bab ii tinjauan pustaka 2.1. penyakit paru...

18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK Definisi PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) menurut GOLD (Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease) adalah penyakit paru kronik ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun berbahaya. 3 Data yang ada mengenai prevalensi dan morbiditas PPOK diperkirakan dibawah dari angka yang sebenarnya dikarenakan PPOK tidak selalu dikenal dan didiagnosis sebelum tanda klinik muncul. Tahun 1991 di Amerika Serikat diperkirakan terdapat empat belas juta orang menderita PPOK, meningkat 41,5% dibandingkan tahun 1982. Kejadian meningkat dengan semakin banyaknya jumlah perokok (90% penderita PPOK adalah perokok atau bekas perokok). 3 WHO memperkirakan pada tahun 2020, PPOK menduduki peringkat ke-3 penyebab kematian terbanyak, dengan tiga juta angka kematian dan beban PPOK pada masyarakat akan menduduki tingkat ke-3 meningkat dari sebelumnya rangking ke-6 (tahun 1990). Saat ini PPOK merupakan penyakit non-infeksi kedua terbanyak. 3 Di Indonesia tidak ada yang akurat tentang kekerapan PPOK. Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dari waktu ke waktu tampak bahwa sekitar sepertiga morbiditas dan mortalitas di Indonesia adalah penyakit paru, termasuk didalamnya PPOK. Pada Survei Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan Universitas Sumatera Utara

Upload: doancong

Post on 30-Jan-2018

218 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

Definisi PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) menurut GOLD (Global

Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease) adalah penyakit paru kronik ditandai

dengan hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel.

Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respon

inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun berbahaya.3

Data yang ada mengenai prevalensi dan morbiditas PPOK diperkirakan

dibawah dari angka yang sebenarnya dikarenakan PPOK tidak selalu dikenal dan

didiagnosis sebelum tanda klinik muncul. Tahun 1991 di Amerika Serikat

diperkirakan terdapat empat belas juta orang menderita PPOK, meningkat 41,5%

dibandingkan tahun 1982. Kejadian meningkat dengan semakin banyaknya jumlah

perokok (90% penderita PPOK adalah perokok atau bekas perokok).3

WHO memperkirakan pada tahun 2020, PPOK menduduki peringkat ke-3

penyebab kematian terbanyak, dengan tiga juta angka kematian dan beban PPOK

pada masyarakat akan menduduki tingkat ke-3 meningkat dari sebelumnya rangking

ke-6 (tahun 1990). Saat ini PPOK merupakan penyakit non-infeksi kedua terbanyak.3

Di Indonesia tidak ada yang akurat tentang kekerapan PPOK. Berdasarkan Survey

Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dari waktu ke waktu tampak bahwa sekitar

sepertiga morbiditas dan mortalitas di Indonesia adalah penyakit paru, termasuk

didalamnya PPOK. Pada Survei Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan

Universitas Sumatera Utara

Republik Indonesia (SKRT) 1992, PPOK bersama asma bronkial menduduki

peringkat ke-6 dari sepuluh penyebab tersering kematian di Indonesia. Pada SKRT

1995 menduduki peringkat kelima. Diperkirakan di Indonesia terdapat 4,8 juta

penderita PPOK dengan prevalensi 5,6%. 2

Hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama pada PPOK

yang diakibatkan oleh obstruksi saluran nafas kecil dan emfisema. Terjadinya

peningkatan penebalan pada saluran nafas kecil dengan peningkatan formasi folikel

limfoid dan penimbunan kolagen dalam dinding luar saluran nafas mengakibatkan

restriksi pembukaan jalan nafas. Lumen saluran nafas kecil berkurang akibat

penebalan mukosa yang mengandung eksudat inflamasi, yang meningkat sesuai

beratnya sakit.

Karateristik PPOK adalah peradangan kronis mulai dari saluran nafas,

parenkim paru sampai struktur vaskuler pulmonal. Diberbagai bagian paru dijumpai

peningkatan makrofag, limfosit T (terutama CD8) dan neutrofil. Sel-sel radang yang

teraktivasi akan mengeluarkan berbagai mediator seperti leukotrien B4, IL8, TNF dll

yang mampu merusak struktur paru dan atau mempertahankan inflamasi neutrofilik.

Disamping inflamasi ada dua proses lain yang juga penting yaitu ketidakseimbangan

proteinase dan anti proteinase di paru dan stres oksidatif.3,13,14

Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala

ringan hingga berat. Gejala utamanya adalah sesak nafas, batuk, wheezing dan

peningkatan produksi sputum.15, Gejala bisa tidak tampak sampai kira-kira 10 tahun

Universitas Sumatera Utara

sejak awal merokok. Dimulai dengan sesak nafas ringan dan batuk sesekali. Sejalan

dengan progresifitas penyakit gejala semakin lama semakin berat.15

Foto toraks tidak direkomendasikan untuk mendiagnosis PPOK tetapi dapat

digunakan untuk menyingkirkan penyakit lain yang juga dapat menimbulkan gejala

obstruksi saluran nafas ( bronkiektasis, kanker paru dan lain-lain).16

Spirometri dapat dengan akurat digunakan untuk mendiagnosa PPOK dan

menilai derajat keparahan penyakit. Spirometri sekarang menjadi baku emas untuk

mendiagnosa PPOK. Pada pengukuran spirometri penderita PPOK, didapat

penurunan volume ekspirasi paksa 1 detik (VEP1) dan penurunan kapasitas vital

paksa (KVP). Nilai VEP1/KVP selalu kurang dari 80% nilai normal. VEP1 merupakan

parameter yang paling umum dipakai unutk menilai beratnya PPOK dan memantau

perjalanan penyakit.1,15,17

Panduan mengenai derajat/klassifikasi PPOK telah dikeluarkan oleh beberapa

institusi seperti American Thoracic Society (ATS), European Respiratory Society

(ERS), British Thoracic Society (BTS) dan terakhir adalah Global Initiative for

Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Keempat panduan tersebut hanya

mempunyai perbedaan sedikit, kesemuanya berdasarkan rasio VEP1/KVP dan nilai

VEP1.

Tujuan penatalaksanaan PPOK terutama suportif, paliatif, meredakan gejala,

meningkatkan kapasitas fungsional dan memperbaiki kualiti hidup pasien. Salah satu

strategi penatalaksanaan PPOK adalah dengan rehabilitasi paru. Program rehabilitasi

Universitas Sumatera Utara

paru tersebut meliputi edukasi, instruksi teknik pernafasan dan konservasi energi,

fisioterapi dada, dukungan psikososial dan latihan rekondisi.6,7

Tabel 2.1. Klassifikasi Derajat Keparahan PPOK dari Beberapa Panduan 18,19

Derajat 0 (beresiko)

Derajat I 50≤ VEP1

Ringan 70≤ VEP1

Ringan 60≤VEP1<80

Derajat I (Ringan) 80≥VEP1

Derajat I (Ringan) 80≥VEP1

Derajat II (Sedang)

50≤VEP1<80

Derajat II 35≤

VEP1<50

Sedang 50≤

VEP1<70

Sedang 40≤ VEP1<60

Derajat IIa (Sedang)

50≤VEP1<80 Derajat IIb

30≤VEP1<50 Derajat III

(Berat) 30≤VEP1<50

Derajat III VEP1 <

35

Berat VEP1<50

Berat VEP1<40

Derajat III (Berat)

VEP1 <50 & gagal nagas atau

gagal jantung kanan atau VEP1<30

Derajat IV (Sangat berat)

VEP1 <50 & gagal nagas atau gagal

jantung kanan atau VEP1<30

ATS 1995 ERS 1995 BTS 1997 GOLD 2001 GOLD 2008

2.2. OTOT DAN MEKANISME PERNAFASAN PADA PENYAKIT PARU

OBSTRUKSIF KRONIK

Pada PPOK terjadi gangguan otot pernafasan yang dipengaruhi kontraksi otot

dan kekuatan otot pernafasan. Hilangnya daya elastisitas paru pada PPOK

menyebabkan hiperinflasi dan obstruksi jalan nafas kronik yang menganggu proses

ekspirasi sehingga volume udara yang masuk dan keluar tidak seimbang dan terdapat

udara yang terjebak (air trapping). Air trapping dalam keadaan lama menyebabkan

Universitas Sumatera Utara

diafragma mendatar, kontraksi kurang efektif dan fungsinya sebagai otot utama

pernafasan berkurang terhadap ventilasi paru. Berbagai kompensasi otot interkostal

dan otot inspirasi tambahan yang biasa dipakai pada kegiatan tambahan akan dipakai

terus menerus hingga peran diafragma menurun sampai 65%. Volume nafas mengecil

dan nafas menjadi pendek sehingga terjadi hipoventilasi alveolar yang akan

meningkatkan konsumsi O2 dan menurunkan daya cadangan penderita. Frekuensi

respirasi meningkat sebagai upaya untuk mengkompensasi saluran nafas yang kecil

dan menimbulkan sesak nafas yang khas.20

Hipoksia jaringan dan inflamasi sistemik yang menetap merupakan faktor

penyebab disfungsi otot rangka. Disfungsi otot rangka pasien PPOK menyebabkan

kelemahan otot rangka yang mempengaruhi toleransi latihan dan kualitas hidup

pasien. Disfungsi otot rangka meliputi perubahan anatomi dan fungsi. Perubahan

anatomi terjadi pada komposisi serat otot dan atropi sementara perubahan fungsi

berupa perubahan kekuatan, ketahanan dan aktivitas enzim.21

Kelemahan otot perifer ditemukan pada pasien PPOK sehingga membatasi

kapasitas fungsional dan menurunkan kualitas hidup. Perubahan metabolik jaringan

otot terutama disebabkan oleh hipoksia, muscle wasting dan perubahan kapasitas

glikolisis. Keseimbangan biokimia tersebut dapat diperburuk oleh nutrisi kurang.22

Sejumlah penelitian menemukan bahwa proses inflamasi pada PPOK tidak

hanya berlangsung di paru tetapi juga secara sistemik, yang ditandai dengan

peningkatan kadar C-reactive protein (CRP), tumor nekrosis factor-α (TNF-α),

interleukin 6 (IL-6) serta IL-8. Respon sistemik ini menggambarkan progresivitas

Universitas Sumatera Utara

penyakit paru dan selanjutnya berkembang menjadi penurunan massa otot rangka

(muscle wasting). Muscle wasting adalah kehilangan fat-free mass index (FFMI) yaitu

0,16 kg/m2 pada laki-laki dan 0,15 kg/m2 pada perempuan ditemukan pada 25%

pasien PPOK derajat 2 dan 3 serta 35% derajat 4. kehilangan absolut atau relatif

FFMI menyebabkan perubahan metabolisme protein tubuh dan otot yaitu penurunan

respon lipolitik setelah stimulasi beta-adrenergik. Muscle wasting akan menurunkan

masukan nutrisi, meningkatkan konsumsi energi dan terapi dengan kortikosteroid dan

mempengaruhi otot pernafasan mengakibatkan kelemahan otot nafas sehingga terjadi

gagal nafas saat eksaserbasi.22

Pengurangan massa otot pada pasien PPOK terutama pada ekstremitas bawah.

Faktor yang berperan pada proses pengecilan adalah Adenosine triphospate (ATP),

TNF-∝, interferon γ (IFγ) dan apoptosis. Jalur ATP berperan dalam peningkatan

proteolisis pada berbagai tipe otot sering merupakan respon terhadap asidosis, infeksi

atau asupan kalori yang tidak adekuat. Selama keadaan ini, otot dan kulit akan

kehilangan protein dalam jumlah besar dibandingkan organ viseral sedangkan otak

tidak terpengaruh. Pengaruh TNF-∝ pada sel otot rangka berupa pengurangan

kandungan protein dan hilangnya adult myosin heavy chain. IFγ mempengaruhi

regulasi otot rangka melalui penghambatan serat otot baru yang terbentuk, degenerasi

serat otot yang baru dibentuk dan ketidak mampuan memperbaiki kerusakan otot

rangka. Proses kematian sel yang terprogram atau apoptosis juga berperan pada

pengecilan otot.22

Universitas Sumatera Utara

Penurunan proporsi serat otot, atropi serabut otot tipe I dan tipe IIa vastus

lateralis serta terjadi peningkatan serat IIb mengakibatkan penurunan berat badan.

Penurunan serabut otot tipe I dan peningkatan relatif serabut tipe II didapatkan pada

otot rangka perifer pasien PPOK stabil. Hal ini menunjukkan perubahan proses

oksidatif ke glikolisis. Metabolisme glikolisis menghasilkan ATP yang lebih kecil

dibandingkan metabolisme oksidatif sehingga sangat berpengaruh pada metabolisme

otot rangka penderita PPOK.22

Penurunan massa sel tubuh mencapai lebih dari 40% merupakan manifestasi

sistemik pada PPOK. Ketidakseimbangan proses pemecahan dan penggantian protein

juga berperan dalam proses penurunan massa sel tubuh. Massa lemak bebas yang

hilang dapat mempengaruhi proses pernafasan, fungsi otot perifer, kapasitas latihan

dan status kesehatan. Penurunan berat badan mempunyai efek negatif terhadap

prognosis pasien PPOK. Kehilangan berat badan yang terjadi yaitu sekitar 5% dari

berat badan sebelumnya dalam waktu 3 bulan atau 10% dalam waktu 6 bulan terjadi

pada 25-40% pasien PPOK. Kaheksia pada PPOK berhubungan dengan kelemahan

otot, disfungsi diafragma, gagal nafas, menurunnya kualiti hidup dan kematian.23

2.3. SESAK NAFAS PADA PENYAKIT PARU OBSTRUKSIF KRONIK

Sesak nafas pada PPOK terjadi oleh karena berbagai mekanisme. Perbedaan

mekanisme ini berbadasarkan bentuk neuropsikologi: reseptor → saraf afferen →

proses di susunan saraf pusat (SSP) → saraf efferen → sesak nafas.

Universitas Sumatera Utara

Mekanisme sesak nafas pada PPOK oleh karena kebutuhan ventilasi yang

meningkat akibat peningkatan ruang rugi fisiologi, hipoksia, hiperkapnia, onset awal

asidosis laktat, penekanan pergerakan saluran nafas, hiperinflasi, kelemahan otot

nafas dan kelemahan otot ekstremitas oleh karena efek sistemik, deconditioning dan

nutrisi yang buruk.

Untuk mengukur derajat sesak nafas dapat menggunakan prinsip psikofisik.

Dua tujuan untuk mengukur sesak nafas adalah untuk membedakan pasien sesak

nafas yang lebih ringan dan sesak nafas yang lebih berat dan untuk mengevaluasi

perubahan sesak nafas setelah pemberian pengobatan.

Salah satu dari kuesioner untuk mengukur derajat sesak nafas adalah skala

Medical Research Council (MRC) yang dikembangkan oleh Fletcher dkk. Skala ini

terdiri atas lima poin. Skala ini berdasarkan satu pandangan tentang tindakan yang

bisa menimbulkan sesak nafas, seperti berjalan. Skala MRC telah terbukti mampu

mengklassifikasikan keparahan sesak nafas.21

2.4. LATIHAN PERNAFASAN PADA PENYAKIT PARU OBSTRUKSIF

KRONIK

Sejarah rehabilitasi pertama kali dikembangkan pada penderita PPOK,

kemudian diterapkan pada penyakit paru kronik misalnya penyakit interstisial,

fibrosis kistik, bronkiektasis, bentuk dada abnormal, persiapan operasi dan evaluasi

setelah operasi. Rehabilitasi dapat juga digunakan pada paska trauma akut, penderita

Universitas Sumatera Utara

yang menggunakan ventilator yang lama dan penderita dengan gejala respirasi yang

tidak stabil.24

Rehabilitasi paru pada penderita PPOK merupakan pengobatan standar yang

bertujuan untuk mengontrol, mengurangi gejala dan meningkatkan kapasitas

fungsional secara optimal. Tujuan utama adalah mengembalikan tubuh untuk hidup

mandiri. Rehabilitasi paru mencakup usaha yang holistik untuk memulihkan keadaan

pasien debilitating dan disabling untuk mencapai fungsi yang optimal. Pada tahun

1974, Committee of the American College of Chest Physician mendefinisikan

rehabilitasi paru sebagai suatu seni dari ilmu kedokteran praktis yang disesuaikan

secara individu, multidisiplin yang diformula berdasarkan diagnosis yang tepat,

terapi, emosional atau pemulihan baik secara fisiopatologi maupun psikopatologi dari

penyakit paru dan usaha pemulihan pasien mencapai kapasitas fungsional tertinggi

sesuai dengan kelemahan dan kondisi secara keseluruhan. Menurut National Institute

of Health (NIH) dan European Respiratory Society (ERS) adalah pelayanan

multidimensi terus menerus langsung terhadapa pasien dengan penyakit paru dan

keluarganya bisa secara interdisiplin tim ahli dengan tujuan mencapai dan

mempertahankan tingkat maksimal individu serta fungsinya dalam masyarakat.24

Penderita yang dianjurkan untuk mendapatkan rehabilitasi paru adalah

penderita dengan penyakit paru kronik, stabil dengan pengobatan standar, dapat

dijangkau dengan pelayanan kesehatan primer, dapat dimotivasi secara aktif dan

terdapat keterbatasan faal paru. Lamanya program rehabilitasi paru antara 4-12

minggu. Tempat rehabilitasi paru bisa dilakukan di rumah sakit maupun di rumah.

Universitas Sumatera Utara

Strijbos dkk melaporkan perbaikan yang sama dalam penampilan latihan dan sesak

setelah melakukan rehabilitasi di rumah sakit dan di rumah.25

Latihan pernafasan merupakan salah satu program rehabilitasi yang

manfaatnya masih diperdebatkan. Purse-lip breathing sering dilakukan oleh pasien

secara spontan, selama purse-lip breathing diaktifkan otot perut selama ekspirasi

ternyata dapat memperbaiki pertukaran gas yang dapat dilihat dengan membaiknya

saturasi oksigen arteri. Purse-lip breathing juga memperbaiki pola nafas,

meningkatkan volume tidal dan mengurangi sesak nafas.26

Latihan pernafasan dilakukan untuk mendapatkan pengaturan nafas yang lebih

baik dari pernafasan sebelumnya yang cepat dan dangkal menjadi pernafasan yang

lebih lambat dan dalam. Tujuan latihan pernafasan :

1. Mengatur pola pernafasan dan kecepatan pernafasan sehingga mengurangi air

trapping

2. Memperbaiki kemampuan pergerakan dinding dada

3. Memperbaiki ventilasi tanpa meningkatkan energi pernafasan

4. Melatih pernafasan agar sesak berkurang

5. Memperbaiki pergerakan diafragma

6. Meningkatkan rasa percaya diri penderita sehingga lebih tenang.

Teknik latihan nafas yang digunakan adalah pursed-lip breathing, pernafasan

diafragma dan posisi membungkuk. Penderita PPOK yang mengalami hiperinflasi

letak diafragma lebih rendah dan datar. Pada keadaan itu pergerakan otot-otot

pernafasan tidak efektif. Pernafasan pursed-lip breathing bertujuan memberikan

Universitas Sumatera Utara

manfaat subjektif pada penderita yaitu mengurangi sesak, rasa cemas dan tegang

karena sesak. Pernafasan pursed lip breathing dilakukan dengan cara penderita duduk

dan bernafas dengan cara menghembuskan melalui mulut yang hampir tertutup

(seperti bersiul) selama 4-6 detik. Cara itu diharapkan dapat menimbulkan tekanan

saat ekspirasi sehingga aliran udara melambat dan meningkatkan tekanan dalam

rongga perut yang diteruskan sampai bronkioli sehingga kolaps saluran nafas saat

ekspirasi dapat dicegah.

Pernafasan diafragma dilakukan dengan cara meletakkan tangan kanan pada

dinding dada dibawah klavikula dan tangan kiri diletakkan diatas umbilikus.

Penderita disuruh inspirasi selama 2 detik kemudian udara dihembuskan secara

perlahan selama 10 detik, waktu ekspirasi perut ditekan maksimal an diharapkan

tekanan ekspirasi di mulut meningkat. Pernafasan diafragma adalah suatu teknik

pernafasan yang diajarkan dalam program rehabilitasi ternyata kurang efisien. Kurang

efisiennya latihan pernafasan ini karena dilibatkannya otot pernafasan tambahan

dalam proses kontraksi otot pernafasan sewaktu inspirasi.27

Ada tiga tipe kategori latihan pernafasan yaitu normokapnia hiperpnea,

resistive loading training dan thresold loading training. Dari berbagai penelitian yang

telah dilakukan belum jelas keunggulan dari metode yang satu terhadap metode yang

lain.29

Metode dari normokapnia hiperpnea membutuhkan individu untuk

mempertahankan tingkat target yang tinggi dari ventilasi sampai 30 menit. Untuk

mencegah hipokapnia, seseorang bernafas biasa melalui ruang hampa udara. Sesi

Universitas Sumatera Utara

latihan hanya dilakukan 3-5 kali perminggu untuk mencapai 70-90% dari maksimal

ventilasi. Efek latihan dievaluasi dengan melihat perubahan waktu kelelahan selama

latihan. Latihan ini harus dilakukan di rumah sakit dan memerlukan biaya yang

tinggi.30

Metode dari resistive loading training adalah dengan menggunakan alat

sederhana yang bisa dibawa dan digunakan satu per orang. Metode ini dilakukan

dengan inspirasi dan ekspirasi melalui diameter lubang yang berbeda. Untuk suatu

aliran udara dengan lubang yang kecil maka beban yang lebih besar tercapai.30 Ada

beberapa contoh dari alat ini yaitu Respirex 2 dan Tri-Gym.

Gambar 2.1 Respirex 230 Gambar 2.2. Tri-Gym31

Tri-Gym merupakan alat latihan pernafasan untuk inspirasi dan ekspirasi. Terdiri atas

dua katup untuk inspirasi dan ekspirasi yang didalamnya terdiri dari beberapa angka

yang dipergunakan untuk menunjukkan tahanan yang diinginkan dan terdapat tiga

tabung silinder untuk menunjukkan kecepatan aliran udara. Pada alat ini juga terdapat

tiga buah bola yang berbeda warna untuk menunjukkan perbedaan tekanan yang

melewati alat. Alat ini murah dan mudah untuk digunakan.31

Metode dari thresold loading training juga dengan menggunakan alat dan bisa

dipegang dengan tangan. Dengan metode ini dapat menghasilkan tekanan negatif

Universitas Sumatera Utara

yang adekuat pada saat dimulainya inspirasi dengan mengatasi beban pada alat. Alat

ini terdiri dari pegas dan membutuhkan suatu tekanan inspirasi agar katup inspirasi

terbuka dan memungkinkan untuk menghirup udara.30 Contoh dari alat ini yaitu:

Gambar 2.3. Thresold IMT 30

Latihan pernafasan dilakukan 20-30 menit perhari ( sekaligus atau 2x sehari )

dengan frekwensi minimal 3x perminggu selama 4-12 minggu. Tujuan latihan

pernafasan dengan menggunakan alat ini adalah untuk meningkatkan kekuatan dan

daya tahan otot melalui perubahan struktur serat-serat otot.32 Latihan pernafasan pada

penderita PPOK akan menurunkan tekanan inspirasi maksimal dan tekanan

transdiafragma. Penurunan tekanan inspirasi maksimal akan menyebakan

berkurangnya sesak nafas. Bertambahnya kekuatan otot inspirasi dapat mengurangi

sesak nafas sedangkan bertambahnya kekuatan otot ekspirasi dapat membantu

pengeluaran sekret.33 Menurut Ramirez-Sarmiento dkk menyatakan bahwa proporsi

serat otot tipe I meningkat 38% dan serat otot tipe II meningkat 21% dari otot-otot

interkostalis eksternal setelah dilakukan latihan pernafasan. Akibat perubahan serat-

serat otot itu akan menyebabkan bertambahnya kekuatan dan daya tahan otot

sehingga sesak nafas berkurang dan dapat meningkatkan aktivitas dan kualitas hidup

Universitas Sumatera Utara

penderita PPOK.32 Leth dan Bredley dalam penelitiannya setelah dilakukan lima

minggu latihan pernafasan didapati kenaikan otot 55% dan kenaikan daya tahan 81

sampai 96%.33

2.5. KAPASITAS FUNGSIONAL PADA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF

KRONIK

Kualitas hidup adalah tingkat keadaan individu dalam lingkungan

kemampuan, keterbatasan, gejala dan sifat psikososial untuk berfungsi dalam

berbagai peran yang diinginkan dalam masyarakat dan merasa puas akan peran

tersebut. Kualitas hidup dapat dijadikan hasil pengukuran yang menggambarkan

pandangan individu akan kesejahteraan dan penampilannya pada beberapa bidang

misalnya kemampiuan fisik, okupasi, psikologis, interaksi sosial, hobi dan rekreasi.

Kualitas hidup penderita PPOK merupakan ukuran penting karena berhubungan

dengan keadaan sesak yang akan menyulitkan penderita melakukan aktivitas

kehidupan sehari-hari atau terganggu status fungsionalnya seperti merawat diri,

mobilitas, makan, berpakaian dan aktivitas rumah tangga.34

Pada sistem Internasional Classification of Impairment and Handicap

(ICIDH) WHO, penyakit paru diklasifikasikan menjadi empat tingkat yaitu patologi,

impairment, disability dan handicap. Impairment saluran nafas merupakan hilangnya

atau abnormalitas psikologis, struktur anatomi atau fungsi akibat penyakit saluran

nafas. Impairment merupakan keadaan patologi dan dapat ditentukan dengan

pengukuran laboratorium. Pada penyakit saluran nafas, impairment menunjukkan

Universitas Sumatera Utara

penurunan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan udara yang

terperangkap pada uji faal paru atau penurunan otot quadriceps pada uji fungsi otot.

Disabilty saluran nafas akibat penyakit paru menunjukkan ketidakmampuan

untuk melakukan aktivitas normal. Pada keadaan ini terjadi penurunan fungsi dinamis

dan keterbatasan kerja fisik. Pada rehabilitasi paru ditentukan oleh uji lapangan

seperti uji jalan dalam waktu yang ditentukan dan kuesioner indeks sesak untuk

mengukur derajat sesak.

Handicap saluran nafas adalah suatu akibat impairment dan disability

sehingga pasien tidak mampu berperan dalam masyarakat seperti yang diharapkan,

misalnya penurunan kinerja latihan saat uji jalan dalam waktu yang ditentukan

merupakan disabilty tetapi kumpulan ketidakmampuan untuk memepertahankan

pekerjaan adalah handicap.34

Pada tahun 1976, McGravin dkk memperkenalkan uji jalan 12 menit untuk

mengevaluasi ketidakmampuan pasien PPOK. Kemudian dimodifikasi oleh Guyan

dkk dengan uji jalan 6 menit. Uji jalan 6 menit dikembangkan kemudian ternyata

hasilnya sebaik uji jalan 12 menit. Uji ini untuk menilai status fungsional pasien

PPOK. Uji ini layak digunakan, objektif, murah dan mudah untuk dilakukan terutama

pada pasien dengan pendidikan rendah. Indikasi uji jalan 6 menit adalah untuk

mengukur status fungsional, memprediksi mortalitas dan morbiditas penyakit serta

untuk mengukur respon pengobatan.34

Uji jalan 6 menit mempunyai korelasi bermakna dengan komsumsi oksigen

maksimum (r=0,73) dan mempunyai korelasi bermakna dengan pengukuran kualitas

Universitas Sumatera Utara

hidup. Jika dibandingkan dengan pengukuran VEP1 pada PPOK, uji jalan 6 menit

mempunyai reproduksibiliti lebih baik.36 Hubungan yang lemah ditemukan antara uji

jalan 6 menit dengan VEP1. McGravin dkk yang pertama kali melaporkan hubungan

yang jelek antara jauhnya berjalan dengan VEP1 (r=0,28). Penjelasan yang terbaik

untuk pengamatan ini adalah uji jalan 6 menit tidak hanya tergantung pada fungsi

pernafasan tapi juga kardiovaskular, nutrisi dan kondisi otot perifer. VEP1

menggambarkan keterlibatan sistem pernafasan sedangkan uji jalan 6 menit

menggambarkan efek sistemik dari penyakit.34

Pada penelitian terhadap 112 penderita PPOK berat yang stabil, perubahan kecil

yang bermakna setelah latihan adalah 54 meter (CI:95%,37-71m). Pada penelitian

lain mendapatkan nilai pada 117 laki-laki sehat yaitu rata-rata 580 m dan 173

perempuan sehat 500 m.36 Penelitian lain yang menggambarkan manfaat latihan dan

latihan otot diafragma didapatkan rata-rata peningkatan 50 m (20%).35

2.6.PEMERIKSAAN FAAL PARU PADA PENYAKIT PARU OBSTRUKSIF

KRONIK

Pemeriksaan faal paru merupakan baku emas untuk menunjang diagnosis

PPOK. Pemeriksaan ini juga berguna untuk menilai manfaat pengobatan. . Derajat

beratnya PPOK juga ditentukan oleh pemeriksaan faal paru. Pemeriksaan spirometri

merupakan sebagian dari pemeriksaan faal paru, yaitu pemeriksaan terhadap fungsi

ventilasi.36,38 Ada empat volume paru utama dan empat kapasitas paru utama yang

dapat diukur dengan pemeriksaan spirometer.37,39

Universitas Sumatera Utara

Pada pengukuran spirometri penderita PPOK, didapat penurunan volume

ekspirasi paksa 1 detik (VEP1) dan penurunan kapasitas vital paksa (KVP). Nilai

VEP1/KVP selalu kurang dari 80% nilai normal. VEP1 merupakan parameter yang

paling umum dipakai unutk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan

penyakit. Pemeriksaan VEP1 dan rasio VEP1 dan KVP merupakan pemeriksaan yang

standar, sederhana, dapat diulang dan akurat untuk menilai obstruksi saluran nafas.1,40

Universitas Sumatera Utara

2.7.KERANGKA KONSEP

PPOK

- Penurunan faal paru - Sesak nafas

Inflammasi sistemik

Peningkatan TNFα, CRP, IL-6, IL-8

- Batuk - Wheezing - Produksi sputum meningkat

Penurunan massa otot rangka

Penurunan proporsi otot:tipe I dan IIa <<, IIb

Perubahan fungsi Perubahan anatomi

Penurunan kapasitas fungsional dan kualitas hidup

Rehabilitasi Paru

Latihan Pernafasan

- Mengurangi air trapping - Memperbaiki pergerakan dinding dada - Memperbaiki ventilasi - Sesak berkurang - Memperbaiki pergerakan diafragma - Meningkatkan rasa percaya diri

Peningkatan kapasitas fungsional dan kualitas hidup

Disfungsi otot rangka

Universitas Sumatera Utara