bab ii tinjauan pustaka 2.1 mycobacterium tuberculosis ii.pdfsel basiler. karakteristik dari bakteri...

22
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mycobacterium tuberculosis Mycobacterium tuberculosis (Mtb) merupakan jenis bakteri yang menyebabkan penyakit TB. Mtb pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1882. Bakteri Mtb termasuk ke dalam genus Mycobacterium dengan bentuk sel basiler. Karakteristik dari bakteri dalam genus tersebut adalah struktur dinding sel yang kaya akan kandungan lipid sehingga membentuk barrier yang hidrofobik dan memiliki permeabilitas rendah serta menyediakan proteksi terhadap agen antimikroba (Chan et al., 2006). Struktur dinding sel tersebut menyebabkan sulitnya pewarnaan terhadap bakteri dalam genus tersebut. Namun ketika dapat terwarnai akan dapat mempertahankan hasil pewarnaan pada kondisi asam mineral encer sehingga pewarnaan Mycobacterium dikenal sebagai pewarnaan basil tahan asam (BTA). Kultur bakter Mtb biasanya dilakukan pada media Lowenstein-Jensen (LJ) dengan suhu optimum 37 o C dan pH 6,8 selama masa inkubasi hingga 6 minggu. Waktu multiplikasi bakteri ini sangat lambat, yaitu berkisar 14-16 jam. Mtb akan mati pada pemanasan 60 o C selama 15-20 menit (Vasanthakumari, 2007). 2.2 Multidrug Resistant Tuberculosis (MDR-TB) MDR-TB adalah penyakit tuberkulosis yang disebabkan oleh strain Mycobacterium tuberculosis yang resisten sekurang-kurangnya terhadap RIF dan

Upload: trinhtuyen

Post on 13-Apr-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mycobacterium tuberculosis II.pdfsel basiler. Karakteristik dari bakteri dalam genus tersebut adalah struktur dinding sel yang kaya akan kandungan lipid

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mycobacterium tuberculosis

Mycobacterium tuberculosis (Mtb) merupakan jenis bakteri yang

menyebabkan penyakit TB. Mtb pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada

tahun 1882. Bakteri Mtb termasuk ke dalam genus Mycobacterium dengan bentuk

sel basiler. Karakteristik dari bakteri dalam genus tersebut adalah struktur dinding

sel yang kaya akan kandungan lipid sehingga membentuk barrier yang hidrofobik

dan memiliki permeabilitas rendah serta menyediakan proteksi terhadap agen

antimikroba (Chan et al., 2006). Struktur dinding sel tersebut menyebabkan

sulitnya pewarnaan terhadap bakteri dalam genus tersebut. Namun ketika dapat

terwarnai akan dapat mempertahankan hasil pewarnaan pada kondisi asam

mineral encer sehingga pewarnaan Mycobacterium dikenal sebagai pewarnaan

basil tahan asam (BTA). Kultur bakter Mtb biasanya dilakukan pada media

Lowenstein-Jensen (LJ) dengan suhu optimum 37oC dan pH 6,8 selama masa

inkubasi hingga 6 minggu. Waktu multiplikasi bakteri ini sangat lambat, yaitu

berkisar 14-16 jam. Mtb akan mati pada pemanasan 60oC selama 15-20 menit

(Vasanthakumari, 2007).

2.2 Multidrug Resistant Tuberculosis (MDR-TB)

MDR-TB adalah penyakit tuberkulosis yang disebabkan oleh strain

Mycobacterium tuberculosis yang resisten sekurang-kurangnya terhadap RIF dan

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mycobacterium tuberculosis II.pdfsel basiler. Karakteristik dari bakteri dalam genus tersebut adalah struktur dinding sel yang kaya akan kandungan lipid

8

INH (WHO, 2012). Pada tahun 2012, WHO mencanangkan program post-2015

global TB strategy sebagai tinjak lanjut atas tercapainya program Millenium

Development Goals (MDGs) 2015 dalam hal pengendalian Tuberkulosis (TB).

Tujuan program tersebut adalah untuk menghentikan epidemi TB secara global

pada tahun 2035. Peningkatan kasus resistensi obat antituberkulosis; OAT

merupakan ancaman utama terhadap keberhasilan program pengendalian TB

(WHO, 2015).

RIF dan INH termasuk ke dalam obat lini pertama atau primer pada infeksi

Mtb. Pengobatan MDR-TB dilakukan dengan OAT lini kedua. Pengobatan ini

lebih lama, lebih mahal dan regimen terapinya lebih rumit. Pasien MDR-TB

membutuhkan waktu beberapa bulan lebih lama, bahkan mungkin mencapai 2

hingga 3 tahun untuk menjadi kultur negatif dibandingkan dengan pasien TB

tanpa MDR (Dipiro et al., 2008). Beberapa efek yang potensial terjadi pada

pengobatan MDR TB yaitu pasien mendapatkan pengobatan yang tidak adekuat

dalam waktu lama, peningkatan resiko kegagalan pengobatan atau kematian,

seleksi terhadap strain yang resisten terhadap OAT, pasien tetap terinfeksi, dan

meningkatkan penyebaran penyakit (Tessema, et al., 2012).

Kejadian resistensi OAT dapat terjadi karena ketidaksesuaian regimen dosis

terapi, ketidaktaatan pasien, dan ketersediaan OAT yang rendah sehingga

pengobatan TB menjadi tidak adekuat. Secara molekuler, diketahui bahwa

mekanisme resistensi terjadi karena adanya mutasi pada gen pengkode target OAT

atau protein tertentu yang berperan dalam aktivasi OAT dalam tubuh. Beberapa

penelitian telah dilakukan untuk mengetahui mutasi pada gen-gen yang berperan

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mycobacterium tuberculosis II.pdfsel basiler. Karakteristik dari bakteri dalam genus tersebut adalah struktur dinding sel yang kaya akan kandungan lipid

9

dalam mekanisme resistensi OAT terutama pada kasus MDR-TB. Beberapa

mutasi gen yang berperan terhadap kejadian resistensi OAT pada MDR-TB

ditunjukkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Mutasi gen yang berperan terhadap resistensi OAT (Zhang dan Yew,2009; Da Silva dan Palomino, 2011)

OATMekanisme

Kerja Obat

Gen yang

Mengalami

Mutasi

Produk GenFrekuensi

Mutasi

INH Inhibisi

biosintesis asam

mikolat

katG

inhA

ahpC

kasA

ndh

Katalase persksidase

Anoyl-ACP reduktase

Alkil hidroksi-

peroksidase reduktase

-

-

50-95%

8-43%

-

-

-

RIF Inhibisi sintesis

RNA

rpoB Subunit β dari RNA

polimerase

95%

2.3 Resistensi RIF

RIF merupakan agen bakterisidal yang bekerja dengan cara berinteraksi

dengan RNA polimerase DNA-dependent untuk menghambat transkripsi dan

pemanjangan rantai RNA. Dari empat subunit RNA polimerase, subunit yang

mengkode gen rpoB merupakan yang paling penting karena dengan terjadinya

mutasi genetik pada unit ini, RIF tidak dapat berikatan dengan enzim RNA

polimerase dan menyebabkan resistensi bakteri M. tuberculosis terhadap RIF

(Raoot dan Dev, 2012).

Daerah yang paling sering mengalami mutasi dan menyebabkan resistensi

terhadap RIF disebut sebagai RRDR. Segmen tersebut mencakup kodon 507

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mycobacterium tuberculosis II.pdfsel basiler. Karakteristik dari bakteri dalam genus tersebut adalah struktur dinding sel yang kaya akan kandungan lipid

10

hingga 533. Mutasi pada segmen ini didominasi oleh perubahan nukleotida

tunggal yang menghasilkan substitusi asam amino tunggal, walaupun delesi dan

insersi juga terjadi dalam frekuensi yang rendah (Raoot dan Dev, 2012). Frekuensi

mutasi pada gen rpoB bervariasi pada berbagai daerah geografis. Selain itu, titik

mutasi juga mempengaruhi tingkat resistensi Mtb terhadap RIF ketika data mutasi

dicocokan dengan hasil DST (Wang et al., 2013). Frekuensi mutasi beberapa

kodon pada daerah RRDR dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.2 Frekuensi mutasi pada kodon di daerah RRDR

No. Kodon Frekuensi Mutasia

1 533 0 – 7,7 %2 531 3,7 – 66,6 %3 526 12,1 – 29,7%4 522 0 – 5,3 %5 516 3,1 – 18,2%6 513 0 – 11,1%7 511 0 – 9,4%8 510 0 – 47,7%b

9 Lainnya 0 – 18,8%

Keterangan :a = Chen et al., 2010b = Saeed et al., 2009; Bestanabad et al., 2011; Agdamag et al., 2003

Missense mutations pada kodon 526 hingga 531 telah dilaporkan memiliki

peran krusial pada tingginya angka kejadian resistensi terhadap RIF. Mutasi pada

kodon 513, 526, dan 531 berkaitan dengan tingkat resistensi yang tinggi pada RIF

sedangkan mutasi pada kodon 516 dikaitkan dengan tingat resistensi yang rendah

pada RIF. Hal tersebut dikarenakan isolat yang mengalami mutasi pada kodon 516

menunjukkan nilai MIC yang lebih rendah secara signifikan dibandingkan isolat

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mycobacterium tuberculosis II.pdfsel basiler. Karakteristik dari bakteri dalam genus tersebut adalah struktur dinding sel yang kaya akan kandungan lipid

11

yang mengalami mutasi pada kodon 513, 526, dan 531 (del-Valle et al., 2001).

Hasil penelitian Bodmer et al. (1995) menunjukkan bahwa isolat M. tuberculosis

yang mengalami mutasi pada kodon 513, 526, dan 531 memiliki nilai MIC

rifampisin, rifabutin, dan rifapentin yang tinggi (> 8 mg/L) bila dibandingkan

dengan isolat wildtype. Sementara itu, hasil penelitian Ma et al. (2006) dan Wang

et al. (2013) menunjukkan bahwa mutasi pada kodon 533 tidak menujukkan

korelasi dengan kejadian resistensi RIF.

Penelitian yang dilakukan terhadap isolat MDR-TB di Bali menunjukan

adanya mutasi gen rpoB pada kodon 418, 510, 516, 526, dan 531 (Pradnyaniti,

2013; Rusyanthini, 2013; Wijaya, 2013). Jenis mutasi yang ditemukan pada isolat

MDR-TB tersebut adalah mutasi titik yang menyebabkan perubahan asam amino

(missense mutation). Selain pada daerah RRDR, beberapa mutasi di luar daerah

RRDR juga dikaitkan dengan kejadian resistensi RIF. Namun, frekuensi

terjadinya mutasi sangat kecil. Siu et al. (2011) telah mengidentifikasi dua mutasi

yang jarang terjadi di luar daerah RRDR yaitu pada kodon 146 (V146F) dan

kodon 572 (I572F). Mutasi pada kodon 572 juga diidentifikasi oleh del-Valle et

al. (2001).

2.4 Mutasi Gen

Mutasi didefinisikan sebagai perubahan urutan basa nukleotida pada untaian

molekul DNA sebagai akibat dari penggantian, penambahan, atau pengurangan

pasang basa pada molekul DNA. Mutasi dapat disebabkan oleh adanya paparan

mutagen yang menyebabkan kerusakan pada molekul DNA atau kesalahan pada

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mycobacterium tuberculosis II.pdfsel basiler. Karakteristik dari bakteri dalam genus tersebut adalah struktur dinding sel yang kaya akan kandungan lipid

12

saat proses replikasi DNA. Apabila mutasi terjadi pada untaian DNA yang

berperan dalam proses sintesis protein maka mutasi tersebut dapat menyebabkan

terbentuknya protein yang memiliki sekuen asam amino abnormal (Chatterjea dan

Shinde, 2012; Lieberman dan Marks, 2013). Secara garis besar, mutasi dibedakan

menjadi 2 jenis yaitu mutasi titik (point mutation) dan frameshift mutation.

2.4.1 Point mutation

Mutasi titik (point mutation) melibatkan perubahan pada nukleotida

tunggal sehingga sering disebut sebagai substitusi nukelotida. Mutasi titik

dibedakan menjadi 2 jenis berdasarkan perubahan jenis basa nukelotida yang

terjadi, yaitu transisi dan tranversi. Transisi merupakan subtitusi basa nukleotida

purin menjadi purin (A→G atau G→A) atau pirimidin menjadi pirimidin (C→T

atau T→C). Sedangkan transversi adalah subtitusi basa nuklotida purin mennjadi

primidin atau sebaliknya (Chatterjea dan Shinde, 2012; Young, 2010).

Berdasarkan efeknya terhadap asam amino atau protein yang dihasilkan, subtitusi

basa nukleotida tunggal dapat menyebabkan 3 jenis mutasi yaitu sebagai berikut.

a. Silent mutation adalah adanya substitusi basa nukelotida dalam suatu kodon

pada jenis mutasi ini tidak menyebakan adanya perubahan asam amino yang

dikode kodon tersebut. Misalnya pada asam amino valin yang dikode oleh

empat kodon yang berbeda, yaitu GUU, GUA, GUC, dan GUG. Adanya

substitusi pada basa nukleotida ketiga dari tiap kodon tersebut tidak akan

menyebabkan perubahan asam amino (Young, 2012).

b. Missense mutation adalah adanya substitusi basa nukleotida yang

menyebabkan perubahan sekuen asam amino sehingga dapat menyebabkan

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mycobacterium tuberculosis II.pdfsel basiler. Karakteristik dari bakteri dalam genus tersebut adalah struktur dinding sel yang kaya akan kandungan lipid

13

perubahan struktur protein dan mungkin juga menyebabkan perubahan fungsi

protein. Missense mutation yang menyebabkan perubahan sekuen asam amino

tanpa merubah fungsi protein yang dihasilkan disebut missense mutation

konservatif. Sedangkan missense mutation non-konservatif menyebabkan

terjadinya perubahan fungsi protein (Young, 2012; Richards dan Hawley,

2011). Contoh missense mutation adalah mutasi pada kodon CAC (histidin)

menjadi CUC (leusin) yang ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Contoh missense mutation (Richards dan Hawley, 2011)

Gambar 2.2 Contoh nonsense mutation (Richards dan Hawley, 2011)

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mycobacterium tuberculosis II.pdfsel basiler. Karakteristik dari bakteri dalam genus tersebut adalah struktur dinding sel yang kaya akan kandungan lipid

14

c. Nonsense mutation adalah subtitusi pada basa nukleotida dalam suatu kodon

yang menyebabkan terbentuknya kodon stop (UAG, UGA, atau UAA).

Nonsense mutation menyebabkan terjadinya terminasi lebih awal pada proses

translasi sehingga protein yang dihasilkan terpotong dengan sekuen asam

amino yang tidak lengkap (truncated protein) dan bersifat inaktif. Apabila

nonsense mutation terjadi pada daerah awal reading frame dari gen, maka

protein mungkin sama sekali tidak dihasilkan (Richards dan Hawley, 2011).

Contoh nonsense mutation ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.3 Contoh frameshift mutation akibat (a) delesi dan (b) insersi(Chatterjea dan Shinde, 2012)

2.4.2 Frameshift mutation

Frameshfit mutation melibatkan adanya proses insersi (penambahan) atau

delesi (pengurangan) dari urutan basa nukelotida sehingga terjadi perubahan

(a)

(b)

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mycobacterium tuberculosis II.pdfsel basiler. Karakteristik dari bakteri dalam genus tersebut adalah struktur dinding sel yang kaya akan kandungan lipid

15

reading frame. Perubahan reading frame akan menyebabkan terbentuknya sekuen

asam amino yang berbeda dari sekuen asam amino yang seharusnya dihasilkan,

sehingga terbentuk protein baru yang lebih panjang atau lebih pendek dari protein

yang seharusnya dihasilkan (Chatterjea dan Shinde, 2012; Richards dan Hawley,

2011). Contoh perubahan reading frame pada frameshift mutation ditunjukkan

pada Gambar 2.3.

2.5 Enzim Restriksi

Enzim restriksi merupakan enzim yang berperan dalam pemotongan untai

double helix DNA secara spesifik pada urutan basa nukleotida tertentu. Enzim

restriksi yang tersedia saat ini umumnya diperoleh dari bakteri dan archae (Khan,

2012). Enzim restriksi akan berikatan pada urutan nukleotida spesifik atau yang

dikenal dengan situs pemotongan spesifik (situs restriksi) pada DNA target yang

selanjutnya akan memotong DNA pada daerah tersebut. Enzim restriksi

berinteraksi dengan DNA melalui ikatan hidrogen multiple (umumnya 10-15) dan

beberapa ikatan van der Waals. Situs pengenalan spesifik enzim restriksi

umumnya terdiri dari empat hingga enam urutan basa nukleotida dan urutan

tersebut dapat membentuk pola palindrom. Pola palindrom merupakan urutan basa

nukleotida yang sama dari arah yang berlawanan (Clark dan Pazdernik, 2015;

Walker dan Rapley, 2005).

Sebagian besar enzim restriksi bekerja optimum pada pH 7,4. Beberapa

enzim memerlukan buffer dengan pH tertentu bergantung pada pH optimal enzim

dan persyaratan kekuatan ionik yang dibutuhkan untuk restriksi. Komponen utama

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mycobacterium tuberculosis II.pdfsel basiler. Karakteristik dari bakteri dalam genus tersebut adalah struktur dinding sel yang kaya akan kandungan lipid

16

buffer untuk reaksi enzim restriksi adalah natrium klorida (NaCl) dan magnesium

(Mg2+). Magnesium dalam buffer reaksi enzim restriksi mutlak diperlukan karena

ion magnesium diperlukan sebagai kofaktor enzim untuk dapat berfungsi saat

restriksi DNA substrat. Pada beberapa enzim juga diperlukan dithitheritol (DTT)

yang akan menstabilkan enzim dan mencegah inaktivasi enzim selama proses

digesti (Brown, 2016). Setiap produsen enzim restriksi umumnya telah

menentukan kondisi optimal digesti masing-masing enzim restriksi sehingga

dalam pembelian enzim restriksi akan disertai dengan larutan buffer yang sesuai

untuk aktivitas enzim tersebut dan informasi aktivitas enzim pada buffer yang

disediakan. Larutan buffer tersebut biasanya tersedia dalam konsentrasi 10X yang

kemudian dapat diencerkan menjadi larutan buffer 1X untuk digunakan pada

digesti enzim restriksi (Karcher, 1995).

Gambar 2.4 Mekanisme pemotongan DNA oleh enzim restriksi (Pingoud danJelstch, 2001)

16

buffer untuk reaksi enzim restriksi adalah natrium klorida (NaCl) dan magnesium

(Mg2+). Magnesium dalam buffer reaksi enzim restriksi mutlak diperlukan karena

ion magnesium diperlukan sebagai kofaktor enzim untuk dapat berfungsi saat

restriksi DNA substrat. Pada beberapa enzim juga diperlukan dithitheritol (DTT)

yang akan menstabilkan enzim dan mencegah inaktivasi enzim selama proses

digesti (Brown, 2016). Setiap produsen enzim restriksi umumnya telah

menentukan kondisi optimal digesti masing-masing enzim restriksi sehingga

dalam pembelian enzim restriksi akan disertai dengan larutan buffer yang sesuai

untuk aktivitas enzim tersebut dan informasi aktivitas enzim pada buffer yang

disediakan. Larutan buffer tersebut biasanya tersedia dalam konsentrasi 10X yang

kemudian dapat diencerkan menjadi larutan buffer 1X untuk digunakan pada

digesti enzim restriksi (Karcher, 1995).

Gambar 2.4 Mekanisme pemotongan DNA oleh enzim restriksi (Pingoud danJelstch, 2001)

16

buffer untuk reaksi enzim restriksi adalah natrium klorida (NaCl) dan magnesium

(Mg2+). Magnesium dalam buffer reaksi enzim restriksi mutlak diperlukan karena

ion magnesium diperlukan sebagai kofaktor enzim untuk dapat berfungsi saat

restriksi DNA substrat. Pada beberapa enzim juga diperlukan dithitheritol (DTT)

yang akan menstabilkan enzim dan mencegah inaktivasi enzim selama proses

digesti (Brown, 2016). Setiap produsen enzim restriksi umumnya telah

menentukan kondisi optimal digesti masing-masing enzim restriksi sehingga

dalam pembelian enzim restriksi akan disertai dengan larutan buffer yang sesuai

untuk aktivitas enzim tersebut dan informasi aktivitas enzim pada buffer yang

disediakan. Larutan buffer tersebut biasanya tersedia dalam konsentrasi 10X yang

kemudian dapat diencerkan menjadi larutan buffer 1X untuk digunakan pada

digesti enzim restriksi (Karcher, 1995).

Gambar 2.4 Mekanisme pemotongan DNA oleh enzim restriksi (Pingoud danJelstch, 2001)

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mycobacterium tuberculosis II.pdfsel basiler. Karakteristik dari bakteri dalam genus tersebut adalah struktur dinding sel yang kaya akan kandungan lipid

17

Mekanisme pemotongan oleh enzim restriksi dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Secara umum, proses pemotongan DNA oleh enzim restriksi diawali dengan

interaksi nonspesifik antara enzim restriksi dengan DNA khususnya pada gugus

fosfat. Selanjutnya, enzim restriksi bergerak sepanjang untai DNA melalui difusi

linier hingga situs pengenalan spesifik ditemukan. Pada saat enzim restriksi

menemukan situs pengenalan spesifik, molekul air akan dilepas dan terbentuk

ikatan hidrogen antara enzim restriksi dengan basa nukleotida pada situs

pengenalan. Setelah kompleks spesifik DNA-enzim restriksi terbentuk, masing-

masing DNA dan enzim restriksi akan mengalami perubahan konformasi untuk

aktivasi reaksi katalisis. Kemudian, enzim restriksi dengan bantuan Mg2+ akan

memotong ikatan fosfodiester (reaksi katalisis) pada tiap untai DNA. Pemotongan

ikatan fosfodiester tersebut akan menyebabkan terpotongnya untai DNA sesuai

dengan posisi pemotongan (Williams, 2003; Pingoud dan Jeltsch, 2001).

Tabel 2.3 Perbedaan tipe enzim restriksi (Stenesh, 1998)

Enzim restriksi

Tipe I Tipe II Tipe III

Situs pemotongan 1-10 kpb dari situs

pengenalan

Dalam situs

pengenalan

24-26 pb dari situs

pengenalan

Subunit Multisubunit Subunit tunggal Multisubunit

Kebutuhan ATP Ya Tidak Tidak

Berdasarkan daerah pemotongan, jumlah subunit, dan kebutuhan ATP pada

proses restriksi maka enzim restriksi dibagi menjadi tiga tipe yang ditnjukkan

pada Tabel 2.3. Dari ketiga tipe tersebut, enzim restriksi tipe II merupakan enzim

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mycobacterium tuberculosis II.pdfsel basiler. Karakteristik dari bakteri dalam genus tersebut adalah struktur dinding sel yang kaya akan kandungan lipid

18

restriksi yang paling sering dimanfaatkan dalam bidang biologi molekuler. Hal

tersebut dikarenakan situs pemotongan enzim restriksi tipe II berada dalam situs

pengenalannya, sehingga pemotongan DNA menjadi sangat spesifik pada sekuen

tertentu (Stenesh, 1998). Selain itu, enzim restriksi tipe II umumnya memiliki

situs pengenalan yang palindrom (Clark dan Pazdernik, 2015).

Gambar 2.5 Pemotongan enzim restriksi tipe II pada untai DNA (Clark danPazdernik, 2015)

Enzim restriksi tipe II dapat memotong untai DNA dengan dengan

menghasilkan dua tipe fragmen, yaitu blunt end dan sticky end. Pada mekanisme

pemotongan blunt end, enzim tersebut memotong DNA tepat pada posisi yang

sama sehingga menghasilkan dua fragmen DNA dengan ujung untai ganda.

Sedangkan pada mekanisme pemotongan sticky end, enzim tersebut memotong

pada urutan yang sama dari situs pengenalan namun pada posisi yang tidak sama

tepat sehingga akan menghasilkan dua fragmen DNA dengan ujung untai tunggal

pendek (Clark dan Pazdernik, 2015). Mekanisme pemotongan tersebut dapat

dilihat pada Gambar 2.5.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mycobacterium tuberculosis II.pdfsel basiler. Karakteristik dari bakteri dalam genus tersebut adalah struktur dinding sel yang kaya akan kandungan lipid

19

2.6 Pemilihan Enzim Restriksi

Berbagai jenis enzim restriksi telah berhasil diidentifikasi dari organisme

prokariot dan beberapa diantaranya telah dimanfaatkan dalam penelitian biologi

molekuler. Setiap enzim restriksi memiliki karakterisitk tersendiri, sehingga

dalam pemanfaatannya perlu diperhatikan berapa kriteria pemilihan enzim

restriksi. Menurut Gerstein (2001), beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan

dalam pemilihan enzim retriksi adalah titik pemotongan yang dikehendaki pada

DNA, star activity, sensitivitas terhadap metilasi, dan kemampuan enzim restriksi

memotong jenis sampel DNA yang digunakan.

Titik pemotongan yang dikehendaki pada DNA merupakan pertimbangan

utama dalam pemilihan enzim restriksi karena setiap enzim restriksi memiliki

situs restriksi yang spesifik. Jumlah situs restriksi pada sampel DNA juga perlu

dipertimbangkan karena situs restriksi yang terlalu banyak dapat menyebaban

proses restriksi berlangsung lebih lama dan terjadi partial digestion (Gerstein,

2001). Berdasarkan titik pemotongan yang dikehendaki, maka ukuran fragmen

yang dihasilkan juga harus diperhatikan. Ukuran fragmen yang dihasilkan akan

menjadi pertimbangan dalam pemilihan metode yang digunakan pada analisis

fragmen restriksi. Umumnya, metode analisis fragmen yang digunakan adalah

elektroforesis. Pada elektroforesis, konsentrasi dan jenis gel yang digunakan

sangat menentukan resolusi pemisahan DNA untuk analisis fragmen restriksi

(Brown, 2016).

Star activity merupakan kemampuan enzim restriksi untuk dapat memotong

urutan DNA yang mirip dengan situs restriksinya pada kondisi tertentu (kondisi

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mycobacterium tuberculosis II.pdfsel basiler. Karakteristik dari bakteri dalam genus tersebut adalah struktur dinding sel yang kaya akan kandungan lipid

20

reaksi tidak optimal). Star activity dapat disebabkan oleh pH buffer yang tinggi,

waktu inkubasi yang lama, konsentrasi enzim yang tinggi, konentrasi gliserol

yang tinggi, dan adanya pelarut organik. Pada enzim EcoRI pada kondisi pH

buffer yang tinggi diketahui dapat memotong pada urutan N▼AATTC, walaupun

situs restriksinya pada kondisi spesifik adalah G▼AATTC (Gerstein, 2001).

Menurut Wei et al. (2008), star activity diinyatakan dengan nilai fidelity index

(FI) yaitu rasio jumlah tertinggi enzim yang tidak menimbulkan star activity

terhadap jumlah minimum enzim yang diperlukan untuk mendigesti DNA secara

keseluruhan (complete digestion). Semakin tinggi nilai FI suatu enzim, maka

potensi adanya star activity akan semakin besar. Untuk mencgeah terjadinya star

activity, maka kondisi kondisi reaksi restriksi harus diatur dengan buffer yang

sesuai agar tercapai kondisi optimal.

2.7 PCR

Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik amplifikasi segmen

nukleotida spesifik secara in vitro. Teknik PCR merupakan teknik yang sensitif,

selektif, dan cepat dalam amplifikasi segmen nukleotida yang diinginkan. PCR

didasarkan pada proses enzimatik oleh DNA polimerase pada replikasi DNA.

Pada Replikasi DNA terjadi reaksi polimerisasi nukleotida menggunakan untaian

DNA sebagai cetakan (template) dengan bantuan enzim DNA polimerase serta

diperlukan suatu primer yang akan menginisiasi polimerisasi rantai nukleotida.

PCR melibatkan siklus reaksi polimerisasi yang berulang untuk menghasilkan

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mycobacterium tuberculosis II.pdfsel basiler. Karakteristik dari bakteri dalam genus tersebut adalah struktur dinding sel yang kaya akan kandungan lipid

21

salinan segmen nukleotida dengan kuantitas tinggi walaupun jumlah sampel

nukleotida yang digunakan sangat kecil (Stephenson, 2010; Gupta, 2008).

PCR pertama kali dikembangkan oleh Karry Mullis dan koleganya pada

tahun 1985. Pada awalnya amplifikasi sekuen DNA dengan PCR dilakukan

menggunakan primer oligonukleotida spesifik dan enzim DNA polimerase

bakteri. Pada perkembangannya, diketahui bahwa penggunaan DNA polimerase

termostabil dapat meningkatkan efektivitas amplifikasi hingga mampu

menghasilkan salinan DNA target lebih dari 107 kali lipat walaupun sekuen target

hanya tersedia satu dari 100.000 untai DNA pada reaksi. Dengan berbagai

perbaikan teknik dan variasi penggunaan PCR, saat ini PCR telah dimanfaatkan

dalam berbagai hal seperti deteksi penyakit infeksi, studi mekanisme inflamasi,

analisis mutasi, dan deteksi tumor (Cagle dan Allen, 2009).

Proses PCR dibagi menjadi tiga tahap dasar, yaitu: (1) denaturasi; (2)

penempelan primer oligonukleotida pada sekuen target (annealing); dan (3)

pemanjangan primer-sekuen target dengan bantuan DNA polimerase (extension).

Tahapan dasar PCR tersebut akan terulang sejalan dengan pengulangan siklus

PCR. Ketiga tahapan dasar PCR tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Pada tahap denaturasi, double-stranded DNA (dsDNA) didenaturasi menjadi

single-stranded DNA (ssDNA). Faktor utama yang mempengaruhi tahapan ini

adalah melting temperature atau suhu yang diperlukan dari untai double helix

DNA untuk dapat terdenaturasi menjadi ssDNA. Melting temperature ditentukan

berdasakan komposisi nukleotida terutama komposisi guanin-sitosin (GC). Hal

tersebut dikarenakan komposisi GC memiliki ikatan hidrogen yang lebih kuat

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mycobacterium tuberculosis II.pdfsel basiler. Karakteristik dari bakteri dalam genus tersebut adalah struktur dinding sel yang kaya akan kandungan lipid

22

sehingga memerlukan energi yang lebih besar untuk terdisosiasi dibandingkan

ikatan hidrogen pada adenin-timin. Denaturasi awal umumnya dilakukan pada

suhu 94oC selama 6 hingga 8 menit. Pada siklus berikutnya umumnya proses

denaturasi diperpendek menjadi 1 hingga 2 menit (Bartlett et al., 2015).

Gambar 2.6 Tiga tahapan utama dalam PCR (Bartlett et al., 2015)

Ketika DNA sampel telah terdenaturasi menjadi ssDNA, akan proses

annealing terjadi yaitu primer oligonukleotida menempel pada sekuen target

secara spesifik. Suhu annealing biasanya ditentukan melalui optimasi. Tahap

annealing biasanya berlangsung selama 1 hingga 2 menit. Setelah primer

menempel pada sekuen target, maka akan terjadi polimerisasi (pemanjangan)

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mycobacterium tuberculosis II.pdfsel basiler. Karakteristik dari bakteri dalam genus tersebut adalah struktur dinding sel yang kaya akan kandungan lipid

23

untai DNA komplementer sehingga dihasilkan salinan sekuen DNA target atau

yang disebut sebagai amplikon. Proses polimerisasi tersebut merupakan tahapan

ekstensi. Tahapan tersebut ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu suhu dan

panjang ekstensi. Faktor suhu berkaitan dengan aktivitas optimum DNA

polimerase dan panjang ekstensi ditentukan berdasarkan aktivitas DNA

polimerase dan panjang sekuen target. Secara umum, tahap ekstensi dilakukan

pada suhu 72oC dengan waktu 1 menit per kilo pasang basa (kpb) nukleotida.

Waktu ekstensi bersifat spesifik untuk tiap reaksi dan ditentukan melalui optimasi.

Dengan adanya pengulangan siklus PCR, maka jumlah amplikon yang akan

dihasilkan dari satu molekul DNA target dinyatakan dengan 2x, yang mana x

menyatakan jumlah siklus PCR yang dilakukan (Bartlett et al., 2015).

Untuk melaksanakan proses PCR, diperlukan beberapa komponen reaksi.

Komponen- komponen yang diperlukan pada proses PCR adalah templat DNA;

sepasang primer, yaitu suatu oligonukleotida pendek yang mempunyai urutan

nukleotida yang komplementer dengan urutan nukleotida DNA templat; dNTPs

(Deoxynucleotide triphosphates); buffer PCR; magnesium klorida (MgCl2) dan

enzim DNA polimerase (Handoyo dan Rudiretna, 2001).

2.8 PCR-RFLP

PCR-RFLP merupakan salah satu varian teknik analisis PCR yang

didasarkan pada mekanisme pemotongan DNA secara spesifik oleh enzim

restriksi endonuklease. Suatu enzim restriksi endonuklease memiliki situs

pemotongan yang spesifik. Adanya polimorfisme pada untaian DNA akan

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mycobacterium tuberculosis II.pdfsel basiler. Karakteristik dari bakteri dalam genus tersebut adalah struktur dinding sel yang kaya akan kandungan lipid

24

menyebabkan perubahan pada situs pengenalan enzim restriksi, sehingga ketika

DNA yang mengalami polimorfisme didigesti dengan enzim restriksi tertentu

akan menghasilkan fragmen DNA yang berbeda dibandingkan fragmen DNA

normal (Leonard, 2007). Analisis produk PCR dengan enzim restriksi dapat

dilakukan untuk identifikasi adanya polimorfisme DNA antarindividu dan untuk

deteksi mutasi pada amplikon (Walker dan Rapley, 2005).

Apabila terjadi mutasi pada DNA dan mutasi tersebut menyebabkan adanya

perubahan situs pengenalan enzim restriksi, maka deteksi mutasi dapat dilakukan

dengan metode ini menggunakan enzim restriksi yang sesuai. Perubahan situs

pengenalan enzim restriksi karena adanya mutasi dapat berupa inaktivasi atau

penambahan situs pengenalan, yang berpengaruh terhadap jumlah dan panjang

fragmen DNA yang terbentuk ketika dilakukan digesti dengan enzim restriksi

(Buckingham, 2012). Pada prinsipnya, sekuen target dalam analisis PCR-RFLP

akan diamplifikasi terlebih dahulu dengan PCR. Produk PCR kemudian didigesti

dengan enzim restriksi tertentu dan fragmen hasil digesti dipisahkan serta

divisualisasikan dengan elektroforesis (Walker dan Rapley, 2005).

Analisis RFLP pada hasil PCR akan menghasilkan pola pita DNA tertentu

ketika dilakukan pemisahan dengan elektroforesis (Filippis dan McKee, 2013).

Pada Gambar 2.7, dapat dilihat bahwa dengan adanya mutasi akan menyebabkan

inaktivasi situs restriksi karena terjadi perubahan urutan basa nukleotida. Gen

normal yang dipotong oleh enzim restriksi akan menghasilkan dua buah fragmen

yang pada elektroforesis akan terlihat adanya dua pita, sedangkan gen yang

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mycobacterium tuberculosis II.pdfsel basiler. Karakteristik dari bakteri dalam genus tersebut adalah struktur dinding sel yang kaya akan kandungan lipid

25

mengalami mutasi tidak terpotong oleh enzim restriksi dan pada elektroforesis

akan terlihat hanya satu pita saja seperti yang terlihat pada Gambar 2.8.

Gambar 2.7 Mutasi gen yang menyebabkan inaktivasi situs pengenalan enzimrestriksi (Burns et al., 2007)

Gambar 2.8 Contoh elektroforegram hasil pemotongan produk PCR denganenzim restriksi spesifik (Fratamico et al., 2005)

PCR-RFLP memiliki beberapa kelebihan, yaitu jumlah sampel DNA yang

diperlukan sedikit, tidak memerlukan peralatan khusus karena hasil analisis dapat

Molecularweight

standard

Molecularweight

standard

Mutantgene

Normalgene

25

mengalami mutasi tidak terpotong oleh enzim restriksi dan pada elektroforesis

akan terlihat hanya satu pita saja seperti yang terlihat pada Gambar 2.8.

Gambar 2.7 Mutasi gen yang menyebabkan inaktivasi situs pengenalan enzimrestriksi (Burns et al., 2007)

Gambar 2.8 Contoh elektroforegram hasil pemotongan produk PCR denganenzim restriksi spesifik (Fratamico et al., 2005)

PCR-RFLP memiliki beberapa kelebihan, yaitu jumlah sampel DNA yang

diperlukan sedikit, tidak memerlukan peralatan khusus karena hasil analisis dapat

Molecularweight

standard

Molecularweight

standard

Mutantgene

Normalgene

25

mengalami mutasi tidak terpotong oleh enzim restriksi dan pada elektroforesis

akan terlihat hanya satu pita saja seperti yang terlihat pada Gambar 2.8.

Gambar 2.7 Mutasi gen yang menyebabkan inaktivasi situs pengenalan enzimrestriksi (Burns et al., 2007)

Gambar 2.8 Contoh elektroforegram hasil pemotongan produk PCR denganenzim restriksi spesifik (Fratamico et al., 2005)

PCR-RFLP memiliki beberapa kelebihan, yaitu jumlah sampel DNA yang

diperlukan sedikit, tidak memerlukan peralatan khusus karena hasil analisis dapat

Molecularweight

standard

Molecularweight

standard

Mutantgene

Normalgene

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mycobacterium tuberculosis II.pdfsel basiler. Karakteristik dari bakteri dalam genus tersebut adalah struktur dinding sel yang kaya akan kandungan lipid

26

divisualisasikan dengan gel agarosa, dan analisis dapat dilakukan secara cepat.

Sehingga, metode tersebut dapat dilakukan dengan sederhana untuk analisis rutin

di laboratorium tanpa memerlukan biaya yang tinggi (Leonard, 2007; Walker dan

Rapley, 2005; Filippis dan McKee, 2013). Metode ini juga memiliki beberapa

kelemahan. Yang pertama, elektroforesis konvensional memiliki keterbatasan

pada pemisahan fragmen DNA yang berukuran sekitar 0,2k pb hingga 20k pb.

Sehingga, besar fragmen restriksi harus berada pada rentang tersebut untuk dapat

teramati pada elektroforesis. Kedua, enzim restriksi yang digunakan umumnya

memotong pada beberapa titik dari fragmen DNA yang dianalisis sehingga

menghasilkan beberapa pita pada hasil elektroforesis. Hal tersebut akan

menyulitkan interpretasi terutama bila hasil pemotongan oleh enzim restriksi

menghasilkan fragmen restriksi dengan ukuran yang tidak mampu dipisahkan

pada elektroforesis dan adanya perbedaan pola restriksi antar isolat (Filippis dan

McKee, 2013).

2.9 Elektroforesis

Elektroforesis merupakan teknik pemisahan suatu molekul dalam suatu

campuran di bawah pengaruh medan listrik. Molekul terlarut dalam medan listrik

bergerak atau bermigrasi dengan kecepatan yang ditentukan oleh rasio muatan dan

massa. Sebagai contoh, jika dua molekul mempunyai massa dan bentuk yang

sama, molekul dengan muatan lebih besar akan bergerak lebih cepat ke elektrode

(Bhowmik dan Bose, 2011). Teknik ini dapat digunakan dengan memanfaatkan

muatan listrik yang ada pada makromolekul, misalnya DNA yang bermuatan

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mycobacterium tuberculosis II.pdfsel basiler. Karakteristik dari bakteri dalam genus tersebut adalah struktur dinding sel yang kaya akan kandungan lipid

27

negatif. Jika molekul yang bermuatan negatif dilewatkan melalui suatu medium,

misalnya gel agarosa, kemudian dialiri arus listrik dari satu kutub ke kutub yang

berlawanan muatannya, maka molekul tersebut akan bergerak dari kutub negatif le

kutub positif. Selain bergantung pada rasio muatan terhadap massa molekul,

kecepatan gerak molekul tersebut juga dipengaruhi oleh bentuk molekul, tegangan

listrik (voltase) yang digunakan dan sifat medium (Yuwono, 2010; Wink, 2006).

Teknik elektroforesis dapat digunakan untuk analisis DNA, RNA, dan

protein. Elektroforesis DNA dilakukan misalnya untuk menganalisis fragmen

DNA hasil pemotongan dengan enzim restriksi dan menganalisis produk PCR

(Bhowmik dan Bose, 2011). Elektroforesis dengan medium gel agarosa atau

poliakrilamid merupakan metode standar untuk pemisahan, identifikasi, dan

pemurnian fragmen DNA. Agarosa merupakan polisakarida yang diperoleh dari

alga merah. Gel agarosa mempunyai daya pemisahan (resolusi) lebih rendah jika

dibandingkan dengan gel poliakrilamid, tetapi mempunyai rentang pemisahan

lebih besar. DNA dengan ukuran 100 pb hingga 10 kpb dapat dipisahkan dengan

gel agarosa pada berbagai konsentrasi agarosa (Pelt-Verkuill et al., 2008).

Molekul DNA untai ganda linier, yang diletakkan pada salah satu ujung gel,

bergerak melalui matriks gel pada kecepatan yang berbanding terbalik terhadap

log jumlah pasang basa. Molekul yang lebih besar bergerak lebih lambat karena

terjadi gesekan yang lebih besar. Hal ini disebabkan karena DNA harus melewati

pori-pori gel, sehingga kurang efisien lajunya diaripada molekul yang lebih kecil

(Sudjadi, 2008).

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mycobacterium tuberculosis II.pdfsel basiler. Karakteristik dari bakteri dalam genus tersebut adalah struktur dinding sel yang kaya akan kandungan lipid

28

Fragmen DNA linier dengan panjang tertentu bermigrasi dengan kecepatan

yang berbeda pada gel yang mengandung konsentrasi agarosa berbeda pada gel

yang mengandung konsentrasi agarosa berbeda (Sudjadi, 2008). Umumnya

konsentrasi agarosa yang digunakan berkisar 0,7% hingga 2%. Semakin tinggi

konsentrasi agarosa, resolusi pemisahan fragmen DNA dengan ukuran kecil akan

semakin baik. Agarosa dengan konsentrasi 2% akan menunjukkan resolusi

pemisahan yang baik terhadap DNA dengan ukuran 0,2 pb hingga 1 kpb

(Bhowmik dan Bose, 2011). Dengan menggunakan konsentrasi gel agarosa yang

bebeda, dimungkinkan untuk dapat memisahkan molekul DNA dengan berbagai

ukuran. Rentang pemisahan beberapa konsentrasi gel agarosa dapat dilihat pada

Tabel 2.4. Konsentrasi agarosa diatas 2% mungkin digunakan untuk pemisahan

fragmen DNA dengan ukuran lebih kecil dari 100 pb, namun pada konsentrasi

tersebut umumnya agarosa akan sulit untuk larut, dituang, serta memadat karena

tingginya viskositas agarosa (Pelt-Verkuil et al., 2008; Bhowmik dan Bose, 2011).

Tabel 2.4 Rentang pemisahan pada gel agarosa (Sudjadi, 2008)

% agarosa dalam gelEfisiensi pemisahan molekul DNA

linier (kb)0,3 5-600,6 1-200,7 0,8-100,9 0,5-71,2 0,4-61,5 0,2-32,0 0,1-2