bab ii tinjauan pustaka 2.1. pengertian jalaneprints.umm.ac.id/61947/3/bab ii.pdfjalan khusus...

27
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalan Menurut Undang-Undang No. 38 tahun 2004, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. 2.2. Klasifikasi Jalan Menurut Departemen Pekerjaan Umum (1997), jalan raya pada umumnya dapat digolongkan dalam 4 klasifikasi, yaitu: klasifikasi menurut fungsi jalan, klasifikasi menurut kelas jalan, klasifikasi menurut medan jalan, dan klasifikasi menurut wewenang jalan. 2.2.1. Klasifikasi Menurut Fungsi Jalan Klasifikasi menurut fungsi jalan terbagi atas: Jalan Arteri: Jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien, Jalan Kolektor: Jalan yang melayani angkutan pengumpul/pembagi dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi, Jalan Lokal: Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

Upload: others

Post on 27-Oct-2020

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/61947/3/BAB II.pdfJalan Khusus merupakan jalan yang dibangun dan dipelihara oleh instansi atau badan hukum atau perorangan

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Jalan

Menurut Undang-Undang No. 38 tahun 2004, jalan adalah prasarana

transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap

dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada

permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air,

serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.

2.2. Klasifikasi Jalan

Menurut Departemen Pekerjaan Umum (1997), jalan raya pada umumnya

dapat digolongkan dalam 4 klasifikasi, yaitu: klasifikasi menurut fungsi jalan,

klasifikasi menurut kelas jalan, klasifikasi menurut medan jalan, dan klasifikasi

menurut wewenang jalan.

2.2.1. Klasifikasi Menurut Fungsi Jalan

Klasifikasi menurut fungsi jalan terbagi atas:

Jalan Arteri: Jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri

perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk

dibatasi secara efisien,

Jalan Kolektor: Jalan yang melayani angkutan pengumpul/pembagi

dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan

jumlah jalan masuk dibatasi,

Jalan Lokal: Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri

perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan

masuk tidak dibatasi.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/61947/3/BAB II.pdfJalan Khusus merupakan jalan yang dibangun dan dipelihara oleh instansi atau badan hukum atau perorangan

7

2.2.2. Klasifikasi Menurut Kelas Jalan

Klasifikasi menurut kelas jalan berkaitan dengan kemampuan jalan untuk

menerima beban lalu lintas, dinyatakan dalam muatan sumbu terberat (MST) dalam

satuan ton. Klasifikasi menurut kelas jalan dan ketentuannya serta kaitannya dengan

klasifikasi menurut fungsi jalan dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Klasifikasi Menurut Kelas Jalan

Fungsi Kelas Muatan Sumbu Terberat

MST (ton)

Arteri

I >10

II 10

III A 8

Kolektor III A

8 III B

Lokal III C 8 Sumber: DPU (1997)

2.2.3. Klasifikasi Menurut Medan Jalan

Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar

kemiringan medan yang diukur tegak lurus garis kontur. Klasifikasi menurut medan

jalan dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Klasifikasi Berdasarkan Medan Jalan

No. Jenis Medan Notasi Kemiringan Medan (%)

1 Datar D < 3

2 Perbukitan B 3 – 25

3 Pegunungan G > 25

Sumber: DPU (1997)

2.2.4. Klasifikasi Menurut Wewenang Pembinaan Jalan

Klasifikasi jalan menurut wewenang pembinaannya sesuai PP. No.26/1985

adalah jalan Nasional, Jalan Provinsi, Jalan Kabupaten/Kotamadya, Jalan Desa, dan

Jalan Khusus.

Jalan Nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem

jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibu kota provinsi dan

jalan strategis nasional serta jalan tol.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/61947/3/BAB II.pdfJalan Khusus merupakan jalan yang dibangun dan dipelihara oleh instansi atau badan hukum atau perorangan

8

Jalan Provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan

primer yang menghubungkan ibu kota provinsi dengan ibu kota

kabupaten/kota, atau antar ibu kota kabupaten/kota dan jalan strategis

provinsi.

Jalan Kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan

primer yang tidak termasuk pada jalan nasional dan jalan provinsi yang

menghubungkan ibu kota kabupaten dengan ibu kota kecamatan.

Jalan Desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan

dan/atau antar pemukiman di dalam desa serta jalan lingkungan.

Jalan Khusus merupakan jalan yang dibangun dan dipelihara oleh

instansi atau badan hukum atau perorangan untuk melayani

kepentingan masing-masing.

2.3. Pengertian Perkerasan Jalan

Menurut Saodang (2005), perkerasan jalan adalah lapisan konstruksi yang

dipasang langsung di atas tanah dasar badan jalan pada jalur lalu lintas yang

bertujuan untuk menerima dan menahan beban langsung dari lalu lintas.

2.4. Kinerja Perkerasan Jalan

Berdasarkan suatu studi oleh Sasuwuk, Waani dan Rumayar (2019), dalam

Highway Research Board (1962), kinerja perkerasan jalan merupakan fungsi dari

kemampuan relatif pada perkerasan untuk melayani lalu lintas dalam suatu periode

tertentu.

Menurut Sukirman (1999), kinerja perkerasan jalan (pavement performance)

meliputi 3 hal, yaitu:

Keamanan, yang ditentukan oleh besarnya gesekan akibat adanya kontak

antara ban dan permukaan jalan. Besarnya gaya gesek yang terjadi

dipengaruhi oleh bentuk dan kondisi ban, tekstur permukaan jalan, kondisi

cuaca, dan lain sebagainya.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/61947/3/BAB II.pdfJalan Khusus merupakan jalan yang dibangun dan dipelihara oleh instansi atau badan hukum atau perorangan

9

Wujud perkerasan (structural perkerasan), sehubungan dengan kondisi fisik

dari jalan tersebut seperti adanya retak-retak, amblas, alur, gelombang dan

lain sebagainya.

Fungsi pelayanan (functional performance), sehubungan dengan bagaimana

perkerasan tersebut memberikan pelayanan kepada pemakai jalan. Wujud

perkerasan dan fungsi pelayanan umumnya merupakan satu kesatuan yang

dapat di gambarkan dengan “kenyamanan mengemudi (riding quality)”.

2.5. Umur Rencana

Menurut Departemen Pekerjaan Umum (1987), dijelaskan bahwa umur

rencana adalah jumlah waktu dan tahun dihitung sejak jalan tersebut mulai dibuka

sampai saat diperlukan perbaikan berat atau dianggap perlu diberi lapis permukaan

yang baru. Umur rencana adalah jumlah tahun dari saat jalan tersebut dibuka untuk

lalu lintas kendaraan sampai diperlukan suatu perbaikan yang bersifat struktural.

Menurut Sukirman (1999), selama umur rencana tersebut pemeliharaan

perkerasan jalan tetap harus dilakukan, seperti pelapisan non struktural yang

berfungsi sebagai lapisan aus dan kedap air. Umur rencana untuk perkerasan lentur

jalan baru umumnya diambil 20 tahun dan untuk peningkatan jalan 10 tahun. Umur

rencana yang lebih besar dari 20 tahun tidak lagi ekonomis karena perkembangan

lalu lintas yang terlalu besar dan sukar mendapatkan ketelitian yang memadai.

Sedangkan menurut Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2003),

umur rencana perkerasan jalan ditentukan atas pertimbangan klasifikasi fungsional

jalan, pola lalu lintas serta nilai ekonomi jalan yang bersangkutan, yang dapat

ditentukan antara lain dengan metode Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return,

kombinasi dari metode tersebut atau cara lain yang tidak terlepas dari pola

pengembangan wilayah. Umumnya perkerasan beton semen dapat direncanakan

dengan umur rencana 20 tahun sampai 40 tahun.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/61947/3/BAB II.pdfJalan Khusus merupakan jalan yang dibangun dan dipelihara oleh instansi atau badan hukum atau perorangan

10

2.6. Jenis Konstruksi Perkerasan

Menurut Sukirman (1999), berdasarkan bahan pengikatnya, konstruksi

perkerasan jalan dapat dibedakan atas:

Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang

menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya

bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar.

Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang

menggunakan semen (portland cement) sebagai bahan pengikat. Pelat beton

dengan atau tanpa tulangan diletakkan di atas tanah dasar dengan atau tanpa

lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat

beton.

Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu perkerasan

kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur di atas perkerasan

kaku, atau perkerasan kaku di atas perkerasan lentur.

2.7. Perkerasan Lentur Metode Bina Marga SKBI-2.3.26.1987

Menurut Departemen Pekerjaan Umum (1987), perkerasan lentur adalah

perkerasan yang umumnya menggunakan bahan campuran beraspal sebagai lapis

permukaan serta bahan berbutir sebagai lapisan di bawahnya.

2.7.1. Struktur Lapis Perkerasan Jalan

Pada umumnya lapisan perkerasan jalan dibagi menjadi tiga bagian,

meliputi: lapis pondasi bawah, lapis pondasi, dan lapis permukaan. Struktur lapis

perkerasan dapat dilihat pada Gambar 2.1.

D1 Lapis Permukaan

D2 Lapis Pondasi

D3 Lapis Pondasi

Bawah

Gambar 2.1. Susunan Lapis Perkerasan Jalan (DPU, 1987)

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/61947/3/BAB II.pdfJalan Khusus merupakan jalan yang dibangun dan dipelihara oleh instansi atau badan hukum atau perorangan

11

2.7.1.1. Tanah Dasar

Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari

sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Umumnya persoalan yang menyangkut

tanah dasar adalah sebagai berikut:

Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam tanah

tertentu akibat beban lalu lintas,

Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan

kadar air,

Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti

pada daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan

kedudukannya, atau akibat pelaksanaan,

Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu

lintas dari macam tanah tertentu,

Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan penurunan

yang diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir kasar (granular soil)

yang tidak dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan.

Untuk sedapat mungkin mencegah timbulnya persoalan di atas maka tanah dasar

harus dikerjakan sesuai dengan "Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

Jalan Raya" edisi SKBI-2.3.26.1987.

2.7.1.2. Lapis Pondasi Bawah

Fungsi lapis pondasi bawah antara lain:

Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan

menyebarkan beban roda,

Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar

lapisan-lapisan selebihnya dapat dikurangi tebalnya (penghematan

biaya konstruksi),

Untuk mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapis pondasi,

Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan dapat berjalan lancar.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/61947/3/BAB II.pdfJalan Khusus merupakan jalan yang dibangun dan dipelihara oleh instansi atau badan hukum atau perorangan

12

Hal ini sehubungan dengan terlalu lemahnya daya dukung tanah dasar

terhadap roda-roda alat-alat besar atau karena kondisi lapangan yang memaksa

harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca. Bermacam-macam tipe

tanah setempat (CBR ≥ 20%, PI ≤ 10%) yang relatif lebih baik dari tanah dasar

dapat digunakan sebagai bahan pondasi bawah. Campuran-campuran tanah

setempat dengan kapur atau semen portland dalam beberapa hal sangat dianjurkan,

agar dapat bantuan yang efektif terhadap kestabilan konstruksi perkerasan.

2.7.1.3. Lapis Pondasi

Fungsi lapis pondasi antara lain:

Sebagai bagian perkerasan yang menahan beban roda,

Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.

Bahan-bahan untuk lapis pondasi umumnya harus cukup kuat dan awet

sehingga dapat menahan beban-beban roda. Sebelum menentukan suatu bahan

untuk digunakan sebagai bahan pondasi, hendaknya dilakukan penyelidikan dan

pertimbangan sebaik-baiknya sehubungan dengan persyaratan teknik. Bermacam-

macam bahan alam/bahan setempat (CBR ≥ 50%, PI ≤ 4%) dapat digunakan

sebagai bahan lapis pondasi, antara lain: batu pecah, kerikil pecah dan stabilisasi

tanah dengan semen atau kapur.

2.7.1.4. Lapis Permukaan

Fungsi lapis permukaan antara lain:

Sebagai bahan perkerasan untuk menahan beban roda,

Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan kerusakan

akibat cuaca,

Sebagai lapisan aus (wearing course).

Bahan untuk lapis permukaan umumnya adalah sama dengan bahan untuk

lapis pondasi, dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal

diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri

memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/61947/3/BAB II.pdfJalan Khusus merupakan jalan yang dibangun dan dipelihara oleh instansi atau badan hukum atau perorangan

13

lapisan terhadap beban roda lalu lintas. Pemilihan bahan untuk lapis permukaan

perlu dipertimbangkan kegunaan, umur rencana serta pentahapan konstruksi, agar

dicapai manfaat yang sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan.

2.7.2. Jumlah Jalur dan Koefisien Distribusi Kendaraan (C)

Jalur rencana merupakan salah satu jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan

raya, yang menampung lalu lintas terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda batas

jalur, maka jumlah jalur ditentukan dari lebar perkerasan menurut Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan

Lebar Perkerasan (L) Jumlah Lajur (n)

L < 5,50 m 1 jalur

5,50 m ≤ L < 8,25 m 2 jalur

8,25 m ≤ L < 11,25 m 3 jalur

11,25 m ≤ L < 15,00 m 4 jalur

15,00 m ≤ L < 18,75 m 5 jalur

18,75 m ≤ L < 22,00 m 6 jalur

Sumber: DPU (1987)

Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat

pada jalur rencana ditentukan menurut Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Koefisien Distribusi Kendaraan (C)

Jumlah

Lajur

Kendaraan Ringan*) Kendaraan Berat**)

1 arah 2 arah 1 arah 2 arah

1 lajur 1,00 1,00 1,00 1,000

2 lajur 0,60 0,50 0,70 0,500

3 lajur 0,40 0,40 0,50 0,475

4 lajur - 0,30 - 0,450

5 lajur - 0,25 - 0,425

6 lajur - 0,20 - 0,400

Sumber: DPU (1987)

*) Berat total <5 ton, seperti, mobil penumpang, pick up, mobil hantaran

**) Berat total >5 ton, seperti, bus, truk, traktor, semi trailer, trailer

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/61947/3/BAB II.pdfJalan Khusus merupakan jalan yang dibangun dan dipelihara oleh instansi atau badan hukum atau perorangan

14

2.7.3. Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan

Angka Ekivalen (E) masing-masing golongan beban sumbu (setiap

kendaraan) ditentukan berdasarkan daftar pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5. Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan

Beban Sumbu Angka Ekivalen

Kg Lb Sumbu

tunggal

Sumbu

ganda

1000 2205 0,0002 -

2000 4409 0,0036 0,0003

3000 6614 0,0183 0,0016

4000 8818 0,0577 0,0050

5000 11023 0,1410 0,0121

6000 13228 0,2923 0,0251

7000 15432 0,5415 0,0466

8000 17637 0,9238 0,0794

8160 18000 1,0000 0,0860

9000 19841 1,4798 0,1273

10000 22046 2,2555 0,1940

11000 24251 3,3022 0,2840

12000 26455 4,6770 0,4022

13000 28660 6,4419 0,5540

14000 30864 8,6647 0,7452

15000 33069 11,4184 0,9820

16000 35276 14,7815 1,2712

Sumber: DPU (1987)

2.7.4. Lalu Lintas Harian Rata-rata dan Rumus-rumus Lintas Ekivalen

a. Lalu lintas Harian Rata-rata (LHR) setiap jenis kendaraan ditentukan

pada awal umur rencana, yang dihitung untuk dua arah pada jalan tanpa

median atau masing-masing arah pada jalan dengan median.

b. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) dihitung dengan rumus sebagai

berikut:

LEP = ∑LHRj × Cj × Ej

n

j=1

Catatan: j = jenis kendaraan

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/61947/3/BAB II.pdfJalan Khusus merupakan jalan yang dibangun dan dipelihara oleh instansi atau badan hukum atau perorangan

15

c. Lintas Ekivalen Akhir (LEA) dihitung dengan rumus sebagai berikut:

LEA = ∑LHRj(1 + i)UR × Cj × Ej

n

j=1

Catatan: i = perkembangan lalu lintas

j = jenis kendaraan

d. Lintas Ekivalen Tengah (LET) dihitung dengan rumus sebagai berikut:

LET = 1 2 × (LEP + LEA)⁄

e. Lintas Ekivalesn Rencana (LER) dihitung dengan rumus sebagai

berikut:

LER = LET × FP

FP ditentukan dengan rumus:

LET = UR 10⁄

2.7.5. Penentuan Harga California Bearing Ratio (CBR)

CBR lapangan biasanya digunakan untuk perencanaan lapis tambahan

(overlay). Untuk mengetahui nilai CBR dapat dilakukan sebagai berikut:

pengambilan contoh tanah dasar dilakukan dengan menggunakan tabung

(undisturb) – kemudian direndam dan diperiksa nilai CBR-nya atau pengukuran

langsung di lapangan (saat musim hujan, bila musim kemarau dilakukan

perendaman).

CBR laboratorium biasanya dipakai untuk perencanaan pembangunan jalan

baru. Sementara ini dianjurkan untuk mendasarkan daya dukung tanah dasar hanya

kepada pengukuran nilai CBR. Sedangkan cara lainnya yang bisa dipergunakan

diantaranya: Group Index, Plate Bearing Test atau R-value.

Setiap segmen jalan mempunyai satu nilai CBR yang dapat mewakili daya

dukung tanah dasar dan dipergunakan sebagai data perencanaan tebal lapisan

perkerasan dari segmen tersebut. Nilai CBR segmen dapat ditentukan dengan

menggunakan cara analisis atau cara grafis.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/61947/3/BAB II.pdfJalan Khusus merupakan jalan yang dibangun dan dipelihara oleh instansi atau badan hukum atau perorangan

16

a. Metode Analitis

CBRsegmen = CBRrata−rata −CBRmax − CBRmin

R

Catatan: nilai R tergantung dari jumlah data yang terdapat dalam 1 (satu)

segmen, sebagaimana yang tertera pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6. Nilai R untuk Perhitungan CBR Segmen

Jumlah Titik

Pengamatan Nilai R

2 1,41

3 1,91

4 2,24

5 2,48

6 2,67

7 2,83

8 2,96

9 3,08

> 10 3,18

Sumber: Sukirman (1999)

b. Metode Grafis

Harga yang mewakili dari sejumlah harga CBR yang dilaporkan,

ditentukan sebagai berikut:

1. Tentukan harga CBR terendah,

2. Tentukan berapa banyak nilai CBR yang sama atau lebih besar dari

masing-masing nilai CBR dan kemudian disusun secara tabelaris

mulai dari nilai CBR terkecil sampai yang terbesar,

3. Angka terbanyak diberi nilai 100%, angka yang lain merupakan

prosentase dari 100%,

4. Buat grafik hubungan antara harga CBR dan prosentase jumlah tadi,

5. Nilai CBR segmen adalah nilai pada keadaan 90% dari grafik tersebut.

2.7.6. Daya Dukung Tanah (DDT) dan CBR

Dalam perencanaan tebal lapis perkerasan lentur, daya dukung tanah (DDT)

ditetapkan berdasarkan grafik korelasi antara nilai CBR dan DDT. Adapun grafik

korelasi antara nilai CBR dan DDT dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/61947/3/BAB II.pdfJalan Khusus merupakan jalan yang dibangun dan dipelihara oleh instansi atau badan hukum atau perorangan

17

Gambar 2.2. Korelasi antara Nilai CBR dengan DDT (DPU, 1987)

2.7.7. Faktor Regional (FR)

Keadaan lapangan mencakup permeabilitas tanah, perlengkapan drainase,

bentuk alinyemen serta persentase kendaraan dengan berat 13 ton, dan kendaraan

yang berhenti, sedangkan keadaan iklim mencakup curah hujan rata-rata per tahun.

Mengingat persyaratan penggunaan disesuaikan dengan "Petunjuk Perencanaan

Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya" edisi SKBI-2.3.26.1987, maka pengaruh

keadaan lapangan yang menyangkut permeabilitas tanah dan perlengkapan drainase

dapat dianggap sama. Dengan demikian dalam penentuan tebal perkerasan ini,

Faktor Regional hanya dipengaruhi oleh bentuk alinyemen (kelandaian dan

tikungan), persentase kendaraan berat dan yang berhenti serta iklim (curah hujan)

sebagaimana yang tertera pada Tabel 2.7.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/61947/3/BAB II.pdfJalan Khusus merupakan jalan yang dibangun dan dipelihara oleh instansi atau badan hukum atau perorangan

18

Tabel 2.7. Faktor Regional (FR)

Kelandaiannn I

(< 6%)

Kelandaian II

(6 – 10%)

Kelandaian III

(>10%)

% kendaraan berat % kendaraan berat % kendaraan berat

≤ 30 % > 30 % ≤ 30 % > 30 % ≤ 30 % > 30 %

Iklim I

< 900 mm/th

0,5 1,0 – 1,5 1,0 1,5 – 2,0 1,5 2,0 – 2,5

Iklim II

> 900 mm/th

1,5 2,0 – 2,5 2,0 2,5 – 3,0 2,5 3,0 – 3,5

Sumber: DPU (1987)

Catatan: Pada bagian-bagian jalan tertentu, seperti persimpangan, pemberhentian

atau tikungan tajam (jari-jari 30 m) FR ditambah dengan 0,5. Pada daerah rawa-

rawa FR ditambah dengan 1,0.

2.7.8. Indeks Permukaan (IP)

Menurut Departemen Pekerjaan Umum, Indeks Permukaan menyatakan

nilai daripada kerataan atau kehalusan serta kekokohan permukaan yang bertalian

dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat. Adapun beberapa nilai IP

beserta artinya adalah seperti di bawah ini:

IP = 1,0 : menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga

sangat mengganggu lalu Iintas kendaraan.

IP = 1,5 : tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan tidak terputus).

IP = 2,0 : tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih mantap.

IP = 2,5 : menyatakan permukaan jalan yang masih cukup stabil dan baik.

Dalam menentukan indeks permukaan (IP) pada akhir umur rencana, perlu

dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah lintas

ekivalen rencana (LER), yang dapat dilihat pada Tabel 2.8.

Tabel 2.8. Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana (IP)

LER = Lintas Ekivalen

Rencana *)

Klasifikasi Jalan

Lokal Kolektor Arteri Tol

< 10 1,0 – 1,5 1,5 1,5 – 2,0 -

10 – 100 1,5 1,5 – 2,0 2,0 -

100 – 1000 1,5 – 2,0 2,0 2,0 – 2,5 -

> 1000 - 2,0 – 2,5 2,5 2,5

Sumber: DPU (1987)

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/61947/3/BAB II.pdfJalan Khusus merupakan jalan yang dibangun dan dipelihara oleh instansi atau badan hukum atau perorangan

19

*) LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton beban sumbu tunggal.

Catatan: Pada proyek-proyek penunjang jalan, JAPAT/jalan murah atau jalan

darurat maka IP dapat diambil 1,0.

Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo) perlu

diperhatikan jenis lapis permukaan jalan (kerataan/kehalusan serta kekokohan)

pada awal umur rencana, menurut Tabel 2.9.

Tabel 2.9. Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (IPo)

Jenis Permukaan IPo Roughness *)

(mm/km)

LASTON ≥ 4 ≤ 1000

3,9 – 3,5 > 1000

LASBUTAG 3,9 – 3,5 ≤ 2000

3,4 – 3,0 > 2000

HRA 3,9 – 3,5 ≤ 2000

3,4 – 3,0 > 2000

BURDA 3,9 – 3,5 < 2000

BURTU 3,4 – 3,0 < 2000

LAPEN 3,4 – 3,0 ≤ 3000

2,9 – 2,5 > 3000

LATASBUM 2,9 – 2,5

BURAS 2,9 – 2,5

LATASIR 2,9 – 2,5

JALAN TANAH ≤ 2,4

JALAN KERIKIL ≤ 2,4

Sumber: DPU (1987)

*) Alat pengukur roughness yang dipakai adalah roughometer NAASRA, yang

dipasang pada kendaraan standar Datsun 1500 station wagon, dengan kecepatan

kendaraan ± 32 km per jam. Gerakan sumbu belakang dalam arah vertikal

dipindahkan pada alat roughometer melalui kabel yang dipasang di tengah-tengah

sumbu belakang kendaraan, yang selanjutnya dipindahkan kepada counter melalui

"flexible drive”. Setiap putaran counter adalah sama dengan 15,2 mm gerakan

vertikal antara sumbu belakang dan body kendaraan. Alat pengukur roughness tipe

lain dapat digunakan dengan mengkalibrasikan hasil yang diperoleh terhadap

roughometer NAASRA.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/61947/3/BAB II.pdfJalan Khusus merupakan jalan yang dibangun dan dipelihara oleh instansi atau badan hukum atau perorangan

20

2.7.9. Koefisien Kekuatan Relatif (a)

Koefisien kekuatan relatif (a) masing-masing bahan dan kegunaannya

sebagai lapis permukaan, pondasi, pondasi bawah, ditentukan secara korelasi sesuai

nilai Marshall Test (untuk bahan dengan aspal), kuat tekan (untuk bahan yang

distabilisasi dengan semen atau kapur), atau CBR (untuk bahan lapis pondasi

bawah). Jika alat Marshall Test tidak tersedia, maka kekuatan (stabilitas) bahan

beraspal bisa diukur dengan cara lain seperti Hveem Test, Hubbard Field, dan Smith

Triaxial. Adapun koefisien kekuatan relatif tertera pada Tabel 2.10.

Tabel 2.10. Koefisien Kekuatan Relatif (a)

Koefisien Kekuatan

Relatif Kekuatan Bahan

Jenis Bahan

a1 a2 a3 MS (kg) Kt

(kg/cm)

CBR

(%)

0,40 - - 744 - -

0,35 - - 590 - - Laston

0,35 - - 454 - -

0,30 - - 340 - -

0,35 - - 744 - -

0,31 - - 590 - - Lasbutag

0,28 - - 454 - -

0,26 - - 340 - -

0,30 - - 340 - - HRA

0,26 - - 340 - - Aspal macadam

0,25 - - - - - Lapen (mekanis)

0,20 - - - - - Lapen (manual)

- 0,28 - 590 - -

- 0,26 - 454 - - Laston Atas

- 0,24 - 340 - -

- 0,23 - - - - Lapen (mekanis)

- 0,19 - - - - Lapen (manual)

- 0,15 - - 22 - Stab. Tanah dengan semen

- 0,13 - - 18 -

- 0,15 - - 22 - Stab. Tanah dengan kapur

- 0,13 - - 18 -

- 0,14 - - - 100 Batu pecah (kelas A)

- 0,13 - - - 80 Batu pecah (kelas B)

- 0,12 - - - 60 Batu pecah (kelas C)

- - 0,13 - - 70 Sirtu/pitrun (kelas A)

- - 0,12 - - 50 Sirtu/pitrun (kelas B)

- - 0,11 - - 30 Sirtu/pitrun (kelas C)

- - 0,10 - - 20 Tanah/lempung kepasiran

Sumber: DPU (1987)

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/61947/3/BAB II.pdfJalan Khusus merupakan jalan yang dibangun dan dipelihara oleh instansi atau badan hukum atau perorangan

21

2.7.10. Indeks Tebal Perkerasan (ITP)

Terdapat sembilan macam grafik nomogram yang sudah tersedia. Dalam hal

ini indeks tebal perkerasan untuk perkerasan lentur didapatkan dengan menarik

garis pada grafik nomogram, dengan melihat masing-masing nilai yang diambil dari

indeks permukaan (IPo dan IPt). Nilai daya dukung tanah dasar (DDT), lintas

ekivalen rata-rata (LER) dan faktor regional (FR) saling berpengaruh dalam grafik

nomogram ini. Salah satu contoh grafik nomogram dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Nomogram (DPU, 1987)

Langkah-langkah untuk menggunakan nomogram tersebut adalah sebagai berikut:

1. Terdapat 9 (sembilan) macam nomogram yang disediakan, tergantung pada nilai

indeks permukaan awal (IPo) dan indeks permukaan akhir (IPt),

2. Menentukan titik nilai daya dukung tanah (DDT) yang telah didapat dari korelasi

dengan nilai CBR,

3. Menentukan titik nilai LER yang telah didapat dari perhitungan,

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/61947/3/BAB II.pdfJalan Khusus merupakan jalan yang dibangun dan dipelihara oleh instansi atau badan hukum atau perorangan

22

4. Kemudian tarik garis lurus dari 2 titik (DDT dan LER) hingga mengenai garis

ITP.

5. Tentukan titik nilai FR dari tabel 2.7.

6. Dari titik ITP yang didapat, disambungkan dengan titik FR hingga mengenai

garis ITP̅̅ ̅̅̅.

2.7.11. Batas-batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan

Pada perkerasan lentur, susunan lapis perkerasan terdiri dari 3 lapisan utama

yaitu lapis permukaan, lapis pondasi atas dan lapis pondasi bawah. Tiap lapis

perkerasan memiliki nilai minimum untuk indeks tebal perkerasan yang diambil

dari nomogram ITP̅̅ ̅̅̅ berdasarkan hubungan daya dukung tanah (DDT), lintas

ekivalen rata-rata (LER) dan factor regional (FR). Adapun batas-batas minimum

tebal lapisan perkerasan dapat dilihat pada Tabel 2.11 dan Tabel 2.12.

Tabel 2.11. Lapis Permukaan

ITP Tebal Minimum

(cm) Bahan

< 3,00 5 Lapis pelindung: (Buras/Burtu/Burda)

3,00 – 6,70 5 Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag, Laston

6,71 – 7,49 7,5 Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag, Laston

7,50 – 9,99 7,5 Lasbutag, Laston

≥ 10,00 10 Laston

Sumber: DPU (1987)

Tabel 2.12. Lapis Pondasi

ITP Tebal Minimum

(cm) Bahan

< 3,00 15 Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen, stabilitas tanah

dengan kapur

3,00 – 7,49 20*) Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen, stabilitas tanah

dengan kapur

10 Laston Atas

7,50 – 9,99 20 Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen, stabilitas tanah

dengan kapur, pondasi macadam

15 Laston Atas

10 – 12,14 20 Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen, stabilitas tanah

dengan kapur, pondasi macadam, Lapen, Laston Atas

≥ 12,25 25 Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen, stabilitas tanah

dengan kapur, pondasi macadam, Lapen, Laston Atas

Sumber: DPU (1987)

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/61947/3/BAB II.pdfJalan Khusus merupakan jalan yang dibangun dan dipelihara oleh instansi atau badan hukum atau perorangan

23

Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum adalah 10 cm.

2.7.12. Pelapisan Tambahan

Untuk perhitungan pelapisan tambahan, kondisi perkerasan jalan lama

(existing pavement) dinilai sesuai dengan kondisi perkerasan jalan sebagai berikut:

a. Lapis Permukaan

Umumnya tidak retak, sedikit deformasi pada jalur roda ....... 90 – 100%

Terlihat retak halus, sedikit deformasi pada jalur roda namun masih tetap

stabil.......................................................................................... 70 – 90%

Retak sedang, beberapa deformasi pada jalur roda, pada dasarnya masih

menunjukkan kestabilan ........................................................... 50 – 70%

Retak banyak, demikian juga deformasi pada jalur roda, menunjukkan

gejala ketidakstabilan ............................................................... 30 – 50%

b. Lapis Pondasi

Pondasi Aspal Beton atau Penetrasi Macadam

Umumnya tidak retak ............................................................. 90 – 100%

Terlihat retak halus, namun masih tetap stabil ......................... 70 – 90%

Retak sedang, pada dasarnya masih menunjukkan kestabilan . 50 – 70%

Retak banyak, menunjukkan gejala ketidakstabilan ................. 30 – 50%

Stabilisasi Tanah dengan Semen atau Kapur:

Indek Plastisitas (Plasticity Index = PI) ≤ 10 .............................. 70 – 100%

Pondasi Macadam atau Batu Pecah:

Indek Plastisitas (Plasticity Index = PI) ≤ 6 ........................... 80 – 100%

c. Lapis Pondasi Bawah

Indek plastisitas (Plasticity Index = PI) ≤ 6 ................................ 90 – 100%

Indek plastisitas (Plasticity Index = PI) > 6 ................................ 70 – 90%

2.7.13. Analisis Komponen Perkerasan

Perhitungan perencenaan didasarkan pada kekuatan relatif masing-masing

lapisan perkerasan jangka panjang, di mana penentuan tebal perkerasan dinyatakan

oleh ITP dengan rumus:

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/61947/3/BAB II.pdfJalan Khusus merupakan jalan yang dibangun dan dipelihara oleh instansi atau badan hukum atau perorangan

24

ITP = a1D1 + a2D2 + a3D3

a1, a2, a3 = koefisien kekuatan relatif bahan perkerasan

D1, D2, D3 = tebal masing-masing lapisan perkrasan (cm)

Angka 1, 2 dan 3 = masing-masing untuk lapisan permukaan, lapis pondasi

atas dan lapis pondasi bawah.

2.8. Keuntungan dan Kerugian Perkerasan Lentur

Menurut Suryawan (2009), terdapat beberapa keuntungan dan kerugian pada

pemilihan penggunaan perkerasan lentur, antara lain:

a. Perkerasan Lentur

Keuntungan:

Dapat digunakan untuk semua tingkat volume lalu lintas.

Kerusakan tidak merambat ke bagian konstruksi yang lain, kecuali jika

perkerasan terendam air.

Pada umumnya biaya awal konstruksi rendah, terutama untuk jalan lokal

dengan volume lalu lintas rendah.

Pelapisan ulang dapat dilaksanakan pada semua tingkat ketebalan

perkerasan yang diperlukan, dan lebih mudah menentukan perkiraan

pelapisan ulang.

Kerugian:

Kendali kualitas untuk job mix lebih rumit.

Sulit untuk bertahan terhadap kondisi drainase yang buruk.

Umur rencana relatif pendek, 5 – 10 tahun.

Indeks pelayanan yang terbaik hanya pada saat selesai pelaksanaan

konstruksi, setelah itu berkurang seiring dengan waktu dan frekuensi

beban lalu lintasnya.

Biaya pemeliharaan yang dikeluarkan mencapai lebih kurang dua kali

lebih besar daripada perkerasan kaku.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/61947/3/BAB II.pdfJalan Khusus merupakan jalan yang dibangun dan dipelihara oleh instansi atau badan hukum atau perorangan

25

2.9. Rencana Anggaran Biaya

Menurut Kementerian Pekerjaan Umum (2012), estimasi biaya suatu kegiatan

pekerjaan meliputi mobilisasi dan biaya pekerjaan. Biaya pekerjaan adalah total

seluruh volume pekerjaan yang masing-masig dikalikan dengan harga satuan

pekerjaan setiap mata pembayaran. Estimasi biaya termasuk pajak-pajak.

2.9.1. Pengertian Rencana Anggaran Biaya

Menurut Syawaldi dan Siswanto (2016), rencana anggaran biaya adalah:

Perhitungan banyaknya biaya yang diperlukan untuk bahan dan upah,

serta biaya-biaya lain yang berhubungan dengan pelaksanaan bangunan

atau proyek tertentu.

Merencanakan sesuatu bangunan dalam bentuk dan faedah

penggunaannya, beserta besar biaya yang diperlukan dan susunan-

susunan pelaksanaan dalam bidang administrasi maupun pelaksanaan

pekerjaan dalam bidang teknik.

Dua cara yang dapat dilakukan dalam penyusunan anggararan biaya, antara

lain:

Anggaran Biaya Kasar (Taksiran), sebagai pedomannya digunakan harga

satuannya tiap meter persegi luas lantai. Namun anggaran biaya kasar

dapat juga sebagai pedoman dalam penyusunan RAB yang dihitung

secara teliti.

Anggaran Biaya Teliti, proyek yang dihitung dengan teliti dan cermat

sesuai dengan ketentuan dan syarat-syarat penyusunan anggaran biaya.

2.9.2. Tujuan Rencana Anggaran Biaya

Menurut Syawaldi dan Siswanto (2016), tujuan dari pembuatan rencana

anggaran biaya adalah untuk mengetahui harga bagian atau item pekerjaan sebagai

pedoman untuk mengeluarkan biaya-biaya dalam masa pelaksanaan. Selain itu

supaya bangunan yang akan didirikan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/61947/3/BAB II.pdfJalan Khusus merupakan jalan yang dibangun dan dipelihara oleh instansi atau badan hukum atau perorangan

26

2.9.3. Fungsi Rencana Anggaran Biaya

Menurut Syawaldi dan Siswanto (2016), fungsi rencana anggaran biaya

adalah sebagai pedoman pelaksanaan pekerjaan dan sebagai alat pengontrol

pelaksanaan pekerjaan.

2.9.4. Analisis Harga Satuan Dasar (HSD)

Menurut Kementerian Pekerjaan Umum (2012), komponen untuk

menyusun harga satuan pekerjaan (HSP) memerlukan HSD tenaga kerja, HSD alat,

dan HSD bahan. Berikut ini diberikan penjelasan mengenai komponen-komponen

yang dimaksud.

Perhitungan HSD Tenaga Kerja

Untuk menghitung harga satuan pekerjaan, maka perlu ditetapkan dahulu

bahan rujukan harga standar untuk upah sebagai HSD tenaga kerja. Langkah

perhitungan HSD tenaga kerja adalah sebagai berikut:

a. Tentukan jenis keterampilan tenaga kerja, misal pekerja (P), tukang (Tx),

mandor (M), atau kepala tukang (KaT)

b. Kumpulkan data upah yang sesuai dengan peraturan daerah (Gubernur,

Walikota, Bupati) setempat, data upah hasil survei di lokasi yang berdekatan

dan berlaku untuk daerah tempat lokasi pekerjaan akan dilakukan

c. Perhitungkan tenaga kerja yang didatangkan dari luar daerah dengan

memperhitungkan biaya makan, menginap dan transport

d. Tentukan jumlah hari efektif bekerja selama satu bulan (24-26 hari), dan

jumlah jam efektif dalam satu hari (7 jam)

e. Hitung biaya upah masing-masing per jam per orang

f. Rata-ratakan seluruh biaya upah per jam sebagai upah rata- rata per jam.

Gambaran untuk menetapkan perhitungan HSD upah pekerja, dengan asumsi

jumlah hari kerja rata-rata 25 hari per bulan dan jumlah jam kerja efektif per hari

selama 7 jam, dapat dilihat pada Tabel 2.13.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/61947/3/BAB II.pdfJalan Khusus merupakan jalan yang dibangun dan dipelihara oleh instansi atau badan hukum atau perorangan

27

Tabel 2.13. Data Upah Pekerja

Variasi Upah Pekerja Besar

Upah

Lama Bekerja

Efektif Upah per Jam (Rp)

Sebulan

(hari)

Sehari

(jam)

Berdasarkan upah pekerja per

bulan

837.375,-

per bulan 25 7

=837.375

25 × 7

= Rp4785,00/jam

Data dasar dari instansi yang

berwenang (dikeluarkan secara

rutin di Provinsi), sesuai dengan

harga pasaran upah pekerja per

hari di lokasi pekerjaan (hasil

survey) tenaga kerja local.

30.504,6

per hari 25 7

=30.504,6

7

= Rp4357,80/jam

Bila tenaga didatangkan dari luar

daerah (luar lokasi), maka

diperhitungkan biaya transport

dan biaya tempat menginap

sementara selama kegiatan

pekerjaan berjalan per bulan.

779.471,-

per bulan 25 7

=779.471

25 × 7

= Rp4454,12/jam

Sumber: KemenPU (2012)

Dengan membandingkan ketiga harga dasar di atas, maka dapat diambil harga

satuan dasar upah pekerja rata-rata sebagai berikut:

Rp4785,00 + Rp4357,80 + Rp4454,12

3= Rp4532,31/jam

Demikian pula halnya untuk harga dasar upah berdasarkan kualifikasi, seperti

tukang, mandor, operator, dan sebagainya. Contoh daftar harga satuan dasar

(HSD) upah per jam lainnya dapat dilihat pada Tabel 2.14.

Tabel 2.14. Harga Satuan Dasar (HSD) Upah per Jam

No. Uraian Kode Satuan Harga Satuan

(Rp)

1 Pekerja (L01) Jam 4532,31

2 Tukang (L02) Jam 5963,57

3 Mandor (L04) Jam 7156,29

4 Operator (L08) Jam 4054,29

5 Pembantu Operator (L09) Jam 3582,86

6 Sopir/driver (L10) Jam 6600,00

7 Pembantu Sopir/driver (L11) Jam 4337,14

8 Mekanik (L07) Jam 3928,57

9 Pembantu Mekanik (L16) Jam 2857,14

10 Kepala Tukang (L03) Jam 5000,00

Sumber: KemenPU (2012)

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/61947/3/BAB II.pdfJalan Khusus merupakan jalan yang dibangun dan dipelihara oleh instansi atau badan hukum atau perorangan

28

Perhitungan HSD Alat

Analisis HSD alat memerlukan data upah operator atau sopir, spesifikasi alat

meliputi tenaga mesin, kapasitas kerja alat (m³), umur ekonomis alat (dari pabrik

pembuatnya), jam kerja dalam satu tahun, dan harga alat. Faktor lainnya adalah

komponen investasi alat meliputi suku bunga bank, asuransi alat, faktor alat yang

spesifik seperti faktor bucket untuk Excavator, harga perolehan alat, dan Loader,

dan lain-lain. Contoh harga sewa alat dapat dilihat pada Tabel 2.15.

Tabel 2.15. Harga Sewa Alat

No. Uraian Kode HP Kapasitas Satuan Sewa Alat

(Rp)

1 Asphalt mixing plant E01 294,0 60,0 T/Jam 4.818.593,08

2 Asphalt finisher E02 72,4 10,0 Ton 820.779,19

3 Asphalt sprayer E03 4,0 850,0 Liter 402.799,43

4 Bulldozer 100-150 hp E04 155,0 - -

5 Compressor 4000-6500 l\m E05 60,0 5.000,0 CPM/(L/m) 106.890,74

6 Concrete mixer 0.3-0.6 m³ E06 20,0 500,0 Liter

7 Crane 10-15 ton E07 138,0 15,0 Ton

8 Dump Truck 3.5 ton E08 100,0 3,5 Ton

9 Dump Truck 10 ton E09 190,0 10,0 Ton 212.812,53

10 Excavator 80-140 hp E10 133,0 0,9 m³ 383.294,39

11 Flat bed truck 3-4 m³ E11 190,0 10,0 ton

12 Generator set E12 180,0 135,0 KVA 277.104,99

13 Motor grader >100 hp E13 135,0 10.800,0 - 327.468,61

14 Track Loader 75-100 hp E14 70,0 0,8 m³

15 Wheel Loader 1.0-1.6 m³ E15 96,0 1,5 m³ 253.964,94

16 Three wheel roller 6-8 t E16 55,0 8,0 Ton

17 Tandem roller 6-8 t. E17 82,0 8,1 Ton 379.339,78

18 Tire roller 8-10 t. E18 100,5 9,0 Ton 335.448,22

19 Vibratory roller 5-8 t. E19 82,0 7,1 Ton 316.831,09

20 Concrete vibrator E20 5,5 25,0 - 18.353,23

21 Stone crusher E21 220,0 50,0 T/Jam

22 Water pump 70-100 mm E22 6,0 - -

23 Water tanker 3000-4500 l. E23 100,0 4.000,0 Liter 155.193,02

24 Pedestrian roller E24 8,8 835,00 Ton

25 Tamper E25 4,7 121,00 Ton

26 Jack Hammer E26 0,0 1.330,00 - 15.795,70

27 Fulvi mixer E27 345,0 2.005,00 -

28 Concrete pump E28 100,0 8,00 m³ 155.156,84

29 Trailer 20 ton E29 175,0 20,00 Ton

30 Pile driver + hammer E30 25,0 2,50 Ton

31 Crane on track 35 ton E31 125,0 35,0 Ton

32 Welding set E32 40,0 250,0 Amp

33 Bore pile machine E33 150,0 2.000,0 Meter

34 Asphalt liquid mixer E34 5,0 1.000,0 Liter

35 Tronton E35 150,0 15,0 Ton

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/61947/3/BAB II.pdfJalan Khusus merupakan jalan yang dibangun dan dipelihara oleh instansi atau badan hukum atau perorangan

29

Tabel 2.15. Lanjutan

No. Uraian Kode HP Kapasitas Satuan Sewa Alat

(Rp)

36 Cold milling E36 248,0 1.000,0 M

37 Rock drill breaker E37 3,0 - - 266.452,13

38 Cold recycler E38 900,0 2,2 M

39 Hot recycler E39 400,0 3,0 M

40 Aggregat (chip) spreader E40 115,0 3,5 M

41 Asphalt distributor E41 115,0 4.000,0 Liter

42 Slip form paver E42 105,0 2,5 M 426.628,68

43 Concrete pan mixer E43 134,0 600,0 Liter 493.265,26

44 Concrete breaker E44 290, 20,0 m³/jam

45 Aspahlt tanker E45 190,0 4.000,0 Liter

46 Cement tanker E46 190,0 4.000,0 Liter

47 Condrete mixer (350) E47 20,0 350,0 Liter

48 Vibrating rammer E48 4,2 80,0 Kg

49 Truck mixer (agitator) E49 220,0 5,0 M³ 449.232,73

50 Bore pile machine E50 125,0 60,0 CM

51 Crane on track 75-100 ton E51 200,0 75,0 Ton

52 Blending equipment E52 50,0 30,0 Ton

53 Asphalt liquid mixer E34a 40,0 20.000,0 Liter

Sumber: KemenPU (2012)

Perhitungan HSD Bahan

Analisis HSD bahan memerlukan data harga bahan baku, serta biaya

transportasi dan biaya produksi bahan baku menjadi bahan olahan atau bahan jadi.

Produksi bahan memerlukan alat yang mungkin lebih dari satu alat. Setiap alat

dihitung kapasitas produksinya dalam satuan pengukuran per jam, dengan cara

memasukkan data kapasitas alat, faktor efisiensi alat, faktor lain dan waktu siklus

masing-masing. HSD bahan terdiri atas harga bahan baku atau HSD bahan baku,

HSD bahan olahan, dan HSD bahan jadi. Perhitungan harga satuan dasar (HSD)

bahan yang diambil dari quarry dapat menjadi dua macam, yaitu berupa bahan baku

(batu kali/gunung, pasir sungai/gunung dll), dan berupa bahan olahan (misalnya

agregat kasar dan halus hasil produksi mesin pemecah batu dan lain sebagainya).

Harga bahan di quarry berbeda dengan harga bahan yang dikirim ke base camp atau

ke tempat pekerjaan, karena perlu biaya tambahan berupa biaya pengangkutan

material dari quarry ke base camp. Contoh daftar harga satuan dasar (HSD) bahan

dan bahan olahan dapat dilihat pada Tabel 2.16.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/61947/3/BAB II.pdfJalan Khusus merupakan jalan yang dibangun dan dipelihara oleh instansi atau badan hukum atau perorangan

30

Tabel 2.16. Harga Satuan Dasar (HSD) Bahan dan Bahan Olahan

No. Nama Bahan Kode Satuan Harga (Rp) Lokasi

1 Pasir Pasang (Sedang) M01b m³ 142.000,00 Base camp

2 Pasir Beton (Kasar) M01a m³ 96.500,00 Base camp

3 Pasir Halus (untuk HRS) M01c m³ 75.000,00 Base camp

4 Pasir Urug (ada unsur lempung) M01d m³ 96.500,00 Base camp

5 Batu Kali M02 m³ 146.500,00 Lokasi Pekerjaan

6 Agregat Kasar M03 m³ 205.392,28 Base camp

7 Agregat Halus M04 m³ 205.392,28 Base camp

8 Filler M05 Kg 550,00 Proses/Base camp

9 Batu Belah / Kerakal M06 m³ 182.300,00 Lokasi Pekerjaan

10 Gravel M07 m³ 224.300,00 Base camp

11 Bahan Tanah Timbunan M08 m³ 20.000,00 Borrow Pit/quarry

12 Bahan Pilihan M09 m³ 25.000,00 Quarry

13 Aspal M10 Kg 6.400,00 Base camp

14 Kerosen / Minyak Tanah M11 Liter 8.000,00 Base camp

15 Semen / PC (50kg) M12 Zak 60546,25 Base camp

16 Semen / PC (kg) M12 Kg 1.210,93 Base camp

17 Besi Beton M13 Kg 7.000,00 Lokasi Pekerjaan

18 Kawat Beton M14 Kg 6.000,00 Lokasi Pekerjaan

19 Kawat Bronjong M15 Kg 5.500,00 Lokasi Pekerjaan

20 Sirtu M16 m³ 139.800,00 Lokasi Pekerjaan

21 Cat Marka (Non Thermoplas) M17a Kg 22.500,00 Lokasi Pekerjaan

22 Cat Marka (Thermoplastic) M17b Kg 27.500,00 Lokasi Pekerjaan

23 Paku M18 Kg 5.500,00 Lokasi Pekerjaan

24 Kayu Perancah M19 m³ 1.250.000,00 Lokasi Pekerjaan

25 Bensin M20 Liter 5.833,80 Pertamina

26 Solar M21 Liter 6.548,35 Pertamina

27 Minyak Pelumas / Olie M22 Liter 18.000,00 Pertamina

28 Plastik Filter M23 m² 15.000,00 Lokasi Pekerjaan

29 Pipa Galvanis Dia. 1.6" M24 Batang 154.000,00 Lokasi Pekerjaan

30 Pipa Porus M25 m' 40.000,00 Lokasi Pekerjaan

31 Bahan Agr.Base Kelas A M26 m³ 198.215,28 Base camp

32 Bahan Agr.Base Kelas B M27 m³ 184.154,34 Base camp

33 Bahan Agr.Base Kelas C M28 m³ 205.953,53 Base camp

34 Bahan Agr.Base Kelas C2 M29 m³ 0,00 Tidak tersedia

35 Geotextile M30 m² 27.500,00 Lokasi Pekerjaan

36 Aspal Emulsi M31 Kg 5.000,00 Base camp

37 Gebalan Rumput M32 m² 3.500,00 Lokasi Pekerjaan

38 Thinner M33 Liter 12.000,00 Lokasi Pekerjaan

Sumber: KemenPU (2012)

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/61947/3/BAB II.pdfJalan Khusus merupakan jalan yang dibangun dan dipelihara oleh instansi atau badan hukum atau perorangan

31

2.10. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan referensi bagi penulis untuk melakukan

perencanaan ini. Dari penelitian terdahulu, penulis dapat memperkaya teori yang

digunakan untuk mengerjakan perencanaan yang dilakukan. Pada bagian ini penulis

mencantumkan beberapa hasil penelitian terdahulu baik berupa jurnal maupun

skripsi yang terkait dengan perencanaan yang penulis lakukan, di antaranya:

1. Raja (2013), dengan judul Studi Perencanaan Lapis Tambahan (Over Lay)

Jalan Kampung Baru-Sedadap (STA.0+000 – 15 +000) Kabupaten

Nunukan. Dari penelitian yang dilakukan pada Jalan Kampung Baru -

Sedadap sepanjang 15 km menggunakan metode Bina Marga, dapat

disimpulkan bahwa tebal lapis tambah perkerasan lentur yang diperlukan

yaitu 3 cm, dengan biaya pelaksanaan sebesar Rp10.364. 013.000,00.

2. Maulana (2014), dengan judul Studi Perencanaan Tebal Lapis Tambah

Perkerasan (Overlay) Pada Jalan Simpang Serapat Marahaban (STA.

0+000 – 12+000) Kalimantan Selatan. Dari penelitian yang dilakukan pada

Jalan Simpang Serapat Marahaban sepanjang 12 km menggunakan metode

Bina Marga, dapat disimpulkan bahwa tebal lapis tambah perkerasan

lentur yang diperlukan yaitu 4 cm, dengan biaya pelaksanaan sebesar

Rp4.565.237.600,00.

3. Fuady (2014), dengan judul Studi Perencanaan Tebal Lapis Tambah

Perkerasan (Overlay) pada Jalan Maospati - Sukomoro (STA. 0+000 –

12+000) di Kabupaten Magetan Propinsi Jawa Timur. Dari penelitian yang

dilakukan pada Jalan Maospati - Sukomoro sepanjang 12 km

menggunakan metode Bina Marga, dapat disimpulkan bahwa tebal lapis

tambah perkerasan lentur yang diperlukan yaitu 4 cm, dengan biaya

pelaksanaan sebesar Rp4.565.237.600,00.

4. Amrullah (2018), dengan judul Perencanaan Tebal Lapisan Tambahan

Perkerasan Lentur pada Ruas Jalan Raya Dander Kabupaten Bojonegoro

(STA 4+000 – STA10+200). Dari penelitian yang dilakukan pada Ruas

Jalan Raya Dander sepanjang 6,2 km menggunakan metode Bina Marga,

dapat disimpulkan bahwa tebal lapis tambahan perkerasan lentur yang

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/61947/3/BAB II.pdfJalan Khusus merupakan jalan yang dibangun dan dipelihara oleh instansi atau badan hukum atau perorangan

32

diperlukan yaitu 3 cm, dengan biaya pelaksanaan sebesar

Rp2.101.390.297,00.

Berikut pada Tabel 2.17 penulis sajikan beberapa hasil penelitian terdahulu

yang terkait dengan perencanaan yang penulis lakukan.

Tabel 2.17. Penelitian Terdahulu

No. Nama Judul Metode Tahun

1

Ngaodang

Lumban

Raja

Studi Perencanaan Lapis Tambahan (Over Lay)

Jalan Kampung Baru-Sedadap ( STA.0+000 – 15

+000 ) Kabupaten Nunukan

Bina

Marga 2013

2 Ahcmad

Maulana

Studi Perencanaan Tebal Lapis Tambah

Perkerasan (Overlay) Pada Jalan Simpang

Serapat Marahaban (STA. 0+000 – 12+000)

Kalimantan Selatan

Bina

Marga 2014

3

Helmy

Ahmed

Fuady

Studi Perencanaan Tebal Lapis Tambah

Perkerasan (Overlay) pada Jalan Maospati -

Sukomoro (STA. 0+000 – 12+000) di Kabupaten

Magetan Propinsi Jawa Timur

Bina

Marga 2014

4 Muhammad

Amrullah

Perencanaan Tebal Lapisan Tambahan

Perkerasan Lentur pada Ruas Jalan Raya Dander

Kabupaten Bojonegoro (STA 4+000 –

STA10+200)

Bina

Marga 2018