bab ii tinjauan pustaka 2.1 tinjauan umum bank syariah dan
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah
2.1.1 Pengertian Bank Syariah
Bank Islam atau selanjutnya disebut dengan Bank Syariah, adalah bank
yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank syariah juga dapat
diartikan sebagai lembaga keuangan atau perbankan yang operasional dan
produknya dikembangkan berlandaskan Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad
SAW (Karim, 2010). Menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang
Perbankan, Bank Syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran. Menurut Sudarsono (2008:29), Bank syariah adalah lembaga
keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu
lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan
prinsip-prinsip syariah. Oleh karena itu, usaha bank akan selalu berkaitan dengan
masalah uang.
2.1.4 Kegiatan Bank Umum Syariah
Berdasarkan Booklet Perbankan Indonesia (2012) kegiatan usaha bank
umum syariah terdiri atas :
1. Menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad wadi’ah
atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
2. Menghimpun dana dalam bentuk investasi berupa Deposito, Tabungan,
atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad
mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah.
3. Menyalurkan pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah, akad
musyarakah, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah.
4. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad murabahah, akad salam, akad
istishna’, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
5. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad qardh atau akad lain yang
tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
6. Menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak
kepada nasabah berdasarkan akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk
ijarah muntahiya bittamlik atau akad lain yang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah.
7. Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah atau akad
lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
8. Melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan
prinsip syariah.
9. Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak
ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan prinsip
syariah, antara lain, seperti akad ijarah, musyarakah, mudharabah,
murabahah, kafalah, atau hawalah berdasarkan prinsip syariah.
10. Membeli surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh
pemerintah dan/atau BI.
11. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan
perhitungan dengan pihak ketiga atau antar pihak ketiga berdasarkan
prinsip syariah.
12. Melakukan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu akad
yang berdasarkan pinsip syariah.
13. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga
berdasarkan prinsip syariah.
14. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan nasabah berdasarkan prinsip syariah.
15. Melakukan fungsi sebagai wali amanat berdasarkan akad wakalah.
16. Memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan prinsip
syariah.
17. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di
bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
18. Melakukan kegiatan valuta asing berdasarkan prinsip syariah.
19. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada Bank Umum Syariah atau
lembaga keuangan yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah.
20. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat
kegagalan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dengan syarat harus
menarik kembali penyertaannya.
21. Bertindak sebagai pendiri dan pengurus dana pensiun berdasarkan prinsip
syariah.
22. Melakukan kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang pasar modal.
23. Menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan prinsip
syariah dengan menggunakan sarana elektronik.
24. Menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka
pendek berdasarkan prinsip syariah, baik secara langsung maupun tidak
langsung melalui pasar uang.
25. Menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka
panjang berdasarkan prinsip syariah, baik secara langsung maupun tidak
langsung melalui pasar modal.
26. Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha bank umum syariah
lainnya yang berdasarkan prinsip syariah.
2.1.3 Pengertian Unit Usaha Syariah
Unit Usaha Syariah menurut Booklet Perbankan Indonesia (2012)
adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi
sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu Bank yang
berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu
syariah dan/atau unit syariah. Dengan kata lain, Unit Usaha Syariah merupakan
suatu bagian usaha dari bank konvensional yang berekspansi ke bidang perbankan
syariah.
3.1.4 Kegiatan Umum Unit Usaha Syariah
Berdasarkan Booklet Perbankan Indonesia (2012) kegiatan usaha unit
usaha syariah terdiri atas :
1. Menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau
ekuivalennya, berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain yang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah.
2. Menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito, Tabungan,
atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad
mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah.
3. Menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah, Akad
musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah.
4. Menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad salam,
Akad istishna’, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah.
5. Menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain yang
tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah.
6. Menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak
kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk
ijarah muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan
Prinsip Syariah.
7. Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau Akad
lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah.
8. Melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan
Prinsip Syariah.
9. Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga kepada
pihak ketiga yang diterbitak atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip
Syariah, antara lain seperti Akad Ijarah, musyarakah, mudharabah,
murabahah, kafalah, atau hawalah.
10. Membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh
Pemerintah dan/atau BI.
11. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan
perthitungan dengan pihak ketiga atau antarpihak ketiga berdasarkan
Prinsip Syariah
12. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga
berdasarkan Prinsip Syariah.
13. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan Nasabah berdasarkan Prinsip Syariah.
14. Memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan Prinsip
Syariah dan Kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan
sosial sepanjang sesuai dengan Prinsip Syariah dan peraturan perundang-
undangan.
15. Melakukan kegiatan valuta asing (valas) berdasarkan Prinsip Syariah.
16. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada Bank Umum Syariah atau
lembaga keuangan yang menjalankan usaha berdasarkan Prinsip Syariah.
17. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat
kegagalan Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus
menarik kembali penyertaannya.
18. Menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan Prinsip
Syariah dengan menggunakan sarana elektronik.
19. Menerbitkan, menawarkan, memperdagangkan surat berharga jangka
pendek berdasarkan Prinsip Syariah baik secara langsung maupun tidak
langsung melalui pasar uang.
20. Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha BUS lainnya
berdasarkan prinsip syariah.
2.2 Total Aktiva/Total aset
Untuk mengetahui perkembangan dari industri perbankan digunakan suatu
indikator yang dapat mencerminkan ukuran bank, salah satunya menggunakan
total aset. Menurut Haryono (2003), total aset merupakan ukuran bank.
2.2.1 Definisi Aktiva
Aktiva yang dimiliki oleh sebuah perusahaan merupakan sumber daya
ekonomi, di mana dari sumber tersebut diharapkan mampu memberikan
kontribusi, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada kinerja
perusahaan di masa yang akan datang.
Aktiva menurut Simamora (2000:12) dalam bukunya Akuntansi basis
pengambilan keputusan bisnis, yaitu :
“Aktiva adalah sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat
dari peristiwa masa lalu dan darinya manfaat ekonomi di masa depan
diharapkan akan diraih perusahaan”.
Menurut Soemarno (2005:43) pengertian aktiva adalah:
“Aktiva merupakan bentuk kekayaan yang dimiliki perusahaan dan
merupakan sumber daya bagi perusahaan untuk melakukan usaha”.
Sedangkan aktiva menurut Hanafi (2003:51), dalam bukunya analisis
laporan keuangan, bahwa :
1. Assets adalah manfaat ekonomis yang akan diterima pada masa mendatang
atau akan dikuasai oleh perusahaan sebagai hasil dari transaksi atau
kejadian.
2. Assets merupakan sumber ekonomi yang akan dipakai oleh perusahaan
untuk menjalankan kegiatannya
3. Atribut pokok suatu aktiva adalah kemampuan memberikan jasa atau
manfaat pada perusahaan yang memakai aktiva tersebut.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa aktiva adalah sumber daya
ekonomi yang dimiliki perusahaan yang dapat memberikan manfaat bagi
perusahaan untuk menjalankan kegiatan perusahaan dan merupakan bentuk
kekayaan yang bisa dipakai untuk mengukur keadaan suatu perusahaan.
2.2.2 Klasifikasi Aktiva
Aktiva dapat diklasifikasikan menjadi aktiva yang memiliki wujud atau
bentuk fisik dan aktiva tidak berwujud atau tidak memiliki bentuk fisik.
Menurut Keown (2001 ; 82), yang diterjemahkan oleh Chaerul D.Djatman
dalam bukunya Dasar-Dasar Manajemen Keuangan, bahwa aktiva terdiri dari tiga
kategori yaitu :
1. Aktiva lancar (Current Assets) terdiri dari kas, surat berharga yang mudah
dijual, piutang dagang, persediaan serta beban diterima di muka.
2. Aktiva tetap (Fixed atau Long_Term Assets) terdiri atas peralatan,
bangunan, tanah dan
3. Aktiva lain – lain (Other Assets) aktiva yang tidak termasuk dalam
kelompok aktiva lancar maupun aktiva tetap perusahaan seperti hak paten,
investasi jangka panjang dalam surat berharga dan good will.
2.2.3 Pengakuan Atas Aktiva
2.2.3.1 Pengakuan Aktiva
Aktiva di definisikan sebagai sumber daya yang mempunyai potensi
memberikan manfaat ekonomis pada perusahaan pada masa-masa mendatang,
sumber daya yang mampu menghasilkan aliran kas masuk (cash flow) atau
kemampuan mengurangi kas keluar (cash outflow) dapat disebut sebagai aktiva.
Menurut Hanafi ( 2003 ; 13), bahwa aktiva tersebut dapat diakui sebagai
aktiva apabila :
1. Perusahaan memperoleh hak penggunaan aktiva tersebut sebagai hasil
transaksi atau pertukaran pada masa lalu.
2. Manfaat ekonomis pada masa mendatang, dikuantifikasikan dengan
tingkat ketepatan yang memadai (reasonable).
Apabila ada sumber daya yang tidak memenuhi kedua persyaratan diatas,
maka sumber daya tersebut tidak dapat digolongkan sebagai aktiva, walaupun
sumber daya tersebut mampu menghasilkan manfaat ekonomis pada masa
mendatang.
2.2.3.2 Pengakuan Aktiva Tetap
Menurut Standar Akuntansi keuangan PSAK 16 ( 2004 ; 15), bahwa
suatu benda berwujud harus diakui sebagai suatu aktiva dan dikelompokan
sebagai aktiva tetap bila :
1. Besar kemungkinan bahwa manfaat keekonomian di masa yang akan
datang yang berkaitan dengan aktiva tersebut akan mengalir ke dalam
perusahaan.
2. Biaya perolehan aktiva dapat diakui secara andal.
Dari uraian di atas bahwa suatu aktiva dikatakan sebagai aktiva tetap, bila
aktiva tersebut dapat memberikan manfaat ekonomis bagi perusahaan pada waktu
tertentu.
2.2.3.3 Pengakuan Aktiva Lancar
Menurut Halim (2007 ; 77) bahwa aktiva dapat diklasifikasikan sebagai
aktiva lancar, jika memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Diperkirakan akan terealisasi atau dimiliki untuk digunakan dalam jangka
waktu siklus operasi anggaran perusahaan.
2. Dimiliki, khususnya untuk tujuan operasi jangka waktu pendek dan
diharapkan direalisasikan dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal
pelaporan
3. Aktiva kas atau setara kas.
Berdasarkan keterangan diatas, maka yang dimaksud sebagai aktiva lancar
adalah uang kas dan aktiva – aktiva atau sumber – sumber lain yang di harapkan
akan di realisasikan menjadi uang kas atau dijual untuk dikonsumsi dalam satu
tahun atau dalam satu siklus normal perusahaan.
2.3 Faktor Ekonomi Makro
Ekonomi makro berkaitan dengan perekonomian secara keseluruhan
menurut Djamil, (1989), menjelaskan bahwa ekonomi makro menganalisa
keadaan seluruh kegiatan perekonomian. Lingkungan ekonomi makro akan
mempengaruhi operasional perusahaan yang dalam hal ini keputusan pengambilan
kebijakan yang berkaitan dengan kinerja perbankan, indikator ekonomi makro
yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya Produk Domestik Bruto
(PDB)/Gross Domestic Bruto (GDP) dan Inflasi.
2.3.1 Produk Domestik Bruto (PDB)/Gross Domestic Product (GDP)
2.3.1.1 Pengertian Produk Domestik Bruto (PDB)/Gross Domestic Bruto
(GDP)
Menurut Sukirno (2004 : 17), Gross Domestic Product Menggambarkan
tingkat produksi negara yang dicapai dalam satu tahun tertentu dan perubahannya
dari tahun ke tahun.
Sedangkan menurut Arifin (2009:11), Gross Domestic Product adalah:
“Indikator yang digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi suatu
negara adalah tingkat Produksi Domestik Bruto (PDB)”.
Beberapa alasan digunakannya PDB sebagai indikator pengukuran pertumbuhan
ekonomi, yaitu sebagai berikut.
1. PDB dihitung berdasarkan jumlah nilai tambah (value added) yang
dihasilkan seluruh aktivitas produksi di dalam perekonomian. Hal ini
menunjukan peningkatan PDB mencerminkan peningkatan balas jasa
kepada faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi.
2. PDB dihitung atas dasar konsep siklus aliran (circular flow concept).
Artinya, perhitungan PDB mencakup nilai produk yang dihasilkan pada
suatu periode tertentu. Perhitungan ini tidak mencangkup perhitungan
pada periode sebelumnya. Pemanfaatan konsep aliran dalam menghitung
PDB memungkinkan seseorang untuk membandingkan jumlah output
pada tahun ini dengan tahun sebelumnya.
3. Batas wilayah perhitungan PDB adalah Negara (perekonomian domestik).
Hal ini memungkinkan untuk mengukur sampai sejauhmana kebijakan
ekonomi yang diterapkan pemerintah maupun mendorong aktivitas
perekonomian domestik.
2.3.2 Inflasi
2.3.2.1 Pengertian Inflasi
Menurut Murni (2006:202), pengertian inflasi adalah sebagai berikut:
“ Inflasi adalah sesuatu kejadian yang menunjukan kenaikan tingkat harga
secara umum dan berlangsung secara terus menerus.”
Inflasi menurut Sukirno (2004:15), adalah:
“suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu
perkonomian”.
Sedangkan menurut samsul ( 2006:201), tingkat inflasi dapat berpengaruh
positif maupun negatif tergantung pada derajat inflasi itu sendiri. Inflasi yang
berlebihan dapat merugikan perekonomian secara keseluruhan, yaitu dapat
membuat banyak perusahaan mengalami kebangkrutan.
Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan pengertian inflasi
adalah ukur aktivitas ekonomi yang juga digunakan untuk menggambarkan
kondisi ekonomi. Secara lebih jelas inflasi mengandung pengertian antara lain:
1. Adanya kecenderungan harga-harga untuk naik.
2. Kenaikan harga berlangsung secara berkelanjutan.
3. Kenaikan harga bukan pada satu barang, tetapi beberapa komoditi tingkat
harga umum.
2.3.2.2 Jenis Inflasi
Menurut tingkat keparahannya Nanga (2001:251) membagi inflasi
kedalam tiga tingkatan, yaitu:
a. Inflasi Sedang
Kondisi ini ditandai dengan kenaikan laju inflasi yang lambat dan waktu
yang relatif lama.
b. Inflasi Menengah
Ditandai dengan kenaikan harga yang cukup besar (biasanya double digit
atau bahkan triple digit) dan kadang kala berjalan dalam waktu yang relatif
pendek serta mempunyaisifat akselerasi. Artinya, harga-harga minggu atau
bulan ini lebih tinggi dari minggu atau bualn lalu dan seterusnya. Efeknya
terhadap perekonomian lebih berat dari pada inflasi yang merayap
(creeping inflation)
c. Inflasi Tinggi
Merupakan inflasi yang paling parah akibatnya.Harga-harga naik sampai
lima atau enam kali. Masyarakat tidak lagi mempunyai keinginan untuk
menyimpan uang. Nilai uang merosot dengan tajam sehingga ingin ditukar
dengan barang.
2.3.2.3 Dampak Inflasi
Dampak atau akibat yang ditimbulkan dari adanya inflasi menurut Murni
(2006:206), adalah sebagai berikut:
1. Inflasi akan menurunkan pendapatan riil yang diterima masyarakat, dan ini
sangat merugikan orang-orang yang berpenghasilan tetap.
2. Inflasi menimbulakan dampak yang buruk pula pada neraca pembayaran,
karena menurunnya ekspor dan meningkatnya import menyebabkan
ketidakseimbangan terhadap aliran masuk dan keluar negeri.
3. Pada keadaan tidak menentu (inflasi) para pemilik modal lebih cenderung
menanamkan modalnya dalam bentuk pembelian tanah,rumah dan
bangunan. Pengalihan investasi ini menyebabkan kegiatan investasi
produktif berkurang dan kegiatan ekonomi menurun.
4. Ketika biaya produksi naik akibat inflasi, hal ini akan sangat merugikan
pengusaha dan ini menyebabkan kegiatan investasi beralih pada kegiatan
yang kurang mendorong produk nasional.
Inflasi akan mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang. Seperti
tabungan masyarakat di bank nilai riilnya akan menurun
2.4 Persaingan
Untuk mendapatkan dana dari pihak ketiga bank syariah harus memiliki
dayasaing berupa daya tawar terhadap nasabah untuk menyimpan dananya
caranya dengan melakukan penyesuaian bagi hasil yang lebih kompetitif dengan
bunga bank konvesional. Arif (2008), menjelaskan bahwa salah satu benchmark
(acuan) dalam penetapan persentase bagi hasil di bank syariah adalah tingkat suku
bunga yang ditetapkan oleh bank konvensional periode sebelumnya karena bank
syariah bersaing langsung dengan bank konvensional berkaitan dengan nasabah
yang memiliki sifat rasional yang lebih berorientasi pada tingkat keuntungan.
2.4.1 Suku Bunga Bank
2.4.1.1 Pengertian Bunga Bank
Dalam bukunya, Kasmir (2012, 121) mengungkapkan bahwa:
“Bunga bank dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank
yang berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau
menjual produknya. Bunga dapat juga diartikan sebagai harga yang harus
dibayar kepada nasabah (yang memiliki simpanan) dengan yang harus
dibayar oleh nasabah (yang memperoleh pinjaman) kepada bank”.
Dalam kegiatan perbankan sehari-hari, ada dua macam bunga yang
diberikan kepada nasabahnya, yaitu:
1. Bunga Simpanan
Adalah bunga yang diberikan sebagai rangsangan atau balas jasa bagi
nasabah yang menyimpan uangnya di bank. Bunga simpanan merupakan
harga yang harus dibayar bank kepada nasabahnya. Contohnya, jasa giro,
bunga tabungan, dan bunga deposito.
2. Bunga Pinjaman
Adalah bunga yang diberikan kepada para para peminjam atau harga yang
harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada Bank. Contohnya, bunga
kredit.
Adapun menurut keyness (2002:176), mengenai tipe suku bunga, yaitu:
1. Suku bunga riil/Real interest rate
Koreksi atas tingkat inflasi dan didefinisikan sebagai nominal interest rate
dikurangi dengan tingkat inflasi
2. Suku bunga nominal/Nominal interest rate
Tingkat suku bunga yang biasanya tertera di rekening koran
dimana bank memberikan tingkat pengembalian untuk setiap
investasi yang dilakukan.
2.4.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Suku Bunga
Untuk menentukan besar kecilnya suku bunga simpanan dan pinjaman
sangat dipengaruhi oleh keduanya. Artinya, baik bunga simpanan maupun
pinjaman saling mempengaruhi disamping pengaruh faktor-faktor lainnya.
Kasmir (2012:122) mengungkapkan beberapa faktor yang mempengaruhi
besar kecilnya penetapan suku bunga, antara lain:
1. Kebutuhan dana
Apabila bank kekurangan dana, sementara permohonan pinjaman
meningkat, maka yang dilakukan oleh bank agar dana tersebut cepat
terpenuhi dengan meningkatkan suku bunga simpanan. Peningkatan bunga
simpanan secara otomatis akan pula meningkatkan bunga pinjaman.
Namun apabila dana yang ada di simpanan banyak sementara permohonan
simpanan sedikit maka bunga simpanan akan turun.
2. Persaingan
Dalam memperebutkan dana simpanan, maka disamping faktor promosi,
yang paling utama pihak perbankan harus memperhatikan pesaing. Dalam
arti untuk bunga simpanan maka, jika hendak membutuhkan dana cepat
sebaiknya bunga simpanandinaikkan diatas bunga pesaing. Namun
sebaliknya untuk bunga pinjaman harus ada di bawah bunga pesaing
3. Kebijaksanaan pemerintah
Real rate = Nominal rate – Rate of inflation
Dalam arti baik untuk bunga simpanan maupun bunga pinjaman tidak
boleh melebihi bunga yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
4. Target laba yang diinginkan
Sesuai dengan target laba yang diinginkan, jika laba yang diinginkan besar
maka bunga pinjaman ikut besar, dan sebaliknya.
5. Jangka Waktu
Semakin panjang jangka waktu pinjaman, maka akan semakin tinggi
bunganya, hal ini disebabkan besarnya kemungkinan resiko dimasa
mendatang. Demikian pula sebaliknya.
6. Kualitas jaminan
Semakin likuid jaminan yang diberikan, maka semakin rendah bunga
kredit yang dibebankan, dan sebaliknya.
7. Reputasi perusahaan
Bonafiditas suatu perusahaan yang akan memperoleh kredit sangat
menentukan tingkat suku bunga yang akan dibebankan nantinya, karena
biasanya perusahaan yang bonafid kemungkinan risiko kredit macet
dimasa mendatang relatif kecil, dan sebaliknya.
8. Produk yang kompetitif
Maksudnya adalah produk yang dibiayai tersebut laku di pasaran. Untuk
produk yang kompetitif, bunga kredit yang diberikan relatif rendah jika
dibandingkan dengan produk yang kurang kompetitif.
9. Hubungan baik
Biasanya bank menggolongkan nasabahnya antara nasabah utama (primer)
dan nasabah biasa (sekunder). Penggolongan ini berdasarkan kepada
keaktifan serta loyalitas nasabah yang bersangkutan terhadap bank.
Nasabah utama biasanya mempunyai hubungan yang baik dengan pihak
bank, sehingga dalam penentuan suku bunga nyapun berbeda dengan
nasabah biasa.
10. Jaminan pihak ketiga
Dalam hal ini pihak yang memberikan jaminan kepada penerima kredit.
Biasanya yang memberikan jaminan bonafid, baik dari segi kemampuan
membayar, nama baik, maupun loyalitasnya terhadap bank maka bunga
yang dibebankan pun juga berbeda.
2.5 Kinerja Keuangan
Jumingan (2008 : 239) mengemukakan kinerja bank adalah :
“Keseluruhan gambaran prestasi yang dicapai bank dalam operasionalnya,
baik menyangkut aspek keuangan, pemasaran, penghimpunan dana,
teknologi, maupun sumber daya manusia”.
Informasi posisi keuangan dan kinerja keuangan di masa lalu seringkali
digunakan sebagai dasar untuk meprediksi posisi keuangan dan kinerja di masa
depan dan hal-hal lain yang langsung menarik perhatian pemakai seperti
pembayaran deviden, upah, pergerakan harga sekuritas, dan kemampuan
perusahaan untuk memenui komitmennya ketika jatuh tempo.
Dalam mengukur kinerja keuangan suatu perusahaan, terdapat berbagai
metode dan cara yang dapat dipilih dengan maksud dan tujuan yang hendak
dicapai oleh perusahaan tersebut. Dalam dunia perbankan, pengukuran tingkat
kinerja suatu bank dapat dilakukan dengan cara menganalisis laporan keuangan
(Jumingan, 2008:239).
Kinerja perusahaan (dalam hal ini bank) dapat diukur dengan menganalisa
dan mengevaluasi laporan keuangan, menurut Peraturan Bank Indonesia
No.6/10/PBI/2004 salah satunya dengan menggunakan analisis CAMELS namun
dalam penelitian ini peneliti hanya menggunakan indikator Kualitas Aset (Asset
Quality) yang menggunakan rasio NPL atau NPF untuk perbankan syariah dan
Profitabilitas (Earnings) yang menggunakan rasio ROA.
2.6 Laporan keuangan
2.6.1 Pengertian Laporan Keuangan
Definisi Laporan Keuangan menurut Gitman (2012:44)adalah :
“Annual report that publicly owned corporations must provide to
stockholders;it summarizes and documents the firms financial activities
during the past year”.
Sedangkan definisi laporan keuangan menurut Sutrisno (2012 : 9) sebagai
berikut :
“Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi
yang meliputi dua laporan utama yakni neraca dan lapora rugi – laba,
yang disusun dengan maksud untuk menyediakan informasi
keuangan suatu perusahaan kepada pihak – pihak yang
berkepentingan sebagai pertimbangan di dalam mengambil
keputusan”.
Hasil akhir dari proses akuntansi adalah laporan keuangan. Laporan
keuangan mencakup dua laporan utama, yaitu : (1) neraca dan (2) laporan laba-
rugi. Tujuan dari disusunnya laporan keuangan adalah untuk memberikan
informasi dari perusahaan kepada pihak – pihak yang berkepentingan agar kondisi
perusahaan dapat diketahui. Informasi yang diberikan melalui laporan keuangan
dapat dijadikan dasar dalam pertimbangan mengambil keputusan.
Proses pencatatan akan dilakukan terhadap semua transaksi yang telah
dilakukan perusahaan. Transaksi - transaksi keuangan tersebut akan
diklasifikasikan untuk selanjutnya disusun menjadi laporan keuangan. Laporan
keuangan tersebut, menggambarkan kondisi keuangan dan usaha perusahaan
dalam periode tertentu. Laporan keuangan, pada umumnya, digunakan sebagai
alat penilaian kinerja perusahaan. Aktivitas perusahaan dan kondisi keuangan
perusahaan dapat diketahui dari laporan keuangan tersebut. Laporan keuangan
sering kali membantu dalam evaluasi kondisi keuangan perusahaan saat ini dan
membantu dalam memperkirakan hasil operasi serta arus kas dimasa depan.
Sehingga, untuk mengambil keputusan dimasa mendatang, laporan keuangan
menjadi salah satu sumber informasi untuk melakukan analisis.
Dari beberapa penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa laporan
keuangan merupakan alat untuk menginformasikan kondisi keuangan pada
periode tertentu yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan
ekuitas, laporan perubahan posisi keuangan serta catatan atas laporan keuangan
sebagai gambaran kinerja keuangan perusahaan.
2.6.2 Jenis – Jenis Laporan Keuangan
Laporan keuangan disusun oleh perusahaan untuk disajikan pada semua
pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan.Informasi keuangan yang
disajikan harus relevan dengan keadaan sebenarnya dari perusahaan tersebut agar
informasi dari laporan keuangan ini dapat langsung digunakan, ataupun dapat
dianalisa lebih lanjut melalui rasio – rasio yang dihasilkan.
Kebutuhan dari setiap pemakai laporan keuangan tentunya berbeda – beda.
Kebutuhan dari setiap pemakai akan menuntunnya terhadap informasi yang akan
dianalisa lebih lanjut, sehingga ada pengklasifikasian jenis laporan keuangan.
Jenis – jenis laporan keuangan menurut Gitman (2012 : 59) adalah :
“The four key financial statements required by the SEC for reporting
to shareholders are (1) the income statement, (2) the balance sheet, (3)
the statement of stockholders’ equity, and (4) the statement of cash
flows.”
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat empat laporan
keuangan utama yang dibutuhkan untuk dilaporkan kepada para pemegang saham,
yaitu (1) laporan laba – rugi, (2) neraca, (3) laporan keuangan ekuitas pemegang
saham, dan (4) laporan arus kas.
Pada dasarnya, terdapat tiga jenis laporan keuangan yang utama, yaitu
income statement (laporan laba – rugi), balance sheet (neraca), danstatement of
cash flow (laporan arus kas). Laporan lainnya, seperti the statement of
stockholders’ equity (laporan ekuitas pemilik), merupakan laporan pendukung
yang sifatnya tidak berdiri sendiri. Namun menjadi satu kesatuan dengan laporan
yang lain.
Menurut Warren et al, (2008 : 24) menguraikan tentang jenis – jenis
laporan keuangan antara lain :
1. Income Statement (Laporan Rugi – Laba)
Laporan Rugi laba adalah ikhtisar pendapatan dan beban selama periode
waktu tertentu, misalnya sebulan atau setahun, berdasarkan konsep
penandingan atau pengaitan (matching concept).Laporan ini melaporkan
kelebihan pendapatan terhadap beban – beban yang terjadi.Kelebihan ini
disebut laba bersih (net income).Jika beban melebihi pendapatan, maka
disebut rugi bersih (net loss).
2. Balance Sheet (Neraca)
Neraca adalah daftar aset, kewajiban dan ekuitas pemilik pada tanggal atau
periode tertentu, biasanya pada akhir bulan atau akhir tahun. Total aset
harus sama dengan total kewajiban ditambah dengan ekuitas.
3. The Statement of Stakeholders’ Equity (Laporan Ekuitas pemilik)
Laporan ekuitas pemilik melaporkan perubahan ekuitas pemilik selama
jangka waktu tertentu. Laporan tersebut dibuat setelah laporan laba
rugi.Laporan ini dibuat setelah laba rugi, karena laba bersih atau rugi
bersih periode berjalan harus dilaporkan dalam laporan ini. Demikian juga,
laporan ekuitas ini harus dibuat sebelum neraca. Karena jumlah ekuitas
pemilik padaa akhir periode harus dilaporkan di neraca.
4. The Statement of Cash Flows (Laporan Arus Kas)
Laporan ini menjelaskan bagaimana perusahaan memperoleh dan
menggunakan kas selama periode akuntansi.Penerimaan kas sering disebut
dengan kas masuk (cash in flows), dan pembayaran disebut kas keluar
(cash out flows). Laporan ini mengklasifikasikan penerimaan dan
pembayaran kedalam tiga kategori, antara lain (1) aktivitas pendanaan, (2)
aktivitas investasi dan (3) aktivitas operasi.
2.6.3 Tujuan Laporan Keuangan
Laporan keuangan bertujuan untuk menyediakan informasi yang
dibutuhkan terkait dengan perubahan dan posisi keuangan, serta kinerja keuangan
perusahaan kepada pihak-pihak yang membutuhkan guna memberi manfaat dalam
pertimbangan pengambilan keputusan dimasa mendatang. Dijabarkan oleh
Harahap (2004:132), ada beberapa tujuan dari laporan keuangan antara lain :
1. Untuk memberikan informasi keuangan yang dapat dipercaya mengenai
aktiva dan kewajiban serta modal suatu perusahaan.
2. Untuk memberikan informasi yang dapat dipercaya mengenai perubahan
dalam aktiva bersih (aktiva dikurangi kewajiban) suatu perusahaan yang
timbul dari kegiatan usaha dalam rangka memperoleh laba.
3. Untuk memberikan informasi keuangan yang membantu para pemakai
laporan dalam menaksir potensi perusahaan dalam menghasilkan laba.
4. Untuk memberikan informasi penting lainnya mengenai perubahan dalam
aktiva dan kewajiban suatu perusahaan, seperti informasi mengenai
aktivitas pembiayaan investasi.
5. Untuk mengungkapkan sejauh mungkin informasi lain yang berhubungan
dengan laporan keuangan yang relevan untuk kebutuhan pemakai laporan,
seperti informasi mengenai kebijakan akuntansi yang dianut oleh
perusahaan.
Dari uraian tersebut, bisa disimpulkan bahwa laporan keuangan dibuat
untuk memberikan informasi yang relevan dalam memenuhi kebutuhan pemakai
laporan keuangan, tentang keadaan keuangan, kebijakan dan prestasi serta posisi
keuangan perusahaan pada periode tertentu.
2.7 Non Performing Loan (NPL)/Non Performing Financing (NPF)
2.7.1 Pengertian Non Performing Loan (NPL)/ Non Performing Financing
(NPF)
Rasio ini menunjukan kemampuan manajemen bank dalam mengelola
kredit bermasalah yang diberikan oleh bank, Termin NPL diperuntukkan bagi
bank umum, sedangkan NPF untuk bank syariah. Artinya, semakin tinggi rasio ini
maka akan semakin semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan
jumlah kredit bermasalah semakin besar maka kemungkinan suatu bank dalam
kondisi bermasalah semakin besar yaitu kerugian yang diakibatkan tingkat
pengembalian kredit macet. Menurut Siamat (2005:92), resiko kredit merupakan
suatu resiko akibat kegagalan atau ketidak mampuan nasabah mengembalikan
jumlah yang diterima dari bank beserta bunganya sesuai dengan jangka waktu
yang telah ditetapkan atau dijadwalkan.
Apabila kredit dikaitkan dengan tingkat kolektibilitasnya, maka yang digolongkan
kredit bermasalah adalah kredit yang memiliki kualitas dalam perhatian khusus
(special mention), kurang lancar (substandard), diragukan (doubtful), dan macet
(loss). Penjelasannya sebagai berikut:
1. Kredit Kurang Lancar yaitu kredit yang pengembalian pokok pinjaman
dan pembayaran bunganya telah mengalami penundaan selama 3 bulan
dari waktu yang diperjanjikan.
2. Kredit Diragukan yaitu kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan
pembayaran bunganya telah mengalami penundaan selama 6 bulan atau
dua kali dari jadwal yang telah diperjanjikan.
3. Kredit Macetyaitu kredit yang pengembalian pokok dan pembayaran
bunganya telah mengalami penundaan lebih dari 1 tahun sejak jatuh tempo
memuat jadwal yang telah diperjanjikan.
2.7.2 Dampak Non Performing Loan (NPL)/Non Performing Financing
(NPF)
Dendawijaya (2005:86) menyatakan bahwa dampak non performing loan,
yaitu:
1. Hilangnya kesempatan memperoleh pendapatan dari kredit yang
diberikan,sehingga mengurangi perolehan laba dan berpengaruh buruk
bagi profitabilitas bank.
2. Rasio likuiditas aktiva produktif atau BDR (Bad Debt Ratio) semakin
besar yang menggambarkan terjadinya situasi yang memburuk.
3. Bank harus memperbesar penyisihan untuk cadangan aktiva produktif
yang diklasifikan berdasarkan ketentuan yang ada. Hal ini pada akhirnya
akan mengurangi besarnya modal bank dan akan sangat berpengaruh
terhadap Capital Adequency Ratio (CAR).
4. Return On Asset (ROA) mengalami penurunan.
2.7.3 Penyebab Kredit Bermasalah
Menurut Rifai (2006:478) ada beberapa yang menyebabkan kredit macet
adalah:
a. Karena Kesalahan Bank
1. Kurang pengecekan terhadap latar belakang calon nasabah.
2. Kurang tajam dalam menganalisis terhadap maksud dan tujuan
penggunaan kredit dan sumber pembayaran kembali.
3. Kurang mahir dalam menganalisis laporan keuangan calon nasabah.
4. Kurang lengkap mencantumkan syarat-syarat.
5. Pemberian kelonggaran yang terlalu banyak.
6. Tidak punya kebijakan perkreditan yang sehat.
b. Karena Kesalahan Nasabah
1. Nasabah tidak kompeten.
2. Nasabah kurang pengalaman.
3. Nasabah tidak jujur.
4. Nasabah serakah.
c. Faktor Eksternal
1. Kondisi perekonomian.
2. Bencana alam.
3. Perubahan peraturan.
2.7.3 Penyelamatan Kredit Bermasalah (Non Performing loan)
Dalam usaha mengatasi timbulnya kredit bermasalah, menurut
Dendawijaya (2005:83) pihak bank dapat melakukan beberapa tindakan
penyelamatan yaitu :
1. Penjadwalan ulang (Rescheduling)
Rescheduling adalah penjadwalan kembali sebagian atau seluruh
kewajiban debitur.
2. Persyaratan ulang (Reconditioning)
Reconditioning adalah perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat
kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka
waktu dan atau persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut
perubahan maksimum saldo kredit.
3. Penataan ulang (Restructuring)
Restructuring adalah usaha penyelamatan kredit yang terpaksa harus
dilakukan bank dengan cara mengubah komposisi pembiayaan yang
mendasari pemberian kredit.
4. Eksekusi barang jaminan yaitu penjualan barang-barang yang dijadikan
jaminan dalam rangka pelunasan utang.
2.8 Return On Asset (ROA)
2.8.1 Pengertian Return On asset (ROA)
Analisis Return On asset (ROA) dalam analisis keuangan mempunyai arti
yang sangat penting sabagai salah satu teknik analisis keuangan yang bersifat
menyeluruh. Analisis ROA ini sudah merupakan teknik analisis yang lazim
digunakan.
Menurut Munawir (2004:91) bahwa:
“Return On Asset adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang di
maksud untuk dapat mengukur kemampuan dana yang ditanamkan dalam
aktiva yang digunakan dalam operasi perusahan untuk mengahasilkan
keuntungan”.
Menurut Santoso (2000:32) Return On Asset (ROA)adalah:
“Rasio yang digunakan mengukur kemampuan bank menghasilkan
keuntungan secara relatif dibandingkan dengan total asetnya atau ukuran
untuk menilai seberapa besar tingkat pengembalian dari asset perusahaan”.
Dapat dikatakan bahwa Return On Assets (ROA) merupakan rasio
profitabilitas yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam
memperoleh keuntungan (profit) secara keseluruhan yang diperoleh dari aktiva
yang dimiliki serta merupakan rasio bank yang lebih baik dari pada rasio
profitabilitas bank lainnya.
Berdasarkan pengertian diatas jelas bahwa indikator untuk menilai kinerja
bank adalah rasio keuangan yang salah satunya adalah tingkat pengembalian harta
(ROA). Dengan menghitung return on asset maka akan diketahui sejauh mana
pengaruhnya terhadap perusahaan.
2.8.2 Kegunaan Return On Asset (ROA)
Menurut Munawir (2004:91) kegunaan Return On Asset sebagai berikut:
1. Sebagai salah satu kegunaan prinsipal ialah sifatnya yang menyeluruh.
Apabila perusahaan sudah menjalankan praktek akuntansi yang baik, maka
manajemen dengan menggunakan teknik analisa Return On Asset dapat
mengukur tingkat efisiensi penggunaan modal yang bekerja, efisiensi
produksi dan efisiensi bagian penjualan
2. Apabila perusahaan mempunyai data industri yang diperoleh dari rasio
industri, maka dengan analisis Return On Asset dapat dibandingkan
efisiensi perusahaan dengan perusahaan lainya yang sejenis, dapat
diketahui apa yang menjadi kelemahan dan kekuatan perusaahan
dibandingkan dengan perusahaan lain yang sejenis.
3. Return on asset dapat digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi yang
dilakukan oleh divisi atau bagian, yaitu dengan mengalokasikan semua
biaya dan modal kedalam bagian yang bersangkutan.
4. Analisis Return On Asset dapat digunakan untuk mengukur profitabilitas
dari masing-masing produk yang dihasilkan perusahaan.
5. Return On Asset selain berguna untuk keperluan kontrol,juga untuk
keperluan perencanaan. Misalnya digunakan sebagai dasar untuk
pengambilan keputusan jika perusahaan akan melakukan ekspansi.