id peneliti:200608720610609

168
ID PENELITI:200608720610609 LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF CLUSTER: Penelitian Dasar Interdisipliner RESPON TUMBUHAN MANGROVE TERHADAP AKUMULASI LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) DAN KADMIUM (Cd) DI PERAIRAN TULEHU KECAMATAN SALAHUTU KABUPATEN MALUKU TENGAH NUR ALIM NATSIR, M.Si. (IAIN Ambon/Biologi Lingkungan) YUSRIANTI HANIKE, M.Si (IAIN Ambon/Statistik) LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI AMBON 2019

Upload: others

Post on 23-Nov-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ID PENELITI:200608720610609

ID PENELITI:200608720610609

LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIFCLUSTER: Penelitian Dasar Interdisipliner

RESPON TUMBUHAN MANGROVE TERHADAPAKUMULASI LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) DAN KADMIUM

(Cd) DI PERAIRAN TULEHU KECAMATAN SALAHUTUKABUPATEN MALUKU TENGAH

NUR ALIM NATSIR, M.Si. (IAIN Ambon/Biologi Lingkungan)YUSRIANTI HANIKE, M.Si (IAIN Ambon/Statistik)

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKATINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI AMBON

2019

Page 2: ID PENELITI:200608720610609

iv

Tabel Judul Halaman

1 Kadar Logam Berat Maksimal yang Masuk ke LingkunganLaut

37

2 Sifat-sifat Fisika Timbal (Pb) 53

3 Parameter, Metoda atau Alat yang Digunakan untukAnalisa Kualitas Air

73

4 Kriteria Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut 75

5 Kriteria baku mutu sedimen berdasarkan IADC/CEDA(1997) (mg/Kg)

75

Page 3: ID PENELITI:200608720610609

v

Gambar Judul Halaman

1 Komunitas Mangrove 62 Rantai Makan Detritus 103 Tumbuhan pidada (Sonneratia alba) 284 Logam Timbal (Pb) 535 Rantai Makanan dalam Ekosistem Aquatik sebagai Salah

Satu Mekanisme Transfer Logam Berat60

6 Pengaruh Pb dalam Air TerhadapKandungan Pb dalamTubuh Alga dan Bryophyta

61

7 Laju Pertumbuhan spesifik 2 fitoplankton TerhadapPemaparan Pb dengan Berbagai Konsentrasi

62

8 Proses Akumulasi Bahan Pencemar yang Masuk KeDalam Lingkungan Laut

67

9 Titik Lokasi Penelitian di Perairan Tulehu 6910 Preparasi Sampel Air 7411 Preparasi Sampel Sedimen 7412 Preparasi Sampel Mangrove 7513 Suhu di Setiap Titik Sampling 8114 Konsentrasi pH di Setiap Titik Sampling 8315 Konsentrasi Salinitas di Setiap Titik Sampling 8616 Konsentrasi Timbal (Pb) pada Air 9017 Konsentrasi Kadmium (Cd) pada Air 9418 Konsentrasi Timbal (Pb) pada Sedimen 10119 Konsentrasi Kadmium (Cd) pada Sedimen 10420 Konsentrasi Timbal (Pb) pada Akar 10821 Konsentrasi Kadmium (Cd) pada Akar 11122 Konsentrasi Timbal (Pb) pada Batang 11423 Konsentrasi Kadmium (Cd) pada Batang 11724 Konsentrasi Timbal (Pb) pada Daun 12025 Konsentrasi Kadmium (Cd) pada Daun 12426 Perbandingan Rata-rata Suhu Udara (0C) di Lokasi

Penelitian127

27 Perbandingan Rata-rata Derajat Keasaman (pH) diLokasi Penelitian

128

28 Perbandingan Rata-rata Salinitas di Lokasi Penelitian 128

Page 4: ID PENELITI:200608720610609

vi

Lampiran Halaman

1 Titik Lokasi Penelitian 1542 Dokumentasi Lokasi Penelitian 1553 Kondisi Kualitas Air di Perairan Tulehu 1604 Kandungan Logam Berat Pb dan Cd di Perairan

Tulehu160

5 Kandungan Logam Berat Pb dan Cd pada Akar,Batang dan Daun Mangrove di Perairan Tulehu

161

6 Analisis One Way ANOVA Logam Berat Pb dan Cddi Air dan Sedimen

161

7 Analisis One Way ANOVA Logam Berat Pb dan Cdpada Organ Mangrove

163

8 Analisis Regresi Faktor Fisik-Kimia denganBioakumulasi Logam Berat Pb dan Cd pada Akar,Batang dan Daun Mangrove di Perairan Tulehu

166

Page 5: ID PENELITI:200608720610609

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perairan Negeri Tulehu merupakan wilayah pesisir yang memiliki

sumberdaya hayati laut seperti mangrove, alga, mollusca dan lain-lain. Perairan.

Pelabuhan Tulehu di Provinsi Maluku merupakan pelabuhan yang letaknya sangat

strategis di Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah, dan berada di

sepanjang perairan pesisir Tulehu. Pelabuhan ini merupakan jalur utama sistem

transportasi laut masuk dan keluar ke Kota Ambon yang merupakan Ibukota

Provinsi Maluku ke pulau-pulau di Kabupaten Maluku Tengah. Pelabuhan Tulehu

merupakan jalur utama sistem transportasi laut sehingga perlu adanya

pengembangan fasilitas-fasilitas yang ada di Pelabuhan Tulehu. Untuk mendukung

kelancaran kegiatan bongkar muat barang dan naik turunnya penumpang di

Pelabuhan Tulehu.

Aktivitas antropogenik oleh masyarakat di sekitar pelabuhan dan lalu

lintas transportasi laut di pelabuhan Tulehu yang semakin berkembang diduga akan

menghasilkan limbah domestik baik organik maupun anorganik yang berpotensi

menjadi sumber masuknya logam berat ke dalam perairan Tulehu. Supriharyono

(2007) menyatakan bahwa industri yang tidak dilengkapi oleh sistem pengelolaan

limbah akan menghasilkan limbah yang mengandung air raksa (Hg), besi (Fe),

mangan (Mn), tembaga (Cu), timbal (Pb), seng (Zn) kromium (Cr), kadmium (Cd)

dan nikel (Ni). Pb dan Cd pada perairan ditemukan dalam bentuk terlarut dan

Page 6: ID PENELITI:200608720610609

2

tersuspensi. Keduanya dapat terikat pada partikel yang mengandung bahan organik

dengan berbagai ukuran partikel.

Logam-logam terikat masuk melalui proses agregasi dan akan mengendap

di dasar perairan kemudian bersatu dengan sedimen (Harahap 2001). Menurut

Sudarsono et al. (2005) partikel berukuran kecil umumnya memiliki kemampuan

mengikat logam berat lebih tinggi. Indikator gangguan lingkungan di laut yang

ditimbulkan dapat berupa kandungan logam berat dalam perairan Tulehu yang

berasal dari kegiatan industri maupun alam. Kandungan logam berat yang

menumpuk pada air laut dan sedimen akan masuk kedalam sistem rantai makanan

dan berpengaruh pada kehidupan organisme perairan (Arsad dkk, 2012). Salah satu

jenis logam berat yang memasuki perairan dan bersifat toksik adalah Kadmium

(Cd) dan Timbal (Pb). Kadmium (Cd) dan Timbal (Pb) merupakan logam berat

yang sangat berbahaya karena tidak dapat dihancurkan (non degradable) oleh

organisme hidup dan dapat terakumulasi ke lingkungan, terutama mengendap di

dasar perairan membentuk senyawa kompleks bersama bahan organik dan

anorganik. Organisme perairan yang dapat menerima dampak langsung

pencemaran logam berat adalah diantaranya tanaman mangrove. Mangrove banyak

dijumpai di wilayah pesisir yang terlindung dari gempuran ombak dan daerah yang

landai.

Mangrove merupakan komunitas tumbuhan atau suatu individu jenis

tumbuhan yang membentuk komunitas di daerah pasang surut, hutan mangrove atau

sering disebut hutan bakau merupakan sebagian wilayah ekosistem pantai yang

mempunyai karakter unik, khas dan memiliki potensi kekayaan hayati. Ekosistem

Page 7: ID PENELITI:200608720610609

3

mangrove adalah suatu sistem yang terdiri dari lingkungan biotik dan abiotik yang

saling berinteraksi di dalam suatu habitat mangrove. Ekosistem mangrove tidak

dapat berdiri sendiri, melainkan mempunyai keterkaitan dengan ekosistem lain.

Mangrove yang tumbuh di ujung sungai besar berperan sebagai penampung terakhir

bagi limbah dari industri di perkotaan dan permukiman di wilayah hulu yang

terbawa aliran sungai. Limbah padat dan cair yang terlarut dalam air sungai terbawa

arus menuju muara sungai dan laut lepas.

Area hutan mangrove akan menjadi daerah penumpukkan limbah,

terutama jika polutan yang masuk ke dalam lingkungan estuari melampaui

kemampuan pemurnian alami oleh air (Collen et al., 2011; Mulyadi et al., 2009).

Mangrove yang tumbuh di ujung sungai besar berperan sebagai penampung terakhir

bagi limbah dari industri di perkotaan dan permukiman bagian hulu yang terbawa

aliran sungai. Limbah padat dan cair yang terlarut dalam air sungai terbawa arus

menuju muara sungai dan laut lepas. Area hutan mangrove akan menjadi daerah

penumpukkan limbah, terutama jika polutan yang masuk ke dalam lingkungan

estuari melampaui kemampuan pemurnian alami oleh air. Mangrove alami berperan

efektif dalam melindungi pantai dari tekanan alam dan erosi Mulyadi et al., (2009).

Penurunan kadar nutrien, logam berat dan bahkan polutan organik pada wilayah

mangrove merupakan hasil interaksi yang kompleks antara tanah, tumbuhan,

mikroorganisme, dan komponen air pada ekosistem lahan basah.

Kemampuan mangrove untuk mengakumulasi logam berat berbeda untuk

tiap spesies, konsentrasi logam berat antar organ tumbuhan seperti akar, cabang,

dan daun berbeda dalam tiap-tiap spesies. Perbedaan konsentrasi logam berat pada

Page 8: ID PENELITI:200608720610609

4

organ tumbuhan tertentu berkaitan dengan proses fisiologis tumbuhan tersebut

(Sinha, 1999; Tam and Wong, 2000). Atifa (2004) melaporkan mangrove di Pantai

Desa Tulehu Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah merupakan jenis

Sonneratia alba.

Penelitian lain tentang mangrove telah dilakukan oleh Kartikasari et al.,

(2002) tentang akumulasi logam berat pada tumbuhan mangrove di Sungai Babon

Semarang diperoleh hasil, terdapat perbedaan akumulasi logam berat Cr dan Pb

antar organ tumbuhan akar, cabang dan daun mangrove A. Marina. Akumulasi

logam Cr akar > cabang > daun. Sedangkan akumulasi Pb dalam akar, cabang dan

daun mengikuti urutan akar > (cabang < daun). Kumar et al., (2011) menggunakan

bagian tanaman mangrove (akar, batang, daun) dan sedimen yang dianalisis untuk

menemukan adanya akumulasi logam. Dari analisis logam berat dalam Avicennia

marina menunjukkan hasil bahwa akumulasi dari semua logam berat (kecuali Cd)

dalam jaringan akar lebih tinggi dibandingkan dengan batang, daun dan sedimen

sekitarnya.

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang

kemampuan mangrove dalam mengakumulasi logam berat Cd dan Pb pada

mangrove di perairan Tulehu Kabupaten Maluku Tengah.

B. Rumusan Masalah

Aktivitas antropogenik berupa: perdagangan, pasar ikan tradisonal, dan

transportasi diduga mengakibatkan masuknya limbah logam berat ke dalam

perairan Tulehu. Masuknya logam berat ke dalam perairan Tulehu menyebabkan

air, sedimen, dan biota laut, dalam hal ini adalah mangrove terkontaminasi oleh

Page 9: ID PENELITI:200608720610609

5

logam berat. Untuk mengetahui status pencemaran logam berat di perairan Tulehu,

maka perlu dilakukan pemeriksaan kandungan logam berat pada air, sedimen, dan

mangrove.

1. Berapa besar kandungan logam berat Pb dan Cd pada air dan sedimen di

perairan Tulehu ?

2. Berapa besar kandungan logam berat Pb dan Cd pada akar,batang dan daun

mangrove di perairan Tulehu ?

3. Bagaimana hubungan faktor fisik-kimia (suhu, pH, dan salinitas) dengan

bioakumulasi logam berat Pb dan Cd pada akar, batang dan daun mangrove

di perairan Tulehu?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan :

1. Mengetahui besar kandungan logam berat Pb dan Cd pada akar, batang dan

daun mangrove di perairan Tulehu

2. Mengetahui kandungan logam berat Pb dan Cd pada air dan sedimen di

perairan Tulehu

3. Mengetahui hubungan faktor fisik-kimia (suhu, pH, dan salinitas) dengan

akumulasi logam berat Pb dan Cd pada akar, batang dan daun mangrove di

perairan Tulehu

Page 10: ID PENELITI:200608720610609

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Bioekologi Mangrove

Istilah ‘mangrove’ tidak diketahui secara pasti asal usulnya. Ada yang

mengatakan bahwa istilah tersebut kemungkinan merupakan kombinasi dari bahasa

Portugis dan Inggris. Bangsa Portugis menyebut salah satu jenis pohon

mangrove sebagai ‘mangue’ dan istilah Inggris ‘grove’, bila disatukan akan menjadi

‘mangrove’ atau ‘mangrave’. Mangrove adalah tanaman pepohonan atau

komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh

pasang surut (Cooper et al, 1995).

Gambar 1. Komunitas Mangrove

Hutan mangrove sering disebut hutan bakau atau hutan payau. Dinamakan

hutan bakau oleh karena sebagian besar vegetasinya didominasi oleh jenis bakau,

dan disebut hutan payau karena hutannya tumbuh di atas tanah yang selalu

tergenang oleh air payau. Arti mangrove dalam ekologi tumbuhan digunakan

untuk semak dan pohon yang tumbuh di daerah intertidal dan subtidal dangkal di

Page 11: ID PENELITI:200608720610609

7

rawa pasang tropika dan subtropika. Umumnya mangrove mempunyai sistem

perakaran yang menonjol yang disebut akar nafas (pneumatofor). Sistem

perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin

oksigen atau bahkan anaerob. Pada hutan mangrove tanah, air, flora dan fauna

hidup saling memberi dan menerima serta menciptakan suatu siklus ekosistem

tersendiri. Hutan mangrove memberikan masukan unsur hara terhadap

ekosistem air, menyediakan tempat berlindung dan tempat asuhan bagi anak-

anak ikan, tempat kawin/pemijahan, dan lain-lain. Sumber makanan utama

bagi organisme air di daerah mangrove adalah dalam bentuk partikel bahan

organik (detritus) yang dihasilkan dari dekomposisi serasah mangrove (Spalding

dkk, 1997; Noor dkk, 2006; Tang dkk, 2016). Anggota komunitas tumbuhan

mangrove di Indonesia secara umum terdiri atas 47 jenis pohon, 5 jenis semak,

9 jenis herba, 9 jenis liana, 29 jenis efifit dan 2 jenis parasit (Dirjen RRL

Departemen Kehutanan, 2005).

Hutan mangrove adalah kelompok tanaman yang tumbuh di sepanjang garis

pantai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang

mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah an-aerob.

Sebagian lainnya mendefinisikan bahwa hutan mangrove adalah tumbuhan halofit

(tumbuhan yang hidup pada tempat-tempat dengan kadar garam tinggi atau bersifat

alkalin) yang hidup disepanjang areal pantai yang dipengaruhi oleh pasang tertinggi

sampai daerah mendekati ketinggian rata-rata air laut yang tumbuh di daerah tropis

dan sub-tropis (Bengen, 2004).

Page 12: ID PENELITI:200608720610609

8

Irwanto (2006) menyatakan bahwa mangrove merupakan tanaman

pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup diantara laut dan daratanyag

dipengaruhi pasang surut. Habitat mangrove seringkali ditemukan di tempat

pertemuan antara muara sungaidan air laut yang kemudian menjadi pelindung

daratan dari gelombang laut yang besar. Sungai mengalirkan air tawar untuk

mangrove dan pada saat pasang, pohon mangrove dikelilingi oleh air garam atau air

payau.

Ekosistem hutan mangrove memiliki produktivitas yang tinggi. Seorang

peneliti, White (1987) melaporkan produktivitas primer ekosistem mangrove ini

sekitar 400-500 gram karbon/m2/tahun adalah tujuh kali lebih produktif dari

ekosistem perairan pantai lainnya. Oleh karenanya, ekosistem mangrove mampu

menopang keanekaragaman jenis yang tinggi.

Bakau atau mangrove merupakan suatu komponen ekosistem yang terdiri

dari komponen mayor dan komponen minor. Komponen mayor merupakan

komponen yang tersiri atas mangrove sejati, yakni mangrove yang hanya dapat

hidup di lingkungan mangrove (pasang surut). Komponen minor merupakan

komponen mangrove yang dapat hidup di luar lingkungan mangrove (tidak

langsung kena pasang surut air laut). Mangrove yang merupakan komponen mayor

disebut juga dengan mangrove sejati, sedangkan mangrove yang termasuk

komponen minor disebut mangrove ikutan (Hogarth, 2001).

Mangrove disebut juga hutan pantai, hutan payau atau hutan bakau. Bengen

(2008) menyatakan bahwa pengertian mangrove sebagai hutan pantai diartikan

sebagai pohon-pohonan yang tumbuh di daerah pantai (pesisir), bagi daerah yang

Page 13: ID PENELITI:200608720610609

9

dipengaruhi oleh pasang surut air laut maupun wilayah daratan pantai yang

dipengaruhi oleh ekosistem pesisir. Sedangkan pengertian mangrove sebagai hutan

payau atau hutan bakau adalah pohon-pohonan yang tumbuh di daerah payau pada

tanah aluvial atau pertemuan air laut dan air tawar di sekitar muara sungai. Pada

umumnya formasi tanaman didominasi oleh tanaman bakau. Oleh karena itu jenis

bakau digunakan hanya untuk jenis-jenis tumbuhan dari genus Rhizospora.

Sedangkan istilah mangrove digunakan untuk segala tumbuhan yang hidup

disepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.

Dengan demikian pada suatu kawasan hutan yang terdiri dari berbagai ragam

tumbuhan atau hutan tersebut bukan hanya jenis bakau yang ada, maka istilah hutan

mangrove lebih tepat digunakan (Harahap, 2010).

Hutan Mangrove juga merupakan ekosistem memiliki keanekaragaman

hayati yang banyak di dalamnya. Keanekaragaman hayati tersebut membentuk

hubungan yang erat dan saling menjaga satu sama lain, layaknya keluarga besar,

serta menjadi contoh potret keluarga yang harmonis. Mangrove menghasilkan akar

panggung di atas lumpur dan air untuk menyerap oksigen. Terendam di air asin dan

berlumpur. Mangrove memiliki kemampuan untuk mengatasi lingkungannya.

Tanaman mangrove membentuk komunitas yang membantu untuk menstabilkan

garis pantai dan menjadi habitat bagi berbagai jenis hewan.

Pada ekosistem mangrove, rantai makanan yang terjadi adalah rantai

makanan detritus. Sumber utama detritus adalah hasil penguraian guguran daun

mangrove yang jatuh ke perairan oleh bakteri dan fungi (Romimohtarto dan Juwana

1999).

Page 14: ID PENELITI:200608720610609

10

Gambar 2. Rantai Makanan Detritus

- Flora di Hutan Mangrove

Hutan mangrove merupakan jenis hutan yang tidak hanya ditumbuhi oleh

satu macam tanaman saja, yakni tanaman mangrove. Namun, hutan mangrove juga

ditumbuhi oleh jenis tumbuhan yang lainnya. Jenis tumbuhan yang mampu tumbuh

di hutan mangrove ini berbeda- berbeda satu dengan yang lainnya, hal ini karena

bereaksi terhadap variasi atau perubahan faktor lingkungan fisik tertentu, sehingga

menimbulkan zona- zona vegetasi tertentu. Beberapa faktor lingkungan fisik yang

dapat mempengaruhi jenis tanaman yang tumbuh antara lain:

1. Jenis tanah

Faktor lingkungan fisik yang pertama mempengaruhi jenis tanaman yang

tumbuh adalah jenis tanah. Sebagai tempat pengendapan, substrat yang ada di

wilayah pesisir pantai bisa sangat berbeda dengan daerah lainnya. Pada umumnya,

hutan bakau ini berada di wilayah yang tanahnya berupa lumpur tanah liat dan

Page 15: ID PENELITI:200608720610609

11

bercampur dengan bahan- bahan organik. Namun ada beberapa wilayah yang

memiliki bahan organik dengan porsi yang berlebihan, bahkan berupa lahan

gambut. Selain itu juga ada substrat yang berupa lumpur mengandung pasir yang

tinggi, bahkan dominan pecahan- pecahan karang. Hal seperti ini terjadi di pantai-

pantai yang yang dekat dengan kawasan terumbu karang. Dengan kondisi substrat

yang demikian, maka jenis tumbuhan yang dapat tumbuh di hutan mangrove ini

harus bisa beradaptasi dengan keadaan substrat yang demikian.

2. Terpaan ombak

Selain jenis tanah, faktor selanjutnya yang akan mempengaruhi jenis

tanaman di hutan mangrove adalah terpaan ombak. Bagian luar dari hutan

mangrove ini berhadapan langsung dengan laut lepas, hal ini tentu saja akan

membuat bagian depan hutan ini selalu diterpa oleh ombak yang keras juga aliran

air yang kuat. Sementara di bagian dalam hutan lebih tenang daripada bagian

luarnya.

Hutan mangrove ada kemiripan dengan hutan yang lainnya, yakni di bagian

hutan yang berhadapan langsung dengan muara sungai. Melihat kenyataan keadaan

di hutan mangrove ini, terlebih berkaitan dengan terpaan ombak, maka sudah bisa

dipastikan bahwa tanaman yang berada di luar dan berada di dalam berbeda. Jenis

tanaman yang berada di luar tentunya lebih kuat daripada yang ada di dalam karena

harus berhadapan langsung dengan ombak dan aliran air yang keras. Jenis

mangrove yang tumbuh di bagian luar dan sering digempur ombak adalah

mangrove Rhizophora spp. Jenis mangrove yang ada di bagian dalam dimana air

lebih teang adalah adalah jenis api- api hitam atau Avicennia alba.

Page 16: ID PENELITI:200608720610609

12

3. Penggenangan oleh air

Faktor fisik yang ketiga yang mempengaruhi jenis tumbuhan di hutan bakau

adalah tentang genanagn air. Di hutan mangrove yang mana bagian luarnya selalu

terkena terpaan ombak, maka akan mengalami genangan air yakni genangan air

ombak maupun air pasang. Terkadang genangan ini akan merendam dalam waktu

yang lama daripada di bagian lainnya. Sehingga dapat dipastikan bahwa di hutahn

mangrove akan terbentuk variasi kondisi lingkungan, dimana bagian luar akan

sangat basah, bagian tengan lembab, dan bagian dalam yang relatif lebih kering.

Dengan adanya perbedaan kondisi yang demikian ini maka akan tercipta

zonasi vegetasi mangrove yang berlapis- lapis secara alami, dan jenis mangrove

yang tumbuh pun berbeda- beda di setiap zona nya. Di bagian yang lebih dalam,

dimana banyak terdapat air yang tergenang ditmbuhi R. mucronata dengan jenis

kendeka atau Bruguiera spp, kaboa atau Aegiceras corniculata, dan lain

sebagainya.

Di dekat sungai dimana terdapat air tawar, hidup nipah atau Nypa fruticans,

pipada atau Sonneratiacaseolaris, dan bintaro atau Cerbera spp. Sementara di

bagian yang paling dalam, dimana keadaannya kering, tumbuh nirih atau

Xylocarpus spp, teruntum atau Lumnitzera racemosa, dungun kecil atau Heritiera

littoralis, dan kayu buta- buta atau Exoceria agallocha. Itulah beberapa faktor yang

mempengaruhi jenis flora yang tumbuh di hutan mangrove berdasarkan

karakteristik wilayah atau zona nya masing- masing. Selanjutnya, flora yang ada di

hutan mangrove ini mengalami bentuk adaptasinya sendiri- sendiri. Bagaimanakah

bentuk adaptasi dari tanaman di hutan mangrove ini?

Page 17: ID PENELITI:200608720610609

13

- Bentuk Adaptasi Hutan Mangrove

Semua makhluk hidup harus melakukan adaptasi demi bisa bertahan hidup

di lingkungannya. Demikian halnya dengan pepohonan yang berada di hutan

mangrove ini. Pepohonan mangrove harus melalukan adaptasi demi bertahan hidup

melawan kerasnya lingkungan hidupnya, yakni yang berada di tepi pantai. Adaptasi

tersebut dilakukan baik secara fisik maupun secara non fisik atau secara fisiologis.

Beberapa bentuk adaptasi yang dilakukan oleh tumbuh- tumbuhan yang ada di

hutan mangrove ini antara lain adalah:

Mengembangkan akar tunjang – Pengembangan akar tunjang ini

dilakukan oleh mangrove Rhizophora spp. Mangrove ini biasanya hidup di

zona terluar dari lingkungan hutan mangrove. Pengembangan akar tunjang

ini dilakukan untuk bisa bertahan hidup dari ganasnya gelombang laut yang

menerpa.

Menumbuhkan akar napas – Penumbuhan akar napas ini dilakukan oleh

mangrove jenis Avicennia spp dan Sonneratia spp. Akar napas tersebut

muncul dari pekatnya lumpur dan bertujuan untuk mengambil oksigen dari

udara.

Penggunaan akar lutut – Untuk pohon kendeka atau Bruguiera spp,

bentuk adaptasi yang dilakukan adalah akar lutut atau knee root.

Akar papan – Adaptasi dengan menggunakaan akar papan dilakukan oleh

tumbuhan nirih atau Xylocarpus spp. Akar papan yang dimiliki oleh

tumbuhan ini berbentuk panjang dan berkelok- kelok. Keduanya ini untuk

Page 18: ID PENELITI:200608720610609

14

menunjang tegaknya pohon di atas lumpur dan untuk mendapatkan udara

untuk bernapas.

Lubang pori atau lentisel – Kebanyakan dari flora yang tumbuh di hutan

mangrove ini memiliki lentisel atau lubang pori. Lubang ini digunakan

untuk bernafas. Contohnya adalah di tanaman pepagan.

Mengeluarkan kelebihan garam – Mengeluarkan kelebihan garam adalah

bentuk adaptasi fisiologis. Adaptasi ini dilakukan oleh Avicennia spp, untuk

mengatasi salinitas yang tinggi. Avicennia spp mengeluarkan kelebihan

garam melalui kelenjar di bawah daunnya.

Pengembangan sistem perakaran yang hampir tidak tertembus oleh air

garam – Adaptasi ini dilakukan oleh Rhizophora spp, dimana air yang telah

terserap telah hampir tawar. Kandungan garam sekitar 90% hingga 97%

tidak mampu melewati saringan akar- akar ini. sementara untuk garam yang

sudah terserap di tubung pohon akan diakumulasikan di daun tua dan akan

terbuang saat daun tersebut gugur.

Setyawan, dkk, (2002) menyatakan secara taksonomi tumbuhan mangrove

diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom: Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Ordo : Scrophulariales, Myrtales

Family : Acanthaceae, Sonneratiaceae, Rhizophoraceae, Arecaceae

Genus : Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Nypa

Page 19: ID PENELITI:200608720610609

15

B. Klasifikasi Habitat dan Identifikasi Mangrove

Hutan mangrove menyebar luas di bagian yang cukup panas di dunia,

terutama di sekeliling khatulistiwa di wilayah tropika dan sedikit di subtropika.

Luas hutan mangrove di Indonesia antara 2,5 hingga 4,5 juta hektar, merupakan

mangrove yang terluas di dunia. Melebihi Brazil (1,3 juta ha), Nigeria (1,1 juta

ha) dan Australia (0,97 ha) (Nontji, 1987).

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi mayoritas pesisir pantai

di daerah tropis dan sub tropis yang didominasi oleh tumbuhan mangrove pada

daerah pasang surut pantai berlumpur khususnya di tempat-tempat di mana

terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Tumbuhan mangrove bersifat

unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat

dan di laut dan tergolong dalam ekosistem peralihan atau dengan kata lain

berada di tempat perpaduan antara habitat pantai dan habitat darat yang keduanya

bersatu di tumbuhan tersebut (Spalding dkk, 1997 dalam Noor dkk, 2006).

Habitat mangrove menurut Bengen (2001) di kelompokan menjadi 4 zonasi

yaitu :

1. Zona yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir, sering

ditumbuhi oleh Avicennia sp. Pada zona ini biasa berasosiasi Sonneratia sp.

yang dominan tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan organik.

2. Lebih ke arah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh Rhizophora

spp. Di zona ini juga dijumpai Bruguiera spp. dan Xylocarpus spp.

3. Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp.

Page 20: ID PENELITI:200608720610609

16

4. Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah biasa

ditumbuhi oleh Nypa fruticans, dan beberapa spesies palem lainnya

(Bengen, 2001).

C. Karakterisik Morfologi dan Fisiologi Tumbuhan Mangrove

Karakteristik yang menarik dari spesies mangrove dapat dilihat dari sistem

perakaran dan buah. Tanah pada habitat mangrove adalah anaerobik (hampa

udara) bila berada di bawah air. Beberapa species memiliki sistem perakaran

khusus yang disebut akar udara yang cocok untuk kondisi tanah yang anaerobik.

Ada beberapa tipe perakaran yaitu, akar tunjang, akar napas, akar lutut, dan akar

papan baner. Semua spesies mangrove memproduksi buah yang biasanya

disebarkan melalui air. Ada beberapa macam bentuk buah, seperti berbentuk

silinder (Rhizophoraceae), bulat (Sonneratia dan Xylocarpus) dan berbentuk

kacang (Avicenniaceae).

a. Sistem akar

Pohon mangrove memiliki sistem perakaran yang khas yaitu bertipe cakar ayam

yang mempunyai pneumatofora misalnya: Avicennia spp., Xylocarpus spp., dan

Sonneratia spp yang berfungsi untuk mengambil oksigen dari udara. Adaptasi

terhadap tanah yang kurang stabil dan adanya pasang surut dengan

mengembangkan struktur akar yang sangat ekstensif dan membentuk jaringan

horizontal yang lebar. Disamping untuk memperkokoh pohon, akar tersebut juga

berfungsi untuk mengambil unsur hara dan menahan sedimen.

Page 21: ID PENELITI:200608720610609

17

b. Daun

Daun merupakan organ yang penting pada tumbuhan dan pada umumnya,

setiap tumbuhan mempunyai sebagian besar daun. Daun hanya terdapat pada

bagian batang saja dan tidak pernah terdapat pada bagian lain tumbuhan. Bagian

batang tempat duduknya atau melekatnya daun dinamakan buku (nodus), dan

tempat di atas daun yang merupakan sudut antara batang dan daun dinamakan

ketiak daun (axilla). Daun biasanya tipis melebar dan kaya akan klorofil,

oleh karena itu daun mangrove biasanya berwarna hijau (Tjitrosoepomo, 1989).

Bentuk daun mangrove tipe lanceloate contohnya adalah Acanthus ilicifolius,

Avicennia alba, Nypa fruticans. Bentuk daun elliptical contohnya dari famili

Euphorbiaceae adalah Excoecaria agallocha, Avicennia marina, Bruguiera

gymnorrhiza, Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata, Rhizophora stylosa,

Heritiera littoralis. Bentuk daun oval contohnya Sonneratia caseolaris. Bentuk

daun obovate contohnya Ceriops tagal, Xylocarpus granatum, Sonneratia alba,

Aegiceras corniculatum, Ceriops decandra, Lumnitzera racemosa. Bentuk daun

tipe cordate adalah Hibisscus tiliaceus, Thespesia populnea (Hidayat, 1995).

c. Buah

Semua jenis mangrove menghasilkan buah yang penyebarannya dilakukan oleh

air (arus). Bentuk-bentuk buah tersebut antara lain berbentuk bola, biji buncis,

dan silinder atau tongkat. Avicennia memiliki bentuk buah seperti biji buncis,

Aegiceras buahnya berbentuk silinder dan Nypa memiliki buah yang bertipe

cryptovivipar, yaitu kecambahnya masih terbungkus oleh kulit buah sebelum lepas

Page 22: ID PENELITI:200608720610609

18

dari tanaman induknya. Buah Sonneratia dan Xylocarpus berbentuk seperti bola

yang terdiri dari perkecambahan normal (Noor dkk, 1999).

D. Fungsi Hutan Mangrove

Hutan merupakan sesuatu yang sangat penting di Bumi. Hutan sebagai paru-

paru dunia memiliki fungsi yang sangat vital dalam berbagai hal. Misalnya sebagai

penetralisir udara yang ada di Bumi dimana telah terkontaminasi dengan berbagai

polusi di udara. Selain sebagai pembersih udara, hutan juga sangat berperan sebagai

penangkal banjir dan juga tanah longsor, penyeimbang ekosistem dan menyimpan

cadangan air di akar- akar pohonnya, sehingga ketika musim kemarau tiba kita tidak

akan kehabisan air tawar. Itulah fungsi dari hutan secara umum. Lalu, apakan hutan

mangrove ini memiliki fungsi seperti dengan hutan- hutan pada umumnya? Tentu

saja ya, hutan mangrove memiliki fungsinya sendiri. Beberapa fungsi atau manfaat

yang dimiliki oleh hutan mangrove ini antara lain adalah:

1. Fungsi ekonomi. Dilihat dari segi ekonomisnya, hutan mangrove ini memiliki

fungsi sebagai berikut:

Menghasilkan beberapa jenis kayu yang kualitasnya diakui baik

Menghasilkan hasil- hasil non kayu. Hasil non kayu yang dihasilkan hutan ini

dikenal sebagi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Hasil hutan bukan kayu ini

biasanya serupa arang kayu, tanin, bahan pewarna, kosmetik, hewan, serta

bahan pangan dan juga minuman.

2. Fungsi ekologis. Dilihat dari segi ekologisnya, hutan mangrove ini memiliki

fungsi sebagai berikut:

Page 23: ID PENELITI:200608720610609

19

Hutan mangrove memiliki fungsi sebagai pelindung pantai dari abrasi ombak-

ombak laut yang bisa mengikis pinggir- pinggir pantai

Menjadi habitat berbagai jenis hewan. Hewan- hewan yang hidup di sekitar

pantai antara lain biawak air, kepiting bakau, udang lumpur, siput bakau, dan

berbagai jenis ikan belodok

Menjadi tempat hidup atau habitat bagi banyak tumbuhan atau flora. Itulah

beberapa fungsi yang dimiliki oleh hutan mangrove. Diantara fungsi- fungsi

yang telah disebutkan, terdapat fungsi utama dari hutan mangrove. Fungsi

utama dari hutan mangrove tersebut adalah melindungi garis pantai dari

abrasi atau pengikisan, selain itu hutan mangrove juga meredam gelombang

besar termasuk gelombang tsunami. Contoh pemfungsian hutan mangrove

sebagai penghalau gelombang adalah di negara Jepang.

Di negara ini menerapkan green belt atau sabuk hijau yang berupa hutan

mangrove sebagai upaya untuk mengurangi dampak ancaman tsunami. Semntara

itu di Indonesia, terdapat sekitar 28 wilayah yang dikategorikan sebagai wilayah

rawan terkena tsunami. Hal ini karena hutan bakau di wilayah tersebut sudah

banyak yang dialihfungsikan sebagai tambak, kebun kelapa sawit, dan lain

sebagainya.

E. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mangrove

Ekosistem mangrove dapat berkembang baik di daerah pantai berlumpur

dengan air yang tenang dan terlindung dari pengaruh ombak yang besar serta

eksistensinya bergantung pada adanya aliran air tawar dan air laut. Samingan

(1971) dalam Pramudji (2001) menyatakan bahwa kebanyakan mangrove

Page 24: ID PENELITI:200608720610609

20

merupakan vegetasi yang agak seragam, selalu hijau dan berkembang dengan baik

di daerah berlumpur yang berada dalam jangkaan peristiwa pasang surut.

Komposisi mangrove mempunyai batas yang khas dan batas tersebut

berhubungan atau disebabkan oleh efek selektif dari: (a) tanah, (b) salinitas, (c)

jumlah hari atau lamanya penggenangan, (d) dalamnya penggenangan, serta (e)

kerasnya arus pasang surut. Pertumbuhan vegetasi mangrove dipengaruhi oleh

faktor lingkungan (fisik, kimia, dan biologis) yang sangat kompleks, antara lain:

1. Salinitas

Salinitas air tanah mempunyai peranan penting sebagai faktor penentu

dalam pengaturan pertumbuhan dan keberlangsungan kehidupan. Salinitas air tanah

dipengaruhi oleh sejumlah faktor, seperti genangan pasang, topografi, curah hujan,

masukan air tawar dan sungai, run-off daratan dan evaporasi. Aksorkoae (1993)

menyatakan bahwa salinitas merupakan faktor lingkungan yang sangat menentukan

perkembangan hutan mangrove, terutama bagi laju pertumbuhan, daya tahan dan

zonasi spesies mangrove.

Toleransi setiap jenis tumbuhan mangrove terhadap salinitas berbeda-beda.

Batas ambang toleransi tumbuhan mangrove diperkirakan 36 ppm (MacNae 1968).

Adapun Aksornkoae (1993) mencatat bahwa Avicennia spp. memiliki toleransi

yang tinggi terhadap garam dan Bruguiera gymnorhiza ditemukan pada daerah

dengan salinitas 10-20 ppm. Di Australia, Avicennia marina dapat tumbuh dengan

tingkat salinitas maksimum 85 ppm, sedangkan Bruguiera spp. dapat tumbuh

dengan salinitas tidak lebih dari 37 ppm (Wells 1982 dalam Aksornkoae 1993).

Page 25: ID PENELITI:200608720610609

21

2. Tanah

Tanah di hutan mangrove memiliki ciri-ciri yang selalu basah, mengandung

garam, oksigen sedikit, berbentuk butir-butir dan kaya bahan organik (Soeroyo

1993). Tanah tempat tumbuh mangrove terbentuk dari akumulasi sedimen yang

bersal dari sungai, pantai atau erosi yang terbawa dari dataran tinggi sepanjang

sungai atau kanal (Aksornkoae 1993). Sebagian tanah berasal dari hasil akumulasi

dan sedimentasi bahan-bahan koloid dan partikel. Sedimen yang terakumulasi di

daerah mangrove memiliki kekhususan yang berbeda, tergantung pada sifat

dasarnya. Sedimen yang berasal dari sungai berupa tanah berlumpur, sedangkan

sedimen yang berasal dari pantai berupa pasir.

Degradasi dari bahan-bahan organik yang terakumulasi sepanjang waktu

juga merupakan bagian dari tanah mangrove. Soerianegara (1993) dalam Kusmana

(1997) menjelaskan bahwa tanah mangrove umumnya kaya akan bahan organik dan

mempunyai nilai nitrogen yang tinggi, kesuburannya bergantung pada bahan

alluvial yang terendap. Menurut Soeroyo (1993), pembentukan tanah mangrove

dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

Faktor fisik, yaitu berupa transport nutrien oleh arus pasang, aliran laut,

gelombang dan aliran sungai;

Faktor fisik-kimia, yaitu berupa penggabungan dari beberapa partikel oleh

penggumpalan dan pengendapan;

Faktor biotik, yaitu berupa produksi dan perombakan senyawa-senyawa organik.

Page 26: ID PENELITI:200608720610609

22

3. Suhu

Menurut Aksornkoae (1993), suhu merupakan faktor penting dalam proses

fisiologi tumbuhan seperti fotosintesis dan respirasi. Diperkirakan suhu rata-rata

didaerah tropis meupakan habitat terbaik bagi tumbuhan mangrove.

Mikroorganisme mempunyai batasan suhu tertentu untuh bertahan terhadap

kegiatan fisiologisnya. Respon bakteri terhadap suhu berbeda-beda, umumnya

mempunyai batasan suhu optimum 27–36˚C. Oleh karena itu, suhu perairan

berpengaruh terhadap penguraian daun mangrove dengan asumsi bahwa serasah

daun mangrove sebagai dasar metabolisme.

Hutchings dan Saenger (1987) menyatakan bahwa Avicennia marina yang

ada di Australia memproduksi daun baru pada suhu 18–20˚C, jika suhunya lebih

tinggi maka laju produksi daun baru akan lebih rendah. Selain itu, laju tertinggi

produksi dari daun Rhizopora spp., Ceriops spp., Exocoecaria spp., dan Lumnitzera

spp. adalah pada suhu 26–28˚C. Adapun laju tertinggi produksi daun Bruguiera

spp. adalah 27˚C.

4. Curah hujan

Aksornkoae (1993) menyatakan bahwa jumlah, lama dan distribusi curah

hujan merupakan faktor penting yang mengatur perkembangan dan penyebaran

tumbuhan. Disamping itu curah hujan mempengaruhi faktor lingkungan lain,

seperti suhu udara dan air, kadar garam air permukaan dan air tanah yang pada

gilirannya akan mempengaruhi kelangsungan hidup spesies mangrove. Pada

umumnya tumbuhan mangrove tumbuh dengan baik pada daerah dengan curah

hujan kisaran 1 500 – 3 000 mm/tahun. Namun demikian tumbuhan mangrove dapat

Page 27: ID PENELITI:200608720610609

23

juga ditemukan pada daerah dengan curah hujan 4000 mm/tahun yang tersebar

antara 8–10 bulan dalam 1 tahun. Menurut Noakes (1951), iklim dimana tumbuhan

mangrove dapat tumbuh dengan baik adalah iklim tropika yang lembab dan panas

tanpa ada pembagian musim tertentu, hujan bulanan rata-rata sekitar 225–300 mm,

serta suhu rata-rata maksimum pada siang hari mencapai 32˚C dan suhu rata-rata

malam hari mencapai 23˚C.

5. Kecepatan angin

Angin merupakan faktor yang berpengaruh terhadap ekosistem mangrove

melalui aksi gelombang dan arus di daerah pantai. Hal ini mengakibatkan terjadinya

erosi pantai dan perubahan sistem ekosistem mangrove. Angin berpengaruh pada

tumbuhan mangrove sebagai agen polinasi dan desiminasi biji, serta meningkatkan

evapotranspirasi. Angin yang yang kuat memungkinkan untuk menghalangi

pertumbuhan mangrove dan menyebabkan karakteristik fisiologis yang tidak

normal. Angin juga berpengaruh terhadap jatuhan serasah mangrove, angin yang

tinggi mengakibatkan besarnya produksi serasah.

6. Derajat kemasaman (pH)

Nilai pH suatu perairan mencerminkan keseimbangan antara asam dan basa

dalam air. Nilai pH perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain aktifitas

fotosintesis, aktifitas biologi, temperatur, kandungan oksigen, dan adanya kation

serta anion dalam perairan (Aksornkoae & Wattayakorn 1987 dalam Aksornkoae

1993). Nilai pH hutan mangrove berkisar antara 8.0 – 9.0 (Welch dalam Winarno

2003). Nilai pH yang tinggi lebih mendukung organisme pengurai untuk

menguraikan bahan-bahan organik yang jatuh di daerah mangrove, sehingga tanah

Page 28: ID PENELITI:200608720610609

24

mangrove yang bernilai pH tinggi secara nisbi mempunyai karbon organik yang

kurang lebih sama dengan profil tanah yang dimilikinya (Winarno,2003). Air laut

sebagai media yang memiliki kemampuan sebagai larutan penyangga dapat

mencegah perubahan nilai pH yang ekstrim. Perubahan nilai pH sedikit saja akan

memberikan petunjuk terganggunya sistem penyangga.

7. Zat hara

Aksornkoae (1993) menyatakan bahwa hara merupakan faktor penting

dalam memelihara keseimbangan ekosistem mangrove. Hara dalam ekosistem

mangrove dibagi kedalam dua kelompok:

Hara anorganik, yang penting untuk kelangsungan hidup organisme mangrove.

Hara ini terdiri atas N, P, K, Mg, Ca, dan Na. Sumber utama hara anorganik

adalah curah hujan, limpasan sungai, endapan, air laut, dan bahan organik yang

terurai di mangrove;

Detritus organik, yang merupakan bahan organik yang berasal dari bioorganik

yang melalui beberapa tahap pada proses mikrobial. Sumber utama detritus

organik ada dua, antara lain: - Autochtonous, seperti fitoplankton, diatom,

bakteri, jamur, algae pada pohon atau akar dan tumbuhan lain di hutan

mangrove; - Allochtonous, seperti partikel-partikel dari aliran sungai, partikel

tanah dari erosi darat, tanaman, dan hewan yang mati di daerah pesisir atau laut.

F. Mangrove Jenis Pidada (Sonneratia alba)

Pidada adalah nama umum untuk sekelompok tumbuhan dari marga

Sonneratia. Sebelumnya marga ini bersama marga Duabanga ditempatkan

dalam suku Sonneratiaceae; akan tetapi kini keduanya dimasukkan sebagai anggota

Page 29: ID PENELITI:200608720610609

25

suku Lythraceae. Marga ini juga dinamai Blattioleh Edward Smith, namun

nama Sonneratia mendapatkan prioritas sebagai nama ilmiah. Sonneratia alba

merupakan salah satu jenis pohon yang hidup di hutan mangrove. Jenis yang

merupakan famili dari Sonneratiaceae ini memiliki nama daerah antara lain pedada,

perepat, pidada, bogem, bidada, posi – posi, wahat, putih, berapak, bangka, susup,

kedada, muntu, pupat dan mange – mange. Namun masyarakat di sekitar Taman

Nasional Baluran mengenalnya dengan sebutan Pedada.

Perepat atau pidada putih (Sonneratia alba) adalah sejenis pohon penyusun

hutan bakau. Pohon berbatang besar ini sering didapati di bagian hutan yang

dasarnya berbatu karang atau berpasir, langsung berhadapan dengan laut terbuka

(Heyne, 1987). Nama "perepat" juga sering dipakai untuk pohon pantai lain yang

agak serupa yang dikenal sebagai pidada. Hidup menyebar mulai dari Afrika timur,

Kepulauan Seychelle dan Madagaskar, Asia Tenggara, hingga ke Australia tropis,

Kaledonia Baru, kepulauan di Pasifik barat dan Oseania barat daya (Giesen et al,

2007). Masih menurut Giesen et al (2007), pohon ini juga dikenal dengan nama-

nama lokal seperti bogem, bidada, pidada, pedada, kedada, bangka, beropak,

barapak, pupat, posi-posi, mange-mange, muntu, sopo, susup, dan wahat putih[3].

Di Filipina, tumbuhan ini dikenal sebagai bunayon, buñgalon, hikau-hikauan,

ilukabban, lukabban, pagatpat, patpat, palatpat, palalan, payan.

Pohon pidada termasuk ke dalam suku Sonneratiaceae, pohon dapat

mencapai ketinggian 20 m. Menempati bagian pantai paling depan di sisi laut.

Klasifikasi ilmiah dari pidada adalah sebagai berikut :

Page 30: ID PENELITI:200608720610609

26

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Myrtales

Famili : Lythraceae

Genus : Sonneratia

Spesies : Sonneratia alba (Smith, 1987)

Mangrove ini hidup menyebar mulai dari Afrika Timur, Kepulauan

Seychelle dan Madagaskar, Asia Tenggara, hingga ke Australia, Kaledonia Baru,

kepulauan di Pasifik Barat dan Oseania Barat Daya. Mangrove ini juga dikenal

dengan nama-nama lokal seperti bogem, bidada, pidada, pedada, kedada, bangka,

beropak, barapak, pupat, posi-posi, mange-mange, muntu, sopo, susup, dan wahat

putih. Di Filipina, tumbuhan ini dikenal dengan nama bunayon, buñgalon, hikau-

hikauan, ilukabban, lukabban, pagatpat, patpat, palatpat, palalan, payan. Pohon

pidada memiliki ciri pohon yang selalu hijau, tangkai dan ranting cenderung

melebar, tinggi 3-20 m. Memiliki akar nafas yang tebal berbentuk kabel di

bawah tanah dan muncul ke permukaan berbentuk kerucut tumpul dan tingginya

mencapai 25 cm (pneumaofor) (Santoso, 2007).

Daun pidada tidak bersisik, jumlahnya tunggal, bentuknya seragam, tidak

berduri, tidak ada kelenjar minyak, bentuk simetris, tidak terbelah, halus atau

rata, kulit daun tidak berlilin, berukuran: 5-12,5 x 3-9 cm. Pertulangan daun

berjumlah tiga tulang daun dari pangkal daun. Tangkai daun pendek, tidak

bersayap, menempel di bawah ketiak daun, ujung daun tidak membengkak.

Page 31: ID PENELITI:200608720610609

27

Bunga pada pidada biseksual, gagang bunga tumpul panjangnya 1 cm. Letak: di

ujung atau pada cabang kecil. Formasi: soliter kelompok (1-3 bunga per kelompok).

Daun mahkota: putih, mudah rontok. Kelopak bunga: 6-8, berkulit, bagian luar

hijau, di dalam kemerahan. Seperti lonceng, panjangnya 2-2,5 cm. Benang sari:

banyak, ujungnya putih dan pangkalnya kuning, mudah rontok. Buah pidada

berbentuk seperti bola, ujungnya bertangkai dan bagian dasarnya terbungkus

oleh kelopak bunga. Buah mengandung banyak biji (150-200 biji) dan akan

terbelah pada saat matang. Ukuran: buah: diameter 3,5-4,5 cm (Giesen, 1999).

Pidada termasuk jenis pionir yang tumbuh di daerah pantai paling depan,

sering ditemukan di lokasi pesisir yang terlindung dari hempasan gelombang,

juga di muara dan sekitar pulau-pulau lepas pantai. Di lokasi dimana jenis

tumbuhan lain telah ditebang, maka jenis ini dapat membentuk tegakan yang padat.

Pada pantai pesisir yang berkarang mangrove ini tersebar secara vegetatif.

Tumbuh di tanah berlumpur dan berpasir. Kulit batang berwarna abu-abu atau

kecoklatan, permukaan kulit kasar, dan retak retak. Pada pohon muda, kulit

batangnya dilapisi semacam lapisan lilin untuk mengurangi penguapan air dari

jaringannya. Bila dipangkas rantingnya mudah beregenerasi. Dahan dan

rantingnya dapat dipanen asal dibatasi. Pohon pidada ini disukai bekantan yang

memakan daunnya. Beberapa spesies jenis pohon pidada antara lain adalah,

Sonneratia alba, Sonneratia caseolaris, Sonneratia ovata (Noor dkk, 2012).

Page 32: ID PENELITI:200608720610609

28

Gambar 3. Tumbuhan pidada (Sonneratia alba)sumber: Priyono, Aris, dkk., (2010)

Tumbuhan ini termasuk jenis pionir di hutan bakau, perepat acap ditemukan

tumbuh berhadapan dengan laut namun di bagian yang terlindung dari gempuran

ombak secara langsung. Substrat yang disukai adalah campuran lumpur dan pasir;

kadang-kadang juga di pantai berbatu, berkarang atau di atas tanah liat. Perepat

tidak tahan penggenangan oleh air tawar dalam jangka panjang. Di tempat-tempat

di mana jenis bakau yang lain dibalak, perepat bisa berbiak hingga mendominasi

(Whitmore, 1983 dan Giesen et al, 2007). Perepat berbunga sepanjang tahun.

Bunganya nokturnal dan diserbuki oleh ngengat, burung, serta kelelawar. Pohon

perepat juga kerap dijadikan sebagai tempat berkumpulnya kunang-kunang di

waktu malam. Sebagaimana berembang, buah perepat pun mengapung di air dan

dipencarkan oleh arus dan pasang-surut air laut (Giesen, 2007).

G. Profil Logam Berat

Logam berat umumnya didefinisikan sebagai logam dengan densitas, berat

atom atau nomor atom tinggi. Logam berat sejatinya merupakan unsur penting yang

dibutuhkan setiap makhluk hidup. Logam berat yang termasuk elemn mikro

merupakan kelompok logam berat yang non-esensial yang tidak mempunyai fungsi

Page 33: ID PENELITI:200608720610609

29

sama sekali dalam tubuh.logam tersebut bahkan sangat berbahaya dan dapat

menyebabkan keracunan (toksik) pada manusia yaitu timbal (Pb), merkuri (Hg),

arsenik (As) dan cadmium (Cd) (Agustina, 2010).

Menurut Clark (2003) ; dalam Yudha et al (2013) logam terbagi kedalam

3 kelompok yaitu :

1. Logam ringan (seperti natrium, kalium, kalsium, dan lain-lain), biasanya

diangkut sebagai kation aktif di dalam larutan encer.

2. Logam transisi (seperti besi, tembaga, kobalt dan mangan), diperlukan dalam

konsentrasi yang rendah, tetapi dapat menjadi racun dalam konsentrasi yang

tinggi.

3. Logam berat dan metaloid (seperti raksa, hitam, timah, selenium,dan arsen),

umumnya tidak dipergunakan dalam metabolisme dan sebagai racun bagi racun

dalam konsentrasi rendah.

Logam berat dalam konsentrasi yang rendah disebut sebagai logam renik.

Logam berat (heavy metal) merupakan sekelompok elemen-elemen logam yang

berbahaya jika masuk ke dalam tubuh makhluk hidup. Sifat racun logam berat

berbeda-beda tergantung dari anion-kation yang terdapat bersamanya, proses ini

dikenal sebagai faktor sinergistik. Dalam perairan, logam berat dapat ditemukan

dalam bentuk terlarut dan tidak terlarut. Logam berat terlarut adalah logam yang

membentuk kompleks dengan senyawa organik dan anorganik, sedangkan logam

berat yang tidak terlarut merupakan partikel-partikel yang membentuk koloid dan

senyawa kelompok metal yang teradsorbsi pada partikel-partikel yang tersuspensi

(Razak, 1980 dalam Maslukah, 2006). Unsur-unsur logam berat dapat masuk ke

Page 34: ID PENELITI:200608720610609

30

dalam tubuh organisme laut dengan tiga cara, yaitu melalui rantai makanan, insang

dan difusi melalui permukaan kulit. Sedangkan pengeluaran logam berat dari tubuh

organisme laut melalui dua cara yaitu ekskresi melalui permukaan tubuh dan

insang, serta melalui feses dan urin. Sebagian besar logam berat masuk ke dalam

tubuh organisme laut melalui rantai makanan, hanya sedikit yang diambil langsung

dari air. Akumulasi terjadi karena logam berat dalam tubuh organisme cenderung

membentuk senyawa kompleks dengan zat-zat organik yang terdapat dalam tubuh

organisme. Dengan demikian terfiksasi dan tidak diekskresikan oleh organisme

yang bersangkutan (Kunarso dan Ruyitno, 1991).

Menurut Bryan (1976), kekuatan racun logam berat terhadap ikan dan

organisme lainnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

1. Bentuk ikatan kimia dari logam yang larut dalam air

2. Pengaruh interaksi antara logam dan jenis racun lainnya

3. Pengaruh lingkungan seperti temperatur, kadar garam, pH atau kadar oksigen

dalam air

4. Kondisi hewan, fase siklus hidup, besarnya organisme, jenis kelamin, dan

kecukupan kebutuhan nutrisi

5. Kemampuan hewan untuk menghindar dari kondisi buruk (polusi)

6. Kemampuan hewan untuk beradaptasi terhadap racun

Logam-logam berat dapat berbentuk senyawa organik, anorganik atau

terikat dalam senyawa logam yang lebih berbahaya daripada keadaan murninya.

Timbal, kadmium dan merkuri merupakan logam berat yang mendapat perhatian

besar karena penggunaannya di sebagian besar proses produksi. Selain itu,

Page 35: ID PENELITI:200608720610609

31

dampaknya pada sebagian besar orang karena sifat toksisitasnya yang tinggi.

Menurut Murtini et all (2003), logam berat Hg, Cd dan Pb sangat berbahaya karena

bersifat biomagnifikasi yang artinya dapat terakumulasi dan tinggal dalam jaringan

tubuh organisme dalam jangka waktu lama sebagai racun terakumulasi.

H. Pencemaran Logam

Pencemaran logam berat dalam lingkungan bisa menimbulkan bahaya bagi

kesehatan, baik pada manusia, hewan, tanaman maupun lingkungan. Terdapat 80

jenis logam berat dari 109 unsur kimia di muka bumi ini. Logam berat dibagi ke

dalam 2 jenis, yaitu :

1. Logam berat esensial, yaitu: logam dalam jumlah tertentu yang sangat

dibutuhkan oleh organisme. Dalam jumlah yang berlebihan, logam

tersebut bisa menimbulkan efek toksik. Contohnya adalah Zn, Cu, Fe,

Co, Mn dan lain sebagainya.

2. Logam berat tidak esensial, yaitu: logam yang keberadaannya dalam

tubuh masih belum diketahui manfaatnya, bahkan bersifat toksik, seperti

Hg, Cd, Cr dan lain lain.

Logam berat dapat berefek bagi kesehatan manusia tergantung pada bagian

mana dari logam berat tersebut yang terikat dalam tubuh serta besarnya dosis

paparan. Efek toksik logam berat mampu menghalangi kerja enzim sehingga

mengganggu metabolisme tubuh, menyebabkan alergi, bersifat mutagen, teratogen

atau karsinogen bagi manusia maupun hewan. Logam berat dapat berpindah dari

satu organisme ke organisme lain melalui sistem rantai makanan.

Page 36: ID PENELITI:200608720610609

32

Pencemaran logam dapat terjadi di perairan. Pencemaran di perairan dapat

menyebabkan berkurangnya keanekaragaman dan punahnya organisme perairan

seperti bentos,perifeton dan plankton. Hal ini menyebabkan ekologis perairan dapat

terganggu. Sistem ekologis perairan mempunyai kemampuan untuk memurnikan

kembali lingkungan yang telah tercemar sejauh beban pencemaran masih berada

dalam batas daya dukung lingkungan yang bersangkutan (Salam,2010)

Wardhana (2004) mengatakan bahwa indikator atau tanda bahwa air

lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang diamati

melalui adanya perubahan suhu air, perubahan pH atau konsentrasi ion hidrogen,

perubahan bau, rasa dan warna air, timbulnya endapan,koloidal, bahan terlarut,

adanya mikroorganisme dan meningkatnya radioaktif lingkungan. Air normal yang

dapat digunakan untuk kehidupan pada umumnya tidak berwarna, tidak berbau dan

tidak berasa.

Menurut PP RI Nomor 82 Tahun 2001 pencemaran air adalah masuknya

atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam

air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu

yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.

Pencemar bahan anorganik dapat berupa logam berat. Logam berat masih termasuk

golongan logam tetapi memberikan pengaruh besar jika berikatan atau masuk ke

dalam tubuh organisme hidup. Banyak logam berat yang bersifat toksik terlarut

dalam air dan mencemari sumber-sumber air, seperti suangai, danau, laut dan

waduk. Sumber pencemaran ini berasal dari industri, laboratorium, peleburan

logam, dan lahan pertanian yang menggunakan pupuk yang mengandung logam.

Page 37: ID PENELITI:200608720610609

33

Logam biasanya di dalam air berikatan dalam senyawa kimia atau dalam

bentuk ion, bergantung pada kompartemen sangat bervariasi tergantung pada lokasi

dan tingkat pencemarannya. Tingkat konsentrasi logam berat dalam air dibedakan

menurut derajad pencemarannya, yaitu polusi berat, polusi sedang dan tidak

tercemar, suatu perairan dengan tingkat polusi berat biasanya memiliki kandungan

logam dalam air dan organisme yang hidup di dalamnya cukup tinggi. Pada tingkat

polusi sedang, kandungan logam berat dan biota di dalamnya berada dalam batas

marjinal. Sedangkan pada tingkat tidak tercemar, kandungan logam berat dan

organisme di dalam air sangat rendah bahkan tidak terdeteksi sama sekali.

Logam berat dalam perairan dapat berbentuk ion logam bebas, pasangan ion

anorganik, kompleks organisk, dan ion logam organik. Kelarutan logam pada

prinsipnya diatur oleh pH serta jenis dan kepekaan ligan. Hal ini menyebabkan

toksisitas setiap logam dalam perairan berbeda-beda. Daya toksisitas logam berat

dalam perairan terhadap makhluk hidup di dalamnya, dipengaruhi oleh bentuk

logam dalam air, keberadaan logam-logam lain, pengaruh lingkungan, dan

kemampuan organisme beraklimatisasi terhadap bahan toksik logam (Lu, 1995).

Logam-logam berat umumnya memiliki daya racun yang mematikan

terhadap organisme yang berbeda-beda. Mekanisme tersebut diawali dengan

akumulasi logam berat dalam tubuh biota, lalu selanjutnya diikuti oleh akumulasi

pada organ sasaran yang melebihi daya toleransi biota. Keadaan itulah yang

menyebabkan kematian biota air. Unsur logam merupakan bahan pencemar yang

dapat masuk secara alami karena sudah berada di bumi, batuan dan tanah secara

alamiah kemudian masuk ke lingkungan laut melalui hujan dan erosi. Sumber

Page 38: ID PENELITI:200608720610609

34

lainnya adalah melalui buangan industri, limbah rumah tangga, pertanian. Laut

sering dijadikan sebagai lokasi pembuangan akhir dari berbagai sisa aktivitas

manusia di daratan. Banyak sumber polutan pencemar lingkungan akuatik, salah

satunya adalah logam, yang kini banyak dipakai dalam proses industri dan dipakai

oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari seperti kosmetik, bahan bakar dan

lainnya. Limbah tersebut mengandung bahan kimia yang bersifat toksik terhadap

biota perairan misalnya mengandung logam berat dan pestisida. Keadaan ini

menyebabkan kondisi lingkungan tidak sesuai lagi dengan peruntukannya, yang

pada gilirannya akan berpengaruh pula terhadap sumberdaya hayati perairan.

Logam berat yang terdapat di perairan berasal dari proses erosi, buangan

aktivitas industri, limbah domestik dan kegiatan pertanian (Etim et al. 2012).

Logam berat pada dasarnya sangat diperlukan dalam proses kehidupan manusia.

Misalnya dalam proses metabolisme untuk pertumbuhan dan perkembangan sel-sel

tubuh. Konsentrasi logam berat yang dibutuhkan tubuh dalam proses metabolisme

relatif sangat sedikit. Menurut Lu et al., (2001) Pb anorganik (lead acetate) pada

konsentrasi 100 nM dapat menstimulasi sintesis DNA pada sel tubuh dan sebagai

pengganti kalsium dalam mengaktifkan protein kinase-C (PKC). Selain itu, Achard-

Joris et al.,(2006) menyatakan bahwa logam Cd dapat meregulasi Cytochrome c

Oxydase subunit I yang dilakukan pada tiga jenis bivalvia.

Menurut Bryan (1976), kekuatan racun logam berat terhadap ikan dan

organisme lainnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

1. Bentuk ikatan kimia dari logam yang larut dalam air

2. Pengaruh interaksi antara logam dan jenis racun lainnya

Page 39: ID PENELITI:200608720610609

35

3. Pengaruh lingkungan seperti temperatur, kadar garam, pH atau kadar oksigen

dalam air

4. Kondisi hewan, fase siklus hidup, besarnya organisme, jenis kelamin, dan

kecukupan kebutuhan nutrisi

5. Kemampuan hewan untuk menghindar dari kondisi buruk (polusi)

6. Kemampuan hewan untuk beradaptasi terhadap racun

Logam-logam berat dapat berbentuk senyawa organik, anorganik atau

terikat dalam senyawa logam yang lebih berbahaya daripada keadaan murninya.

Timbal, kadmium dan merkuri merupakan logam berat yang mendapat perhatian

besar karena penggunaannya di sebagian besar proses produksi. Selain itu,

dampaknya pada sebagian besar orang karena sifat toksisitasnya yang tinggi.

Menurut Murtini et all (2003), logam berat Hg, Cd dan Pb sangat berbahaya karena

bersifat biomagnifikasi yang artinya dapat terakumulasi dan tinggal dalam jaringan

tubuh organisme dalam jangka waktu lama sebagai racun terakumulasi.

Kandungan Logam Berat dalam Air

Logam berat dalam perairan dapat terakumulasi pada padatan di dalam

perairan seperti sedimen. Pada umumnya logam berat yang terakumulasi di dalam

sedimen tidak berbahaya, namun adanya pengaruh kondisi kimia akuatik seperti

perubahan pH dapat menyebabkan logam barat yang terakumulasi pada sedimen

terionisasi ke perairan. Hal ini menjadikan logam-logam berat bersifat racun bagi

kehidupan perairan (Connel and Miller, 1995). Pencemaran logam berat dapat

merusak lingkungan perairan dalam hal stabilitas dan keanekaragaman ekosistem.

Dari aspek ekologis, kerusakan ekosistem perairan akibat pencemaran logam berat

Page 40: ID PENELITI:200608720610609

36

dipengaruhi oleh kadar dan sumber zat pencemar yang masuk dalam perairan, sifat

toksisitas, dan bioakumulasi. Pencemaran logam berat dapat menyebabkan

terjadinya kerusakan sistem perairan laut (Darmono, 2001).

Pencemaran logam berat terhadap lingkungan terjadi karena adanya

penggunaan logam tersebut dalam kegiatan manusia, sehingga menghasilkan

limbah yang mencemari lingkungan. Daya toksisitas logam berat terhadap makhluk

hidup sangat bergantung pada spesies, lokasi, umur (fase siklus hidup), daya tahan

(detoksikasi) dan kemampuan individu untuk menghindarkan diri dari pengaruh

polusi. Toksisitas pada spesies biota dibedakan menurut kriteria dari biota air dan

biota darat, sedangkan toksisitas menurut lokasi dibagi menurut kondisi tempat

hidup, yaitu daerah pencemaran berat, sedang, dan daerah nonpolusi (Palar, 2004).

Logam berat biasanya ditemukan sangat sedikit dalam air secara alamiah,

yaitu kurang dari 1 μg/L. Bila terjadi erosi alamiah, konsentrasi logam tersebut

dapat meningkat. Beberapa macam logam biasanya lebih dominan dari pada logam

lainnya dan dalam air biasanya tergantung pada asal sumber air (air tanah dan

airsungai). Disamping itu jenis air (air tawar, air payau dan air laut) juga

mempengaruhi kandungan logam di dalamnya (Darmono, 2001). Kadar ini dapat

meningkat jika terjadi peningkatan limbah yang mengandung logam berat masuk

ke dalam laut.

Limbah ini dapat berasal dari aktivitas manusia di laut yang berasal dari

pembuangan sampah kapal kapal, penambangan logam di laut, dan lain-lain serta

yang berasal dari darat seperti limbah perkotaan, pertambangan, pertanian dan

perindustrian. Kadar logam berat yang masuk ke lingkungan laut sesuai dengan

Page 41: ID PENELITI:200608720610609

37

keputusan menteri Negara Lingkungan Hidup dapat di lihat pada Tabel 1. di bawah

ini.

Tabel 1. Kadar Logam Berat Maksimal yang Masuk ke Lingkungan Laut

Unsur Kadar (ppm)Kadmium (Cd)

Timbal (Pb)

Tembaga (Cu)

0,01

0,005

0,05Sumber: Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 Tentang Baku

Mutu Air Laut

Menurut Palar (2004), kelarutan dari unsur-unsur logam dan logam berat

dalam badan perairan dikontrol oleh :

1. pH badan air.

2. Jenis dan konsentrasi logam.

3. Keadaan komponen mineral teroksidasi dan sistem yang berlingkungan redoks.

Pada musim hujan, kandungan logam dalam air akan lebih kecil karena

proses pelarutan, sedangkan pada musim kemarau kandungan logam akan lebih

tinggi karena logam menjadi terkosentrasi (Dharmono,2001). Penelitian oleh

Diniah (1995) membuktikan bahwa kadar Hg dalam perairan Teluk Jakarta

sebesar 0,00216 ppm, namun dalam daging ikan kadar Hg mencapai 0,80448

ppm. Hal ini disebabkan bahan kimia di perairan akan diabsorbsi organisme

melalui proses biokosentrasi, bioakumulasi dan biomanifikasi sehingga

kosentrasi bahan kimia akan meningkat dalam tubuh organisme dibandingkan

dengan perairan itu sendiri (Connell & Miller 984 ; Rand & Petrocelli 1985).

Kandungan logam berat dalam sedimen

Sedimen meliputi tanah dan pasir, bersifat tersuspensi, yang masuk ke

badan air akibat erosi atau banjir dan pada dasarnya tidaklah bersifat toksik

Page 42: ID PENELITI:200608720610609

38

(Effendi,2003). Menurut Waldichuck (1974) meningkatnya kadar logam berat

dalam lingkungan perairan hingga melebihi batas maksimum akan menyebabkan

rusaknya lingkungan serta dapat membahayakan kehidupan organisme di

dalamnya. Selain itu mengendapnya logam berat bersama-sama dengan padatan

tersuspensi akan mempengaruhi kualitas sedimen di dasar perairan dan juga

perairan di sekitarnya.

Logam berat yang dilimpahkan ke perairan, baik di sungai ataupun di laut

akan dipindahkan dari badan airnya melalui beberapa proses, yaitu : pengendapan

dan terserap oleh organisme-organisme perairan (Connell dan Miller, 1995). Logam

berat mempunyai sifat yang mudah mengikat bahan organik dan mengendap di

dasar perairan dan bersatu dengan sedimen sehingga kadar logam berat dalam

sedimen lebih tinggi dibandingkan dalam air (Harahap, 1991). Connel dan Miller

(2006) menyatakan bahwa sedimen dan detritus biasanya mengandung kepekaan

yang tinggi terhadap logam berat di dalam lingkungan yang tercemar, sehingga

hewan pemakan sedimen dan detritus cenderung untuk mengakumulasi logam

dalam kepekatan yang lebih tinggi. Logam berat yang larut di perairan

kemungkinan besar akan menyebar ke beberapa bagian tubuh ikan seperti bagian

hati dan daging. Supriyono dkk (2008) melaporkan bahwa kadar logam berat dalam

tubuh ikan dan tumbuhan yang terdapat di perairan dapat mencapai 100.000 kali

lebih tinggi dibandingkan dengan kadar logam berat di dalam perairan

I. Pengaruh Parameter Fisik Kimia Perairan terhadap PeningkatanKandungan Logam

Peningkatan kandungan logam berat dalam air laut diikuti oleh peningkatan

logam berat dalam tubuh ikan dan biota lainnya,sehingga pencemaran air laut oleh

Page 43: ID PENELITI:200608720610609

39

logam berat akan mengakibatkan ikan yang hidup di dalamnya tercemar. Logam

berat dalam air mudah terserap dan tertimbun dalam fitoplankton yang merupakan

titik awal dari rantai makanan, selanjutnya melalui rantai makanan sampai ke

organisme lainnya (Fardiaz,1992 dalam Muchyidin,2007). Kadar logam berat

dalam air selalu berubah-ubah tergantung pada saat pembuangan limbah, tingkat

kesempurnaan pengelolaan limbah dan musim. Logam berat yang dibawa oleh air

sungai masuk ke laut melalui estuari. Konsentrasi logam berat terlarut akan

mengalami perubahan selama berada di estuari,

Perubahan konsentrasi logam berat terlarut akan mengalami perubahan

selama berada di estuari. Perubahan konsentrasi logam terlarut ini dipengaruhi oleh

berbagai proses yang ada diantaranya adalah proses pengenceran, flokulasi,

adsorbsi dan desorpsi oleh partikel. Proses adsorbsi antar partikel tersuspensi dalam

kolom air terjadi karena adanya muatan listrik pada permukaan partikel tersebut

(Sanusi, 2005). Butir lanau, lempung dan kolloid asam humus yang tersuspensi dan

terangkut memasuki wilayah estuari melalui aliran sungai mempunyai

kecenderungan bermuatan listrik negatif (Libels,1992;Brown et al,1989;Wibisono,

2005; Sanusi, 2006).

Dengan peningkatan salinitas, interaksi dengan kation bebas di perairan

menyebabkan adanya penetralan dan mengurangi muatan negatif. Perubahan

muatan ini juga dipengaruhi oleh adanya pelapisan (coating) partikel tersuspensi

oleh bahan organik terlarut (DOM). Fenomena perubahan muatan listrik partikel

tersuspensi tersebut menyebabkan gaya atraktiv molekular (gaya van der walls)

mendominasinya. Peningkatan gaya inimenyebabkan kekuatan tarik menarik antar

Page 44: ID PENELITI:200608720610609

40

partikel menjadi lebih kuat, sehingga saat partikel bertabrakan akan membentuk

flokulasi yang kemudian disusul terjadinya pengendapan partikel karena gaya

gravitasi. Adanya proses adsorbsi oleh partikel, yang kemudian diikuti proses

flokulasi maka konsentrasi logam terlarut ini akan mengalami pengurangan dan

sebaliknya apabila terjadi proses desorpsi atau pelarutan kembali oleh partikel maka

konsentrasi logam berat terlarut ini akan berkurang.

1. Logam Berat Kadmium (Cd)

Kadmium adalah logam kebiruan yang lunak, termasuk golongan II B table

berkala dengan konigurasi elekron [Kr] 4d105s2. unsur ini bernomor atom 48,

mempunyai bobot atom 112,41 g/mol dan densitas 8,65 g/cm3. Titik didih dan titik

lelehnya berturutturut 765oC dan 320,9oC. Kadmiun merupakan racun bagi tubuh

manusia. Waktu paruhnya 30 tahun dan terakumulasi pada ginjal, sehingga ginjal

mengalami disfungsi kadmium yang terdapat dalam tubuh manusia sebagian besar

diperoleh melalui makanan dan tembakau, hanya sejumlah kecil berasal dari air

minum dan polusi udara. Pemasukan Cd melalui makanan adalah 10 – 40 μg/hari,

sedikitnya 50% diserap oleh tubuh.

Rekomendasi pemasukan Cd menurut gabungan FAO/WHO dengan batas

toleransi tiap minggunya adalah 420 μg untuk orang dewasa dengan berat badan 60

kg. Pemasukan Cd rata-rata pada tubuh manusia ialah 10 – 20 % dari batas yang

telah direkomendasikan. Unsur Cd dapat mengurangi jerapan ion-ion hara karena

daya afinitas yang tinggi dari logam berat tersebut pada kompleks pertukaran

kation. Di alam Cd bersenyawa dengan belerang (S) sebagai greennocckite (CdS)

yang ditemui bersamaan dengan senyawa spalerite (ZnS). Kadmium merupakan

Page 45: ID PENELITI:200608720610609

41

logam lunak (ductile) berwarna putih perak dan mudah teroksidasi oleh udara bebas

dan gas amonia (NH3). Di perairan Cd akan mengendap karena senyawa sulfitnya

sukar larut.

Logam ini termasuk dalam logam transisi pada periode V dalam tabel

periodik. Logam Cd dikenal sebagai unsur chalcophile, jadi cenderung ditemukan

dalam deposit sulfide (Manahan,2001). Kemelimpahan Cd pada kerak bumi adalah

0,13 µg/g. Pada lingkungan akuatik, Cd relatif bersifat mudah berpindah. Cd

memasuki lingkungan akuatik terutama dari deposisi atmosferik dan efluen pabrik

yang menggunakan logam ini dalam proses kerjanya. Di perairan umumnya Cd

hadir dalam bentuk ion-ionnya yang terhidrasi, garam-garam klorida,

terkomplekskan dengan ligan anorganik atau membentuk kompleks dengan ligan

organik (Weiner,2008).

Cd di sedimen perairan yang tak terkontaminasi berkisar antara 0,1 sampai

1,0µg/g bobot kering. Pada umumnya di air permukaan, baik Cd terlarut maupun

partikulatnya secara rutin dapat terdeteksi. Koefisien distribusi Cd partikulat/Cd

terlarut pada perairan sungai di dunia berkisar dari 104 sampai 105. Fluks input

antropogenik secara global per tahun jauh melebihi emisi Cd dari sumber

alamiahnya seperti kegiatan gunung berapi, Windborne soil particles, garam-garam

dari laut dan partikel biogenik sampai dengan satu tingkatan magnitude (Csuros and

Csuros, 2002).

Secara global sumber utama Cd adalah dari deposisi atmosferik, proses

smelting dan refining dari logam non ferrous, proses industri terkait produksi bahan

kimia dan metalurgi, serta air buangan limbah domestik. Hanya 15% saja dari

Page 46: ID PENELITI:200608720610609

42

deposisi atmosferi yang berasal dari sumber-sumber alamiah. Diperkirakan 1.000

ton Cd dilepaskan per tahun ke atmosfer dari smelters dan pabrik-pabrik yang

mengolah Cd. Pelepasan Cd ke dalam perairan alamiah sebagian besar berasal dari

industri galvanik, sumber lain polusi Cd adalah industri batrei, pupuk dan fungisida

yang mengandung Cd dan Zn juga merupakan sumber potensial polusi kedua logam

ini (Allen et al., 1998). Kadmium (Cd) merupakan logam yang bersifat kronis dan

pada manusia biasanya terakumulasi dalam ginjal. Keracunan Cd dalam waktu yang

lama membahayakan kesehatan paru-paru, tulang, hati, kelenjar reproduksi dan

ginjal. Logam ini juga bersifat neurotoksin yang menimbulkan dampak rusaknya

indera penciuman (Anwar,1996).

Logam kadmium mempunyai penyebaran sangat luas di alam, hanya ada

satu jenis mineral kadmium di alam yaitu greennockite (CdS) yang selalu

ditemukan bersamaan dengan mineral spalerite (ZnS). Mineral greennockite ini

sangat jarang ditemukan di alam, sehingga dalam eksploitasi logam Cd biasanya

merupakan produksi sampingan dari peristiwa peleburan bijih-bijih seng (Zn).

Biasanya pada konsentrat bijih Zn didapatkan 0,2 sampai 0,3 % logam Cd. Di

samping itu, Cd juga diproduksi dalam peleburan bijih-bijih logam Pb(timah hitam)

dan Cu(tembaga). Namun demikian, Zn merupakan sumber utama dari logam Cd,

sehingga produksi dari logam tersebut sangat dipengaruhi oleh Zn.

Dalam lingkungan,menurut Clark (2003) sumber kadmium yang masuk ke

perairan berasal dari:

1) Uap, debu dan limbah dari pertambangan timah dan seng.

2) Air bilasan dari elektroplating.

Page 47: ID PENELITI:200608720610609

43

3) Besi, tembaga dan industri logam non ferrous yang menghasilkan abu dan uap

serta air limbah dan endapan yang mengandung kadmium.

4) Seng yang digunakan untuk melapisi logam mengandung kira-kira 0,2 % Cd

sebagai bahan ikutan (impurity); semua Cd ini akan masuk ke perairan melalui

proses korosi dalam kurun waktu 4-12 tahun. Pupuk phosfat dan endapan

sampah

Sumber kadmium terutama dari biji seng, timbal-seng, dan timbal-tembaga-

seng. Kandungan logam Cd bersumber dari makanan dan lingkungan perairan yang

sudah terkontaminasi oleh logam berat. Kontaminasi makanan dan lingkungan

perairan tidak terlepas dari aktivitas manusia didarat maupun pada perairan. Sifat

logam Cd yang akumulatif pada suatu jaringan organisme serta sulit terurai.

Kadmium dalam air juga berasal dari pembuangan industri dan limbah

pertambangan. Logam ini sering digunakan sebagai pigmen pada keramik, dalam

penyepuhan listrik, pada pembuatan alloy, dan baterai alkali.

Bahan bakar dan minyak pelumas mengandung Cd sampai 0,5 ppm,

batubara mengandung Cd sampai 2 ppm, pupuk superpospat juga mengandung Cd

bahkan ada yang sampai 170 ppm. Limbah cair dari industri dan pembuangan

minyak pelumas bekas yang mengandung Cd masuk ke dalam perairan laut serta

sisa-sisa pembakaran bahan bakar yang terlepas ke atmosfir dan selanjutnya jatuh

masuk ke laut.

Mekanisme toksisitas Cd

Cadmium yang masuk kedalam lingkungan, tumbuhan dan manusia

memiliki batasan toleransi dan memiliki jalur pendedahan yang berbeda-beda.

Page 48: ID PENELITI:200608720610609

44

Pencemar logam berat tidak dapat didegradasi secara kimia maupun secara biologi.

Oleh karena itu polutan logam berat di dalam tanah, air maupun udara harus

dikurangi atau dihilangkan untuk menghindari terjadinya dampak negatif terhadap

proses kehidupan.

Cadmium merupakan zat kimia yang tidak dapat didegradasi di alam. Cd

bebas berada di lingkungan dan akan tetap berada didalam sirkuasi atau udara. Cd

yang berikatan dengan senyawa logam berat lainnya biasanya akan mempengaruhi

pembentukannya di air. Sumber utama Cd yang berasal dari alam adalah dari

lapisan bumi atau kerak bumi seperti gunung berapi dan pelarutan batuan.

Cadmium yang ada di udara bisa dibawa dengan proses yang berbeda-beda dan

masuk ke dalam lingkungan. Sumber utama cadmium dari alam masuk kedalam

udara di lingkungan yaitu dari pegunungan, evaporasi, partikel tanah yang terbawa

ke udara, dan kebakaran hutan. Sumber lainnya bisa berasal dari manusia seperti

asap kendaraan dan rokok.

Cadmium yang ada di air berasal dari berbagai proses yaitu cadmium masuk

ke dalam perairan karena adanya proses erosi tanah, pelapukan batuan induk.

Cadmium lebih banyak masuk kedalam air karena kegiatan manusia seperti

perindustrian dimana limbah hasil dari pabrik tersebut dibuang langsung ke dalam

perairan yang akan terakumulasi di dasar perairan yang membentuk sedimen. Cd

juga dapat masuk kedalam organisme yang hidup di air dimana Cd dapat masuk

melalui oral, inhalasi atau dermal. Cd yang masuk kedalam tubuh suatu organisme

contohnya seperti ikan, logam Cd akan terakumulasi pada ginjal dan hati karena

Page 49: ID PENELITI:200608720610609

45

kedua organ tersebut sangat spesifik untuk melawan racun yang masuk kedalam

dalam tubuh.

Cadmium yang ada di dalam tanah dapat berasal dari alam dan

antropogenik. Cadmium dapat masuk kedalam tanah karena adanya proses

pelarutan batuan induk seperti batuan glasial dan alluvial. Manusia juga

berkontribusi dalam proses masuknya cadmium kedalam lingkungan seperti

penggunaan pupuk kimia, kotoran yang mengendap karena aktivitas manusia.

Cadmium yang ada didalam tanah akan lebih lama terbawa atau terdistribusi

dibandingkan cadmium yang ada pada udara dan air. Cadmium yang terakumulasi

di dalam tanah akan menggangu organisme yang hidup di dalamnya seperti

mikroorganisme, makroorganisme dan mollusca. Tanah yang mengandung

cadmium akan teserap kandungan logamnya oleh organisme yang hidup pada

lingkungan tanah tersebut seprti tanaman dan hewan.

Masuknya cadmium kedalam tanaman

Logam Cd kemungkinan dapat dibawa keseluruh bagian tanaman biasanya

akumulasi dapat ditemukan apada bagian akar karena akar merupakan gerbang awal

masuknya zat-zat kimia. Zat- zat yang akan masuk kedalam tubuh tumbuhan akan

terseleksi begitu juga dengan logam Cd. Apabila Cd yang diperlukan hanya sedikit

maka akan lebih banyak Cd yang terakumulasi dibagian akar tumbuhan. Beberapa

tanaman mempunyai kemampuan yang sangat tinggi untuk menghilangkan

berbagai pencemaran yang ada (multiple uptake hyperaccumulator plant), dan

memiliki kemampuan menghilangkan pencemaran yang bersifat tunggal (specific

uptake hyperaccumulator).

Page 50: ID PENELITI:200608720610609

46

Tanaman hiperakumulator adalah spesies tanaman yang mampu

mentranslokasikan pencemar atau logam pencemar ke bagian pucuk tanaman lebih

banyak daripada ke bagian akar tanpa mengalami gejala toksisitas. Tanaman ini

dapat mengakumulasi lebih dari 10 ppm Hg, 100 ppm Cd, 1000 ppm Co, Cr, Cu,

dan Pb, 10.000 ppm Ni dan Zn (Aiyen, 2004; Baker, dkk,2000).Fenomena logam

berat yang terkonsentrasi dalam jaringan ditemukan terkait dengan peran protein

pengikat logam. Fungsi dari protein tersebut adalah mengikat logam, protein yang

dapat mengikat logam tersebut adalah metalotionin (cys-x-cys, x adalah asam

amino selain sistein, biasa disingkat dengan MT).

Metalotionin merupakan kelompok protein spesifik non enzim yang

memainkan peran sentral dalam metabolisme logam. Metalotionin digambarkan

sebagai protein sitoplasma yang mempunyai massa molekul rendah (sekitar 10.000

dalton), dengan struktur yang tidak beraturan. Protein ini terdiri atas sistein dan

kadang-kadang mengandung sedikit histidin atau asam amino aromatik lainnya.

Hampir setiap metalotionin mempunyai residu 24 sistein dan dalam setiap 3 residu

sistein mengikat 1 ion logam sehingga 1 metalotionin mengikat 8 ion logam.

Konsekuensi dengan adanya sistein berarti pula metalotionin mempunyai sejumlah

besar gugus tio (sulfidril, -SH).

Gugus ini merupakan pengikat logam berat. Jika kecepatan masuknya

logam melebihi kecepatan sintesis metalotionin, maka akan terjadi pelimpahan

logam dari metalotionin ke dalam penampung enzim. Efek toksik selanjutnya

bergantung pada pengalokasian logam-logam essensial dari metaloenzim yaitu

enzim yang membutuhkan ion logam spesifik sebagai kofaktor untuk

Page 51: ID PENELITI:200608720610609

47

mengkatalisis. Reaksi sederhana antara logam berat dengan gugus sulfidril (-SH)

adalah sebagai berikut.

2 R-SH + Cd2+ R-S-Cd-S-R + 2 H+

Penarikan/penyerapan polutan oleh akar tumbuhan berbeda untuk polutan

organik dan anorganik. Polutan organik pada umumnya adalah buatan manusia dan

xenobiotik pada tumbuh-tumbuhan. Akibatnya tidak ada pembawa untuk senyawa-

senyawa organik ke dalam membran tumbuhan. Polutan organik cenderung

berpindah masuk ke jaringan tumbuhan melalui difusi sederhana dan juga

bergantung pada sifat-sifat bahan kimia tersebut (Briggs, et al.1982).

Sebaliknya polutan anorganik diserap dengan proses biologi lewat membran

protein pembawa. Membran protein pembawa ini terjadi secara alamiah sebab

polutan-polutan anorganik biasanya bergabung dengan nutrien-nutrien itu sendiri

(nitrat, fosfat, Cu, Mn, Zn). Polutan anorganik pada umumnya berada dalam bentuk

ion sehingga tidak dapat melewati membran tanpa bantuan membran protein

pembawa. Pencemar anorganik yang terakumulasi dalam jaringan tumbuhan sering

menyebabkan keracunan dan sekaligus merusak struktur dinding sel tumbuhan.

Kadmium juga mengurangi penyerapan nitrat dan pengangkutannya dari akar ke

pucuk, juga menghambat aktivitas enzim nitrat reduktase di dalam pucuk-pucuk

tanaman (Pilon-Smits, 2005).

Tumbuhan menyerap elemen kadmium dari lingkungannya. Dalam

penyerapan zat tersebut tumbuhan menunjukkan selektivitas namun kadang

tumbuhan menyerap elemen yang sesungguhnya tidak diperlukan. Masuknya zatke

dalam jaringan tumbuhan dapat melaluidaun (stomata) atau akar. Pada akar, zat

Page 52: ID PENELITI:200608720610609

48

masukke dalam sel dengan cara difusi baik difusi aktif maupun difusi pasif (Taiz,

2010). Penyerapan aktif dilakukan melalui membran yang tidak permeabel dan

memerlukan perantaraan senyawa yang disebut “carrier”(pembawa) yang terdapat

dalam membran.

Membran sel merupakan perintang bagi ion-ion yang akan melintasinya

sehingga untukkeperluan penyerapan ion oleh sel tumbuhan, peranan pembawa

sangat penting. Agar ion dapat masuk ke dalam sel yang konsentrasi ionnya lebih

tinggi diperlukan sejumlah energi atau ATP. Pada penyerapan pasif berlangsung

pertukaran ion, jadi proses penyerapan zatpada penyerapan pasif merupakan

penyerapan yang non metabolik. Ion-ion yang diserap padapermukaan dinding sel

dapat bertukar denganion-ion dari larutan luarnya. Sebagai contoh kation K+ dari

larutan luar dapat dipertukarkan dengan ion-ion H+ yang diserap pada permukaan

membran dengan cara osmotik tidak aktif (Russell et. al.,2012).

Penyerapan Cd dari tanah oleh tanaman dipengaruhi oleh total pemasukan

Cd dalam tanah, pH tanah, kandungan Zn, jenis tanaman dan kultivar. Penyerapan

Cd akan tinggi pada pH rendah dan menurun pada pH tinggi. Kandungan seng (Zn)

yang tinggi dapat mengurangi penyerapan Cd. Jika Cd telah memasuki rantai

makanan, maka pada akhirnya akan terakumulasi pada konsumen tingkat tinggi

yaitu hewan dan manusia. Kadmium sangat membahayakan kesehatan karena

pengaruh racun akutdari unsur tersebut sangat buruk (Lin et. al.,2012).

Logam kadmium akan mengalami proses biotransformasi dan bioakumulasi

dalam organisme hidup (tumbuhan, hewan danmanusia). Logam ini masuk ke

dalam tubuh bersama makanan yang dikonsumsi, tetapi makanan tersebut telah

Page 53: ID PENELITI:200608720610609

49

terkontaminasi oleh logam Cd dan atau persenyawaannya. Dalam tubuh biota

perairan jumlah logam yang terakumulasi akan terus mengalami peningkatan. Di

samping itu, tingkatan biota dalam sistem rantai makanan turut menentukan jumlah

Cd yang terakumulasi. Di mana pada biota yang lebih tinggi stratanya akan

ditemukan akumulasi Cd yang lebih banyak, sedangkan pada biota top level

merupakan tempat akumulasi paling besar. Bila jumlah Cd yang masuk tersebut

melebihi ambang makabiota dari suatu level atau strata tersebut akan mengalami

kematian dan bahkan kemusnahan(Nowrouzi, et. al., 2012).

Penelitian tentang akumulasi logam Cd dalam tubuh tanaman telah

dilakukan pada tanaman sawi hijau (Brassica juncea) yang dipasarkan di pasar

Terong kota Makassar, yang berasal dari 3 lokasi tanah pertanian yaitu: pada sampel

1 berasal dari desa To’dotoa Kecamatan Palangga sedangkan sampel 2 dan 3 berasal

dari desa Bonto Pa’ja Kecamatan Barombong.Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui kandungan kadmium yang terakumulasi dalam tubuh tanaman sawi

hijau (Brassica juncea).

Penelitian ini dianalisa secara deskriptif yang dipaparkan dalam bentuk

tabel dan gambar. Analisa sampel dilakukan dengan menggunakan metode

Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Bahwa kandungan kadmium (Cd) yang

terakumulasi paling tinggi adalah pada organ akar yaitu dengan konsentrasi; A1

0.3288 ppm;A2 0.2498 ppm; A3 0.21225 ppm. Kemudian menyusul daun yaitu

dengan konsentrasi: C10.123 ppm; C2 0.12925 ppm; C3 0.1718 ppm.Yang paling

rendah yaitu pada batang dengan konsentrasi: B1 0.0253 ppm; B2 0.0540 ppm;B3

0.0635 ppm (Rosdiana,et. al.,2009).

Page 54: ID PENELITI:200608720610609

50

Akumulasi Cd juga telah diteliti pada tanaman kangkung darat(Ipomoea

reptans)didusun Borong Karamasa desa Toddotoa Kecamatan Pallangga

Kabupaten Gowa.Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui kadar konsentrasi

logam Kadmium (Cd) yangterakumulasi oleh tanaman kangkung darat(Ipomoea

reptans). Metode penelitian yangdigunakan adalah deskriptif dengan

mengukurkadar kandungan kadmium (Cd) kangkung darat (Ipomoea reptans) pada

organ akar,batang dan daun pada pengujian dengan SSA(Spektrofotometer Serapan

Atom).

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pada sampel 1 organ akar yaitu

sebanyak0.4303 ppm, batang sebanyak 0.1513 ppm dandaun sebanyak 0.1667 ppm.

Pada sampel 2organ akar yaitu sebanyak 0.1608 ppm, batangsebanyak 0.1860 ppm

dan daun sebanyak0.1670 ppm. Pada sampel 3 organ akar yaitusebanyak 0.2239

ppm, batang sebanyak 0.1375ppm dan daun sebanyak 0.1587 ppm(Suhaeni,et.

al.,2009).

Paparan Kadmium Terhadap Lingkungan dan Efeknya

Kadmium dilepaskan ke biosfer dari kedua sumber-sumber alam dan

antropogenik. Sumber alami utama untuk mobilisasi kadmium dari kerak bumi

adalah gunung berapi dan pelapukan batuan. Emisi atmosfer dari gunung berapi

pada tahun 1983 diperkirakan mencapai 140-1,500 ton (Nriagu 1989). Pelapukan

batuan melepaskan kadmium ke tanah dan sistem perairan. Proses ini memainkan

peran penting dalam siklus kadmium global, tetapi hanya jarang dalam konsentrasi

tinggi dalam kompartemen lingkungan.

Page 55: ID PENELITI:200608720610609

51

Dalam biosfer kadmium bertranslokasi oleh proses yang berbeda. Sumber

utama emisi ke udara dari sumber alami adalah gunung berapi, partikel tanah udara,

laut, bahan biogenik dan kebakaran hutan. Total emisi ke udara dari sumber alami

diperkirakan sekitar 150-2,600 ton, angka-angka ini dapat dibandingkan dengan

total emisi global yang diperkirakan udara antropogenik pada tahun 1995 sekitar

3.000 ton. Sumber antropogenik kadmium pada tahun 2000 adalah sebanyak 19.700

ton kadmium yang diambil dari kerak bumi oleh manusia dan dibawa ke dalam

sirkulasi di teknosfer. Selain ini sejumlah besar kadmium berakhir di residu

ekstraksi logam atau dimobilisasi sebagai pengotor dengan ekstraksi mineral lain

seperti batubara dan kapur.

Kadmium dan kadmium senyawa, dibandingkan dengan logam berat

lainnya, yang relatif air larut adalah lebih mobile misalnya dalam tanah, umumnya

lebih bioavailable dan cenderung bioaccumulate. Kadmium mudah diakumulasi

oleh banyak organisme, terutama oleh mikroorganisme dan moluska di mana faktor

biokonsentrasi berada di urutan ribuan. Invertebrata tanah juga berkonsentrasi

kadmium nyata. Kebanyakan organisme menunjukkan rendah sampai sedang faktor

konsentrasi kurang dari 100. Pada hewan, kadmium berkonsentrasi pada organ

internal daripada dalam otot atau lemak. Hal ini biasanya lebih tinggi daripada di

dalam ginjal hati, dan lebih tinggi di hati daripada di otot. Kadmium tingkat

biasanya meningkat dengan bertambahnya usia. Informasi berikut sebagian besar

telah diambil dari monografi IPCS (WHO 1992a, 1992b WHO).

Dalam sistem perairan, kadmium yang paling mudah diserap oleh

organisme langsung dari air dalam bentuk bebas Cd ionik (II) (AMAP,1998).

Page 56: ID PENELITI:200608720610609

52

Toksisitas akut kadmium untuk organisme air adalah variabel, bahkan antara

spesies terkait erat, dan berhubungan dengan konsentrasi ion bebas dari logam.

Kadmium berinteraksi dengan metabolisme kalsium dari hewan. Dalam ikan itu

menyebabkan kekurangan kalsium (hipokalsemia), mungkin oleh penyerapan

kalsium menghambat dari air. Namun, konsentrasi kalsium yang tinggi dalam air

melindungi ikan dari serapan kadmium dengan bersaing di lokasi serapan.

Efek jangka panjang paparan dapat mencakup kematian larva dan

pengurangan sementara pertumbuhan (AMAP 1998). Seng meningkatkan toksisitas

kadmium pada invertebrata air. Efek subletal telah dilaporkan pada pertumbuhan

dan reproduksi invertebrata air, ada efek struktural pada insang invertebrata. Ada

bukti dari pemilihan strain resisten dari invertebrata air setelah terpapar kadmium

di lapangan. Toksisitas adalah variabel pada ikan, salmonoids menjadi sangat

rentan terhadap kadmium.

2. Logam Berat Timbal (Pb)

Timbal mempunyai nomor atom 83, berat atom 207,9, titik cair 327,5oC dan

titik didih 1725oC. Timbal di alam dalam bentuk sulfida (gelena), Pb Carbonat

(Cerussite), PbSO4 (Angelisite), sedangkan Timbal dalam air berada dalam bentuk

Pb2+, PbCO3, Pb(CO3)22-, PbOH+, dan Pb (OH)2. Secara alamiah Timbal tersebar

luas pada batua-batuan dan lapisan kerak bumi. Saeni (1989) dalam Patang (2018)

menyatakan sumber utama timbal di atmosfir dan daratan dapat berasal dari bahan

bakar bertimbal sedangkan batuan kapur dan gelena (PbS) merupakan sumber

timbal pada perairan alami. Timbal muncul dalam air dalam bentuk bilangan oksida

+II. Ion timbal terhidrolisis sebagian di dalam air dengan reaksi :

Page 57: ID PENELITI:200608720610609

53

Pb2+ + H2O PbOH+ + H+.

Selanjutnya Saeni (1989) menyatakan timbal masuk ke perairan melalui

pengendapan, jatuhan debu yang mengandung timbal yaitu: dari hasil pembakaran

bensin yang mengandung timbal tetraetil, erosi, dan limbah industri.

Timbal (Pb) merupakan salah satu jenis logam berat yang sering juga

disebut dengan istilah timah hitam. Timbal memiliki titik lebur yang rendah,

mudah dibentuk, memilikisifat kimia yang aktif sehingga biasa digunakan untuk

melapisi logam agar tidak timbul perkaratan. Timbal adalah logam yang lunak

berwarna abu-abu kebiruan mengkilatdan memiliki bilangan oksidasi +2

(Sugiyono, 2013).

Gambar 4. Logam Timbal (Pb) (Temple,2007)

Tabel 2. Sifat-sifat fisika Timbal (Pb)

Sifat Fisika Timbal Keterangan

Nomor atomDensitas (g/cm3)Titik Lebur (0C)Titik Didih (0C)Kalor Peleburan (kJ/mol)Kalor Penguapan (kJ/mol)Kapasitas pada 250C (J/mol.K)Konduktivitas termal pada 300K (W/m K)Ekspansi termal250C (µm/ m K)Kekerasan (skala Brinell=Mpa)

8211,34327,461.7494,77179,526,6535,528,938,6

Page 58: ID PENELITI:200608720610609

54

Timbal merupakan salah satu logam berat yang sangat berbahaya bagi

makhluk hidup karena bersifat karsinogenik, dapat menyebabkan mutasi, terurai

dalam jangka waktu lama dan toksisistasnya tidak berubah (Brass &Strauss, 1981).

Pb dapat mencemari udara, air, tanah, tumbuhan, hewan, bahkan manusia. Logam

ini masuk ke perairan melalui pengkristalan Pb di udara dengan bantuan air hujan.

Selain itu, proses korofikasi dari batuan mineral juga merupakan salah satu jalur

masuknya sumber Pb keperairan (Palar, 2005).

Dalam konsentrasi yang tinggi logam timbal dalam perairan dapat bersifat

racun karena bioakumulatif dalam tubuh organisme air dan akan terus diakumulasi

hingga organisme tersebut tidak mampu lagi mentolerir kandungan logam berat

tersebut dalam tubuhnya (Connel dan Miller, 2006). Karena sifat bioakumulatif

logam timbal, maka dapat terjadi konsentrasi logam tersebut dalam bentuk terlarut

dalam air adalah rendah, tetapi dalam sedimen meningkat akibat proses fisik, kimia,

biologi perairan, dan dalam tubuh hewan air meningkat sampai beberapa kali lipat

(biomagnifikasi). Selanjutnya Rompas (1998) dan Manahan (2002) menjelaskan

bahwa apabila konsentrasi logam berat tinggi dalam air, ada kecendrungan

konsentrasi logam berat tersebut tinggi dalam sedimen dan akumulasi logam berat

dalam tubuh hewan demersial.

Apabila timbal (Pb) memasuki lingkungan perairan, maka timbal tersebut

akan diserap oleh sedimen atau lumpur, plankton, algae, invertebrata, tanaman

akuatik dan lain-lain. Sedimen dan tanah merupakan sink (pengendapan) utama

bagi timbal di lingkungan. Konsentrasi timbal dalam air semakin meningkat karena

garam yang diekskresikan ikan ke air cenderung bertambah. Kenaikan konsentrasi

Page 59: ID PENELITI:200608720610609

55

timbal dalam sistem akuatik secara berurutan : air < mangsa ikan < ikan < sedimen

(DVGM, 1985 dalam Oktavianus dan Salami, 2005). Selanjutnya diungkapkan

bahwa peningkatan konsentrasi timbal pada ikan (proses uptake) merupakan

peningkatan eksponensial, artinya: bahwa semakin tinggi konsentrasi timbal dalam

air, semakin tinggi pula konsentrasi timbal dalam ikan Nila (Oreochromis

niloticus).

Hasil penelitian Sitorus (2004), mengungkapkan bahwa kadar logam berat

timbal dalam tubuh kerang di perairan pesisir Belawan mencapai 0,042 ppm dan di

Tanjung Balai mencapai 0,033 ppm. Hal ini berhubungan, karena kerang hidup di

lapisan sedimen dasar perairan, bergerak sangat lambat dan makanannya detritus di

dasar perairan, sehingga peluang masuknya logam berat kedalam tubuh sangat

besar. Kadar logam berat timbal 0,5 ppm dapat menyebabkan kematian pada ikan

dan organisme perairan lainnya.

Timbal adalah jenis logam yang lunak dan berwarna coklat kehitaman, serta

mudah dimurnikan. Dalam bahasa ilmiahnya dinamakan plumbum, dan logam ini

disimbolkan dengan Pb. Logam ini termasuk ke dalam logam golongan IVA pada

tabel periodik unsur kimia (Darmono, 1995), selanjutnya mempunyai nomor atom

(NA) 82 dengan bobot atau berat atom (BA) 207,2 (Palar,1994).

Menurut Darmono (1995), penggunaan timbal dalam jumlah yang paling

besar adalah bahan produksi baterai pada kendaraan bermotor, sedangkan menurut

Palar (1994), timbal digunakan dalam industri kimia yang berbentuk tetraethyl Pb,

yang bisanya dicampur dengan bahan bakar minyak untuk melindungi mesin

supaya awet. Persenyawaan Pb dengan Cr (Chromium) digunakan secara luas

Page 60: ID PENELITI:200608720610609

56

dalam industri cat (Palar, 1994). Timbal masuk ke dalam perairan melalui

pengendapan, jatuhan debu yang mengandung Pb yaitu dari hasil pembakaran

bensin yang mengandung timbal tetraethyl, erosi dan limbah industri (Saeni, 1989).

Pembakaran bahan bakar minyak oleh kapal-kapal merupakan sumbangan

terbesar polusi timbal di perairan. Logam berat timbal yang terkandung dalam

bahan bakar sebagai anti pemecah minyak (seperti Pb tertraethyl dan tetramethyl)

ini kemudian dilepaskan ke atmosfir melalui alat pembuangan asap dan bagian ini

kemudian terlarut dalam laut disamping itu, timbal (Pb) di laut tidak terlalu beracun

dibandingkan dengan jenis logam lainnya pada konsentrasi rendah (< 1000 ppb)

(Clark, 1992).

Menurut Rompas (2010) timbal termasuk polutan di laut yang sangat

berbahaya, tidak hanya bagi biota perairan, tetapi akan berdampak bagi manusia

yang memakannya. Faktor yang menyebabkan logam tersebut dikelompokkan ke

dalam zat pencemar ialah :

1. Logam tidak dapat terurai melalui biodegradasi seperti pencemar

organik,

2. Logam dapat terakumulasi dalam lingkungan terutama dalam sedimen

sungai dan laut, karena dapat terikat dengan senyawa organik dan

anorganik, elalui proses adsorpsi dan pembentukan senyawa komplek.

Karena logam dapat terakumulasi dalam sedimen, maka kadar logam

dalam sedimen lebih besar dari logam dalam air.

Logam berat Pb yang masuk ke dalam lingkungan perairan akan mengalami

pengendapan, pengenceran dan dispersi, kemungkinan diserap oleh organisme yang

Page 61: ID PENELITI:200608720610609

57

hidup di perairan tersebut. Pengendapan logam berat di suatu perairan terjadi karena

adanya anion karbonat hidroksil dan klorida. Logam berat mempunyai sifat yang

mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar perairan dan berikatan

dengan partikel-pertikel sedimen, sehingga konsentrasi logam berat dalam sedimen

lebih tinggi dibanding dalam air (Hutagalung, 1991).

Toksisitas LogamTimbal (Pb) di Perairan

Toksisitas logam di perairan adalah terjadinya keracunan pada biota akuatik

yang diakibatkan oleh bahan berbahaya yang mengandung logam beracun.

Toksisitas logam berat sangat dipengaruhi oleh faktor fisika, kimia dan biologi

lingkungan. Beberapa kasus kondisi lingkungan tersebut dapat mengubah laju

absorbsi logam dan mengubah kondisi fisiologis yang mengakibatkan

berbahayanya pengaruh logam. Di perairan, timbal ditemukan dalam bentuk

terlarut dan tersuspensi. Kelarutan timbal cukup rendah sehingga kadar timbal

dalam air relatif sedikit. Bahan bakar yang mengandung timbal juga memberikan

kontribusi yang berarti bagi keberadaan timbal dalam air (Effendi,2003).

Pembuangan limbah cair dari aktivitas-aktivitas pelayaran mampu

menurunkan kualitas perairan serta lingkungan hidup. Tingginya aktivitas tersebut

secara langsung atau tidak langsung dapat menghasilkan limbah cair berupa

buangan minyak di perairan. Buangan tersebut bisa berasal dari pergantian air

balast (air penyeimbang kapal), serta aktifitas bongkar muat kapal bermotor.

Disamping itu minyak dari aktivitas pelayaran yang dihasilkan dari perahu atau

kapal motor mengandung logam berat timbal. Timbal merupakan logam berat yang

memiliki toksisitas (daya racun) tinggi.

Page 62: ID PENELITI:200608720610609

58

Menurut Kementrian Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1990)

dalam Marganof (2003) menyatakan bahwa sifat toksisitas logam berat dapat

dikelompokan ke dalam 3 kelompok, yaitu bersifat toksisitas tinggi yang terdiri atas

unsur-unsur Hg, Cd, Pb, Cu dan Zn. Bersifat toksik sedang terdiri dari unsur-unsur

Cr, Ni, dan Co dan yang bersifat toksik rendah terdiri atas unsur Mn dan Fe. Dalam

jumlah yang sangat kecil logam diperlukan oleh makhluk hidup seperti Mn, Fe, Cu,

dan Zn. Darmono (1995) menyatakan bahwa timbal dapat mencemari lingkungan

perairan, juga mempengaruhi kehidupan organisme yang hidup di dalamnya.

Logam berat yang terlarut dalam air akan berpindah ke dalam sedimen jika

berikatan dengan materi organik bebas atau materi organik yang melapisi

permukaan sedimen, dan penyerapan langsung oleh permukaan partikel sedimen

(Wilson, 1988). Organisme yang terekspos logam berat Pb dengan konsentrasi

rendah biasanya tidak mengalami kematian, tetapi akan mengalami pengaruh

sublethal, yaitu pengaruh yang terjadi pada organisme tanpa mengakibatkan

kematian pada organisme tersebut. Pengaruh sublethal ini dapat dibedakan atas tiga

macam, yaitu menghambat (misalnya pertumbuhan dan perkembangan, serta

reproduksi), menyebabka terjadinya perubahan morfologi, dan merubah tingkah

laku organisme. Logam berat yang dilimpahkan ke perairan, baik sungai ataupun

laut, akan mengalami paling tidak tiga proses, yaitu pengendapan, adsorpsi, dan

absorpsi oleh organisme-organisme perairan (Bryan, 1976).

Keberadaan timbal (Pb) di alam lebih tersebar luas daripada logam toksik

lainnya. Menurut Laws (1993), dalam pertambangan timbal berasal dari mineral

galena atau yang disebut timbal sulfida (PbS). Dibandingkan logam berat Cd dan

Page 63: ID PENELITI:200608720610609

59

Hg, maka unsur Pb tidak terlalu beracun. akan tetapi, senyawa timbal dalam bentuk

organik lebih beracun daripada dalam bentuk anorganik (Pain 1995 in

Kennish,1996). Kadar Pb dalam lingkungan meningkat sejalan dengan

meningkatnya kegiatan pertambangan, peleburan, dan penggunaannya dalam

aktivitas industri.

Menurut Lu (1995), penggunaan Pb dalam industri merupakan faktor utama

penyebab meningkatnya kadar Pb di lingkungan. Timbal banyak digunakan untuk

industri baterai, bahan bakar mobil dan cat (Fergusson, 1990). Absorbsi timbal di

alam tubuh sangat lambat, sehingga terjadi akumulasi dan menjadi dasar keracunan

yang progresif. Konsentrasi yang tinggi akan timbal dalam tubuh moluska dapat

menghambat pertumbuhan (Dunstan, 2006).

J. Mekanisme Masuknya Logam Berat ke Dalam Tubuh Makhluk Hidup

Pada konsentrasi rendah logam dibutuhkan oleh organisme hidup untuk

pertumbuhan dan perkembangan, namun bila kadar meningkat, maka logam akan

berubah menjadi racun. Ada 2 mekanisme masuk logam berat ke dalam tubuh

mahluk hidup, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Mekanisme langsung

terjadi melalui penyerapan logam berat terlarut oleh organisme yang melakukan

proses penyerapan air dan nutrien ke dalam tubuh. Pada umumnya mekanisme ini

berlaku pada tumbuhan air, yang menyerap unsur-unsur hara untuk proses

metabolisme, melalui proses difusi osmosis.

Cara lain logam berat dapat masuk ke dalam tubuh organisme hidup adalah

melalui rantai makanan. Dalam proses makan-memakan, terjadi transfer bahan dan

energi dari organisme yang dimangsa ke organisme pemangsa. Dalam susunan

Page 64: ID PENELITI:200608720610609

60

rantai makanan, yang menjadi awal dari kegiatan tersebut adalah tumbuhan, yang

berperan sebagai produsen. Produsen dalam proses selanjutnya akan dimakan oleh

konsumen tingkat 1, konsumen tingkat 1 akan dimakan oleh konsumen tingkat 2,

dan seterusnya. Gambaran rantai makanan dalam ekosistem perairan dapat dilihat

pada Gambar 5.

Fitoplankton Zooplankton Avertebrata IkanProdusen Konsumen TK I Konsumen TK II Konsumen TK III

Gambar 5. Rantai makanan dalam ekosistem aquatik sebagai salah satu mekanismetransfer logam berat. Sumber/Sources: Nybaken, 1992

Produsen mempunyai kemampuan dalam menyerap dan mengakumulasi

logam berat dalam sel. Apabila kelompok produsen ini dimangsa oleh konsumen

pada tingkat trofik selanjutnya, maka akan terjadi transfer logam berat tersebut ke

dalam tubuh konsumen tingkat 1. Transfer logam berat akan terus berlangsung

sampai dengan ke tingkat trofik tertinggi. Semakin tinggi tingkatan trofik, maka

akumulasi logam berat dalam tubuh akan semakin banyak. Hal ini, berkaitan

dengan biomassa mangsa dan panjang rantai makanan.

Tumbuhan air atau fitoplankton sebagai produsen primer tidak selektif

dalam memilih jenis unsur yang akan diserapnya. Karena ada proses penyerapan

Page 65: ID PENELITI:200608720610609

61

logam ini, pada umumnya kandungan logam di lingkungan sampai dengan taraf

tertentu akan sebanding dengan kandungan logam dalam sel organisme yang hidup

di lingkungan tersebut. Berdasarkan pada hasil penelitian Kelly & Whitton (1989)

yang melakukan perbandingan akumulasi Zn, Cd, dan Pb pada beberapa jenis alga

air tawar dan Bryophyta menunjukan bahwa pada alga Lemanea fluviatilis

(Rhodophyta) dan Cladophora glomerata (Chlorophyta) terdapat hubungan positif

antara kadar logam berat dalam air dan dalam tubuh organisme, dengan nilai

koefisien determinasi (r2) untuk kondisi total dalam perairan adalah 0,66 untuk

Lemanea dan 0,61 untuk Cladophora kecuali Stigeoclonium tenue, tidak

menunjukkan ada hubungan positif untuk logam berat Cd dan Pb (Gambar 4).

Ditambahkan pula bahwa terdapat hubungan yang berbeda-beda antara spesies dan

jenis logam berat.

Gambar 6. Pengaruh Pb dalam air terhadap kandungan Pb dalam tubuh alga danBryophyta. Sumber/Sources: Kelly & Whitton, 1989

Page 66: ID PENELITI:200608720610609

62

Penelitian lain yang dilakukan oleh Effendi (1995), mengenai pengaruh

logam berat Cd dan Cu terhadap Scenedesmus armatus (mikroalgae) mengatakan

bahwa kehadiran Cd dan Cu dalam kultur Scenedesmus armatus dapat menghambat

laju fotosintesis sel dan menyebabkan terjadi perubahan ukuran sel tersebut. Dari

hasil penelitian didapat bahwa pada konsentrasi 0,6 mg.l-1 Cd terjadi penurunan

densitas dan absorban dari sel secara lebih nyata dari konsentrasi di bawah.

pengaruh keberadaan logam berat Pb terlarut dalam air, terhadap kandungan

chlorofil 2 jenis mikroalga yaitu Dunaliella salina dan Chaetoceros calcitrans.

Dari hasil penelitian didapat bahwa kadar Pb terlarut lebih dari 0,1 ppm

dapat menyebabkan gangguan terhadap laju penambahan jumlah klorofil sehingga

berakibat pada penurunan laju pertumbuhan sel. Pada konsentrasi yang tinggi

inkubasi sel yang cukup lama dapat menyebabkan kematian karena efek toksik yang

sudah tidak dapat dinetralkan lagi, dan dengan banyak kematian sel menyebabkan

biomassa klorofil per satuan bobot basah sel menjadi berkurang. Perbedaan respon

ke-2 spesies uji terhadap berbagai konsentrasi Pb terlarut dalam air dapat dilihat

pada grafik Gambar 7.

Gambar 7. Laju pertumbuhan spesifik 2 jenis fitoplankton terhadap pemaparan Pbdengan berbagai konsentrasi. Sumber/Sources: Puspasari, 2000

Page 67: ID PENELITI:200608720610609

63

Ekosistem perairan sangat berbeda dengan ekosistem terestrial, ekosistem

perairan disatukan oleh media air, di mana fitoplankton menjadi produsen primer.

Keberadaan fitoplankton yang sangat melimpah tidak dapat dihilangkan dari suatu

perairan. Media air menjadi pemersatu antar wilayah, arus yang berperan penting

dalam penyebaran segala sesuatu yang terkandung di dalam. Dengan kondisi yang

demikian sangat sulit untuk memutus jalur penyebaran logam berat di alam sistem

perairan.

Lingkungan tercemar logam pada ekosistem perairan dapat diremediasi

dengan fitoekstraksi menggunakan tanaman hiperakumulator. Dengan

berkembangnya teknologi fitoremediasi maka tumbuhan hiperakumulator logam

menjadi sangat penting. Tanaman hiperakumulator mampu mengakumulasi logam

dengan konsentrasi lebih dari 100 kali melebihi tanaman normal, dimana tanaman

normal mengalami keracunan logam dan penurunan produksi. Hal ini terjadi karena

adanya perbedaan serangkaian proses fisiologis dan biokimiawi serta ekspresi gen-

gen yang mengendalikan penyerapan, akumulasi dan toleransi tanaman terhadap

logam .

Terdapat serangkaian proses fisiologis yang berperan dalam akumulasi

logam sepanjang siklus hidup tumbuhan. Proses pertama adalah interaksi rizosferik

pada zona perakaran, dimana terjadi proses pengolahan unsur-unsur di dalam tanah

dari bentuk yang tidak dapat diserap menjadi bentuk yang dapat diserap dengan

melibatkan sejumlah eksudat yang diproduksi akar. Tumbuhan hiperakumulator

memiliki kemampuan lebih tinggi dalam merubah logam pada zona perakaran

menjadi bentuk yang tersedia seperti Thlaspi caerulescens terhadap Zn.

Page 68: ID PENELITI:200608720610609

64

Hiperakumulator memiliki kemampuan mempercepat terlarutnya logam pada

risosfer. Hal ini teramati pada hiperakumulator Zn. Hiperakumulator juga

diperkirakan melepaskan kelat untuk logam yang spesifik ke risosfer oleh akar.

Hal ini teramati pada penyerapan Fe. Akar tumbuhan hiperakumulator

memiliki daya selektifitas yang tinggi terhadap unsur logam tertentu. Penyerapan

logam oleh akar yang antara lain ditentukan oleh permeabilitas, transpirasi dan

tekanan akar serta kehadiran dari sistem pemacu penyerap logam (enhanced metal

uptake system), yang diperkirakan hanya dimiliki oleh tumbuhan hiperakumulator.

Seperti yang dilaporkan bahwa hiperakumulator Zn T. Caulescens memiliki Zn

transporter lebih tinggi dari tumbuhan normal. Proses selanjutnya yang menentukan

tumbuhan menjadi hiperakumulator adalah translokasi logam dari akar ke tajuk

yang terbukti memiliki laju jauh melebihi tumbuhan normal.

Translokasi ini dikendalikan oleh dua proses utama yakni pergerakan ion ke

silem dan volume fluks dalam silem yang dimediasi oleh tekanan akar dan

traspirasi. Hal ini juga mengindikasikan adanya sistem translokasi logam dari akar

ke tajuk yang efisien. Sekuertrasi (secuestration) dan kompleksasi (complexation)

adalah proses yang dilalui untuk menentukan bentuk ikatan logam yang akan

diakumulasi dan di bagian jaringan mana akan disimpan. Kompartementalisasi dan

akumulasi logam terjadi lebih efisien pada tumbuhan hiperakumulator. Disamping

itu hiperakumulator memiliki derajat seleksi yang tinggi terhadap logam. Respon

fisiologis yang terjadi bila tanaman mengalami stres logam adalah terjadinya

pembentukan protein stress (phytochelatins) karena adanya ion-ion logam yang

memicu terjadinya reaksi ini.

Page 69: ID PENELITI:200608720610609

65

Respons lain adalah adanya perubahan aktivitas enzimatik. Aktivitas enzin

terhambat oleh ion-ion logam berat, seperti Pb yang menghambat aminolaevulinic

acid dehydratase, CN yang menghambat kelompok enzim peroksidase dan Cu-

enzim; serta arsen (As) yang menghambat kelompok enzim fosforilase. Respon

terhadap logam juga terjadi pada terhambatnya pertumbuhan akar dan tajuk serta

menurunnya laju transpirasi. Tanaman hiperakumulator menunjukkan respon yang

berbeda dengan tanaman normal terhadap stress keracunan logam dengan

mengadakan perubahan pada serangkaian proses fisiologis biokimia tertentu.

Mangrove merupakan salah satu tumbuhan yang mampu beradaptasi pada

lingkungan perairan baik payau maupun asin dan berperan sebagai hiperakumulator

bahan pencemar. Bakau atau mangrove adalah salah satu tanaman yang mampu

beradaptasi dengan baik dalam lingkungan air, bahkan air payau maupun asin.

Endapan yang dihanyutkan oleh air dari daratan merupakan substrat tempat tumbuh

yang sangat cocok bagi tanaman ini. Sebuah studi mengenai efek dari pembuangan

limbah pada komunitas mangrove di Darwin Australia mengatakan bahwa pohon

mangrove memiliki kapasitas tinggi untuk menerima muatan limbah tanpa

menderita kerusakan pada pertumbuhan mereka. Hutan mangrove merupakan

komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis, yang didominasi oleh beberapa jenis

pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut

pantai berlumpur (Thampanya, et al., 2002).

Endapan yang dihanyutkan oleh air dari daratan merupakan substrat tempat

tumbuh yang sangat cocok bagi tanaman ini. Kemampuan berbagai spesies bakau

beradaptasi dengan lingkungan basah berbeda-beda. Di endapan lumpur yang

Page 70: ID PENELITI:200608720610609

66

terendam secara permanen hanya spesies Rhizopora Mucronata yang mampu

hidup. Diendapan yang terendam secara periodik ketika air pasang ukuran

menengah, spesies yang mendominasi adalah Avicennia sp., Soneratia griffithii dan

Rhizopora (di pinggiran air). Di endapan yang dibanjiri oleh air pasang besar

normal, semua spesies dapat hidup tetapi yang mendominasi adalah Rhizopora. Di

lahan oleh air pasang bulan purnama atau bulan gelap, spesies yang utama

adalah Bruguiera gymnorphyza dan Bruguiera cylindrica, Ceriops sp. Sementara

di lahan yang hanya dibanjiri oleh air pasang ekuinoks atau air pasang yang tinggi

sekali ketika bersamaan dengan banjir dari hulu, spesies Bruguiera gymnophora

dominan, dan disertai oleh Rhizopora apiculata dan Xylocarpus granatum (Knox

2001 cit Khiatudin 2003).

Beberapa mekanisme fisiologis yang terjadi pada tanaman bakau

menjelaskan kemampuan adaptasi tanaman ini antara lain:

1. Pembatasan penyerapan garam ke dalam sel akar serta percepatan pengeluaran

garam melalui kelenjar di daun. Tanaman ini juga mampu mengakumulasi garam

dari kulit batang yang mati dan daun yang hampir rontok.

2. Kemampuan hidup dalam endapan lumpur yang bersifat anaerob berkat adanya

akar yang berada di atas permukaan tanah atau air dan mampu menyerap

oksigen.

3. Sistem reproduksi yang memungkinkan biji tumbuh ketika masih berada di

pohon induk.

Page 71: ID PENELITI:200608720610609

67

Bahan pencemar yang masuk ke dalam lingkungan laut, maka bahan

pencemar ini akan mengalami tiga macam proses akumulasi (Hutagalung, 1991),

yaitu proses fisik, kimia dan biologis.

Gambar 8. Proses akumulasi bahan pencemar yang masuk ke dalamlingkungan laut

Effendi (2000), menyatakan bahan pencemar memasuki badan air melalui

berbagai cara seperti pembuangan limbah oleh industri, pertanian, domestik dan

perkotaan, dan lain-lain. Palar (2004) dalam Rohmawati (2007), juga menjelaskan

logam-logam lingkungan perairan umumnya berada dalam bentuk ion. Ion-ion

tersebut ada yang berupa ion bebas, pasangan ion organik, ion-ion kompleks dan

bentuk-bentuk ion lainnya. Umumnya logam-logam yang terdapat dalam tanah dan

perairan dalam bentuk persenyawaan, seperti senyawa hidroksida, senyawa oksida,

senyawa karbonat dan senyawa sulfida. Senyawa-senyawa itu sangat mudah larut

dalam air.

Page 72: ID PENELITI:200608720610609

68

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 13 Mei 2019 – 31 Juli 2019 di

Perairan Tulehu Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku dan di Laboratorium

Universitas Muhammadiyah Malang. Letak astronomis Maluku Tengah adalah

antara 2o30’ – 7o30’ LS dan 250o – 132o30’ BT. Pengambilan sampel dilakukan

pada bulan Juni 2019 dan analisisis laboratorium dilakukan pada bulan Juli 2018.

Metode yang digunakan adalah survei di tiga stasiun yang terletak di sekitar

Pelabuhan Tulehu berdasarkan kondisi perairan dan distribusi aktivitas

antropogenik yaitu Stasion 1 di Pelabuhan Tulehu 1 (Sandar Kapal yang tidak

beroperasi dan antropogenik), Stasion 2 Pelabuhan Tulehu 2 (pelabuhan

penyeberangan) dan Stasion 3 di Muara Sungai sepanjang perairan Tulehu

mewakili daerah yang jauh dari sumber pencemar (kontrol), kemudian dilakukan

pengambilan air, sedimen dan organ mangrove serta pengukuran parameter kualitas

air pada masing-masing stasiun.

Berdasarkan letak geografis Teluk Kayeli berada pada daerah :

-. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Seram

-. Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Banda

-. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Seram Bagian Barat

-. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Seram Bagian Timur

Untuk lebih jelasnya lokasi penelitian berikut lokasi samplingnya dapat

dilihat pada Gambar 7.

Page 73: ID PENELITI:200608720610609

69

Gambar 7. Titik lokasi penelitian di Perairan Tulehu

Analisis kandungan logam berat Pb dan Cd pada air, sedimen dan organ

mangrove di Laboratorium Kimia Universitas Muhammadiyah Malang.

B. Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS (Global Position

System) untuk menentukan posisi stasiun; Mikroskop electron untuk melihat profil

logam berat pada organ mangrove; Atomic Absorbance Spectrophotometer (AAS)

untuk menganalisis konsetrasi logam berat (Pb, dan Cd); Ekman dredge untuk

mengambil sampel sedimen; Neraca analitik untuk menimbang bahan/sampel;

Tongkat berskala untuk mengukur kedalaman titik pengambilan sampel; Current

meter untuk mengukur kecepatan arus; Van Dorn Water sampler untuk mengambil

sampel air; Refraktometer untuk mengukur salinitas; Kertas saring Nucleopore

untuk menyaring air; Thermometer air raksa untuk mengukur suhu air; pH meter

Pelabuhan Tulehu 1 (Sandar kapal yang tidak beroperasidan antroponeik)

Pelabuhan Tulehu 2 (Pelabuhan Penyebrangan)

Kontrol (muara sungai sepanjang perairan Tulehu)

Page 74: ID PENELITI:200608720610609

70

digital untuk mengukur pH air laut; Stopwatch untuk mengukur waktu; Sendus beck

(plastik obat) ukuran ¾ untuk menampung sampel sedimen dan sampel mangrove;

Kertas label untuk memberikan tanda pada sampel air, mangrove, dan sedimen;

Oven untuk mengeringkan sampel sedimen dan mangrove; Mechanical convection

oven sebagai pengering sedimen dalam analisis fraksi sedimen; Lumpang dan alu

untuk menghaluskan sampel; Gelas piala untuk mencampur dan memanaskan

larutan; Pipa teflon untuk menimbang duplikat homogeni sedimen; Labu takar 100

ml untuk pengenceran larutan; Cawan pengabuan untuk pengabuan; Kamera untuk

alat dokumentasi sampel mangrove.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mangrove, air, sedimen

yang diambil dari Perairan Tulehu; Aquadest untuk mengencerkan/pencuci; HNO3,

HCl, HgNO3, CdSO4 sebagai pereaksi pengujian logam berat; dan emas 24 karat

sebagai lapisan lensa obyektif mikroskop electron untuk melihat logam berat pada

organ mangrove.

C. Metode Pengambilan Data

1. Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan saat kondisi surut dengan obyek penelitian

adalah tumbuhan mangrove dengan metode transek tegak lurus garis pantai yang

dipilih secara acak (random). Pengambilan sampel mangrove dilakukan

berdasarkan Ulqodry (2001),yaitu mangrove yang diambil untuk sampel adalah

pohon. Jaringan mangrove yang digunakan adalah akar, daun, batang yang

terkena pasang surut air laut (± 1,3 cm), dari jalur transek tersebut diambil 3 titik

pengambilan sampel pada setiap lokasi dengan jarak antar titik pengambilan

Page 75: ID PENELITI:200608720610609

71

sampel 50 meter. Pengambilan sampel air dilakukan sebanyak tiga kali yaitu

pagi, siang, dan sore. Pengambilan sedimen dilakukan pada kedalaman ± 30 cm,

serta pengukuran kualitas air, yaitu suhu, pH, dan salinitas.

2. Preparasi sampel akar, batang, daun, dan sedimen.

Sampel akar dan daun dihomogenkan dengan cara menggabungkan sampel yang

diambil dari tiga titik pengambilan pada setiap stasiun pengamatan. Untuk

preparasi akar, batang dan daun sampel dipotong kecil sebelum dihaluskan,

sedangkan untuk sedimen, sampel dapat langsung dihaluskan. Setelah itu sampel

dikeringkan dalam oven pada suhu 105ºC sampai kadar airnya konstan. Setelah

sampel mangrove dan sedimen di homogenkan, kemudian dilakukan

pengarangan diatas hot plate sampai menjadi arang. Untuk mempercepat

terjadinya proses pengarangan diteteskan sedikit larutan HNO3. Sampel yang

telah menjadi arang kemudian dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 700ºC

sampai menjadi abu. Setelah selesai proses pengabuan sampel akar, dan daun

dan sedimen, dilarutkan dengan menambahkan 10 ml larutan HNO3 pekat. Hasil

pencampuran larutan tersebut digerus didalam wadah krus porselin dan disaring

menggunakan kertas saring Whatman ukuran 42. Larutan yang diperoleh siap

untuk dianalis dengan menggunakan alat AAS.

3. Preparasi Sampel Air

Sampel air laut disaring menggunakan kertas saring dan kemudian diukur 100

ml. Setelah itu sampel air laut ditambahkan 10 ml larutan HNO3 pekat. Panaskan

dalam wadah Erlenmeyer diatas hot plate sampai volumenya berkurang menjadi

Page 76: ID PENELITI:200608720610609

72

35 ml, kemudian diendapkan. Larutan yang telah diendapkan kemudian disaring

fasa airnya dengan kertas saring Whatman ukuran 42. Larutan yang diperoleh

siap untuk dianalisis dengan menggunakan alat Atomic Absorption Spectroscopy

(AAS).

4. Prinsip Kerja AAS

Alat AAS diatur terlebih dahulu sesuai dengan instruksi pada alat tersebut,

kemudian dikalibrasikan dengan kurva standar dari logam Cd dan Pb dengan

konsentrasi 0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1 ppm. Lalu kemudian diukur absorbansi

dan konsentrasi masing-masing sampel.

5. Pengukuran Faktor Lingkungan

a. Pengukuran Suhu

Pengukuran suhu air dilakukan pada bagian permukaan air. Pengukuran

dilakukan dengan cara mencelupkan thermometer ke dalam badan air

selama beberapa waktu sampai diperoleh angka yang konstan, kemudian

dicatat suhunya (Effendy, 2003)

b. Pengukuran Salinitas

Pengukuran salinitas dilakukan pada bagian permukaan air. Pengukuran

salinitas menggunakan salt refraktometer kemudian dilihat kisaran

salinitasnya yang dinyatakan dalam satuan ppt (part per thousand)

kemudian dicatat hasilnya (Effendi, 2003).

d. Pengukuran pH

Pengukuran pH dilakukan pada bagian air permukaan dengan menggunakan

pH meter digital. Pengukuran pH dilakukan dengan cara mencelupkan pH

Page 77: ID PENELITI:200608720610609

73

meter digital ke dalam badan air selama beberapa waktu sampai diperoleh

angka yang konstan, kemudian dicatat pH-nya. Parameter fisik dan kimia,

alat dan metoda disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Parameter, metoda atau alat yang digunakan untuk analisa kualitasair

Parameter Satuan Metoda/Alat Tempat AnalisisFisika Air- Suhu ºC Termometer Air Raksa LapanganKimia Air- pH- Salinitas ppt

pH MeterRefraktometer

LapanganLapangan

Logam berat pada air- Pb- Cd

mg/lmg/l

AASAAS

LaboratoriumLaboratorium

Logam berat padasedimen- Pb- Cd

mg/kgmg/kg

AASAAS

LaboratoriumLaboratorium

Logam berat padaorgan mangrove(akar,batang dan daunmangrove)- Pb- Cd

mg/kgmg/kg

AASAAS

LaboratoriumLaboratorium

D. Metode Analisis Laboratorium

1. Analisis Kandungan Timbal (Pb dan Cd) Pada Sampel Air

Preparasi sampel air untuk analisis kandungan logam timbal (Pb) dengan

menggunakan spektrofotometer disajikan pada Gambar 8 berikut:

Gambar 10. Preparasi sampel air

Sampel air diambil pada lapisan permukaan dengan menggunakan botol ± 250 mldimasukkan ke dalam botol polyetilen. Sampel air diambil 50 ml diuapkan sampai

10-15 ml dengan menggunakan waterbath

Ditambahkan 5 ml HNO3 kemudian dipanaskan kembali selama 15 menit, kemudianditambah 5 ml HNO3 dipanaskan kembali selama 15 menit,

3Kemudian sampel dipindahkan ke labu ukur dengan volume 25 ml.Kandungan Timbal (Pb) pada sampel air siap di uji menggunakan AAS.

3

Page 78: ID PENELITI:200608720610609

74

2. Analisis Kandungan Timbal (Pb dan Cd) Pada Sedimen

Preparasi sampel sedimen untuk analisis kandungan logam timbal (Pb)

dengan menggunakan spektrofotometer disajikan pada Gambar 9 berikut:

Gambar 11. Preparasi sampel sedimen

3. Analisis Kandungan Timbal (Pb) Pada Mangrove

Preparasi sampel Mangrove untuk analisis kandungan logam timbal (Pb)

dengan menggunakan spektrofotometer disajikan pada Gambar 10 berikut:

Gambar 12. Preparasi sampel Mangrove

Sedimen ditimbang sebanyak 5 gram. Sedimen dikeringkan dengan oven untukmenghiangkan air di sedimen

5 gram

Sedimen diabukan sampai bahan organik hilang didalam ovendengan suhu 540°C. Sedimen didinginkan di cawan porselen dan ditambahkan HNO3 5ml

kemudian dipanaskan 15 menit,

Sedimen kemudian ditambah 5 ml HNO3 kemudian dipanaskan kembali selama 15menit, kemudian ditambahkan lagi HNO3 dan dipanaskan selama 15 menit

Sedimen dipindahkan ke labu ukur dengan volume 25 ml dansampel sedimen siap di uji ke AAS.

Sampel mangrove yang telah diambil dari lokasi pengamatan dicuci kemudian diovenpada suhu 800C selama 48 jam.

Setelah kering sampel dihaluskan dengan menggunakan blender hingga menjadi serbuk.Kemudian serbuk sampel Mangrove ditimbang sebanyak 2 gram

Setelah itu di masukkan ke dalam furnace oven pada suhu 4500 C selama 12 jam sampaimenjadi abu. Abu sampel kemudian didestruksi dengan meggunakan metode AAS secara

kimia untuk mengetahui logam timbal

Kemudian sampel dipindahkan ke labu ukur dengan volume 25 ml. Kemudian sampeldipindahkan ke labu ukur dengan volume 25 ml dan siap dibaca dengan AAS

Page 79: ID PENELITI:200608720610609

75

4. Standar baku mutu logam berat Pb dan Cd pada air, sedimen dan organmangrove

Data bioakumulasi logam berat pada akar, batang, dan daun mangrove yang

diperoleh dari hasil pembacaan AAS berupa nilai absorbansi selanjutnya disubtitusi

pada kurva standar logam berat (Pb, dan Cd) sehingga diperoleh nilai biakumulasi

logam berat dalam satuan ppm (part per million). Data biakumualsi tersebut

selanjutnya dianalisis secara deskriptif dalam bentuk histogram. Untuk melihat

kondisi pencemaran logam berat (Pb dan Cd) pada air di Perairan Tulehu, maka

dilakukan perbandingan antara hasil analisis Pb dan Cd pada air yang dilakukan di

laboratorium dengan Kriteria Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut berdasarkan

Kepmen LH No.51 tahun 2004, yang dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kriteria Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut

Logam Berat Kategori Konsentrasi (mg/L)

Timbal (Pb) Air Laut 0,008

Kadmium (Cd) Air Laut 0,001

Untuk menentukan logam berat timbal dan kadmium pada sedimen dilihat

berdasarkan Kriteria Baku Mutu konsentrasi logam berat dalam sedimen perairan

berdasarkan IADC/CEDA (1997) dapat dilihat pada Tabel 5 berikut:

Tabel 5. Kriteria baku mutu sedimen berdasarkan IADC/CEDA (1997) (mg/Kg)

Logam Berat(ppm)

LevelTarget

LevelLimit

Level Tes LevelIntervensi

LevelBahaya

Timbal (Pb) 85 530 530 530 1000

Kadmium (Cd) 0,8 2 7,5 12 30

Keterangan

1. Level target. Jika konsentrasi kontaminan yang ada pada sedimen memiliki nilai

yang lebih kecil dari nilai level target, maka substansi yang ada pada sedimen

tidak terlalu berbahaya bagi lingkungan

Page 80: ID PENELITI:200608720610609

76

2. Level limit. Jika konsentrasi kontaminan yang ada pada sedimen memiliki nilai

maksimum yang dapat ditolerir bagi kesehatan manusia maupun ekosistem.

3. Level tes Jika konsentrasi kontaminan yang ada pada sedimen berada pada

kisaran nilai antara level limit dan level tes, maka dikategorikan sebagai

tercemar ringan.

4. Level intervensi. Jika konsentrasi kontaminan yang ada pada sedimen berada

pada kisaran nilai level tes dan level intervensi, maka dikategorikan sebagai

tercemar sedang.

5. Level bahaya. Jika konsentrasi kontaminan yang ada pada sedimen memiliki

nilai yang lebih

Untuk melihat keeratan hubungan faktor fisik-kimia (suhu, pH, dan salinitas)

dengan bioakumulasi logam berat Pb dan Cd pada organ mangrove (akar, batang,

daun) digunakan analisis regresi dan korelasi menurut Steel and Torie (1989)

sebagai berikut:

Rumus Koefisien Korelasi (r):

Sxyr =

√(Sxy)2(Sy)2

Keterangan:

r = Koefisien rata­ rata korelasi

Sxy = Sebaran nilai pengamatan x dan y

Sx² = Keragaman nilai x, Sy² = Keragaman nilai y

Page 81: ID PENELITI:200608720610609

77

E. Metode Analisis Data

1. Konsentrasi Logam Berat pada Akar, Batang, dan Daun Mangrove

Data bioakumulasi logam berat pada akar, batang, dan daun mangrove yang

diperoleh dari hasil pembacaan AAS berupa nilai absorbansi selanjutnya disubtitusi

pada kurva standar logam berat (Pb dan Cd) sehingga diperoleh nilai bioakumulasi

logam berat dalam satuan ppm (part per million). Data bioakumualsi tersebut

selanjutnya dianalisis secara deskriptif dalam bentuk histogram. Pengaruh

kandungan logam berat pada akar, batang dan daun mangrove dianalisis

menggunakan ANOVA One-Way dan signifikasi perbedaan diuji menggunakan uji

Tukey.

2. Konsentrasi Logam Berat dalam air dan sedimen

Untuk melihat kondisi pencemaran logam berat (Pb dan Cd) pada air di

Perairan Tulehu, maka dilakukan perbandingan antara hasil analisis Pb dan Cd pada

air yang dilakukan di laboratorium dengan Kriteria Baku Mutu Air Laut untuk Biota

Laut berdasarkan Kepmen LH No.51 tahun 2004 , yang dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kriteria Baku Mutu Air laut untuk Biota Laut

Logam Berat Kategori Konsentrasi (mg/L)

Timbal (Pb) Air Laut 0,008

Kadmium (Cd) Air Laut 0,001

Untuk menentukan logam berat timbal, dan kadmium pada sedimen dilihat

berdasarkan Kriteria Baku Mutu konsentrasi logam berat dalam sedimen perairan

berdasarkan IADC/CEDA (1997) dapat dilihat pada Tabel 5 berikut

Page 82: ID PENELITI:200608720610609

78

Tabel 5. Kriteria baku mutu sedimen berdasarkan IADC/CEDA (1997)

Logam Berat(ppm)

LevelTarget

LevelLimit

Level Tes LevelIntervensi

LevelBahaya

Timbal (Pb) 85 530 530 530 1000

Kadmium (Cd) 0,8 2 7,5 12 30

Keterangan

1. Level target. Jika konsentrasi kontaminan yang ada pada sedimen memiliki nilai

yang lebih kecil dari nilai level target, maka substansi yang ada pada sedimen

tidak terlalu berbahaya bagi lingkungan

2. Level limit. Jika konsentrasi kontaminan yang ada pada sedimen memiliki nilai

maksimum yang dapat ditolerir bagi kesehatan manusia maupun ekosistem.

3. Level tes Jika konsentrasi kontaminan yang ada pada sedimen berada pada

kisaran nilai antara level limit dan level tes, maka dikategorikan sebagai

tercemar ringan.

4. Level intervensi. Jika konsentrasi kontaminan yang ada pada sedimen berada

pada kisaran nilai level tes dan level intervensi, maka dikategorikan sebagai

tercemar sedang.

5. Level bahaya. Jika konsentrasi kontaminan yang ada pada sedimen memiliki

nilai yang lebih besar dari baku mutu level bahaya maka harus segera dilakukan

pembersihan sedimen.

Data bioakumulasi dianalisis secara deskriptif dalam bentuk histogram. Pengaruh

kandungan logam berat pada air, sedimen dan organ mangrove dianalisis

menggunakan ANOVA One-Way dan signifikansi perbedaan diuji menggunakan

uji Tukey.

Page 83: ID PENELITI:200608720610609

79

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Kualitas Air di Perairan Tulehu

Perairan Negeri Tulehu merupakan wilayah pesisir yang memiliki

sumberdaya hayati laut seperti mangrove, alga, mollusca dan lain-lain. Perairan

Tulehu memiliki pelabuhan penyeberangan yang letaknya sangat strategis di

Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah, dan berada di sepanjang perairan

pesisir Tulehu. Pelabuhan ini merupakan jalur utama sistem transportasi laut masuk

dan keluar ke Kota Ambon yang merupakan Ibukota Provinsi Maluku ke pulau-

pulau di Kabupaten Maluku Tengah. Pelabuhan Tulehu merupakan jalur utama

sistem transportasi laut sehingga perlu adanya pengembangan fasilitas-fasilitas

yang ada di Pelabuhan Tulehu. Untuk mendukung kelancaran kegiatan bongkar

muat barang dan naik turunnya penumpang di Pelabuhan Tulehu.

Penurunan kualitas air baik secara langsung maupun tidak langsung diduga

akan mempengaruhi biota perairan termasuk mangrove. Perairan sekitar pelabuhan

Tulehu sangat rawan terhadap pencemaran logam berat yang disebabkan oleh

buangan limbah dari masyarakat maupun dari transportasi laut. Kapal yang

melewati perairan tersebut sangat berpotensi untuk mengeluarkan buangan-

buangan yang mengandung logam berat sehingga terjadi pencemaran laut.

Pencemaran laut dapat didefinisikan sebagai dampak negatif atau pengaruh yang

membahayakan kelangsungan hidup biota laut dan kenyamanan ekosistem laut,

serta manusia. Pencemaran laut secara langsung maupun tidak langsung dapat

disebabkan oleh pembuangan limbah ke dalam laut, di mana salah satu bahan

Page 84: ID PENELITI:200608720610609

80

pencemar utama yang terkandung dalam limbah adalah logam berat yang beracun

(Saru dan Amri, 2000). Kualitas perairan dengan mengukur faktor fisik dan kimia

diperlukan untuk mengetahui status pencemaran di Perairan Tulehu.

1. Suhu

Suhu perairan merupakan salah satu parameter fisika yang sangat penting,

karena dapat digunakan untuk mengidentifikasi badan air secara umum (Megawati,

2014), dan juga sangat penting bagi kehidupan biota air. Setiap biota memiliki

batas toleransi yang berbeda-beda terhadap suhu terendah dan tertinggi untuk

kelangsungan hidupnya secara optimal. Suhu perairan berpengaruh terhadap

kelarutan oksigen, komposisi substrat, kekeruhan maupun kecepatan reaksi kimia

di dalam air. Suhu juga berpengaruh terhadap osmoregulasi dan pernapasan pada

organisme parairan. Menurut Nontji (2005), pengaruh suhu terhadap sifat fisiologi

organisme perairan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi fotosintesis.

Perubahan suhu pada permukaan air laut dapat menimbulkan penurunan dan

peningkatan kerapatan air pada permukaan laut. Peningkatan dan penurunan suhu

perairan juga dapat berpengaruh terhadap organisme perairan dan pada kondisi

ekstrim dapat menyebabkan kematian.

Hasil pengukuran suhu di lokasi penelitian berkisar antara 27 -300C. Suhu

merupakan faktor penting dalam proses fisiologi tumbuhan seperti fotosintesis dan

respirasi. Diperkirakan suhu rata-rata didaerah tropis meupakan habitat terbaik bagi

tumbuhan mangrove (Aksornkoae,1993). Suhu yang optimum bagi mangrove

bervasiasi tergantung jenis mangrove.

Page 85: ID PENELITI:200608720610609

81

Hutchings dan Saenger (1987) dalam Zamroni dkk (2008) menyatakan

bahwa Avicennia marina yang ada di Australia memproduksi daun baru pada suhu

18–20˚C, jika suhunya lebih tinggi maka laju produksi daun baru akan lebih rendah.

Selain itu, laju tertinggi produksi dari daun Rhizopora spp., Ceriops spp.,

Exocoecaria spp., dan Lumnitzera spp. adalah pada suhu 26–28˚C. Adapun laju

tertinggi produksi daun Bruguiera spp. adalah 27˚C.

Menurut Hadikusumah (2008) suhu permukaan air laut dipengaruhi oleh

faktor-faktor seperti keseimbangan kalor dan keseimbangan masa air di lapisan

permukaan laut. Lebih lanjut dikatakan bahwa distribusi suhu dan salinitas di

perairan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti penyerapan panas (heat flux), curah

hujan (presipitation), aliran sungai (flux) dan pola sirkulasi arus. Selain itu

Hutabarat dan Evans (1986) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi suhu

permukaan laut adalah letak ketinggian dari permukaan laut (Altituted), intensitas

cahaya matahari yang diterima, musim, cuaca, kedalaman air, sirkulasi udara, dan

penutupan awan.

Gambar 13. Suhu di setiap titik sampling

30

27

30

23

24

25

26

27

28

29

30

31

32

TS1 TS2 TS3

Kon

sent

rasi

Suh

u (0 C

)

Titik Sampling

Page 86: ID PENELITI:200608720610609

82

Berdasarkan KepMen LH No. 51 Tahun 2004 tentang baku mutu air laut

untuk biota laut suhu air laut berkisar 28 °C – 320C untuk ekosistem mangrove.

Suhu di perairan Tulehu bervariasi di setiap titik sampling namun secara umum

masih sesuai dengan baku mutu air laut. Pada titik sampling 1 menunjukkan suhu

300C. Menurut Hutchings dan Saenger (1987) dalam Zamroni dkk (2008) kondisi

suhu ini sebenarnya cukup tinggi untuk pertumbuhan daun mangrove. Sehingga hal

ini diduga menyebabkan populasi mangrove di lokasi penelitian menunjukkan

kondisi yang menurun. Selain itu diduga perluasan lokasi pelabuhan, eksploitasi

mangrove dan antropogenik turut menyumbang berkurangnya mangrove. Pada titik

sampling 3 menunjukkan suhu yang sama dengan titik sampling 1, namun letak dari

sampling cukup jauh dengan pemukiman penduduk sehingga eksploitasi mangrove

tidak terjadi. Untuk titik sampling 2 suhu masih memenuhi standar baku mutu air

laut.

Menurut Croteau et al. (2005), suhu air berpengaruh terhadap proses

akumulasi logam berat dalam organ tubuh biota laut. Oleh karena itu suhu perairan

merupakan salah satu parameter fisika yang sangat penting, karena dapat digunakan

untuk mengidentifikasi badan air secara umum (Cahyana, 2006), dan juga sangat

penting bagi kehidupan biota air.

2. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) dalam suatu perairan merupakan salah satu

parameter kimia yang penting dalam memantau kestabilan perairan. Perubahan

nilai pH suatu perairan terhadap organisme akuaatik mempunyai batasan tertentu

dengan nilai pH yang bervariasi. Beberapa perairan nilai pH berkisar antara 7,98 –

Page 87: ID PENELITI:200608720610609

83

8,20 dengan rata-rata 8,09 (Simanjuntak,2009), nilai pH di pengaruhi oleh beberapa

faktor antara lain tempat, kedalaman. Nilai pH dalam suatu perairan merupakan

suatu indikasi tergantungnya perairan tersebut. Berkurangnya nilai pH dalam

perairan ditandai dengan semakin meningkat senyawa organik di perairan tertentu.

Derajat keasaman (pH) adalah ukuran tentang besarnya kosentrasi ion

hidrogen dan menunjukkan apakah air itu bersifat asam atau basa dalam reaksinya.

Derajat keasaman (pH) mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap

organisme perairan sehingga dipergunakan sebagai petunjuk untuk menyatakan

baik buruknya suatu perairan masih tergantung pada faktor-faktor lain.

Kisaran nilai pH di lokasi penelitian setiap titik sampling cenderung bersifat

netral dengan nilai yang tidak terlalu bervariasi. Rata-rata nilai pH yaitu 6 dan 7

untuk 3 titik sampling (Gambar 14).

Gambar 14. Konsentrasi pH di setiap titik sampling

Nilai rata-rata pH air di perairan Tulehu bervariasi. Pada titik sampling 1

dan 2 telah sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan oleh KepMen LH No. 51

tahun 2004 yaitu sekitar 7-8,5. Dan satu titik sampling yang tidak memenuhi baku

7 7

6

0

1

2

3

4

5

6

7

8

TS1 TS2 TS3

pH

Titik Sampling

Page 88: ID PENELITI:200608720610609

84

mutu air laut,yakni pada titik sampling 3 dengan pH sebesar 6. Perubahan pH dapat

mempunyai akibat buruk terhadap kehidupan biota laut, baik secara langsung

maupun tidak langsung. Pada perairan tertentu biota akuatik sensitif terhadap

perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5. Pada dasarnya air laut

mempunyai kemampuan menyangga yang sangat besar untuk mencegah perubahan

pH. Perubahan pH sedikit saja dari pH alami akan memberikan petunjuk

terganggunya sistem penyangga. Hal ini dapat menimbulkan perubahan dan

ketidakseimbangan kadar CO2 yang dapat membahayakan kehidupan biota laut.

Dampak langsung akan mengakibatkan rendahnya produktivitas primer dan akibat

tidak langsungnya adalah perubahan toksisitas zat-zat yang ada dalam air, misalnya

penurunan pH sebesar 1,5 dari nilai alami dapat memperbesar nilai toksisitas.

3. Salinitas

Salinitas adalah jumlah garam dalam gram yang terkandung dalam satu

kilogram air laut dimana iodin dan bromin digantikan nilainya oleh klorin, semua

karbonat diubah menjadi oksida dan semua bahan organik teroksidasi dengan

sempurna. Salinitas merupakan salah satu parameter yang penting di laut. Sebaran

salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air,

penguapan, curah hujan, aliran sungai. Perairan estuaria atau daerah sekitar kuala

dapat mempunyai struktur salinitas yang kompleks, karena selain merupakan

pertemuan antara air tawar yang relatif lebih ringan dan air laut yang lebih berat,

juga pengadukan air sangat menentukan. Di perairan lepas pantai yang dalam, angin

dapat pula melakukan pengadukan di lapisan atas hingga membentuk lapisan

homogen kira-kira setebal 50-70 m atau lebih bergantung intensitas pengadukan.

Page 89: ID PENELITI:200608720610609

85

Di perairan dangkal, lapisan homogen ini berlanjut sampai ke dasar. Di lapisan

dengan salinitas homogen, suhu juga biasanya homogen. Baru di bawahnya

terdapat lapisan pegat (discontinuity layer) dengan gradasi densitas yang tajam

yang menghambat percampuran antara lapisan di atas dan di bawahnya.

Beberapa kemungkinan diantaranya adalah Pertama adalah perairan dengan

stratifikasi salinitas yang sangat kuat, terjadi di mana air tawar merupakan lapisan

yang tipis di permukaan sedangkan di bawahnya terdapat air laut. Ini bisa

ditemukan di depan muara sungai yang alirannya kuat sedangkan pengaruh pasang-

surut kecil. Nelayan atau pelaut di pantai Sumatra yang dalam keadaan darurat

kehabisan air tawar kadang-kadang masih dapat menyiduk air tawar di lapisan tipis

teratas dengan menggunakan piring, bila berada di depan muara sungai besar.

Kedua, adalah perairan dengan stratifikasi sedang. Ini terjadi karena adanya

gerak pasang-surut yang menyebabkan terjadinya pengadukan pada kolom air

hingga terjadi pertukaran air secara vertikal. Di permukaan, air cenderung mengalir

keluar sedangkan air laut merayap masuk dari bawah. Antara keduanya terjadi

percampuran. Akibatnya garis isohalin (=garis yang menghubungkan salinitas yang

sama) mempunyai arah yang condong ke luar. Keadaan semacam ini juaga bisa

dijumpai di beberapa perairan estuaria di Sumatra.

Vernberg dan Venberg (1977) mengklasifikasikan konsentrasi salinitas

pada perairan menjadi empat kategori. Pertama perairan hiperhaline dengan

salinitas di atas 40 %, kedua euhaline (salinitas 30-40 o/oo), mixohaline dengan

salinitas antara 0,5-30 o/oo, dan limnetic water dengan salinitas lebih kecil dari 0,5

o/oo. Barnes dan Hughes (1988) mengemukakan bahwa perairan yang memiliki

Page 90: ID PENELITI:200608720610609

86

salinitas lebih kecil dari 0,5 o/oo bersifat tawar sedangkan salinitas antara 0,5-30 o/oo

bersifat payau. Faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya salinitas air laut

adalah penguapan, curah hujan, air sungai, letak dan ukuran laut, arus laut dan angin

(Patty, 2013).

Gambar 15. Konsentrasi salinitas di setiap titik sampling

Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan di setiap titik sampling

menunjukkan bahwa salinitas di perairan Tulehu berkisar antara 28 ‰ hingga 30

‰ (Gambar 15). Hal ini diduga dipengaruhi oleh banyak sedikitnya sungai yang

bermuara di laut, makin banyak sungai yang bermuara ke laut tersebut maka

salinitas laut tersebut akan rendah, dan sebaliknya makin sedikit sungai yang

bermuara ke laut tersebut maka salinitasnya akan tinggi. Perairan payau adalah

suatu badan air setengah tertutup yang berhubungan langsung dengan laut terbuka,

dipengaruhi oleh gerakan pasang surut, dimana air laut bercampur dengan air tawar

dari buangan air daratan, perairan terbuka yang memiliki arus, serta masih

terpengaruh oleh proses-proses yang terjadi di darat (Prahastianto, 2011). Secara

30 30

28

25

26

27

28

29

30

31

TS1 TS2 TS3

Salin

itas (

‰)

Titik Sampling

Page 91: ID PENELITI:200608720610609

87

horizontal salinitas dipengaruhi oleh pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan

air sungai. Air sungai yang mengalir menuju muara sedikit banyak menyumbang

jumlah air tawar yang masuk perairan sehingga kondisi pertemuan sungai dan air

laut menjadi payau dan mengurangi tingkat salinitas. Sedangkan secara vertikal

nilai salinitas air laut akan semakin besar dengan bertambahnya kedalaman tetapi

perubahan ini tidak linier (Kalangi et al. 2013).

Berdasarkan hasil pengukuran dapat dikatakan bahwa lokasi titik sampling

1 dan 2 memiliki kadar salinitas yang sama dan rendah pada titik sampling 3.

Salinitas terendah terukur diduga karena terletak di perairan pantai dan

memungkinkan lebih dekat dengan air sungai yang masuk perairan. Selain itu

diduga pengukuran dilakukan setelah hujan sehingga air tawar mengalir banyak

dari sungai menuju laut dalam jumlah besar sehingga mengakibatkan salinitas

menurun. Salinitas tinggi diduga letak sampling yang mendekati laut atau batas

wilayah estuaria dengan laut. Daerah ini diduga terjadi pencampuran yang merata

antara air laut dan air tawar sehingga tidak terbentuk stratifikasi secara vertikal, tapi

secara horizontal sehingga derajat salinitasnya menjadi tinggi. Peningkatan

salinitas dapat terjadi karena penguapan air yang mengurangi volume air sehingga

konsentrasi garam-garam terlarut didalamnya meningkat. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Poernomo (1979) dalam Rukminasari et al (2014) bahwa fluktuasi

salinitas dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu besar kecilnya penguapan air,

pencampuran oleh air lain dimana berbeda salinitasnya dan adanya pengendapan.

Page 92: ID PENELITI:200608720610609

88

B. Kandungan Logam Berat pada Air

Hasil analisis logam berat timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) pada air disajikan

pada Lampiran 5. Kondisi suatu perairan secara umum dapat berubah seiring

dengan masuknya limbah dan aktivitas manusia baik di udara, darat, maupun di

perairan. Perubahan yang terjadi pada air misalnya penurunan kualitas air yang

dapat berdampak langsung maupun tidak langsung pada organisme di dalamnya.

Limbah merupakan hasil sampingan dari kegiatan manusia yang dapat menurunkan

kualitas air. Penelitian di perairan Tulehu dikhususkan pada parameter logam berat

Pb dan Cd karena kedua logam berat ini diduga berpotensi mencemari perairan

Tulehu.

1. Konsentrasi Logam Berat Pb dan Cd pada Air

a. Pb di Air

Logam berat seperti Pb memiliki sifat larut dalam air dan tingkat

kelarutannya rendah dengan beberapa anion (Darmono 2001). Menurut Neff

(2002) sekitar 5% Pb di laut berbentuk ion bebas, sedangkan 38 - 39% berbentuk

larut dan membentuk ikatan organik di estuari dan pantai. Logam timbal (Pb) dalam

konsentrasi yang tinggi dalam perairan dapat bersifat racun karena bioakumulatif

dalam tubuh organisme air dan akan terus diakumulasi hingga organisme tersebut

tidak mampu lagi mentolerir kandungan logam berat tersebut dalam tubuhnya

(Connel dan Miller, 2006). Karena sifat bioakumulatif logam timbal, maka dapat

terjadi konsentrasi logam tersebut dalam bentuk terlarut dalam air adalah rendah,

tetapi dalam sedimen meningkat akibat proses fisik, kimia, biologi perairan, dan

dalam tubuh hewan air meningkat sampai beberapa kali lipat (biomagnifikasi).

Page 93: ID PENELITI:200608720610609

89

Selanjutnya Rompas (1998) dan Manahan (2002) menjelaskan bahwa apabila

konsentrasi logam berat tinggi dalam air, ada kecendrungan konsentrasi logam berat

tersebut tinggi dalam sedimen dan akumulasi logam berat dalam organisme

perairan.

Timbal (Pb) yang masuk ke dalam perairan sebagai dampak dari aktivitas

kehidupan manusia ada berbagai bentuk. Diantaranya adalah air limbah buangan

dari berbagai industri yang menggunakan Pb misalnya industri cat, baterai, dan

barang-barang elektronik serta limbah dari pertambangan emas. Sumber lain yang

menjadi masuknya timbal ke dalam perairan di sekitar lokasi penelitian yaitu dari

aktivitas pertanian, persawahan dan pemukiman penduduk. Selain itu selain

kendaraan di darat yang menjadi sumber masuknya timbal ke dalam perairan perahu

bermotor yang menggunakan bahan bakar bensin yang mengandung timbal tetraetil

menguap ke udara, kemudian adanya hujan akan terbawa dan masuk ke perairan.

Jika kondisi perairan asam maka jatuhan timbal bersamaan air hujan akan bereaksi

menjadi PbNO3. Sumber lain juga berasal dari bahan bakar kendaraan bermotor

yang menggunakan campuran timbal juga berkontribusi menyumbang limbah ke

dalam perairan. Limbah-limbah tersebut akan masuk ke dalam jalur-jalur air, got,

anak sungai dan sungai dan akhirnya terus dibawah menuju ke perairan laut. Hasil

pengukuran konsentrasi timbal dalam air laut pada 3 titik sampling berkisar antara

0,001942 mg/L – 0,08918 mg/L dengan rata-rata 0,05314 mg/L (Gambar 16).

Konsentrasi tertinggi sebesar 0,08918 mg/L terdeteksi pada sampel di titik

sampling 1.

Page 94: ID PENELITI:200608720610609

90

Gambar 16. Konsentrasi timbal (Pb) pada air

Nilai baku mutu logam timbal pada air laut ditetapkan dalam KepMen LH

No. 51 Tahun 2004 tentang baku mutu air laut bagi biota laut sebesar 0,008 mg/l.

Rata-rata kandungan timbal (Pb) yang didapatkan telah melebihi batas toleransi

yang dianjurkan, sehingga tingginya kandungan timbal dalam air laut di perairan

Tulehu akan mengendap dan terakumulasi ke dalam sedimen. Tingginya

kandungan timbal dalam perairan perairan Tulehu juga akan berdampak pada

terganggunya kehidupan biota perairan. Logam berat dalam perairan tersebut

selanjutnya terabsorbsi dalam tanaman akuatik dan akan terkontaminasi ke

plankton dan biota mikrooranisme lainnya dalam air serta akan terkontaminasi ke

ikan dan organisme makrobentos melalui proses rantai makanan sehingga

menimbulkan bioakumulasi dan biomaknifikasi pada ikan maupun biota lainnya

(Riani 2012).

Apabila timbal (Pb) memasuki lingkungan perairan, maka timbal tersebut

akan diserap oleh sedimen atau lumpur, plankton, algae, invertebrata, tanaman

akuatik dan lain-lain. Sedimen dan tanah merupakan sink (pengendapan) utama

0,008918

0,005082

0,001942

-0,002

0

0,002

0,004

0,006

0,008

0,01

0,012

S1 S2 S3

Kan

dung

an P

b (

mg/

L)

Titik Sampling

Page 95: ID PENELITI:200608720610609

91

bagi timbal di lingkungan. Konsentrasi timbal dalam air semakin meningkat karena

garam yang diekskresikan ikan ke air cenderung bertambah. Kenaikan konsentrasi

timbal dalam sistem akuatik secara berurutan : air < mangsa ikan < ikan < sedimen

(DVGM, 1985 dalam Oktavianus dan Salami, 2005). Logam berat Pb yang masuk

ke dalam lingkungan perairan akan mengalami pengendapan, pengenceran dan

dispersi, kemungkinan diserap oleh organisme yang hidup di perairan tersebut.

Pengendapan logam berat di suatu perairan terjadi karena adanya anion karbonat

hidroksil dan klorida. Logam berat mempunyai sifat yang mudah mengikat bahan

organik dan mengendap di dasar perairan dan berikatan dengan partikel-pertikel

sedimen, sehingga konsentrasi logam berat dalam sedimen lebih tinggi dibanding

dalam air (Hutagalung, 1991).

Tingginya konsentrasi Pb di titik sampling 1 diduga berasal dari

pemberhentian kapal sementara oleh nelayan, mengganti bahan bakar, dan

sedimentasi lumpur akibat pembuangan limbah cair dari aktivitas pelayaran,

antropogenik dan limbah rumah tangga di sekitar perairan. Hal ini sejalan dengan

penelitian Supriyantini et al. (2016), melaporkan bahwa kandungan logam berat

Pb dan Cu di perairan Tanjung Emas Semarang menunjukkan pencemaran berat

karena sudah melebihi batas ambang yang ditentukan yaitu masing-masing 0,01-

0,06 mg/L (Pb) dan 0,004-0,14 mg/L (Cu). Alim (2014) melaporkan bahwa

konsentrasi Pb dalam air di perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu sudah melebihi

kadar normal di perairan alami yakni sebesar 0,009 – 0,015 mg/l.

Berdasarkan uji ANOVA kandungan Pb di perairan menunjukkan ada satu

perlakuan yang berbeda di setiap titik sampling (P=0,000).

Page 96: ID PENELITI:200608720610609

92

Untuk mengetahui perbedaan kandungan Pb pada masing-masing titik

sampling menggunakan uji Tukey.

Berdasarkan hasil analisis di atas maka dapat disimpulkan bahwa stasion 1,

2 dan 3 menunjukkan perbedaan signifikan.

Stasiun 1 merupakan tempat disandarkan kapal yang tidak beroperasi (doc)

di perairan sekitar pelabuhan Tulehu. Disamping aktivitas antropegenik di sekitar

pelabuhan turut menyumbang logam berat Pb yang ada dalam air. Hasil analisis

menunjukkan stasiun 1 mempunyai kandungan logam berat timbal (Pb) paling

tinggi dibanding 2 stasiun yang lain.

Logam berat yang terlarut dalam air akan berpindah ke dalam sedimen jika

berikatan dengan materi organik bebas atau materi organik yang melapisi

permukaan sedimen, dan penyerapan langsung oleh permukaan partikel sedimen

(Wilson, 1988). Organisme yang terekspos logam berat Pb dengan konsentrasi

rendah biasanya tidak mengalami kematian, tetapi akan mengalami pengaruh

sublethal, yaitu pengaruh yang terjadi pada organisme tanpa mengakibatkan

kematian pada organisme tersebut. Pengaruh sublethal ini dapat dibedakan atas tiga

macam, yaitu menghambat (misalnya pertumbuhan dan perkembangan, serta

Source DF SS MS F Psampel 2 73,234 36,617 124,25 0,000Error 6 1,768 0,295Total 8 75,003

S = 0,5429 R-Sq = 97,64% R-Sq(adj) = 96,86%

Sampel N Mean GroupingS1 3 0,008918 AS2 3 0,005082 BS3 3 0,001942 C

Page 97: ID PENELITI:200608720610609

93

reproduksi), menyebabkan terjadinya perubahan morfologi, dan merubah tingkah

laku organisme.

b. Cd di Air

Kadmium adalah logam kebiruan yang lunak, termasuk golongan II B table

berkala dengan konfigurasi elektron [Kr] 4d105s2. unsur ini bernomor atom 48,

mempunyai bobot atom 112,41 g/mol dan densitas 8,65 g/cm3. Titik didih dan titik

lelehnya berturut turut 765oC dan 320,9oC. Kadmiun merupakan racun bagi tubuh

manusia. Sumber kadmium terutama dari biji seng, timbal-seng, dan timbal-

tembaga-seng. Kandungan logam Cd bersumber dari makanan dan lingkungan

perairan yang sudah terkontaminasi oleh logam berat. Kontaminasi makanan dan

lingkungan perairan tidak terlepas dari aktivitas manusia didarat maupun pada

perairan. Sifat logam Cd yang akumulatif pada suatu jaringan organisme serta sulit

terurai. Kadmium dalam air juga berasal dari pembuangan industri dan limbah

pertambangan.

Cadmium merupakan zat kimia yang tidak dapat didegradasi di alam. Cd

bebas berada di lingkungan dan akan tetap berada didalam sirkuasi atau udara. Cd

yang berikatan dengan senyawa logam berat lainnya biasanya akan mempengaruhi

pembentukannya di air. Sumber utama Cd yang berasal dari alam adalah dari

lapisan bumi atau kerak bumi seperti gunung berapi dan pelarutan batuan.

Cadmium yang ada di udara bisa dibawa dengan proses yang berbeda-beda dan

masuk ke dalam lingkungan.

Cadmium yang ada di air berasal dari berbagai proses yaitu cadmium masuk

ke dalam perairan karena adanya proses erosi tanah, pelapukan batuan induk.

Page 98: ID PENELITI:200608720610609

94

Cadmium lebih banyak masuk kedalam air karena kegiatan manusia seperti

perindustrian dimana limbah hasil dari pabrik tersebut dibuang langsung ke dalam

perairan yang akan terakumulasi di dasar perairan yang membentuk sedimen. Cd

juga dapat masuk kedalam organisme yang hidup di air dimana Cd dapat masuk

melalui oral, inhalasi atau dermal. Cd yang masuk kedalam tubuh suatu organisme

contohnya seperti ikan, logam Cd akan terakumulasi pada ginjal dan hati karena

kedua organ tersebut sangat spesifik untuk melawan racun yang masuk kedalam

tubuh.

Hasil pengukuran konsentrasi kadmium dalam air laut pada 3 titik sampling

berkisar antara 0,000656 mg/L – 0,002894 mg/L dengan rata-rata 0,001725 mg/L

(Gambar 17). Konsentrasi tertinggi sebesar 0,002894 mg/L terdeteksi pada sampel

di titik sampling 1.

Gambar 17. Konsentrasi kadmium (Cd) pada air

Nilai baku mutu logam kadmium (Cd) pada air laut ditetapkan dalam

KepMen LH No. 51 Tahun 2004 tentang baku mutu air laut bagi biota laut sebesar

0,001 mg/l. Hasil yang diperoleh selama penelitian menunjukkan kandungan

0,002894

0,001624

0,000656

0

0,0005

0,001

0,0015

0,002

0,0025

0,003

0,0035

0,004

S1 S2 S3

Kan

dung

an C

d (m

g/L

)

Titik Sampling

Page 99: ID PENELITI:200608720610609

95

kadmium bervariasi berdasarkan stasiun pengambilan sampel. Kandungan tertinggi

berada pada stasiun 1 yakni 0,002894 mg/L dan terendah pada stasiun 3 yakni

0,000656 mg/L.

Kadmium dan kadmium senyawa, dibandingkan dengan logam berat

lainnya, relatif larut dalam air dan lebih mobile misalnya dalam tanah, umumnya

lebih bioavailable dan cenderung bioaccumulate. Kadmium mudah diakumulasi

oleh banyak organisme, terutama oleh mikroorganisme dan moluska di mana faktor

biokonsentrasi berada di urutan ribuan. Invertebrata tanah juga berkonsentrasi

kadmium nyata. Kebanyakan organisme menunjukkan rendah sampai sedang faktor

konsentrasi kurang dari 100. Pada hewan, kadmium berkonsentrasi pada organ

internal daripada dalam otot atau lemak. Hal ini biasanya lebih tinggi daripada di

dalam ginjal hati, dan lebih tinggi di hati daripada di otot. Kadmium tingkat

biasanya meningkat dengan bertambahnya usia. Informasi berikut sebagian besar

telah diambil dari monografi IPCS (WHO 1992a, 1992b WHO).

Dalam sistem perairan, kadmium yang paling mudah diserap oleh

organisme langsung dari air dalam bentuk bebas Cd ionik (II) (AMAP 1998).

Toksisitas akut kadmium untuk organisme air adalah variabel, bahkan antara

spesies terkait erat, dan berhubungan dengan konsentrasi ion bebas dari logam.

Kadmium mengalami biotransformasi dan bioakumulasi dalam organisme hidup

(tumbuhan, hewan dan manusia). Dalam tubuh biota perairan jumlah logam yang

terakumulasi akan terus mengalami peningkatan dengan adanya proses

biomagnifikasi di badan air. Di samping itu, tingkatan biota dalam sistem rantai

Page 100: ID PENELITI:200608720610609

96

makanan turut menentukan jumlah kadmium yang terakumulasi. Dimana pada biota

yang lebih tinggi stratanya akan ditemukan akumulasi kadmium yang lebih banyak.

Tingginya kandungan logam berat kadmium pada stasion 1 diduga wilayah

tersebut sudah tercemari oleh kebedaan kapal yang sudah atau sementara tidak

beroperasi, dekatmya dengan pemukiman penduduk dan buangan limbah rumah

tangga ke laut. Pada umumnya wilayah pesisir merupakan daerah yang rentan

terhadap pencemaran akibat kesalahan dalam pengelolaannya karena menjadikan

kawasan ini sebagai tempat pembuangan segala macam limbah yang berasal dari

daratan oleh aktivitas manusia ke perairan laut.

Menurut Nordic (2003) sumber-sumber logam berat Cd di laut, berasal dari

sumber yang bersifat alami dari lapisan kulit bumi seperti masukan dari daerah

pantai yang berasal dari sungai-sungai dan abrasipantai akibat aktivitas gelombang,

masukan dari laut dalam yang berasal dari aktivitas geologi gunung berapi laut

dalam, dan masukan dari udara yang berasal dari atmosfer sebagai partikel-partikel

debu. Logam berat Cd juga dapat berasal dari aktifitas manusia, seperti limbah

pasar dan limbah rumah tangga, aktivitas transportasi laut dan aktivitas perbaikan

kapal laut.

Hal ini sejalan dengan penelitian Rumahlatu (2011) yang melaporkan

bahwa perairan pulau Ambon telah tercemar logam berat Cd dan D. setosum yang

dapat digunakan sebagai biomonitoring pencemaran logam berat di laut. Barus

(2017) melaporkan bahwa konsentrasi logam berat kadmium pada air permukaan

di Perairan Muara Sungai Banyuasin memiliki kisaran sebesar 0,002-0,062 mg/l,

Konsentrasi kadmium pada kolom air telah melebihi baku mutu yang dikeluarkan

Page 101: ID PENELITI:200608720610609

97

oleh KepMen LH No 51 tahun 2004 untuk biota perairan. Semakin tinggi

kandungan logam Cd dalam perairan, umumnya semakin banyak terakumulasi pada

tubuh organisme air. Dengan demikian kemungkinan terjadinya keracunan

terhadap organisme air yang bersangkutan maupun kerusakan lingkungan adalah

semakin besar (Laws, 1981).

Berdasarkan uji ANOVA kandungan Cd di perairan menunjukkan ada satu

perlakuan yang berbeda di setiap titik sampling (P=0,001).

Untuk mengetahui perbedaan kandungan Pb pada masing-masing titik

sampling menggunakan uji Tukey.

Berdasarkan hasil analisis di atas maka dapat disimpulkan bahwa stasiun 1,

2 dan 3 menunjukkan perbedaan signifikan.

Stasiun 1 dan 2 merupakan daerah pesisir yang dekat dengan pemukiman

penduduk dan bahkan berbatasan dengan aktivitas jalan raya dan pelabuhan.

Wilayah pesisir adalah sebuah wilayah yang dinamik dengan pengaruh daratan

terhadap lautan atau sebaliknya. Pencemaran lingkungan pesisir merupakan

dampak baik langsung atau tidak langsung oleh polutan termasuk logam berat.

Unsur logam berat ini dapat terakumulasi dalam tubuh organisme sebagai akibat

terjadinya interaksi antara logam berat dan sel atau jaringan tubuh organisme

Source DF SS MS F Psampel 2 9,054 4,527 32,52 0,001Error 6 0,835 0,139Total 8 9,889

S = 0,3731 R-Sq = 91,55% R-Sq(adj) = 88,74%

Sampel N Mean GroupingS1 3 0,002894 AS2 3 0,001624 BS3 3 0,000656 C

Page 102: ID PENELITI:200608720610609

98

tersebut (Syahminan, 1996) dalam Tatang (2018). Lebih lanjut Lu,1995 dalam

Tatang, 2018 menyatakan bahwa tingginya kandungan logam berat di suatu

perairan dapat menyebabkan kontaminasi, akumulasi bahkan pencemaran terhadap

lingkungan seperti biota, sedimen, air dan sebagainya.

Semakin tinggi kandungan logam Cd dalam perairan memungkinan

terjadinya keracunan terhadap organisme air yang bersangkutan maupun kerusakan

lingkungan. Air yang mengandung 10 ppm Cd bisa mengandung logam Cd sampai

113 ppm dalam tubuh organisme (Sorensen, 1991 dalam Tatang, 2018).

Terakumulasinya logam Cd pada tubuh organisme air merupakan fungsi dari

kandungan logam berat yang terdapat dalam air, karena terakumulasinya logam

berat pada tubuh organisme air dipengaruhi oleh lamanya waktu kontak antara

organisme yang bersangkutan dengan polutan dalam air. Untuk stasiun 3

menunjukkan kandungan Cd masih dalam batas normal

C. Kandungan Logam Berat pada Sedimen

Hasil analisis logam berat Pb dan Cd dalam sedimen di sajikan pada

Lampiran 4. Keberadaan logam berat pada sedimen dapat menjadi polutan apabila

konsentrasinya melebihi ambang batas yang ditentukan. Sedimen merupakan bahan

organik dan anorganik yang bisa mempengaruhi kualitas air. Bahan organik berasal

dari pembusukan organisme atau tanaman yang kemudian tenggelam ke dasar

perairan dan bercampur di sungai. Proses yang terjadi bisa disebabkan oleh proses

anorganik, seperti curah ujan dan pembilasan dengan hidroksida oleh Fe dan Mn

(Balachandran et al., 2005). Konsentrasi logam berat di sedimen merupakan

indikator yang baik pada suatu lingkungan yang tercemar logam berat.

Page 103: ID PENELITI:200608720610609

99

Konsentrasi logam berat pada sedimen diperlukan untuk mengetahui tingkat

pencemaran logam berat di sedimen. Logam berat yang masuk ke perairan akan

segera berasosiasi dengan partikel sedimen dan terakumulasi di dasar perairan.

Akumulasi logam berat dari air permukaan ke dasar perairan dipengaruhi oleh

beberapa faktor lingkungan seperti pH, kekuatan ion, masukan limbah

antropogenik, jenis dan konsentrasi ligand organik dan inorganik (Davies et al.

1991). Sebagian besar daerah aliran sungai selalu membawa lumpur yang

disebabkan oleh erosi alam dari sungai dan hampir semua isi sedimen akan terus

meningkat dengan adanya erosi dari tanah pertanian, kehutanan, kontruksi dan

pertambangan (Darmono, 2001).

Logam berat masuk ke badan air dan mengendap pada sedimen terjadi

karena tiga tahap, yaitu adanya curah hujan, adsorpsi dan penyerapan oleh

organisme air (Brian, 1976 dalam Mulyawan, 2005). Logam berat pada lingkungan

perairan akan diserap oleh partikel dan kemudian terakumulasi di dalam

sedimen. Logam berat memiliki sifat mengikat partikel lain dan bahan organik

kemudian mengendap didasar perairan dan bersatu dengan sedimen lainnya. Hal ini

menyebabkan konsentrasi logam berat di dalam sedimen biasanya lebih tinggi

daripada di perairan (Harahap, 1991 dalam Fajri, 2001).

1. Konsentrasi Logam Berat Pb dan Cd pada Sedimen

a. Pb di Sedimen

Timbal atau dalam keseharian lebih dikenal dengan nama timah hitam,

dalam bahasa ilmiahnya dinamakan plumbum dan disimbolkan dengan Pb.

Mempunyai nomor atom (NA) 82 dengan berat atom (BA) 207.2 (Palar, 2004).

Page 104: ID PENELITI:200608720610609

100

Logam timbal Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah

dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik

lainnya dan secara alamiah terdapat pada batubatuan serta lapisan kerak bumi.

Dalam pertambangan, logam ini berbentuk sulfida logam (PbS) yang sering

disebut galena (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam industri

misalnya sebagai zat tambahan bahan bakar, pigmen timbal dalam cat yang

merupakan penyebab utama peningkatan kadar Pb di lingkungan (Lu, 1995).

Timbal masuk ke perairan melalui pengendapan, jatuhan debu yang mengandung

Pb yaitu hasil pembakaran bensin yang mengandung Timbal tetraetil, erosi dan

limbah industri. Banyak reaksi biokimia dalam tubuh manusia dipengaruhi oleh

logam Pb. Konsentrasi Pb sebesar 50 ppb dapat menimbulkan bahaya pada

lingkungan laut (Saeni, 1989 dalam Tatang, 2018).

Logam Pb masuk ke perairan melalui pengendapan, jatuhan debu yang

mengandung Pb yaitu dari hasil pembakaran bensin yang mengandung timbal

tetraetil, erosi dan limbah industri (Saeni, 1989). Clark (1986) mengatakan aerosol

Pb dibawa ke bumi dalam hujan dan salju dan telah disebar secara luas. Lumpur

dasar pembuangan limbah dapat diduga mengandung Pb konsentrasi tinggi.

Sedangkan menurut Saeni (1989), konsentrasi Pb 0,05 mg.l-' dapat menimbulkan

bahaya pada lingkungan laut.

Kadar logam berat di laut meningkat bila limbah yang mengandung banyak

logam berat masuk ke dalam laut. Limbah ini bisa berasal dari aktivitas manusia di

darat dan di laut. Aktivitas di laut berasal dari air balans dari kapal-kapal,

tenggelamnya kapal tanker, penambangan logam di laut dan lain-lain. Sedangkan

Page 105: ID PENELITI:200608720610609

101

aktivitas di darat berasal dari limbah perkotaan, pertambangan, pertanian dan

industri (Hutagalung, 1997). Logam berat yang dilimpahkan ke perairan, baik

melalui sungai maupun laut akan mengalami tiga proses, yaitu pengendapan,

adsorpsi dan absorpsi oleh organismeorganisme perairan (Supriharyono, 2002).

Selanjutnya, unsur logam berat yang masuk ke dalam perairan akan mengalami

proses penyebaran oleh gelombang dan arus. Berikut disajikan logam berat timbal

(Pb) selama penelitian pada 3 titik sampling (Gambar 18)

Gambar 18. Konsentrasi timbal (Pb) pada sedimen

Hasil pengukuran konsentrasi Pb pada sedimen di perairan Tulehu

menunjukkan kisaran rata-rata antara 3,6479 – 7,6955 mg/Kg. Rata-rata konsentrasi

timbal di perairan Tulehu adalah 5,4104 mg/Kg. Konsentrasi tertinggi berada pada

titik sampling 1 (Pelabuhan Tulehu) dengan 7,6955 mg/Kg dan terendah pada titik

sampling 3 sebesar 3,6479 mg/Kg. Konsentrasi timbal dalam sedimen yang

diperoleh masih di bawah batas aman toleransi apabila dibandingkan dengan baku

mutu (CCME 2002 = 30,2 mg/kg). Oleh karena itu konsentrasi logam berat dalam

sedimen di perairan Tulehu masih dalam batas toleransi bagi biota laut.

7,696547

4,886725

3,647915

012345678910

S1 S2 S3

Kan

dung

an P

b (m

g/K

g)

Titik Sampling

Page 106: ID PENELITI:200608720610609

102

Berdasarkan uji ANOVA kandungan Pb menunjukkan ada satu perlakuan

yang berbeda di setiap titik sampling (P=0,000).

Untuk mengetahui perbedaan kandungan Pb pada masing-masing titik

sampling menggunakan uji Tukey

Berdasarkan hasil analisis di atas maka dapat disimpulkan bahwa hanya

pada titik sampling 1 memiliki pengaruh berbeda dengan titik sampling 2 dan 3.

b. Cd di Sedimen

Kadmium (nama latin cadmia) adalah suatu unsur kimia dalam tabel

periodik yang memiliki lambang Cd dan nomor atom 48, berat atom 112,4, titik

leleh 321 31oC, titik didih 7670C dan memiliki masa jenis 8,65 g/cm3(Widowati

dkk, 2008). Kadmium adalah logam berwarna putih perak, lunak, mengkilap, tidak

larut dalam basa, mudah bereaksi, serta menghasilkan Kadmium Oksida bila

dipanaskan. Kadmium (Cd) umumnya terdapat dalam kombinasi dengan klor (Cd

Klorida) atau belerang (Cd Sulfit). Kadmium membentuk Cd 2+ yang bersifat tidak

stabil. Oleh karena sifat-sifatnya, Cd banyak dipakai sebagai stabilizer dalam

pembuatan (polyvini & clorida). Cd didapat pada limbah berbagai jenis

Source DF SS MS F Psampel 2 25821173 12910586 25,60 0,001Error 6 3026412 504402Total 8 28847585

S = 710,2 R-Sq = 89,51% R-Sq(adj) = 86,01%

Grouping Information Using Tukey Method

sampel N Mean GroupingS1 3 7696,5 AS2 3 4886,7 BS3 3 3647,9 B

Means that do not share a letter are significantlydifferent.

Page 107: ID PENELITI:200608720610609

103

pertambangan logam yang tercampur Cd seperti Pb, dan Zn. Logam kadmium (Cd)

biasanya selalu dalam bentuk campuran dengan logam lain terutama dalam

pertambangan timah hitam dan seng (Darmono 1995). Dengan demikian, Cd dapat

ditemukan di dalam perairan baik di dalam sedimen maupun di dalam penyediaan

air minum.

Logam Cd akan mengendap karena senyawa sulfit nya sukar larut,

sedangkan di dalam perairan logam Cd terdapat dalam bentuk CdCI, CdCI"3 (Bryan

dalam Sanusi, 2006). Total masukan logam Cd di lautan dunia diduga mendekati

8.000 ton-tahun', kira-kira setengahnya dihasilkan dari kegiatan manus ia dan

sisanya dari alam. Masukan dari sungai dan atmosfir sama pentingnya. K ira-kira

2.900 ton- tahun logam Cd disimpan dalam endapan dasar laut, tetapi sulit dihitung

untuk sisa yang ada. Logam Cd di dalam laut diketahui tidak seimbang dengan

keperluan dan kandungan logam Cd di laut mungkin meningkat secara perlahan

(Clark, 1986).

Semakin tinggi kandungan logam Cd dalam perairan, umumnya semakin

banyak terakumulasi pada tubuh organisme air. Dengan demikian kemungkinan

terjadinya keracunan terhadap organisme air yang bersangkutan maupun kerusakan

lingkungan adalah semakin besar (Laws, 1981). Faktor konsentrasi logam berat di

air menentukan akumulasi logam berat dalam tubuh organisme. Air yang

mengandung 10 ppm Cd bisa mengandung logam Cd sampai 113 ppm dalam tubuh

organisme. Sedangkan jenis molluska bivalvia dapat mengakumulasi sampai 352

kali lebih tinggi dari kandungan logam Cd yang terdapat dalam medianya

(Sorensen, 1991).

Page 108: ID PENELITI:200608720610609

104

Berikut disajikan logam berat timbal (Pb) selama penelitian pada 3 titik

sampling (Gambar 19)

Gambar 19. Konsentrasi kadmium (Cd) pada sedimen

Hasil pengukuran konsentrasi Cd pada sedimen di perairan Tulehu

menunjukkan kisaran rata-rata antara 0,6011 – 1,2520 mg/Kg. Rata-rata konsentrasi

timbal di perairan Tulehu adalah 0,8917 mg/Kg. Konsentrasi tertinggi berada pada

titik sampling 1 (Pelabuhan Tulehu) dengan 1,2520 mg/Kg dan terendah pada titik

sampling 3 sebesar 0,6011 mg/Kg. Konsentrasi kadmium dalam sedimen yang

diperoleh masih di bawah batas aman toleransi apabila dibandingkan dengan baku

mutu (IADC/CEDA (1997)= 30,2 mg/kg). Oleh karena itu konsentrasi logam berat

dalam sedimen di perairan Tulehu masih dalam batas toleransi bagi biota laut.

Namun demikian berdasarkan IADC/CEDA (1997) kandungan Cd pada

sedimen di perairan Tulehu menunjukkan pada level target dimana konsentrasi

kontaminan yang ada pada sedimen memiliki nilai yang lebih kecil dari nilai level

target, maka substansi yang ada pada sedimen tidak terlalu berbahaya bagi

lingkungan namun jika dibiarkan sedimentasi komposisi logam berat akan

1,252015

0,821901

0,601111

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

1,2

1,4

1,6

S1 S2 S3

Kan

dung

an C

d (m

g/K

g)

Titik Sampling

Page 109: ID PENELITI:200608720610609

105

mengalami peningkatan. Pada perairan alami yang bersifat basa, kadmium akan

mengalami hidrolisa dan teradsorbsi oleh padatan tersuspensi dan membentuk

ikatan kompleks dengan bahan organik. Logam berat Cd terlarut dalam air akan

mengalami proses adsorbsi oleh partikel tersuspensi dan mengendap di sedimen.

Proses adsorbsi akan diikuti oleh proses desorpsi yang mengembalikan Cd dalam

bentuk terlarut dalam badan air. Kadmium dalam air laut berbentuk senyawa

klorida (CdCl2). Kandungan logam berat di sedimen tergantung pada komposisi

kimia dan mineral sedimen.

Berdasarkan uji ANOVA kandungan Cd menunjukkan ada satu perlakuan

yang berbeda di setiap titik sampling (P=0,000).

Untuk mengetahui perbedaan kandungan Cd pada masing-masing titik

sampling menggunakan uji Tukey

Berdasarkan hasil analisis di atas maka dapat disimpulkan bahwa hanya

pada titik sampling 1 memiliki pengaruh berbeda dengan titik sampling 2 dan 3.

Source DF SS MS F Psampel 2 657421 328710 25,55 0,001Error 6 77181 12863Total 8 734601

S = 113,4 R-Sq = 89,49% R-Sq(adj) = 85,99%

Grouping Information Using Tukey Method

sampel N Mean GroupingS1 3 1252,0 AS2 3 821,9 BS3 3 601,1 B

Means that do not share a letter are significantlydifferent.

Page 110: ID PENELITI:200608720610609

106

D. Kandungan Logam Berat pada Organ (Akar, Batang dan Daun) Mangrove

Mangrove merupakan hyperaccumulator yang baik, mangrove bukan saja

mampu tumbuh di tanah dengan konsentrasi unsur beracun yang tinggi, tetapi juga

mampu mengakumulasi unsur tersebut di dalam akar, batang dan daun.

Kemampuan mangrove untuk mengakumulasi logam berat berbeda untuk tiap

spesies, konsentrasi logam berat antar organ tumbuhan seperti akar, cabang, dan

daun berbeda dalam tiap-tiap spesies. Perbedaan konsentrasi logam berat pada

organ tumbuhan tertentu berkaitan dengan proses fisiologis tumbuhan tersebut

(Sinha, 1999; Tam and Wong, 1996).

Dari hasil penelitian Kartikasari et al., (2002) tentang akumulasi logam

berat pada tumbuhan mangrove di Sungai Babon Semarang diperoleh hasil, terdapat

perbedaan akumulasi logam berat Cr dan Pb antar organ tumbuhan akar, cabang

dan daun mangrove A. Marina. Akumulasi logam Cr akar>cabang>daun.

Sedangkan akumulasi Pb dalam akar, cabang dan daun mengikuti urutan akar

>(cabang < daun). Kumar et al., (2011) menggunakan bagian tanaman mangrove

(akar, batang, daun) dan sedimen yang dianalisis untuk menemukan adanya

akumulasi logam. Dari analisis logam berat dalam Avicennia marina menunjukkan

hasil bahwa akumulasi dari semua logam berat (kecuali Cd) dalam jaringan akar

lebih tinggi dibandingkan dengan batang, daun dan sedimen sekitarnya.

Konversi kawasan mangrove dalam pelebaran kawasan pelabuhan

merupakan penyebab utama menurunnya populasi dan rusaknya ekosistem

mangrove. Penyerapan logam berat oleh akar pohon dipengaruhi sistem perakaran

dan luasan permukaan akarnya, sebagai contoh: dapat menyerap Cadmium (Cd)

Page 111: ID PENELITI:200608720610609

107

sebesar 17,933 ppm, memiliki kemampuan menyerap Cd sebesar 17,433 ppm,

tetapi hanya mampu menyerap Cd sebesar 0,5 ppm (Arisandi, 2008). Tegakan

mangrove jenis dapat menyerap polutan logam berat jenis Cu sebesar 43,9 ppm,

Mn sebesar 597,1 ppm, dan Zn sebesar 34,5 ppm (Taryana, 1995 dalam Heriyanto,

2011). Bahan pencemar dari limbah industri dapat mencemarkan air sungai dan

berdampak negatif yaitu terjadinya perubahan ekosistem muara berupa perubahan

temperatur, pH, BOD dan COD serta kandungan logam berat yang sangat

mempengaruhi kehidupan flora dan fauna perairan. Limbah ini biasanya berasal

dari Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata, Avicennia marina, Rhizophora

stylosa Pantai Utara Jawa yang menyebabkan perubahan vegetasi muara secara

nyata. Akumulasi logam oleh tumbuhan bergantung pada banyak faktor yaitu : (1)

Sifat alamiah tumbuhan, seperti: spesies, kecepatan tumbuh, ukuran dan kedalaman

akar, kecepatan penguapan, serta kebutuhan nutrien untuk metabolisme, (2) Faktor

tanah, seperti: pH, kandungan dan sifat alamiah zat organik, status nutrien, jumlah

ion-ion logam dan anion-anion tertentu seperti fosfat, sulfat, kadar mineral

lempung, dan tipe tanah, dan (3) Variabel-variabel lingkungan dan pengelolaan

yaitu temperatur, kelembaban, sinar matahari, curah hujan, pemupukan dan lain-

lain. Hasil analisis Pb dan Cd dalam organ akar, batang dan daun lamun disajikan

pada Lampiran 6.

Page 112: ID PENELITI:200608720610609

108

1. Akar

a. Timbal (Pb)

Penyerapan kontaminan berupa polutan seperti Pb oleh akar tumbuhan dan

translokasi atau akumulasi senyawa ke bagian tumbuhan seperti akar, daun atau

batang disebut dengan fitoekstraksi. Sedangkan rizofiltrasi merupakan

pemanfaatan akar tumbuhan untuk menyerap, mengendapkan, dan mengakumulasi

logam dari aliran limbah. Penyerapan dan akumulasi logam berat oleh tumbuhan

dapat dibagi menjadi tiga proses yang sinambung, yaitu penyerapan logam oleh

akar, translokasi logam dari akar ke bagian tumbuhan lain dan lokalisasi logam pada

bagian sel tertentu untuk menjaga agar tidak menghambat metabolisme tumbuhan

tersebut.

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan di laboratorium konsentrasi

logam Pb dalam akar tanaman mangrove berkisar antara 1,1689 mg/Kg – 2,5096

mg/Kg (Gambar 20 ).

Gambar 20. Konsentrasi timbal (Pb) pada akar

2,509627

1,568149

1,168957

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

3,5

S1 S2 S3

Kan

dung

an P

b A

kar

(mg/

Kg)

Titik Sampling

Page 113: ID PENELITI:200608720610609

109

Berdasarkan gambar di atas menunjukkan bahwa konsentrasi Pb pada titik

sampling 1 lebih tinggi (2,5096 mg/Kg) dibandingkan dengan titik 2 (1,5681

mg/Kg) dan titik 3 (1,16895 mg/Kg). Nilai baku mutu logam berat timbal yaitu 0,3

mg/kg (SNI 7387:2009) dan 0,4 mg/kg (BPOM). Berdasarkan hasil kandungan

logam berat Timbal pada akar di perairan Tulehu menyatakan bahwa hasil telah

melewati baku mutu yang ditetapkan pemerintah.

Tingginya kandungan logam berat Pb di akar diduga logam yang larut

bersama limbah pelayaran, tumpahan minyak saat pengisian bahan bakar dan

antropogenik di sekitar perairan Tulehu akan terserap dalam bentuk larutan

disekitar akar (rizosfer) mangrove dengan cara translokasi di dalam tubuh

tumbuhan. Setelah logam dibawa masuk ke sel akar menurut Zhu et al (1999) dalam

Katipana (2015) menyatakan bahwa logam akan diangkut melalui jaringan

pengangkut, yaitu xilem dan floem ke bagian tumbuhan lain. Untuk meningkatkan

efisiensi pengangkutan, logam diikat oleh molekul khelat yang berfungsi mengikat

logam dan dihasilkan oleh tumbuhan, misalnya fitokhelatin-glutation yang terikat

pada Cd.

Berdasarkan uji ANOVA kandungan Pb menunjukkan ada satu perlakuan

yang berbeda di setiap titik sampling (P=0,001).

Untuk mengetahui perbedaan kandungan Pb pada masing-masing titik

sampling menggunakan uji Tukey

Source DF SS MS F Psampel 2 2843131 1421565 24,51 0,001Error 6 348059 58010Total 8 3191190

S = 240,9 R-Sq = 89,09% R-Sq(adj) = 85,46%

Page 114: ID PENELITI:200608720610609

110

Berdasarkan hasil analisis di atas maka dapat disimpulkan bahwa hanya

pada titik sampling 1 memiliki pengaruh berbeda dengan titik sampling 2 dan 3.

b. Kadmium (Cd)

Logam cadmium(Cd) dan persenyawaannya pada lingkungan banyak

ditemukan dalam banyak lapisan. Secara sederhana dapat diketahui bahwa

kandungan logam Cd akan dapat dijumpai di daerah penimbunan sampah dan aliran

air hujan,selain dalam air buangan. Dalam badan perairan, kelarutan Cd dalam

konsentrasi tertentu dapat membunuh biota perairan. Kadmium (Cd) dan Timbal

(Pb) merupakan logam berat yang sangat berbahaya karena tidak dapat dihancurkan

(non degradable) oleh organisme hidup dan dapat terakumulasi ke lingkungan,

terutama mengendap di dasar perairan membentuk senyawa kompleks bersama

bahan organik dan anorganik (Darmono,2003)

Organisme perairan yang dapat menerima dampak langsung pencemaran

logam berat adalah diantaranya tanaman mangrove. Mangrove banyak dijumpai di

wilayah pesisir yang terlindung dari gempuran ombak dan daerah yang landai. Satu

diantara beberapa spesies mangrove yang memiliki kemampuan menyerap logam

berat adalah Api-api (Avicennia marina) (Lase dkk, 2016).

Grouping Information Using Tukey Method

sampel N Mean GroupingS1 3 2509,6 AS2 3 1568,1 BS3 3 1169,0 B

Means that do not share a letter are significantly different.

Page 115: ID PENELITI:200608720610609

111

Gambar 21. Konsentrasi kadmium (Cd) pada akar

Berdasarkan gambar di atas menunjukkan bahwa konsentrasi Cd pada titik

sampling 1 lebih tinggi (0,3131 mg/Kg) dibandingkan dengan titik 2 (0,1981

mg/Kg) dan titik 3 (0,1472 mg/Kg). Berdasarkan pedoman baku mutu lingkungan

menurut Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: KEP-MEN LH

No.51/MenKLH/2004, ambang batas Cd untuk wisata bahari adalah 0,002 ppm dan

untuk biota adalah 0,001 ppm. Nilai akumulasi logam berat Cd pada tumbuhan

mangrove terutama akar di lokasi penelitian jauh lebih tinggi dari ambang batas

yang ditetapkan, sehingga kondisi lingkungan di sekitar lokasi penelitian

mempunyai tingkat pencemaran logam berat yang telah melebihi ambang batas. Hal

ini diduga sumber polutan dari tumpahan minyak saat pengisian BBM di pelabuhan

dan sekitar pelabuhan membuat mengendap di dasar perairan sehingga terserap oleh

akar. Supriyaningrum (2006), menyatakan sumber kadmium bisa berasal dari

minyak yang tumpah di perairan..

0,3131934

0,198181

0,147234

0

0,05

0,1

0,15

0,2

0,25

0,3

0,35

0,4

S1 S2 S3

Kan

dung

an C

d A

kar

(mg/

Kg)

Titik Sampling

Page 116: ID PENELITI:200608720610609

112

Menurut Lase dkk (2016) Limbah industri, pelayaran, dan rumah tangga

yang dibuang kedalam badan perairan akan mengendap pada sedimen dan

kemudian diserap oleh akar, yang seterusnya akan ditransfer ke bagian organ

tumbuhan lainnya. Selain menyerap logam-logam yang terdapat pada sedimen, akar

mangrove juga dapat menyerap logam berat yang terdapat pada kolom air.

Mekanisme ini secara terperinci dijelaskan oleh Hardiani (2009), dimana secara

umum tumbuhan melakukan penyerapan oleh akar, baik yang berasal dari sedimen

maupun air, kemudian terjadi translokasi kebagian tumbuhan yang lain dan

lokalisasi atau penimbunan logam pada jaringan tertentu.

Berdasarkan uji ANOVA kandungan Pb menunjukkan ada satu perlakuan

yang berbeda di setiap titik sampling (P=0,001).

Untuk mengetahui perbedaan kandungan Pb pada masing-masing titik

sampling menggunakan uji Tukey

Source DF SS MS F Psampel 2 43366 21683 25,39 0,001Error 6 5125 854Total 8 48491

S = 29,23 R-Sq = 89,43% R-Sq(adj) = 85,91%

Grouping Information Using Tukey Method

sampel N Mean GroupingS1 3 313,19 AS2 3 198,18 BS3 3 147,23 B

Means that do not share a letter are significantlydifferent.

Page 117: ID PENELITI:200608720610609

113

2. Batang

a. Timbal (Pb)

Logam timbal dengan konsentrasi yang tinggi dalam perairan dapat bersifat

racun karena bioakumulatif dalam tubuh organisme air dan akan terus diakumulasi

hingga organisme tersebut tidak mampu lagi mentolerir kandungan logam berat

tersebut dalam tubuhnya (Connel dan Miller, 2006). Ekosistem perairan sangat

berbeda dengan ekosistem terestrial, ekosistem perairan disatukan oleh media air,

di mana fitoplankton menjadi produsen primer. Keberadaan fitoplankton yang

sangat melimpah tidak dapat dihilangkan dari suatu perairan. Media air menjadi

pemersatu antar wilayah, arus yang berperan penting dalam penyebaran segala

sesuatu yang terkandung di dalam. Dengan kondisi yang demikian sangat sulit

untuk memutus jalur penyebaran logam berat di alam sistem perairan.

Lingkungan tercemar logam pada ekosistem perairan dapat diremediasi

dengan fitoekstraksi menggunakan tanaman hiperakumulator. Tanaman

hiperakumulator mampu mengakumulasi logam dengan konsentrasi lebih dari 100

kali melebihi tanaman normal, dimana tanaman normal mengalami keracunan

logam dan penurunan produksi. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan

serangkaian proses fisiologis dan biokimiawi serta ekspresi gen-gen yang

mengendalikan penyerapan, akumulasi dan toleransi tanaman terhadap logam .

Terdapat serangkaian proses fisiologis yang berperan dalam akumulasi

logam sepanjang siklus hidup tumbuhan. Proses pertama adalah interaksi rizosferik

pada zona perakaran, dimana terjadi proses pengolahan unsur-unsur di dalam tanah

dari bentuk yang tidak dapat diserap menjadi bentuk yang dapat diserap dengan

Page 118: ID PENELITI:200608720610609

114

melibatkan sejumlah eksudat yang diproduksi akar. Tumbuhan hiperakumulator

memiliki kemampuan lebih tinggi dalam merubah logam pada zona perakaran

menjadi bentuk yang tersedia.

Mangrove merupakan salah satu tumbuhan yang mampu beradaptasi pada

lingkungan perairan baik payau maupun asin dan berperan sebagai hiperakumulator

bahan pencemar. Bakau atau mangrove adalah salah satu tanaman yang mampu

beradaptasi dengan baik dalam lingkungan air, bahkan air payau maupun asin.

Endapan yang dihanyutkan oleh air dari daratan merupakan substrat tempat tumbuh

yang sangat cocok bagi tanaman ini. Sebuah studi mengenai efek dari pembuangan

limbah pada komunitas mangrove di Darwin Australia mengatakan bahwa pohon

mangrove memiliki kapasitas tinggi untuk menerima muatan limbah tanpa

menderita kerusakan pada pertumbuhan mereka. Hutan mangrove merupakan

komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis, yang didominasi oleh beberapa jenis

pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut

pantai berlumpur (Thampanya, et al., 2002).

Gambar 22. Konsentrasi timbal (Pb) pada batang

4,2903456

2,688421

2,00927

0

1

2

3

4

5

6

S1 S2 S3

Kan

dung

an P

b B

atan

g (m

g/K

g)

Titik Sampling

Page 119: ID PENELITI:200608720610609

115

Berdasarkan gambar di atas menunjukkan bahwa konsentrasi Pb pada titik

sampling 1 lebih tinggi (4,2903 mg/Kg) dibandingkan dengan titik 2 (2,6884

mg/Kg) dan titik 3 (2,0092 mg/Kg). Berdasarkan pedoman baku mutu lingkungan

menurut Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: KEP-MEN LH

No.51/MenKLH/2004, ambang batas Pb untuk untuk biota adalah 0,008 ppm.

Dengan melihat akumulasi logam berat Pb pada tumbuhan mangrove yang tinggi

maka kondisi lingkungan perairan di lokasi penelitian menunjukkan lebih tinggi

dari ambang batas. Sampel batang tumbuhan mangrove yang diambil pada stasiun

1 menunjukkan tertinggi. Beberapa kemungkinan penyebab tingginya kadar Pb di

stasiun 1 adalah pembuangan limbah ikan dari pedagang ikan sekitar perairan,

limbah kapal dari pelabuhan Tulehu, dan antropogenik dari pemukiman warga

sekitar perairan.

Pencemaran Pb di dalam badan perairan dapat menyebabkan jumlah Pb

yang ada melebihi konsentrasi yang dapat menyebabkan kematian bagi biota

perairan tersebut (Suharto, 2005). Sedangkan pada stasiun 3 mempunyai kadar Pb

batang yang terendah. Hal ini diduga stasiun 3 merupakan wilayah yang jauh dari

pelabuhan Tulehu sehingga sumber pencemar atau polutan tidak terserap di akar

mangrove yang ditranslokasikan ke batang mangrove.

Berdasarkan uji ANOVA kandungan Pb menunjukkan ada satu perlakuan

yang berbeda di setiap titik sampling (P=0,001).

Source DF SS MS F Psampel 2 8230714 4115357 27,10 0,001Error 6 911022 151837Total 8 9141736

S = 389,7 R-Sq = 90,03% R-Sq(adj) = 86,71%

Page 120: ID PENELITI:200608720610609

116

Untuk mengetahui perbedaan kandungan Pb pada masing-masing titik

sampling menggunakan uji Tukey.

b. Kadmium (Cd)

Kadmium (Cd) adalah salah satu logam berat dengan penyebaran yang

sangat luas di alam, logam ini bernomor atom 48 berat atom112,40 dengan titik cair

321ºC dan titik didih 765ºC. Di alam kadmium bersenyawa dengan belerang (S)

(ZnS). Kadmium merupakan logam lunak (cuctile) berwarna putih perak dan

mudah teroksidasi oleh udara bebas dan gas amonia (Palar, 2008). Logam berat

kadmium dapat hadir pada daerah atau lingkungan yang bermacam-macam dan ini

dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu udara, tanah dan air. Kadmium yang terdapat

dalam airkebanyakan juga berbentuk ion. Kadmiumdalam air laut berbentuk

senyawa klorida(CdCl2), sedangkan dalam air tawar berbentuk karbonat (CdCO3).

Pada air payau, yang biasanya terdapat di muara sungai, kedua senyawa tersebut

jumlahnya berimbang.

Mangrove mempunyai peranan yang sangat penting dalam menopang

kehidupan masyarakat pesisir. Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang

unik, karena berada pada daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Vegetasi

mangrove yang banyak tumbuh di wilayah perairan pesisir merupakan bagian dari

ekosistem pesisir yang memiliki tingkat produktivitas paling tinggi dibandingkan

Grouping Information Using Tukey Method

sampel N Mean GroupingS1 3 4290,3 AS2 3 2688,4 BS3 3 2009,3 B

Means that do not share a letter are significantly different

Page 121: ID PENELITI:200608720610609

117

ekosistem pesisir lainnya. Keberadaan ekosistem mangrove di kawasan perairan

pesisir menjadi sangat penting karena vegetasi mangrove mempunyai kemampuan

mengakumulasi logam berat dan membantu mengurangi tingkat konsentrasi bahan

pencemar di air (Purwiyanto, 2013).

Parversh et al (2010) menyebutkan bahwa selain dapat terakumulasi dalam

sedimen, logam berat juga dapat terakumulasi dalam struktur mangrove. Silva et al

(1990) dalam Ulqodry (2001) juga menjelaskan lebih lanjut bahwa ekosistem

mangrove juga memegang peranan penting sebagai polutant trap untuk berbagai

unsur logam dan nutrien, baik yang berasal dari darat maupun laut.

Gambar 23 Konsentrasi kadmium (Cd) pada batang

Berdasarkan gambar di atas menunjukkan bahwa konsentrasi Cd pada titik

sampling 1 lebih tinggi (0,5970 mg/Kg) dibandingkan dengan titik 2 (0,3862

mg/Kg) dan titik 3 (0,2851 mg/Kg). Berdasarkan pedoman baku mutu lingkungan

menurut Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: KEP-MEN LH

No.51/MenKLH/2004, ambang batas Cd untuk untuk biota adalah 0,001 ppm.

0,5970404

0,386274

0,285158

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

0,8

S1 S2 S3

Kan

dung

an C

d B

atan

g (m

g/K

g)

Titik Sampling

Page 122: ID PENELITI:200608720610609

118

Akumulasi logam berat Cd di semua titik lokasi penelitian menunjukkan

telah melebihi ambang batas. Hal ini diperkirakan kandungan Cd yang terakumulasi

di dalam perairan yang cukup tinggi karena aktivitas pelayaran dan kegiatan

antropogenik di wilayah pesisir Tulehu. Kapal yang tidak beroperasi dan pengisian

bahan bakar di sekitar titik lokasi penelitian menambah kandungan logam yang

berlebih di perairan. Sifat kadmium yang mudah bereaksi akan membentuk

kompleks dengan senyawa organik dan anorganik menyebabkan pencemaran

terutama biota air seperti mangrove.

Laws (1981) dalam Tatang (2018) melaporkan bahwa semakin tinggi

kandungan logam Cd dalam perairan, umumnya semakin banyak terakumulasi pada

tubuh organisme air. Dengan demikian kemungkinan terjadinya keracunan

terhadap organisme air yang bersangkutan maupun kerusakan lingkungan adalah

semakin besar. Lebih lanjut dikatakan Cadmium yang ada di dalam tanah dapat

berasal dari alam dan antropogenik. Cadmium dapat masuk kebdalam tanah karena

adanya proses pelarutan batuan induk seperti batuan glasial dan alluvial. Manusia

juga berkontribusi dalam proses masuknya cadmium ke dalam lingkungan seperti

aktivitas manusia berupa pelayaran oleh kapal penyeberangan di pelabuhan yang

baik secara langsung maupun tidak langsung akan berkontibusi pada melimpahnya

logam berat di perairan. Cadmium yang ada didalam mengendap dalam tanah akan

lebih lama terbawa atau terdistribusi dibandingkan cadmium yang ada pada udara

dan air. Logam Cd kemungkinan dapat dibawa keseluruh bagian tanaman biasanya

akumulasi dapat ditemukan apada bagian akar karena akar merupakan gerbang awal

masuknya zat-zat kimia. Zat- zat yang akan masuk kedalam tubuh tumbuhan akan

Page 123: ID PENELITI:200608720610609

119

terseleksi begitu juga dengan logam Cd dan akan ditranslokasikan ke batang dan

bagian tumbuhan yang lain.

Berdasarkan uji ANOVA kandungan Cd menunjukkan ada satu perlakuan

yang berbeda di setiap titik sampling (P=0,001).

Untuk mengetahui perbedaan kandungan Cd pada masing-masing titik

sampling menggunakan uji Tukey.

2. Daun

a. Timbal (Pb)

Daun merupakan struktur pokok tumbuhan yang penting. Daun mempunyai

fungsi antara lain sebagai resopsi (pemecahan), mengolah makanan melalui

fotosintesis, serta sebagai alat transpirasi (penguapan air) dan respirasi. Setiap jenis

tumbuhan pesisir seperti mangrove memiliki kemampuan adaptasi yangberbeda-

beda terhadap kondisi lingkungan termasuk kemampuannya terhadap kondisi yang

tercemar (Kariada, 2014). Tumbuhan mangrove tumbuh di daerah peralihan antara

ekosistem darat dan ekosistem laut yang memiliki tekanan yang tinggi terhadap

berbagai jenis polutan, baik yang berasal dari laut maupun yang berasal dari darat

Source DF SS MS F Psampel 2 151918 75959 23,88 0,001Error 6 19082 3180Total 8 171000

S = 56,40 R-Sq = 88,84% R-Sq(adj) = 85,12%

Grouping Information Using Tukey Method

sampel N Mean GroupingS1 3 597,04 AS2 3 386,27 BS3 3 285,16 B

Means that do not share a letter are significantly different.

Page 124: ID PENELITI:200608720610609

120

oleh sungai yang bermuaran di laut. Mangrove yang tumbuh di wilayah pesisir dan

muara suangai merupakan tempat penampungan bagi limbah-limbah yang terbawa

aliran arus. Mangrove memiliki kemampuan menyerap bahan-bahan organik dan

non organik dari lingkungannya ke dalam tubuh melalui membran sel

(Kamaruzzaman et al, 2008).

Pohon mangrove ini memiliki upaya penanggulangan materi toksik lain

diantaranya dengan melemahkan efek racun melalui pengenceran (dilusi), yaitu

dengan menyimpan banyak air untuk mengencerkan konsentrasi logam berat dalam

jaringan tubuhnya sehingga mengurangi toksisitas logam tersebut. Setiawan (2013)

dalam penelitiannya melaporkan bahwa daun mangrove mengakumulasi logam

berat sebesar 5,9 ppm, sedangkan Lase (2016) melaporkan bahwa mangrove

Avicenna marina mengakumulai logam Pb sebesar 2,10 ppm pada jaringan

daunnya.

Gambar 24. Konsentrasi timbal (Pb) pada daun

1,00867910,956192

0,473816

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

1,2

1,4

S1 S2 S3

Kan

dung

an P

b D

aun

(mg/

Kg)

Titik Sampling

Page 125: ID PENELITI:200608720610609

121

Berdasarkan gambar di atas menunjukkan bahwa konsentrasi Pb pada titik

sampling 1 lebih tinggi (1,0086 mg/Kg) dibandingkan dengan titik 2 (0,9561

mg/Kg) dan titik 3 (0,4738 mg/Kg). Berdasarkan pedoman baku mutu lingkungan

menurut Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: KEP-MEN LH

No.51/MenKLH/2004, ambang batas Pb untuk untuk biota adalah 0,3 mg/Kg.

Kandungan logam berat timbal pada daun yang diperoleh dari lokasi

penelitian telah melewati batas baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah. Daun

adalah bagian dari tumbuhan mangrove dimana merupakan jaringan dengan tingkat

akumulasi logam berat yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan ranting.

Kemungkinan hal ini disebabkan karena tingkat mobilitasi logam berat yang tinggi

dan jaringan daun sebagai tempat penimbunan logam berat sebelum dilepas ke

lingkungan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Chaney et al (1998) dalam Setiawan

(2013) bahwa logam berat akan terdistribusi ke seluruh jaringan tanaman sampai

daun, melalui proses uptake pada akar, ditahan pada jaringan, dan dilepas ke

lingkungan melalui pelepasan daun.

Pada stasiun 1 menunjukkan kandungan logam Pb pada daun yang tertinggi.

Daun mangrove di stasiun ini dimungkinkan menyimpan translokasi penyerapan

kontaminan seperti logam berat Pb yang telah terserap oleh akar. Penyerapan dan

akumulai logam berat oleh tumbuhan dapat dibagi menjadi tiga proses, yaitu

penyerapan logam oleh akar, translokasi logam dari akar ke bagian tumbuhan lain,

dan lokalisasi logam pada bagian sel tertentu untuk menjaga agar tidak menghambat

metabolisme tumbuhan tersebut. Dalam penelitian Sunarya, dkk (1991) menunjuk-

kan bahwa tumbuhan dapat mengakumulasi Pb pada daun dan kulit batangnya.

Page 126: ID PENELITI:200608720610609

122

Berdasarkan uji ANOVA kandungan Pb menunjukkan ada satu perlakuan

yang berbeda di setiap titik sampling (P=0,001).

Untuk mengetahui perbedaan kandungan Cd pada masing-masing titik

sampling menggunakan uji Tukey.

b. Kadmium (Cd)

Kadmium (Cd) adalah salah satu logam berat dengan penyebaran yang

sangat luas dialam, logam ini bernomor atom 48 beratatom112,40 dengan titik cair

321ºC dan titikdidih 765ºC. Di alam kadmium bersenyawa dengan belerang (S)

(ZnS). Kadmium merupakan logam lunak (cuctile) berwarnaputih perak dan mudah

teroksidasi oleh udarabebas dan gas ammonia (Palar,2008). Secara sederhana dapat

diketahui bahwakandungan logam kadmium (Cd) akandapatdijumpai di daerah-

daerah penimbunansampah dan aliran air hujan, selain dalam air buangan.

Kadmium dan senyawa oksidanyamerupakan bentuk senyawa Cd yang

palingbanyak ditemukan di udara.

Bentuk senyawa kadmium dan oksidanya tersebut merupakansenyawa

kadmium yang paling toksik, begitu juga bentuk kloridanya (CdCl2) yang biasanya

Source DF SS MS F Psampel 2 450662 225331 28,57 0,001Error 6 47324 7887Total 8 497985

S = 88,81 R-Sq = 90,50% R-Sq(adj) = 87,33%

Grouping Information Using Tukey Method

sampel N Mean GroupingS1 3 1008,68 AS2 3 637,46 BS3 3 473,82 B

Means that do not share a letter are significantly different.

Page 127: ID PENELITI:200608720610609

123

dibebasakan dari pembakaran sampah. Kadmium yang terdapat dalam air

kebanyakan juga berbentuk ion. Kadmium dalam air laut berbentuk senyawa

klorida (CdCl2), sedangkan dalamair tawar berbentuk karbonat (CdCo3). Pada air

payau, yang biasanya terdapat dimuara sungai, keduasenyawa tersebut jumlahnya

berimbang. Pada suatu daerahyang sudah tercemar Cd, logam tersebutterserap oleh

tanaman dalam bentuk ion dari dalam tanah melalui akarnya dandidistribusikan

dalam bagian tanaman. Jumlahion Cd yang diserap oleh tanaman dipengaruhioleh

faktor pH tanah, kandungan mineral lain,pemupukan. Jika tanaman tersebut

dikonsumsioleh manusia, maka ion kadmium tersebutakan masuk ke dalam tubuh

manusia (Darmono, 2008).

Penyerapan Cd dari tanah oleh tanaman dipengaruhi oleh total pemasukan

Cd dalam tanah, pH tanah, kandungan Zn, jenis tanaman dan kultivar. Penyerapan

Cd akan tinggi pada pH rendah dan menurun pada pH tinggi. Kandungan seng (Zn)

yang tinggi dapatmengurangi penyerapan Cd. Jika Cd telahmemasuki rantai

makanan, maka padaakhirnya akan terakumulasi pada konsumen tingkat tinggi

yaitu hewan dan manusia. Kadmium sangat membahayakan kesehatan karena

pengaruh racun akut dari unsur tersebut sangat buruk (Lin. et al.,2012). Logam

kadmium akan mengalami proses biotransformasi dan bioakumulasi dalam

organisme hidup (tumbuhan, hewan dan manusia).

Page 128: ID PENELITI:200608720610609

124

Gambar 25. Konsentrasi kadmium (Cd) pada daun

Berdasarkan gambar di atas menunjukkan bahwa konsentrasi Pb pada titik

sampling 1 lebih tinggi (0,1926 mg/Kg) dibandingkan dengan titik 2 (0,1205

mg/Kg) dan titik 3 (0,0909 mg/Kg). Berdasarkan pedoman baku mutu lingkungan

menurut Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: KEP-MEN LH

No.51/MenKLH/2004, ambang batas Pb untuk untuk biota adalah 0,001 mg/Kg.

Kandungan logam berat kadmium (Cd) yang ada di semua lokasi penelitian

telah melebihi ambang batas yang ditetapkan. Dalam tubuh biota perairan jumlah

logam yang terakumulasi akan terus mengalami peningkatan. Di samping itu,

tingkatan biota dalam sistem rantai makanan turut menentukan jumlah Cd yang

terakumulasi. Di mana pada biota yang lebih tinggi stratanya akan ditemukan

akumulasi Cd yang lebih banyak,sedangkan pada biota top level merupakan tempat

akumulasi paling besar. Bila jumlah Cd yang masuk tersebut melebihi ambang

maka biota dari suatu level atau strata tersebut akan mengalami kematian dan

bahkan kemusnahan (Nowrouzi, et. al., 2012).

0,1926109

0,120596

0,090922

0

0,05

0,1

0,15

0,2

0,25

S1 S2 S3

Kan

dung

an C

d D

aun

(mg/

Kg)

Ttitik Sampling

Page 129: ID PENELITI:200608720610609

125

Tumbuhan menyerap elemenn darilingkungannya. Dalam penyerapan zat

tersebut tumbuhan menunjukkan selektivitas namun kadang tumbuhan menyerap

elemen yang sesungguhnya tidak diperlukan. Masuknya zat ke dalam jaringan

tumbuhan dapat melalui daun (stomata) atau akar. Pada akar, zat masuk ke dalam

sel dengan cara difusi baik difusi aktif maupun difusi pasif (Taiz, 2010).

Penyerapan aktif dilakukan melalui membran yang tidak permeabel dan

memerlukan perantaraan senyawa yang disebut “carrier”(pembawa) yang terdapat

dalam membran. .Membran sel merupakan perintang bagi ion-ion yang akan

melintasinya sehingga untuk keperluan penyerapan ion oleh sel tumbuhan, peranan

pembawa sangat penting. Agar ion dapat masuk ke dalam sel yang konsentrasi

ionnya lebih tinggi diperlukan sejumlah energi atau ATP. Pada penyerapan pasif

berlangsung pertukaran ion, jadi proses penyerapan zat pada penyerapan pasif

merupakan penyerapan yang non metabolik. Ion-ion yang diserap pada permukaan

dinding sel dapat bertukar denganion-ion dari larutan luarnya. Sebagai

contohkation K+ dari larutan luar dapat dipertukarkandengan ion-ion H+ yang

diserap padapermukaan membran dengan cara osmotik tidak aktif (Russell et. al.,

2012).

Berdasarkan uji ANOVA kandungan Cd menunjukkan ada satu perlakuan

yang berbeda di setiap titik sampling (P=0,001).

Source DF SS MS F Psampel 2 16407 8204 29,54 0,001Error 6 1666 278Total 8 18074

S = 16,67 R-Sq = 90,78% R-Sq(adj) = 87,71%

Page 130: ID PENELITI:200608720610609

126

Untuk mengetahui perbedaan kandungan Cd pada masing-masing titik

sampling menggunakan uji Tukey.

E. Hubungan Faktor Fisik-Kimia (suhu, salinitas dan pH) denganbioakumulasi logam berat Pb dan Cd pada akar, batang dan daunmangrove

Tumbuhan mangrove merupakan tumbuhan pesisir yang dapat

mengakumulasi logam berat di wilayah perairan. Pengaruh polutan terhadap

tumbuhan berbeda tergantung pada macam polutan, konsentrasinya, dan lamanya

polutan itu berada. Terserapnya dan tertahannya logam berat oleh lapisan rhizosfer

disekitar akar akan menyebabkan terjadinya penurunan tajam konsentrasi logam

berat pada permukaan atas lapisan sedimen dan mencegah perpindahan ke perairan

pantai disekitarnya. Mangrove mampu menanggulangi materi toksik diantaranya

dengan melemahkan efek racun melalui pengenceran (dilusi), yaitu dengan

menyimpan banyak air untuk mengencerkan konsentrasi logam berat dalam

jaringan tubuhnya sehingga mengurangi toksisitas logam tersebut.

Logam berat yang ada di lingkungan, tanah, air dan udara dengan suatu

mekanisme tertentu masuk ke dalam tubuh makhluk hidup. Mangrove merupakan

produsen pesisir yang menjadi mediator penyebaran logam berat pada makhluk

hidup yang lain, menyerap logam berat melalui akar dan daun (stomata). Logam

berat terserap ke dalam jaringan tanaman melalui akar, yang selanjutnya akan

Grouping Information Using Tukey Method

sampel N Mean GroupingS1 3 192,61 AS2 3 120,60 BS3 3 90,92 B

Means that do not share a letter are significantly different.

Page 131: ID PENELITI:200608720610609

127

masuk ke dalam siklus rantai makanan (Alloway, 1990 dalam Darmono, 2005).

Bagian tanaman mangrove (akar, batang, daun) dan sedimen yang dianalisis untuk

menemukan adanya akumulasi logam. Dari analisis logam berat dalam Avicennia

marina menunjukkan hasil bahwa akumulasi dari semua logam berat (kecuali Cd)

dalam jaringan akar lebih tinggi dibandingkan dengan batang, daun dan sedimen

sekitarnya (Kumar et al.,2011). Namun demikian kondisi lingkungan sangat

mengakumulasi penyerapan logam berat ke dalam tanaman. Faktor lingkungan

(suhu, intensitas cahaya dan salinitas) mempengaruhi pertumbuhan dan sebaran

mangrove serta proses akumulasi logam berat terkait dengan peran mangrove

sebagai penyerap limbah pesisir.

Hasil penelitian menunjukkan perbandingan rata-rata faktor lingkungan

(suhu, intensitas cahaya dan salinitas) di titik lokasi penelitian menunjukkan

fluktuasi dengan perbedaan yang tidak terlalu jauh (Gambar 26).

Gambar 26. Perbandingan rata-rata suhu udara (0C) di lokasi penelitian

25,52626,52727,52828,52929,530

TS1 TS2 TS3

30

27

30

Suhu

(C

)

Page 132: ID PENELITI:200608720610609

128

Gambar 27. Perbandingan rata-rata Dearajat Keasaman (pH) di lokasi penelitian

Gambar 28. Perbandingan rata-rata Salinitas di lokasi penelitian

Pengujian hubungan antara faktor lingkungan terhadap kandungan logam

berat pada organ mangrove (akar, batang dan daun) dilakukan menggunakan

regresi. Uji hipotesis menunjukkan H0 ditolak yang berarti bahwa terdapat

hubungan yang signifikan terhadap kandungan logam berat pada mangrove.

5,4

5,6

5,8

6

6,2

6,4

6,6

6,8

7

TS1 TS2 TS3

7 7

6

Dea

raja

d K

easa

man

(pH

)

27

27,5

28

28,5

29

29,5

30

TS1 TS2 TS3

30 30

28

Salin

itas (

‰)

Page 133: ID PENELITI:200608720610609

129

Hubungan Faktor Lingkungan terhadap Kandungan Logam Berat (Pb danCd) pada Akar Mangrove

a. ( Timbal) Pb

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor lingkungan berpengaruh

(P<0,05) terhadap kandungan logam berat Pb pada akar mangrove.

Data hasil penelitian di atas menyatakan bahwa faktor lingkungan termasuk

suhu, salinitas dan pH mempengaruhi penyerapan logam berat Pb oleh akar.

Pengujian keterdapatan hubungan faktor lingkungan dengan akumulasi logam berat

Pb di akar dianalisis menggunakan analisis korelasi.

Keterdapatan hubungan keduanya ditunjukkan dengan nilai R- Adjusted R-

Square sebesar 73,1% dalam mempengaruhi penyerapan logam berat Pb oleh akar

mangrove sedangkan sisanya 26,9% dipengaruhi oleh faktor lain. Kemampuan akar

mangrove dalam mengakumulasi dan mengikat logam merupakan salah satu fungsi

ekosistem mangrove. Sejalan dengan hasil penelitian Kr’bek et al, (2011); Kumar

et.al (2011); Gautier et al., (2001) menunjukkan bahwa mangrove mempunyai

peran sebagai bioakumulator logam berat yang baik. Kumar et al., (2011)

menggunakan bagian tanaman mangrove (akar, batang, daun) dan sedimen yang

dianalisis untuk menemukan adanya akumulasi.

Analysis of Variance

Source DF SS MS F PRegression 3 2.6555 0.8852 8.26 0.022Residual Error 5 0.5357 0.1071Total 8 3.1912

Predictor Coef SE Coef T PConstant -16.106 5.436 -2.96 0.031suhu 0.31743 0.09723 3.26 0.022pH 1.2938 0.4266 3.03 0.029Salinitas -0.0004 0.2004 -0.00 0.999

S = 0.327320 R-Sq = 83.2% R-Sq(adj) = 73.1%

Page 134: ID PENELITI:200608720610609

130

Peningkatan ini menunjukkan adanya kemampuan akar dalam

mengakumulasi logam dari sedimen tempat hidupnya. Logam cenderung

terakumulasi dalam akar sama dengan konsentrasi yang ada pada sedimen yang

berdekatan (MacFarlane et al., 2003; 2007 ). MacFarlane et al., (2003; 2007),

menemukan adanya hubungan linier yang kuat terdapat pada semua logam dalam

sedimen dengan logam dalam jaringan tumbuhan mangrove (akar). Hal ini

menunjukkan adanya toleransi dan kapasitas untuk mengakumulasi metaloid dan

logam yang memiliki konsep remediasi pada tanah yang terkontaminasi, yang

merupakan proses fitoremediasi atau lebih tepatnya phytoextraction (Wenzel et al.,

1999; Tu et al., 2002 dalam Kr’bek et al., 2011).

b. Cd (Cadmium)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor lingkungan berpengaruh

(P<0,05) terhadap kandungan logam berat Cd pada akar mangrove.

Data hasil penelitian di atas menyatakan bahwa faktor lingkungan termasuk

suhu, salinitas dan pH mempengaruhi penyerapan logam berat Cd oleh akar.

Pengujian keterdapatan hubungan faktor lingkungan dengan akumulasi logam berat

Cd di akar dianalisis menggunakan analisis korelasi.

Analysis of Variance

Source DF SS MS F PRegression 3 0.040629 0.013543 8.61 0.020Residual Error 5 0.007861 0.001572Total 8 0.048491

Predictor Coef SE Coef T PConstant -1.9790 0.6585 -3.01 0.030suhu 0.03885 0.01178 3.30 0.022pH 0.16032 0.05168 3.10 0.027Salinitas -0.00004 0.02428 -0.00 0.999

S = 0.0396522 R-Sq = 83.8% R-Sq(adj) = 74.1%

Page 135: ID PENELITI:200608720610609

131

Hubungan antara faktor lingkungan terhadap kandungan logam berat Cd

pada akar menunjukkan korelasi yang tinggi yakni nilai R- Adjusted R-Square

sebesar 83,8 % dalam mempengaruhi penyerapan logam berat oleh akar mangrove

sedangkan sisanya 16,2% dipengaruhi oleh faktor lain. Daerah yang sudah tercemar

Cd, logam tersebut terserap oleh tanaman dalam bentuk ion dari dalam tanah

melalui akarnya dan didistribusikan dalam bagian tanaman (Darmono, 2008).

Masuknya zat ke dalam jaringan tumbuhan dapat melalui daun (stomata) atau akar.

Pada akar, zat masuk ke dalam sel dengan cara difusi baik difusi aktif maupun difusi

pasif (Taiz, 2010). Kandungan logam berat yang tinggi dalam ekosistem mangrove

terutama disebabkan adanya input dari antropogenik, termasuk limbah domestik,

industri dan pertanian, baik dari pembuangan air pasang atau masukkan air tawar

dari darat (sungai) (Tam and Wong, 2000;Obasohan, 2008;Collen et al., 2011).

Kandungan logam berat umumnya semakin menurun jika daerahnya berada

jauh dari sumber pencemar. Jumlah logam berat yang diambil tanaman dari dalam

tanah ditentukan oleh ketersediaan bahan polutan jenis tanamannya. Semakin

banyak kandungan polutan tersebut di dalam tanah semakin mudah diserap oleh

akar tanaman (Greenland dan Hayes,1981 dalam Heriyanto, 2011). Clark et al.,

(1998) dalam Kumar et al (2011); Gautier et al., (2001) mengatakan, ekosistem

mangrove memainkan peran penting sebagai filter dan pengendalian polusi alami

karena kekhasan sistem akarnya yang berhasil mengendalikan kualitas air dan

merupakan perangkap sedimen serta partikel yang diangkut oleh arus ke lautan dari

muara. Hal ini diperkuat oleh pendapat MacFarlane et al., (2007) yang mengatakan,

bahwa ekosistem mangrove yang paling berperan sebagai phytostabilisers,

Page 136: ID PENELITI:200608720610609

132

berpotensi membantu dalam retensi logam beracun dan dengandemikian

mengurangi transportasi ke muara yang berdekatan dan sistem ke perairan laut.

Hubungan Faktor Lingkungan terhadap Kandungan Logam Berat (Pb danCd) pada Batang Mangrove

a. ( Timbal) Pb

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor lingkungan berpengaruh

(P<0,05) terhadap kandungan logam berat Pb pada batang mangrove.

Data hasil penelitian di atas menyatakan bahwa faktor lingkungan termasuk

suhu, salinitas dan pH mempengaruhi penyerapan logam berat Pb oleh batang.

Pengujian keterdapatan hubungan faktor lingkungan dengan akumulasi logam berat

Pb pada batang dianalisis menggunakan analisis korelasi.

Hubungan antara faktor lingkungan terhadap kandungan logam berat Pb

pada batang menunjukkan korelasi yang tinggi yakni nilai R- Adjusted R-Square

sebesar 83,9 % dalam mempengaruhi penyerapan logam berat oleh batang

mangrove sedangkan sisanya 16,1% dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor

lingkungan suhu dan pH berpengaruh dengan p-value < 0,05 terhadap kandungan

logam berat pada daun namun salinitas tidak berpengaruh secara statistik.

Analysis of Variance

Source DF SS MS F PRegression 3 7.6716 2.5572 8.70 0.020Residual Error 5 1.4701 0.2940Total 8 9.1417

Predictor Coef SE Coef T PConstant -27.373 9.005 -3.04 0.029suhu 0.5388 0.1611 3.35 0.020pH 2.1960 0.7067 3.11 0.027Salinitas 0.0015 0.3321 0.00 0.997

S = 0.542237 R-Sq = 83.9% R-Sq(adj) = 74.3%

Page 137: ID PENELITI:200608720610609

133

Mekanisme penyerapan dan akumulasi logam berat oleh tanaman menurut

Priyanto dan Prayitno (2007) dapat dibagi menjadi tiga proses yang

berkesinambungan, yaitu :1. Penyerapan oleh akar. Agar tanaman dapat menyerap

logam, maka logam harus dibawa ke dalam larutan di sekitar akar dengan beberapa

cara bergantung pada spesies tanaman. Senyawa-senyawa yang larut dalam air

biasanya diambil oleh akar bersama air, sedangkan senyawa-senyawa hidrofobik

diserap oleh permukaan akar. 2. Translokasi logam dari akar ke bagian tanaman

lain. Setelah logam menembus endodermis akar, logam atau senyawa asing lain

mengikuti aliran transpirasi ke bagian atas tanaman melalui jaringan pengangkut

(xilem dan floem) ke bagian tanaman lainnya. 3. Lokalisasi logam pada sel dan

jaringan. Hal ini bertujuan untuk menjaga agar logam tidak menghambat

metabolisme tanaman. Sebagai upaya untuk mencegah peracunan logam terhadap

sel, tanaman mempunyai mekanisme detoksifikasi, misalnya dengan menimbun

logam di dalam organ tertentu seperti akar.

b. Cd (Cadmium)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor lingkungan berpengaruh

(P<0,05) terhadap kandungan logam berat Cd pada batang mangrove.

Data hasil penelitian di atas menyatakan bahwa faktor lingkungan termasuk

suhu, salinitas dan pH mempengaruhi penyerapan logam berat Cd oleh batang.

Analysis of Variance

Source DF SS MS F PRegression 3 0.040629 0.013543 8.61 0.020Residual Error 5 0.007861 0.001572Total 8 0.048491

Page 138: ID PENELITI:200608720610609

134

Pengujian keterdapatan hubungan faktor lingkungan dengan akumulasi

logam berat Cd pada batang dianalisis menggunakan analisis korelasi.

Hubungan antara faktor lingkungan terhadap kandungan logam berat Cd

pada batang menunjukkan korelasi yang tinggi yakni nilai R- Adjusted R-Square

sebesar 83,0 % dalam mempengaruhi penyerapan logam berat oleh batang

mangrove sedangkan sisanya 17,0% dipengaruhi oleh faktor lain.

Hubungan Faktor Lingkungan terhadap Kandungan Logam Berat (Pb danCd) pada Daun Mangrove

a. Pb ( Timbal)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor lingkungan berpengaruh

(P<0,05) terhadap kandungan logam berat Pb pada daun mangrove.

Data hasil penelitian di atas menyatakan bahwa faktor lingkungan termasuk

suhu, salinitas dan pH mempengaruhi penyerapan logam berat Pb oleh daun.

Pengujian keterdapatan hubungan faktor lingkungan dengan akumulasi logam berat

Pb pada daun dianalisis menggunakan analisis korelasi.

Predictor Coef SE Coef T PConstant -3.680 1.268 -2.90 0.034suhu 0.07065 0.02267 3.12 0.026pH 0.29692 0.09949 2.98 0.031Salinitas 0.00227 0.04675 0.05 0.963

S = 0.0763348 R-Sq = 83.0% R-Sq(adj) = 72.7%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F PRegression 3 0.42083 0.14028 9.09 0.018Residual Error 5 0.07716 0.01543Total 8 0.49799

Predictor Coef SE Coef T PConstant -6.495 2.063 -3.15 0.025suhu 0.12488 0.03690 3.38 0.020pH 0.5042 0.1619 3.11 0.026Salinitas 0.00695 0.07607 0.09 0.931

S = 0.124225 R-Sq = 84.5% R-Sq(adj) = 75.2%

Page 139: ID PENELITI:200608720610609

135

Hubungan antara faktor lingkungan terhadap kandungan logam berat Pb

pada daun menunjukkan korelasi yang tinggi yakni nilai R- Adjusted R-Square

sebesar 84,5 % dalam mempengaruhi penyerapan logam berat oleh batang

mangrove sedangkan sisanya 15,5% dipengaruhi oleh faktor lain. Suhu air

mempunyai peranan penting dalam kecepatan laju metabolisme dan respirasi biota

air namun demikian juga kenaikan suhu perairan juga dapat meningkatkan

toksisitas logam berat di perairan (Sarjono, 2009). Kusumastanto (2004)

mengatakan dari sejumlah penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa

konsentrasi logam berat terakumulasi dengan bertambahnya atau meningkatnya

suhu lingkungan, yang berakibat partikel logam berat bergerak lebih cepat sehingga

lebih cepat terakumulasi. Demikian juga untuk pH baik air maupun sedimen

berpengaruh terhadap akumulasi logam berat pada akar. Connell dan Miller (1995)

menyatakan bahwa kenaikan pH di perairan akan didikuti dengan kelarutan logam

berat sehingga logam berat cenderung mengendap.

Disamping itu, mangrove memiliki kemampuan penanggulangan toksik,

diantaranya dengan melemahkan efek racun melalui pengenceran (dilusi), yaitu

dengan menyimpan banyak air untuk mengencerkan konsentrasi logam berat dalam

jaringan tubuhnya sehingga dapat mengurangi toksisitas logam tersebut. Adanya

pengenceran dengan penyimpanan air di dalam jaringan biasanya terjadi pada daun

dan diikuti dengan terjadinya penebalan daun (sukulensi). Ekskresi juga merupakan

upaya yang mungkin terjadi, yaitu dengan menyimpan materi toksik logam berat di

dalam jaringan yang sudah tua seperti daun yang sudah tua dan kulit batang yang

Page 140: ID PENELITI:200608720610609

136

mudah mengelupas, sehingga dapat mengurangi konsentrasi logam berat di dalam

tubuhnya (Mulyadi et al., 2009).

b. Cd ( Kadmium)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor lingkungan berpengaruh

(P<0,05) terhadap kandungan logam berat Cd pada daun mangrove.

Data hasil penelitian di atas menyatakan bahwa faktor lingkungan termasuk

suhu, salinitas dan pH mempengaruhi penyerapan logam berat Cd oleh daun.

Pengujian keterdapatan hubungan faktor lingkungan dengan akumulasi logam berat

Pb pada daun dianalisis menggunakan analisis korelasi.

Hubungan antara faktor lingkungan terhadap kandungan logam berat Cd

pada daun menunjukkan korelasi yang tinggi yakni nilai R- Adjusted R-Square

sebesar 84,9 % dalam mempengaruhi penyerapan logam berat oleh batang

mangrove sedangkan sisanya 15,1% dipengaruhi oleh faktor lain. Suhu

mempengaruhi proses fotosintensis tanaman, semakin tinggu suhu laju fotosintesis

semakin tinggi. Demikian juga perubahan pH dapat mempunyai akibat buruk

terhadap kehidupan biota laut, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada

perairan tertentu biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai

pH sekitar 7-8,5. Palar (2004) menyatakan bahwa toksisitas dari logam berat akan

meningkat bila terjadi penurunan pH.

Analysis of Variance

Source DF SS MS F PRegression 3 0.0153431 0.0051144 9.37 0.017Residual Error 5 0.0027305 0.0005461Total 8 0.0180736

Predictor Coef SE Coef T PConstant -1.2508 0.3881 -3.22 0.023suhu 0.024334 0.006942 3.51 0.017pH 0.09604 0.03046 3.15 0.025Salinitas 0.00125 0.01431 0.09 0.934

S = 0.0233687 R-Sq = 84.9% R-Sq(adj) = 75.8%

Page 141: ID PENELITI:200608720610609

137

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah :

1. Kandungan rata-rata logam berat timbal (Pb) dalam air 0,005314 mg/L dan

konsentrasi kadmium (Cd) 0,001725 mg/L. Kondisi ini menyatakan telah

melampaui baku mutu sesuai KepMen LH No. 51 Tahun 2004 Tentang Baku

Mutu Air Laut untuk Biota Laut. Kandungan rata-rata logam berat timbal (Pb)

dalam sedimen 5,410396 mg/kg dan melampaui baku mutu sedangkan

kandungan rata-rata logam berat kadmium (Cd) adalah 0,891676 mg/kg

masih memenuhi baku mutu sesuai standar CCME 2002.

2. Kandungan rata-rata logam berat timbal (Pb) pada akar 1,748911 mg/Kg,

batang 2,996012 mg/kg dan daun 0,812896 mg/Kg. Kandungan rata-rata

logam berat kadmium (Cd) adalah pada akar 0,219536 mg/Kg, batang

0,422824 mg/Kg dan daun 0,13471 mg/Kg

3. Hubungan faktor fisik-kimia dengan logam berat Pb pada akar adalah tinggi

dengan nilai R- Adjusted R-Square sebesar 73,1% dan Cd menunjukkan nilai

R- Adjusted R-Square sebesar 83,8 %. Hubungan faktor fisik-kimia dengan

logam berat Pb pada batang menunjukkan korelasi yang tinggi dengan nilai

R- Adjusted R-Square sebesar 83,9 % dan Cd dengan nilai R- Adjusted R-

Square sebesar 83,0 %. Hubungan faktor fisik-kimia dengan logam berat Pb

pada daun menunjukkan korelasi yang tinggi dengan nilai R- Adjusted R-

Page 142: ID PENELITI:200608720610609

138

Square sebesar 84,5 % dan Cd dengan nilai R- Adjusted R-Square sebesar

84,9 %

B. Saran

1. Kandungan logam berat dalam air, sedimen dan organ tanaman akuatik seperti

mangrove sangat berbahaya dan dapat menurunkan kualitas perairan dan

mempengaruhi ekosistem perairan karena sifatnya yang mudah terakumulasi

dalam organisme akuatik dan sangat toksik, serta bersifat karsinogenik,

teratogenik dan mutagenik sehingga disarankan untuk mencegah dan

menghilangkan sumber pencemar dari lingkungan perairan yang

terkontaminasi/tercemar logam berat khususnya timbal (Pb) dan kadmium

(Cd)..

2. Perlu dilakukan sosialisasi untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat

dan stakeholder pengambil kebijakan untuk memperhatikan jaminan

kesehatan ekosistem perairan dalam rangka perluasan pelabuhan, kegiatan

antropogenik di sekitar perairan untuk memperhatikan dan menjaga

kebersihan lingkungan pelabuhan.

3. Perlu dilakukan penelitian lain untuk menilai akumulasi logam berat dalam

air, sedimen maupun biota di Perairan Tulehu dengan menggunakan objek

yang lain misalnya biota air seperti ikan dengan menggunakan rentang waktu

misalnya antara musim hujan dan musim kemarau.

Page 143: ID PENELITI:200608720610609

139

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, T. 2010. Kontaminasi Logam Berat Pada Makanan dan Dampaknya BagiKesehatan. Teknubuga 2(2) : 53-65

Aksornkoae, S. 1993. Ecology and Management of Mangroves. IUCN. Bangkok :IUCN

Alim, D.H. 2014. Konsentrasi Logam Berat Timbal (Pb) pada Air, Sedimen, danRumput Laut Sargassum polycystum di Perairan Pulau Pari, KepulauanSeribu. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan danIlmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor

Allen, H.E; Garrison, A.W and Luther III G.W. 1998 Industrial discharges ofMetals to Waters, Metals in Surface Waters. Sleeping Bear Press Inc. AnnArbor Press. Michigan USA 262p

AMAP 1998. Assessment report: Arctic pollution issues. Arctic Monitoring andAssessment Programme, Oslo.

Anwar,D. 1996. Kandungan Logam Berat Cu dan Hg dalam Eritrosit WargaKenjeran, Fakultas Pasc Sarjana, Universitas Airlangga

Arsad, M, Said,I, Suherman. 2012. Akumulasi Logam Timbal (Pb) dalam IkanBelanak (Liza melinoptera) yang Hidup di Muara Poboya. Jurnal AkademikaKimia Volume 1, No. 4, 2012: 187-192 November 2012 ISSN 2302-6030.Pendidikan Kimia/FKIP - University of Tadulako, Palu - Indonesia 94118

Arisandi, P. 2008. Bioakumulasi Logam Berat dalam Pohon Bakau ( ) dan PohonApi-Api ( ). http://tech.group. yahoo.com/ burung pemangsa_Indonesia.Diakses tanggal 25Agustus 2019,jam10.30WIT

Arisandy K.R. 2012. Akumulasi Logam Berat Timbal (Pb) dan Gambaran Histologipada Jaringan Avicennia marina (forsk) Vierh di Perairan Pantai JawaTimur. Universitas Brawijaya. Malang

Atifa,N. 2004. Kenakeragaman dan Struktur Komunitas Mangrovedi Pantai DesaTulehu Desa Tulehu Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah. Tesis.Universitas Airlangga Surabaya

Balachandran, K. K., Lalu Raj, C. M., Nair, M., Joseph,T., Sheeba, P. & Venugopal,P. (2005). Heavy metal accumulation in a flow restricted, tropical estuary.Estuarine, Coastal and Shelf Science, 65, 361–370.

Page 144: ID PENELITI:200608720610609

140

Barus, B.H. 2017. Analisis Kandungan Logam Berat Kadmium (Cd) dan Merkuri(Hg) pada Air dan Sedimen di Perairan Muara Sungai Banyuasin. MaspariJournal. Januari 2017, 9(1):69-76

Bengen, D.G. 2001. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan EkosistemMangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan . Institut PertanianBogor. Bogor, Indonesia.

Bengen, D.G. 2002. Pengenalan dan pengelolaan ekosistem mangrove. PusatKajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB. 58 hal.

Bengen, D.G. 2004. Sinopsis ekosistem dan sumberdaya alam pesisir. Pusat KajianSumberdaya Pesisir dan Lautan, Instititut Pertanian Bogor.

Bengen, D.G. 2008, Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut SertaPrinsip Pengelolaannya. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan LautanInstitut Pertanian Bogor

Brass, G. M., & Strauss, W. (1981). Air Pollution Control Part IV. New York: JohnWilley&sons Inc.

Briggs, G.G., Bromilow, R.H., Evans, A.A. 1982. Relationships betweenlipophilicity and root uptake and translocation of non-ionized chemicals bybarley. Pestic. Sci. 13: 405-504.

Bryan, G. W. 1976.Some aspects heavy metal tolerance in aquatic organism.In: A.P. M. LOCKWOOD (ed.) Effects of polltitants on aquatic organism.Combridge.

Bryan GW. 1976. Heavy metal contamination in the sea. In: Johnston R (Editor).Marine pollution. Academic Press. London. p. 185-302.

Chaney RL., Bromilow, RH., Evans, A.A, 1982. Soil-Root Interface:Food ChainContamination and Ecosystem Health. Madison WI: Soil Sci Soc Am 3:9-11

Clark, R.B.2003.Marine Pollution. Oxford University Press. New York

Collen, John D.; Jane E. Atkinson; and John E. Patterson. 2011. Trace MetalPartitioning in a Nearshore Tropical Environment: Geochemistry ofCarbonate Reef Flats Adjacent to Suva Harbor, Fiji Islands. Pacific Science65 (1) :95–107

Connell, D.W., G. J. Miller, 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran(terjemahan Yanti Koestoer), Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press),Jakarta,

Page 145: ID PENELITI:200608720610609

141

Connell W, Miller G .2006. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. (diterjemahkanoleh Yanti Koestoer dan Sahati). UI Press, Jakarta. p. 366–369.

Cooper, J. A. G., A. E. L, Ramm. and T. D, Harrison. 1995. The Estuarine HealthIndex: A new approach to scientific information transfer. Ocean and CoastalManagement. 25:103-141.

Croteau, M., S.N. Luoma, and R.A. Stewart. 2005. Metal Tropic Transfer on FreshWater Food-web: Biomagnification of Cadmium. Journal of LimnologyOceanography.50 (5): 1511-1519

Csuros,M and Csuros,C.2002. sample Collection for metal Analysis,Environemental Sampling And Anlysis for Metals. Lewis Publisher. A CRCPress Company. Boca Raton. 371p

Darmono. 1995. Logam dalam sistem biologi makhluk hidup. Jakarta: UI Press.

Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran Hubungannya denganToksikologi Senyawa Logam. Jakarta: UI Press

Davies, C.A, Tomlinson, Stephenson. 1991. Heavy metals in River Tees Estuarysediments. Environmental Technology, (12):961-972.

Ditjen RLPS. 2005. Pedoman Inventarisasi dan Identifikasi Mangrove.Departemen Kehutanan Republik Indonesia.

Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran : Hubungannya denganToksikologi Senyawa Logam. Penerbit UI. Jakarta

Dunstan, R.H. 2006. Effect Of The Pollutans Lead, Zinc, Hexadecane AndOctocosane On Total Growth And Shell Growth In The Akoya Pearl Oyster.Pinctada Imbricate. Journal of Shellfish Research

Effendi, Hefni. 1995. Abnormal shape and size of scenedesmus armatusl asindicator of cooper and cadmium pollution. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan danPerikanan Indonesia. Vol.. III (2): 51-70.

Effendi H. 2003. Telaahan Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumberdaya danLingkungan Perairan. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius.

Etim, E. E. (2012). Phytoremediation and Its Mechanisms: A Review. InternationalJournal of Environment and Bioenergy, 2012, 2(3): 120-136. ISSN: 2165-8951

Fajri, N. E. (2001). Analisis kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb dalam air laut,sedimen dan tiram (Carassostrea cucullata) di perairan pesisir Kecamatan

Page 146: ID PENELITI:200608720610609

142

Peder, Kab. Karawang. Jawa Barat. Tesis. Fakultas Pascasarjana IPB.Bogor.

Fardiaz, S. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta: Kanisius, 1992.

Fergusson, J.E. 1990. The Heavy Elements: Chemistry, Environmental Impact andHealth Effects. New Zealand. Pergamon Press

Gautier, D; J Amador and F Newmark. 2001. The use of mangrove wetland as abiofilter to treat shrimp pond effluents: preliminary results of an experimenton the Caribbean coast of Colombia. Aquaculture Research 32 (10): 787–799http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1046/j.1365-2109.2001.00614.x/pdf

Giesen W, Wulffraat S, Zieren M, Scholten L. 2006. Mangrove Guidebook forSoutheast Asia. RAP Publication 2006/07 Food andAgriculture Organizationof the United Nations Regional Office forAsia and the Pacific, Bangkok.

Hadikusumah. 2008. Karakteristik Parameter Fisika dan Kandungan Klorofil-a diLaut Jawa. Jurnal Ilmu Kelautan. 13 (2): 103-112.

Harahap S. 2001. Tingkat pencemaran air kali cakung ditinjau dari sifat fisikakimiakhususnya logam berat dan keanekaragaman jenis hewan benthos makro[tesis]. Bogor (ID): Bidang Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya

Harahap, Nuddin. 2010. Penilaian Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove danAplikasi dalam Perencanaan Pesisir. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Hardiani H. 2009. Potensi Tanaman Dalam Mengakumulasi Logam Cu PadaMedia Tanah Terkontaminasi Limbah Padat Industri Kertas. Berita Selulosa44(1) : 27-40.

Heriyanto, N. M.. 2011. Kandungan logam berat padatumbuhan, tanah, air, ikandan udang di hutan Mangrove. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.8 No. ,2011, 4 Oktober 197 - 205

Heyne, K.,1987,Tumbuhan Berguna Indonesia, Volume II, Yayasan Sarana WanaJaya : Diedarkan oleh Koperasi Karyawan, Badan Litbang Kehutanan, Jakarta

Hidayat, E.B. 1995. Anatomi Tumbuhan. Berbiji.ITB.Bandung.

Hogarth, P.J., 2001. The Biology of Mangroves (Biology of Habitats). OxfordUnivesity Press. Oxford.

Hutabarat, S. dan S.M., Evans. 1986. Pengantar Oseanografi, UI-Press, Jakarta

Page 147: ID PENELITI:200608720610609

143

Hutagalung, H.P. 1991. Pencemaran Laut Oleh Logam Berat. DalamStatus.Pencemaran Laut di Indonesia dan Teknik Pemantauannya.P30LIPI.Jakarta. Hal 45-59.

............................. 1997. Pencemaran Laut oleh Logam Berat. MakalahDisampaikan pada Kursus Pemantauan Pencemaran dan Metode AnalisisAir Laut. P3O-LIPI Jakarta. 22-23 Juli 1997.

Hutchings P, Saenger P. 1987. Ecology of Mangroves. University ofQueenslandPress, London.

Irwanto. 2006. Keanekaragaman Fauna Pada Habitat Mangrove.www.irwantoshut.com. Diakses tanggal 10 Agustus 2019.

IADC/CEDA Staff. 1997. Environmental Aspects of Dredging: 2a. Convention,Codes, and Conditions: Marine Disposal. Netherlands: InternationalAssociation of Dredging Companies.

Kalangi, P.N.I., K.W.A Masengi, M. Iwata, F.P.T Pangalila dan I.F Mandagi. 2012.Profil Salinitas dan Suhu di Teluk Manado pada Hari-hari Hujan dan TidakHujan. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis VIII (3): 90-93

Kamaruzzaman, B.Y. , Mohd-Lokman H. , Sulong I., and Razanudin I. 2001.Sedimentation Rates on the Mangrove Forests of Pulau Che Wan Dagang,Kemaman Terengganu . The Malaysian Forester 64 (1) : 6 – 13

Kamaruzzaman, B.Y, Ong MC, Jalal KCA, Shahbudin S & Nor OM. 2008.Accumulation of Lead and Copper in Rhizophora apiculata from SetiuMangrove Forest, Trengganu Malaysia. Journal of Environmental Biology:821-824

Kariada, N, A Irsadi. 2014. Role of Mangrove as Water Pollution Biofilter inMilkfish Pond, Tapak, Semarang. J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN, Vol.21, No.2, Juli 2014: 188-194

Kartikasari, V; S.D Tandjung dan Sunarto. 2002. Akumulasi Logam Berat Cr danPb Pada Tumbuhan Mangrove Avicennia marina Di Muara Sungai BabonPerbatasan Kota Semarang dan Kabupaten Demak Jawa Tengah. JurnalManusia dan Lingkungan, Vol. IX No. 3. Hal. 137-147.

Katipana, D. 2015. Uji Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) pada Kangkung Air(Ipomea aqutica f) di Kampus Unpatti Poka. Biopendix, Volume 1, Nomor 2,Maret 2015, hlm. 143-149

Page 148: ID PENELITI:200608720610609

144

Kelly, M. G. & B. A. Whitton. 1989. Interspesific differences in Zd, Zn, and Pbaccumulation by fresh water algae and bryophyta. Hydrobiologia.(175): 1–11.

Kennish, M.J. 1996. Practical handbook of estuarine and marine pollution. Florida.CRC Press.

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.51/Men KLH/I/2004 Tentang BakuMutu Air Laut.

Khiatuddin, Maulida. 2003. Melestarikan Sumber Daya Air dengan TeknologiRawa Buatan. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.

Kunarso, D.H dan Ruyitno.1991. Status Pencemaran laut di Indonesia dan TeknikPemantauannya. LON-LIPI. Jakarta

Kumar N.J.I; P.R. Sajish; Rita N Kumar; Basil George and Shailendra Viyol. 2011.Bioaccumulation of Lead, Zinc and Cadmium in Avicennia marina MangroveEcosystem near Narmada Estuary in Vamleshwar, West Coast of Gujarat,India. J. Int. Environmental Application & Science, 6 (1): 008-013

Knox, A.S., Seaman, J., Andriano, D.C., & Pierzynski, G. (2000).Chemostabilization of metals in contaminated soils. New York: MarcekDekker Inc.

Kr´bek, Bohdan; Martin Mihaljevic;Ondra Sracek ;Ilja Kne´sl ; Vojteˇch Ettler andImasiku Nyambe.2011. The Extent of Arsenic and of Metal Uptake byAboveground Tissues of Pteris vittata and Cyperus involucratus Growing inCopper- and Cobalt-Rich Tailings of the Zambian Copperbelt. Arch EnvironContam Toxicol 61:228–242

Kusmana,C. 1997. Ekologi dan Suberdaya Ekosistem Mangrove. PKSPL IPB danDirektorat Jendral Pembanguan Daerah. Fakultas Perikanan dan Kelautan.IPB. Bogor

Lase, V.A, Yunasfi, Desrita. 2016. Accumulation of Heavy Metals Cadmium (Cd)and Plumbum (Pb) on Mangrove Avicennia marina in Nelayan Village,District of Medan Belawan, North Sumatera. Program studi ManajemenSumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara

Laws EA. 1993. Aquatic pollution: an introductory text. 2nd edition. John Wileyand Sons. Inc. United States of America. viii + 611 p.

Libes S. M. 1992. An Introduction To Marine Biogeochemistry. John Willey &Sons, Inc.

Page 149: ID PENELITI:200608720610609

145

Lin YF and Aarts MG.2012. The Molecular Mechanism of Zincand Cadmium StressResponsein Plants. Cell Mol Life Sci.vol 69(19):3187-206

Lu,F. 1995. Toksikologi Dasar. Universitas Indonesia Press. Jakarta

Manahan, S.E. 2001. Water pollution dalam Buku Fundamentals of EnvironmentalChemistry 2th ed. CRC Press Lewis Pub. Boca Raton Florida 1003p

Marganof, 2003. Potensi Limbah Udang sebagai Penyerap Logam Berat (Timbal,Kadmium dan Tembaga) di Perairan. Makalah Pribadi Pengantar keFalsafah Sains (PP702) Program Pasca Sarjana Institut Teknologi Bandung.

Maslukah,L. 2006. Konsentrasi Logam Berat Pb, Cd, Cu, Zn dan Pola Sebarannyadi Muara Banjir Kanal Barat, Semarang. Tesis. IPB.Bogor

MacFarlane, G.R; Claudia E. Koller and Simon P. Blomberg. 2007. Accumulationand partitioning of heavy metals in mangroves: A synthesis of field-basedstudies. Chemosphere 69 : 1454–1464

Megawati, C., Yusuf, M., dan Maslukah, L. 2014. Sebaran kualitas perairanditinjau dari zat hara, oksigen terlarut danpH di perairan selatan BaliBagian Selatan. Jurnal Oseanografi, 3(2), 142-150.

MENLH. (2004). Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun2004 tentang Baku Mutu Air Laut.

Muchyiddin, Tarzan Purnomo. “Analisis Kandungan Timbal (Pb) pada IkanBandeng (Chanos chanos Forsk.) di Tambak Kecamatan Gresik”. NeptunusNo. 1 (Juli 2007): 68-77.

Mulyadi, Edi; R. Laksmono; D. Aprianti. 2009. Fungsi Mangrove SebagaiPengendali Pencemar Logam Berat. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan; 1(Edisi Khusus) 33-39.

Mulyawan. (2005). Korelasi kandungan logam berat Hg, Pb, Cd dan Cr pada airlaut, sedimen dan kerang hijau (Perna viridis) di perairan Kamal Muara,Teluk Jakarta. Tesis. Pasca Sarjana IPB. Bogor.

Murtini,J.T.,Yennie,Y.,dan Ariyani,F.2003c.Penelitian pencemaran logam berat diSelat Madura dan Selat Bali. Prosiding Seminar Nasional PerikananIndonesia 2003. Sekolah Tinggi Perikanan. Jakarta.1 p. 83–93.

Murtini JT, Yusma Y & Rosmawaty P. 2003. Kandungan logam berat pada kerangdarah (Anadara granosa), air laut dan sedimen di Perairan Tanjung Balaidan Bagan Siapi-Api. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 9 (5): 77-80.

Page 150: ID PENELITI:200608720610609

146

Neff JM. 2002. Bioaccumulation in Marine Organisms. Effect of Contaminantsfrom Oil Well Produced Water. London: Elsevier

Noakes, D.S.P. 1951. Notes on the silviculture of the mangrove forest of Matang,Perak. Malaysian Forester 14: 183-196.

Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Djambatan, Jakarta.

Nonji,A. 2005. Laut Nusantara. Jakarta: Penerbit Djambatan.

NOOR, Y. R., M. KHAZALI dan I. N. N. SIJRYADIPURA 1999. Panduanpengenalan mangrove di Indonesia. PKA/WI-IP, Bogor: 220 hall.

Noor, Y. R., 2006. Paduan Pengenalan Mnagrove di Indonesia. WetlendsInternational–Indonesia Programer. Bogor.

Noor, Y.R., M. Khazali, dan I.N.N. Suryadiputra, 2012. Panduan PengenalanMangrove Indonesia. Bogor, Perlindungan hutan konservasi alam WI-IP.

Nordic. 2003. Cadmium Review. Denmark: Prepared by COWI A/S on behalf of theNordic Council of Ministers

Nowrouzi M, Pourkhabbaz A,and Rezaei M.2012. Bioaccumulation andDistributionof Metals in Sediments and AvicennaMarina Tissues in TheHara Biosphere Reserve, Iran. Bull Environ ContamToxicol.vol 89(4):799-804

Nybaken, James W. 1992. Biologi laut. Gramedia.Jakarta.

Oktavianus dan IRS Salami. 2005. Uptake dan Depurasi Logam Timbal (Pb) PadaIkan Nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Kimia Lingkungan, Vol.6, No.2.hal. 75 81.

Palar, H. 2004. Pencemaran dan toksikologi logam berat. Rineka Cipta. Jakarta.

Palar, H. 2005. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta, Jakarta.

Palar, H. 2008. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta, Jakarta.

Paeravresh HZ, Abedi P, Farchi M, Karami N, Khorasani & Karbassi. 2010. Bioavalability and Concentartion of Heavy Metal in Sediments and Leaves ofGrey Mangrove, Avicennia marina (Forsk) Vierh. In Sirik Azini Creek, Iran,Biol Trace Elem Res DOI 10.1007/s12011-010-8891-y

Patang, 2018. Dampak Logam Berat Kadmium dan Timbal di Perairan. UNMMakassar

Page 151: ID PENELITI:200608720610609

147

Patty, I Simon. 2013. distribusi suhu, salinitas dan oksigen terlarut di perairankema, sulawesi utara. Jurnal Ilmiah Platax. Vol. 1:(3), Mei 2013. ISSN:2302-3589.

Peraturan Pemerintah.2001. Pengelolaan Kualitas Aer dan PengendalianPencemaran Air No 82. Jakarta Hal 1-3

Philon-Smith, E. 2005. Phytoremediation Annu Rev.Plant Biol. 56: 15-39. Diakses19 Agustus 2019.

Poernomo, A. 1979. Budidaya Udang di Tambak: Dalam Udang Biologi, potensi,budidaya, produksi dan Udang sebagai Bahan Makanan di Indonesia,Proyek Penelitian Potensi Sumberdaya Ekonomi. LON LIPI. Jakarta. Hal77-174.

Prahastianto, Fajar. 2011. Karakteristik Ekosistem Perairan Payau; dalamhttp://fajarprahasti anto.blogspot.com /2011/09/karakteristik-ekosistem-perairan-payau.html, diakses tanggal 13 Agustus 2019

Pramudji. 2013. Ekosistem Hutan Mangrove dan Peranannya sebagai HabitatBerbagai Fauna Aquatik.. Oseana, Volume XXVI, Nomor 4, 2001:13 - 23ISSN 0216-1877

Priyono, Aris, dkk.,2010. Beragam Produk Olahan Berbahan Dasar Mangrove.Kesemat. Semarang. Jawa Tengah. Indonesia

Priyanto, B. dan J. Pryitno. 2008. Fitoremediasi Sebagai Sebuah Teknologi.Pemulihan Pencemaran, Khususnya Logam Berat.http://ltl.bppt.tripod.com/sublab/1flora 1.h tm. 10 Februari 2010.

Purwiyanto, A.I.S., 2013. Daya Serap Akar dan Daun Mangrove Terhadap LogamTembaga (Cu) di Tanjung Api-Api, Sumatera Selatan, Maspari Journal,5(1):1-5.

Puspasari R., R. Kaswadji, & H. Sanusi. 2000. The capability of phytoplankton inreducing heavy metal pb, concentration in sea water. Proceedings of TheJSPS DGHE International Symposium on Fisheries Science in tropicalArea. Bogor

Rahman,M. 2016. Produktivitas Primer Perairan Pantai Kawasan HutanMangrove Desa Pagatan Besar Kecamatan Takisung Kabupaten Tanah LautProvinsi Kalimantan Selatan. Fish Scientiae, Volume 6 Nomor 11, Juni 2016,hal 11-12

Rand, G.M. and S.R. Petrocelli., 1985. Fundamentals of Aquatic Toxicology.Hemisphere Publishing Corporation, New York. 665p.

Page 152: ID PENELITI:200608720610609

148

Razak H. 1980. Pengaruh logam berat terhadap lingkungan. Pewarta Oseana : 2.Jakarta : LON- LIPI.

Riani, E. 2012. Perubahan Iklim dan Kehidupan Biota Akuatik (Dampak padaBioakumulasi dan Beracun & Reproduksi). IPB Press.Bogor.

Rohmawati, 2007. Daya Akumulasi Tumbuhan Avicennia marina Terhadap LogamBerat (Cu, Cd, Hg) di Pantai Kenjeran Surabaya. Jurusan Biologi FakultasSains Dan Biologi. Universitas Islam Negeri Malang. 53 hal.

Rompas, R.M. 1998. Kimia Lingkungan. Tarsito, Bandung.

Romimohtarto, K dan S. Juwana, 1999. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan TentangBiota Laut. Puslitbang Osenologi-LIPI, Jakarta : 527 hal

Rosdiana, Muhiddin, Nur F. 2009. KandunganLogam Berat Kadmium padaTanamanSawi Hijau (Brassica juncea) yang Dipasarkan di Pasar TerongKota Makassar. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UINAlauddin Makassar. Makassar.

Rukminasari, N, Nadiarti & Khaerul Awaluddin. 2014. The Effect of Acidic Levelof Media on Calcium Concentration and Growth of Halimeda sp. Torani(Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan) Vol.24 (1) April 2014: 28-34 ISSN:0853-4489

Rumahlatu,D. 2011. Konsentrasi Logam Berat Kadmium Pada Air, Sedimen danDeadema setosum (Echinodermata, Echinoidea) di Perairan Pulau Ambon.Jurnal Ilmu Kelautan juni 2011. vol. 16 (2) 78-85. ISSN 0853-7291

Russell J,andCohn R.2012.Plant Physiology.Norderstedt: VSD Publishing.

Saeni MS. 1989a. Kimia Lingkungan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,Ditjen Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. IPB Bogor.

Salam, A.2010. Analisis Kualitas Air Situ Bungur Ciputat Berdasarkan IndeksKeanekaragaman Fitoplankton. Universitas Negeri Syarif Hidayatullah.Jakarta. 81 Hal

Santoso N, Kusmana C, Sudarmana D, Sukmadi R. 2007. EkologiTumbuhanPidada (Sonneratia caseolaris (L) Engler 1897 padaKawasan Muara AngkePropinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.IPB,Bogor.

Sanusi HS 2006. Kimia Laut. Proses Fisika Kimia Laut dan Interaksinya denganLingkungan. Bogor: Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan danIlmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Sanusi HS, Kaswadji RF, Nurjaya IW, Rafni R. “Kajian Kapasitas BebanPencemaran Organik dan Anorganik di Perairan Teluk Jobokuto

Page 153: ID PENELITI:200608720610609

149

Kabupaten Jepara Jawa Tengah”. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan PerikananIndonesia Jilid 12 No.1 (2005): pp 9-16.

Sarjono. 2009. Analisis Kandungan Logam Berat Cd, Pb dan Hg pada Air danSedimen di Perairan Kamal Muara, Jakarta Utara. Fakultas Perikanan danIlmu Kelautan ITB Bogor

Saru, A., dan Amri, K., 2000, Analisis Kandungan Logam Berat Kadmium (Cd)dalam Sedimen di Perairan Pantai Losari, Torani, 10 (2), 69.

Setiawan, H. 2013. Akumulasi dan Distribusi Logam Berat pada VegetasiMangrove di Perairan Pesisir Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmu Kehutanan.Vol VII No.1 – Januari-Maret 2013

Setyawan, A. Susilowati, A, Sutarno. 2002. Biodiversitas Genetik, Spesies danEkosistem Mangrove di Jawa. Petunjuk Praktikum Biodiversitas; StudiKasus Mangrove. Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta.

Simanjuntak, M. 2009. Hubungan Fakt or Lingkungan Kimia, Fisika terhadapDistribusi Plankton di Perairan Belitung Timur, Bangka Belitung.JurnalPerikanan (Journal of Fisheries Sciences), XI (1): 41-59.

Sinha S. 1999. Accumulation of Cu, Cd, Cr, Mn and Pb from artificiallycontaminated soil by Bacopa Monnieri. J. Environmental Monitoring andAssessment 57 (3): 253-264

Sitorus, H., (2004), Analisis Beberapa Karakteristik Lingkungan Perairan YangMempengaruhi Akumulasi Logam Berat Timbal Dalam Tubuh KerangDarah Di Perairan Pesisir Timur Sumatera Utara, Jurnal Ilmu-ilmuPerairan dan Perikanan Indonesia, Juni 2004, Jilid 11, Nomor 1: 5360

Smith, T.J. III (1987b) Effects of seed predators and light level on the distributionof Avicennia marina (Forsk.) Vierh. in tropical, tidal forests. Estuarine,Coastal and Shelf Science, 25 : 43–51.

Soerianegara. 1993. Sumberdaya Hutan Mangrove di Indonesia. FakultasKehutanan. IPB. Bogor

Soeroyo. 1993. Pertumbuhan Mangrove dan Permasalahannya. Buletin IlmiahINSTIPER. Yogyakarta. 4(2):206-219

Sorensen, E.M. 1991. Metal Poisoning in Fish Enviromental and Life. SciencesAssosiates. Austin, Texas. Boston

Spalding, M.D., F. Blasco & C.D. Field editor. 1997. World Mangrove Atlas.International Society for Mangrove Ecosystems, Okinawa, Japan.

Page 154: ID PENELITI:200608720610609

150

Sudarsono Y, Yoga GP, Suryono T. 2005. Kontaminasi logam berat di sedimen:studi kasus pada Waduk Saguling, Jawa Barat. Manusia dan Lingkungan.12(1):28-42.

Sugiyono, 2013..Bioakumulasi Logam Hg dan Pb di Perairan Teluk Lampung,Propinsi Lampung, Jurnal Sains MIPA, 13 (1), 44 – 48.

Suhaeni, Muhiddin, and Nur F. 2009. Bioakumulasi Logam Berat Kadmium(Cd)pada Tanaman Kangkung Darat (Ipomoea reptans) di Dusun BorongKaramasa Desa Toddotoa Kecamatan Pallangga Kab Gowa.Makassar:Jurusan Biologi Fakultas Sainsdan Teknologi UIN AlauddinMakassar.

Suharto. 2005. Dampak Pencemaran Logam Timbal (Pb) terhadap KesehatanMasyarakat. Majalah Kesehatan Indonesia No 165. Universitas AirlanggaSurabaya.

Sunarya, W.L.R. kusmadji, A. Djalil, E. Nardin, W. Whardana dan I. M. Idil. 1991.Tumbuhan Sebagai Bioindikator Prncemaran udara Oleh Timbal ProsiDari Seminar Hasil Penelitian Perguruan Tinggi. Direktorat PembinaanPenelitian Dan

Pengabdian Pada Masyarakat. Depdikbud Jakarta.

Supriharyono. 2007. Konservasi ekosistem sumberdaya hayati di wilayah pesisirdan laut tropis. Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Supriyantini, E., S. Sedjati, Z. Nurfadhli. 2016. Akumulasi logam berat Zn (seng)pada lamun Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii di Perairan PantaiKartini Jepara. Buletin Oseanografi Marina, 5(1): 14–20.

Supriyaningrum E. 2006. Fluktuasi Logam Berat Timbal dan Kadmium dalam Airdan Sedimen di Perairan Teluk Jakarta (Tanjung Priuk, Marina, dan SundaKelapa). IPB. Bogor

Supriyono, A, Ety susilowati, and Suci Dwi Suryani 2008. Analisa kadar logamtimbal dan seng di pantai slamaran pekalongan secara spektrofotometerSerapan Atom. Media Farmasi Indonesia Vol 3 No 1.

Syahminan. 1996. Studi Distribusi Pencemaran Logam Berat di Perairan EstuariSungai Siak, Riau. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, InstitutPertanian Bogor.

Taiz L. 2010. Plant Physiology. 5th edition.Sunderland:Sinauer Associates, Inc.

Page 155: ID PENELITI:200608720610609

151

Tam NFY and Wong, YS. 1996. Retention and distribution of heavy metals inmangrove soils receiving wastewater. Journal Environmental Pollution 94:283-291

Tam, N.F.Y and Y.S. Wong. 2000. Spatial variation of heavy metals in surfacesediments of Hong Kong mangrove swamps. Environmental Pollution 110 :195-205

Tang, M, Nur, A.I, Ramli, M. 2016. Studi kondisi ekosistem mangrove dan produksidetritus di pesisir Kelurahan Lalowaru Kecamatan Moramo UtaraKabupaten Konawe Selatan. Jurnal Manajemen Sumber Daya Perairan,1(4): 439-450

Taryana, A.T. 1995. Akumulasi Logam Berat (Cu, Mn, Zn) pada Jenis Griff. DiHutan Tanaman mangrove Cilacap BKPH Rawa Timur, KPH BanyumasBarat Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Jurusan Manajemen

Tatang. 2018. Dampak Logam Berat Kadmium dan Timbal Pada Perairan.Universitas Negeri Makassar

Thampanya, U., Vermaat, J.E., Sinsakul, S. & Panapitukul, N. 2006. Coastalerosion and mangrove progradation of southern Thailand. Estuarine,Coastal and Shelf Science. 66: 75-85.

Tjitrosoepomo, 1989. Morfologi Tumbuhan. Universitas Gadjah Mada Press.Yogyakarta

Ulqodry, T. Z. 2001. Kandungan Logam Berat dalam Jaringan MangroveSonneratia Alba dan Avicennia Marina di Pulau Ajkwa dan Pulau Kamora,Kabupaten Timika, Papua. Program Studi Ilmu Kelautan UniversitasDiponegoro.Semarang.

Vernberg WB, Vernberg FJ. 1972. Environmental physiology of marine animalsspringer Verlag New York 346 p

Waldichuk M. 1974. Some Biological Concern in Heavy Metals Pollution.Pollution and Physiology of Marine Organism. Editor KJ Vernberg dan WBVernberg. New York: Academic Press.

Wardhana, W.A. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit ANDI.Yogyakarta.

WENZEL, W.W.; REINHARD, U.; SOMMER, P.; SACCO, P. Chelate-assistedphytoextraction using canola (Brassica napus L.) in outdoors pot andlysimeter experiments. Plant Soil, v.249, p.83-96, 2003.

Page 156: ID PENELITI:200608720610609

152

Weiner, E.R. 2008. Applications of Environmental Aquatic Chemistry A PraticalGuide, Second Editions. CRC Press Taylor and Franciz Group

WHO. 1992a. Cadmium. Environmental Health Criteria 134. World HealthOrganisation, International Programme on Chemical Safety (IPCS), Geneva,Switzerland.

……… 1992b. Cadmium environmental aspects. Environmental Health Criteria135. World Health Organisation, International Programme on ChemicalSafety (IPCS), Geneva, Switzerland.

Wilson, J. G. 1988. The biology of estuarine management croom helm. Saunderscollege publishing, London. 204 p.

Winarno, K. dan A.D. Setyawan. 2003. REVIEW: Penyudetan Sungai Citanduy,buah simalakama konservasi ekosistem mangrove Segara Anakan.Biodiversitas 4 (1): 63-72.

Yudha P.G, Noli, A.Z, dan Idris M, 2013.. “Pertumbuhan Daun Angsana(Pterocarpus indicus Willd) dan Akumulasi Logam Timbal (Pb)”. JurnalBiologi Universitas Andalas 02 No. 02 (Juni 2013): h.83.

Zamroni, Y., dan Rohyani, I.S., 2008. Produksi Serasah Hutan Mangrove diPerairan Pantai Teluk Sepi, Lombok Barat. Biodiversitas, 9(4):284-287.

Zhu, Y.L., E.A.H. Pilon-Smits, L. Jouanin dan N. Terry. 1999. Overexpression ofglutathione synthetase in Indian mustard enhances cadmium accumulationand tolerance. Plant Physiol. 119:73-79.

Page 157: ID PENELITI:200608720610609

153

BIODATA PENULIS

Nur Alim Natsir, lahir di Kalumpang Desa Tritiro KecamatanBontotiro Kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan padaTanggal 6 Agustus 1972 anak kedua dari tiga bersaudarapasangan Alm H. Muh.Natsir, BA dan Hj Siti DjanawangMalleleang. Penulis memulai jenjang pendidikan SekolahDasar dan lulus Tahun 1986 di SD Negeri 134 Kalumpang,pada Tahun 1989 lulus di SMP Negeri 1 Bontotiro KabupatenBulukumba. Tahun 1992 lulus di SPP Negeri Rappang.

Selanjutnya penulis melanjutkan studi di Fakultas Peternakan Jurusan Nutrisi danMakanan Ternak Universitas Islam Malang dan menyelesaikan Sarjana Tahun1996. Selama menempuh pendidikan S1 penulis tercatat sebagai penerima beasiswaPPA dan Supersemar. Dengan beasiswa URGE penulis melanjutkan S2 padaProgram Pascasarjana MIPA Biologi Universitas Airlangga Surabaya dan lulusTahun 2000. Selama menempuh pendidikan penulis aktif di Ikatan MahasiswaMIPA Biologi Pascasarjana UNAIR Surabaya. Tahun 2015 penulis melanjutkanstudi pada Program Pascasarjana S3 Ilmu Kelautan Dengan Minat Biologi LautUniversitas Pattimura Ambon dan sementara menyelesaikan tugas akhir disertasi.Saat ini penulis berprofesi sebagai dosen pada Program Studi Pendidikan BiologiFakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Insititut Agama Islam Negeri Ambon.Penulis telah menggeluti banyak penelitian dan karangan modul dan penuntunpraktikum. Karya terbaru dari penulis selama 3 tahun terakhir yang dituangkandalam bentuk tulisan antara lain adalah penelitian dengan judul Uji KandunganLogam Berat Pb dan Hg Pada Air, Sedimen dan Lamun (Enhalus acoroides) diPerairan Teluk Kayeli Kabupaten Buru Provinsi Maluku (Jurnal Biosel Science andEducation (BIOSEL) Volume 8 Nomor 1, Juni 2019. ISSN: 2541-1225 halaman 9-20; Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAINAmbon), Profil Logam Berat B-III dan Hubungannya Dengan Kadar Klorofil PadaEnhalus acoroides di Perairan Teluk Kayeli Kabupaten Buru Provinsi Maluku(Laporan Penelitian LP2M Tahun 2018), Penerapan Teknologi Pengolahan LimbahOrganik dalam Pengolahan Limbah Pasar Mardika (Laporan Penelitian LP2MTahun 2017). Modul terakhir adalah Fisiologi Manusia & Hewan. Penuntunterakhir adalah Struktur dan Perkembangan Hewan II, Biologi Umum dan BiologiLaut.

Page 158: ID PENELITI:200608720610609

154

Lampiran 1. Titik Lokasi Penelitian di Perairan Tulehu Maluku

TitikSampling

Lokasi

1 Perairan Tulehu 1 (Pemberhentian Kapal Yang Tidak Beroperasi)2 Perairan Tulehu 2 (Pelabuhan Tulehu)3 Perairan Tulehu 3 (Muara Sungai Sepanjang Perairan Tulehu)

Sebagai Kontrol

Page 159: ID PENELITI:200608720610609

155

Lampiran 2. Dokumentasi lokasi penelitian

Page 160: ID PENELITI:200608720610609

156

Lampiran 3. Kondisi kualitas air di perairan Teluk Kayeli Provinsi Malukusaat penelitian dilaksanakan

TITIK SAMPLING ULANGAN SUHU(0C)

pH Salinitas(‰ )

1(Pemberhentian Kapal

Yang Tidak Beroperasi)

1 30 7 302 30 7 303 30 7 30

2(Pelabuhan Tulehu)

1 27 7 302 28 7 303 27 7 30

3(Kontrol)/Muara Sungai

Sepanjang Perairan Tulehu

1 30 6 272 30 6 293 30 6 29

Rata-rata 29 b6,7 b29Baku Mutu a28-30℃ a7-8,5 c35‰

aKepMen LH No. 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut; bDi bawahdan di atas baku mutu

bPal et al (2015)cMc Lusky (1971) dalam Kordi (1996) dalam Ghufron dkk (2007)

Lampiran 4 Kandungan logam berat (Pb danCd), pada air dan sedimen diPerairan Tulehu Provinsi Maluku

TitikSampling Lokasi

Pb CdAir

(mg/L)Sedimen(mg/Kg)

Air(mg/L)

Sedimen(mg/Kg)

1 PemberhentianKapal Yang

TidakBeroperasi

0,008918 7,696547 0,002894 1,252015

2 PelabuhanTulehu

0,005082 4,886725 0,001624 0,821901

3 Kontrol/MuaraSungai

SepanjangPerairan Tulehu

0,001942 3,647915 0,000656 0,601111

Rata-rata 0,005314 5,410396 0,001725 0,891676Baku Mutu 0,008b 30,2c 0,001 30

a Telah melebihi baku mutu; bBaku mutu air laut: KepMen LH No. 51 Tahun 2004; cBakumutu sedimen: IADC/CEDA (1997)

Page 161: ID PENELITI:200608720610609

157

Lampiran 5. Kandungan logam berat (Pb dan Cd), pada akar, batang dandaun mangrove Perairan Tulehu Provinsi Maluku

TitikSampling

Lokasi Akar Batang DaunPb

(mg/Kg)Cd

(mg/Kg)Pb

(mg/Kg)Cd

(mg/Kg)Pb

(mg/Kg)Cd

(mg/Kg)1 Pemberhentian

Kapal YangTidak

Beroperasi

2,509627 0,313193 4,290346 0,59704 1,008679 0,192611

2 PelabuhanTulehu

1,568149 0,198181 2,688421 0,386274 0,956192 0,120596

3 Kontrol)/MuaraSungai

SepanjangPerairan Tulehu

1,168957 0,147234 2,00927 0,285158 0,473816 0,090922

Rata-rata b1,748911 0,219536 b2,996012 0,422824 b0,812896 0,13471aBaku mutu a0,3 a0,5 a0,3 a0,5 a0,3 a0,5

aSNI 7387:2009; bMelebihi baku mutu

Lampiran 6. Analisis One-way ANOVA Logam Berat (Pb dan Cd) di Air danSedimen

a. Pb Air

One-way ANOVA: Pb_air versus sampel

Source DF SS MS F Psampel 2 73,234 36,617 124,25 0,000Error 6 1,768 0,295Total 8 75,003

S = 0,5429 R-Sq = 97,64% R-Sq(adj) = 96,86%

Grouping Information Using Tukey Method

sampel N Mean GroupingS1 3 8,9177 AS2 3 5,0823 BS3 3 1,9418 C

Means that do not share a letter are significantly different.

Page 162: ID PENELITI:200608720610609

158

b. Pb Sedimen

c. Cd Air

One-way ANOVA: Pb_sedimen versus sampel

Source DF SS MS F Psampel 2 25821173 12910586 25,60 0,001Error 6 3026412 504402Total 8 28847585

S = 710,2 R-Sq = 89,51% R-Sq(adj) = 86,01%

Grouping Information Using Tukey Method

sampel N Mean GroupingS1 3 7696,5 AS2 3 4886,7 BS3 3 3647,9 B

Means that do not share a letter are significantly different.

One-way ANOVA: Cd_air versus sampel

Source DF SS MS F Psampel 2 9,054 4,527 32,52 0,001Error 6 0,835 0,139Total 8 9,889

S = 0,3731 R-Sq = 91,55% R-Sq(adj) = 88,74%

Grouping Information Using Tukey Method

sampel N Mean GroupingS1 3 2,8938 AS2 3 1,6242 BS3 3 0,4375 C

Means that do not share a letter are significantly different.

Page 163: ID PENELITI:200608720610609

159

d. Cd Sedimen

Lampiran 7. Analisis One-way ANOVA Logam Berat (Pb dan Cd) padaorgan lamu Akr, Batang dan Daun

a. Pb Akar

b. Pb Batang

One-way ANOVA: Cd_Sedimen versus sampel

Source DF SS MS F Psampel 2 657421 328710 25,55 0,001Error 6 77181 12863Total 8 734601

S = 113,4 R-Sq = 89,49% R-Sq(adj) = 85,99%

Grouping Information Using Tukey Method

sampel N Mean GroupingS1 3 1252,0 AS2 3 821,9 BS3 3 601,1 B

Means that do not share a letter are significantly different.

One-way ANOVA: Pb_akar versus sampel

Source DF SS MS F Psampel 2 2843131 1421565 24,51 0,001Error 6 348059 58010Total 8 3191190

S = 240,9 R-Sq = 89,09% R-Sq(adj) = 85,46%

Grouping Information Using Tukey Method

sampel N Mean GroupingS1 3 2509,6 AS2 3 1568,1 BS3 3 1169,0 B

Means that do not share a letter are significantly different.

One-way ANOVA: Pb_batang versus sampel

Source DF SS MS F Psampel 2 8230714 4115357 27,10 0,001Error 6 911022 151837Total 8 9141736

S = 389,7 R-Sq = 90,03% R-Sq(adj) = 86,71%

Page 164: ID PENELITI:200608720610609

160

c. Pb Daun

d. Cd Akar

Grouping Information Using Tukey Method

sampel N Mean GroupingS1 3 4290,3 AS2 3 2688,4 BS3 3 2009,3 B

Means that do not share a letter are significantly different.

One-way ANOVA: Pb Daun versus sampel

Source DF SS MS F Psampel 2 450662 225331 28,57 0,001Error 6 47324 7887Total 8 497985

S = 88,81 R-Sq = 90,50% R-Sq(adj) = 87,33%

Grouping Information Using Tukey Method

sampel N Mean GroupingS1 3 1008,68 AS2 3 637,46 BS3 3 473,82 B

Means that do not share a letter are significantly different

One-way ANOVA: Cd_akar versus sampel

Source DF SS MS F Psampel 2 43366 21683 25,39 0,001Error 6 5125 854Total 8 48491

S = 29,23 R-Sq = 89,43% R-Sq(adj) = 85,91%

Grouping Information Using Tukey Method

sampel N Mean GroupingS1 3 313,19 AS2 3 198,18 BS3 3 147,23 B

Means that do not share a letter are significantly different

Page 165: ID PENELITI:200608720610609

161

e. Cd Batang

f. Cd Daun

One-way ANOVA: Cd_Batang versus sampel

Source DF SS MS F Psampel 2 151918 75959 23,88 0,001Error 6 19082 3180Total 8 171000

S = 56,40 R-Sq = 88,84% R-Sq(adj) = 85,12%

Grouping Information Using Tukey Method

sampel N Mean GroupingS1 3 597,04 AS2 3 386,27 BS3 3 285,16 B

Means that do not share a letter are significantly different.

One-way ANOVA: Cd Daun versus sampel

Source DF SS MS F Psampel 2 16407 8204 29,54 0,001Error 6 1666 278Total 8 18074

S = 16,67 R-Sq = 90,78% R-Sq(adj) = 87,71%

Grouping Information Using Tukey Method

sampel N Mean GroupingS1 3 192,61 AS2 3 120,60 BS3 3 90,92 B

Means that do not share a letter are significantly different

Page 166: ID PENELITI:200608720610609

162

Lampiran 8. Analisis Regresi Faktor Fisik-Kimia dengan BioakumulasiLogam Berat Pb dan Cd pada Akar, Batang dan Daunmangrove di Perairan Tulehu

a. Pb Akar

b. Pb Batang

Regression Analysis: Pb_akar versus suhu, pH, Salinitas

The regression equation isPb_akar = - 16.1 + 0.317 suhu + 1.29 pH - 0.000 Salinitas

Predictor Coef SE Coef T PConstant -16.106 5.436 -2.96 0.031suhu 0.31743 0.09723 3.26 0.022pH 1.2938 0.4266 3.03 0.029Salinitas -0.0004 0.2004 -0.00 0.999

S = 0.327320 R-Sq = 83.2% R-Sq(adj) = 73.1%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F PRegression 3 2.6555 0.8852 8.26 0.022Residual Error 5 0.5357 0.1071Total 8 3.1912

Regression Analysis: Pb_batang versus suhu, pH, Salinitas

The regression equation isPb_batang = - 27.4 + 0.539 suhu + 2.20 pH + 0.001 Salinitas

Predictor Coef SE Coef T PConstant -27.373 9.005 -3.04 0.029suhu 0.5388 0.1611 3.35 0.020pH 2.1960 0.7067 3.11 0.027Salinitas 0.0015 0.3321 0.00 0.997

S = 0.542237 R-Sq = 83.9% R-Sq(adj) = 74.3%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F PRegression 3 7.6716 2.5572 8.70 0.020Residual Error 5 1.4701 0.2940Total 8 9.1417

Page 167: ID PENELITI:200608720610609

163

c. Pb Daun

d. Cd Akar

Regression Analysis: Pb_daun versus suhu, pH, Salinitas

The regression equation isPb_daun = - 6.49 + 0.125 suhu + 0.504 pH + 0.0069 Salinitas

Predictor Coef SE Coef T PConstant -6.495 2.063 -3.15 0.025suhu 0.12488 0.03690 3.38 0.020pH 0.5042 0.1619 3.11 0.026Salinitas 0.00695 0.07607 0.09 0.931

S = 0.124225 R-Sq = 84.5% R-Sq(adj) = 75.2%

Regression Analysis: Cd_akar versus suhu, pH, Salinitas

The regression equation isCd_akar = - 1.98 + 0.0388 suhu + 0.160 pH - 0.0000 Salinitas

Predictor Coef SE Coef T PConstant -1.9790 0.6585 -3.01 0.030suhu 0.03885 0.01178 3.30 0.022pH 0.16032 0.05168 3.10 0.027Salinitas -0.00004 0.02428 -0.00 0.999

S = 0.0396522 R-Sq = 83.8% R-Sq(adj) = 74.1%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F PRegression 3 0.42083 0.14028 9.09 0.018Residual Error 5 0.07716 0.01543Total 8 0.49799

Analysis of Variance

Source DF SS MS F PRegression 3 0.040629 0.013543 8.61 0.020Residual Error 5 0.007861 0.001572Total 8 0.048491

Page 168: ID PENELITI:200608720610609

164

e. Cd Batang

f. Cd Daun

Regression Analysis: Cd_batang versus suhu, pH, Salinitas

The regression equation isCd_batang = - 3.68 + 0.0706 suhu + 0.297 pH + 0.0023 Salinitas

Predictor Coef SE Coef T PConstant -3.680 1.268 -2.90 0.034suhu 0.07065 0.02267 3.12 0.026pH 0.29692 0.09949 2.98 0.031Salinitas 0.00227 0.04675 0.05 0.963

S = 0.0763348 R-Sq = 83.0% R-Sq(adj) = 72.7%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F PRegression 3 0.141865 0.047288 8.12 0.023Residual Error 5 0.029135 0.005827Total 8 0.171000

Regression Analysis: Cd_daun versus suhu, pH, Salinitas

The regression equation isCd_daun = - 1.25 + 0.0243 suhu + 0.0960 pH + 0.0013 Salinitas

Predictor Coef SE Coef T PConstant -1.2508 0.3881 -3.22 0.023suhu 0.024334 0.006942 3.51 0.017pH 0.09604 0.03046 3.15 0.025Salinitas 0.00125 0.01431 0.09 0.934

S = 0.0233687 R-Sq = 84.9% R-Sq(adj) = 75.8%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F PRegression 3 0.0153431 0.0051144 9.37 0.017Residual Error 5 0.0027305 0.0005461Total 8 0.0180736