bab ii tinjauan pustaka 2.1 peneliti terdahulueprints.umm.ac.id/44794/3/bab ii.pdf · tinjauan...
TRANSCRIPT
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Peneliti Terdahulu
Penelitian Faizur Al Muhajir, Toni Dwi Putra dan Naif Fuhaid (2014) yang
berjudul “pengaruh penambahan ethanol pada bahan bakar premium terhadap emisi
gas buang pada motor matic” menghasilkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Pengaruh emisi gas buang karbon dioksida ketika dilakukan penambahan
ethanol 10% dan 20% mengalami penurunan dari 6,3 ppm (premium murni,
Rpm 7000) menjadi 2,1 ppm (pada Rpm 3000)
2. Perubahan kecepatan juga berpengaruh terhadap turunnya kadar emisi gas
buang karbon monoksida.
3. Pengaruh emisi gas buang hidro karbon ketika dilakukan penambahan
ethanol 20% mengalami penurunan dari 162 ppm (premium murni, Rpm
3000) menjadi 40 ppm (pada Rpm 7000).
Penelitian Buchari Ali dan Eman Slamet Widodo (2012) yang berjudul
“Analisis unjuk kerja mesin sepeda motor type “x” 115 cc sistem karburator dengan
menggunakan bahan bakar premium dan campuran premium ethanol (10,15,20)%”
menghasilkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Daya optimal yang diperoleh pada campuran bahan bakar premium dengan
ethanol 15% yaitu dengan hasil nilai 5,82 KW pada putaran mesin 8000
Rpm.
2. Torsi optimal diperoleh pada campuran bahan bakar premium dengan
ethanol 15% yaitu 7,70 N.m pada putaran mesin 5000 Rpm, sedangkan pada
bahan bakar premium murni dengan nilai 7,36 N.m. campuran premium
ethanol (10 dan 20%) menghasilkan nilai torsi 7,54 N.m dan 7,58 N.m.
6
Penelitian Atok Setiyawan (2007) yang berjudul “Pengaruh ignition timing
dan compression ratio terhadap unjuk kerja dan emisi gas buang motor bensin
berbahan bakar campuran ethanol 85% dan premium 15% (E-85)” menghasilkan
kesimpulan bahwa pemajuan ignition timing dan peningkatan compression ratio
dapat meningkatkan unjuk kerja motor bensin berbahan bakar E-85 bila
dibandingkan dengan kondisi standar, meskipun masih dibawah unjuk kerja
premium. Ignition timing terbaik dicapai pada 30o BTDC sedangkan compression
ratio tercapai pada kondisi maksimum, yaitu 10,2:1. Berdasarkan variasi ignition
timing dan compression ratio yang diteliti, hasil penelitian menunjukan bahwa
menentukan ignition timing yang tepat dapat memberikan perbaikkan unjuk kerja
motor bensin secara signifikan dibandingkan dengan compression ratio.
Penelitian Fintas Afan Agrariksa, Bambang Susilo, dan Wahyunanto Agung
Nugroho (2013) yang berjudul “uji performansi motor bakar bensin (on chassis)
menggunakan campuran premium dan ethanol” menghasilkan kesimpulan bahwa
penambahan ethanol mampu meningkatkan daya keluaran motor meskipun sedikit.
Penambahan ethanol menurunkan konsumsi bahan bakar dari 1,59 kg/jam menjadi
0,75 kg/jam. Sehingga bisa dikatakan dengan penambahan ethanol, motor menjadi
50% lebih irit. Penambahan ethanol juga mampu menciptakan pembakaran yang
lebih sempurna. Pada hal ini terbukti dengan penurunan nilai emisi gas buang CO
dan peningkatan emisi CO2.
2.2 Bahan Bakar
Bahan bakar adalah suatu zat kimia yang mudah terbakar dan dapat
menghasilkan kalor (panas) sebagai sumber energi.
7
Berdasarkan tingkatannya, bahan bakar terbagi 2 sebagai berikut :
1. Bahan bakar pertama (primary fuel)
Bahan bakar yang secara langsung digunakan untuk fungsi panas (energi)
dan penggunaannya. Secara teknis dilihat dari wujudnya, dapat berbentuk
padat, cair dan gas, seperti batubara, kayu, petroleum dan lain sebagainya.
2. Bahan bakar kedua (secondary fuel)
Bahan bakar yang dibuat dari bahan bakar lainnya dan kemudian digunakan
sebagai bahan jadi, bahan bakar ini disebut bahan bakar kedua yang
dihasilkan dari bahan bakar pertama, contohnya : gas batubara, gas air dan
sebagainya.
2.2.1 Pertalite
Pertalite merupakan bahan bakar minyak (BBM) jenis baru yang diproduksi
oleh pertamina. Berdasarkan keputusan Direktur jendral minyak dan gas bumi No.
313.K/10/DJM.T/2013 tentang standar dan mutu bahan bakar bensin 90 yang
dipasarkan di dalam negri. Di bawah ini spesifikasi pertalite :
1. Angka oktan riset (RON) 90,0
2. Stabilitas oksidasi minimal 360 menit
3. Kandungan sulfur maksimal 0,05% m/m setara dengan 500 ppm
4. Tidak boleh mengandung timbal
5. Tidak ada kandungan logam (mangan dan besi)
6. Kandungan oksiden maksimal 2,7% m/m
7. Distilasi 10% penguapan maksimal 74°c, titik didih maksimal 215°c.
8. Residu maksimal 2.0%
9. Sedimen 1 mg/liter
8
10. Unwashed gum maksimal 5 mg/100 ml
11. Berat jenis pada suhu 15°c minimal 715 kg/m3, maksimal 770 kg/m3
12. Penampilan visual jernih dan terang
13. Berwarna hijau
14. Kandungan pewarna maksimal 0,13 gram/100 liter
Selain yang tertera di atas, pemerintah juga memberikan syarat lainnya pada
bensin RON 90, yakni aditif yang dicampur harus kompatibel dengan
minyak bensin. Artinya tidak boleh menambah kekotoran mesin/kerak.
Aditif yang dicampur juga tidak boleh mengandung komponen pembentuk
abu (ash forming).
2.2.2 Ethanol
Ethanol adalah salah satu bahan bakar alternatif atau dapat diperbaharui
yang ramah lingkungan yang menghasilkan gas emisi karbon yang rendah
dibandingkan dengan bensin atau sejenisnya. Bioethanol adalah ethanol yang
dihasilkan oleh fermentasi glukosa yang dilanjutkan dengan proses destilasi.
Ethanol merupakan kependekan dari etil alkohol (C2H5OH) sering disebut dengan
grain alcohol atau alkohol. Berat jenisnya adalah 0,7939 g/mL, dan titik didihnya
78,3oC pada tekanan 766 mmHg. Sifat lainnya adalah larut dalam air serta
mempunyai kalor pembakaran 7093,72 kkal (Winarno, 2011).
Ethanol pada dasarnya terbuat dari ubi kayu, ubi jalar, jagung, tetes tebu dan
hasil perkebunan lainnya. Pembuatan bioethanol dapat dilakukan dengan dua
metode, yaitu hidrolisa asam dan hidrolisa enzim. Saat ini metode yang sering
digunakan adalah hidrolisa enzim. Metode hidrolisa enzim dapat dilakukan dengan
penambahan air dan enzim, selanjutnya dilakukan proses fermentasi gula menjadi
9
alkohol dengan menambahakan ragi. Hasil dari proses fermentasi ini akan diperoleh
ethanol.
Ethanol merupakan turunan dari alkohol merupakan bahan bakar dari
golongan oksigenat, yang memiliki basis molekul hidrokarbon. Yang jika
diturunkan akan menghasilkan proponal, butanol, methanol, dan ethanol. Secara
teoritis semua molekul organik keluarga alkohol dapat dipergunakan untuk bahan
bakar. Akan tetapi secara ekonomis dan teknis hanya dua jenis bahan bakar yang
cocok dipergunakan pada motor bakar, yaitu methanol dan ethanol.
2.3 Motor Bakar
Motor bakar atau lebih dikenal dengan nama mesin pembakaran dalam
(Internal Combustion Eengine) adalah suatu jenis pesawat yang prinsip kerjanya
mengubah energi kimia bahan bakar menjadi energi kalor, kemudian diubah lagi
menjadi energi mekanik atau gerak. Proses pembakaran berlangsung di dalam
motor bakar itu sendiri, sehingga gas pembakaran yang terjadi sekaligus berfungsi
sebagai fluida kerja (Sugiyanto, 2014).
Menurut (Ali & Widodo, 2012) Motor bakar terbagi menjadi 2 kelompok,
yaitu motor diesel dan motor bensin. Perbedaan umum terletak pada sistem
penyalaan campuran, pada motor bensin, campuran dibakar oleh loncatan bunga api
listrik yang dipercikan oleh busi atau juga sering disebut juga Spark Ignition Engine
(SIE), sedangkan pada motor diesel penyalaan terjadi karena kompresi yang tinggi
di dalam silinder kemudian bahan bakar diinjeksikan oleh nozzle, dengan demikian
disebut juga Compression Ignition Engine (CIE). SIE dan CIE juga dapat bekerja
berdasarkan siklus 2 langkah dan 4 langkah, dan umumnya saat ini lebih banyak
menggunakan mesin dengan siklus 4 langkah.
10
2.3.1 Siklus Termodinamika
Konversi energi yang terjadi pada motor bakar torak berdasarkan pada
siklus termodinamika. Proses sebenarnya sangat komplek, sehingga analisa
dilakukan pada kondisi ideal dengan fluida kerja udara. Proses ideal tersebut
sebagai berikut :
1. Fluida kerja dari awal proses hingga akhir proses.
2. Panas jenis dianggap konstan meskipun terjadi perubahan temperature pada
udara.
3. Proses kompresi dan ekspansi berlangsung secara adiabatik. Tidak terjadi
perpindahan panas antara gas dan dinding silinder.
4. Sifat-sifat kimia fluida kerja tidak berubah selama siklus berlangsung.
5. Motor 2 (dua) langkah mempunyai siklus termodinamika yang sama dengan
motor 4 (empat) langkah.
Diagram P-V dan T-S siklus termodinamika dapat dilihat pada gambar 2.1
dibawah sebagai berikut :
Gambar 2.1 Diagram P-V dan T-S siklus termodinamika
Sumber : (Cengel & Dr. Boles, 1994)
11
2.3.2 Siklus Otto (siklus udara volume konstan)
Siklus udara volume konstan (siklus Otto) sering disebut dengan siklus
ledakan (explostion cycle) karena secara teoritis proses pembakaran terjadi sangat
cepat dan menyebabkan peningkatan tekanan secara tiba-tiba. Penyalaan untuk
proses pembakaran dibantu dengan loncatan bunga api. Siklus Otto dapat
digambarkan dengan grafik P vs v seperti terlihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.2 Diagram P vs v dari siklus volume konstan
Sumber : (Arismunandar, 1988)
P = tekanan fluida kerja, kg/cm2
v = volume spesifik, m3/kg
qm = jumlah kalor yang dimasukkan, kcal/kg
qk = jumlah kalor yang dikeluarkan, kcal/kg
vL = volume langkah torak, m3 atau cm3
vs = volume sisa, m3 atau cm3
TMA = titik mati atas
TMB = titik mati bawah
12
Sifat ideal yang dipergunakan serta keterangan mengenai proses siklusnya
adalah sebagai berikut :
1. Fluida kerja dianggap sebagai gas ideal dengan kalor spesifik yang konstan
2. Langkah isap (0-1) merupakan proses tekanan konstan
3. Langkah kompresi (1-2) ialah proses isentropic
4. Proses pembakaran volume-konstan (2-3) dianggap sebagai proses
pemasukan kalor pada volume-konstan
5. Langkah kerja (3-4) ialah proses isentropic
6. Proses pembuangan (4-1) dianggap sebagai proses pengeluaran kalor pada
volume konstan
7. Langkah buang (1-0) ialah proses tekanan konstan
8. Siklus dianggap tertutup artinya siklus ini berlangsung dengan fluida kerja
yang sama atau gas yang berada di dalam silinder pada titik 1 dapat
dikeluarkan dari dalam silinder pada waktu langkah buang, tetapi pada
langkah isap berikutnya akan masuk sejumlah fluida kerja yang sama.
Proses siklus otto sebagai berikut :
Proses 1-2 : proses kompresi isentropic (adiabatic reversible) dimana piston
bergerak menuju TMA (titik mati atas) mengkompresi udara
sampai volume clearance sehingga tekanan dan temperature udara
naik.
Proses 2-3 : pemasukan kalor konstan, piston sesaat pada TMA (titik mati atas)
bersamaan kalor suplai dari sekelilingnya serta tekanan dan
temperatur meningkat hingga nilai maksimum dalam siklus.
13
Proses 3-4 : proses isentropik udara panas dengan tekanan tinggi mendorong
piston turun menuju TMB (titik mati bawah). Energi dilepaskan
disekeliling berupa internal energi.
Proses 4-1 : proses pelepasan kalor pada volume konstanpiston sesaat pada TMB
(titik mati bawah) dengan mentransfer kalor ke sekeliling dan
kembali melangkah pada titik awal.
Gambar 2.3 Diagram P-V dan T-S siklus Otto
Sumber : (Cengel & Dr. Boles, 1994)
2.3.3 Prinsip Kerja Motor 4 (empat) Langkah
1. Langkah 1 : Langkah isap
Proses 0-1 proses isobaric (P=C) dimulai pada TMA yakni bila piston
mulai bergerak ke bawah. Katup isapnya sudah terbuka sebelum TMA, untuk
menghasilkan lubang isap yang luas, bila dalam silinder telah terjadi
kehampaan akibat gerakan piston ke bawah. Hal ini disebabkan oleh tahanan
aliran yang dialami oleh campuran baru yang mengalir melalui sistem isap,
maka isinya tidak pernah mencapai 100%, sehingga tekanan selama pengisian
selalu berada di bawah 100 kPa efektif. Pada frekuensi putar yang lebih tinggi,
tekanan tersebut akan semakin rendah. Begitu juga dengan isian silindernya,
14
sehingga peningkatan daya yang diberikan tidak dapat sebanding dengan
frekuensi putarnya (efisiensi volumetri).
2. Langkah 2 : langkah Kompresi
Proses 1-2 proses adiabatic (P.Vk = C) dimana selama proses
berlangsung tidak ada panas yang masuk atau keluar sitem
P1 . V1k = P2 . V2
k
Dimana : K = indeks ekspansi atau kompresi untuk gas ideal standar yakni =1,4
dilanjutkan dengan proses pemasukan panas secara Isochoric (V=C), dimana
keadaan gas diubah dari keadaan awal ke keadaan akhir dengan memanaskan
silinder, sedang torak ditahan agar tidak bergerak sehingga volume gas dalam
silinder tetap dan tekanan akan naik.
Proses 2-3 : volume konstan (V2 = V3)
P2.V2
T2 =
P3.V3
T3
P2
T2 =
P3
T3 P3 =
P2 .T3
T2
Langkah kompresi, secara teoritis, dimulai pada saat piston bergerak
dari TMB menuju TMA. Tetapi dalam prakteknya langkah kompresi ini baru
terjadi setelah penutupan katup isapnya. Kadang-kadang kompresi tersebut
dapat terjadi lebih awal yakni bila tekanan berada di atas 100 kPa yang
disebabkan oleh energi gerak aliran campuran.
3. Langkah 3 : langkah kerja
Proses 3-4 : proses adiabatic (P.Vk = C)
P3 . V3k = P4 . V4
k
m . R . T3 . V3k-1 = m . R . T4 . V4
k-1
15
untuk mencari T2, didapatkan rumus
T2
T1 = [
V1
V2]k-1
Dimana, T1 = suhu awal (suhu ruangan 27oC)
T1 = 27+273 = 300oK
Langkah kerja terjadi saat piston bergerak dari TMA menuju TMB
disebabkan oleh pengembangan gas terbesar akibat suhu tertinggi harus terjadi
pada volume terkecil sehingga piston mendapatkan tekanan besar.
4. Langkah 4 : langkah Buang
Proses 1-0 adalah proses isobaric (P=C)
P0 = P1
Piston yang menuju ke TMA dari TMB sedikit mempertinggi tekanan
lebih gas yang sudah terbakar yang melalui katup buang akan mengalir ke
sistem buangnya. Seperti telah diuraikan pada langkah isap, tidak semua gas
bekas dapat dikeluarkan. Ruang bakar yang kecil dan pada perbandingan
pemampatan yang besar akan dapat memperbaiki keadaan itu. Di samping itu
apa yang disebut overlapping mempunyai peranan penting (Arends &
Berenschot, 1994).
16
Gambar 2.4 Prinsip kerja motor 4 (empat) langkah
Sumber : (Arismunandar, 1988)
2.4 Dynamometer
Dynamometer adalah suatu mesin yang digunakan untuk mengukur torsi
(torque) dan kecepatan putaran (rpm) dari tenaga yang diproduksi oleh suatu mesin,
motor atau penggerak berputar lain.
Dynamometer dapat juga digunakan untuk menentukan tenaga dan torsi
yang diperlukan untuk mengoperasikan suatu mesin. Dynamometer yang dirancang
untuk dikemudikan disebut dynamometer absorsi/penyerap atau dynamometer
pasif. Dynamometer yang dapat digunakan, baik penggerak maupun penyerap
tenaga disebut dynamometer universal atau aktif. Meskipun banyak tipe-tipe
dynamometer yang digunakan, tetapi pada prinsipnya semua itu bekerja seperti
pada gambar 2.5.
17
Gambar 2.5 Prinsip kerja dynamometer
Keterangan :
r : Jari-jari rotor (m)
w : Beban pengimbang (Kg)
f : Gaya kopel (N)
Prinsip kerjanya adalah rotor A diputarkan oleh sumber daya motor yang
diuji dengan stator dalam keadaan setimbang. Bila dalam keadaan diam maka
ditambahkan sebuah beban pengimbang W yang dipasangkan pada lengan C dan
diengselkan pada stator B. karena gesekan yang timbul, maka gaya yang terjadi di
dalam stator diukur dalam timbangan D dan penunjukanya merupakan beban atau
muatan dynamometer. Dalam satu poros, keliling rotor bergerak sepanjang 2.π.r
melawan gaya kopel f. jadi tiap putaran adalah : 2.π.r.f
Momen luar yang dihasilkan dari pembacaan D dan lengan L harus
setimbang dengan momen putar yaitu r x f, maka r x f = D x L. Jika motor berputar
dengan n putaran tiap menit, maka kerja per menit harus sama dengan 2.π.D.L.n,
harga ini merupakan suatu daya, karena menurut definisinya daya dibatasi oleh
waktu, kecepatan putar dan kerja yang terjadi.
18
2.5 Pembakaran
Pembakaran dapat terjadi karena ada tiga komponen yang bereaksi, yaitu
bahan bakar, panas dan oksigen. Jika salah satu komponen tersebut tidak ada maka
tidak akan timbul reaksi pembakaran.
Bahan bakar + panas + oksigen
Pembakaran
Energi + gas buang
Gambar 2. 6 Skema pembakaran sempurna pada mesin bensin
Gambar 2.6 merupakan reaksi pembakaran sempurna, dimana diasumsikan
semua bahan bakar terbakar dengan sempurna perbandingan udara bahan bakar
14,7 : 1.
Proses pembakaran mesin bensin yang tidak terjadi dengan sempurna dapat
disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut :
1. Waktu pembakaran singkat
2. Overlapping katup
3. Udara yang masuk tidak murni hanya oksigen
4. Kompresi tidak terjamin rapat sempurna.
Pembakaran tidak sempurna itu menghasilkan gas buang beracun, misalnya
CO, HC, Nox, Pb, Sox, CO2 dan juga masih menyisahkan oksigen disaluran buang.
2.6 Parameter Uji Performansi
Evaluasi unjuk kerja mesin terdapat beberapa parameter utama yang perlu
diperhatikan yang merupakan pengaruh dari beberapa kondisi. Parameter unjuk
kerja dalam penelitian ini meliputi : Torsi, Daya dan Emisi Gas Buang.
19
2.6.1 Torsi
Torsi didefinisikan sebagai besarnya momen putar yang terjadi pada poros
output mesin akibat adanya pembebanan dengan sejumlah massa (kg). Pengukuran
torsi dapat dilakukan dengan meletakkan mesin yang akan diukur torsinya pada
engine testbed dan poros keluaran dihubungkan dengan rotor dynamometer
(Heywood, 1988). Prinsip kerja dari dynamometer mekanis adalah dengan
mengerem putaran poros keluaran mesin, kemudian mengukur gaya gesekan yang
terjadi menggunakan alat seperti timbangan, sehingga besarnya gaya gesek yang
terjadi dapat diketahui dengan melihat massa pembebanan yang terbaca pada alat
ukur. Besarnya torsi dapat diperoleh dengan persamaan : (Winarno, 2011)
T = m.g.L
Dimana : T = momen torsi (N.m)
m = massa yang terukur pada dinamometer (kg)
g = gravitasi bumi (m/s2)
L = panjang lengan dinamometer
2.6.2 Daya
Daya adalah kerja yang dihasilkan sebuah mesin tiap satu satuan waktu
dalam suatu percobaan yang dapat dirumuskan sebagai berikut: (Winarno, 2011)
P = 2.π.n.T
60000
Dimana : P = daya (Kw)
n = putaran mesin (rpm)
T = momen torsi (N.m)
sedangkan untuk mengukur daya (Hp) sebagai berikut : (Yahya, 2014)
P = T.n
5252
20
Dimana : P = daya (Hp)
n = putaran mesin (rpm)
T = momen torsi (lbs.ft)
2.6.3 Emisi Gas Buang
1. CO (Carbon Monoksida)
Apabila karbon didalam bahan bakar terbakar dengan sempurna, akan
terjadi reaksi yang menghasilkan CO2 sebagai berikut :
C + O2 CO2
Apabila unsur oksigen udara tidak cukup, pembakaran tidak sempurna
sehingga karbon didalam bahan bakar terbakar dengan proses sebagai berikut :
C + O2 CO
Emisi CO dari kendaraan banyak dipengaruhi oleh perbandingan
campuran udara dengan bahan bakar yang masuk keruang bakar (AFR). Jadi
untuk mengurangi CO, perbandingan campuran harus kurus (excess air).
Namun akibatnya HC dan Nox lebih mudah timbul serta output mesin menjadi
berkurang.
2. CO2 (Karbon Dioksida)
Emisi CO2 menunjukan keadaan pembakaran bahan bakar yang baik
dalam proses pembakaran di ruang bakar. Emisi CO2 adalah reaksi kimia dari
emisi CO yang bereaksi dengan sedikit oksigen dan panas yang diakibatkan
dari panasnya mesin kendaraan dan saluran pembuangan gas buang kendaraan.
Kadar konsentrasi CO2 yang tinggi antara 12% - 15% menunjukan pembakaran
dalam ruang bakar terjadi pembakaran sempurna.
21
3. HC (Hidrocarbon)
Sumber emisi HC dapat dibagi menjadi dua bagian, sebagai berikut:
a. Bahan bakar yang tidak terbakar dan keluar menjadi gas mentah
b. Bahan bakar terpecah karena reaksi panas berubah menjadi gugusan HC
lain yang keluar Bersama gas buang :
C18H18 H + C + H
Penyebab utama timbulnya HC, sebagai berikut :
c. Sekitar dinding-dinding ruang bakar bertemperatur rendah, dimana
temperatur itu tidak mampu melakukan pembakaran.
d. Missing (missfire)
e. Adanya overlaping katup (kedua katup terbuka bersam-sama) sehingga
merupakan gas pembilas/pembersih.
4. NO2 (Nitrogen oksida)
Jika terdapat unsur N2 dan O2 pada temperatur 1800 s/d 2000 oC akan
terjadi reaksi pembentukan gas NO seperti berikut :
N2 + O2 2NO
Diudara, NO mudah berubah menjadi NO2, Nox di dalam gas buang terdiri dari
95% NO, 3-4% NO2, dan sisanya N2O, N2O3 dan sebagainya.
5. SO2 (Sulfur oksida)
Bahan bakar bensin mengandung unsur belerang = S (sulfur). Saat
terjadi pembakaran, S akan bereaksi dengan H dan O untuk membentuk
senyawa sulfat dan sulfur oksida.
H + S + O HSO
S + O2 SO2
22
6. N2 (Nitrogen)
Udara yang digunakan untuk pembakaran dalam mesin, sebagian besar
terdiri dari inert gas, yaitu N2, sebagian kecil N2 akan bereaksi dengan O2
membentuk NO2, sebagian besar lainnya tetap berupa N2 hingga keluar
darimesin.
7. O2 (Oksigen)
Pembakaran yang tidak sempurna dalam mesin menyisakan oksigen ke
udara. Oksigen yang tersisa ini semakin kecil jika pembakaran terjadi semakin
sempurna.
8. H2O
H2O merupakan hasil reaksi pembakaran dalam ruang bakar, dimana
kadar air yang dihasilkan tergantung dari kualitas bahan bakar. Semakin
banyak uap air dalam pipa gas buang , mengindikasikan pembakaran semakin
baik. Semakin besar uap air yang dihasilkan, pipa knalpot tetap kelihatan bersih
dan ini sekaligus menunjukan makin bersih emisi yang dihasilkan.