bab ii tinjauan pustaka 2.1. pneumoniarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27273/4/chapter...

24
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pneumonia 2.1.1. Pengertian Pneumonia Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli) biasanya disebabkan oleh masuknya kuman bakteri, yang ditandai oleh gejala klinis batuk, demam tinggi dan disertai adanya napas cepat ataupun tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Dalam pelaksanaan Pemberantasan Penyakit ISPA (P2ISPA) semua bentuk pneumonia baik pneumonia maupun bronchopneumonia disebut pneumonia (Depkes RI, 2002). Pneumonia merupakan penyakit batuk pilek disertai napas sesak atau napas cepat. Napas sesak ditandai dengan dinding dada bawah tertarik ke dalam, sedangkan napas cepat diketahui dengan menghitung tarikan napas dalam satu menit. Untuk balita umur 2 tahun sampai 5 tahun tarikan napasnya 40 kali atau lebih dalam satu menit, balita umur 2 bulan sampai 2 tahun tarikan napasnya 50 kali atau lebih per menit, dan umur kurang dari 2 bulan tarikan napasnya 60 kali atau lebih per menit (Depkes, 1991). 2.1.2. Penyebab Pneumonia Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat umumnya disebabkan oleh bakteri, virus, mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus) dan protozoa.

Upload: lekhanh

Post on 03-Feb-2018

223 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pneumoniarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27273/4/Chapter II.pdf · Melalui imunisasi diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan ... ini pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pneumonia

2.1.1. Pengertian Pneumonia

Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru

(alveoli) biasanya disebabkan oleh masuknya kuman bakteri, yang ditandai oleh

gejala klinis batuk, demam tinggi dan disertai adanya napas cepat ataupun tarikan

dinding dada bagian bawah ke dalam. Dalam pelaksanaan Pemberantasan Penyakit

ISPA (P2ISPA) semua bentuk pneumonia baik pneumonia maupun

bronchopneumonia disebut pneumonia (Depkes RI, 2002).

Pneumonia merupakan penyakit batuk pilek disertai napas sesak atau napas

cepat. Napas sesak ditandai dengan dinding dada bawah tertarik ke dalam, sedangkan

napas cepat diketahui dengan menghitung tarikan napas dalam satu menit. Untuk

balita umur 2 tahun sampai 5 tahun tarikan napasnya 40 kali atau lebih dalam satu

menit, balita umur 2 bulan sampai 2 tahun tarikan napasnya 50 kali atau lebih per

menit, dan umur kurang dari 2 bulan tarikan napasnya 60 kali atau lebih per menit

(Depkes, 1991).

2.1.2. Penyebab Pneumonia

Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat umumnya disebabkan oleh

bakteri, virus, mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus) dan protozoa.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pneumoniarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27273/4/Chapter II.pdf · Melalui imunisasi diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan ... ini pertumbuhan

a. Bakteri

Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai

usia lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah

Streptococcus pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu

pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera

memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi

pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-engah dan denyut

jantungnya meningkat cepat (Misnadiarly, 2008).

b. Virus

Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Virus

yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus (RSV).

Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas,

pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada umumnya

sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat.

Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influenza, gangguan bisa berat

dan kadang menyebabkan kematian (Misnadiarly, 2008).

c. Mikoplasma

Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit

pada manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun

bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan

biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala jenis

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pneumoniarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27273/4/Chapter II.pdf · Melalui imunisasi diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan ... ini pertumbuhan

usia, tetapi paling sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian

sangat rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati (Misnadiarly, 2008).

d. Protozoa

Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia

pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia

(PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang prematur.

Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu sampai beberapa

bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika

ditemukan P. Carinii pada jaringan paru atau spesimen yang berasal dari paru

(Djojodibroto, 2009).

2.1.3. Klasifikasi Pneumonia

1) Berdasarkan Umur a. Kelompok umur < 2 bulan 1) Pneumonia berat

Bila disertai dengan tanda-tanda klinis seperti berhenti menyusu (jika

sebelumnya menyusu dengan baik), kejang, rasa kantuk yang tidak wajar atau

sulit bangun, stridor pada anak yang tenang, mengi, demam (38ºC atau lebih)

atau suhu tubuh yang rendah (di bawah 35,5 ºC), pernapasan cepat 60 kali

atau lebih per menit, penarikan dinding dada berat, sianosis sentral (pada

lidah), serangan apnea, distensi abdomen dan abdomen tegang.

2) Bukan pneumonia

Jika anak bernapas dengan frekuensi kurang dari 60 kali per menit dan tidak

terdapat tanda pneumonia seperti di atas.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pneumoniarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27273/4/Chapter II.pdf · Melalui imunisasi diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan ... ini pertumbuhan

b. Kelompok umur 2 bulan sampai < 5 tahun

1) Pneumonia sangat berat

Batuk atau kesulitan bernapas yang disertai dengan sianosis sentral, tidak

dapat minum, adanya penarikan dinding dada, anak kejang dan sulit

dibangunkan.

2) Pneumonia berat

Batuk atau kesulitan bernapas dan penarikan dinding dada, tetapi tidak disertai

sianosis sentral dan dapat minum.

3) Pneumonia

Batuk atau kesulitan bernapas dan pernapasan cepat tanpa penarikan dinding

dada.

4) Bukan pneumonia (batuk pilek biasa)

Batuk atau kesulitan bernapas tanpa pernapasan cepat atau penarikan dinding

dada.

5) Pneumonia persisten

Balita dengan diagnosis pneumonia tetap sakit walaupun telah diobati selama

10-14 hari dengan dosis antibiotik yang kuat dan antibiotik yang sesuai,

biasanya terdapat penarikan dinding dada, frekuensi pernapasan yang tinggi,

dan demam ringan (WHO, 2003).

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pneumoniarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27273/4/Chapter II.pdf · Melalui imunisasi diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan ... ini pertumbuhan

2) Berdasarkan Etiologi

Tabel 2.1. Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Etiologinya Grup Penyebab Tipe Pneumonia Bakteri

Streptokokus pneumonia Streptokokus piogenesis Stafilokokus aureus Klebsiela pneumonia Eserikia koli Yersinia pestis Legionnaires bacillus

Pneumoni bakterial Legionnaires disease

Aktinomisetes

Aktinomisetes Israeli Nokardia asteroides

Aktinomisetes pulmonal Nokardia pulmonal

Fungi

Kokidioides imitis Histoplasma kapsulatum Blastomises dermatitidis Aspergilus Fikomisetes

Kokidioidomikosis Histoplasmosis Blastomikosis Aspergilosis Mukormikosis

Riketsia Koksiela burneti Q fever Klamidia Chlamydia trachomatis Chlamydial Pneumonia Mikoplasma Mikoplasma pneumonia Pneumonia mikoplasmal Virus Influenza virus, adeno

Virus respiratory Syncytial

Pneumonia virus

Protozoa Pneumositis karini Pneumonia pneumosistis (pneumonia plasma sel)

Sumber : Alsagaff dan Mukty, 2010.

2.1.4. Gejala Klinis dan Tanda Pneumonia

a. Gejala

Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran napas

atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh

meningkat dapat mencapai 40 derajat celcius, sesak napas, nyeri dada dan batuk

dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pneumoniarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27273/4/Chapter II.pdf · Melalui imunisasi diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan ... ini pertumbuhan

sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu

makan, dan sakit kepala (Misnadiarly, 2008).

b. Tanda Menurut Misnadiarly (2008), tanda-tanda penyakit pneumonia pada balita

antara lain :

a. Batuk nonproduktif

b. Ingus (nasal discharge)

c. Suara napas lemah

d. Penggunaan otot bantu napas

e. Demam

f. Cyanosis (kebiru-biruan)

g. Thorax photo menujukkan infiltrasi melebar

h. Sakit kepala

i. Kekakuan dan nyeri otot

j. Sesak napas

k. Menggigil

l. Berkeringat

m. Lelah

n. Terkadang kulit menjadi lembab

o. Mual dan muntah

2.1.5. Cara Penularan Penyakit Pneumonia

Pada umumnya pneumonia termasuk kedalam penyakit menular yang

ditularkan melalui udara. Sumber penularan adalah penderita pneumonia yang

menyebarkan kuman ke udara pada saat batuk atau bersin dalam bentuk droplet.

Inhalasi merupakan cara terpenting masuknya kuman penyebab pneumonia kedalam

saluran pernapasan yaitu bersama udara yang dihirup, di samping itu terdapat juga

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pneumoniarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27273/4/Chapter II.pdf · Melalui imunisasi diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan ... ini pertumbuhan

cara penularan langsung yaitu melalui percikan droplet yang dikeluarkan oleh

penderita saat batuk, bersin dan berbicara kepada orang di sekitar penderita, transmisi

langsung dapat juga melalui ciuman, memegang dan menggunakan benda yang telah

terkena sekresi saluran pernapasan penderita (Azwar, 2002).

2.1.6. Faktor Risiko Penyebab Terjadinya Pneumonia

Banyak faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya pneumonia pada

balita (Depkes, 2004), diantaranya :

a. Faktor risiko yang terjadi pada balita

Salah satu faktor yang berpengaruh pada timbulnya pneumonia dan berat

ringannya penyakit adalah daya tahan tubuh balita. Daya tahan tubuh tersebut

dapat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya :

1. Status gizi

Keadaan gizi adalah faktor yang sangat penting bagi timbulya pneumonia.

Tingkat pertumbuhan fisik dan kemampuan imunologik seseorang sangat

dipengaruhi adanya persediaan gizi dalam tubuh dan kekurangan zat gizi akan

meningkatkan kerentanan dan beratnya infeksi suatu penyakit seperti

pneumonia (Dailure, 2000).

2. Status imunisasi

Kekebalan dapat dibawa secara bawaan, keadaan ini dapat dijumpai pada

balita umur 5-9 bulan, dengan adanya kekebalan ini balita terhindar dari

penyakit. Dikarenakan kekebalan bawaan hanya bersifat sementara, maka

diperlukan imunisasi untuk tetap mempertahankan kekebalan yang ada pada

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pneumoniarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27273/4/Chapter II.pdf · Melalui imunisasi diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan ... ini pertumbuhan

balita (Depkes RI, 2004). Salah satu strategi pencegahan untuk mengurangi

kesakitan dan kematian akibat pneumonia adalah dengan pemberian

imunisasi. Melalui imunisasi diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan

dan kematian penyakit yang dapapat dicegah dengan imunisasi.

3. Pemberian ASI (Air Susu Ibu)

Asi yang diberikan pada bayi hingga usia 4 bulan selain sebagai bahan

makanan bayi juga berfungsi sebagai pelindung dari penyakit dan infeksi,

karena dapat mencegah pneumonia oleh bakteri dan virus. Riwayat pemberian

ASI yang buruk menjadi salah satu faktor risiko yang dapat meningkatkan

kejadian pneumonia pada balita (Dailure, 2000).

4. Umur Anak

Umur merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian

pneumonia. Risiko untuk terkena pneumonia lebih besar pada anak umur

dibawah 2 tahun dibandingkan yang lebih tua, hal ini dikarenakan status

kerentanan anak di bawah 2 tahun belum sempurna dan lumen saluran napas

yang masih sempit (Daulaire, 2000).

b. Faktor Lingkungan

Lingkungan khususnya perumahan sangat berpengaruh pada peningkatan resiko

terjadinya pneumonia. Perumahan yang padat dan sempit, kotor dan tidak

mempunyai sarana air bersih menyebabkan balita sering berhubungan dengan

berbagai kuman penyakit menular dan terinfeksi oleh berbagai kuman yang

berasal dari tempat yang kotor tersebut (Depkes RI, 2004), yang berpengaruh

diantaranya :

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pneumoniarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27273/4/Chapter II.pdf · Melalui imunisasi diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan ... ini pertumbuhan

1. Ventilasi

Ventilasi berguna untuk penyediaan udara ke dalam dan pengeluaran udara

kotor dari ruangan yang tertutup. Termasuk ventilasi adalah jendela dan

penghawaan dengan persyaratan minimal 10% dari luas lantai. Kurangnya

ventilasi akan menyebabkan naiknya kelembaban udara. Kelembaban yang

tinggi merupakan media untuk berkembangnya bakteri terutama bakteri

patogen (Semedi, 2001).

2. Polusi Udara

Pencemaran udara yang terjadi di dalam rumah umumnya disebabkan oleh

polusi di dalam dapur. Asap dari bahan bakar kayu merupakan faktor risiko

terhadap kejadian pneumonia pada balita. Polusi udara di dalam rumah juga

dapat disebabkan oleh karena asap rokok, kompor gas, alat pemanas ruangan

dan juga akibat pembakaran yang tidak sempurna dari kendaraan bermotor

(Lubis, 1989).

2.1.7. Pencegahan Penyakit Pneumonia

Untuk mencegah pneumonia perlu partisipasi aktif dari masyarakat atau

keluarga terutama ibu rumah tangga, karena pneumonia sangat dipengaruhi oleh

kebersihan di dalam dan di luar rumah. Pencegahan pneumonia bertujuan untuk

menghindari terjadinya penyakit pneumonia pada balita. Berikut adalah upaya untuk

mencegah terjadinya penyakit pneumonia :

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pneumoniarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27273/4/Chapter II.pdf · Melalui imunisasi diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan ... ini pertumbuhan

1. Perawatan selama masa kehamilan

Untuk mencegah risiko bayi dengan berta badan lahir rendah, perlu gizi ibu

selama kehamilan dengan mengkonsumsi zat-zat bergizi yang cukup bagi

kesehatan ibu dan pertumbuhan janin dalam kandungan serta pencegahan

terhadap hal-hal yang memungkinkan terkenanya infeksi selama kehamilan.

2. Perbaikan gizi balita

Untuk mencegah risiko pneumonia pada balita yang disebabkan karena

malnutrisi, sebaiknya dilakukan dengan pemberian ASI pada bayi neonatal

sampai umur 2 tahun. Karena ASI terjamin kebersihannya, tidak terkontaminasi

serta mengandung faktor-faktor antibodi sehingga dapat memberikan

perlindungan dan ketahanan terhadap infeksi virus dan bakteri. Oleh karena itu,

balita yang mendapat ASI secara ekslusif lebih tahan infeksi dibanding balita

yang tidak mendapatkannya.

3. Memberikan imunisasi lengkap pada anak

Untuk mencegah pneumonia dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi

yang memadai, yaitu imunisasi anak campak pada anak umur 9 bulan, imunisasi

DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali yaitu pada umur 2 bulan, 3 bulan

dan 4 bulan.

4. Memeriksakan anak sedini mungkin apabila terserang batuk.

Balita yang menderita batuk harus segera diberi pengobatan yang sesuai untuk

mencegah terjadinya penyakit batuk pilek biasa menjadi batuk yang disertai

dengan napas cepat/sesak napas.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pneumoniarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27273/4/Chapter II.pdf · Melalui imunisasi diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan ... ini pertumbuhan

5. Mengurangi polusi di dalam dan di luar rumah

Untuk mencegah pneumonia disarankan agar kadar debu dan asap diturunkan

dengan cara mengganti bahan bakar kayu dan tidak membawa balita ke dapur

serta membuat lubang ventilasi yang cukup. Selain itu asap rokok, lingkungan

tidak bersih, cuaca panas, cuaca dingin, perubahan cuaca dan dan masuk angin

sebagai faktor yang memberi kecenderungan untuk terkena penyakit pneumonia.

6. Menjauhkan balita dari penderita batuk.

Balita sangat rentan terserang penyakit terutama penyakit pada saluran

pernapasan, karena itu jauhkanlah balita dari orang yang terserang penyakit batuk.

Udara napas seperti batuk dan bersin-bersin dapat menularkan pneumonia pada

orang lain. Karena bentuk penyakit ini menyebar dengan droplet, infeksi akan

menyebar dengan mudah. Perbaikan rumah akan menyebabkan berkurangnya

penyakit saluran napas yang berat. Semua anak yang sehat sesekali akan

menderita salesma (radang selaput lendir pada hidung), tetapi sebagian besar

mereka menjadi pneumonia karena malnutrisi.

2.1.8. Program Pemberantasan Penyakit ISPA

Program P2ISPA merupakan program yang menangani masalah ISPA yang

ditujukan pada kelompok balita.

a. Mengumpulkan dan menganalisa data penyakit

b. Melaporkan kasus penyakit menular

c. Menyembuhkan penderita sehingga tidak lagi menjadi sumber infeksi

d. Pemberian imunisasi

e. Pemberantasan vektor

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pneumoniarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27273/4/Chapter II.pdf · Melalui imunisasi diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan ... ini pertumbuhan

f. Memberikan penyuluhan kesehatan.

Masalah yang menjadi prioritas untuk ditanggulangi adalah pneumonia

beserta komplikasinya. Penanggulangan penyakit pneumonia menjadi fokus kegiatan

program P2ISPA. Program ini mengupayakan agar istilah pneumonia lebih dikenal

masyarakat, sehingga memudahkan kegiatan penyuluhan dan penyebaran informasi

tentang penanggulangan pneumonia (Sibarani, 1996).

2.2. Konsep Balita

Perkembangan seorang anak secara umum digambarkan melalui periode-

periode. Salah satunya adalah periode Bawah Lima Tahun (BALITA) merupakan

salah satu periode manusia setelah bayi sebelum anak-anak awal. Rentang usia balita

dimulai dari 1 sampai 5 tahun. Periode usia ini disebut juga periode usia prasekolah.

Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita karena pada masa

ini pertumbuhan dasar yang memengaruhi dan menentukan perkembangan anak

selanjutnya. Pada masa ini perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas,

kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan

landasan bagi perkembangan selanjutnya (Djaeni, 2000).

2.3. Pencegahan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), pencegahan adalah proses,

cara, tindakan mencegah atau menahan agar sesuatu tidak terjadi. Dengan kata lain

pencegahan merupakan tindakan. Maka pencegahan identik dengan perilaku.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pneumoniarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27273/4/Chapter II.pdf · Melalui imunisasi diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan ... ini pertumbuhan

2.4. Perilaku

2.4.1. Batasan Perilaku

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme

(mahluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis,

semua mahluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia

itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Dengan

demikian yang dimaksud dengan perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan

atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas

antara lain berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan

sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perilaku

manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati

langsung maupun yang tidak diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2007).

Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta

interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan,

sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku manusia merupakan respon atau reaksi

seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya.

Respons ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan yaitu: berpikir, berpendapat,

bersikap) maupun bersifat aktif yaitu dengan tindakan (Sarwono, 1997).

2.4.2. Perilaku Kesehatan

Berdasarkan batasan perilaku Skiner dalam Notoatmodjo (2007), maka

perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus

atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pneumoniarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27273/4/Chapter II.pdf · Melalui imunisasi diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan ... ini pertumbuhan

makanan, minuman serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat

diklasifikasikan menjadi tiga kelompok:

1. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan (health maintanance)

Perilaku pemeliharaan kesehatan adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang

untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk

penyembuhan bila mana sakit. Oleh sebab itu, perilaku pemeliharaan kesehatan

ini terdiri dari tiga aspek yaitu:

a. Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta

pemulihan kesehatan bila mana telah sembuh dari penyakit.

b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. Perlu

dijelaskan di sini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relatif, maka dari

itu orang yang sehat pun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan

yang seoptimal mungkin.

c. Perilaku gizi (makanan dan minuman). Makanan dan minuman dapat

memelihara dan meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya

makanan dan minuman juga dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan

seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung

pada perilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut (Notoatmodjo,

2003).

2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan

Sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking behaviour).

Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat

menderita atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pneumoniarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27273/4/Chapter II.pdf · Melalui imunisasi diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan ... ini pertumbuhan

sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan ke luar negeri (Notoatmodjo,

2003).

3. Perilaku kesehatan lingkungan

Perilaku kesehatan lingkungan adalah bagaimana seseorang merespons

lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya dan sebagainya,

sehingga lingkungan tersebut tidak memengaruhi kesehatannya. Dengan

perkataan lain, bagaimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak

mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga atau masyarakatnya. Misalnya

bagaimana mengelola pembuangan tinja, air minum, tempat pembuangan sampah

dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).

Becker dalam Notoatmodjo (2003) membuat klasifikasi lain tentang perilaku

kesehatan yaitu :

a. Perilaku hidup sehat (healthy behaviour)

Adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan

seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya.

b. Perilaku sakit (illness behaviour)

Perilaku sakit ini mencakup respons seseorang terhadap sakit dan penyakit,

persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang : penyebab, gejala penyakit,

pengobatan penyakit dan sebagainya.

c. Perilaku peran sakit (the sick role behaviour)

Dari segi sosiologi, orang sakit (pasien) mempunyai peran, yang mencakup

hak-hak orang sakit (right) dan kewajiban sebagai orang sakit (obligation). Hak

dan kewajiban ini harus diketahui oleh orang sakit sendiri maupun orang lain

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pneumoniarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27273/4/Chapter II.pdf · Melalui imunisasi diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan ... ini pertumbuhan

(terutama keluarganya), yang selanjutnya disebut perilaku peran orang sakit (the

sick role).

Menurut Kosa dan Robertson dalam Notoatmodjo (2003), perilaku

kesehatan individu cenderung dipengaruhi oleh kepercayaan orang yang

bersangkutan terhadap kondisi kesehatan yang diinginkannya dan kurang berdasarkan

pada pengetahuan biologis. Memang kenyataannya demikian, tiap individu

mempunyai cara yang berbeda dalam mengambil tindakan penyembuhan atau

pencegahan berbeda, meskipun gangguan kesehatannya sama.

2.4.3. Determinan Perilaku

Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda-

beda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dibedakan atas:

1. Determinan atau faktor internal

Yaitu karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan,

misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya.

2. Determinan atau faktor eksternal

Yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, budaya, ekonomi, politik dan

sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang

mewarnai perilaku seseorang.

Menurut Blum dalam Notoatmodjo ( 2003), perilaku manusia merupakan

faktor yang memengaruhi status kesehatan individu selain faktor lingkungan,

pelayanan kesehatan dan keturunan (herediter). Selanjutnya teori Green dalam

Notoatmodjo (2007) menyebutkan perilaku dilatarbelakangi oleh 3 faktor utama

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pneumoniarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27273/4/Chapter II.pdf · Melalui imunisasi diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan ... ini pertumbuhan

yakni: faktor predisposing (faktor pemudah), enabling (faktor pendukung) dan

reinforcing (faktor penguat).

Dari kedua konsep tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut : Keturunan

Pelayanan Kesehatan Status Kesehatan Lingkungan

Perilaku

Proses Perubahan

Faktor Predisposing Faktor Enabling Faktor Reinforcing

Komunikasi Penyuluhan Pemberdayaan Masyarakat Training Pemberdayaan Sosial

Pendidikan Kesehatan ( Promosi Kesehatan ) Gambar 2.1 Hubungan Status Kesehatan, Perilaku dan Pendidikan Kesehatan.

2.4.4. Faktor Predisposing (Faktor Pemudah)

Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan,

tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan

kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial

ekonomi, dan sebagainya. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: untuk berperilaku

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pneumoniarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27273/4/Chapter II.pdf · Melalui imunisasi diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan ... ini pertumbuhan

kesehatan, misalnya dalam pencegahan penyakit pneumonia diperlukan pengetahuan

dan kesadaran ibu tentang penyakit pneumonia. Di samping itu, kepercayaan dari

tradisi dapat menghambat ibu untuk memeriksakan anak ke sarana kesehatan. Karena

faktor-faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku maka

sering disebut faktor pemudah (Notoatmodjo, 2007).

a. Pendidikan

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang pendidikan,

pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan kesehatan yang didasarkan kepada

pengetahuan dan kesadaran melalui proses pembelajaran diharapkan akan

berlangsung lama (long lasting) dan menetap, karena didasari oleh kesadaran.

Memang kelemahan dari pendekatan pendidikan kesehatan ini adalah hasilnya

lama, karena perubahan perilaku melalui proses pembelajaran pada umumnya

memerlukan waktu yang lama (Notoatmodjo, 2005).

Menurut Notoatmodjo (2003), orang dengan pendidikan formal yang lebih

tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi dibanding orang dengan

tingkat pendidikan formal yang lebih rendah, karena akan lebih mampu dan

mudah memahami arti dan pentingnya kesehatan serta pemanfaatan pelayanan

kesehatan.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pneumoniarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27273/4/Chapter II.pdf · Melalui imunisasi diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan ... ini pertumbuhan

Menurut Feldstein dalam Nainggolan (2008), bahwa tingkat pendidikan

dipercaya memengaruhi permintaan akan pelayanan kesehatan. Pendidikan yang

tinggi akan memungkinkan seseorang untuk mengetahui dan mengenal gejala-

gejala awal. Kunjungan ke dokter yang rendah adalah sebagai akibat rendahnya

pendidikan dan sikap yang masa bodoh terhadap pelayanan kesehatan.

b. Pekerjaan

Pekerjaan adalah suatu kegiatan/aktivitas yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh imbalan guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Anderson

dalam Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa struktur sosial yang salah satu

diantaranya adalah pekerjaan menentukan dalam pemanfaatan pelayanan

kesehatan.

c. Penghasilan Keluarga

Masyarakat berpenghasilan rendah mempunyai suatu prevalensi sakit,

kelemahan, kronitas penyakit dan keterbatasan kegiatan karena masalah

kesehatan. Ditambah pula bahwa mereka lebih sukar mencapai pelayanan

kesehatan, dan bila dapat mencapainya akan memperoleh mutu pelayanan

kesehatan yang lebih rendah dibanding dengan lapisan masyarakat menengah atas

(Zulikfan, 2004).

Tingkat penghasilan merupakan penghasilan yang diperoleh bapak dan ibu

yang digunakan untuk kehidupan sehari-hari, sehingga semakin besar jumlah

pendapatannya, maka taraf kehidupan akan semakin baik. Status sosial ekonomi

dianggap sebagai salah satu faktor risiko penting untuk pneumonia, karena

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pneumoniarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27273/4/Chapter II.pdf · Melalui imunisasi diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan ... ini pertumbuhan

penderita pneumonia pada balita banyak ditemukan pada kelompok keluarga

dengan sosial ekonomi rendah (Kartasasmita, 1993).

d. Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003), pengertahuan adalah apa yang diketahui oleh

seseorang tentang sesuatu hal yang didapat secara formal maupun informal.

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui

mata dan telinga.

Pengetahuan terdiri dari 6 (enam) tingkatan, yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu yang telah dipelajari

sebelumnya, termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah kembali

(recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh badan yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi dan dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan terhadap

objek yang dipelajari.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pneumoniarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27273/4/Chapter II.pdf · Melalui imunisasi diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan ... ini pertumbuhan

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. Aplikasi

disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan buku-buku, rumus,

metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisa (Analysis)

Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan materi atau objek

analisa komponen-komponen tetapi di dalam suatu struktur organisasi

tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesa (Synthesis)

Sintesa menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu keseluruhan yang baru

atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang telah

ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu

materi atau objek.

2.4.5. Faktor Enabling (Faktor Pendukung)

Faktor ini mencakup ketersediaan sarana/fasilitas bagi masyarakat misalnya

puskesmas, rumah sakit, polindes, dokter atau bidan swasta, dan lain-lain. Fasilitas ini

pada hakikatnya mendukung terwujudnya perilaku kesehatan maka disebut juga

faktor pendukung.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pneumoniarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27273/4/Chapter II.pdf · Melalui imunisasi diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan ... ini pertumbuhan

a. Ketersediaan sarana kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2007), meskipun kesadaran dan pengetahuan

masyarakat tinggi tentang kesehatan, namun fasilitas kesehatan yang tidak

mendukung maka tindakan tentang kesehatan tidak akan terwujud. Oleh karena

itu pengetahuan dan kesadaran yang tinggi harus diikuti dengan ketersediaan

sarana kesehatan yang baik sehingga terwujud perilaku hidup sehat.

b. Jarak ke sarana kesehatan

Rochman (1994) menyatakan bahwa keterjangkauan/jarak merupakan salah

satu faktor yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan.

2.4.6. Faktor Reinforcing (Faktor Penguat)

Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku petugas kesehatan. Untuk

berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan yang

positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh/acuan yang

diberikan oleh petugas kesehatan. Faktor ini disebut juga sebagai faktor penguat.

Dukungan dari Petugas Kesehatan.

Menurut Nur (2004) kerjasama dan penyuluhan dari petugas kesehatan sangat

diperlukan sebagai contoh/acuan dalam melakukan tindakan kesehatan. Peran petugas

kesehatan mempunyai pengaruh terhadap perilaku ibu dalam kaitannya dengan

pencegahan penyakit pneumonia.

Menurut Sarfino dalam Smet (1994), dukungan petugas kesehatan merupakan

dukungan sosial dalam bentuk dukungan informatif, di mana perasaan subjek bahwa

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pneumoniarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27273/4/Chapter II.pdf · Melalui imunisasi diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan ... ini pertumbuhan

lingkungan memberikan keterangan yang cukup jelas mengenai hal-hal yang

diketahui.

Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam

kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan di bidang

kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya

kesehatan (Kepmenkes RI, 2005).

Dari uraian di atas, disimpulkan bahwa dukungan petugas kesehatan adalah

dukungan yang diberikan oleh petugas kesehatan dalam melakukan upaya kesehatan

baik itu berupa penyuluhan, saran dan tindakan petugas kesehatan dalam memberikan

pelayanan kepada ibu.

2.5. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan latar belakang, tujuan dan manfaat, maka kerangka konsep

penelitian adalah sebagai berikut:

Variabel bebas Variabel Terikat

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Faktor Predisposing: - Tingkat Pendidikan - Pekerjaan - Penghasilan keluarga - Pengetahuan

Faktor Enabling: Sarana Kesehatan: - Ketersediaan - Jarak Faktor Reinforcing: Dukungan dari petugas kesehatan

Pencegahan penyakit pneumonia pada balita

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pneumoniarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27273/4/Chapter II.pdf · Melalui imunisasi diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan ... ini pertumbuhan

2.6. Hipotesis Penelitian

Dari gambar kerangka konsep di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah

terdapat pengaruh faktor predisposing (meliputi: tingkat pendidikan, pekerjaan,

penghasilan keluarga, dan pengetahuan), faktor enabling (meliputi: ketersediaan serta

jarak sarana kesehatan) dan faktor reinforcing (meliputi: dukungan petugas

kesehatan) ibu balita terhadap pencegahan penyakit pneumonia pada balita di

Kelurahan Batangberuh Kecamatan Sidikalang Tahun 2011.