bioakumulasi kromium pada kerang

23
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembuangan limbah industri dapat mencemari lingkungan perairan dan organisme yang hidup di dalamnya (Alifia dan Djawad 2003). Terjadinya kontaminasi zat beracun pada organisme perairan dapat melalui 3 cara: (1) melalui permukaan organisme (2) melalui respirasi atau ingesti dari air dan (3) melalui pengambilan makanan (zooplankton, phitoplankton) yang mengandung bahan pencemar kimia (Jardin 1993). Diketahui bahwa zat beracun yang mencemari perairan salah satunya dari logam berat (Aditya 2005). Logam berat yang ada dalam badan perairan akan mengalami proses pengendapan dan terakumulasi dalam sedimen, kemudian terakumulasi dalam tubuh makhluk hidup yang ada di dalam perairan tersebut baik melalui insang maupun melalui rantai makanan dan akhirnya akan sampai pada manusia. Fenomena ini dikenal sebagai bioakumulasi (Dahuri dkk 1996). Logam berat tersebut antara lain adalah kromium, jika keberadaannya melebihi ambang batas yang diperbolehkan dapat membahayakan lingkungan, termasuk 1

Upload: vidya-hanum-ayuningtyas

Post on 21-Jan-2016

244 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

juu

TRANSCRIPT

Page 1: Bioakumulasi kromium pada kerang

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembuangan limbah industri dapat mencemari lingkungan perairan dan

organisme yang hidup di dalamnya (Alifia dan Djawad 2003). Terjadinya

kontaminasi zat beracun pada organisme perairan dapat melalui 3 cara: (1)

melalui permukaan organisme (2) melalui respirasi atau ingesti dari air dan (3)

melalui pengambilan makanan (zooplankton, phitoplankton) yang mengandung

bahan pencemar kimia (Jardin 1993). Diketahui bahwa zat beracun yang

mencemari perairan salah satunya dari logam berat (Aditya 2005). Logam berat

yang ada dalam badan perairan akan mengalami proses pengendapan dan

terakumulasi dalam sedimen, kemudian terakumulasi dalam tubuh makhluk

hidup yang ada di dalam perairan tersebut baik melalui insang maupun melalui

rantai makanan dan akhirnya akan sampai pada manusia. Fenomena ini dikenal

sebagai bioakumulasi (Dahuri dkk 1996). Logam berat tersebut antara lain

adalah kromium, jika keberadaannya melebihi ambang batas yang diperbolehkan

dapat membahayakan lingkungan, termasuk manusia. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa adanya akumulasi kromium dapat menyebabkan kerusakan

terhadap organ respirasi, dan dapat juga menyebabkan timbulnya kanker pada

manusia (Palar 1994).

Anodonta woodiana sebagai moluska air tawar yang bersifat filter feeder

dan sessile dapat dijadikan hewan uji dalam proses bioakumulasi kromium.

Kromium dapat masuk ke dalam tubuh Anadonta woodiana melalui air ataupun

makanan. Kromium tersebut tedistribusi ke berbagai organ Anadonta woodiana,

salah satunya adalah kelenjar pencernaan (Nugroho and Frank 2011). Penelitian

ini perlu dilakukan untuk menegetahui kadar kromium yanmg dapat terakumulasi

dalam kelenjar pencernaan Anadonta woodiana.

1

Page 2: Bioakumulasi kromium pada kerang

B. Permasalahan

Pencemaran ekosistem air tawar dapat terjadi dikarenakan kandungan logam

berat yang berlebih. Salah satunya adalah krom. Anodonta woodiana sebagai

hewan moluska air tawar yang bersifat filter feeder dan sessile dapat dijadikan

sebagai bioakumulator. Dari penelitian ini dapat diketahui berapa kadar krom

yang terdapat pada organ Anodonta woodiana salah satunya adalah kelenjar

pencernaan Anodonta woodiana. Dalam penelitian ini dapat dibangun

pertanyaan ilmiah, yakni bagaimana bioakumulasi logam Cr pada kelenjar

pencernaan Anodonta woodiana?

C. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari kandungan krom yang

terdapat pada kelenjar pencernaan Anadonta woodiana.

.

D. Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat diketahui

akumulasi logam kromium pada kerang Anodonta woodiana. Dengan

diketahuinya kandungan Cr dalam kelenjar pencernaan Anodonta woodiana

dapat memberikan gambaran mekanisme akumulasi logam di dalam kerang.

E. Hipotesis

Krom dapat terakumulasi dalam kelenjar pencernnan Anodonta woodiana

karena struktur kelenjar pencernaannya masih sangat sederhana, sehingga fungsi

detoksifikasi terhadap logam berat belum dapat dilakukan.

2

Page 3: Bioakumulasi kromium pada kerang

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Logam Kromium (Cr)

Salah satu logam yang termasuk dalam golongan transisi. Kromium dilambangkan

dengan simbol ‘Cr’. Kromium memiliki nomor atom 24 dan berat atom 51,996.

Kromium mempunyai titik leleh dan didih yang tinggi. Adanya kromium dalam limbah

cair menandakan telah terjadi pencemaran di limbah industri, karena senyawa kromium

murni tidak pernah ditemukan dalam bentuk bebas di alam. Paparan kronis Cr

memberikan dampak negatif yaitu dapat menyebabkan kanker paru-paru, sedangkan

pada paparan yang bersifat akut, kromium dapat menyebabkan gangguan pada sistem

kekebalan tubuh dan bersifat iritan terhadap selaput lendir. (Notodarmojo 2005).

Keracunan tubuh manusia terhadap Cr dapat berakibat buruk terhadap saluran

pernafasan, kulit, pembuluh darah dan ginjal (Sudarmadji et. al 2006).

B. Klasifikasi Anodonta woodiana

Anadonta woodiana yang lebih dikenal dengan nama kijing Taiwan memiliki

klasifikasi sebagai berikut:

Filum: Mollusca

Kelas: Pelecypoda

Ordo: Schizodonta

Famili: Unionidae

Genus: Anodonta

Spesies: Anodonta woodiana

(Lea 1834)

Gambar 1. Anodonta woodiana (http://eol.org/pages/4749339/overview)

3

Page 4: Bioakumulasi kromium pada kerang

Ciri umum dari filum Mollusca adalah memiliki tubuh bilateral simetri, lunak, dan

ditutupi mantel yang menghasilkan zat kapur, serta bernafas menggunakan insang.

Tubuhnya berbentuk pipih secara lateral dan memiliki dua buah cangkang yang

berengsel secara dorsal dan menutupi tubuhnya. Famili ini umumnya ditemukan di

kolam, danau, sungai, dan perairan lainnya.

C. Anatomi Anodonta woodiana

Menurut Suwignyo et al. (2005), secara morfologis tubuh kijing Anodonta

sp. adalah pipih lateral dan seluruh tubuh tertutup dua keping cangkang yang

berhubungan di bagian dorsal melalui hinge ligament yaitu semacam pita elastik

yang terdiri atas bahan organik seperti zat tanduk (conchiolin). Hinge ligament

ini bersambungan dengan periostrakum cangkang. Kedua keping cangkang pada

bagian dalamnya juga ditautkan oleh sebuah otot adduktor anterior dan sebuah

otot adduktor posterior. Kedua otot ini bekerja secara antagonis dengan hinge

ligament. Bila otot adduktor rileks, ligamen berkerut, maka kedua keping

cangkang akan terbuka. Demikian pula sebaliknya, bila otot adduktor

berkontraksi dan ligamen rileks maka kedua cangkang akan tertutup. Hewan ini

memiliki tipe insang eulamellibranchia (pertautan antar filamen menjadi

permanen, dengan adanya jaringan, sehingga jajaran filamen membentuk suatu

lembaran selaput yang berlubang-lubang atau ostia).

Pada bagian dalam cangkang terdapat mantel di sisi kiri dan kanan. Di ujung

posterior terdapat dua sifon, yaitu sifon inkuren untuk memasukkan air dan sifon

ekskuren untuk mengeluarkan air. Terdapat otot-otot adduktor (anterior dan

posterior) yang berfungsi untuk menutup cangkang, otot protraktor untuk

menjulurkan kaki dan otot retraktor untuk menarik kaki. Kaki berbentuk pipih,

yang terletak di bagian antroventral tubuh. Proses respirasi berlangsung di dalam

insang yang berjumlah empat buah (sepasang pada tiap sisi cangkang). Insang

luar sebagian atau seluruhnya berhubungan dengan mantel. Insang luar kijing

Unionidae berfungsi sebagai marsupia untuk mengerami telur hasil fertilisasi

4

Page 5: Bioakumulasi kromium pada kerang

sampai terbentuk larva glokidia yang matang. Mantel pada A. woodiana

berbentuk jaringan yang tipis dan lebar, menutup seluruh tubuh dan terletak di

bawah cangkang. Pada tepi mantel terdapat tiga lipatan dalam, tengah, dan luar.

Lipatan dalam adalah yang paling tebal, dan lipatan ini berisi otot radial dan otot

melingkar. Lipatan tengah mengandung alat indera. Lipatan luar terbagi dua,

yaitu permukaan dalam dan permukaan luar.

Gambar 2. Struktur anatomis A. woodiana. (a). Struktur organ dalam setelah menyingkirkan cangkang atas (b). Irisan vertikal tubuh kijing (Suwignyo, S. et al.

2005)

D. Ekologi Anodonta woodiana

Anodonta woodiana dapat hidup di kolam, danau, sungai atau perairan tawar yang

lain (Storer dan Usinger 1961). Menurut Suwignyo (2005), genus Anodonta paling

senang hidup di dasar perairan yang berlumpur, sedikit pasir dan tidak terlalu dalam.

Anodonta dapat hidup di perairan dengan suhu antara 11.0 – 29.0°C serta derajat

keasaman antara 4.8-9.8 (Prihartini,1999).

Ditinjau dari cara makannya, Anodonta woodiana termasuk hewan filter feeder

dimana bahan makanannya dimasukkan dipilih dan dicernakan dengan bantuan gerakan

cilia pada tubuhnya (Suwignyo et al. 2005). Kijing memakan zooplankton, fitoplankton

dan detritus.

5

A B

Page 6: Bioakumulasi kromium pada kerang

E. Anodonta woodiana sebagai bioakumulator

Moluska merupakan bioindikator yang paling tepat dan efisien untuk

pencemaran logam berat. Moluska dapat mengakumulasi pencemar tanpa ia

sendiri mati terbunuh, terdapat dalam jumlah yang banyak, terikat pada suatu

wilayah yang luas, mudah diambil dan tidak mudah rusak. Moluska mempunyai

toleransi luas terhadap air payau (euryhaline) serta dapat menunjukkan korelasi

antara kandungan bahan pencemar dalam air dan dalam tubuh organisme

(Pagoray 2001). Moluska dari kelas Bivalvia digunakan sebagai organism untuk

memantau pencemaran perairan yang mengandung akumulasi toksikan lebih

tinggi dari lingkungan (Philips 1985). Kerang Anodonta woodiana merupakan

salah satu contoh moluska yang mempunyai kemampuan sebagai bioakumulator.

Logam berat masuk melalui aliran air kemudian melewati insang. Logam yang

terlarut dalam air akan diakumulasi secara absorpsi langsung dari air lalu ke

permukaan tubuh kerang serta melalui saluran pencernaan (Wang and Fisher

1999).

6

Page 7: Bioakumulasi kromium pada kerang

BAB III

METODE

A. Deskripsi Lokasi Penelitian dan Desain Sampling

Penelitian ini dilakukan di dua laboratorium. Pengamatan dilakukan di

Laboratorium Ekologi dan Konservasi Fakultas Biologi UGM dan analisis data

dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Unit 1, Universitas

Gadjah Mada. Penelitian ini dilakukan selama bulan Februari - Maret 2013.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode acak (random

sampling). Kerang A. woodiana didapat dari tempat budidaya yang perairannya belum

tercemar, kemudian diaklimasi terlebih dahulu selama 2 minggu sebelum perlakuan.

Kerang berjumlah masing-masing 24 ekor ditempatkan dalam dua buah akuarium

berukuran 70 x 55 x 35 cm. Salah satu akuarium diisi air bersih sedangkan yang lain air

bersih ditambahkan dengan larutan Cr dengan 25 µg/L. Volume air yang dimasukkan ke

dalam akuarium masing-masing sebanyak 50 L. Akuarium dilengkapi dengan sekat

sejajar mengikuti panjang akuarium, dengan lebar yang sama, daerah satu sebagai tempat

hidup kerang sedangkan daerah lainnya sebagai tempat alat filter air dan aerasi dalam

akuarium (Gambar 1). Kelereng dimasukkan ke dalam akuarium bertujuan untuk

substrat menempelnya A. woodiana. Tiap akuarium diberi pencahayaan selama 12 jam

dalam sehari selama penelitian.

1 2 3

4

70 cm

Gambar 3. Skema akuarium

Keterangan:1. Tempat penampungan air bersih2. Tempat filter3. Tempat aerasi4. Tempat kerang

7

55cm

Page 8: Bioakumulasi kromium pada kerang

B. Bahan dan Alat

1. Preparasi air bersih

Air bersih yang digunakan pada penelitian ini adalah air ledeng. Sebelum air

dimasukkan ke dalam akuarium, air bersih disaring terlebih dahulu dengan

menggunakan batu zeolite dan arang (karbon aktif) yang sudah dicuci secukupnya,

sehingga hasil air yang dipakai menjadi lebih bersih dan tidak menimbulkan bau. Air

bersih disaring dan ditampung dalam bak penampung. Pompa akuarium digunakan

sebagai pemutar air dalam bak sehingga stok air dapat terus-menerus disaring dengan

arang dan zeolite. Dengan seperti ini, air tampungandapat terjaga kualitasnya sebagai

media hidup kerang.

2. Preparasi larutan stok Cr

Pembuatan larutan stok Cr menggunakan reagen K2Cr2O7 sebanyak 0.1 gr. Reagen

Cr ini dibuat menjadi larutan stok dengan konsentrasi 100 ppm. Akuades secukupnya

sebagai pengencer reagen Cr.

Alat-alat yang dibutuhkan berupa gelas ukur ukuran 1000 mL untuk mengukur

volume larutan yang akan dipakai. Neraca semi-analitik untuk mengukur massa

reagen Cr yang diperlukan untuk membuat larutan stok. Gelas beaker untuk

melarutkan reagen Cr sebelum diencerkan. Pipet tetes sebagai alat bantu saat

meneteskan reagen.

3. Preparasi organisme uji dan akuarium

Bahan-bahan yang digunakan adalah kerang Anodonta woodiana sebanyak 48

ekor dengan ukuran panjang kerang sekitar 10-12 cm dengan berat sekitar 100-150 gr.

Air bersih secukupnya untuk mencuci kerang agar bersih dari kotoran sebelum

digunakan untuk penelitian. Air bersih (dari Tahap 1.) sebanyak 50 L untuk setiap

akuarium. Bahan pakan kerang berupa pakan ikan yang berukuran halus sebanyak 500

gr, diberikan secukupnya setiap dua hari sekali selama penelitian.

Alat-alat yang dipakai berupa akuarium kaca ukuran 70 x 55 x 35 cm sebanyak 2

buah sebagai tempat hidup kerang, yakni untuk kelompok kontrol dan perlakuan.

Lampu akuarium sebanyak 2 buah sebagai sumber pencahayaan akuarium. Spons

filter sebanyak 6 buah, aerator akuarium sebanyak 3 set, serta 1 buah pompa air untuk

tiap akuarium; berfungsi untuk menyaring kotoran dari kerang dan sebagai penggerak

arus air dalam akuarium sehingga kondisi air selalu terjaga bersih. Kelereng ukuran

kecil sebanyak 300 buah untuk tiap akuarium sebagai substrat kerang agar mampu

8

Page 9: Bioakumulasi kromium pada kerang

bergerak leluasa.

4. Analisis tingkat bioakumulasi Cr

Bahan-bahan yang digunakan adalah kerang A. woodiana dari kelompok kontrol

dan kelompok perlakuan yang telah terpapar Cr. Organ yang diambil untuk diuji

adalah kelenjar pencernaan. Alat-alat yang dipakai berupa scalpel, gunting beserta

pinset sebanyak dua set untuk membedah dan mengambil organ yang akan diuji. Ice

gel digunakan untuk menganestesi kerang sebelum dibedah. Cawan petri berjumlah

enam buah untuk tempat meletakkan sampel organ serta kerang saat dibedah. Neraca

semi analitik satu buah untuk mengukur berat kerang dan berat sampel tiap organ.

Larutan HNO3 65% dan HCL 37% sebagai asam pelarut sampel. Satu set Atomic

Absorbance Spectrophototmetry (AAS) untuk mengukur kadar logam Cr dalam

sampel.

C. Cara Kerja

1. Preparasi larutan stok Cr

Untuk menentukan jumlah reagen yang akan diambil, terlebih dahulu dihitung

massa K2Cr2O7 yang digunakan untuk membuat larutan stok Cr 100 ppm. K2Cr2O7

sebanyak 0.1 gr ditempatkan dalam aluminium foil dan ditimbang dengan neraca

semi-analitik. Reagen dipindahkan ke dalam gelas ukur kemudian reagen dilarutkan

dengan akuades sebanyak 500 mL sampai homogen, setelah itu dipindahkan ke labu

ukur ukuran 1000 mL. Larutan dipindahkan ke dalam labu ukur lalu diencerkan

dengan akuades sampai batas tanda. Larutan dihomogenisasi dengan cara

menggoyang labu ukur sampai tercampur rata. Larutan Cr ini dijadikan larutan stok.

Untuk pemakaian larutan Cr dalam akuarium, menggunakan kadar 25 µg/L.

2. Preparasi organisme uji dan akuarium

Terdapat dua akuarium, yaitu akuarium kontrol dan akuarium perlakuan. Tiap

akuarium dipasang filter, pompa air serta alat aerasi. Kemudian dipasang lampu

akuarium dengan lama penyinaran 12 jam per hari. Pada bagian dasar akuarium

diberi kelereng secukupnya sebagai substrat menempelnya kerang.

Untuk tiap akuarium, ditempatkan kerang Anodonta woodiana sebanyak 24

individu yang cangkangnya telah dibersihkan terlebih dahulu. Sebelum pengujian,

9

Page 10: Bioakumulasi kromium pada kerang

semua kerang harus dipuasakan dahulu selama 7 hari dalam akuarium yang berisi air

bersih sebanyak 50 L dan pada akuarium telah diberi filter dan aerasi. Setelah itu

setiap kerang ditandai, diukur beratnya serta panjang cangkangnya, kemudian

dipindahkan ke akuarium kontrol atau akuarium perlakuan.

Akuarium kontrol diberi air bersih sebanyak 50 L, sedangkan pada akuarium

perlakuan ditambahkan larutan stok Cr yang telah dibuat sebelumnya. Dalam

akuarium perlakuan menggunakan konsentrasi Cr sebanyak 25 µg/L. Untuk

membuat larutan Cr 25 µg/L ppm dalam 50 L air akuarium dari larutan stok Cr.

Pengambilan larutan Cr sebanyak 12.5 mL menggunakan rumus pengenceran sbb:

M1 x V1 = M2 x V2

Keterangan:

M1 : konsentrasi larutan stok Cr

M2 : konsentrasi larutan Cr dalam akuarium

V1 : volume yang diperlukan dari larutan stok Cr

V2 : volume yang diperlukan untuk akuarium

Kerang diberi pakan setiap hari berupa pakan kerang yang diberi sebanyak 50 gr

untuk setiap akuarium dengan pemberikan pakan setiap dua hari sekali. Kemudian

setiap akuarium, sebanyak dua pertiga dari total volume air diganti tiap dua hari

sekali, serta total volume air dalam akuarium diganti setiap pada hari keenam.

3. Pengambilan sampel kerang dan pengujian akumulasi Cr

Untuk pengambilan sampel kerang, diambil masing-masing tiga individu secara

acak dari akuarium kontrol dan akuarium perlakuan. Sample kerang diambil pada hari

ke-0, 1, 6, 12, dan ke-18 (untuk waktu eksposur), serta hari ke-24 dan ke-30 untuk

waktu depurasi. Sampel kerang dianestesi dengan es dan dibiarkan selama 10 menit.

Untuk pengukuran kadar akumulasi logam Cr kerang dibedah dan diambil

kelenjar pencernaannya. Organ tersebut dibersihkan dan dicuci dengan akuades, lalu

dikeringkan dengan menggunakan kertas saring. Setelah itu, sampel dibungkus

menggunakan alumunium foil dan ditimbang beratnya basahnya. Organ yang sudah

terbungkus dimasukkan ke dalam oven pada suhu 85o C selama waktu tertentu

sampai didapat berat kering konstan. Kemudian berat organ ditimbang kembali untuk

10

Page 11: Bioakumulasi kromium pada kerang

diketahui berat keringnya. Organ diambil sekitar 10-100 mg dan ditempatkan pada

gelas beaker. Campuran konsentrat HNO3 65% dan konsentrat HCl 37% dengan

perbandingan 4:1 sebanyak 5 mL ditambahkan ke dalam gelas beaker. Kemudian

sampel dimasukkan ke dalam oven pada suhu 40oC selama 1 jam kemudian pada suhu

95o C selama 3 jam. Setelah itu, sampel diencerkan sampai volume 10 mL.

Penghitungan total logam Cr pada kelenjar pencernaan dengan menggunakan Atomic

Absorbance Spectrophotometry (AAS) dengan panjang gelombang yang sesuai untuk

mengukur kadar Cr.

D. Analisis Data

Sampel yang telah diukur kadar akumulasi Cr dari kelenjar pencernaan kemudian

disusun dalam row data sebagai data mentah. Data mentah yang didapat akan diubah

menjadi bentuk log data yang kemudian dianalisis menggunakan homogenitas variansi

dan normalitas. Data total akumulasi Cr diolah secara statistik menggunakan analysis of

variance (ANOVA) dua arah karena waktu paparan untuk mengakumulasi Cr

merupakan variabel bebas, lalu diuji pula dengan uji perbandingan Dunnett. Hasil

bioakumulasi akan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik histogram.

11

Page 12: Bioakumulasi kromium pada kerang

BAB IV

HASIL dan PEMBAHASAN

Dari analisis data yang sudah dilakukan didapatkan hasil yang ditampilkan

dalam grafik dibawah ini,

0 1 6 12 18 24 30 360

0.001

0.002

0.003

0.004

0.005

0.006

Analisis kandungan Cr dalam kelenjar pencernaan Anodonta woodiana

KontrolPerlakuan

hari ke -

kand

unga

n Cr

(mg/

gram

ber

at b

asah

)

Gambar 4. Grafik Kandungan Cr dalam kelenjar pencernaan Anodonta woodiana

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa kandungan Cr dalam kelenjar pencernaan

meningkat selama perlakuan, pada hari ke-12 peningkatan sebesar 30 % dari hari ke-0.

Pada hari ke 18 mengalamii penurunan sebessar 7% dari hari ke-0. Kandungan Cr

kembali mengalami peningkatan pada hari ke- 24 sebesar 10% dari hari ke-0. Dalam 6

hari pertama periode depurasi, kandungan Cr menurun, kemudian meningkat pada akhir

penelitian.Cr tertinggi terobservasi pada periode depurasi hari ke-36, sebesar 0,0051 mg

g-1 berat basah.

Pada sampel kontrol kandungan Cr terobservasi terendah adalah pada hari ke- 0

yaitu 0 mg g-1 berat basah dan paling tinggi adalah pada hari ke- 36 yaitu 0.0025 mg g -1

berat basah. Selama penelitian terjadi peningkatan jumlah kandungan Cr pada hari ke 1,

6, 18, 30 dan 36. Hal itu dikarenakan Cr yang ada di dalam kelenjar pencernaan A.

woodiana tidak hanya terdapat pada kelenjar pencernaan saja tetapi Cr terdistribusi ke

organ lainnya, sehingga apabila pada saat pengambilan sampel Cr terdistribusi ke organ

lainnya, jumlah Cr dalam kelenjar pencernaan terobservasi rendah (Nugroho and Frank

12

Page 13: Bioakumulasi kromium pada kerang

2011). Terobservasinya Cr dalam kelenjar pencernaan A. woodiana pada sampel control

karena Cr merupakan senyawa yang dibutuhkan oleh A. woodiana untuk proses sintesis

protein dalam tubuhnya (Walsh and O’Halloran 1996)

Pada sampel perlakuan, kandungan Cr terobservasi paling rendah adalah pada hari

ke- 1 yaitu 0,00063 mg g-1 berat basah dan paling tinggi adalah pada hari ke 36, depurasi

hari ke- 12 yaitu sebesar 0,0051 mg g-1 berat basah. Kandungan Cr dalam kelenjar

pencernaan meningkat selama perlakuan, pada hari ke-12 peningkatan sebesar 30 % dari

hari ke-0. Pada hari ke 18 mengalami penurunan sebesar 7% dari hari ke-0. Kandungan

Cr kembali mengalami peningkatan pada hari ke- 24 sebesar 10% dari hari ke-0. Dalam

6 hari pertama periode depurasi, kandungan Cr menurun, kemudian meningkat pada

akhir penelitian. Tingginya kandungan Cr dalam kelenjar pencernaan A. woodiana pada

saat proses depurasi dikarenakan pada saat pengambilan sampel, Cr terdistribusi dalam

kelenjar pencernaan dan struktur kelenjar pencernaannya masih sangat sederhana,

sehingga fungsi detoksifikasi terhadap logam berat kurang sempurna (Widiyanti dkk

2005).

Dari hasil analisis kandungan Cr dalam kelenjar pencernaan A. woodiana diperoleh

laju akumulasi Cr yang ditampilkan pada tabel sebagai berikut,

Tabel 1. Laju akumulasi cr dalam kelenjar pencernaan A. woodiana

Hari ke- Laju akumulasi (mg/gr berat basah per hari)

1-6 0.000152

6-12 0.000373

12-24 -0.00024

24-30 0.000303

Depurasi 1-6 -0.00035

Depurasi 6-12 0.00054

Rata-rata 0.00013

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan laju akumulasi dari hari

ke- 1 sampai hari ke- 12 kemudian mengalami penurunan sampai hari ke- 24, meningkat

kembali sampai hari ke 36, mengalami penurunan kembali pada saat proses depurasi

13

Page 14: Bioakumulasi kromium pada kerang

sampai hari ke- 6 dan meningkat sampai akhir penelitian. Laju akumulasi tertinggi pada

saat depurasi periode kedua yaitu sebesar 0,00054 mg g-1 berat basah, dan rata rata laju

akumulasi 0.00013 mg g-1 berat basah.

Laju akumulasi dipengaruhi oleh kadar garam, alkalinitas, hadirnya senyawa kimia

lainnya, temperatur, pH, besar atau kecilnya organisme, dan kondisi kelaparan organisme

(Darmono 1995). Rendahnya laju akumulasi dapat disebabkan kecilnya organisme bila

dibandingkan dengan organisme lainnya dan kondisi kelaparan organisme, semakin lapar

semakin rendah laju akumulasinya.

BAB V

KESIMPULAN

14

Page 15: Bioakumulasi kromium pada kerang

Kandungan Cr tertinggi adalah pada saat proses depurasi periode kedua yaitu

sebesar 0,0051 mg g-1 berat basah. Rata rata laju akumulasi Cr dalam kelenjar

pencernaan adalah sebesar 0.00013 mg g-1 berat basah. Hasil tersebut menunjukkan

bahwa kandungan Cr dapat terakumulasi dalam kelenjar pencernaan A. woodiana

DAFTAR PUSTAKA

15

Page 16: Bioakumulasi kromium pada kerang

Aditya Rahman. 2005. Kandungan Logam Tembaga (Cu) Pada Karang Tipe Branching di

Perairan Kepulauan Krakatau. Jurnal Bioscientiae 2(2):11-16.

Alifia, F dan M. I. Djawad. 2003. Kondisi Histologi Insang dan Organ Dalam Juvenil Ikan

Bandeng (Chanos-chanos Forskall) yang Tercemar Logam Timbal (Pb) Jurnal Sains &

Teknologi 3(1):15-20.

Dahuri, R., J. Rais, S.P. Ginting & M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah

Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta. 305 hal.

Darmono. 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta: UI Press.Jardine, C.G.1993. Effect of Pollutant at the Ecosystem Level. p 15.

Notodarmojo, S. 2005. Pencemaran Tanah dan Air. Tanah. Bandung: ITB. p: 145

Nugroho, A. P. and H. Frank. 2011. Uptake, distribution, and bioaccumulation of copper in

the freshwater mussel Anodonta anatina, Toxicological & Environmental Chemistry,

DOI:10.1080/02772248.2011.582989

Pagoray, H. 2001. Kandungan merkuri dan kadmium sepanjang Kali Donan Kawasan

Industri Cilacap. FRONTIR (33). http://unmul.ac.id/dat/pub/frontir/henny.pdf.

Diakses 5 Maret 2013

Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Rineka Cipta.

Philips, D. J. H. 1980. Quantitative aquatic biological indicators: Their Use to Monitor

Trace Metal and Organochlorine Pollution. Applied Science Publishers

Prihatini W. 1999. Keragaman Jenis dan Ekologi Kerang Air Tawar Famili Unionidae

(Molusca; Bivalvia) di Beberapa Situ Kabupaten dan Kotamadya Bogor. Naskah Tesis.

Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Storer T. I., and R. L .Usinger. 1961. General Zoology. McGraw-Hill. New York

Sudarmadji., J, Mukono., Corie I. P. 2006. Toksikologi Logam Berat B3 dan Dampaknya

Terhadap Kesehatan. Jurnal Kesehatan Lingkungan 2(2):140

Suwignyo S., B. Widigdo., Y. Wardiatno., Krisanti M. 2005. Avertebrata Air. Depok:

Penebar Swadaya.

Walsh, A. R. and O’Halloran, John. 1996. The Accumulation of Chromium by Mussels Mytilus edulis (L.) as a Function of Valency, Solubility and Ligation. Ireland: Elsevier Science Ltd.

Wang, W.X., and N.S. Fisher. 1999. Delinating metal accumulation pathways for marine

invertebrates. The Science of the Total Environment. 237-238.p:459-472.

16

Page 17: Bioakumulasi kromium pada kerang

Widiyanti, C. A., Sunarto., N. S. Handajani. 2005. Kandungan Logam Berat Timbal (Pb)

serta struktur Mikroanatomi Ctenidia dan Kelenjar Pencernaan (Hepar) Anodonta

woodiana Lea., di Sungai Serang Hilir Waduk Kedung Ombo. BioSMART 7(2):136-

142

17