bab ii tinjauan pustaka 2.1 penelitian terdahulurepository.ub.ac.id/3765/3/15. bab ii tinjauan...

24
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Budiawan, Lucky, dkk. (2014), melakukan penelitian untuk mengetahui karakteristik dari briket bio arang dengan menggunakan bahan campuran antara kulit kopi dan serbuk kayu dimana proses pengarangan yang digunakan adalah pyrolisis. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan karakteristik dari bioarang campuran kulit kopi dan serbuk gergaji dengan rancangan percobaan berupa RAL (Rancangan Acap Lengkap) non faktorial dengan 3 level 30%, 50% dan 70% kulit kopi. Hasil terbaik diperoleh pada perlakuan konsentrasi kulit kopi 30% dengan karakteristik, nilai kalor 4.923,9 Kkal/kg, kadar air 6,275%, karbon terikat 43,185%, kadar abu 32,82%, volatile mass 17,7%, dan kuat tekan 0,101 kg/cm 2 . Djafar, Zuryati (2008), penelitian yang dilakukan memiliki tujuan yaitu untuk menghitung jumlah kalor yang dikandung briket kulit kopi, mengetahui pengaruh kanji dan tanah lempung pada suhu pembakaran dan kepadatan briket serta mengevaluasi kualitas briket kulit kopi dari hasil pengukuran suhu dan uji fisik. Pada penelitian ini dibuat briket kulit kopi silinder berongga dengan variasi komposisi arang kulit kopi, kanji dan tanah lempung (100:3:5, 100:3:5, 100:7:3, 100:15:3, 100:15:5). Setiap komposisi mempunyai 3 variasi kuat tekan yang berbeda [A:(9800, 14700, 19600) N/m 2 ; B:(19600, 39200, 58800) N/m 2 ; C:(39200, 49000, 58800) N/m 2 ; D:(68600, 14700, 29400) N/m 2 ; E:(9800, 14700, 19600) N/m 2 ]. Pengujian ini menggunakan metode eksperimen yaitu: pengukuran suhu, pengujian kuat tekan, pengukuran massa dan volume. Hasil penelitian menunjukkan bahwa besar kuat tekan mengurangi ukuran volume masa bakar briket kulit kopi berlangsung lama. Sudarsono, Putri Eka dan Idaa W. (2010), penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh komposisi dan

Upload: others

Post on 20-Dec-2020

19 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/3765/3/15. BAB II TINJAUAN PUSTAKA.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Budiawan, Lucky, dkk

5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Budiawan, Lucky, dkk. (2014), melakukan penelitian untuk

mengetahui karakteristik dari briket bio arang dengan

menggunakan bahan campuran antara kulit kopi dan serbuk

kayu dimana proses pengarangan yang digunakan adalah

pyrolisis. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan karakteristik

dari bioarang campuran kulit kopi dan serbuk gergaji dengan

rancangan percobaan berupa RAL (Rancangan Acap Lengkap)

non faktorial dengan 3 level 30%, 50% dan 70% kulit kopi. Hasil

terbaik diperoleh pada perlakuan konsentrasi kulit kopi 30%

dengan karakteristik, nilai kalor 4.923,9 Kkal/kg, kadar air

6,275%, karbon terikat 43,185%, kadar abu 32,82%, volatile

mass 17,7%, dan kuat tekan 0,101 kg/cm2.

Djafar, Zuryati (2008), penelitian yang dilakukan memiliki

tujuan yaitu untuk menghitung jumlah kalor yang dikandung

briket kulit kopi, mengetahui pengaruh kanji dan tanah lempung

pada suhu pembakaran dan kepadatan briket serta

mengevaluasi kualitas briket kulit kopi dari hasil pengukuran

suhu dan uji fisik. Pada penelitian ini dibuat briket kulit kopi

silinder berongga dengan variasi komposisi arang kulit kopi,

kanji dan tanah lempung (100:3:5, 100:3:5, 100:7:3, 100:15:3,

100:15:5). Setiap komposisi mempunyai 3 variasi kuat tekan

yang berbeda [A:(9800, 14700, 19600) N/m2; B:(19600, 39200,

58800) N/m2; C:(39200, 49000, 58800) N/m2; D:(68600, 14700,

29400) N/m2; E:(9800, 14700, 19600) N/m2]. Pengujian ini

menggunakan metode eksperimen yaitu: pengukuran suhu,

pengujian kuat tekan, pengukuran massa dan volume. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa besar kuat tekan mengurangi

ukuran volume masa bakar briket kulit kopi berlangsung lama.

Sudarsono, Putri Eka dan Idaa W. (2010), penelitian yang

dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh komposisi dan

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/3765/3/15. BAB II TINJAUAN PUSTAKA.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Budiawan, Lucky, dkk

6

karakteristik eco-briquette yang paling baik. Variabel yang

digunakan berupa metode dalam proses pembriketan dan

komposisi briket. Hasil penelitian menunjukkan briket K1 (32%

plastik LDPE, 48% lumpur karbonisasi dan 20% kulit kopi

karbonisasi) memiliki nilai kalor 5.416,28 kal/g. hasil uji emisi

menunjukkan emisi eco-briquette K1 lebih rendah dari

komposisi lain. Biaya yang diperlukan dalam pembuatan eco-

briquette briket K1 adalah Rp 3.226,45/kg.

2.2 Tanaman Kopi

Kopi merupakan salah satu hasil perkebunan di Indonesia

yang sudah lama dibudidayakan. Namun pada dasarnya,

tanaman kopi bukan tanaman yang asli Indonesia. Tanaman

kopi berasal dari benua Afrika yang konon di bawa pada

pertengahan abad XV dan masuk ke Indonesia pada tahun

1696 yang waktu itu masih dalam taraf percobaan. Setelah

masa taraf percobaan selesai, ternyata hasil dari penanaman

tersebut berlangsung dengan baik dan dapat dikatakan berhasil.

Kemudian, hasil-hasil tersebut diserahkan kepada VOC dengan

penyerahan secara paksa. Lalu, setelah dilakukan penanaman

berulang kali, dapat diketahui hasil panen tanaman kopi

meningkat, sehingga perluasan tanaman terus ditingkatkan,

terutama di pulau Jawa. Sehingga penanaman kopi tersebut

dilakukan dengan adanya sistem “Cultrstelsel” yang digunakan

oleh para penjajah.

Ahli tumbuh-tumbuhan (botanis), Linnaeus, menjelaskan

taksonomi secara lengkap berikut ini (Rahardjo, 2012):

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Tumbuhan penghasil biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (Tumbuhan berkeping

dua/dikotil)

Sub Kelas : Asteridae

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/3765/3/15. BAB II TINJAUAN PUSTAKA.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Budiawan, Lucky, dkk

7

Ordo : Rubiales

Famili : Rubiaceae (suku kopi-kopian)

Genus : Coffea

Spesies : Coffea sp.

Tanaman kopi termasuk dalam genus Coffea dengan

famili Rubiaceae. Famili tersebut memiliki banyak genus, yaitu

Gardenia, Ixora, Cinchona, dan Rubia. Genus Coffea mencakup

hampir 70 spesies, tetapi hanya ada dua spesies yang ditanam

dalam skala luas di seluruh dunia, yaitu kopi arabika (Coffea

arabica) dan kopi robusta (Coffea canephora var. robusta).

Sementara itu, sekitar 2% dari total produksi dunia dari dua

spesies kopi lainnya, yaitu kopi liberika (Coffea liberica) dan kopi

ekselsa (Coffea excelsa) yang ditanam dalam skala terbatas,

terutama di Afrika Barat dan Asia (Rahardjo, 2012). Buah kopi

memiliki bagian-bagian yaitu lapisan kulit luar (exocarp), daging

buah (mesocarp), kulit tanduk (parchment), dan biji

(endosperm). Kulit buah kopi sangat tipis dan mengandung

klorofil serta zat-zat warna yang dapat dilihat dari kulit luar kopi

yang bermacam-macam, yaitu merah, kuning, hijau dan hitam.

Menurut Widyotomo (2013), buah kopi atau sering disebut juga

sebagai kopi gelondong basah hasil panen memiliki kadar air

antara 60-65%, dan biji kopi masih terlindungi oleh kulit buah,

daging buah, lapisan lendir, kulit tanduk dan kulit ari. Berikut

adalah gambar dari anatomi buah kopi.

Gambar 2.1 Anatomi Buah Kopi

(Widyotomo, 2013)

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/3765/3/15. BAB II TINJAUAN PUSTAKA.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Budiawan, Lucky, dkk

8

Tanaman kopi di Indonesia dapat tumbuh pada ketinggian

di atas 700 mdpl. Curah hujan yang sesuai ialah 1500 hingga

2500 m per tahun. Menurut Aak (1988), tanaman kopi

menghendaki tanah yang lapisan atasnya dalam, gembur,

subur, banyak mengandung humus dan permeable, atau

dengan kata lain tekstur tanah harus baik. Kondisi tanah yang

buruk akan mempengaruhi pertumbuhan suatu tanaman kopi

tersebut. Akar pada tanaman kopi mempunyai kebutuhan

oxygen yang tinggi. Tanaman kopi menginginkan tanah dengan

kondisi kisaran pH yaitu antara 5 ½ - 6 ½.

Menurut Rahardjo (2012), pembudidayaan kopi dimulai

dengan kegiatan awal yaitu pembibitan. Dalam suatu

pembibitan kopi, hal-hal yang harus diperhatikan ialah

penentuan lokasi dan tempat pembibitan, wadah dan media

tumbuh, pemindahan kecambah ke tempat pembibitan, dan

pemeliharaan bibit. Pada pemeliharaan bibit dilakukan kegiatan

penyiraman rutin yaitu 2 kali dalam sehari yaitu pada pagi hari

dan sore hari, kemudian kegiatan pemupukan, pengendalian

hama dan penyakit, dan yang terakhir ialah penyiangan gulma.

2.3 Briket

Briket adalah bahan bakar alternatif yang digunakan

sebagai proses pembakaran. Biasanya briket dibuat dari bahan-

bahan limbah pertanian yang pemanfaatannya masih belum

optimal. Briket ini berupa sebuah blok padatan yang dapat

mempertahankan nyala api apabila dibakar. Briket merupakan

bahan yang mampu menyuplai energi dalam jangka panjang.

Briket dapat menggantikan kayu bakar yang sudah meningkat

nilai konsumsinya. Kayu bakar sangat berpotensi merusak

ekologi hutan dan isinya. Briket memiliki kelebihan dan

kelemahan. Kelebihan daripada briket ialah aman dalam

penggunaan dan dapat menghemat bahan bakar, praktis dan

mudah dibuat. Sedangkan kelemahan yang terdapat pada briket

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/3765/3/15. BAB II TINJAUAN PUSTAKA.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Budiawan, Lucky, dkk

9

ialah berasap sehingga lebih baik penggunaan dilakukan di

ruangan terbuka.

Menurut Joel (2010), salah satu cara yang dapat

mengurangi limbah pertanian di negara berkembang adalah

dengan membuat briket, karena briket dianggap sebagai bahan

bakar yang efisien dalam penggunaan limbah yang terbuang.

Kemudian, menurut Hartono (2008), briket adalah padatan

yang umumnya berasal dari limbah pertanian. Briket merupakan

salah satu upaya mengatasi ketergantungan terhadap

pemakaian bahan bakar minyak. Penggunaan briket dapat

mengurangi misi polutan dan mengurangi kabut asap di

pembakaran. Briket juga merupakan cara yang efektif untuk

memasok bahan baku gasifikasi dan meningkatkan efisiensi

ekonomi (Wang dan Xiangfei, 2014). Kemudian, Mustelier dkk

(2012) menjelaskan bahwa, penggunaan briket digunakan

sebagai energi terbarukan dengan mengevaluasi parameter

yaitu kadar air, ukuran partikel, nilai kalor, laju pembakaran,

tekanan dan temperatur. Kriteria sederhana suatu bahan dapat

menjadi bahan bakar adalah (Khusna dan Joko, 2015):

1. Memiliki nilai kalor tinggi yang mencukupi standar.

2. Jumlah ketersediaan bahannya yang cukup.

3. Mudah terbakar.

4. Nyaman dalam penggunaan.

Pada dasarnya, proses pembuatan briket dibagi menjadi

tiga tahap. Adapun proses pembuatan briket khususnya pada

briket organik menurut Yuliani dan Suyanti (2012), adalah

sebagai berikut:

1. Pembuatan serbuk arang

Pembuatan serbuk arang ini dimulai dengan cara

membakar limbah yang sebelumnya telah dikeringkan.

Kemudian, bahan yang dibakar hendaknya tidak dibiarkan

habis terbakar hingga menjadi abu. Pembakaran yang

tidak habis terbakar menjadi abu disebut juga dengan

pembakaran tidak sempurna. Lalu, saat bahan berubah

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/3765/3/15. BAB II TINJAUAN PUSTAKA.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Budiawan, Lucky, dkk

10

menjadi arang, api yang terdapat pada pembakaran

tersebut harus segera dipadamkan.

Setelah menjadi arang, hasil pembakaran tersebut

ditumbuk sampai halus. Arang yang semakin halus akan

semakin baik karena rongga antarpartikel bahan juga

semakin berkurang. Selain itu, arang menjadi semakin

padat. Arang yang padat juga mempengaruhi suatu

karakteristik dari briket tersebut.

2. Pencampuran serbuk arang dengan pengikat

Setelah menjadi serbuk, bahan dicampur dengan

bahan pengikat untuk menguatkan struktur briket. Bahan

pengikat yang digunakan hendaknya tidak mudah

menimbulkan bau busuk jika dibakar, mempunyai daya

ikat yang baik, murah, dan mudah diperoleh. Campuran

serbuk arang dan bahan pengikat tersebut diaduk hingga

rata sampai menjadi adonan liat.

3. Pencetakan briket

Setelah menjadi adonan liat, proses selanjutnya adalah

memasukkan adonan tersebut ke dalam cetakan.

Selanjutnya, adonan dipadatkan. Semakin padat, briket

akan semakin kokoh, tidak rapuh, dan tidak mudah

hancur. Selanjutnya arang briket dikeluarkan dari cetakan

dan dijemur hingga kadar air dalam briket sekitar 4,34%.

Mulyantono dan Isman (2008) menjelaskan bahwa

terdapat pengklasifikasian tipe dan bentuk briket menjadi 5

(lima) yaitu sarang tawon, persegi panjang, jengkol atau

telur, bantal dan yang terakhir ialah tiram. Berikut ini

adalah gambar dari tipe-tipe bentuk cetakan briket

tersebut.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/3765/3/15. BAB II TINJAUAN PUSTAKA.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Budiawan, Lucky, dkk

11

Gambar 2.2 Bentuk-bentuk Cetakan Briket

(Kurniawan dan Marsono, 1966)

Sedangkan Kurniawan dan Marsono (1966) juga

mengklasifikasikan bentuk briket menurut penggunaan dan

spesifikasi suatu media pembakarannya. Ada berbagai macam

jenis bentuk briket. Berikut adalah klasifikasi bentuk briket

tersebut.

1. Bentuk silinder

2. Bentuk kubus

3. Bentuk persegi panjang

4. Bentuk piramid

5. Bentuk bolu

6. Bentuk heksagonal

7. Bentuk tablet

2.4 Karbonisasi

Karbonisasi merupakan suatu proses dari reaksi endoterm

dan eksoterm. Proses ini dipengaruhi oleh temperatur dan suatu

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/3765/3/15. BAB II TINJAUAN PUSTAKA.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Budiawan, Lucky, dkk

12

reaksi yang terjadi. Dalam proses karbonisasi ini, ada suatu

proses yang mengubah bahan organik menjadi arang. Biasanya

proses karbonisasi ini dilakukan pemanasan tanpa atau sedikit

oksigen dengan suhu berkisar. Tujuan dari proses karbonisasi

ini adalah meningkatkan nilai kalor, menaikkan kadar karbon

padat dan menghilangkan zat terbang (volatile matter) yang

terkandung dalam suatu bahan serendah mungkin. Hal yang

sama juga dijelaskan oleh Putro dkk. (2015) bahwa prinsip

karbonisasi adalah pembakaran biomassa tanpa adanya

kehadiran oksigen. Sehingga yang terlepas hanya bagian

volatile matter, sedangkan karbonnya tetap tinggal di dalamnya.

Kemudian, hasil dari proses karbonisasi ini akan berupa arang

dengan pembakaran yang bersih dan tidak menimbulkan

banyak asap sebagaimana dikemukakan oleh Junary dkk

(2015). Terdapat 3 macam proses karbonisasi menurut Sariadi

(2009) adalah sebagai berikut:

1. Karbonisasi suhu rendah, berkisar antara 500 – 750oC

2. Karbonisasi suhu menengah, berkisar antara 750 –

900oC

3. Karbonisasi suhu tinggi, berkisar antara 900 – 1175oC.

Dalam penjelasan Khusna dan Joko (2015), terdapat

seorang tokoh Hcock dan Olson mengemukanan secara garis

besar pembuatan arang. Pembuatan arang (karbonisasi)

tersebut adalah sebagai berikut:

1. Proses karbonisasi dengan memasukkan udara di

dalam bahan.

2. Proses karbonisasi dengan sirkulasi gas api terhadap

massa bahan.

3. Proses karbonisasi dengan pemanasan di luar tempat

pembakaran.

4. Proses karbonisasi dalam tempat tertutup dan bahan

dimasukkan secara teratur ke dalam dapur pemanasan.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/3765/3/15. BAB II TINJAUAN PUSTAKA.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Budiawan, Lucky, dkk

13

2.5 Komposisi Pembuatan Briket

Terdapat komposisi-komposisi pada pembuatan briket.

Komposisi pembuatan briket tersebut ialah kulit kopi robusta,

perekat yang terdiri dari tepung tapioka, tepung sagu dan tetes

tebu (molase) serta komposisi yang terakhir ialah air. Beberapa

analisa komposisi-komposisi briket kulit kopi yang akan dibuat

tersebut adalah sebagai berikut.

2.5.1 Kulit Kopi Robusta

Kulit kopi robusta merupakan suatu limbah dari hasil

proses pengolahan biji kopi robusta. Limbah kulit kopi

robusta biasanya hanya digunakan sebagai pupuk saja

dan sisanya tidak digunakan lagi. Sehingga, Limbah kulit

kopi robusta yang ada masih belum dimanfaatkan secara

optimal, padahal kulit kopi robusta ini cukup potensial

untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar, mengingat

kandungan bahan kimia yang terdapat pada kulit kopi

robusta tersebut. Kandungan kimia yang terdapat pada

kulit kopi robusta ditunjukkan pada tabel berikut (Rabitah,

2013):

Tabel 2.1 Kandungan Kimia Kulit Kopi Robusta

Nama Kandungan Kimia Persen (%) kandungan kimia

Protein Kasar 6,11%

Serat Kasar 18,6%

Tannin 2,47%

Kafein 1,36%

Lignin 52,59%

Telah diketahui kandungan kimia kulit kopi di atas.

Kulit kopi juga memiliki selulosa dan hemiselulosa.

Sedangkan selulosa, hemiselulosa dan lignin adalah salah

satu komponen yang menyusun tanaman sehingga

membentuk bagian struktural dan sel tanaman itu sendiri.

Menurut Dep. Pertambangan dan Energi (1995), kalori

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/3765/3/15. BAB II TINJAUAN PUSTAKA.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Budiawan, Lucky, dkk

14

yang terkandung dalam kulit buah kopi ialah cukup besar.

Untuk kulit kopi mentah kalori yang terkandung yaitu 1850

kal/gram, sedangkan untuk arang kulit kopi sebesar 2250

kal/gram. Kalori inilah yang disebut sebagai satuan ukur

untuk menyatakan nilai energi.

Terdapat istilah-istilah kulit kopi, yakni kulit tipis

bagian luar yang disebut exocarp. Lapisan kulit luar ini ada

yang berwarna merah, kuning (bangcuk), hijau ataupun

hitam. Kemudian ada istilah kulit tanduk atau kulit dalam

(endocarp). Kulit tanduk ini merupakan lapisan tanduk

yang menjadi batas kulit dan biji yang memiliki keadaan

agak keras. Lalu, yang terakhir ada istilah kulit ari atau

yang disebut juga dengan selaput perak. Kulit ari atau

selaput perak ini merupakan selaput tipis yang membalut

biji kopi.

2.5.2 Serbuk Kayu

Serbuk kayu merupakan suatu limbah yang berasal

industri perkayuan. Serbuk kayu ini berupa partikel-partikel

kecil yang hanya dibiarkan menumpuk dan akhirnya

dibuang ataupun dibakar. Pada industri perkayuan ini

serbuk kayu masih belum dimanfaatkan secara optimal.

Padahal, serbuk kayu memilik beberapa keuntungan

antara lain (Sutrisna, 2012):

1. Memiliki berat relatif ringan sehingga cocok digunakan

untuk bahan bangunan.

2. Memiliki daya hantar panas dan listrik relatif rendah.

3. Mempunyai sifat isolasi dan akustik sehingga bahan ini

cocok untuk bahan kedap suara.

4. Relatif lebih tahan terhadap rayap dan jamur dibanding

dengan papan kayu.

Pada pemanfaatan serbuk kayu ini, akan menambah

nilai guna bahan dan hal ini akan meningkatkan nilai

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/3765/3/15. BAB II TINJAUAN PUSTAKA.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Budiawan, Lucky, dkk

15

ekonomis. Serbuk kayu merupakan bahan organik yang di

dalamnya terdapat kandungan selulosa, lignin, pentosan

dan air. Berikut adalah gambar dari limbah serbuk kayu.

Gambar 2.3 Limbah Serbuk Kayu

(Sutapa dkk., 2013)

2.5.3 Perekat

Perekat adalah bahan yang mampu mengikat dua

permukaan sejenis maupun tidak sejenis dengan kekuatan

tarik dan kekuatan geser. Pemberian perekat ini

digunakan untuk menarik air dan membentuk tekstur yang

padat serta menggabungkan dua substrat yang akan

direkatkan. Kekuatan pada rekatan inilah yang

mempengaruhi sifat dari rekatan serta teknik

perekatannya. Hal yang sama juga dikemukakan oleh

Ndraha (2009) bahwa, penggunaan bahan perekat

dimaksudkan untuk membentuk tekstur yang padat dan

mengikat substrat yang akan direkatkan agar susunan

partikel semakin baik, teratur dan lebih padat pada proses

pengempaan.

Dumanauw (2001) menyatakan bahwa perekat

dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu perekat tahan

kelembaban (moisture resistence), perekat tahan panas

dan cuaca (dry resistance), dan perekat tahan air (water

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/3765/3/15. BAB II TINJAUAN PUSTAKA.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Budiawan, Lucky, dkk

16

resistance). Terdapat beberapa jenis perekat yang berasal

baik dari tumbuhan atau hewan serta dari bahan kimia.

Perekat juga dapat berasal dari tepung-tepungan yang

memiliki pati di dalamnya. Pati termodifikasi secara

enzimatis sebagai komponen perekat bahan. Pati-pati

yang termodifikasi sebagai bahan perekat adalah tepung

tapioka dan tepung sagu. Keuntungan dalam penggunaan

perekat dari bahan pati ini antara lain harga lebih murah,

ketersediaan bahan baku cukup banyak, mudah didapat,

mudah dalam pemakaiannya serta dapat menghasilkan

kekuatan rekat kering yang tinggi. Dari penjelasan-

penjelasan tersebut perlu memperhatikan hal-hal yang

berkaitan dengan pemilihan bahan perekat dalam

pembuatan briket ini. Faktor yang mempengaruhi

pemilihan dan penggunaan bahan perekat untuk briket

antara lain daya serap terhadap air, harga jual dari

perekat, serta kemudahan dalam mendapatkan perekat

tersebut.

2.5.3.1 Tepung Tapioka

Tepung tapioka merupakan tepung yang

berasal dari singkong (Manihot esculenta Crantz)

yang dikeringkan. Tepung tapioka disebut dengan

tepung kanji (bahasa Jawa) atau aci (dalam bahasa

Sunda). Tepung tapioka umumnya berbentuk butiran

pati yang terdapat di dalamnya. Tapioka juga

banyak digunakan sebagai bahan pengental dan

bahan pengikat. Menurut Suprapti (2005), tepung

tapioka memiliki beberapa keunggulan dibandingkan

dengan bahan bakunya (singkong), yaitu lebih tahan

dalam penyimpanan, lebih mudah didistribusikan

karena praktis, ringan, dan aman, daya jangkau

pemasarannya jauh lebih luas, dan kegunaannya

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/3765/3/15. BAB II TINJAUAN PUSTAKA.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Budiawan, Lucky, dkk

17

lebih banyak selain itu, tepung tapioka juga dapat

dimanfaatkan sebagai bahan pengental (thckener),

bahan pemadat/pengisi (filler), bahan pengikat pada

industri makanan olahan serta dapat juga sebagai

bahan penguat benang. Inilah gambar dari tepung

tapioka.

Gambar 2.4 tepung Tapioka

(Yuyun, 2007)

Menurut USDA (2014), komposisi kimia

tepung tapioka per 100 gram bahan disajikan dalam

tabel berikut ini:

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Tepung Tapioka per 100 gram

Bahan

Komponen Jumlah

Kalori (kal) 358

Protein (g) 0,19

Lemak (g) 0,02

Karbohidrat (g) 88,69

Kalsium (mg) 20

Fosfor (mg) 7

Besi (mg) 1,58

Vitamin A (IU) 0

Vitamin C (mg) 0,0

Air (g) 10,92

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/3765/3/15. BAB II TINJAUAN PUSTAKA.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Budiawan, Lucky, dkk

18

Tepung tapioka memiliki SNI yang digunakan

sebagai pedoman syarat mutu. Isi dari syarat mutu

tersebut tercantum pada SNI 3451:2011 yang

terdapat pada tabel berikut ini (Badan Standardisasi

Nasional, 2011):

Tabel 2.3 Syarat Mutu Tepung Tapioka

Kriteria Uji Satuan Persyaratan

Keadaan:

a. Bentuk

b. Bau

c. Warna

-

-

-

Serbuk halus

Normal

Putih, khas tapioka

Kadar air (b/b) % Maks. 14

Abu (b/b) % Maks. 0,5

Serat kasar (b/b) % Maks. 0,4

Kadar pati (b/b) % Min. 75

Derajat putih

(MgOO = 100) - Min. 91

Derajat asam Ml NaOH 1 N/100g Maks. 4

Cemaran logam:

a. Cadmium (Cd)

b. Timbal (Pb)

c. Timah (Sn)

d. Merkuri (Hg)

Mg/kg

Mg/kg

Mg/kg

Mg/kg

Maks. 0,2

Maks. 0,25

Maks. 40

Maks. 0,05

Cemaran arsen (As) Mg/kg Maks. 0,5

Cemaran mikroba:

a. Angka

lempeng total

(35oC, 48 jam)

b. Escherichia

coli

c. Basillus cereus

d. Kapang

Koloni/g

APM/g

Koloni/g

Koloni/g

Maks. 1 x 106

Maks. 10

< 1 x 104

Maks. 1 x 104

2.5.3.2 Tepung Sagu

Tepung sagu berasal dari batang atau

empulur tanaman sagu (Metroxylon sp.). Menurut

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/3765/3/15. BAB II TINJAUAN PUSTAKA.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Budiawan, Lucky, dkk

19

Auliah (2013), tepung sagu adalah salah satu

sumber karbohidrat dan mengandung beberapa

komponen lain seperti mineral dan fosfor. Menurut

Fattah (2016), tepung sagu memiliki ciri fisik yang

mirip dengan tepung tapioka. Berikut adalah gambar

dari tepung sagu yang sudah dicairkan menjadi

semacam bubur.

Gambar 2.5 Bubur Tepung Sagu

(Fattah, 2016)

Komposisi kandungan kimia per 100 gram

bahan yang terdapat pada tepung sagu menurut

Putra (2005) adalah sebagai berikut:

Tabel 2.4 Komposisi Kimia Pati Sagu per 100 gram bahan

Komponen Kadar/100 g bahan

Kalori (kal) 357

Protein (g) 0,7

Lemak (g) 0,2

Karbohidrat (g) 84,7

Air (g) 14,0

Pospor (mg) 13

Kalsium (mg) 11

Besi (mg) 1,5

Tepung sagu memiliki SNI yang digunakan

sebagai pedoman syarat mutu suatu tepung sagu

tersebut. SNI tersebut ialah SNI 01-3729-1995. Isi

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/3765/3/15. BAB II TINJAUAN PUSTAKA.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Budiawan, Lucky, dkk

20

dari SNI syarat mutu tepung sagu tersebut adalah

sebagai berikut (Badan Standardisasi Nasional,

1995):

Tabel 2.5 Syarat Mutu Tepung Sagu

Kriteria Uji Satuan Persyaratan

Keadaan:

a. Bau

b. Warna

c. Rasa

d. Bentuk

-

-

-

-

Normal

Normal

Normal

Benda asing - Tidak boleh ada

Serangga (dalam segala

bentuk stadia dan

potongannya)

- Tidak boleh ada

Jenis pati lain selain pati sagu - Tidak boleh ada

Kadar air % (b/b) Maks. 13

Kadar abu % (b/b) Maks. 0,5

Kadar pati % (b/b) Min. 65

Kadar serat kasar % (b/b) Maks. 0,1

Derajat asam ml NaOH

1 N/100 gr Maks. 4,0

Residu SO2 mg/kg Maks. 20

Bahan tambahan makanan % (b/b) Sesuai dengan SNI

01-0222-1995

Kehalusan, lolos ayakan 100

mg/kg mesh mg/kg Min. 95

Cemaran logam:

a. Timbal (Pb)

b. Tembaga (Cu)

c. Seng (Zn)

d. Raksa (Hg)

mg/kg

mg/kg

mg/kg

mg/kg

Maks. 1,0

Maks. 10,0

Maks. 40,0

Maks. 0,05

Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0,005

Cemaran mikroba:

a. Angka lempengan total

b. E.coli

c. Kapang

Koloni/g

APM/g

Koloni/g

Maks. 106

Maks. 10

Maks. 104

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/3765/3/15. BAB II TINJAUAN PUSTAKA.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Budiawan, Lucky, dkk

21

2.5.3.3 Tetes Tebu

Tetes tebu merupakan limbah dari hasil industri

pembuatan gula. Tetes tebu disebut juga dengan molase.

Menurut Juwita (2012), molase tidak dapat lagi dibentuk menjadi

sukrosa namun masih mengandung gula dengan kadar tinggi

50-60%, asam amino dan mineral. Walaupun tetes tebu

(molase) sebagai produk samping pembuatan gula, tetes tebu

dapat digunakan sebagai bahan perekat dalam pembuatan

biobriket (Chandra dkk., 2015). Puspitasari (2008) menyatakan

bahwa molase digunakan sebagai media untuk produksi alkohol

secara komersial pada industri fermentasi alkohol karena

molase mudah didapatkan secara luas, murah serta dianggap

sebagai bahan baku berkualias. Kemudian molase berupa

cairan kental seperti sirup dan memiliki warna coklat gelap atau

coklat kemerahan yang bersifat asan dengan pH 5,5 hingga 6,5

yang disebabkan oleh adanya asam-asam organik bebas.

Gambar 2.6 Tetes Tebu (Molase)

(Purwendro dan Nurhidayat, 2006)

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/3765/3/15. BAB II TINJAUAN PUSTAKA.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Budiawan, Lucky, dkk

22

Komposisi kimia dari tetes tebu adalah sebagai berikut

(Hambali dkk., 2007):

Tabel 2.6 Komposisi Kimia Tetes Tebu (Molase)

Unsur Kisaran (%) Rata-rata (%)

Air 17-25 20

Sukrosa 30-40 35

Dektrosa (glukosa) 4-9 7

Laevulosa (fruktosa) 5-12 9

Karbohidrat lain 2-5 3

Abu 7-15 4

Unsur nitrogen 2-6 12

Unsur bukan nitrogen 2-8 4,5

Lilin, sterol, phospolipid 0,1-1,0 5

Pigmen - 0,4

Vitamin - -

2.5.4 Air

Air adalah senyawa yang yang sangat diperlukan

bagi kehidupan makhluk hidup. Air memiliki senyawa

gabungan antara dua atom hidrogen dan satu atom

oksigen menjadi H2O. Air juga disebut dengan pelarut

universal, karena air memiliki kemampuan melarutkan

banyak zat kimia. Air tidak memiliki rasa, warna dan bau.

Berikut adalah gambar dari suatu penampakan air.

Sekitar 71% permukaan bumi diliputi oleh air yang

terdiri dari air asin dan air tawar. Air berperan dalam

kehidupan manusia sehari-sehari. Fungsi air sebagai

kehidupan tidak dapat digantikan oleh senyawa lain.

Menurut Kodoatie dan Roestam (2010), air mempunyai

kemampuan merubah fisik. Perubahan fisik bentuk air

tergantung dari lokasi dan kondisi alam, ketika dipanaskan

sampai 100oC, air berubah menjadi uap dan pada suhu

tertentu uap air berubah kembali menjadi air, sedangkan

pada suhu di bawah 0oC air berubah menjadi benda padat

yang disebut es atau salju.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/3765/3/15. BAB II TINJAUAN PUSTAKA.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Budiawan, Lucky, dkk

23

Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1990

mengelompokkan kualitas air menjadi beberapa golongan

menurut peruntukannya adalah sebagai berikut

(Departemen Kesehatan, 1990):

1. Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air

minum secara langsung tanpa pengolahan terlebih

dahulu.

2. Golongan B, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air

baku air minum.

3. Golongan C, yaitu air yang dapat digunakan untuk

keperluan perikanan dan peternakan.

4. Golongan D, yaitu air ang dapat digunakan untuk

keperluan pertanian, usaha di perkotaan, industri, dan

PLTA.

2.5.5 Kapur

Kapur adalah sebuah benda putih yang halus

membentuk bebatuan. Kapur terdiri dari mineral kalsium di

dalamnya. Kapur terbuat dari batuan sedimen,

membentuk bebatuan yang terdiri dari mineral kalsium.

Kapur ini terbentuk di laut dalam dengan kondisi bebatuan

yang mengandung lempengan kalsium plates (coccoliths)

yang dibentuk oleh mikroorganisme coccolithophores.

Penggunaan komposisi kapur pada pembuatan briket ini

dilakukan untuk memberikan sifat yang keras serta kokoh

pada briket. Menurut Mulyadi dkk (2013), penambahan

komposisi bahan tambahan berupa kapur agar briket

memiliki ketahanan terhadap kelembaban dan

meningkatkan kekuatan mekanik serta dapat mengikat

senyawa biomassa yang dapat mempercepat atau

mempermudah proses pembakaran dan menyerap emisi

gas SO2. Menurut, Rizqiah (2008), penambahan bahan

kapur yang optimal pada briket adalah 2 hingga 4%.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/3765/3/15. BAB II TINJAUAN PUSTAKA.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Budiawan, Lucky, dkk

24

Jenis-jenis kapur bergantung dari tujuan

pengapurannya antara lain, kapur giling (kalsit super),

kapur tohor atau kapur hidup (kalsit, quicklime), dolomit,

kapur ati atau kapur tembok (slaked llime, Ca(OH)2), kapur

liat atau marl, kapur bara (slag), dan cangkang kerang.

2.6 Nilai Kalor

Nilai kalor atau Heating Value adalah ukuran dari energi

panas yang dihasilkan oleh pembakaran sempurna atau

pembakaran dengan oksigen. Menurut Napitupulu (2006), nilai

kalor merupakan jumlah energi kalor yang dilepaskan bahan

bakar pada waktu terjadinya oksidasi unsur-unsur kimia yang

ada pada bahan bakar tersebut. Dalam sistem SI (Satuan

Internasional), nilai kalor dinyatakan dalam satuan Kj/kg.

Badan Standarisasi Nasional (2000) nomor SNI 01-6235-

2000 menyatakan bahwa, kualitas standar nilai kalor yang baik

pada briket yaitu minimal 5000 kal/gram. Apabila telah

memenuhi standar tersebut, briket dapat dijadikan sebagai

bahan bakar. Kemudian, menurut Budiawan dkk. (2014), nilai

kalor perlu diketahui dalam pembuatan briket guna mengetahui

nilai panas pembakaran yang dapat dihasilkan oleh briket

sebagai bahan bakar, karena semakin tinggi nilai kalor yang

dihasilkan oleh briket, maka akan semakin baik pula

kualitasnya. Nilai kalor terdiri dari 2 jenis, yaitu nilai kalor atas

atau yang disebut dengan HHV (Highest Heating Value) dan

nilai kalor bawah atau yang disebut juga dengan LHV (Lower

Heating Value). Nilai kalor atas atau HHV adalah nilai kalor yang

diperoleh dari pembakaran 1 kg bahan bakar dengan

memperhitungkan panas kondensasi uap (air yang dihasilkan

dari pembakaran berada dalam wujud cair). Sedangkan nilai

kalor bawah atau LHV merupakan nilai kalor yang diperoleh dari

pembakaran 1 kg bahan bakar tanpa memperhitungkan panas

kondensasi uap (air yang dihasilkan dari pembakaran berada

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/3765/3/15. BAB II TINJAUAN PUSTAKA.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Budiawan, Lucky, dkk

25

dalam wujud gas/uap). Rumus yang digunakan untuk HHV dan

LHV menurut formula Dulong yaitu:

Formula Dulong untuk HHV (nilai kalor atas),

* (

)+

[Btu/lb]……………………..............................................(1)

Dimana:

HHV = Nilai kalor atas (Btu/lb)

C = Persentase massa carbon (%)

H2 = Persentase massa hydrogen (%)

S = Persentase massa sulfur (%)

O2 = Persentase massa oksigen (%)

Formula Dulong untuk LHV (nilai kalor bawah),

( )

[Btu/lb]……………………………………………………...(2)

Dimana:

LHV = Nilai kalor bawah (Btu/lb)

HHV = Nilai kalor atas (Btu/lb)

H2 = Persentase massa hyrogen (%)

Nilai kalor dapat ditentukan dengan menggunakan alat

ukur berupa bomb calorimeter. Bomb calorimeter adalah alat

yang digunakan untuk mengukur jumlah kalor atau nilai kalori

yang dibebaskan pada pembakaran sempurna dengan

menggunakan oksigen pada suatu senyawa, bahan makanan

ataupun bahan bakar. Bomb calorimeter ini menggunakan

kondisi volume konstan yang artinya tidak menggunakan nyala

api namun menggunakan gas oksigen dengan volume konstan

atau tegangan tinggi. Prinsip kerja yang terjadi pada alat ukur

bomb calorimeter ini yaitu dengan sistem tersisolasi, sehingga

tidak adanya perpindahan baik energi maupun massa.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/3765/3/15. BAB II TINJAUAN PUSTAKA.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Budiawan, Lucky, dkk

26

2.7 Nilai Kadar Air

Kadar air merupakan persentase kandungan air suatu

bahan yang dapat dinyatakan berat basah (wet basis) atau

berdasarkan berat kering (dry basis). Kadar air berat basah

mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100 persen,

sedangkan kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih dari

100 persen.

Kadar air dapat dikurangi melalui dua cara, yaitu

penjemuran (sun drying) dan pengeringan menggunakan oven.

Pada penelitian ini, penentuan kadar air dilakukan untuk setiap

perlakuan pada setiap kali ulangan. Kadar air dapat diperoleh

dengan menggunaan persamaan (Ndraha, 2009):

( )

............................................................................(3)

G0 = berat contoh sebelum dikeringkan (gram)

G1 = berat contoh setelah dikeringkan (gram)

Menurut Badan Standardisasi Nasional (2000) pada

nomor SNI 01-6235-2000 menyatakan bahwa, kualitas standar

nilai kadar air yang baik pada briket yaitu maksimal 8%. Apabila

telah memenuhi standar tersebut, briket dapat dijadikan sebagai

bahan bakar.

Menurut Mulyantono dan Isman (2008), kadar air yang

terlalu tingi sangat berpengaruh terhadap pembakaran, karena

panas yang dihasilkan oleh briket digunakan untuk menguapkan

air terlebih dahulu. Pada umumnya, setiap 1% kadar air

membutuhkan panas sebesar 9,6 kkal/kg.

2.8 Laju Pembakaran

Pembakaran merupakan serangkaian proses reaksi-reaksi

kimia eksotermal antara bahan bakar dan oksidan berupa udara

yang disertai dengan produksi energi berupa panas dan

konveksi senyawa kimia. Pada proses pembakaran, dikenal

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/3765/3/15. BAB II TINJAUAN PUSTAKA.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Budiawan, Lucky, dkk

27

dengan istilah laju pembakaran. Laju pembakaran

diperhitungkan agar dapat mengetahui seberapa besar

kecepatan pembakaran tersebut dalam menghabiskan bahan

bakar itu sendiri. Menurut Kusna dan Joko (2015), perhitungan

laju pembakaran dapat dihitung melalui rumus berikut.

( )

( ) …...………..(4)

Dimana:

Ma = Massa bahan bakar sebelum pembakaran (kg)

Mb = Massa bahan bakar sesudah pembakaran (kg)

t = Waktu yang dibutuhkan selama pembakaran (detik)

Perumusan laju pembakaran yang sama juga dinyatakan

oleh Lestari dan Siti (2015), yaitu selisih antara berat sebelum

pembakaran dengan berat setelah pembakaran kemudian

dibagi dengan waktu pembakaran. Dimana laju pembakaran

menggunakan satuan gram/menit. Sehingga, berat sebelum dan

sesudah pembakaran menggunakan satuan gram, sedangkan

waktu pembakaran menggunakan satuan menit.

2.9 Rancangan Acak Lengkap (RAL)

Rancangan percobaan adalah cara untuk

menyelenggarakan suatu percobaan, baik di lapangan maupun

di laboratorium. Rancangan acak sangat diperlukan dalam suatu

percobaan, karena rancangan acak merupakan indikasi ada

atau tidaknya pengaruh keragaman respon terhadap hasil uji

percobaan tersebut. Menurut Sastrosupadi (1999), ada dua hal

penting dalam suatu rancangan percobaan yaitu adanya

perlakuan (treatment = hal-hal yang dicoba untuk diteliti = objek

percobaan) dan pengaturan lingkungan percobaan.

Rancangan Acak Lengkap disebut dengan Fully

Randomized Design atau pula Completely Randomized Design.

Rancangan acak lengkap ini digunakan pada suatu percobaan

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulurepository.ub.ac.id/3765/3/15. BAB II TINJAUAN PUSTAKA.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Budiawan, Lucky, dkk

28

yang memiliki media atau tempat percobaan yang seragam

ataupun homogen. Arti dari kata seragam ini ialah media atau

tempat percobaan yang tidak memberikan pengaruh respon

pada pengamatan. Model yang diperhitungkan dalam suatu

Rancangan Acak Lengkap adalah sebagai berikut

(Sastrosupadi, 2009):

; i = 1,2, … t……………………………..…(5)

j = 1,2, … t……………………................(6)

= respon atau nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan

ulangan ke-j

= nilai tengah umum

= pengaruh perlakuan ke-i

= pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan

ulangan ke-j

Asumsi yang digunakan agar dapat dilakukan pengujian

secara statistika adalah:

a. µ dan Ti bernilai tetap.

b. µ, Ti dan ij saling aditif.

c. ij ≈ N (0, σ2) artinya ij menyebar secara normal dengan

nilai tengah = 0 dan ragam sebesar σ2.

d. ij bebas satu sama lain.

Model tersebut sesuai dengan tabel ANOVA dari RAL

adalah sebagai berikut:

Tabel 2.7 Anova

SK db JK KT Fhitung F5% F1%

Perlakuan

Galat

t – 1

(rt – 1)

– (t – 1)

JKP

JKG

JKP/(t-1)

JKG/(rt-

1)

KTP/KTG

Total rt – 1 JKP +

JKG