bioakumulasi logam berat pd ikan patin di wdk cirata
TRANSCRIPT
-
BIOAKUMULASI LOGAM BERAT PADA IKAN PATIN YANG DIBUDIDAYAKAN DI PERAIRAN
WADUK CIRATA DAN LABORATORIUM
ADANG SAPUTRA C151 070 211
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2009
-
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini, saya menyatakan bahwa tesis Biokumulasi Logam Berat pada Ikan Patin yang Dibudidayakan di Perairan Waduk Cirata dan Laboratorium, adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, 01 Agustus 2009
Adang Saputra C 151070211
-
ABSTRACT
ADANG SAPUTRA. Heavy Metal Bioaccumulation on Cultured Fish in Cirata Reservoir and Laboratory. Under direction of Kukuh Nirmala and Tri Heru Prihadi Cirata reservoir in one of the reservoirs built in Citarum river in 1988. The area of Cirata reservoir is about 6.200 ha, with the average dept of 106 m and maximum water volume 2.165 million m3. In 2009, from the total number of 51.418 floating net cages (FNC) only 60% or 30.850 units with the total number of fisheries household 2.838 that actively enganged in culture activities. Materials for FNC construction consist of 56,06% iron ploating and 43,94% sterefoam. Pangasius djambal is one of fish commodities cultured in Cirata reservoir affect the condition of its resources in term of water quality degradation either physically, chemically, or biologically. One of chemical factor contributing to the pollutan is heavy metal. Toxic heavy metals that have bigger contribution to the pollutan of P. djambal in Cirata reservoir are Pb, Cd, Hg, and Fe. Rate accumulation of heavy metal in P. djambal is important to be studied especiall in accordance with food savety issues. The research was conducted in two phases that are field activities in July-December 2008 and laboratory activities from October-December 2008. Result of water quality analysis that was evaluated using Storet method showed that water quality in class I, II, and III were heavily polluted, only in class IV was categorized into moderately polluted. Base on the results of plankton abundance analysis, Cirata reservoir is categorized as eutrophic. Results of heavy metal showed that accumulation of Pb and Fe has exceed the standard of food safety while Hg and Cd were still safe. Besides, result of heavy metal bioaccumulation calculation indicated that most of accumulation exist in the sediment. Furthermore, results of bioaccumulation analysis on sediment explained that there is no direct impact of bioaccumulation to the fish organ except from water compartement. On the other hand, results of correlation regression calculation showed that correlation between sediment and water and water and fish organ is negative while between sediment and fish organ is positive. Therefor, fish will easily absorb heavy metal from water compartement. Keywords: cirata reservoir, bioaccumulation, heavy metal, food savety, pangasius
djambal
-
RINGKASAN
ADANG SAPUTRA. Bioakumulasi Logam Berat pada Ikan Pating yang Dibudidayakan di Perairan Waduk Cirata dan Laboratorium. Dibimbing oleh Kukuh Nirmala dan Tri Heru Prihadi.
Pada awal pembangunannya, Waduk Cirata bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik dan air irigasi serta pengendalian banjir. Namun dengan perkembangan waktu dan kebutuhan manusia, keberadaan Waduk Cirata telah membuka peluang bagi perkembangan subsektor pembangunan lain seperti perikanan, air minum, pariwisata, dan perhubungan. Aktivitas kegiatan perikanan pada tahun 2009 jumlah KJA yang ada di Waduk Cirata sebanyak 51.418 unit dengan jumlah rumah tangga petani (RTP) 2.838. Menurut BPWC (2009) material yang digunakan untuk KJA yaitu pelampung 56,06% dari besi dan 43,94% dari busa, memberikan kontribusi terhadap pencemaran salah satunya akumulasi logam berat. Akibat dari pencemaran ini, terjadi perubahan struktur komunitas perairan, rantai makanan, tingkah laku biota, efek fisiologi, genetika, dan resistensi terhadap penyakit.
Dampak dari akumulasi logam berat pada ikan adalah menurunkan tingkat kematangan gonad, menutup membran insang sehingga ikan kekurangan oksigen, menghambat pertumbuhan, dan ikan yang diproduksi menjadi tidak aman untuk dikonsumsi. Salah satu komoditas yang dibudidayakan di Waduk Cirata adalah ikan patin (Pangasius djambal). Ikan ini mempunyai nilai ekonomis tinggi, mempunyai toleransi tinggi, relatif tahan terhadap penyakit, dan merupakan komoditas unggulan bagi produksi perikanan Indonesia. Tetapi karena kebiasaan makannya adalah plankton dan jasad benthos maka tingkat respirasi bahan kimia diantaranya logam berat menjadi tinggi. Akumulasi logam berat oleh ikan patin sangat penting untuk diketahui karena berhubungan dengan keamanan pangan.
Penelitian lapangan dilaksanakan di Waduk Cirata pada bulan Juli-Desember 2008 dan Laboratorium pada bulan Oktober-Desember 2008. Sampel sedimen dan air diambil dari Waduk Cirata, sedangkan ikan patin diambil dari KJA milik Pusat Riset Perikanan Budidaya yang berada di bagian tengah. Pemeliharaan ikan patin di KJA milik Pusat Riset Perikanan Budidaya selama 6 bulan mulai dari bulan Juli-Desember 2008. Berat ikan pada awal penebaran rata-rata 300 g dan selama pemeliharaan tidak di beri pakan.
Kegiatan di lapangan adalah pengukuran logam berat pada ikan patin umur pemeliharaan 0 dan 6 bulan serta pengukuran kualitas air yang meliputi faktor fisika, kimia, dan biologi. Kegiatan laboratorium berupa analisis logam berat pada air, sedimen, dan ikan patin yang dilakukan di Laboratorium Lingkungan Budidaya Perikanan FPIK-IPB dan Balai Besar Pengembangan Budidaya air Tawar, Sukabumi.
Kegiatan yang dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan Budidaya Perikanan, Departemen Budidaya Perikanan, FPIK-IPB adalah pemeliharaan ikan patin dalam akuaruim. Akuarium yang digunakan sebanyak 6 buah, yang terdiri dari 3 buah akuarium menggunakan sedimen dari Cirata masing-masing diisi setinggi 10 cm. Tiga akuarium lainnya digunakan sebagai pembanding untuk tiap-tiap stasiun tanpa diberi sedimen.
-
Kegiatan pemeliharaan ikan patin dimulai pada bulan Oktober-Desember 2008 dengan benih ikan patin diambil dari KJA Pusat Riset Perikanan Budidaya di Waduk Cirata yang sudah dipelihara selam 3 bulan. Tiap-tiap akuarium diisi ikan patin sebanyak 3 ekor dengan berat rata-rata 600 g. Selama pemeliharaan, ikan diberi pakan secukupnya. Pada bulan Desember 2008 dilakukan pengambilan sampel ikan untuk dianalisis kandungan logam beratnya dilaboratorium.
Untuk melihat status kualitas airnya dianalisis menggunakan Metode STORET. Metode untuk mengetahui keeratan hubungan antar kandungan logam berat Hg, Pb, Cd, dan Fe dalam air, sedimen, dan ikan patin dihitung dengan analisis regresi dan korelasi (Manttjik dan Sumertajaya, 2002) dengan software minitab 14.0. Faktor distribusi sedimen dihitung menggunakan perbandingan koefisien distribusi (Kd) pada sedimen, air, dan ikan. Untuk melihat perbandingan tingkat biokonsentrasi faktor logam berat pada ikan dan air serta ikan dan sedimen menggunakan rumus bioconsentration factor (BCF). Kelimpahan plankton dinyatakan sebagai jumlah individu plankton per satuan volume air dihitung dengan menggunakan metode Lackey Drop Microtransect counting (APHA, 1989).
Kualitas air Waduk Cirata untuk budidaya ikan dengan perhitungan menggunakan Metode Storet sudah termasuk dalam kategori tercemar berat. Parameter yang memberikan kontribusi terhadap pencemaran yaitu: sulfide, ammonia, fenol, total fosfat, Pb, Cd, dan Fe. Hasil analisis terhadap plankton di Waduk Cirata Termasuk kategori tercemar dan hasil analisis terhadap krorofila perairan Waduk Cirata sudah termasuk kategori eutrofik-hypereutrofik (20-60 g/L).
Konsentrasi Pb pada insang baik yang dipelihara di Cirata maupun akuarium akumulasinya telah melebihi bakumutu standar kemanan pangan. Hasil perhitungan terhadap akumulasi Cd pada insang masih dalam ambang yang ditoleransi untuk keamanan pangan dari Kepdirjen P2HP-DKP Nomor. KEP. 010/DJ-P2HP/2007 yaitu sebesar 0,10 mg/Kg . Konsentrasi logam Hg pada insang yang dipelihara di Waduk Cirata maupun di akuarium masih dalam ambang standar baku mutu untuk keamanan pangan. Kandungan Fe pada insang ikan ini sudah tidak aman untuk dikonsumsi oleh manusia karena lebih tinggi dari standar baku mutu yang direkomendasikan oleh EPA (1987) dalam Laws (1993) yaitu sebesar 3 mg/Kg.
Konsentrasi Pb pada hati ikan baik yang dipelihara di Waduk Cirata maupun akuarium akumulasinya telah melebihi baku mutu standar kemanan pangan. Akumulasi logam Cd pada hati ikan patin masih dalam ambang yang ditoleransi untuk keamanan pangan. Konsentrasi logam Hg pada hati ikan patin yang dipelihara baik di Waduk Cirata maupun akuarium masih dalam ambang standar baku mutu keamanan pangan. Logam Fe pada hati telah termasuk dalam kategori yang tidak aman untuk dikonsumsi oleh manusia karena melebihi standar baku mutu.
Akumulasi logam berat Pb pada daging baik yang dipelihara di Waduk Cirata maupun akuarium akumulasinya telah melebihi baku mutu standar keamanan pangan. Konsentrasi logam Cd pada daging masih dalam ambang yang aman untuk dikonsumsi. Konsentrasi logam Hg pada daging ikan patin yang dipelihara baik yang di Waduk Cirata maupun akuarium masih dalam ambang
- standar baku mutu keamanan pangan. Konsentrasi logam berat Fe pada daging ikan sudah melebihi standar kamanan pangan. Hasil perhitungan terhadap nilai koefisien determinasi antara sedimen dan air sudah melebihi nilai afinitasnya (>5). Sedangkan perhitungan terhadap faktor biokonsentrasi logam berat antara sedimen dan organ tubuh ikan patin termasuk dalam kategori rendah karena di bawah nilai afinitas (
-
@ Hak Cipta milik IPB, Tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
-
BIOAKUMULASI LOGAM BERAT PADA IKAN PATIN YANG DIBUDIDAYAKAN DI PERAIRAN WADUK CIRATA
DAN LABORATORIUM
ADANG SAPUTRA C151 070 211
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Program Studi Ilmu Akuakultur
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2009
-
Judul Tesis : Bioakumulasi Logam Berat pada Ikan Patin yang Dibudidayakan: di Waduk Cirata dan Laboratorium
Nama : Adang Saputra NIM : C151070211
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc Dr. Ir. Tri Heru Prihadi, M.Sc
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Akuakultur Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S
Tanggal Ujian : 20 Agustus 2009 Tanggal Lulus :
-
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Tatag Budiardi, M.Si.
-
PRAKATA
Puji dan Syukur penulis panjatkan Kehadirat Illahirobi, atas rahmat dan ridho-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2008 ini ilalah logam berat, dengan judul Bioakumulasi Logam Berat pada Ikan Patin yang Dibudidayakan di Waduk Cirata dan Laboratorium. Terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga penulis sampaikan kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan
Bapak Dr. Ir. Tri Heru Prihadi, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing. 2. Kepala Badan Riset Kelautan dan Perikanan, atas bantuan Beasiswa untuk
mengikuti pendidikan Program Master. 3. Kepala Pusat Riset Perikanan Budidaya, atas bantuan dan izin yang diberikan
selama mengikuti pendidikan. 4. Prof. Dr. Achmad Sudradja, selaku peneliti senior pada Pusat Riset Perikanan
Buidaya yang selalu memberikan bimbingan dan memotivasi dalam menyelesaikan studi.
5. Dra. Irsyapihani Insan,M.Si., selaku Kepada Bidang Pelayanan Teknis, Pusat Riset Perikanan Budidaya.
6. Ir.Bambang Priono, SU, selaku Kepala Bagian Tata Usaha Pusat Riset Perikanan Budiaaya.
7. Ir. Lies Emawati Hadie, M.Si, selaku Kepala Bidang Monitoring dan Evaluasi Pusat Riset Perikanan Budidaya.
8. Purnomo Indra Basuki, S.E. selaku Kepala Subidang Publikasi dan Perpustakaan Pusat Riset Perikanan Budidaya.
9. Laboratorium Lingkungan Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Sukabumi
10. Laboratorium Lingkungan Budidaya Perikanan, Departemen Budidaya Perikanan, FPIKA-IPB.
11. Kepada kedua orang tua tercinta Alm (Bapak Madsahri dan Ibunda Enah Manah).
12. Untuk istri tercinta (Tri Wahyuni, A.Pi) dan anak-anakku (Diah Mutiara Safitri dan Firman Mutiara Saputra) serta kaka-kaka tercinta.
13. Armen Hidayat, I. Nyoman Radiarta, Ofri Johan, Rasidi, Suprapti, Joni Haryadi, Diana, Erfina Safitri, Anjang B. Prastyo, IRA, Idil dan semua teman sejawat yang selalu membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini)
14. Purnamawati dan rekan-rekan Program Studi Ilmu Akuakultur serta semua pihak atas bantuan dan kerjasamanya dalam penyelesaian karya ilmiah ini.
Penulis menyadari karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu saran dan kritik untuk perbaikan akan sangat penulis hargai. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2009 Adang Saputra
-
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Nopember 1973 di Ciamis, Jawa Barat. Penulis merupakan anak kelima dari pasangan Bapak Madsahri dan Ibunda Enah
Manah (Alm.).
Penulis lulus dari SD Negeri Tanjung Sari Kecamatan Cipaku, Kabupaten
Ciamis pada tahun 1987, SMP Negeri Kawali, di Kecamatan Kawali, Kabupaten
Ciamis lulus pada tahun 1990, pada tahun 1993 lulus dari Sekolah Menengah
Pertanian Negeri Cirebon. Pada tahun yang sama penulis diterima di Sekolah
Tinggi Perikanan Jakarta dan lulus pada tahun 1998. Diangkat menjadi pegawai
negeri di Pusat Riset Perikanan Budidaya pada tahun yang sama sampai sekarang
dan pada tahun 2000 diterima pada program sarjana di IPB jurusan Pengelolaan
Sumberdaya Perairan. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan S2 di Institut
Pertanian Bogor, Program Studi Ilmu Akuakultur atas biaya Badan Riset Kelautan
dan Perikanan.
Pada tanggal 9 Pebruari 1999 penulis menikah dengan Tri Wahyuni, A.Pi,
dan dikarunia dua orang anak Diah Mutiara Safitri (14 Oktober 1999), dan Firman
Mutiara Saputra (1 September 2003).
-
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL . xv DAFTAR GAMBAR . xvi
DAFTAR LAMPIRAN... xviii
1.PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .. 1 1.2. Pendekatan dan Rumusan Masalah .. 7 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian . 8 1.4. Hipotesis 8
2. TINJAUAN PUSTAKA .... 9
2.1. Perairan Waduk Cirata .. 9
2.2. Sumber Logam Berat .................................................................... 14
2.3. Logam Berat dalam Ekosistem Perairan........................................ 17
2.4. Sifat Fisika Kimia Logam Berat.... 18
2.4.1. Sifat fisika dan kimia logam timbal (Pb).... 18 2.4.2. Sifat fisika dan kimia logam kadmium (Cd)....................... 19 2.4.3. Sifat fisika dan kimia logam merkuri (Hg)......................... 19 2.4.4. Sifat fisika dan kimia logam besi (Fe) 20
2.5. Mekanisme Akumulasi Logam Berat oleh Ikan Patin.................. 21 2.5. Dampak Logam Berat pada Ikan Patin ........................................ 22 2.6. Budidaya Ikan Patin dalam Keramba Jaring Apung (KJA) di
Waduk Cirata................................................................................ 24
3. METODE PENELITIAN .. 29
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian... 29
3.2. Metode Pelaksanaan Penelitian..................................................... 29
3.3. Alat dan Bahan.............................................................................. 30
3.4. Prosedur Kerja .......... 31
3.4.1. Kegiatan Lapang (survai)........ 31 3.4.2. Kegiatan Laboratorium... 34
3.5. Analisis Data.......................................................... 34 3.5.1. Evaluasi dengan Metode Stopret................................. 34 3.5.2. Regresi korelasi....... 35 3.5.3. Kefisien determinasi (Kd)... 36 3.5.4. Biokonsentrasi faktor (BCF)... 36
-
3.5.5.Kelimpahan plankton........... 36
4. HASIL DAN PEMBAHASAN.. 38
4.1. Kondisi Perairan Waduk Cirata Secara Fisik, Kimia, dan Biologi 38 4.2. Kandungan Logam Berat pada Ikan .............................................. 43 4.2.1. Insang...... 43 4.2.2. Hati...................................................................................... 48 4.2.3. Daging................................................................................. 52 4.3. Distribusi Logam Berat pada Media Pemeliharaan Ikan... 57 4.3.1. Logam berat timbal (Pb)..... 57 4.3.2. Logam berat kadmium (Cd).... 58 4.3.3. Logam berat merkuri (Hg)...... 59 4.3.4. Logam berat besi (Fe)..... 59 4.4. Distribusi Logam Berat pada Organ Ikan.. 60 4.4.1. Logam berat timbal (Pb)..... 60 4.4.2. Logam berat kadmium (Cd).... 61 4.4.3. Logam berat merkuri (Hg)...... 61 4.4.4. Logam berat besi (Fe)..... 62 4.5. Bioakumulasi Logam Berat pada Sedimen, Air, dan Ikan 63 4.6. Hubungan Antara Parameter.. 66 4.6.1. Hubungan antara Logam Berat pada Sedimen dan Air .. 66 4.6.2. Hubungan antara Logam Berat pada Sedimen dengan
Insang Ikan ......................................................................... 66
4.6.3. Hubungan antara Logam Berat pada Sedimen dengan Hati Ikan.............
68
4.6.4. Hubungan antara Logam Berat pada Sedimen dengan Daging Ikan.........................................................................
69
4.6.5. Hubungan antara Logam Berat pada Air dengan Insang Ikan.
70
4.6.6. Hubungan antara Logam Berat pada Air dengan Hati Ikan.
71
4.6.7. Hubungan antara Logam Berat pada Air dengan Daging Ikan.
72
5. KESIMPULAN DAN SARAN. 73
5.1. Kesimpulan.................................................................................... 73 5.2. Saran.............................................................................................. 73
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 74
LAMPIRAN.................................................................................................... 79
-
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman 1. Jumlah KJA dan rumah tangga petani di Waduk Cirata tahun 2009 11 2. Data kualitas perairan Waduk Cirata pada tahun 2003 12 3. Batas toleransi konsentrasi beberapa unsur dan senyawa logam
berat........................................................................................... 16
4. Kisaran umum konsentrasi logam dalam tubuh ikan........ 16 5. Komposisi umum unsur logam dalam sedimen tanah........................... 16 6. Batas maksimum logam dalam air untuk keamanan
manusia......................................................................................................... 17
7. Parameter air yang diukur dan alat yang digunakan............................. 31 8. Parameter-parameter kualitas air, sedimen, dan ikan yang diukur di
laboratorium.......................................................................................... 32
9. Penentuan kualitas air Waduk Cirata dengan Metode Storet................ 39 10. Nilai parmeter kualitas air hasil pengukuran dan standar baku mutu... 39 11. Hasil analisis terhadap kelimpahan plankton di Waduk Cirata............. 41 12. Klasifikasi tingkat kesuburan perairan berdasarkan unsur hara dan
biomassa fitoplankton (krorofila) (DKP 2007)...................................... 42
13. Hasil perhitungan koefisien determinasi (Kd) pada sedimen dan air Waduk Cirata.........................................................................................
63
14. Nilai BCF antara insang ikan yang dipelihara di Waduk Cirata dan sedimen..................................................................................................
63
15. Nilai BCF antara hati ikan yang dipelihara di Waduk Cirata dan sedimen..................................................................................................
64
16. Nilai BCF antara daging ikan yang dipelihara di Waduk Cirata dan sedimen..................................................................................................
64
17. Nilai BCF antara insang ikan yang dipelihara di Waduk Cirata dan Air..........................................................................................................
64
18. Nilai BCF antara hati ikan yang dipelihara di Waduk Cirata dan Air..........................................................................................................
65
19. Nilai BCF antara daging ikan yang dipelihara di Waduk Cirata dan Air..........................................................................................................
65
-
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman 1. Gambaran umum Waduk Cirata dilihat dari Citra Landsat ETM 7
akuisisi bulan September 2004 .........................................................
2
2. Sebaran titik pengambilan sample sediment, air, dan ikan di Waduk
Cirata..... 30
3. Logam berat Pb (mg/Kg) dalam insang ikan patin........... 43
4. Logam berat Cd (mg/Kg) dalam insang ikan patin....... 44
5. Logam berat Hg (mg/Kg) dalam insang ikan patin....... 45
6. Logam berat Fe (mg/Kg) dalam insang ikan patin........ 47
7. Logam berat Pb (mg/Kg) dalam hati ikan patin........ 48
8. Logam berat Cd (mg/Kg) dalam hati ikan patin................... 49
9. Logam berat Hg (mg/Kg) dalam hati ikan patin................... 50
10. Logam berat Fe (mg/Kg) dalam hati ikan patin.................... 51
11. Logam berat Pb (mg/Kg) dalam daging ikan patin............... 52
12. Logam berat Cd (mg/Kg) dalam daging ikan patin............... 54
13. Logam berat Hg (mg/Kg) dalam daging ikan patin.................. 55
14. Logam berat Fe (mg/Kg) dalam daging ikan patin................... 56
15 Logam berat Pb pada media pemeliharaan........................................... 57
16 Logam berat Cd pada media pemeliharaan........................................... 58
17 Logam berat Hg pada media pemeliharaan........................................... 59
18 Logam berat Fe pada media pemeliharaan............................................ 59
19 Logam berat Pb pada organ tubuh ikan patin........................................ 60
20 Logam berat Cd pada organ tubuh ikan patin....................................... 61
21 Logam berat Hg pada organ tubuh ikan patin....................................... 61
22 Logam berat Fe pada organ tubuh ikan patin........................................ 62
23. Total akumulasi logam berat pada ikan................................................. 66
-
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman 1. Hasil pengukuran dan analisis kualitas air 79
2. Hasil evaluasi kualitas air Waduk Cirata dengan Metode Storet.. 80
3. Hasil analisis logam berat awal penelitian............................................ 81
4. Data hasil analisis logam berat akhir penelitian.................................... 82
5. Hasil regresi dan korelasi sedimen dan air Waduk Cirata.................... 84
6. Hasil regresi dan korelasi sedimen dan insang ikan patin..................... 85
7. Hasil regresi dan korelasi sedimen dan hati ikan patin......................... 86
8. Hasil regresi dan korelasi sedimen dan daging ikan patin.................... 87
9. Hasil regresi dan korelasi air dan insang ikan patin.............................. 88
10. Hasil regresi dan korelasi air dan hati ikan patin.................................. 89
11. Hasil regresi dan korelasi air dan daging ikan patin............................. 90
-
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air yang sengaja dibuat dengan membendung aliran
sungai. Waduk juga merupakan penampungan alami dalam pengumpulan unsur
hara, bahan padatan, dan bahan kimia toksik baik pada air maupun dasar/sedimen
perairan dan unsur tersebut merupakan sumber kontaminan yang utama. Pada
umumnya unsur kontamin terdiri dari minyak, pestisida, dan substansi toksik yang
dapat merusak kehidupan dasar perairan serta ikan yang hidup didalamnya.
Menurut Darmono (2008) kondisi hujan asam dan asam dari aliran air yang
mengalir ke danau atau waduk merupakan masalah yang serius pada danau atau
waduk karena asam dapat tertimbun didalamnya dan menjadi racun. Karena hujan
asam akan mempercepat proses bioakumilasi logam berat.
Waduk Cirata merupakan salah satu waduk yang dibangun di Daerah Aliran
Sungai (DAS) Citarum pada tahun 1988 yang terletak antara Waduk Saguling dan
Jatiluhur. Posisi Waduk Cirata berada pada ketinggian 221 m dpl, luas 6.200 ha,
dan kedalaman mencapai 106 m dengan volume air maksimum 2.165 juta m3
(Husen, 2004). Sedangkan menurut Radiarta et al., (2005) Waduk Cirata telah
mengalami penurunan (degradasi), kedalam maksimum hanya mencapai 89 m.
Kisaran kedalaman yang paling dominan pada Waduk Cirata adalah 21-30 m yang
mencapai 26%.
Pada awal pembangunannya, Waduk Cirata bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan tenaga listrik dan air irigasi untuk pertanian serta pengendalian banjir.
Namun dengan perkembangan waktu dan kebutuhan manusia, keberadaan Waduk
Cirata telah membuka peluang bagi perkembangan sektor dan subsektor
pembangunan lain seperti perikanan, air minum, pariwisata, dan perhubungan.
Dalam rangka pemanfaatan waduk begi kegiatan perikanan, dalam
pengelolaannya harus dapat mengoptimalkan produksi ikan, menghindari konflik,
dan menjaga kelestarian lingkungan serta sumberdayanya sehingga pemanfaatan
tersebut dapat berkesinambungan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
-
2
106
106
107
107
108
108
-8 -8
-7 -7
-6 -6
Waduk Cirata
Gambar 1. Gambaran umum Waduk Cirata dilihat dari Citra Landsat ETM 7
akuisisi bulan September 2004
Sesuai dengan sifatnya, Waduk Cirata merupakan sumber daya alam yang
akan mengalami penurunan daya guna apabila pengaruh lingkungan yang
ditimbulkan olah aktifitas manusia dan industri terlalu berat. Penurunan daya guna
ini dapat berupa penurunan kualitas perairan yang bersifat fisik, kimia, maupun
biologi. Adanya masukan limbah yang merupakan bahan asing bagi perairan
akibat dari aktifitas manusia, akan menyebabkan terjadinya pencemaran perairan
yang dapat mengakibatkan perubahan sifat fisik, kimia, dan biologi perairan
tersebut.
Dampak aktifitas manusia yang signifikan mempengaruhi penurunan
kualitas perairan Waduk Cirata adalah budidaya ikan dengan teknologi Keramba
Jaring Apung (KJA). Menurut Misbah (2004) dampak positif dari kegiatan
budidaya ikan dengan KJA adalah meningkatkan pendapatan daerah setempat,
mengurangi jumlah pengangguran, dan meningkatkan pendapatan nasional. Selain
dampak positif, KJA juga mempunyai dampak negatif apabila tidak mengikuti
pada standard oprating procedure (SOP) yaitu mempercepat penurunan kualitas
-
3
air. Penurunan kualitas air berdampak pada penurunan daya dukung Waduk
Cirata. Komoditas ikan yang dibudidayakan di Waduk Cirata adalah ikan mas,
nila, patin, dan bawal.
Menurut DKP (2007), daya dukung suatu perairan untuk kegiatan budidaya
dalam KJA adalah tingkat maksimum produksi (ikan) yang dapat didukung oleh
suatu perairan pada tingkat perubahan konsentrasi total P yang masih dapat
diterima oleh masyarakat yang terkait dengan perairan yang bersangkutan. Daya
dukung waduk untuk perikanan budidaya ialah sejumlah atau besaran stok ikan
maksimal atau potensi produksi yang bisa ditampung atau dipelihara dengan
berbagai sarana pemeliharaan di waduk dengan memperhatikan keberlanjutan
waduk yang tidak mengurangi kualitas lingkungan yang diperlukan bagi pelaku
budidaya dan masyarakat lain pengguna waduk. Keberlanjutan waduk berorientasi
pada pemanfaatan waduk yang maksimal dalam upaya pengelolaan konservasi
agar waduk bisa digunakan bagi pelaku budidaya generasi sekarang dan yang
akan dating, bahkan bagi pemanfaatan waduk lainnya.
Perkembangan KJA di Waduk Cirata terus meningkat dari tahun ke tahun,
(Garno & Adibroto 1999) melaporkan pada tahun 1999 terdapat 27.786 KJA
dengan produksi ikan 25.114 ton. Jumlah 27.786 KJA ini menutupi 136 ha atau
2,2% permukaan waduk dan sisa-sisa pakan yang tertampung di dalam waduk ada
sekitar 198,376 ton. Pada tahun 2003 dilaporkan bahwa jumlah KJA yang ada di
Waduk Cirata sebanyak 38.276 unit yang menutupi permukaan waduk sebesar
15%-20%, dengan sisa pakan yang berada di dasar waduk sebesar 279.121 ton
(Prihadi 2004). Pada tahun 2009 jumlah KJA yang ada di Waduk Cirata sebanyak
51.418 unit, tetapi yang aktif melakukan kegiatan budidaya hanya sebesar 60%
atau sebanyak 30.850 unit dengan jumlah rumah tangga petani (RTP) 2.838
(BPWC 2009).
Faktor manusia sangat berperan dalam memperburuk kondisi lingkungan
waduk. Penumpukan limbah yang diakibatkan dari sisa-sisa KJA seperti
banyaknya busa yang mengambang, drum-drum bekas yang tenggelam, dan lain-
lain memberikan andil terhadap percepatan tingkat pencemaran lingkungan
(Misbah, 2004). Bahkan hasil penelitian dari PPSDAL-UNPAD serta Departemen
Teknologi Lingkungan ITB telah ditemukan bahan pencemar yang berasal dari
-
4
logam berat, yang merupakan sumber polutan sangat tidak diharapkan karena
akan berdampak cukup serius.
Sumber kegiatan yang memberikan kontribusi logam berat ke Waduk Cirata
ada dua yaitu kegiatan di darat (eksternal) dan kegiatan di Waduk Cirata itu
sendiri (internal). Kegiatan eksternal yang memberikan kontribusi logam berat
adalah pencucian emas, pabrik tekstil, pabrik cat, industri deterjen, pabrik baterai,
kegiatan pertanian, kendaraan bermotor, dan kegiatan limbah domestik yang
dibuang melalui sungai. Kegiatan di Waduk Cirata (internal) yang memberikan
kontribusi logam berat adalah kegiatan lalulintas kapal motor (perahu), pakan
ikan, anti poling, sisa minyak dalam drum pelampung, dan buangan domestik dari
penjaga KJA. Menurut BPWC (2009) material yang digunakan untuk KJA
khususnya pelampung 28.824,93 unit (56,06%) dari besi dan 22.593,07 (43,94%)
dari busa yang berpotensi sebagai sumber logam Pb. Akibat dari pencemaran
logam berat ini menyebabkan perubahan struktur komunitas perairan, jaring
makanan, tingkah laku biota, efek fisiologi, genetika, dan resistensi terhadap
penyakit (Moriarty, 1987).
Secara umum diketahui bahwa logam berat merupakan unsur yang
berbahaya di permukaan bumi, sehingga kontaminasi logam berat di lingkungan
merupakan masalah besar dunia saat ini. Permasalahan spesifik logam berat di
lingkungan yaitu terakumulasinya logam berat yang menyebabkan tingkat
toksisitas pada tanah, udara, dan air terus meningkat.
Secara kimia sifat logam berat yaitu ionik, sehingga mudah mengendap pada
sedimen dan mempunyai waktu tinggal (residence time) sampai ribuan tahun.
Logam berat bisa juga terakumulasi dalam tubuh ikan melalui beberapa jalan
yaitu: pernapasan (respirasi), saluran makanan (biomagnifikasi), dan melalui kulit
(difusi) (Darmono, 2008). Dampak dari akumulasi logam berat pada ikan adalah
menurunkan tingkat kematangan gonad, menutup membran insang sehingga ikan
kekurangan oksigen, serta menghambat pertumbuhan. Faktor lain dari akumulasi
logam berat pada organ tubuh ikan adalah ikan yang diproduksi menjadi tidak
aman untuk dikonsumsi.
Di dalam ekosistem perairan pada umumnya logam berat berikatan dalam
senyawa kimia atau dalam bentuk logam ion, bergantung pada kompartemen
-
5
tempat logam tersebut berada. Tingkat kandungan logam berat pada setiap
kompartemen sangat bervariasi, bergantung pada lokasi, jenis kompartemen, dan
tingkat pencemarannya. Kompartemen sedimen menempati urutan pertama
sebagai tempat akumulasi logam berat yang paling tinggi, sehingga kompartemen
sedimen ini menjadi penting untuk diamati kontribusinya terhadap akumulasi
pada biota air.
Sedangkan air merupakan kompartemen kedua setelah sedimen. Menurut
Darmono (2008) tingkat konsentrasi logam berat dalam lingkungan perairan
dibedakan menurut tingkat pencemarannya, yaitu: polusi berat, polusi sedang, dan
non polusi. Oleh karena itu, pencemaran logam berat dalam lingkungan perairan
perlu dikaji dengan serius, karena efek dari toksisitas logam berat tersebut bisa
mengganggu keseimbangan lingkungan hidup.
Untuk mengukur pencemaran logam berat dalam lingkungan perairan, baik
pengaruh jangka pendek maupun jangka panjang perlu diketahui dulu sifat dari
siklus biogeokimiawi logam berat tersebut. Siklus perputaran logam berat dalam
air bisa dipelajari dengan konsep pendekatan sistem kehidupan air yang terdiri
dari sejumlah kompartemen dan peragaan alur dari perpindahan logam tersebut.
Menurut Hart & Lake (1987) salah satu siklus biogeokimiawi logam berat dalam
air yaitu kompartemen sedimen dasar perairan yang merupakan kompartemen
terbesar dari logam berat pada setiap ekosistem perairan.
Beberapa hasil penelitian tentang logam berat yang sering mencemari
habitat perairan ialah Hg, Cr, Cd, As, dan Pb (Anonimus, 1976). Menurut
Darmono (2001) yang termasuk dalam kelompok logam berat yang toksik adalah
Pb, Cd, dan Hg. Sedangkan menurut Effendi (2003) urutan toksisitas logam berat
di perairan adalah Hg, Cu, Cd, dan Zn. Davis dan Cornwell (1991)
mengemukakan, bahwa senyawa anorganik yang paling toksik dalam perairan
adalah As, Ba, Cd, Cr, Hg, Se, dan Ag. Sanusi (1985) mengemukakan air limbah
industri umumnya mengandung unsur logam berat beracun seperti Hg, Cd, Pb,
Cu, Zn, dan Ni.
Hasil kajian beberapa peneliti di Waduk Cirata melaporkan bahwa kondisi
logam beratnya sudah kritis. Menurut Prihadi (2004), kandungan logam berat di
Waduk Cirata sudah melampaui batas ambang yang diizinkan terutama Hg, Pb,
-
6
dan Zn2+. Kadar Hg sebanyak 510 g/L akan berdampak dalam meningkatkan
protein plasma sehingga ikan sulit untuk menyerap protein dan akan menurunkan
tingkat respirasinya sehingga pertambahan berat akan menurun, demikian juga
dengan konsentrasi Pb sebesar 0,1 g/L akan menurunkan laju tumbuh dan
konsentrasi Zn2+ maks 0,2 mg/L akan menurunkan growth rate ikan yang
dipelihara (Jorgensen, 1989).
Menurut hasil pemantauan kualitas air Waduk Cirata Desember 2002 yang
dilakukan tim terpadu dari instansi tekait di wilayah Pemda Jawa Barat dan ITB
dikemukakan bahwa konsentrasi beberapa jenis logam berat seperti: Pb (0,010-
0,015 mg/L), Zn (0,019-0,038 mg/L), Cr (0,002-0,005 mg/L), Cu (0,0034-0,0068
mg/L), Cd (0,006 mg/L), As (0,025-0,038) mg/L), dan Hg (0,00012-0,00017
mg/L). Hasil pemantauan BPWC Triwulan IV (2007) terhadap konsentrasi
beberapa logam berat di air Waduk Cirata yaitu: Fe (0,73 mg/L), Hg (0,13 g/L), Cu (0,007 mg/L), Zn (0,008 mg/L). Menurut Amin (2008) jenis logam berat pada
tubuh ikan mas yang dipelihara di Waduk Cirata, yaitu: Hg (0,00131 mg/kg), Pb
(0,61 mg/kg), Cd (0,075 mg/kg), Zn (40,09 mg/kg), Cu (3,37 mg/kg), dan Ni
(2,26 mg/kg).
Hasil penelitian awal (Juni 2008) akumulasi logam berat pada sedimen
menunjukkan nilai Hg (26,83 mg/kg), Pb (2,38 mg/kg), Cd (0,32 mg/Kg), dan Fe
(29,50 mg/Kg), konsentrasi logam berat pada air yaitu: Hg (0,002 mg/L), Pb (0,11
mg/L), Cd (0,3 mg/L), dan Fe (0,02 mg/L), dan logam berat pada daging ikan
patin sebagai berikut: (Pb (0,10 mg/kg), Hg (0,0001 mg/kg), Cd (0,26 mg/kg) dan
Fe (0,52 mg/kg). Hal ini menunjukkan bahwa logam berat Hg, Pb, Cd, dan Fe
meberikan dampak yang cukup besar terhadap pencemaran pada ikan patin
maupun perairan Waduk Cirata itu sendiri.
Sifat dari logam berat yaitu tidak bisa direduksi serta terakumulasi baik pada
air, makhluk hidup, maupun sedimen. Sehingga jika terjadi umbalan (up welling)
yaitu perbedaan suhu di permukaan dan dasar perairan, maka logam berat yang
ada di dasar perairan akan teraduk dan terbawa ke permukaan perairan. Logam
berat merupakan salah satu kontaminan yang terbawa oleh air dapat
mengakibatkan kematian pada ikan yang dipelihara dan biota lainnya, serta
memberikan andil dalam menimbulkan pencemaran. Penomena alam seperti ini
-
7
sering terjadi di Waduk Cirata sehingga mengakibatkan kematian ikan secara
massal dan pada akhirnya mengakibatkan kerugian yang sangat besar.
Salah satu komoditas ikan yang dibudidayakan di Waduk Cirata adalah ikan
patin (Pangasius djambal). Ikan ini mempunyai nilai ekonomis tinggi,
mempunyai toleransi yang tinggi terhadap lingkungan, relatif tahan terhadap
penyakit, dan merupakan komoditas unggulan bagi produksi perikanan air tawar
Indonesia. Menurut Cholik et al., (2005) ikan patin termasuk dalam kelompok
karnivora tetapi dapat memakan biji-bijian dan kacang-kacangan, sehingga diduga
tingkat respirasi bahan kimia diantaranya logam berat menjadi tinggi. Tingkat
akumulasi logam berat oleh ikan patin sangat penting untuk diketahui karena
berhubungan dengan keamanan pangan bagi manusia.
1.2. Pendekatan dan Perumusan Masalah Kegiatan budidaya KJA di Waduk Cirata sampai tahun 2009 sudah melebihi
daya dukung peruntukannya. Sehingga kualitas perairan Waduk Cirata mengalami
penurunan dan sudah ada berubahn tatanan lingkungan dari kondisi awal ke
kondisi yang lebih buruk sebagai akibat masuknya bahan-bahan pencemar.
Sumber pencemaran ini sebagian besar berasal dari pertambangan, peleburan
logam, pencucian tambang emas, limbah rumah tangga, kegiatan pertanian, dan
jenis industri lainnya.
Cemaran yang masuk ke ekosistem perairan Waduk Cirata diketegorikan
dalam 2 jenis yaitu: limbah anorganik dan organik. Salah satu cemaran limbah
anorganik adalah logam berat baik yang masuk dalam kelompok toksik maupun
esensial. Media akumulasi logam berat dalam ekosistem perairan yaitu pada
sedimen dan air. Akumulasi logam berat dari tiap kompartemen tersebut akan
terakumulasi oleh biota perairan diantaranya ikan patin melalui proses pernapasan
(osmoregulasi), pencernaan (biomagnifikasi) dan difusi.
Jika akumulasi logam berat oleh ikan patin melebihi standar keamanan
pangan maka akan berdampak buruk bagi yang mengkonsumsinya serta dapat
mengakibatkan kematian pada ikannya itu sendiri. Untuk itu, pengkajian
akumulasi logam berat pada organ tubuh ikan patin yang dipelihara di Waduk
-
8
Cirata dan Laboratorium sangat perlu untuk dianalisis karena akan berhubungan
dengan keamanan pangan.
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mendeskripsikan kandungan logam berat
Hg, Pb, Cd, dan Fe dalam sedimen dan air Waduk Cirata, serta akumulasinya pada
organ tubuh ikan patin (insang, hati, daging) dalam satu siklus budidaya. 2).
Menentukan hubungan kandungan logam berat pada sedimen, air, dan organ
tubuh ikan patin. 3). Menganalisis besarnya akumulasi logam berat pada ikan
patin yang dipelihara pada akuarium yang diberi media sedimen dari Waduk
Cirata dan tidak diberi sedimen. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk
memberikan informasi kandungan logam berat di perairan Waduk Cirata, serta
akumulasinya pada organ tubuh ikan patin (insang, hati, dan daging) dalam satu
siklus budidaya.
1.4. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah :
1. Kandungan logam berat Hg, Pb, Cd, dan Fe pada sedimen dan air Waduk
Cirata telah melewati ambang batas baku mutu peruntukannya.
2. Terdapatnya korelasi kandungan logam berat pada sedimen, air, dan organ
tubuh ikan patin dalam satu siklus budidaya.
3. Kandungan logam berat Hg, Pb, Cd, dan Fe pada organ tubuh (insang, hati,
dan daging) dalam satu siklus budidaya ikan patin akan melewati batas
ambang beku mutu keamanan pangan.
4. Ikan yang dibudidayakan pada akuarium yang menggunakan sedimen
kandungan logam beratnya akan tinggi.
-
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Waduk Cirata
Pada umumnya habitat air tawar dibagi menjadi dua kelompok, yaitu (1)
perairan menggenang atau habitat lentik, misalnya waduk, danau, kolam, rawa,
dan (2) habitat perairan mengalir atau habitat lotik, misalnya mata air dan sungai
(Koesoebiono dalam Amin 2008). Menurut Amin (2008) habitat lotik terbagi lagi
menjadi dua zone yaitu habitat lotik dingin, dangkal, dan sering mempunyai dasar
aliran yang berbatu-batu serta habitat lotik hangat, lebih dalam dengan dasar
berlumpur.
Salah satu perairan yang mempunyai fungsi multi guna, yaitu waduk.
Waduk adalah wilayah yang digenangi air sepanjang tahun serta dibentuk atau
dibangun atas rekayasa manusia (Jangkaru 2002). Waduk dibangun dengan cara
membendung aliran sungai sehingga air sungai tertahan sementara dan
menggenangi bagian daerah aliran sungai (DAS) atau watershed yang rendah.
Waduk dapat dibangun di dataran rendah maupun dataran tinggi. Waduk-waduk
yang dibangun di dataran tinggi atau hulu sungai akan memiliki bentuk menjari,
relatif sempit, bertebing curam, dan dalam. Sebaliknya waduk yang dibangun di
dataran rendah atau hilir sungai berbentuk bulat, relatif luas, dan badan air relatif
dangkal.
Waduk merupakan penampungan alami dalam pengumpulan unsur hara,
bahan padatan, dan bahan kimia toksik yang akhirnya mengendap di dasar
perairan sehingga perairan menjadi terkontaminasi. Unsur kontaminasi terdiri dari
minyak, pestisida, dan substansi toksik yang dapat merusak kehidupan dasar
perairan dan ikan yang hidup di dalamnya. Menurut Darmono (2008) kondisi
hujan asam dan asam dari aliran air yang mengalir ke danau atau waduk
merupakan masalah yang serius pada danau atau waduk karena asam dapat
tertimbun didalamnya. Biasanya waduk memiliki drainase, kedalaman rata-rata,
kedalaman maksimum, luas beban perairan yang lebih besar dibanding danau,
tetapi dengan waktu tinggal yang lebih pendek (Suwignyo 1981; Ryding & Rast
1989).
Selanjutnya Ilyas et al. (1990) menegaskan, waduk merupakan badan air
-
10
yang karakteristik fisika, kimia, dan biologinya berbeda dari sungai yang
dibendung. Dari kualitas airnya, waduk lebih stabil dibandingkan dengan sungai
asalnya. Waduk menunjukkan tingkat heterogenitas secara spasial dalam
produktifitas dan biomassa fitoplankton karena adanya gradien longitudinal,
kecepatam aliran, waktu tinggal, padatan tersuspensi, ketersediaan cahaya, dan
nutrien.
Waduk Cirata merupakan salah satu waduk yang ada di Jawa Barat, berada
pada DAS Citarum. Waduk Cirata dibangun selain untuk kepentingan pembangkit
tenaga listrik, juga mampu menjadi pusat kegiatan perekonomian bagi masyarakat
di sekitar waduk. Waduk Cirata selesai dibangun pada tahun 1988 dengan volume
air pada waktu normal sekitar 2.160.000.000 m3, luas permukaan air 6.200 ha,
kedalaman rata-rata 34,9 m, terdapat kedalaman maksimum (Zmaks) 106 m. Status
kesuburan perairannya adalah mesotrophic hingga eutrophic dengan pola
pencampuran massa air oligomictic (Prihadi 2004).
Selanjutnya Prihadi (2005) mengatakan, waduk ini mulai dioperasikan pada
tahun 1988 dengan luasan waduk saat dioperasikan pertama kali adalah 6.200 ha.
Kondisi Waduk Cirata sampai saat ini telah mengalami degradasi yang sangat
serius. Luasan permukaan Waduk Cirata makin lama semakin sempit dengan
kedalaman air yang makin berkurang, karena Waduk Cirata dimanfaatkan untuk
kegiatan budidaya ikan dalam KJA. Menurut Radiarta et al. (2005) pada saat
musim penghujan (April 2002) luas waduk mencapai 5.794 ha, luas ini
mengalami penurunan saat musim kemarau (September 2002) yaitu 4.664 ha.
Kedalaman perairan Waduk Cirata mengalami degradasi dimana kedalaman
maksimum hanya 89 m dibandingkan dengan saat pertama kali waduk ini
dioperasikan yang mencapai 106 m.
Perkembangan KJA di Waduk Cirata terbilang sangat cepat, (Garno &
Adibroto 1999 dalam Prihadi 2005) mencatat pada tahun 1999 terdapat 27.786
KJA dengan produksi ikan 25.114 ton. KJA menutupi 136 ha atau 2,2%
permukaan waduk dan sisa-sisa pakan yang tertampung di dalam waduk ada
sekitar 198,376 ton (8,667 ton N dan 1,239 ton P) sedangkan pada tahun 2003
tercatat sebanyak 38.276 unit KJA, sehingga sisa pakan yang berada di dasar
-
11
waduk adalah sebesar 279.121 ton. Jumlah KJA ini sudah menutupi permukaan
Waduk Cirata sebesar 15%20%.
Jumlah KJA di Waduk Cirata sampai tahun 2003 mencapai 38.276 unit, hal
ini merupakan jumlah yang sudah melebihi kapasitas yang maksimal sekitar 10
ribuan unit. Pada tahun 2009 jumlah KJA yang ada di Waduk Cirata sebanyak
51.418 unit, tetapi yang aktif melakukan kegiatan budidaya hanya sebesar 60%
atau sebanyak 30.850 unit dengan jumlah rumah tangga petani (RTP) 2.838
(BPWC 2009) (Tabel 1). Akibat dari jumlah yang melebihi dari kapasitas
asimilasinya berdampak pada kualitas air yang terus menurun (Tabel 2).
Tabel 1. Jumlah KJA dan rumah tangga petani di Waduk Cirata tahun 2009
Wilayah No Nama desa
Jumlah Petani (RTP)
Jumlah KJA (petak/kolam)
Konstruksi jaring (%)
drum besi busa
Zona 1 Bandung
1 Margalaksana 497 8.403
46,66 53,34
2 Margaluyu 262 6.337 3 Nanggeleng 51 586 4 Nyenang 128 1.794 5 Bojong
Mekar 20 328
Jumlah 958 17.448
Zona 2 Purwakarta
1 Citamiang 93 1.487
79,08 20,.92 2 Sinar Galih 83 2.288 3 Tegal datar 302 5.822 4 Pasir Jambu 87 1.573
Jumlah 565 11.170
Zona 3 Cianjur
1 Bobojong 220 2.614
42,44 57,94
2 Mande 413 8.140 3 Cikidang
Bayangbang 250 3.374
4 Kertajaya 174 2.790 5 Gunung Sari 54 1.078 6 Kamurang 204 4.804
Jumlah 1.315 22.800 Total 2.838 51.418 56,06 43,94
Sumber: BPWC (2009)
-
12
Menurut hasil analisis, limbah pakan yang terdapat di Waduk Cirata
berdasarkan kaedah Yap dalam Prihadi (2002) limbah pakan yang berada di dasar
perairan waduk akibat kegiatan perikanan budidaya sebanyak 279.121 ton, artinya
jika luas permukaan 6.200 ha sedangkan luas permukaan kegiatan keramba jaring
apung sekitar 158198 ha, dari perhitungan ini maka ketinggian limbah pakan
sekitar 2 meter. Banyaknya pakan yang berada di dasar perairan tersebut sangat
memungkinkan karena tingkat purifikasi air tidak mampu lagi bekerja untuk
menguraikan limbah organik tersebut, sehingga usaha restorasi waduk perlu
dilakukan segera.
Tabel 2. Data kualitas perairan Waduk Cirata pada tahun 2003
Oksigen tertarut (mg/L) : 6,58,5 (7,3 0,1) Kandungan bahan organik KMnO4 : 564 NO3 (nitrate) (ml/L) : 0,1391,819 (0,762 0,072) Alkalinitas (mg CaCO3/L) : 19,8948,63 (34,36 0,9) NH4 (amonia) (ml/L) : 0,1394,816 (2,752 t 0,072) NO2 (nitric) (ml/L) : 0,062 3,490 (2,66 t 0,59) Total P (fosfor) (ml/L) : 0,2541,108 (0,721 t 0,024) PO4 (fosfat) (ml/L) : 0,1114 0,996 (0,560 t 0,024) Mg (magnesium) : 32,00 84,00 (59,18 t 2,24) Hg (air raksa) (mg/L) : 0,0020,018 Pb (plumbum) : 0,010,310 Zn2+ : 0 ,02 0,316 Mn (mg/L) : 0,060,48 Cr : 0,0250,63 Fe : 0,053,24 Cu : 0,000,02 Cd (mg/L) : 0,0070,012 Keasaman (pH) : 6,38,5 Kecerahan air (cm) : 60130 (1008)
Sumber : Prihadi (2004) Keterangan : Nilai rata-rata dan Standar Deviasi
Produksi budidaya ikan di Waduk Cirata dari waktu ke waktu terus
menurun. Hal ini bisa kita lihat dari tingkat kematian sering terjadi hampir setiap
tahun. Salah satu faktor yang perlu mendapat perhatian ekstra dalam keberhasilan
budidaya ikan di Waduk Cirata adalah kualitas air yang sesuai dengan baku mutu
untuk budidaya ikan. Untuk mendapatkan kondisi air Waduk Cirata dalam
keadaan baik dan sesuai dengan standar budidaya, saat ini memerlukan biaya yang
-
13
mahal karena airnya sudah tercemar oleh barbagai macam limbah dari aktivitas
manusia baik limbah rumah tangga, industri, maupun kegiatan lainnya (Wardhana
2001). Karena air merupakan pelarut yang baik untuk banyak unsur, maka air
merupakan media transportasi bagi unsur hara dan hasil limbah dalam berbagai
proses kehidupan, oleh karena itu banyak sekali senyawa ionik berdiasosiasi
dalam air.
Menurut Haynes (1978) dalam Nurifdiansyah (1993) pencemaran terhadap
badan air dapat mengakibatkan masuknya unsur-unsur beracun, bertambahnya
padatan tersuspensi, terjadinya dioksidasi, dan naiknya temperatur. Secara umum
kelompok sumber pencemaran perairan terdiri dari dua yaitu point source and non
point source. Menurut Amin (2008) pencemaran yang diberikan oleh kegiatan di
darat terhadap pencemaran perairan digolongkan menjadi empat kategori, yaitu:
(1) pencemaran yang disebabkan oleh limbah industri (industrial pollution), (2)
pencemaran yang disebabkan karena sampah atau limbah rumah tangga (sewage
pollution), (3) pencemaran disebabkan karena sedimentasi (sedimentation
pollution), dan (4) pencemaran yang disebabkan karena kegiatan pertanian
(agricultural pollution).
Menurut Effendi (2003) dilihat dari sifat toksisitasnya, pencemaran
dibedakan menjadi dua kelompok yaitu:
a) Polutan tidak toksik
Pencemaran tidak toksik biasanya telah berada pada ekosistem secara alami.
Sifat destruktif pencemaran ini muncul apabila berada dalam jumlah yang
berlebihan, sehingga dapat mengganggu kesetimbangan ekosistem melalui
perubahan proses fisika-kimia perairan.
b) Polutan toksik
Polutan toksik dapat mengakibatkan kematian (lethal) maupun bukan
kematian (sub-lethal), misalnya terganggu pertumbuhannya, lingkah laku, dan
karakteristik morfologi berbagai organisme akuatik. Polutan toksik ini
biasanya berupa bahan-bahan yang bukan bahan alami, misalnya pestisida,
deterjen, dan bahan-bahan toksik lainnya diantaranya logam berat.
-
14
2.2. Sumber Logam Berat
Logam berat ialah unsur logam dengan berat molekul tinggi >20. Istilah
logam biasanya diberikan kepada semua unsur-unsur kimia dengan ketentuan atau
kaidah-kaidah tertentu. Unsur ini dalam kondisi suhu kamar, tidak selalu
berbentuk padat, ada juga yang bentuknya cair. Logam-logam cair contohnya: Hg,
Ce, Pb, Fe, Zn. Setiap logam mempunyai bentuk dan kemampuan atau daya yang
terkandung didalamnya berbeda-beda, salah satunya memiliki kemampuan yang
baik sebagai penghantar arus listrik (konduktor), memiliki kemampuan sebagai
alloy dengan logam lainnya, dan untuk logam yang padat dapat ditempa dan
dibentuk (Palar 2004).
Logam adalah unsur alam yang dapat diperoleh dari laut, erosi batuan,
tambang, vulkanisme, dan industri lainnya. Logam dapat dibagi ke dalam 3
kelompok, yaitu:
a) Logam ringan (seperti: natrium, kalium, dan sebagainya) biasanya sebagai
kation aktif di dalam larutan encer.
b) Logam transisi (seperti: besi, tembaga, kobal, mangan) diperlukan dalam
konsentrasi yang rendah, tetapi dapat menjadi racun dalam konsentrasi yang
tinggi.
c) Logam berat dan metaloid (seperti: raksa, timah hitam, timah, selanium,
arsen) umumnya tidak diperlukan dalam kegiatan metabolisme dan sebagai
racun bagi sel pada konsentrasi rendah.
Menurut Amin (2008) logam-logam diatmosfir berdasarkan sumber
alaminya berasal dari: (1) debu-debu dari kegiatan gunung berapi, (2) erosi dan
pelapukan tebing dan tanah, (3) asap dan kebakaran hutan, dan (4) aerosol dan
partikulasi dari permukaan laut. Kegiatan manusia juga merupakan sumber utama
pemasukan logam ke dalam lingkungan perairan. Masuknya logam yang berasal
dari buangan langsung berbagai jenis limbah yang beracun, gangguan pada
cekungan perairan, presitifasi dan jatuhan atmosfir.
Wittman 1979 dalam Connel & Miller (2006) mengemukakan bahwa
sumber utama pemasukan logam berat adalah sebagai berikut:
-
15
a) Kegiatan pertambangan
Eksploitasi timbunan biji dalam membongkar permukaan batu bara dan
sejumlah besar sisa-sisa batu atau tanah untuk mempercepat kondisi
pelapukan. Hal ini menyebabkan masalah kualitas air yang serius, yang
mengakibatkan tingginya kadar logam seperti besi (Fe), mangan (Mn), zink
(Zn), kobal (Co), nikel (Ni), dan tembaga (Cu).
b) Cairan limbah rumah tangga
Jumlah logam runutan yang cukup besar disumbangkan ke dalam perairan
dari cairan limbah rumah tangga adalah: sampah-sampah metabolik, korosi
pipa-pipa air (Cu, Pb, Zn, dan Cd), dan produk-produk konsumer (misalnya
formula deterjen yang mengandung Fe, Mn, Cr, Ni, Co, Zn, Cr, dan As).
c) Limbah dan buangan industri
Beberapa logam runutan yang dibuang ke dalam lingkungan perairan
melalui cairan limbah industri demikian juga dengan penimbunan dan
pencucian lumpur industri. Emisi logam dari pembakaran bahan bakar fosil
juga merupakan sumber utama logam dari udara yang ada di dalam air
alamiah dan daerah aliran sungai.
d) Aliran pertanian
Sifat yang berbeda-beda mengenai kegiatan dan praktik pertanian di seluruh
dunia mempersulit pengujian sumber-sumber logam ini secara keseluruhan.
Namun demikian, sangat banyak endapan yang mengandung logam, hilang
dari daerah pertanian sebagai akibat dari erosi tanah.
Dalam kegiatan budidaya ikan konsentrasi logam berat yang ada di sedimen,
air, dan ikan tidak boleh melebihi standar baku mutu karena berdampak negatif
bagi manusia yang mengkonsumsinya. Dalam Tabel 3, 4, 5, dan 6 ditunjukan
toleransi logam berat pada ikan, sedimen, dan air. Sementara itu logam berat yang
dominan dan toksik di Waduk Cirata adalah Hg, Pb, Cd, dan Fe.
-
16
Tabel 3. Batas toleransi konsentrasi beberapa unsur dan senyawa logam berat
Unsur/senyawa Krustase g/L Ikan (g/L) Manusia (mg/kg)
Cd++[CdCl2] Cr++ [Cr2(SO4)3] Cu++[CuSO4] Fe++[FeSO4] Mn++
Pb++[Pb(NO3)2]
0,03-0,4
0,03-0,1
0,08-0,8
1,62-152
500-1.000
3-170
3
1,2-200
0,03-0,8
0,9-152
50-1.200
0,33-200
50-500
500-5.000
8.000
500-5.000
500-5.000
2.000
Sumber: Jung & Liebmann dalam Forstner & Wittmann (1981)
Tabel 4. Kisaran umum konsentrasi logam dalam tubuh ikan
Logam berat Kisaran Jaringan tubuh (organ)
Kadmium (Cd)
Krom (Cr)
Tembaga (Cu)
Besi (Fe)
Timbal (Pb)
Mangan (Mn)
-
0,02-1,6
0,07-1,28
0,1-1,78
2,0
0,421-2,98
-
otot
otot
otot
total ikan
otot
Sumber: Forstner & Wittmann (1981)
Tabel 5. Komposisi umum unsur logam dalam sedimen
Logam berat Kisaran
Kadmium (Cd)
Krom (Cr)
Tembaga (Cu)
Besi (Fe)
Timbal (Pb)
Mangan (Mn)
0,05-0,22
11,0-72,0
5,1-250
17.000-65.000
5,7-150
460-6.700
Sumber: Forstner & Wittmann (1981)
-
17
Tabel 6. Batas maksimum logam dalam air untuk keamanan manusia
Logam berat Konsentrasi (mg m-3)
Kadmium (Cd)
Krom (Cr)
Merkuri (Hg)
Besi (Fe)
Timbal (Pb)
Mangan (Mn)
10
50
0,144
300
5
50
Sumber: EPA (1987); dalam Laws (1993)
2.3. Logam Berat dalam Ekosistem Perairan
Perairan Waduk Cirata merupakan salah satu ekosistem waduk yang sudah
mengalami pencemaran. Sumber pencemaran yang masuk ke ekosistem Waduk
Cirata berasal dari pabrik, pertanian, perikanan, dan kegiatan masyarakat. Sesuai
dengan sifatnya, logam berat tidak bisa diuraikan (anorganik) sehingga akumulasi
dan pengangkutan dalam ekosistem perairan cukup tinggi. Pengangkutan dan
perubahan bentuk pencemaran logam di dalam lingkungan perairan dihubungkan
dengan: (1) sifat-sifat kimia-fisika pencemar, (2) proses pengangkutan di dalam
lingkungan, dan (3) proses perubahan bentuk pencemar (Conel & Miller 2006).
Di dalam perairan pada umumnya logam berat berikatan dalam bentuk
senyawa kimia atau dalam bentuk logam ion, bergantung pada kompartemen
logam tersebut berada. Tingkat kandungan logam berat pada setiap kompartemen
sangat bervariasi, bergantung pada lokasi, jenis kompartemen, dan tingkat
pencemaran. Siklus perputaran logam berat dalam air sangat dipengaruhi oleh
siklus biogeokimiawi logam berat tersebut, jumlah kompartemen, dan peragan
alur dari perpindahan logam tersebut. Menurut Hart & Lake (1987), mengatakan
bahwa ada 4 kompartemen yang terlihat dalam siklus biogeokimiawi logam dalam
air, yaitu:
a) Kompartemen logam yang terlarut ialah ion logam bebas, kompleks, dan
koloidal ikatan senyawanya.
b) Kompartemen partikel abiotik, terdiri dari bahan kimia anorganik dan
organik.
-
18
c) Kompartemen partikel biotik, terdiri dari fitoplankton dan bakteri di dalam
laut dangkal, laut dalam, daerah pantai, muara sungai, dan waduk yang
menempel pada tanaman.
d) Kompartemen sedimen di dasar perairan, merupakan kompartemen terbesar
dari logam berat pada setiap ekosistem air.
Sifat atau tingkah laku logam dalam lingkungan perairan sangat bergantung
dari karakteristik logam yang bersangkutan atau lazim disebut spesiasi logam.
Spesiasi suatu logam akan mempengaruhi hadirnya logam tersebut dalam jaringan
bilogik (bioavailability) dan toksisitasnya terhadap biota tersebut dalam air sangat
berbeda-beda tergantung pada jenis air dan sifat kimia-fisika logam berat itu
sendiri.
2.4. Sifat Fisik Kimia Logam Berat
2.4.1.Sifat fisik dan kimia logam timbal (Pb)
Timbal (Pb) mempunyai nomor atom 83, berat atom 207,9, titik cair
327,50C, dan titik didih 1.7250C. Timbal di alam dalam bentuk sulfida (gelena),
Pb Carbonat (Cerussite), PBSO4 (Angelieite), sedangkan timbal air berada dalam
bentuk PB2+, PbCO3, (Pb(CO3)2-, PbOH+, dan Pb (OH)2. Secara alami timbal
tersebar luas pada batuan dan lapisan kerak bumi. Saeni (1989) menyatakan
sumber utama timbal di atmosfir dan daratan dapat berasal dari bahan bakar
bertimbal sedangkan batuan kapur dan gelena (PbS) merupakan sumber timbal
pada perairan alami.
Menurut Darmono (1995) mengemukakan penggunaan timbal dalam
industri percetakan tinta, pelapis pipa sebagai anti korosif, dan digunakan dalam
campuran pembuat cat sebagai bahan pewarna karena daya larutnya rendah dalam
air. Sedangkan William et al. (2000) dalam Oktavianus dan Salmi (2005)
mengemukakan bahwa timbal berasal dari industri-industri seperti pabrik baterai,
amunisi, kawat, logam campuran, dan cat. Secara alamiah logam masuk ke dalam
perairan melalui pengkristalan timbal di udara dengan bantuan air hujan dan
proses korotifikasi batu-batuan mineral. Timbal masuk ke dalam perairan sebagai
dampak aktivitas manusia seperti buangan industri, buangan pertambangan biji
timah, dan buangan industri kaleng. Menurut Manahan (2002) konsentrasi logam
-
19
berat tinggi dalam air, ada kecenderungan konsentrasi logam berat tersebut tinggi
dalam sedimen dan akumulasi logam berat dalam tubuh hewan domersal.
2.4.2.Sifat fisik dan kimia logam kadmium (Cd)
Kadmium adalah logam berat dengan nomor atom 48, massa atom 112,4,
dan massa jenis 8,85 g/cm3. Mempunyai dua elektron di kulit terluar, Cd termasuk
ke dalam golongan II B, periode 5 dalam sistem periodik. Cd memiliki titik didih
lebih dari 670C dan titik cair 320, 90C (Cotton & Wilkinson 1989).
Pada pH yang tinggi kadmium mengalami pengendapan, toksisitas kadmium
dipengaruhi oleh pH dan kesadahan (Effendi 2003). Kadmium mempunyai efek
menghambat proses fisiologi seperti aktivitas cilia pada insang, serta pengambilan
oksigen (Akberali & Trueman 1985).
Kadmium banyak dipakai pada industri metalurgi, pelapisan logam, pigmen
baterai, peralatan elektronik, pelumas, peralatan fotografi, gelas keramik, tekstil,
dan plastik (Eckenfelder 1989).
2.4.3.Sifat fisik dan kimia logam merkuri (Hg)
Merkuri adalah unsur renik pada kerak bumi, yakni hanya sekitar 0,08
mg/kh (Moore 1991). Pada perairan alami, merkuri hanya ditemukan dalam
jumlah yang sangat kecil. Merkuri merupakan satu-satunya logam yang berada
dalam bentuk cairan pada suhu normal. Merkuri terserap dalam bahan-bahan
partikulat dan mengalami presitipasi. Pada dasar perairan anaerobik, merkuri
berkaitan dengan sulfur.
Merkuri anorganik dapat mengalami transpormasi menjadi dimetil merkuri
dengan bantuan aktivitas mikroba, baik pada kondisi aerob maupun anaerob
(Effendi 2003). Pada kadar merkuri anorganik yang rendah, akan terbentuk
dimetil merkuri, sedangkan pada kadar merkuri-merkuri anorganik yang tinggi,
akan terbentuk monometil merkuri. Pada perairan alami, kadar monometil merkuri
dan dimetil merkuri dipengaruhi oleh keberadaan mikroba, karbon organik, kadar
merkuri anorganik, pH, dan suhu. Kedua bentuk senyawa metil merkuri tersebut
dapat dipecah oleh bakteri yang hidup pada sedimen.
-
20
Sumber alami merkuri yang paling umum adalah cinnabar (HgS) (Novoty &
Olem 1994). Selain itu, mineral sulfida misalnya: sphalerite (ZnS), wurtzite
(ZnS), galene (PbS), juga mengandung merkuri. Cinnabar sukar larut dalam air
(Effendi 2003). Namun pelapukan bermacam-macam batuan dan erosi tanah dapat
melepaskan merkuri ke dalam lingkungan perairan (Mc Neely et al. 1979).
Senyawa merkuri digunakan dalam pembuatan amalgam, cat, komponen
listrik, baterai, ekstraksi emas dan perak, gigi palsu, senyawa anti karat, fotografi,
dan elektronik (Eckenfelder 1989). Industri kimia yang memproduksi gas klorin
dan asam klorida juga menggunakan merkuri. Garam-garam merkuri juga
digunakan sebagai fumigan yang berperan sebagai pestisida (Sawyer & McCarty
1978 dalam Effendi 2003).
Kadar merkuri di air tawar secara alami berkisar antara 10-100 g/L,
sedangkan pada perairan laut berkisar antara
-
21
menghasilkan ion ferri, air, dan energi bebas yang digunakan untuk sintesis bahan
organik dari karbondioksida. Bakteri kemosintetis bekerja secara optimum pada
pH rendah (sekitar 5). Metabolisme bakteri Desulfovibrio menghasikan H2SO4
yang melarutkan besi (ferri) (Cole 1988).
Pada pH 7,5-7,7 ion ferri mengalami oksidasi dan berikatan dengan
hidroksida membentuk Fe (OH)3 yang bersifat tidak larut dan mengendap
(presitipasi) di dasar perairan, membentuk warna kemerahan pada substrat dasar.
Oleh karena itu, besi banyak ditemukan pada perairan berada dalam kondisi
anaerob dan suasana asam (Cole 1988).
Fenomena serupa sering terjadi pada badan sungai yang menerima aliran air
asam dengan kandungan besi cukup tinggi yang berasal dari daerah
pertambangan. Sebagai pertanda terjadinya pemulihan kualitas air, pada bagian
hilir sungai dasar perairan berwarna kemerahan karena terbentuknya Fe (OH)3
sebagai konsekuensi dari meningkatnya pH dan terjadinya proses oksidasi besi
(ferro) (Cole 1988).
Sumber di alam adalah pyrite (FeS2), hematite (Fe2O3), magnetite (Fe3O4),
limonite [FeO(OH)], geothite (HFeO2), dan ochere [Fe (OH)3] (Cole 1988; Moore 1991). Senyawa besi pada umumnya bersifat sukar larut dan cukup banyak
terdapat di dalam tanah. Kadang-kadang besi juga terdapat sebagai senyawa
siderite (FeCO3) yang bersifat mudah larut dalam air (Cole 1988).
Toksisitas besi (LC50) terhadap Lemna minor adalah 3,7 mg/L (Wang 1986
dalam Moore 1991), sedangkan terhadap avertebrata air Asellus aquaticus
(Isopoda) dan Carangonyx pseudogracilis (Amphipoda) berturut-turut 95 mg/L
dan 160 mg/L (Martin & Holdich 1986 dalam Moore 1991). Nilai LC50 besi
terhadap ikan berkisar antara 0,3-10 mg/L. Toksisitas besi (LC50) terhadap
Dhapnia magnan adalah 5,9 mg/L (Biesinger & Christensen, 1972 dalam
Canadian Council of Resource and Enveronment Ministers 1987)
2.5. Mekanisme Akumulasi Logam Berat oleh Ikan
Logam dalam jaringan organisme akuatik menurut Simkiss & Mason (1984)
dalam Darmono (2008) dibagi menjadi dua tipe utama yaitu: (1) Logam tipe kelas
A, seperti Na, K, Ca, dan Mg, yang pada dasarnya bersifat elektrostatik dan pada
-
22
larutan garam berbentuk ion hidrofilik. (2) Logam tipe kelas B, seperti Cu, Zn,
dan Ni, yang merupakan komponen kovalen dan jaringan berbentuk ion bebas.
Tipe logam berat yang paling toksik bagi lingkungan adalah kelas B seperti Cd,
Pb, dan Hg.
Proses metabolisme logam berat kelas B ini sangat berbeda dari logam berat
kelas A. Logam berat kelas B bila masuk ke dalam sel hewan akuatik pada
umumnya selalu proporsional dengan tingkat konsentrasi logam berat dalam air
sekitarnya, sehingga logam berat dapat terikat dengan adanya ketersediaan ligan
dalam sel. Menurut Darmono (2008) respon sel terhadap masuknya logam berat
bergantung pada sel-sel sebagai berkut:
a) Sel yang mengandung ligan berlebihan dan sesuai untuk ikatan logam yang
masuk, logam dapat terikat sepenuhnya dan tidak menimbulkan gangguan
metabolisme.
b) Sel yang mengandung ligan terbatas, tetapi dapat mensintesis ligan lagi bila
diperlukan, sehingga masih dapat mengikat logam yang masuk dan tidak
menimbulkan gangguan metabolisme.
c) Sel yang mengandung ligan terbatas, tetapi masih dapat mensintesis ligan
dengan jalan mengusir logam yang telah terikat untuk keluar sel.
d) Sel yang mengandung ligan terbatas tetapi dalam proses pengikatannya
terjadi kompetisi antara logam itu sendiri.
Dilihat dari sifatnya, kelompok logam berat kelas B sangat mudah dan cepat
melakukan penetrasi dalam tubuh organisme air dari pada logam kelas A yang
termasuk logam ringan. Toksisitas logam Pb, Cd, dan Hg terhadap ikan sangat
dominan, sehingga kerusakan yang ditimbulkan terhadap jaringan organisme ikan
terjadi pada organ yang peka seperti insang dan usus kemudian masuk pada
jaringan dalam seperti hati dan ginjal.
2.6. Damapak Logam Berat pada Ikan Patin
Ikan patin (P. djambal) yang merupakan salah satu dari 14 spesies ikan patin
yang sekarang terdekumentasikan di Indonesia (Slembrouck et al, 2005). Habitat
asli dari ikan ini adalah sungai dan danau air tawar. Pada habitat aslinya ikan ini
bersifat karnivora, namun ketika dipelihara dikolam, ikan ini dapat mengkonsumsi
-
23
kacang-kacangan dan tumbuhan (Hora & Pillay 1962 dalam Sumantadinata
1983).
Walaupun ikan patin ini tergolong ikan karnivora, tetapi bisa memakan
kacang-kacangan dan tumbuhan selain makanan utamnnya, sehingga tingkat
akumulasi logam berat pada ikan ini diduga sangat tinggi. Karena masuknya
logam berat pada ikan melalui beberapa cara diantranya melalui jaringan makanan
dan respirasi.
Ikan patin juga termasuk ikan yang bergerak lambat, sehingga akumulasi
logam beratnya akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan ikan yang mempunyai
pergerakan yang lebih cepat. Apalagi ikan yang dipelihara di Waduk Cirata
dengan teknologi KJA mempunyai ruang gerak yang sangat terbatas, sehingga
tingkat akumulasi logam beratnya akan semakin tinggi. Menurut Darmono (2008)
ikan-ikan yang hidup pada habitat yang terbatas akan sulit untuk melarikan diri
dari pengaruh polusi.
Untuk logam berat Hg, Cd, dan Pb sangat reaktif terhadap ligan sulfur dan
nitrogen, sehingga logam ini sangat penting bagi fungsi normal metaloenzim dan
juga metabolisme sel. Apabila metaloenzim disubtitusi oleh logam yang bukan
semstinya maka akan menyebabkan protein mengalami deformasi dan
mengakibatkan menurunnya kemampuan katalitik enzim tersebut.
Logam berat dapat diserap oleh ikan patin melalui insang maupun saluran
pencernaan. Insang sebagai alat pernapasan ikan juga digunakan sebagai alat
pengatur tekanan antara air dan dalam tubuh ikan (osmoregulasi). Enzim yang
sangat berperan dalam insang ikan patin adalah enzim karbonik anhidrase dan
transpor ATP ase. Karbonik anhidrase adalah enzim yang mengandung Zn dan
berfungsi menghidrolisis CO2 menjadi asam karbonat, apabila ikatan Zn ini
diganti logam lain, maka fungsi enzim karbonik anhidrase ini akan menurun.
Disamping gangguan sistem biokimiawi tersebut perubahan struktur
morfologi insang juga terjadi. Ikan patin akan mengalami hipoksia (karena
kesulitan mengambil oksigen dari air) sehingga terjadi penebalan sel epitel insang,
yang mengakibatkan ikan kurang mampu untuk berenang.
Logam berat juga akan terakumulasi pada saluran pencernaan dan hati.
Selain akumulasi, toksisitas logam berat pada saluran pencernaan dan hati sangat
-
24
signifikan, karena saluran pencernaan dan hati sebagai penghasil enzim
pencernaan akan selalu mendapatkan gangguan oleh pengaruh toksik logam yang
masuk. Toksisitas logam berat pada saluran pencernaan terjadi melalui pakan
yang terkontaminasi oleh logam berat. Toksisitas saluran pencernaan juga dapat
terjadi melalui air yang mengandung dosis toksik logam berat. Sedangkan
pengaruh logam berat pada hati yaitu menimbulkan gangguan sistem enzim di
dalam hati ikan patin itu sendiri.
Proses akumulasi logam berat dalam jaringan tubuh ikan patin terjadi setelah
absorpsi logam berat dari air atau melalui pakan yang terkontaminasi. Dimana
logam berat akan dibawa oleh sistem peredaran darah dan kemudian
didistribusikan ke dalam jaringan tubuh. Sehingga penyebaran akumulasi logam
berat pada ikan patin menjadi lebih merata hampir diseluruh organ tubuhnya.
Apabila kandungan logam berat ini melebihi standar baku mutu kemanan pangan,
maka prodak ikan patin ini akan berakibat buruk bagi yang mengkonsumsinya.
2.7. Budidaya Ikan Patin dalam Keramba Jaring Apung (KJA) di Waduk Cirata
Teknologi budidaya ikan patin dalam KJA telah berkembang di perairan
Waduk Cirata dan telah terbukti meningkatkan jumlah produksi ikan budidaya.
Perkembangan KJA di perairan waduk tidak terkendali contoh di Waduk Cirata
mulai tahun 1988-1994 meningkat 140%/tahun (Krismono, 1995), maka banyak
dijumpai kematian ikan yang dipelihara di KJA misalnya; tahun 1993 di Waduk
Saguling 1.042 ton, tahun 1994 di Waduk Cirata 1.039 ton, dan tahun 1996 di
Waduk Jatiluhur ikan yang mati mencapai 1.560 ton dengan jenis ikan nila, mas,
dan patin (Krismono, 1995). Belajar dari pengalaman yang sudah terjadi
diperlukan cara pengelolaan perairan waduk untuk budidaya ikan dalam KJA
yang sesuai dengan daya dukung, sehingga dapat menekan angka kematian pada
ikan.
Beberapa keuntungan budidaya ikan patin dalam KJA adalah volume kecil
dan padat tebar tinggi. Dapat dilaksanakan dengan menggunakan teknologi yang
sederhana. Manajemen pengelolaan cukup mudah, karena kondisinya terkontrol.
-
25
Kerugian budidaya ikan dalam KJA diantaranya resiko lepasnya ikan patin ke
waduk dan resiko pencemaran air yang tidak diharapkan.
Untuk keberhasilan budidaya ikan patin di waduk, kualitas air menjadi
faktor utama. Kualitas air sangat ditentukan oleh banyaknya variabel-variabel
biologi, fisika, dan kimia yang mempengaruhi kesesuaian air untuk suatu
penggunaan tertentu. Karena dalam kondisi ini metabolisme meningkat, sehingga
nafsu makan juga naik. Apabila kondisi perairan menurun dapat menyebabkan
kematian pada ikan patin yang dipeliharanya (Purnamawati, 2002). Dalam
budidaya ikan patin, kualitas air harus disesuaikan dengan kebiasaan ikan yang
akan dibudidayakan. Menurut (Slembrouck et al, 2005) budidaya ikan patin dalam
KJA padat tebar 1,25 ekor ikan per m2, DO 5,9-8,1 mg.L-1, suhu 25-310C daya
konduksi 35-75 S dan pH 6-7.
Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur
metabolisme serta penyebaran organisme dan mempengaruhi pada sifat fisik
kimiawi perairan. Kenaikan suhu dapat menurunkan kandungan oksigen serta
menaikan daya toksik yang ada dalam suatu perairan tertentu. Suhu juga
berpengaruh langsung pada organisme perairan tertentu di dalam proses
fotosintesis tumbuhan akuatik dan siklus reproduksi (Sverdrup et al. 1961). Lebih
jauh menurut Wardojo (1975), kenaikan suhu air sebesar 10OC akan menyebabkan
peningkatan kebutuhan oksigen hewani akuatik dua kali lebih banyak. Menurut
Gunarso (1985), ikan sangat peka terhadap perubahan suhu walaupun hanya
0,03OC. Sedangkan suhu air yang baik untuk budidaya ikan laut yaitu berkisar
antara 27OC32OC (Mayunar el al.1995).
Suhu air merupakan parameter terpenting yang memberikan pengaruh
proses fisiologi terhadap ikan, seperti laju pernapasan, efisiensi makanan,
pencernaan, pertumbuhan, prilaku, reproduksi, dan laju metabolisme di dalam
tubuh ikan. Kenaikan temperatur akan meningkatkan laju metabolisme dan
meningkatkan konsumsi oksigen dan aktivitas gerak ikan (Beveridge 1996;
Handojo 1994; Zonneveld et al. 1991), aktivitas makan, kebutuhan energi,
maintenan, aktivitas enzim, difusi molekul-molekul kecil, fungsi membran, dan
kecepatan sintesis protein (Houlihan et al. 1993). Menurut Tarsim (2000) suhu air
sangat berkaitan dengan konsentrasi oksigen dalam air dan laju konsumsi oksigen
-
26
hewan air. Saputra et al. (2007) mengemukakan bahwa suhu air merupakan salah
satu parameter kualitas air yang memegang peranan penting di dalam kehidupan
dan pertumbuhan biota perairan. Suhu berpangaruh langsung pada organisme
perairan terutama di dalam proses fotosintesis tumbuhan akuatik, proses
metabolisme, dan siklus reproduksi.
Tingkat keasaman (pH) adalah suatu ukuran untuk menyatakan besarnya
konsentrasi ion hydrogen (H+) di dalam air (Tebbut 1992 dalam Effendi 2003).
Nilai pH menunjukkan derajat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Nila pH
suatu perairan sangat ditentukan oleh CO2 dan substansi asam. Phytoplankton dan
tanaman air lainnya mengambil CO2 selama berlangsungnya proses fotosintesis,
sehingga pH perairan meningkat di siang hari dan kembali turun pada malam hari
(Boyd & Licthkoppler 1982; Zonneveld et al. 1991).
Mackereth et al. (1989) berpendapat bahwa pH juga berkaitan erat dengan
karbondioksida dan alkalinitas. Pada pH
-
27
tumbuh maksimal, pH harus tetap ideal dengan fluktuasi yang kecil (Stickney
1993).
Moss (1993) mengatakan jika dalam suatu perairan terdapat bahan organik
yang tinggi, maka hasil dekomposisi bahan organik tersebut diantaranya
karbondioksida. Di dalam air karbondioksida ini akan membentuk asam karbonat.
Keadaan ini juga bisa terjadi jika 1% dari karbondioksida bereaksi dengan air,
sehingga membentuk asam karbonat (Cole 1988). Pada pembentukan asam
karbonat tersebut akan dihasilkan ion hidrogen yang mengakibatkan pH perairan
menurun.
Kesadahan adalah gambaran kation divalen. Kation-kation ini dapat
bereaksi dengan sabun membentuk endapan maupun dengan anion-anion yang
terdapat di dalam air membentuk endapan atau karat pada peralatan logam.
Pada perairan tawar, kation divalen yang paling berlimpah adalah kalsium
dan magnesium, sehingga kesadahan pada dasarnya ditentukan oleh jumlah
kalsium dan magnesium. Kalsium dan magnesium berikatan dengan anion
penyusun alkalinitas, yaitu bikarbonat dan karbonat. Kesadahan diklasifikasikan
berdasarkan dua kelompok, yaitu (1) berdasarkan ion logam (metal) dan (2)
berdasarkan anion yang berasosiasi dengan logam. Berdasarkan ion logam,
kesadahan dibedakan menjadi kesadahan kalsium dan kesadahan magnesium
(Effendi 2003).
Oksigen terlarut merupakan parameter kimia yang paling kritis di dalam
budidaya ikan. Oksigen dalam air terutama yang berasal dari udara melalui difusi
dan hasil sampingan fotosintesis tumbuhan akuatik terutama fitoplankton
(Mayunar et al. 1995). Menurut Connel & Miller (1995), proses fotosintesis
menyebabkan peningkatan oksigen terutama siang hari dan mencapai maksimum
pada sore hari, selanjutnya konsentrasi oksigen terlarut menurun menjelang
malam hingga pagi hari oleh aktivitas respirasi organisme dan dekomposisi bahan
organik. Sehingga oksigen terlarut menjadi sangat penting bagi kelangsungan
hidup biota air. Menurut Boyd (2001) bahwa pemuatan dan pelepasan hemoglobin
dengan oksigen diatur oleh tegangan oksigen. Karena hemoglobin melepaskan
oksigen ke dalam jaringan tubuh.
-
28
Kelarutan oksigen merupakan salah satu faktor kualitas air yang paling kritis
dalam budidaya ikan di kolam, sehingga goncangan oksigen sedikit saja langsung
dapat dirasakan oleh ikan. Kelarutan oksigen di perairan dipengaruhi oleh suhu,
tekanan parsial gas, dan salinitas (Boyd & Licthkoppler 1982). Selanjutnya
dinyatakan bahwa sumber oksigen di kolam berasal dari fotosintesis
phytoplankton dan difusi dari udara, sedangkan penyebab utama berkurangnya
kelarutan oksigen adalah karena respirasi plankton, respirasi ikan, respirasi
organisme dasar, dan difusi ke udara.
Oksigen terlarut merupakan salah satu komponen utama dari daya dukung
lingkungan yang dihasilkan dari proses fotosintesis fitoplankton dan makrofita.
Banyaknya oksigen terlarut dalam kolam merupakan salah satu parameter kualitas
air yang paling peka untuk kehidupan ikan. Menurut Cholik et al. (1986) dan
Sunarti (1992), bila konsentrasi oksigen terlarut tetap sebesar 3 atau 4 mg/L untuk
jangka waktu lama maka ikan akan menghentikan aktivitas dan pertumbuhannya
akan berhenti.
-
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di dalam dua tahap yaitu kegiatan survai lapangan di
Waduk Cirata pada bulan Juli-Desember 2008 dan kegiatan di Laboratorium
Lingkungan Perairan Departemen Akuakultur FPIK-IPB bulan Oktober sampai
Desember 2008.
Sampel sedimen, air, dan ikan patin diambil dari Waduk Cirata. Posisi
pengambilan sampel air dan sedimen yaitu pada bagian inlet, tengah, dan outlet
(Gambar 2). Sedangkan ikan patin diambil dari KJA milik Pusat Riset Perikanan
Budidaya yang berada di bagian tengah Waduk Cirata. Kegiatan penelitian
meliputi dua tahap yaitu: kegiatan dilapangan dan kegiatan laboratorium.
Kegiatan di lapangan adalah pengukuran logam berat pada ikan patin yang
dipelihara di KJA pada waktu pemeliharaan 0 bulan (awal penelitian) dan 6 bulan
(akhir penelitian) dalam satu siklus budidaya serta kualitas airnya yang dimulai
pada bulan Juli 2008. Kegiatan laboratorium berupa analisis logam berat pada
sedimen, air, dan ikan patin di Laboratorium Lingkungan Budidaya Perikanan,
Departemen Budidaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB dan
Balai Besar Pengembangan Budidaya air Tawar, Sukabumi. Lamanya
pemeliharaan ikan patin di akuarium selama 3 bulan yang dilaksanakan mulai
pada bulan Oktober-Desember 2008.
3.2. Metode Pelaksanaan Penelitian Pengambilan data lapang, terlebih dahulu dilakukan penetapan stasiun
pengukuran dan dilanjutkan dengan pengambilan sampel air, sedimen, ikan patin.
Titik stasiun pengambilan kualitas air ada tiga yang dianggap mewakili yaitu:
stasiun 1 (S-1) dibagian inlet (muara sungai citarum) dengan posisi geografis
06.45,57 LS - 107.16,40 BT, stasiun 2 (S-2) pada bagian tengah Waduk Cirata
(konsentrasi kegiatan KJA) dengan posisi geografis 06.43,58 LS-107.16,.49
BT, dan stasiun 2 (S-3) bagian outlet (daerah bebas/bendungan) pada posisi
geografis 06.42,50 LS - 107.19,50 BT, semuanya masih dalam wilayah
perairan Waduk Cirata (Gambar 2)
-
30
Gambar 2. Sebaran titik pengambilan sampel sedimen, air, dan ikan patin di
Waduk Cirata
3.3. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah YSI tipe 556, GPSmap sounder tipe 298,
secchi disc, turbidity meter dengan ketelitian 0,001, ekman grab, plankton net
dengan mesh size 50 mikron, botol sampel, freezer, pH meter, spectrofotometer,
kertas label, dan AAS (Automic Absorbsion Spectrophotometer), dan peralatan
lain yang digunakan untuk analisis kualitas air. Bahan kimia yang digunakan
untuk preparasi air adalah H2SO4 pekat, HNO3 pekat, HgCl, dan bahan kimia
untuk mengawetkan plankton adalah lugol, untuk analisis logam berat sampel
ikan diawetkan dengan menggunkan es. Pemeliharaan ikan patin di KJA milik
Pusat Riset Perikanan Budidaya selama 6 bulan mulai dari bulan Juli-Desember
2008. Berat ikan pada awal penebaran rata-rata 300 g dan selama pemeliharaan
tidak di beri makan. Untuk kegiatan laboratorium alat yang digunakan adalah
akuarium ukuran 60 x 30 x 40 cm sebanyak 6 buah untuk pemeliharaan ikan patin
dan 1 buah untuk akuarium stok ikan patin.
Stasiun 1 (inlet)
Stasiun 2 (tengah)
Stasiun 3 (outlet)
06.43,58 LS 107.16,.49 BT
06.45,57 LS 107.16,40 BT
06.42,50 LS 107.19,50 BT
-
31
3.4. Prosedur Kerja
3.4.1.Kegiatan lapangan (survai)
Kegiatan lapang dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada bulan Juli 2008
(awal penelitian) dan Desember 2008 (akhir penelitian). Kegiatan lapangan terdiri
dari dua kegiatan yaitu: 1) pengukuran kualitas air Waduk Cirata secara langsung
(insitu). Parameter dan alat yang digunakan dalam pengukuran kualitas air secara
langsung disajikan pada Tabel 7. 2) pengambilan sampel untuk dianalisis di
laboratorium meliputi contoh air, sedimen, dan ikan patin. Sebelum pengukuran
dilaksanakan semua alat dikalibrasi sesuai dengan petunjuk dari manual peralatan
masing-masing.
Tabel 7. Parameter air yang diukur dan alat yang digunakan
Parameter Satuan Alat Tempat Analisis
Kualitas Air Fisika 1. Suhu air 2. Kekeruhan 3. Kecerahan 4. TDS 5. Kedalaman Kimia Air 1. DO 2. pH
o C NTU Cm
- Meter
mg/L -
YSI 556 Turbidity meter
Sechi disk Visual
GPSmap 298
YSI 556 YSI 556
Lapangan Lapangan Lapangan Lapangan Lapangan
Lapangan Lapangan
Untuk analisis parameter kualitas air, pengambilan contoh air merujuk
pada SNI 03-7016-2004. Setiap stasiun, contoh air diambil pada kedalaman 1 m
sebanyak 500 ml. Contoh air disimpan pada botol plastik putih dan dipreservasi
supaya tidak mengalami perubahan komposisi. Pengambilan contoh air untuk
analisis logam berat Cd merujuk pada metode AOAC 973.34 16th edisi 1999,
logam berat Pb merujuk pada metode AOAC 973.23 16th edisi 1999, dan Hg
merujuk pada metode AOAC 973.15 16th edisi 1999. Untuk logam berat Fe,
pengambilan sampel merujuk pada SNI-06-6989.8-2004. Tiap-tiap contoh air
setiap parameter diambil sebanyak 500 ml dan disimpan dalam botol sampel yang
dibungkus dengan kertas gelap supaya tidak tembus cahaya. Selama
-
32
pengangkutan, sampel yang sudah dibungkus disimpan dalam cool box sampai di
analisis.
Pengambilan contoh sedimen untuk analisis logam berat Cd merujuk pada
metode AOAC 973.34 16th edisi 1999, logam berat Pb merujuk pada metode
AOAC 973.23 16th edisi 1999, dan Hg merujuk pada metode AOAC 973.15 16th
edisi 1999. Untuk logam berat Fe, pengambilan sampel merujuk pada SNI-06-
6989.8-2004. Sedimen yang diambil dari dasar perairan pada tiap-tiap stasiun
dimasukkan dalam plastik hitam kemudian dimasukan dalam cool box.
Contoh ikan patin yang dianalisis di bawa dalam keadaan hidup sampai di
laboratorium. Kemudian ikan dibelah untuk mengambil tiap-tiap organ untuk
dianalisis yaitu insang, hati, dan daging sebanyak masing-masing 100 g. Metode
analisis selanjutnya untuk logam berat Cd merujuk pada metode AOAC 973.34
16th edisi 1999, logam berat Pb merujuk pada metode AOAC 973.23 16th edisi
1999, dan Hg merujuk pada metode AOAC 973.15 16th edisi 1999. Untuk logam
berat Fe, pengambilan sampel merujuk pada SNI-06-6989.8-2004.
Untuk analisis plankton, contoh air yang sudah disaring dengan plankton
net sebanyak 100 L, kemudian dimasukkan dalam botol dan dititrasi dengan lugol.
Parameter-parameter yang diukur di laboratorium disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Parameter-parameter kualitas air, sedimen, dan ikan yang diukur di
laboratorium
Parameter Satuan Metode Analisis Tempat Analisis
1. Karbondioksida (CO2)
2. Total fosfat
3. Orto fosfat (PO43--P)
4. Nitrit (NO2-N)
5. Nitrat (NO3-N)
6. Amonia (NH3-N)
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
Titrimetrik dengan sodium karbonat
(Na2CO3)
Titrasi