisisr termasuk hutan mangrove terjadi ancaman yang dapat mengganggu

ekosistemnya. Sehingga langkah langkah pengelolaan hutan mangrove di Nusa

Lembongan sangat diperlukan oleh masyarakat setempat dan Pemerintah Kabupaten

Kelungkung untuk melestarikan ekosistem mangrove, serta tetap menahan laju

perekembangna pariwisata melalui suatu kontrol terhadap peraturan maupun adat istiadat

lokal.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini adalah bertujuan untuk

a. Mengetahui tingkat Komposisi hutan mangrove di wilayah Nusa lembongan

b. Mengetahui pola penyebaran mangrove di Nusa lembongan.

Page 7: PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN BAKAU (MANGROVE) DI …

3

1.3. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan nantinya dapat dipergunaan sebagai pedoman dalam

upaya pengelolaan dan pemantauan secara berkala terhadap pengelolaan hutan mangrove

di Pulau Lembongan secara berkesinambungan melalui program jangka pendek, jangka

menengah dan jangka panjang, yang dapat menunjang pembangunan pariwisata yang

berkelanjutan (sustainable development).

Page 8: PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN BAKAU (MANGROVE) DI …

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Vegetasi Mangrove

Vegetasi mangrove merupakan vegetasi yang berkembang di daerah pantai yang

berair tenang dan terlindung dari pengaruh ombak yang besar, dan eksistensinya

tergantung adanya aliran air laut dan air tawar dari darat (Anonim, 1984). Dipandang

dari segi habitusnya, vegetasi magrove merupakan komponen tumbuhan yang

didominasi oleh golongan pohon, yang memiliki tingkat keanekaragaman jenis sedikit,

atau cenderung homogen (Samingan, 1971). Tingkat homogenitas perkembangan

vegetasi mangrove, karena dipengaruhi oleh adanya beberapa faktor yang tergolong

ekstrim yaitu

a. Faktor edafik (tanah), merupakan medium tumbuh vegetasi mangrove yang tergolong

tidak menguntungkan bagi tumbuhan air. Pengaruh pasang surut air laut secara

periodik mengakibatkan kondisi tanah jenuh akan air, sehingga kondisi tanah

cenderung bersifat anaerobik. Pada habitat yang ekstrim seperti ini hanya beberapa

jenis tumbuhan saja yang mampu tumbuh, antara lain jenis Avicennia nitida dan

Sonneratia caseolaris, yang memiliki akar udara atau pneumatofora, untuk menyerap

oksigen dari udara melalui lenti sel pada saat air laut surut (Soegiarto, 1986).

b. Salinitas, merupakan faktor pembatas utama bagi tumbuhan selain mangrove, karena

salinitas air laut secara normal mencapai 35 %, terdiri dari garam-garam basa (NaCl),

yang memiliki tekanan osmosis tinggi sehingga mudah mengalami plasmolisis,

menyebabkan tanaman menjadi mati (Ewusie, 1990). Adapun jenis mangrove yang

adaptif terhadap salinitas tinggi adalah Rhizophora mucronata, sedangkan jenis

Bruguiera gymnorrhiza, kurang toleran terhadap salinitas tinggi sehingga tumbuh pada

bagian zone belakang, lebih dekat dengan daratan atau adanya pengaruh air tawar dari

daratan (Anonim, 1991).

c. Pasang surut air laut, lebih berpengaruh terutama pada anakan (seedling) mangrove.

Tinngginya pasang surut air laut lebih disebabkan adanya perubahan profil pantai,

seperti adanya reklamasi, seperti yang dilakukan di Pulau serangan akan mengubah

pola arus, sehingga secara morfologis dan fisiologis akan berpengaruh terhadap

perkembangan habitat mangrove (Darsidi, 1991)

Page 9: PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN BAKAU (MANGROVE) DI …

5

2.2. Potensi Hutan Mangrove

Menurut Darsidi (1991), hutan mangrove mempunyai potensi yang besar terutama

dari aspek ekologis dan ekonomis. Potensi ekologis terutama dalam mendukung

eksistensi lingkungan, seperti: penahan angin, penahan intrusi air laut, penahan abrasi

pantai, pengendali banjir, penetralisir polutan, dan sebagai tempat hidup, pemijahan,

perkawinan dan mencari makan dari berbagai jenis biota dari laut dan estuari. Sedangkan

potensi ekonomis adalah berupa produk yang berkaitan dengan keuangan. Salah satu

produk mangrove yang bersifat ekonomi adalah kayunya, baik untuk pulp, bahan kertas,

kayu lapis dan sebagainya( Darsidi, 1991). Ditinjau dari potensi budaya dan agama

(Hindhu), maka jenis buta-buta (Exoecaria agalocha) merupakan jenis mangrove yang

kayu keringnya berbau harum, sehingaa sebagai alternatif pengganti kemenyan atau

cendana sebagai asep (api suci), tetapi jenis ini termasuk dilindungi.

Pentingnya keberadaan hutan mangrove di daerah peisisIr sudah diyakini secara

luas di Indonesia, namun pengelolaan dan pemanfaatannya sampai saat ini belum

berdasarkan atas data dasar yang komprehensif dari sumberdaya mangrove tersebut,

sehingga banyak hutan mangrove yang terdegradasi bahkan hilang sama sekali. Oleh

karena itu kurangnya data dan pengetahuan mengenai ekosistem mangrove merupakan

masalah utama yang penting di Indonesia umumnya dan Bali khususnya . Fenomena

kerusakan hutan mangrove semakin meluas dan masih sebagai issue-issue berkaitan

dengan pembangunan wilayah pesisir yang dilakuan dari berbagai bidang, sehingga

seringnya terjadi konversi kawasan mangrove untuk pemanfaatan lainnya, seperti: untuk

tambak, pemukiman, pariwisata, industri dan kepentingan pemerintah. Disamping

itupula belum adanya kejelasan tat ruang dan rencana pengembangan wilayah pesisir,

sehingga banyak terjadi tumpang tindih pemanfaatan kawasan hutan mangrove untuk

berbagai kegiatan pembangunan (Ewusie, 1990).

Berdasarkan data dari Kanwil Dephutbun Propinsi Bali tahun 2000, luas hutan

mangrove di Bali mencapai 2.177,50 Ha. Dari luas tersebut hutan mangrove di Nusa

Lembongan mencapai 202,0 Ha atau 9,27 % , semuanya termasuk hutan lindung. Dari

data ini keberadaan hutan mangrove di Nusa Lembongan masih tergolong baik. Tetapi

berkaitan dengan globalisasi pembangunan yang semakin mengarah ke wilayah pesisir

dan menyikapi pelaksanaan Undang-Udang No. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah,

sehingga keberadaan hutan mangrove sebagai benteng pertahanan wilayah pesisir,

Page 10: PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN BAKAU (MANGROVE) DI …

6

dipandang sebagai obyek pengelolaan pembangunan dari segala sektor khususnya dunia

pariwisata. Oleh karena itu sistem pembinaan dan pengelolaan hutan mangrove akan

mengacu pada norma hutan mangrove yang lestari dalam lingkungan wilayah pesisir

secara optimal. Hal ini akan mendasari pelaksanaan pemulihan fungsi dan peranan hutan

mangrove serta kelembagaan masyarakat di dalamnya dalam upaya pengendalian dampak

pembangunan wilayah pesisir di Desa Lembongan ini.

2.3. Pengelolaan Ekosistem Mangrove Secara berkelanjutan

2.3.1. Latar Belakang Pengelolaan

Dengan pesatnya pembangunan di Bali umumnya dan di Nusa Lembongan

khususnya yang lebih banyak mengarah ke wilayah pesisir, terutama pembangunan yang

mengarah kepentingan ekonomi atau kesejahtraan manusia, seperti pembangunan di

bidang pariwisata (hotel, restauran), maupun di bidang perikanan ( tambak), dan usaha-

usaha pertanian lainnya (pengembangan lahan rumput laut). Kegiatan-kegiatan tersebut

sering tidak terkontrol sehingga banyak melakukan penebangan terhadap hutan

mangrove.

Secara nasional luas hutan mangrove di Indonesia tahun 1982 seluas 4.251,011

Ha, (Ditjen Intag, Dephut 1002), kemudian setelah tahun 1993 tercatat luas hutan

mangrove menjadi 3.771,493 Ha. Dengan demikian selama 12 tahun hutan mangrove

berkurang 11,2 %. Berdasarkan data tersebut untuk menjaga kelestarian hutan mangrove

tersebut perlu dilakukan pengelolaan secara berkesimbungan. Akan tetapi untuk hutan

mangrove di Bali tahun 1984 tercatat seluas 1.950 Ha, kemudian tahun 1999 tercatat

seluas 2.177 Ha atau mengalami peningkatan luas sebesar 227 Ha atau 10,42 %. Hanya

saja luasan ini merupakan luas kawasan hutan mangrove yang telah banyak dipinjam

pakai untuk berbagai kepentingan terutama hutan mangrove di TAHURA Ngurah Rai

Denpasar. Berdasarkan Data Statistik Dephutbun Propinsi Bali tahun 1999, luas hutan

mangrove khususnya di kawasan TAHURA RTK. 10 Ngurah Rai, yang tidak bervegetasi

seluas 256 Ha, yaitu dipinjam pakai seluas 176 Ha dan kawasan kosong bekas tambak

seluas 80 Ha. Sedangkan untuk kawasan mangrove di Nusa Lembongan seluas 202 ha

masih tergolong baik. Tetapi luasan tersebut baru memenuhi 19,8 % dari luas total

daratan. Sedangkan berdasarkan Undang-Undang Kehutanan No. 41 Tahun 1999, target

Page 11: PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN BAKAU (MANGROVE) DI …

7

yang harus dipenuhi minimal 30 %. Dengan demikian perlu ada penambahan kawasan

hutan seluas 104 Ha untuk mencapai target minimal 30 % atau 306 Ha.

Berdasarkan kondisi geografis Pulau Nusa Lembongan dengan struktur tanah

dengan dasar gamping, dan solum tanah tipis, sehingga arah pengembangan kawasan

hutan lebih terarah pada hutan mangrove. Dari latar belakang tersebut untuk

mempertahankan luas bahkan meningkatkan jumlah tersebut maka perlu pengelolaan

secara berkesinambungan dengan melibatkan berbagai pihak, baik pemerintah, LSM

maupun masyarakat. Hal ini lebih terfokus lagi dengan menyikapi Undang-Undang

No 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah, dimana masyarakat dan LSM berperan

penting sebagai stekholder dalam hal pengelolaan lingkungan, khususnya lingkungan

pesisir..

2.3.2. Kebijakan Pengelolaan Ekosistem Mangrove

Langkah-langkah kebijakan yang ditempuh dalam hal pengelolaan mangrove:

a. Pengelolaan ekosistem mangrove harus merupakan bagian integral dari pengelolaan

wilayahpesisisr secara terpadu.

b. Pengelolaan ekosistem mangrove harus berdasarkan pada prinsip-prinsip kelestarian

hasil dan kelestarian fungsi.

c. Pemanfaatan sumberdaya mangrove harus dilaksanakan seefektif dan seefisien

mungkin, sehingga meminimalkan dampak negatif terhada ekosistem lain di

sekitarnya.

d. Perlunya pembatasan ijin dari pemerintah terhadap proyek-proyek yang akan

dibangun di wilayah pesisir yang akan berdampak besar terhadap komponen-

komponen ekosistem.

e. Pengelolaan ekosistem mangrove secara berkelanjutan harus dilaksanakan secara

terpadu dan serasi antara tujuan pemerintah (top down) dengan tujuan masyarakat

bawah (bottom up)

f. Konsep pengelolaan ekosistem mangrove harus bersifat fleksibel untuk

mengakomodir perubahan-perubahan sosial ekonomi masyarakat dan kondisi

lingkungan setempat.

g. Pengelolaan ekosistem mangrove hrus ditunjang oleh peraturan-peundangan yang

tegas dan konsisten (Anonim. 1999)

Page 12: PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN BAKAU (MANGROVE) DI …

8

2.3.3 Prinsip-Prinsip Dasar Konsep Pengelolaan Ekosistem Mangrove

Prinsip-perinsip dasar yang mengacu pada konsep pengelolaan ekosistem

mangrove harus didasarkan pada konsep konservasi. Sesuai dengan Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Pengelolaan yang didasarkan pada konsep konservasi yaitu mengacu pada 3 ketentuan

pokok yaitu:

a. Perlindungan sistem penyangga kehidupan, yakni perlindungan terhadap keseluruhan

proses alami dari berbagai unsur hayati dan non hayati.

b. Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya.

c. Pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.

Dari tiga konsep diatas dapat dijadikan rambu-rambu untuk menangkal

kehilangan hutan mangrove. Akibat pengurangan luas hutan mangrove tersebut akan

terkait dengan kehilangan habitat potensial bagi kebutuhan biota perairan, baik untuk

keperluan mencari makan, untuk kawin, memijah dan mebesarkan anak. demikian pula

untuk satwa yang hidup pada tajuk pohon seperti berbagai jenis burung, insekta, maupun

mammalia.

Untuk itu sangatlah penting bahwa proyek penelitian secara hati-hati,

direncanakan dan dilaksanakan, setelah itu hasil penelitian disusun sebagai dokumen

sehingga secara langsung dan praktis dapat dijadikan informasi dan pedoman tentang

sistem pengelolaan mangrove di Pulau Lembongan khususnya dan di Bali umumnya.

Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang tersusun dari sumberdaya alam

yang dapat diperbaharui, tetapi sangat rawan terhadap gangguan terutama gangguan

manusia. Untuk menjaga kerusakan sumberdaya mangrove secara berlebihan maka

hutan mangrove di Nusa Lembongan perlu dijadikan sumberdaya yang terlindungi. Dan

untuk menyeimbangkan ketiga aspek fungsi hutan mangrove yaitu aspek ekologi, sosial

dan ekonomi, maka dalam pengalokasian dan pengelolaannya perlu diterapkan sistem

pemintakatan atau zonasi, meliputi:

1. Zona Inti : zona/kawasan yang tidak boleh dimanfaatkan untuk keperluan manusia

(bebas dari gangguan manusia), sehingga vegetasi yang tumbuh betul-betul alami, dan

sekaligus tempat kehidupan berbagai biota maupun satwa mangrove seperti: udang,

kepiting, ikan, termasuk berbagai jenis burung, reptilia dan insekta

Page 13: PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN BAKAU (MANGROVE) DI …

9

2. Zona Pengelolaan : suatu mintakat yang dikelola oleh manusia, sehingga

sumberdayanya dapat dimanfaatkan oleh manusia dengan konsep pemanfaatan secara

lestari (dapat dipulihkan kembali). Konsep ini tentu didasari perencanaan dan

pengelolaan secara hati-hati, sehingga kerusakan ekosistem dapat ditekan sekecil

mungkin. Contoh pemanfaatnya: untuk penelitian, pendidikan.

3. Zona pengembangan/pemanfaatan : zona yang dapat dimanfaatkan untuk

kepentingan manusia dalam hal menunjang kesejahtraan rakyat. Pemanfaatan ini

untuk kepentingan tambak atau untuk pengambilan hasil hutan (buah, getah). Jadi

zone ini merupakan pengembangan alternatif yang dapat dimanfaatkan untuk

kepentingan bersama, tetapi tetap dibawah pengawasan Instansi (Dinas Kehutanan)

maupun masyarakat adat.

2.3.4. Karakteristik Habitat Hutan Mangrove

Menurut Bengen (1999), karakteristik penyebaran hutan mangrove tergantung

oleh berbagai faktor lingkungan. Berdasarkan perbedaan kondisi substrat sebagai habitat

mangrove sangat terkait dengan jenis mangrove yang tumbuh diwilayah/zona tersebut.

Berdasarkan perbedaan kondisi substrat pada habitat mangrove mulai dari Zone terdepan

(yang berhadapan dengan laut) sampai dengan habitat yang berbatasan dengan daratan

maka Bengen (1999) membedakan habitat mangrove di Indonesia dalam 4 zona yaitu

1. Daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir, sering

ditumbuhi oleh Avicennia spp. Pada zona ini biasa berasosiasi Sonneratia spp. yang

dominan tumbuh pada substrst lumpur berpasir yang kaya bahan organik.

2. Lebih ke arah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh Rhizophora spp. Di

zona ini juga dijumpai Bruguiera spp. dan Xylocarpus spp.

3. Zona berikutnya merupakan habitat berlumpur keras didominasi oleh Bruguiera spp.

4. Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah biasa ditumbuhi

oleh Nypa fruticans, dan beberapa spesies palem lainnya.

Page 14: PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN BAKAU (MANGROVE) DI …

10

Gambar 1. Fungsi Hutan Mangrove dalam Rantai Makanan

Page 15: PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN BAKAU (MANGROVE) DI …

11

BAB III

METODOLOGI

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian yaitu pada kawasan hutan mangrove di Pulau Lebongan ,

Kabupaten Kelungkung Penelitian ini dilakukan selama 2 bulan , mulai dari bulan Maret

sampai April 2018

3.2. Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat berupa : tali plastik (untuk garis utama, dan untuk garis transek), patok

besi. kertas, gunting, sasak, meteran. Sedangkan bahan yang dipakai berupa: tumbuhan

mangrove pada zone depan, zone tengah maupun belakang.

3.3 Cara Pengumpulan data

Data primer diperoleh dengan melakukan pengukuran terhadap semua jenis

vegetasi mangrove , mulai dari zone depan, tengan dan belakang. Metode pengukuran

dilakukan dengan metode transeks (tanpa plot). Dimana garis utama direntangkan dari

zone paling depan (berbatasan dengan laut).

3.4. Analisis Data

Data-data yang sudah dikumpulkan kemudian dianalisis beberapa parameter

sebagai berikut ( Hardjosuwarno, 1989):

a. Frequensi = Banyaknya titik tempat jenis terdapat

Banyaknya titik pada seluruh transek

b. Densitas = Jumlah individu suatu jenis

Jumlah titik yang diteliti

Total basal area jenis yang terdapat pada seluruh titik yang diteliti

c. Dominansi =

Jumlah titik pada seluruh garis transek

Frequensi suatu jenis d. Frequensi relatif = x 100 % Total frequensi seluruh jenis

Densitas suatu jenis e. Densitas relatif = x 100 % Total densitas seluruh jenis

Page 16: PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN BAKAU (MANGROVE) DI …

12

Dominansi suatu jenis

f. Dominansi relatif = x 100 % Total dominansi seluruh jenis

g. Nilai penting (Importance value) suatu jenis = Frequensi relatif + densitas relatif +

dominansi relatif

h. Index Diversitas Shannon : H = - X2 ( ni/N) log (ni/N )

Keterangan.

H = Indeks Diversitas Shannon (Krebs, 1973 )

Ni = Nilai penting suatu jenis

N = Total nilai penting seluruh jenis

i. Pola penyebaran Jenis , dinyatan dengan rumus = V/M. V= Varian

M= Mean/rata-rata

X2 - ( X )

2 Keterangan

N X = Jumlah individu setiap jenis N – 1 N = Jumlah jenis yang ditemukan

X X = Rata rata jenis yang ditemukan

Jika V/M = 1 Pola penyebaran vegetasi bersifat Acak

Jika V/M < 1 Pola penyebaran vegetasi bersifat seragam

Jika V/M > 1 Pola penyebaran vegetasi bersifat megelompok

Page 17: PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN BAKAU (MANGROVE) DI …

13

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Jenis jenis vegetasi yang diketemukan di kawasan hutan mangrove lembongan

terdiri dari 2 katagori yaitu mangrove sejati (true mangrove) yaitu jenis mangrove yang

betul betul tumbuh di habitat pasang surut air laut dengan substrat berlumpur asin yang

memiliki kadar salinitas tinggi mulai dari zone terdepan (dekat dengan laut) sampai ke

daratan dan mangrove asosiasi yaitu jenis jenis tumbuhan yang mampu beradaptasi

dengan salinitas atau dikenal dengan mangrove pendamping.

Jenis jenis tersebut seperti tercantum pada Tabel 1 dan 2. Adapun jenis mangrove sejati

yang diketemukan di Nusa Lembongan terdiri dari 13 jenis yang memiliki berbagai

fungsi Sedangkan mangrove asosiasi diketemukan 12 jenis. Jenis jenis tersebut seperti

tercantum pada Tabel 1. Sedangkan hasil Hasil analisis vegetasi mangrove sejati dan

mangrove asosiasi di Nusa Lembongan dapat tersaji pada Tabel 2

Tabel 1. Jenis jenis mangrove sejati dan mangrove asosia yang diketemukan di Nusa

Lembongan dengan berbagai fungsinya. No Nama

Lokal

Nama

Ilmiah

Fungsi Keterangan

1 2 3 4

1

Bakau

Rhyzophora

stylosa

Kayu untuk pulp, kayu bakar, tiang rumah. Air buah

dan kulit akar yang muda dapat dipakai untuk mengusir

nyamuk.

Mangrove

sejati

2 Bakau Rhyzophora

apiculata

Kayunya baik untuk kayu bakar, arang, chips dan kayu

konstruksi

Mangrove

sejati

3 Lindur,

Tanjang

Bruguiera

gymnorrhiza

Kayunya untuk arang dan kayu bakar. Tanin (getah)

dan kulit batang yang muda sebagai penyedap ikan

yang masih segar. Pneumatophore (akar ) dapat untuk

ditumbuhkan secara vegetatif.

Mangrove

sejati

4 Tingi,

Mentigi

Ceriop tagal Kulit batang untuk zat pewarna/pengawet alat-alat

tangkap nelayan(jaring, jala), dan industri batik.

Kayunya berlualitas untuk kayu lapis. Kulit untuk obat

tradisional.

Mangrove

sejati

5 Prapat/

Pedada

Sonneratia

alba

Buahnya dapat dimakan mentah, daunnya untuk pakan

ternak, cairan buah untuk kosmetika (penghalus kulit).

Mangrove

sejati

6 Api-api,

Sia-sia

putih,

Avicennia

marina

Daun muda untuk sayur, pollen (serbuk sari) penghasil

madu yang dapat menarik lebah madu untuk

diternakkan, abu kayunya baik untuk bahan dasar

sabun cuci.

Mangrove

sejati

7 Api-api Avicennia

officinalis

Biji dapat dimakan setelah dicuci dan direbus.

Mangrove

sejati

8 Sia-sia, Api-api

Avicennia

alba

Daun muda untuk pakan ternak, biji yang direbus dapat

dimakan, kulit buah untuk obat tradisional, zat (resin

dari buah) yang dikeluarkan dapat untuk mencegah

Mangrove

sejati

Page 18: PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN BAKAU (MANGROVE) DI …

14

kehamilan.

9 Teruntun,

kacangan

Aegiceras

corniculatum

Untuk kayu bakar, kulit dan bijinya dapat sebagai

racun ikan.

Mangrove

sejati

10 Buta-buta Exoecaria

agalocha

Getah beracun dapat dipakai untuk meracun ikan,

kayunya mengandung zat pembersih, dapat sebagai

bahan korek api, kayu yang kering berbau harum dapat

sebagai pengganti kemenyan untuk pasepan (asep) saat

upacara agama

Mangrove

sejati

11 Kedukduk,

saman sigi,

Lumnitzera

racemosa

Kayunya untuk tiang, papan. Daun yang direbus dapat

sebagai obat sariawan.

Mangrove

sejati

12 Nipa/

Buyuk

Nypa

fruticans

Daun bermanfaat untuk atap, di bali bermanfat untuk

sarana banten, buahnya yang masih muda untuk kolang

kaling, yang tua untuk manisan, untuk gula merah.

Mangrove

sejati

13 Banang

Banang

Xylocarpus

granatum

Kayu baik untuk papan dan ukiran. Akarnya untuk

bahan kerajinan/hiasan, untuk industri pensil. Kulit

bantang yang direbus untuk obat diarhe. Buahnya yang

berminyak dapat untuk minyak rambut tradisional.

Mangrove

sejati

14 Jeruju,

Daruju

Acanthus

ilicifolius

Buah Jeruju baik untuk menyembuhkan bisul, jerawat,

dan kurap.

Mangrove

asosiasi

15 Bogem,

Keben

Barringtonia

asiatica

Buah dan biji bisa untuk gangguan mata merah,

katark, myopia (mata minus). Buah keben juga bersifat

farmakologis untuk anti bakteri, anti jamur dan

analgesik

Mangrove

asosiasi

16 Camplung,

Nyamplung,

Callophylum

inulipolium

Kayunya baik untuk papan, getahnya mengandung

mengandung minyak tamanu Ekstrak buahnya untuk

minyak nabati,

Mangrove

asosiasi

17 Widuri,

Medori,

Biduri

Calotrophis

gigantea

Bunganya mengandung fuscharin, kalotropin saponin

adalah baik untuk obat radang lambung, sakit gigi,

meradan bisa ular, mencegah penyakit lepra, nyeri otot

Mangrove

asosiasi

18 Kambingan,

Akar tuba

Derris

trifolia

Dunnya mengandung deguelin, elliptone, retenon yang

efektif sebagai racun ikan ,baik sebagai pestisida nabati

pengendali ulat daun, kutu, tungau dan hama keong.

Mangrove

asosiasi

19 Waru

lengis

Hibiscus

tilliaceus

Kayunya untuk kayu bakar, bahan bangunan, Daunnya

untuk obat sakit di persendian, ekstarak daun untuk

sesak nafas, panas dalam, batuk dan TBC.

Mangrove

asosiasi

20 Katang-

katang,

Ipomoea

pes-caprae

Selain sebagai penahan abrasi dan intrusi air laut,

daunnya bermanfaat sebagai peredam sariawan,

mempercepat penuaan bisul, memperlancar kencing.

Mangrove

asosiasi

21 Pandan Pandanus

tectorius

Daun kering untuk anyaman tikar, untuk kerajinan tas,

topi. Untuk kesehatan tubuhun, penyakit kulit,

melancarkan saluran kencing, obat gatal. Obat panu,

kurap dan kudis.

Mangrove

asosiasi

22 Gegabusan Scaepola

taccada

Mangrove

asosiasi

23 Ketapang Terminalia

catappa

Daunnya sebagai bahan dasar pembuatan tinta,

penyamak kulit, Bijinya bisa sebagai bahan dasar kue,

Buah biji ketapang untk membantumenutunkan

kolesterol dalam darah.

Mangrove

asosiasi

24 Waru lot Thespenia

populnea

Kayunya ringan sebagai papan, kulit kayunya sebagai

serat, daun dan buah sebagai obat penurun panas.

Mangrove

asosiasi

25 Legundi,

Ligundi

Vitex ovata Ekstrak daun obat penurun diarhe, obat cacing,

mencegah eksim pada kulit, daun untuk mencegah

pusing, masuk angin dan sebagainya.

Mangrove

asosiasi

Page 19: PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN BAKAU (MANGROVE) DI …

14

Tabel 2 Hasil analisis vegetasi mangrove sejati dan mangrove asosiasi di Nusa Lembongan

No Nama Lokal Nama Ilmiah Jumlah

terdapat

Frequensi .

Relatif %)

Densitas

Relatif (% )

Dominansi

relatidf (% )

Indeks Nilai

Penting ( % )

Indeks

Diversitas

1 Bakau Rhyzophora stylosa 33 8,266 17,547 30,233 56,046 0,1384

2 Bakau Rhyzophora apiculata 35 7,665 24,439 19,532 51,413 0,2291

3 Lindur, Tanjang Bruguiera gymnorrhiza 40 7,442 13,601 16,758 37.801 0,1021

4 Tingi, Mentigi Ceriop tagal 20 6,303 7,400 8,205 21,908 0,0535

5 Prapat/ Pedada Sonneratia alba 45 4,612 7,506 9,700 21,818 0,0680

6 Api-api, Sia-sia putih, Avicennia marina 35 4,149 4,803 6,202 15,154 0,0940

7 Api-api Avicennia officinalis 31 4,240 1,101 2,125 7,466 0,0300

8 Sia-sia, Avicennia alba 20 2,618 3,307 2,181 8,106 0,0230

9 Teruntun, kacangan Aegiceras corniculatum 37 3,311 2,173 0,049 5,533 0,0047

10 Buta-buta Exoecaria agalocha 45 3,565 2,240 1,010 6,815 0,0048

11 Kedukduk, saman sigi, Lumnitzera racemosa 25 2,545 0,250 0,016 2,811 0,0290

12 Nipa/Buyuk Nypa fruticans 40 2,052 0,225 0,015 2,322 0,1112

13 Banang Banang Xylocarpus granatum 47 2,433 0,315 0,130 2,881 0,1124

14 Jeruju, Daruju Acanthus ilicifolius 50 1,112 0,221 0,101 1,430 0,0211

15 Bogem, Keben Barringtonia asiatica 32 0,577 0,312 0,115 1,004 0,0231

16 Camplung, Nyamplung, Callophylum inulifolium 25 1,002 0,411 0,253 1,666 0,0342

17 Widuri,Medori, Biduri Calotrophis gigantea 40 0,995 0,311 0,221 1,527 0,0234

18 Kambingan, Akar tuba Derris trifolia 45 1,225, 0,461 0,331 2,017 0,0211

19 Waru lengis Hibiscus tilliaceus 50 1,012 0,511 0,412 1,935 0,0312

20 Katang-katang, Ipomoea pes-caprae 60 0,551 0,671 0,423 1,645 0,0221

21 Pandan Pandanus tectorius 55 0,667 0,464 0,322 1,453 0,0332

22 Gegabusan Scaepola taccada 35 0,767 0,551 0,328 1,646 0,0112

23 Ketapang Terminalia catappa 40 1,231 1,233 0,433 2,897 0.0365

24 Waru lot Thespenia populnea 20 0,992 0,445 0,233 1,670 0,0336

25 Legundi, Ligundi Vitex ovata 30 0,322 0.442 0,212 0,976 0,0112

98,798 99,113 99,461 297,372 2,1442

Page 20: PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN BAKAU (MANGROVE) DI …

15

Pola Penyebaran jenis

X2 - ( X )

2 37177-855625

N = 25 = 0,299 N – 1 24

X 37

Jadi V/M = 0,299 V/M < 1 bersifat Seragam

Jadi Pola Penyebaran Jenis mangrove di Pulau Nusa Lembongan bersifat seragam

4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan lapangan terhadap identifikasi vegetasi mangrove

di Pulau Lembongan diketemukan 25 jenis, terdiri dari 13 jenis tergolong mangrove sejati

(true mangrove) atau jenis jenis mangrove yang bersifat eksis atau mampu tumbuh dan

beradaptasi pada lingkungan yang ekstrim yaitu daerah pasang surut air laut mulai dari

habitat dengan substrat berpasir sampai ke arah daratan dengan substrat lumpur asin yang

padat, dan 12 jenis tergolong mangrove asosiasi yaitu jenis tumbuhan yang mampu

tumbuh pada habitat yang mengandung garam. Tetapi jenis jenis ini tumbuh di daratan

bebasa terhadap pasang surut ( Tabel 1). Semua jenis mangrove baik yang mangrove

sejati maupun mangrove asosiasi selain memiliki fungsi ekologis, ekonomis juga

berfungsi sebagai bahan dasar obat untuk penyembuhan berbagai macam penyakit.

Sedangkan hasil analisis vegetasi Mangrove sejati dan mangrove asosiasi di Pulau

Lembongan diktemukan 25 jenis terdiri dari 13 jenis mangrove sejati dan 12 jenis

mangrove asosiasi (Tabel 1 dan 2). Dari 25 jenis tersebut yaitu 23 jenis tergolong pohon

dan 2 jenis tergolong semak dan ada 5 jenis yang memliliki nilai penting tinggi

(INP > 20 %) yaitu bakau (Rhyzophora stylosa) dengan INP = 56,046 %, Bakau

(Rhyzophora apiculata) indek INP = 51,413%, Lindur, Tanjang (Bruguiera

gymnorrhyza) , INP = 37.801, Mentigi ( Ceriop tagal) (INP = 21,908 %), dan Pidada

(Sonneratia alba ( INP = 21,818 % ). Satu jenis yang memiliki nilai penting sedang (<10

INP <20 %) yaitu Api api (Avicennia marina), dan 19 jenis lainnya termasuk jeis yang

memilililki nilai penting rendah (INP< 10 %). Secara keseluruhan vegetasi bakau di

Pulau Lembongan baik yang sejati dan yang asosiasi memiliki nilai penting sebesar

297,372 % . Hal ini menyatakan komunitas mangrove sejati telah eksis serta mampu

berdaptasi dengan lingkungannya. Hanya saja mangrove asosiasi masih banyak

Page 21: PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN BAKAU (MANGROVE) DI …

16

mengalami gannguan terutama dari masyarakat sehingga semua jenis mangrove asosiasi

(12 jenis) memiliki nilai penting rendah. Hasil analisis terhadap Keanekaragaman jenis

berdasarkan Indeks Diversitas = 2, 1442 . Ini merupakan nilai yang lebih besar dari 1,5

Menurut Bengen (2001) hal ini merupakan komunitas mangrove sejati baik tingkat pohon

dan anakan dapat tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan dan mampu membentuk

ekosistem yang setabil (homeostasis).

Bila diperhatikan dari pola penyebaran jenis vegetasi mangrove di Pulau

lembongan baik mangrove sejati dan asosiasi dengan hasil perhitungan V/M = 0,299. Ini

menunjukkan pola penyebaran vegetasi tergolong seragam . Menurut Samingan (1995)

tingkat keseragaman jenis ditentukan oleh kondisi lingkungan terutama substrat sebagai

tempat tumbuh vegetasi dan keadaan pasang surut air laut. Pulau Lembongan termasuk

pulau kecil dengan luas 6150 Ha, tanah kering tektur tanah berkapur dan tidak ada

sungai yang mengalir seperti biasanya dengan airan air yang jauh dari hulu ke hilir. Akan

tetapi di Nusa lembongan hanya ada Mata air yang banyak dimanfaatkan penduduk untuk

mandi cuci dan air minum. Dengan demikian tidak ada muara sungai sebagai pasokan air

tawar dan mengendapkan lumpur sebagai sarat utama pertumbuhan mangrove.

Pertumbuhan mangrove secara mengelompok di Nusa Lembongan akibat ombak laut

yang tenang tertahan oleh Nusa Ceningan sehingga demikian pula di sebelah timur yang

berbatasan dengan Nusa Penida sehingga Desa Jungut Batu memiliki arus laut yang

tenang menyebabkan mangrove dapat tumbuh dengan baik dan bersifat mengelompok.

Sama halnya dengan perbatasan antara Pulau Lembongan dengan Pulau Ceningan juga

dapat tumbuh bakau dengan baik dan mengelompok. Berdasarkan kondisi seperti itu

hasil analisis penyebaran bakau di Nusa Lembongan (V/M = 0, 299 ) termasuk

mengelompok.

Page 22: PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN BAKAU (MANGROVE) DI …

17

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan.

Dari hasil penelitian terhadap vegetasi hutan bakau ( Mangrove) di Pulau

Lembongan dapat disimpulkan

a. Jenis tumbuhan mangrove yang diketemukan di Pulau Lembongan berjumlah 25 jenis

terdiri dari 13 jenis mangrove asli (true mangrove) dan 12 jenis mangrove asosiasi.

Dari 25 jenis mangrove yang diketemukan terdiri dari 5 jenis memiliki nilai penting

tinggi yang semuanya dari jenis mangrove sejati yaitu Bakau (Rhyzophora stylosa,

INP = 56,046%), Bakau kurap (Rhyzophora apiculata, INP = 51,413%),Tanjang

(Bruguiera gymnorrhiza, INP = 37,801%), Mentigi ( Cerioph tagal, INP= 21,908%)

dan Prapat/Pidada ( Sonneratia alba, INP= 21,818 % , satu jenis yaitu Apia pi

(Avicennia marina) miliki nilai penting sedang , dan 19 jenis memiliki nilai penting

rendah.

b. Hasil analisis vegetasi mangrove di Pulau Lembongan baik mangrove sejati dan

asosiasi secara keseluruhan memeiliki nilai penting sedang (INP= 297,372 %) yang

memiliki tingkat pertumbuhan yang mantap dan setabil.

c. Tingkat keanekaragam jenis mangrove di Pulau Lembongan tergolong seragam dan

Pola pertumbuhan tergolong mengelompok.

d. Menjaga kesetabilan ekosistem Mangrove di Pulau Lembongan perlu dikelola secara

kontinyu dan berkelanjutan.

5.2 Saran

Untuk mencapai sasaran hutan mangrove di Pulau Lembongan mencapai ekosistem

yang setabil serta sebagai penunjang pariwisata alam maka dapat disarankan :

a. Ekosistem hutan Mangrove di Jungut Batu, Tanjung Kotal dan Perbatasan Pulau

lembongan dan Pulau Ceningan sebagai habitat yang baik pertumbuhan hutan bakau

perlu dikelola dengan baik dengan cara dilakukan reboisasai secara kontinyu oleh

masyarakat bekerjasama dengan Dinas Kehutanan dan Pertanian serta pemerintah

daerah Kabupaten Kelungkung.

b. Perlu meingkatkan kesadaran masyarakat untuk tidak melakukan penebangan secara

liar terhadap pohon bakau dan jangan membuang sampah ke laut terutama sampah

Page 23: PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN BAKAU (MANGROVE) DI …

18

plastik yang sangat mudah menutupi permukaan akar pensil dari pidada

Sonneratia alba) dan akar lutut dari tanjang (Bruguiera gymnorrhyza) yang

mengganggu proses penyerapan oksigen saat fotosintesis, sehingga berpengaruh

terhadap metabolisme dan berpotensi terjadi kematian.

Page 24: PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN BAKAU (MANGROVE) DI …

19

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1984. Laporan Telaah Tata Guna Ekosistem Mangrove Pantai Utara Jawa

Barat. M.A.B - LIPI dan Perum Perhutani.

Anonim 1999. Undang Undang RI No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahanan Daerah.

Jakarta

Anonim, Undang undang No 41 Tahun 1999. Tentang Kehutanan. Sekretris jendral

Departemen Kehutanan dan Perkebunan . Jakarta

Anonim. 1990. Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya. Deprtemen

Kehutanan dan Perkebunan Jakarta

Bengen, 1999. Pengelolaan Hutan Mangrove . Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan

Lautan. Institut Pertanian Bogor.

Darsidi, A.1991. Perkembangan Pemanfaatan HUtan Mangrove di Indo- nesia

Ewusie J.Y. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Membicarakan Alam tropika Afrika,

Asia, Pasifik dan Dunia Baru. ITB Bandung.

Hardjosuwarno, S. 1989. Ekologi Tumbuhan. Catatan Kuliah Pada Fakultas Biologi

UGM Jilid I. Fakultas Biologi UGM. Yogyakarta.

Krebs, J.C. 1978. Ecology. The Experimentals Analysis of Distribution and

Abundance. Harper & Row Publisher, New York.

Mardani, N. K. 1989. Pengaruh Proyek Pengelolaan Sampah Terhadap Kelestarian

Kualitas Perairan Pantai Sanur-Benoa, Bali. Fakultas Pascasarjana IPB, Bogor.

Samingan, T. 1971. Tipe-Tipe Vegetasi (Pengantar Dendrologi). Bagian Ekologi

Tumbuhan, Fak. Pertanian IPB, Bogor.

Soegiarto, A. 1986. The Mangrove Ecosystem in Indonesia. It,s Problem and Manage-

ment. In : Coastal and Tidal Wetlands of the Austra lian Monsoon Region.