bab ii tinjauan pustaka 2.1 pendekatan implementasi...

14
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Implementasi 2.1.1 Kesiapan Organisasi Melakukan Perubahan dalam suatu teori Pendekatan teori dalam penelitian menggunakan mengacu pada efikasi diri (self efficacy) yang diperkenalkan Bandura (1986) dalam Wainer (2009), self efficacy merupakan penilaian seseorang terhadap kemampuan dirinya dalam kompetensi untuk melaksanakan tugas tertentu dengan baik. Berdasarkan penelitian Bandura, seseorang yang mempunyai efikasi tinggi akan menetapkan target yang tinggi pula untuk menghasilkan sesuatu dan akan berupaya untuk dapat mencapai tujuan dan target tersebut. Apabila individu tersebut sukses dalam mencapai target yang telah ditetapkan, maka ia akan menetapkan target lebih tinggi lagi dari target sebelumnya. Apabila individu tersebut gagal mencapai target maka justru akan lebih giat lagi untuk meraihnya. Kesuksesan maupun kegagalan dalam pencapaian target kurang berpengaruh secara langsung terhadap perilaku individu, tetapi ikut berperan mempengaruhi perasaan dan kepercayaan akan efikasinya. Menurut Bandura dalam Legowo dkk (2009) ada 3 aspek dalam efikasi diri: magnitude,generality dan strenght. Aspek magnitude kaitannya dengan tingkat kesulitan suatu tugas. Individu akan melakukan tindakan yang dirasakan mampu untuk dilaksanakannya dan akan menghindari tugas atau situasi yang dirasakan itu diluar batas kemampuannya. Aspek generality kaitannya dengan luas bidang atau tingkah laku. Beberapa pengalaman berangsur-angsur atau secara perlahan dapat menimbulkan penguasaan terhadap pengharapan pada bidang tugas atau tingkah laku, sedangkan pengalaman lain membangkitkan keyakinan yang meliputi berbagai bidang tugas. Aspek strenght kaitannya kekuatan atau kemantapan seseorang

Upload: hoangliem

Post on 17-Feb-2018

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendekatan Implementasi

2.1.1 Kesiapan Organisasi Melakukan Perubahan dalam suatu teori

Pendekatan teori dalam penelitian menggunakan mengacu pada efikasi

diri (self efficacy) yang diperkenalkan Bandura (1986) dalam Wainer (2009),

self efficacy merupakan penilaian seseorang terhadap kemampuan dirinya

dalam kompetensi untuk melaksanakan tugas tertentu dengan baik.

Berdasarkan penelitian Bandura, seseorang yang mempunyai efikasi tinggi

akan menetapkan target yang tinggi pula untuk menghasilkan sesuatu dan

akan berupaya untuk dapat mencapai tujuan dan target tersebut. Apabila

individu tersebut sukses dalam mencapai target yang telah ditetapkan, maka

ia akan menetapkan target lebih tinggi lagi dari target sebelumnya. Apabila

individu tersebut gagal mencapai target maka justru akan lebih giat lagi

untuk meraihnya. Kesuksesan maupun kegagalan dalam pencapaian target

kurang berpengaruh secara langsung terhadap perilaku individu, tetapi ikut

berperan mempengaruhi perasaan dan kepercayaan akan efikasinya.

Menurut Bandura dalam Legowo dkk (2009) ada 3 aspek dalam efikasi

diri: magnitude,generality dan strenght. Aspek magnitude kaitannya dengan

tingkat kesulitan suatu tugas. Individu akan melakukan tindakan yang

dirasakan mampu untuk dilaksanakannya dan akan menghindari tugas atau

situasi yang dirasakan itu diluar batas kemampuannya. Aspek generality

kaitannya dengan luas bidang atau tingkah laku. Beberapa pengalaman

berangsur-angsur atau secara perlahan dapat menimbulkan penguasaan

terhadap pengharapan pada bidang tugas atau tingkah laku, sedangkan

pengalaman lain membangkitkan keyakinan yang meliputi berbagai bidang

tugas. Aspek strenght kaitannya kekuatan atau kemantapan seseorang

8

terhadap keyakinannya. Tingkat efikasi yang lebih rendah mudah

digoyangkan oleh pengalaman yang memperlemahnya, sedangkan

sebaliknya individu yang memiliki efikasi diri yang kuat akan tekun dalam

meningkatkan usahanya, meskipun dijumpai pengalaman yang

memperlemahnya.

Dari ketiga aspek epikasi diri yaitu magnitude, generality dan strenght,

digeneralisasikan dengan penilaian karyawan organisasi dalam penelitian ini

adalah pegawai keuangan pemerintah terhadap implementasi inovasi

akuntansi pemerintah. Ada Tiga hal utama kemampuan organisasi dalam

melakukan implementasi (Gist dan Mitchel (1992) dalam Wainer (2009))

yaitu:

1. Task demand (Formulasinya do we know what it will take to implement

this change effectively): Adanya pelaksanaan sosialisasi akuntansi

berbasis akrual, adanya pelatihan teknis SAP berbasis akrual, adanya

rekruitmen pegawai, pemberian insentif dan disinsentif. Menggunakan

jasa konsultan dalam rangka implemetasi SAP berbasis akrual.

2. Resource availablity (Formulasinya do we have the resource to

implement this change effectively): Ketersediaan pegawai berlatar

belakang akuntansi, ketersediaan tenaga IT, adanya sistem informasi

akuntansi berbasis IT, tersedianya sarana dan prasarana pendukung,

ketersediaan dana untuk melaksanakan implementasi.

3. Situational factor (Formulasinya can we implement this change

effectively given the situation we currently face): Pegawai keuangan

mempunyai pamahaman dasar akuntansi berbasis akrual, kompetensi

pegawai dalam mengelola keuangan dan menyusun laporan keuangan,

pegawai memahami apa acuan dasar dalam menyusun laporan

keuangan, adanya dukungan pimpinan berupa peraturan-peraturan

tentang penerapan akuntansi berbasis akrual di pemerintah daerah,

9

koordinasi antara BPKAD dan penatausahaan keuangan SKPD terkait

penyampaian laporan keuangan.

.Menurut Wainer, efikasi terhadap perubahan bernilai tinggi apabila

anggota organisasi mampu menerima dengan baik task demand, resource

availability dan situational factor sehingga secara bersama-sama anggota

organisasi mempunyai kepercayaan diri dalam melakukan perubahan dalam

suatu organisasi.

2.1.2 Prasyarat dalam memperkenalkan Akuntansi Akrual

Memperkenalkan akuntansi akrual harus dilihat bukan sebagai

perubahan teknik akuntansi dan memfokuskan hanya pada laporan keuangan

melainkan proses pengelolaan keuangan secara keseluruhan dan juga

membutuhkan perubahan budaya organisasi (Hepworth, 2003). Budaya

organisasi menurut Luthans (1998) dalam Faradillah (2013), merupakan

norma-norma atau nilai-nilai yang mengarahkan perilaku anggota organisasi,

setiap anggota organisasi berperilaku sesuai dengan budaya yang berlaku

agar diterima dilingkungannya.

Berdasarkan Luthans, budaya organisasi sebagai bentuk karakteristik

pemerintah adalah beraucratic culture yang menekankan pada formalitas,

aturan, peran, kebijakan, prosedur, rantai komando dan pengambilan

keputusan terpusat. Apabila melakukan implementasi maka budaya birokrasi

harus ada perubahan. Keefektifan implementasi menurut Klein dan Sorra

(1996) apabila iklim dan budaya di organisasi berjalan dengan baik dan

perlunya nilai-nilai yang cocok dengan inovasi (innovation-fit value).

Beberapa nilai-nilai yang cocok dengan inovasi sebagai prasyarat agar

berhasil mengimplementasikan akuntansi akrual (Hepworth, 2003):

- Consultation dan acceptance (tidak ada pendekatan dengan tipe

“command and control” di instansi pengelola keuangan pemerintah,

10

budaya dalam pemerintah harus bisa menerima secara terbuka,

mengindetifikasi manfaat dan biaya implementasi, menerima

perubahan peran pertanggungjawaban pada pengelolaan keuangan

pemerintah).

- The accountancy profession to be interested in and involved with the

public sector (karena profesi akuntansi sangat dibutuhkan di sektor

publik karena kapasitas mereka dan kompetensi mereka menguasai

standar akuntansi, tidak hanya profesi akuntansi yang ahli dalam

standar akuntansi, para manajer keuangan sektor swasta juga dilatih

untuk memahami standar di perusahaan).

- Increase the number of financial managers (kontribusi manajer

keuangan dalam implementasi akuntansi akrual sangat dibutuhkan

dengan melakukan rekrutimen tenaga yang berkualifikasi akuntan,

manajer keuangan perlu diberikan pendidikan dan pelatihan yang

dibutuhkan dalam rangka pelayanan publik.

- Accountancy profession co-operation in the development, to become

involved and monitoring accounting standards implemetation (tanpa

adanya keterlibatan profesi akuntansi, maka pemerintah bisa saja

„mengutak-atik‟ standar sesuai dengan kemauan mereka sendiri apalagi

bisa di pengaruhi politik yang berkuasa pada saat itu).

- The understanding and willingness to support by external auditor in

central government (sistem akuntansi akrual sangat kompleks dan

membutuhkan suatu penilaian yang baru seperti contohnya penilaian

aset dan umur aset, mencocokan temuan, prinsip kehati-hatian,

materilitas, dan going concern oleh karena itu tanggung jawab serta

harapan auditor dituntuat untuk mengikuti perubahan).

- A comprehensive management training programme for line manager

how to use accrual accounting system (Manajer lini melalui pelatihan

11

dapat mengambil manfaat dari mengoperasikan akuntansi berbasis

akrual, mereka dapat mempertimbangkan memahami perbedaan antara

akuntansi kas dan akuntansi akrual dan dapat menilai penggunaan dari

informasi akrual basis bagi aktivitas manajemen secara efisien dan

efektif).

- Public sector cultural ethic must neutral civil service (non political),

strong well regarded central agency (the ministry of finance)

(Pemerintah dituntut harus bersikap netral tidak mengandung unsur

politis dalam pelayanan publik, badan pengelola keuangan pemerintah

adalah pusat keagenan berpengaruh kuat dan mampu bertanggung

jawab secara penuh pengelolaan keuangan pemerintah serta memahami

dan menerima dengan baik sistem pengendalian anggaran di seluruh

instansi. Mempunyai kemauan untuk melayani kebutuhan manajemen

lini dan bersikap fleksibel.

- A comphensive annual independent audit (laporan keuangan tahunan

pemerintah yang telah di audit dari setiap instansi yang harus

diserahkan ke legislatif dan diperiksa kembali dengan cermat dan

dirinci kembali agar bisa diambil keputusan secara tepat).

- There must be no systemic corruption and no informal parallel

processes that are allowed to complement the formal processes (Tidak

ada tindakan korupsi sistemik, budaya yang ada di pemerintah harus

menjamin bahwa peraturan yang ditetapkan seperti akuntansi dan

anggaran berbasis akrual itu harus dipatuhi).

- From the outset, there must be willingness to recognize that the

introduction of accrual accounting and budgeting will take time (pada

tahap awal, jarak untuk memperkenalkan akuntansi dan anggaran

berbasis akrual harus melewati masa jabatan (5 tahun) di legislatif

12

maupun masa kerja partai politik di dewan. Karena reformasi perlu

didukung luas diberbagai lapisan politik ).

- The new and additional of IT capacity (perlu ada kapasitas IT yang

dibutuhkan dalam memperkenalkan akuntansi dan anggaran berbasis

akrual, contohnya pada biaya modal).

- There must be the capacity financial and penalties (pemerintah perlu

membuat dan memberikan penghargaan dan sanksi secara finasial

dalam rangka mendukung pendekatan manajemen praktis agar lebih

efisien dalam hal menggunakan sumberdaya dan pelayanan jasa).

- The introduction of accrual accounting and budgeting as part of a

wide-ranging process of reform (Memperkenalkan akuntansi dan

anggaran berbasis akrual dilihat sebagai bagian dari proses reformasi

yang meliputi banyak hal, dan bukan hanya “payung” menuju

kestabilan dan proses manajemen yang tidak berubah).

Model kontijensi Luder (Chan, 1994) ada 2 variabel yang dipergunakan

dalam implementasi yaitu: 1) Structural variables of politico-administrative

system terdiri dari rekruitmen dan pelatihan staf, budaya administrasi,

persaingan politik. 2) Social Structural Variables terdiri dari socioeconomic

status, budaya politik. Hambatan implementasi dalam model kontijensi

Luder yaitu: karakteristik organisasi, aturan hukum, kualifikasi akuntan,

ukuran yuridiksi.

Menurut Vrakking dan Verbeek (1993) dalam Vrakking (1995)

pelajaran yang didapat dari proses implementasi adalah:

1. Good communication and information

Sangat penting untuk menginformasikan ke seluruh tenaga kerja tentang

perubahan. Dengan cara ini akan meningkatkan keinginan melakukan

perubahan (Bochardt, 1989). Melakukan komunikasi, adanya ancaman

strategik bagi seluruh organisasi, dengan cara ini akan memberikan

13

dukungan untuk melakukan perubahan (mengurangi resistensi) (Stein &

Van Waes, 1989).

2. Training

Pemberian pelatihan adalah hal utama yang terpenting untuk

membimbing manajemen organisasi menengah kebawah untuk

mengelola proses perubahan yang berkaitan dengan karyawan (Bochart,

1989).

3. Top down dan bottom up communication

Program perubahan diawali dari top-down, tetapi yang mengembangkan

bottom-up (Otten dan Inder Maur, 1989). Lebih jelasnya kombinasi

antara top-down dan bottom up merupakan tujuan umum yang diatur

pada level manajemen dan mendesain fungsi produk baru untuk

menggantikan posisi bottom-up (Terra, 1988).

4. Powerful leaders, support from opinion leaders

Memastikan ada dukungan dari tokoh kunci (key figures) dalam

organisasi. Harus ada dukungan dari pimpinan (Breur dan Van der Ligt,

1988).

5. Create support

Menurut Vrakking (1995), suatu dukungan mempunyai peranan penting

di semua artikel dan semua isu membahas topik implementasi.

6. Line management must support the change

Organisasi harus mempunyai pejabat-pejabat tinggi sebagai manajemen

lini yang berkecukupan sebagai posisi kunci, untuk mendukung dan

memperluas kerjasama mereka dalam proyek perubahan.

Menurut Ouda (2010) perubahan akuntansi dalam fase transisi

membutuhkan suatu kondisi: 1) dukungan birokrasi, 2) adanya ketentuan

hukum, 3) strategi komunikasi, 4) konsultasi dan koordinasi (5) Kemampuan

teknologi informasi.

14

Weiner (2009) beranggapan bahwa dalam mendukung kesiapan

melakukan perubahan dibutuhkan faktor yaitu kebijakan dan prosedur,

sumber daya organisasi.

Penelitian Eriotis et.al., (2011) menemukan bahwa (1) support of

consultants, (2) IT existing quality, (3) education level of accounting

department staff dan (4) level of specific training merupakan faktor positif

dalam menjelaskan berbagai alternatif implementasi adopsi akuntansi oleh

rumah sakit publik di Italia.

Menurut Klein dan Sorra (1996) kekuatan pengembangan iklim

implementasi yang digunakan: (1) Memastikan ketrampilan (skill) yang

dimiliki karyawan dalam menggunakan inovasi. (2) Memberikan insentif

apabila inovasi digunakan, tidak diberikan insentif apabila menghindari

inovasi. Nilai organisasi yang cocok dengan inovasi yaitu, pertama

bagaimana organisasi harus berhubungan dengan pihak eksternal, kedua

bagaimana setiap anggota organisasi saling berhubungan (communication)

dan saling bekerja sama (co-operation).

Penelitian tentang faktor kegagalan kritis dalam implementasi ERP

(Enterprise Resource Planning), Shirouyehzad, et.al (2011), menemukan

bahwa organisasi bisa mengurangi atau menghilangkan dampak dari

kegagalan dengan mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan dalam

implementasi menggunakan pendekatan FMEA (Failure Mode and Effect

Analysis) dilihat dari:

a. Teamwork dan skill (kerjasama dan komposisi tim memegang peranan

penting dalam implementasi, eksternal konsultan dan staf internal

bekerjasama untuk mengembangkan ketrampilan teknis yang sangat

diperlukan bagi para staf untuk mendesain dan melakukan

implementasi).

15

b. User involvement and training (keterlibatan dari para pengguna inovasi

sangat penting dalam rangka memenuhi harapan perubahan, serta peran

perlu adanya pelatihan bagi pengguna dalam rangka memfasilitasi

implementasi).

c. Communication (Harapan terhadap perubahan maupun tujuan dari setiap

level harus dikomunikasikan, komunikasi yang lengkap dan terbuka

dapat meningkatkan kesuksesan dan membuka wawasan secara luas bagi

perusahaan dalam melakukan implementasi).

d. Information technology dan legacy system (tahap transisi merupakan

periode yang genting, IT harus dipelajari sebelum melakukan

implementasi dan bagaimana dampaknya bagi bisnis bagi organisasi).

e. Top management support (faktor kunci dalam keberhasilan

implementasi adalah dukungan dari manajemen puncak, manajemen

senior harus berkomitmen dengan keterlibatan dan kemauan mereka

untuk mengalokasikan semua sumber daya yang bernilai dalam

melakukan).

Menurut Pabedinskaite (2010), faktor yang mendukung keberhasilan

proses implementasi ERP yaitu:

1. Top management support (misi dari manajemen puncak adalah

menciptakan lingkungan yang kondusif bagi implementasi dan tapi juga

berusaha mencapainya).

2. Appropriate and timely trainning and education employees (pelatihan

berguna untuk calon pengguna dapat menggunakan sistem dan

pendidikan bagi para pengguna untuk membangun pemahaman yang

lebih baik tentang pekerjaan mereka dimana mereka ditempatkan di

organisasi).

16

2.2 Klasifikasi Faktor Pendukung Implementasi

Berdasarkan literatur banyak faktor lingkungan yang berpengaruh

terhadap implementasi. Di Indonesia tantangan dalam implementasi akrual

menurut Simanjuntak (2010) adalah: kebutuhan sistem akuntansi yang

terpadu dan teknologi informasi yang memadai, keandalan pelaporan

keuangan, ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan, komitmen

pemimpin dalam menerima dana dekonsentrasi, kebutuhan SDM yang

kompeten dalam bidang akuntansi pemerintahan, perlunya memberikan

sistem insentif dan renumerasi yang memadai mencegah praktik KKN.

Penelitian lokal tentang SAP telah dilakukan sebelumnya, seperti

penelitian Hartina (2009) menunjukan bahwa Pemkab Langkat masih

menggunakan bantuan jasa konsultan dan pendampingan BPK dalam

menyusun LKPD berdasarkan SAP. Penelitian Sulani (2010) menunjukan

variabel independen seperti SDM, komitmen dan perangkat pendukung

sebagai variabel independen mampu menjelaskan keberhasilan penerapan

PP No.24/2005 pada Pemkab Labuhan Batu. Penelitian Romilia (2011)

menemukan beberapa faktor yang mempengaruhi implementasi diantaranya

faktor komunikasi dan perangkat pendukung berpengaruh positif terhadap

keberhasilan penerapan PP No. 24 tahun 2005. Penelitian Ardiansyah dan

Atmini (2013) berhasil menemukan bukti adanya pengaruh variabel kualitas

SDM dan komunikasi terhadap kesiapan SAP berbasis akrual.

Peneliti hanya mengambil faktor-faktor lingkungan sesuai dengan

kondisi kontekstual terjadi di Indonesia. Kemudian peneliti

mengklasifikasikan kedalam beberapa kategori dan diperoleh matriks faktor

pendukung yang berhubungan dengan implementasi. Matriks tersebut dapat

dilihat seperti dibawah ini:

17

Tabel 1

Matriks Faktor Pendukung

Faktor Pendukung Referensi Penelitian

SDM Ketersediaan tenaga

kerja yang berkualifikasi

keuangan dan akuntansi

Chan, 1994; Hepworth,

2003; Simanjuntak,

2010; Sulani, 2010

Pelatihan bagi para

manajer

Chan, 1994; Vrakking,

1995; Hepworth, 2003;

Shirouyehzad,

et.al,2011;

Keterampilan

menggunakan inovasi

Klein & Sora, 1996;

Pabedinskaite, 2010

Level pendidikan (Eriotis, et.al, 2011)

Komitmen

Organisasi

Dukungan dari

pemimpin melalui

kebijakan dan peraturan

yang berlaku

Chan, 1994; Vrakking,

1995; Hepworth, 2003;

Weiner, 2009;

Pabedinskaite, 2010;

Simanjuntak, 2010;

Sulani, 2010;

Shirouyehzad, et.al,

2011

Memperkenalkan

akuntansi akrual

Hepworth, 2003; Ouda,

2010

IT dan perangkat

pendukung

Sistem informasi

akuntansi berbasis IT

Hepworth, 2003; Ouda,

2010; Simanjuntak

2010; Eriotis, et.al,

2011; Shirouyehzad,

et.al, 2011

Perangkat pendukung

seperti software dan

hardware

Sulani, 2010; Romilia,

2011

Komunikasi Vrakking, 1995; Klein &

Sora, 1996; Ouda, 2010;

Shirouyehzad, et.al,

2011

18

Jasa Konsultan Hartina, 2009; Pabedinskaite, 2010;

Eriotis, et.al, 2011

Penghargaan dan sanksi (Klein & Sora, 1996;

Hepworth, 2003)

Sumber: Data diolah

Berdasarkan matriks faktor pendukung dikemukakan, diperoleh faktor

pendukung implementasi yaitu:

1. SDM

2. Komitmen organisasi

3. IT dan perangkat pendukung

4. Komunikasi

5. Jasa konsultan

6. Penghargaan dan sanksi

2.3 Kerangka Konsep

1. Faktor pertama adalah Sumber Daya Manusia meliputi:

a. Task demand: Pelaksanaan kegiatan pelatihan akuntansi berbasis

akrual, pemahaman dan ketrampilan pengelolaan keuangan berbasis

kas dan akrual.

b. Resource availablity: Ketersediaan SDM yang berkualifikasi

akuntansi.

c. Situational factor: Pegawai keuangan mempunyai pamahaman dasar

akuntansi berbasis akrual, pegawai keuangan mempunyai kompetensi

dalam mengelola keuangan dan menyusun laporan keuangan sesuai

dengan peraturan yang berlaku.

Faktor SDM berpengaruh terhadap efikasi. Persiapan implementasi SAP

berbasis akrual akan berjalan dengan efektif apabila efikasi terhadap

SDM tinggi.

19

2. Faktor kedua adalah Komitmen meliputi:

- Task demand: Pelaksanaan kegiatan sosialisasi dalam rangka

memperkenalkan SAP berbasis akrual.

- Situational factor: Pegawai keuangan memahami peraturan berlaku

sebagai acuan dalam menyusun laporan keuangan yang berdasarkan

SAP, adanya kebijakan dan peraturan daerah tentang penerapan

akuntansi berbasis akrual di pemkab.

Faktor komitmen berpengaruh terhadap efikasi. Persiapan implementasi

akan berjalan dengan efektif apabila penilaian efikasi terhadap

komitmen tinggi.

3. Faktor ketiga adalah IT dan perangkat pendukung

Resource availablity: Ketersediaan sistem informasi berbasis IT,

ketersediaan sarana dan prasaran fasilitas pendukung hardware dan

software.

Faktor IT dan sarana pendukung berpengaruh terhadap efikasi.

Persiapan implementasi SAP berbasis akrual akan berjalan efektif

apabila efikasi terhadap IT dan perangkat perangkat pendukung tinggi.

4. Faktor keempat adalah komunikasi

Situational factor: Koordinasi antara BPKAD dan penatausahaan

keuangan SKPD terkait penyampaian laporan keuangan.

Faktor komunikasi berpengaruh terhadap efikasi. Persiapan

implementasi SAP berbasis akrual akan berjalan efektif apabila efikasi

terhadap komunikasi tinggi.

5. Faktor kelima adalah jasa konsultan

Task demand: Menggunakan jasa konsultan dalam rangka implemetasi

SAP berbasis akrual.

20

Faktor jasa konsultan berpengaruh terhadap efikasi. Persiapan

implementasi SAP berbasis akrual akan berjalan efektif apabila

penilaian efikasi terhadap jasa konsultan tinggi.

6. Faktor keenam adalah penghargaan dan sanksi

Situational factor: Adanya bentuk penghargaan dan sanksi untuk

mendukung implementasi.

Faktor penghargaan dan sanksi berpengaruh terhadap efikasi. Persiapan

implementasi SAP berbasis akrual akan berjalan efektif apabila

penilaian terhadap penghargaan dan sanksi tinggi.

Gambar 1

Kerangka Konsep

Sumber: Data diolah

Impementasi Akuntansi

Berbasis Akrual

- penilaian Efikasi

Faktor Pendukung

SDM

Komitmen

Organisasi

Komunikasi

Jasa Konsultan

Penghargaan dan

Sanksi

IT dan Perangkat

Pendukung