sreoke vertembro basiler

33
BAB I Pendahuluan Sistem arteri vertebrobasilar memperdarahi medula, otak kecil, pons, otak tengah, talamus, dan korteks oksipital. Oklusi vassa besar dalam sistem ini biasanya menyebabkan cacat berat atau kematian, kebanyakan pasien yang menderita stroke vertebrobasilar memiliki tingkat kecacatan yang signifikan karena keterlibatan dari batang otak dan otak kecil yang menyebabkan disfungsi multisistem (misalnya, quadriplegia atau hemiplegia , ataksia, disfagia, dysarthria, kelainan tatapan, neuropati kranial). Namun, lesi vertebrobasilar banyak timbul dari penyakit pembuluh kecil. tergantung pada lokasi mereka di dalam batang otak. Pasien dengan lesi kecil biasanya memiliki prognosis yang jinak dengan pemulihan fungsional yang wajar. Lesi dalam sistem vertebrobasilar memiliki beberapa karakteristik klinik yang membedakan mereka dari lesi di bagian hemisfer otak, termasuk yang berikut o Ketika saraf kranial atau inti terlibat, tanda-tanda klinis yang sesuai adalah lesi dan tanda- tanda kortikospinalis yang sberlawanan, melibatkan lengan dan kaki yang berlawanan. o tanda cerebellar (misalnya, dysmetria, ataksia) sering terjadi.

Upload: muhamad-azhari-m

Post on 05-Dec-2015

242 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

vfdsgv

TRANSCRIPT

BAB I

Pendahuluan Sistem arteri vertebrobasilar memperdarahi medula, otak kecil, pons, otak tengah,

talamus, dan korteks oksipital. Oklusi vassa besar dalam sistem ini biasanya menyebabkan

cacat berat atau kematian, kebanyakan pasien yang menderita stroke vertebrobasilar

memiliki tingkat kecacatan yang signifikan karena keterlibatan dari batang otak dan otak kecil

yang menyebabkan disfungsi multisistem (misalnya, quadriplegia atau hemiplegia , ataksia,

disfagia, dysarthria, kelainan tatapan, neuropati kranial). Namun, lesi vertebrobasilar banyak

timbul dari penyakit pembuluh kecil. tergantung pada lokasi mereka di dalam batang otak.

Pasien dengan lesi kecil biasanya memiliki prognosis yang jinak dengan pemulihan

fungsional yang wajar.

Lesi dalam sistem vertebrobasilar memiliki beberapa karakteristik klinik yang

membedakan mereka dari lesi di bagian hemisfer otak, termasuk yang berikut

o Ketika saraf kranial atau inti terlibat, tanda-tanda klinis yang sesuai adalah lesi dan

tanda- tanda kortikospinalis yang sberlawanan, melibatkan lengan dan kaki yang berlawanan.

o tanda cerebellar (misalnya, dysmetria, ataksia) sering terjadi.

o Keterlibatan sensori ascending pathway dapat mempengaruhi jalur spinothalamic atau

lemniscus medial (kolom dorsal), menghasilkan kondisi yang dimana kehilangan sensoris

yang terpisah yaitu kondisi ketika ada kehilangan sensoris di atu sisi tetapi tidak disisi yang

berlawanan.

o dysarthria dan disfagia

o Vertigo, mual, dan muntah, bersama dengan nystagmus, merupakan suatu keterlibatan

dari sistem vestibular.

o Selain itu,sindrom Horner dapat terjadi jika lesi di batang otak

o Lesi di lobus oksipital mengakibatkan hilangnya lapangan visual atau defisit visuospatial

o Berbeda dengan lesi di hemisfer, defisit korteks, seperti gangguan afasia dan kognitif, tidak

ada.

BAB II

Tinjauan PustakaStroke

2.1 Definisi Stroke

Stroke adalah suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan

tanda dan gejala klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat

menimbulkan kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah di otak (WHO). Stroke

merupakan suatu bentuk penyakit kardiovaskular yang merupakan dampak dari suplai darah ke

otak. Secara umum pada stroke dijumpai gangguan fungsi otak dapat berbentuk permanen yang

diakibatkan oleh sumbatan ataupun ruptur  pembuluh darah yang mensuplai otak .

2.2 Etiologi

Embolus Infark Miokard

Stroke merupakan komplikasi yang paling berarti bagi penderita Infark Miokard. Terjadi

1-3% dari seluruh penderita infark.Trombus yang sampai ke otak dapat berasal dari dinding

ventrikel kiri tetapi beberapa nerasal dari atherothrombotic. Stroke paling sering terjadi pada

minggu pertama setelah terjadinya infark. Pada  penelitian, pemberian antikoagulan pada

penderita Infark Miokard dapat menurunkan 40-50% risiko stroke

Atrial Fibrillation

Infark serebri pada pasien dengan atrial fibrillation merupakan akibat dari ebmbolisasi

dari trombus intrakardial, yang pada umumnya terbentuk di bagian atrium kiri. Lama terjadinya

atrial fibrillation tidak memberikan perubahan terhadap risiko stroke.

Valvular Heart Disease

  Paling sering terjadi akibat kelainan katup mitral dan katup aorta. Stenosis katup mitral yang

paling sering berhubungan dengan thromboemboli. Risiko dari stenosis katup mitral menjadi

stroke berhubungan dengan umur dan rendahnya cardiac output dan tidak berhubungan

dengan pembesaran atrium.

Emboli dari arkus aorta

Plak aterosklerosis aorta tediri dari ateroromboemboki dan kolestrol emboli. Hubungan

antara infark serebri dengan plak pada arkus aorta diakibatkan tingginya mobilitas dari trombus

yang terdapat pada arkus aorta. Risiko yang signifikan dijumpai pada plak yang berukuran

>4mm.

Oklusi Arteri Kecil

Infark Lakunar pada umuna disebabkan oleh oklusi arteri kecil yang  berkelanjutan.

Terjadinta iskemi arteri kecil akan menyebabkan berkurangnya neuron  pada daerah infarjk dan

berkurangnya elemen-elemen pada jaringan. Pada akhirnya  juga akan menyebabkan

demielinisasi dan kehilangan axon, neuron, oligo dendrosit yan beryubungan dengan astrositosis.

Hal ini juga dapat berujung pada oklusiarteri  besar.

Thrombus Prothrombotic States

Termasuk abnormalitas dari protein regulator hemostasis, yaitu: antithrombin, heparin

kofaktor II, protein c, protein s dan faktor fibrinolitik. Defek genetik dari  protein regulator

hemostasis yang mengatur masa prothrombin, biasanya menunjukkan gejala klinis pada 2 atau

dekade dari kehidupan yang berhuungan dengan kejadian stroke. Kadar plasma antirhrombin dan

protein c dan protein s menurun akibat konsumsi dari proses thrombotic. Kebanyakan pasien

dengan kelainan genetik tersebut yang menderita stroke biasanya membutuhkan antikoagulan

longterm seperti warfarin. (Mohr, )

2.3 Klasifikasi

Terdapat dua kategori besar stroke : iskemik dan hemoragik.

 

1. Stroke Iskemik Stroke iskemik terjadi karena kurangnya aliran darah ke otak dan sering terjadi

pada 70% dari keseluruhan stroke. Dari kategori iskemik terdapat beberapa sub-kategori, yaitu

artherothrombosis serebral (termasuk dalam penyakit arteri besar) yang disebabkan oleh

clot  (thrombus) yang menyumbat aliran darah arteri. Clot  biasanya tidak terbentuk pada arteri

yang sehat, tetapi akan mulai membentuk  pada area pembuluh darah yang rusak karena

atherosclerosis. Pada proses atherosclerosis, plak dari bagian-bagian lemak, kolestrol, zat sisa

sel, kalsium, dan fibrin akan bergabung dan menebal. Permukaan plak yang tidak teratur tersebut

menjadi tempat yang ideal utuk clot  terbentuk dan tumbuh. Bentuk lain dari stroke iskemik

adalah stoke embolus. Pada tipe ini clot  yang terbentuk terdapat dari suatu bagian tubuh diluar

otak yang hancur dan terlepas  baik keseluruhan maupun kesebahagian dan berjalan melalui

pembuluh darah sampai tersangkut dipembuluh darah otak.

Stroke Hemoragik Stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan pada otak atau jaringan

sekitarnya. Stroke hemoragik terdiri dari 20-25% dari keseluruhan stroke. Pada stroke ini

perdarahan dapat terjadi pada bagian otak itu sendiri ( intracerebral hemorrhage ) atau ada

rongga disekeliling otak (  subarachnoid hemorrhage ).

 Intracerebral Hemorrhage

  Pada stroke perdarahan intraserebral darah lengket pada pembuluh darah kecil  pada

dasar otak. Paparan jangka panjang oleh tekanan darah tinggi dapat menyebabkan kelemahan

dinding dari arteri kecil. 2/3 dari pasien dengan  perdarahan intraserebral memiliki riwayat

hipertensi, diabetes, dan atherosclerosis akan menambah kerusakannya. Penyebab lain dari

perdarahan otak adalah tumor, trauma, arteriouvenous , Malformation . Onset dari gejalanya

biasanya akut dengan sakit kepala yang berat dan penurunan kesadaran.

Subarachnoid Hemorrhage

Perdarahan subarachnoid pada umumnya disebabkan oleh aneurisma atau malformasi

vaskular. Gejala klasik dari perdarahan subarachnoid adalah sakit kepala, kaku pada leher,

penurunan kesadaran, mual dan muntah, serta kejang. Gejala yang lain mungkin muncul

tergantung dari lokasi dan ukuran perdarahan (Jauch, 2007).

2.4 Patofisiologi

Arteri vertebralis timbul dari arteri subklavia, dan ketika mereka melewati

foramina costotransverse dari C6 ke C2. Mereka memasuki tengkorak melalui foramen

magnum dan bergabung di persimpangan pontomedullary untuk membentuk arteri basilar.

Setiap arteri vertebralis biasanya bercabang menjadi arteri cerebellar posterior inferior (PICA).

Di bagian atas pons, arteri basilaris terbagi menjadi 2 arteri serebral posterior (PCAs).

Arteri basilaris bercabang menjadi arteri cerebellar superior yang memasok bagian

lateral pons dan otak tengah, serta permukaan superior dari otak kecil. Otak kecil

dipasok oleh arteri circumflexan, PICA, arteri anterior inferior dan superior cebelar arteri dari

arteri basilar.

Medula diperarahi oleh Pica dan cabang kecil dari arteri vertebralis. Pons

diperdarahi oleh cabang-cabang dari arteri basilaris. PCAs memperdarahi otak tengah,

talamus, dan korteks oksipital.

Pada dasar otak, sistem karotis dan basilar bergabung untuk membentuk lingkaran

besar, arteri communicans dikenal sebagai lingkaran Willis. sehingga itu dapat merupakan

jaminan, bahkan ketika salah satu arteri utama tersumbat, sistem perdarahan otak yang

memadai mungkin masih possible.

Kondisi pembuluh darah yang paling umum yang mempengaruhi sistem

vertebrobasilar adalah aterosklerosis, di mana plak menyebabkan penyempitan dan oklusi

vassa besar. Patologi penyakit vassa kecil ( arteri dengan 50-200 pM diameter) adalah

berbeda dari aterosklerosis, karena kapal kecil menjadi tersumbat oleh proses yang disebut

lipohyalinosis, yang sering terjadi dalam hubungannya dengan hipertensi. Oklusi vassa -

vassa kecil ini menyebabkan penyumbatan, disebut infark lacunes, yang mungkin muncul

sebagai lesi tunggal atau dapat didistribusikan sebagai lesi multipel tersebar luas di

seluruh subcortex dan batang otak. Lipohyalinosis melemahkan dinding vassa, dan

pecahnya arteri dapat terjadi pada individu hipertensi, mengakibatkan perdarahan fokal.

Hampir semua perdarahan intraserebral berasal dari pecahnya ini.

Karena hubungan anatomis yang dekat antara arteri vertebralis dan tulang belakang

leher, manipulasi chiropractic atau rotasi leher bisa melukai arteri vertebralis di leher.

Penyebab untuk emboli biasanya dari lengkungan aorta, arteri subklavia, dan dari arteri

vertebralis.

2.5 Frekuensi

Mortalitas / Morbiditas

Mortalitas pasien dengan oklusi arteri basilaris tinggi. Pada sebagian besar

kematian secara konsisten lebih besar dari 75-80% . Sebagian besar yang selamat menjadi

cacat.

Ras

Prevalensi dari semua jenis stroke cenderung lebih tinggi ada Amerika Afrika dari kulit

putih.

Seks

Stroke terjadi sedikit lebih sering pada pria daripada pada wanita.

Umur

Insiden stroke meningkat dengan usia.

2.6 Gejala Klinis

Onset dan durasi gejala tergantung pada etiologi. Pasien dengan trombosis arteri

basilaris biasanya memiliki gejala peringatan, seperti sebanyak 50% dari pasien

mengalami serangan transient ischemic selama beberapa hari untuk minggu sebelum

oklusi tersebut. Sebaliknya, peristiwa emboli, tanpa prodrome atau peringatan, dengan

presentasi akut dan dramatis. gejala peringatan yang berhubungan dengan stroke

vertebrobasilar termasuk:

* Vertigo

* Mual dan muntah

* Sakit kepala

* Kelainan pada tingkat kesadaran

* Tanda oculomotor yang Abnormal (misalnya, nystagmus, lateral tatapan kelainan,

diplopia, perubahan pupil)

* kelemahan saraf kranial (misalnya, dysarthria, disfagia, disfonia, kelemahan otot wajah

dan lidah)

* kehilangan sensoris (di wajah dan kulit kepala)

* Ataksia

* kelemahan kontralateral (misalnya, hemiparesis, quadriparesis)

* Incontinence

* cacat Visual-field

* pembengkakan Abnormal

* Berkeringat pada wajah atau ekstremitas

Temuan klinis umum di lebih dari 70% pasien dengan stroke vertebrobasilar yaitu

tingkat kesadaran yang abnormal, serta hemiparesis atau quadriparesis, yang biasanya adalah

asimetris.

Kelainan pupil dan tanda-tanda oculomotor yang umum, dan manifestasi bulbar,

seperti kelemahan wajah, disfonia, dysarthria, dan disfagia, terjadi di lebih dari 40%

pasien. Tanda-tanda oculomotor biasanya mencerminkan keterlibatan inti abducens; Defisit

ini melokalisasi lesi pada pons. tanda-tanda lain dari pontine iskemik termasuk ataksia

dan tremor yang disertai dengan hemiparesis ringan. Tanda-tanda yang dijelaskan dapat

terjadi dalam kombinasi yang berbeda. Beberapa temuan dapat berfungsi sebagai petunjuk

yang membantu untuk mempersempit pencarian, termasuk contoh-contoh berikut:

* sindrom midbrain - saraf kranial [CN] III lesi vertical gaze palsy.

* sindrom Pontine - adalah CN VI lesi, horizontal gaze palsy, dan kelumpuhan saraf VII.

* medullary sindrom - adalah nyeri wajah dan kehilangan rasa suhu, sindrom Horner,

ataxia, kehilangan sensasi nyeri dan suhu yang kontralateral, dan kelumpuhan lidah,

langit-langit, pita suara, atau sternocleidomastoid

* arteri posterior serebral - hemianopia kontralateral dengan macular sparing.

Berbagai varietas dari spesifik neurologis syndromes telah diuraikan berdasarkan

temuan.

Beberapa contoh adalah sebagai berikut:

* Lateral meduler (Wallenberg) sindrom

Sindrom ini paling sering disebabkan oleh oklusi arteri vertebral atau, oklusi Pica.

Pasien dengan mual, muntah, dan vertigo akbat keterlibatan sistem vestibular.

klinisnya lainnya adalah sebagai berikut:

Ataksia dan dysmetria, karena kerusakan pada batang cerebellar inferior dan otak kecil

Sindrom Horner (misalnya, ptosis, miosis, hypohidrosis atau anhidrosis,

enophthalmos), karena kerusakan pada serat simpatis decended

rasa sakit wajah dan kehilangan rasa suhu

refleks kornea berkurang, dari kerusakan pada saluran tulang belakang dan inti dari CN V

Nystagmus

Hypoacusis (inti koklea)

Dysarthria

Disfagia

Kelumpuhan faring, langit-langit, dan pita suara

Hilangnya rasa dari ketiga posterior lidah (inti atau serat CN IX dan X)

hilangnya rasa sakit dan rasa suhu dalam tubuh dan kaki yang kontralateral, menunjukkan

keterlibatan spinothalamic tract anterior. Temuan lain meliputi takikardi dan dyspnea

(nukleus dorsal CN X), dan myoclonus langit-langit, sebuah gerakan menyentak dari

langit-langi, otot faring, dan diafragma. myoclonus Palatal kadang timbul dari infark inti

otak kecil dan inferior Oliva.

Prognosis pasien dengan sindrom meduler lateral biasanya cukup baik untuk hasil

fungsional, namun, pasien bisa mati pada fase akut dari pneumonia aspirasi, dan kematian

telah dilaporkan dari apnea dalam sejumlah kasus.

* Meduler sindrom (Dejerine) Medial

Sindrom ini adalah lesi yang jarang terjadi dihasilkan dari oklusi dari arteri

vertebralis atau cabang arteri spinal anterior, melibatkan piramida, lemniscus medial, dan,

kadang-kadang, saraf hypoglossal.

Gambaran klinis termasuk paresis lidah dengan deviasi kearah lesi (lesi LMN CN

XII), hemiplegia kontralateral dengand sparing face (saluran kortikospinalis), dan

hilangnya rasa getaran dan proprioception (lemniscus medial).

* Cerebellar infark

Stroke yang melibatkan otak kecil dapat mengakibatkan kurangnya koordinasi,

kecanggungan, tremor, ataksia, dysarthria, gangguan berbicara, dan bahkan kesulitan

memori dan perencanaan motorik.

Diagnosis dini infark cerebellar penting, karena pembengkakan dapat menyebabkan

kompresi batang otak atau hidrosefalus.

* Locked-in syndrome

Sindrom ini terjadi ketika ada infark ventral pons atas. Locked-in syndrome terjadi

dari oklusi dari segmen proksimal dan tengah arteri basilaris atau dari perdarahan yang

melibatkan wilayah itu. Hal ini juga dapat disebabkan oleh trauma, myelinolysis pontine

pusat, ensefalitis, atau tumor.

Lesi bilateral pontine ventral melibatkan saluran kortikospinalis dan corticobulbar

menyebabkan

quadriplegia. Pasien tidak dapat berbicara, untuk menghasilkan gerakan wajah (kerusakan

saluran corticobulbar), atau untuk melihat ke kedua sisi (gerakan mata horisontal

terganggu karena lesi VI CN bilateral inti). Oleh karena tegmentum dari pons terlibat,

kesadaran pasien juga terpengaruh. Pasien lumpuh total dan berkomunikasi hanya dengan

gerakan mata vertikal dan berkedip.

Coma mungkin terjadi dengan keterlibatan dari tegmentum pontine atau dengan lesi dari

reticular formation otak tengah. Coma umumnya dikaitkan dengan kelainan oculomotor,

dan kelainan motorik bisa ada. Seorang pasien koma tidak responsif, dan koma mungkin

diperpanjang pada oklusi arteri basilar. Siklus tidur-bangun pada pasien dengan koma tidak

dapat ditemukan.

* Top-of-the-basilar syndrome.

Sindrom ini merupakan manifestasi dari upper brainstem dan diencephalic iskemik

disebabkan oleh oklusi dari arteri basilaris rostral; oklusi biasanya hasil dari sebuah

embolism. Berbagai tingkat keterlibatan otak tengah, talamus, dan bagian dari lobus temporal

dan oksipital mungkin terjadi dan dapat menghasilkan cacat parah.

Pasien hadir dengan perubahan mendadak dalam tingkat kesadaran, kebingungan,

amnesia, dan gejala-gejala visual (misalnya, hemianopia, kebutaan kortikal, Dysnomia

warna). Pasien-pasien ini juga dapat menunjukkan kelainan oculomotor, paling sering dari

tatapan vertikal, seperti tatapan palsy, kejang konvergensi sehingga pseudoabducens

cerebral, atau nystagmus

konvergensi-retraksi.

kelumpuhan CN III dan kelainan pupil, termasuk pupil kecil dengan reaktivitas cahaya

menurun (diencephalic), pupil besar / (otak tengah), dan pupil ektopik atau oval, juga sering.

kelainan lainnya termasuk berbagai derajat kelemahan, defisit sensorik, atau sikap.

* Internuclear ophthalmoplegia (INO)

Secara Klinis, INO adalah kelumpuhan pandangan horisontal, hasil dari lesi batang

otak yang mempengaruhi MLF antara inti CN VI dan III, paling sering di pons. Ketika

seorang pasien dengan luka di MLF mencoba untuk melihat ke / kirinya nya (yaitu, jauh

dari sisi terlibat), dia tidak menunjukkan adduksi mata kanan dan abduksi penuh dari

mata kiri dengan akhirnya menjadi nystagmus.

Dengan logika yang sama, dalam kasus INO bilateral, tidak terjadi adduksi untuk

kedua sisi dengan nystagmus mata abduksi ke dua arah. Konvergensi karena inti dari CN III

dan persarafan perifer otot-otot recti medial masih utuh.

Pada pasien lanjut usia, INO paling sering disebabkan oleh oklusi arteri basilaris

atau cabang paramedian nya. Pada orang dewasa muda, hal itu mungkin terjadi akibat

multiple sclerosis (MS), biasanya dengan keterlibatan bilateral.

* One&a half syndrome

Sindrom ini disebabkan oleh lesi yang mempengaruhi PPRF dan MLF secara

bersamaan, sehingga ipsilateral konjugasi tatapan lumpuh dan INO. Seorang pasien dengan

sindrom ini benar-benar tidak mampu untuk menggerakkan mata ipsilateral, dan dia hanya

mampu untuk abduksi mata kontralateral, dengan menghasilkan nystagmus.

*Ventral pontine (Millard-Gubler) sindrom

Sindrom ini terjadi setelah infark paramedian di pons dan menghasilkan

kelumpuhan rektus lateral ipsilateral (CN VI) dengan diplopia, paresis wajah lengkap

( kelumpuhan CN VII), dan hemiparesis / hemiplegia kontralateral (keterlibatan saluran

kortikospinalis).

* (Raymond-Cestan) sindrom

Sindrom Hal ini disebabkan oleh obstruksi aliran di dalam cabang arteri basilar.

Hal ini menyebabkan ataksia ipsilateral dan tremor kasar (menunjukkan keterlibatan dari

peduncles cerebellar superior dan tengah), kelemahan pengunyahan dan kehilangan sensori

pada wajah (yang menunjukkan inti trigeminal sensori dan motor dan saluran), dan

hilangnya kontralateral dari semua modalitas sensorik ( akibat kerusakan saluran medial

lemniscus dan spinothalamic) dengan atau tanpa kelemahan wajah dan hemiparesis

(saluran kortikospinalis). tatapan Horizontal palsy juga dapat terjadi.

*Lower pontine sindrom (Foville)

Sindrom ini akibat dari lesi di tegmentum dorsal pons yang lebih rendah. pasien

paresis ipsilateral dari seluruh wajah (inti dan serat CN VII), horizontal pandangan palsy

pada sisi ipsilateral (PPRF + / - CN VI inti), dan hemiplegia kontralateral (saluran

kortikospinalis)

*Otak tengah sindrom (Weber) Ventral

Sindrom Weber terjadi dengan oklusi dari median dan / atau cabang perforantes

paramedian dari arteri basilar. Temuan klinis umum termasuk, ptosis, dan mydriasis (yaitu,

kerusakan serat parasimpatis CN III) dengan hemiplegia kontralateral. Kelemahan dari wajah

yang lebih rendah

(saluran kortikospinalis dan corticobulbar) dapat dicatat.

* sindrom (Benedikt)

Sindrom ini disebabkan oleh lesi di otak tengah tegmentum akibat oklusi cabang

paramedian arteri basilaris, PCA, atau keduanya. Pasien menunjukkan palsy oculomotor

ipsilateral, ptosis, dan mydriasis (seperti dalam sindrom Weber), bersama dengan gerakan

tak terkendali kontralateral, seperti orang-orang dari niat tremor, ataksia, atau chorea

(karena keterlibatan red nukleus).

* Oklusi PCA

Temuan yang paling umum adalah infark lobus oksipital yang mengarah ke

hemianopia kontralateral.Gejala klinis yang berhubungan dengan oklusi PCA bervariasi

tergantung pada lokasi oklusi dan mungkin termasuk sindrom thalamic, sindrom perforasi

thalamic, sindrom Weber, kebutaan kortikal, buta warna, kegagalan untuk melihat bolak balik,

disleksia verbal, dan halusinasi.

2.6 Faktor Resiko

Insufisiensi vertebrobasilar atau stroke dapat disebabkan oleh sejumlah mekanisme,

termasuk trombus, emboli, dan perdarahan (sekunder untuk aneurisma atau trauma). Secara

umum, stroke terjadi karena kejadian iskemik (80-85% pasien) atau perdarahan (15-20% dari

pasien). Beberapa faktor resiko yang berhubungan dengan stroke, seperti berikut:

* Meningkatnya usia

* Riwayat keluarga

* Race

* riwayat stroke Sebelumnya

* Hipertensi

* Penyakit arteri koroner

* Diabetes mellitus

* Merokok

* Penyakit jantung

* Obesitas

* Fisik tidak aktif

* drugs atau penyalahgunaan alkohol

2.7 Diferensial Diagnosis

y Central pontine myelinolysis

y Metastatic disease of the brain

y Subarachnoid hemorrhage

y Basilar meningitis

y Basilar migraine

y Cerebellopontine angle tumors

y Supratentorial hemispheric mass lesions with mass effect, herniation, and brainstem

compression

2.8 Laboratorium

Hasil pemeriksaan Laboratorium harus mencakup sebagai berikut:

o hitung darah lengkap

o Elektrolit

o Blood urea nitrogen dan kreatinin

o Prothrombin time dan aktifasi waktu tromboplastin parsial (aPTT)

o tingkat Kolesterol

o Lipid profil

Pasien yang lebih muda dari 45 tahun atau yang tidak memiliki bukti

aterosklerosis harus diselidiki untuk kehadiran hiperkoagulasi, seperti berikut:

o Lupus antikoagulan dan antibodi anticardiolipin

o Protein C, protein S, dan antithrombin III kekurangan

o Faktor V Leiden mutasi

Creatine kinase, isoenzim jantung, dan tingkat troponin harus diuji dalam orang-orang berikut

o Semua pasien simptomatik (misalnya, dengan nyeri dada)

o Pasien dengan bukti perubahan iskemik dalam elektrokardiogram (EKG, karena

tingginya insiden penyakit arteri koroner secara bersamaan)

2.9 Studi Imaging

* Computed tomography (CT) scanning

o CT scan biasanya adalah studi pencitraan yang pertama dilakukan, karena memiliki sensitivitas

lebih dari 95% bila digunakan dalam identifikasi perdarahan intra-aksial atau ekstra-aksial dalam

24 jam pertama onset.

o Kelemahan CT scan termasuk sensitivitas rendah untuk iskemia awal disebabkan oleh struktur

bertulang yang mengelilingi batang otak dan otak kecil.

o Temuan bermanfaat lainnya termasuk bukti infarcts di lobus talamus atau oksipital (melibatkan

keterlibatan arteri basilaris rostral) dan bukti bahwa arteri basilaris hyperdense hadir

(menyarankan kemungkinan oklusi)

o Spiral CT angiography digunakan lebih lanjut untuk mengidentifikasi sumbatan dan

dolichoectatic vessels.

* Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan magnetic resonance angiography (MRA)

o MRI lebih sensitif dibandingkan CT scan dalam identifikasi iskemia (karena tulang

tidak menurunkan gambar). teknik baru, termasuk penindasan aliran dan produksi gambar

difusi berbobot dan perfusi berbobot, membuat MRI alat yang sangat kuat untuk

perdarahan intraparenchymal atau edema dan untuk identifikasi awal dan berpotensi reversibel

ischemia.

o MRI dan magnetic resonance angiography (MRA) sangat membantu dalam menemukan

lesi okultisme, seperti plak demielinasi, tumor, dolichoectasia vertebrobasilar, atau dissection.

MRA memiliki sensitivitas hingga 97% dan spesifisitas hingga 98% bila digunakan untuk

mengidentifikasi oklusi vertebrobasilar. Keterbatasan MRA adalah kecenderungan untuk

melebih-lebihkan derajat stenosis. terlalu tinggi ini terjadi karena produksi gambar di

MRA adalah berdasarkan fenomena aliran-terkait, dengan itu, kehadiran stenosis berat

dengan aliran signifikan dapat menyerupai oklusi pembuluh darah

* Doppler (TCD)

o TCD digunakan dalam evaluasi penyakit serebrovaskular, tetapi sering tidak akurat.

Tidak adanya sinyal dalam pemeriksaan awal tidak selalu berarti oklusi.

o TCD sangat membantu untuk tujuan tindak lanjut setelah evaluasi awal menunjukkan

lesi.

TCD memiliki sensitivitas 72% dan spesifisitas 94% pada pasien dengan penyakit arteri basilar.

Tes Lainnya

* Electrocardiography harus dilakukan pada semua pasien pada evaluasi awal. Semua

pasien harus dimonitor terus-menerus selama beberapa hari pertama. Perubahan iskemik

dalam EKG harus diselidiki lebih lanjut dengan serum creatine kinase, isoenzim jantung, dan

tingkat troponin untuk alasan yang mencakup sebagai berikut:

o Sampai dengan 20% pasien dengan stroke akut memiliki aritmia.

o Serangan jantung terjadi pada 2-3% pasien.

o Adanya aritmia (misalnya atrial fibrilasi) telah berdampak pada manajemen pasien

jangka panjang yang terkait dengan pencegahan stroke.

* Echocardiography harus dipertimbangkan pada pasien berikut:

o Mereka yang lebih muda dari 45 tahun

o Mereka yang memiliki oklusi arteri menjelaskan basilar

Temuan yang dapat mempengaruhi manajemen termasuk gangguan katup, vegetasi, trombi

intramural atau luar sekolah, aneurisms ventrikel, tumor jantung (myxoma), pirau kanan-ke-kiri,

dan fraksi ejeksi miskin.

2.10 Penatalaksanaan

Idealnya, semua pasien yang telah menderita stroke vertebrobasilar harus

dimasukkan ke unit yang mengkhususkan diri dalam perawatan pasien stroke. Pasien

menunjukkan gejala neurologis tidak stabil atau berfluktuasi, tingkat penurunan kesadaran,

ketidakstabilan hemodinamik, atau masalah jantung atau pernafasan aktif adalah kandidat

untuk terapi intervensi, seperti trombolisis, harus dimasukkan ke unit neurologis perawatan

intensif (ICU).

* Hemodinamik manajemen

o Pendekatan ini harus ditujukan untuk meminimalkan cedera iskemik. Iskemia serebral

menyebabkan sistem autoregulasi terganggu. Mekanisme yang mendasari respon autoregulatory

otak melibatkan vasokonstriksi dan vasodilatasi. Kenaikan tekanan arteri rata-rata (MAP)

menghasilkan vasokonstriksi. Respon ini membatasi tekanan perfusi dan volume

darah.Penurunan MAP menghasilkan vasodilatasi.

o Pada pasien darah normal, batas autoregulasi berada dalam kisaran 50-150 mm Hg dari MAP.

Pada pasien hipertensi kronis, kurva autoregulasi bergeser ke atas. Pada pasien dengan penyakit

berat oklusi vaskular serebral, MAP dan tekanan perfusi serebral (CPP) menjadi penting

dalam memelihara aliran darah otak. CPP adalah sama dengan tekanan MAP kurang intrakranial

(ICP) (yaitu, CPP = MAP-ICP). Oleh karena itu, pengobatan hipertensi yang berlebihan

harus dihindari, karena dapat menurunkan tekanan perfusi serebral dan memperburuk

iskemia berlangsung.

o Tidak ada informasi yang ada dari uji acak menunjukkan apakah mengobati hipertensi

adalah lebih baik daripada tidak memperlakukan itu. Berdasarkan bukti dari model

eksperimental dan data dari pengalaman klinis, pengobatan hipertensi tidak boleh

diperlakukan kecuali ada bukti kerusakan end-organ, seperti ensefalopati hipertensi, angina

tidak stabil, infark miokard akut, gagal jantung, atau gagal ginjal akut. Hipertensi harus

ditangani ketika tekanan darah diastolik lebih besar dari 120 mm Hg atau bila tekanan darah

sistolik lebih dari 200 mm Hg. trombolisis merupakan suatu pertimbangan yang kuat, maka

parameter pengobatan menjadi 110 mm Hg atau lebih untuk tekanan darah diastolik atau

lebih besar dari 180 mm Hg untuk tekanan darah sistolik.

o Pasien dengan hipotensi harus dditerapi untuk mengoptimalkan MAP dan, akibatnya,

aliran darah tergantung pada tekanan darah serebral. upaya Maksimal harus dilakukan

untuk mempertahankan volume intravaskuler normal menggunakan solusi isotonik. Jika

MAP terus menjadi rendah, vasopressors, seperti dopamin, Dobutamine, dan fenilefrin,

harus digunakan.

Pada pasien dengan status volume intravaskuler dengan komplikasi yang tidak diketahui, seperti

gagal jantung kongestif dan edema paru, kateter arteri paru harus ditempatkan untuk memonitor

tekanan vena sentral dan tekanan kapiler paru. Pendekatan ini akan meningkatkan

pemantauan volume intravaskuler untuk menghindari overload

* Respiratory manajemen

o penilaian awal dan pengelolaan jalan nafas sangat penting karena keterlibatan saraf kranial dan

penurunan kesadaran pada pasien dengan iskemia batang otak. Penilaian drive pernafasan,

refleks, dan kemampuan untuk menangani sekresi dengan batuk kuat juga sangat penting.

o intubasi endotrakeal dapat dipertimbangkan pada pasien dengan tingkat penurunan

kesadaran dan koma Glasgow skor kurang dari 8 untuk mempertahankan jalan napas dan

ventilasi normal.

* Trombolisis

o Berdasarkan data dari National Institute of Neurological Gangguan Stroke, pada tahun

1996 Food and Drug Administration (FDA) menyetujui aktivator jaringan plasminogen (TPA) 8

untuk pengobatan stroke iskemik akut dalam 3 jam pertama onset. Sidang menunjukkan manfaat

secara keseluruhan untuk kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok yang tidak

diobati.

Sejumlah lebih tinggi dari pasien yang dirawat telah defisit minimal dan minimal atau

tidak ada cacat. Hasil diterapkan pada semua subkelompok, terlepas dari etiologi. ini tidak

termasuk pasien dalam pingsan atau koma. Pilihan ini mungkin tidak termasuk pasien

yang mengalami oklusi arteri basilar.

o Pada tahun 2009, American Heart Association / American Stroke Association (AHA /

ASA) menerbitkan penasihat ilmu merekomendasikan bahwa waktu untuk administrasi

TPA ditingkatkan menjadi 4,5 jam setelah stroke, meskipun perubahan ini belum disetujui

oleh FDA.25 Penelitian menunjukkan bahwa TPA yang efektif pada pasien bahkan ketika

diberikan dalam 3 - ke jendela 4,5 jam, 26,27,28 tetapi AHA / ASA menyatakan bahwa,

meskipun rekomendasinya, efektivitas administrasi TPA dibandingkan dengan perlakuan

lain untuk trombosis , dalam periode waktu itu, belum diketahui.

kriteria tersebut untuk pengobatan antara 3 dan 4,5 jam adalah sama dengan yang

digunakan untuk perawatan sebelum 3 jam, sebagaimana ditetapkan dalam / s AHA ASA

'2007 pedoman, tetapi dengan kriteria pengecualian diperluas untuk mencakup salah satu

karakteristik pasien berikut:

+ Umur lebih dari 80 tahun

+ Penggunaan antikoagulan oral

+ Baseline Institut Kesehatan Nasional (NIH) Stroke Skala skor> 25

+ Sejarah kedua stroke dan diabetes

o Dari agen yang berbeda saat ini digunakan untuk trombolisis (urokinase, prourokinase,

streptokinase, TPA), prourokinase dan TPA tampaknya memiliki selektivitas lebih untuk trombi.

Streptokinase tidak digunakan untuk stroke setelah percobaan multicenter Eropa dan

Australia mendokumentasikan kematian yang lebih besar pada pasien dirawat. Karena

keprihatinan dengan produksi, urokinase saat ini tidak tersedia di Amerika Serikat.

Prourokinase diuji dalam mode, prospektif acak, termasuk pasien hanya dengan oklusi

arteri serebral tengah batang. Hasil penelitian menunjukkan hasil yang lebih baik pada pasien

yang diobati, tapi prourokinase belum disetujui untuk digunakan pada stroke akut.

o Pada saat ini, satu-satunya pilihan yang layak untuk trombolisis di Amerika Serikat

terus menjadi TPA. Obat ini telah diteliti secara prospektif dalam uji coba yang melibatkan

gabungan terapi intravena dan intra-arteri, dalam dosis 0,3 mg / kg, dengan maksimum

10-20 mg. pengalaman terbatas dengan penggunaan GPIIb / IIIa inhibitor, seperti

abciximab, untuk memblokir fungsi platelet dan rethrombosis telah menunjukkan tingkat

reocclusion keseluruhan sekitar 30%.

* Terapi Lain

Antikoagulasi

o terapi dengan heparin telah digunakan, tetapi tidak ada bukti bahwa hal itu memiliki

dampak pada hasil. Hasil dari uji coba menggunakan heparin berat molekul rendah

intravena pada pasien dengan stroke akut, meskipun secara keseluruhan negatif, memang

menunjukkan hasil yang lebih baik di 7 hari untuk pasien dengan penyakit pembuluh besar.

Angioplasty telah dilakukan untuk mengobati pasien dengan stenosis arteri aterosklerosis basilar.

Penggunaan angioplasty didasarkan pada kecenderungan trombosis terjadi di segmen arteri

stenosed. Laporan menggambarkan Angioplasti dilakukan pada pasien dengan oklusi

vertebrobasilar akut, serta electively. Seri kasus menerbitkan sebuah laporan angka

kesakitan sebesar 0-16% dan tingkat kematian hingga 33%, namun peran angioplasti

dalam pengobatan oklusi vertebrobasilar tidak didefinisikan dengan baik.

2.11 Rehabilitasi

Tujuan rehabilitasi adalah mengusahakan agar penderita sejauh mungkin dapat

memanfaatkan kemampuan sisanya untuk mengisi kehidupan secara fisik, emosional dan sosial

ekonomi dengan baik Tindakan rehabilitasi medik dilaksanakan oleh satu tim yang terdiri dari

dokter spesialis rehabilitasi medik, fisiotherapist, okupasional therapist, perawat rehabilitasi,

pekerja sosial medik, psikolog, speech therapist, orthotist prosthetist. Prognosis umum serangan

pertama relatif baik, yaitu 70-80% akan selamat jiwanya, 90% akan terus hidup dalam 2

tahun, 50% akan hidup 10 tahun lagi atau lebih lama. Dengan rehabilitasi yang tepat,

90% penderita stroke dapat berjalan kembali, 70% bisa mandiri, 30% dari usia kerja

dapat kembali bekerja.

Berikut terapi ± terapi lain yang harus dilaksanakan pada penderita pasca stroke :

y Keperawatan

y Physical therapy

y Occupational therapy

y Recreational therapy

y Speech therapy

2.12 Medikamentosa

Obat-obat yang digunakan dalam pengobatan pasien dengan stroke vertebrobasilar

termasuk agen trombolitik, antikoagulan, dan agen antihipertensi dan antiplatelet. Pasien

dengan komorbiditas berat dan / atau aktif, seperti infark miokard akut, mungkin

memerlukan agen inotropic administrasi dan vasopressors.

Beberapa obat antikoagulan oral dalam berbagai tahap uji klinis untuk digunakan dalam

profilaksis dari iskemik thromboembolic stroke. Setelah disetujui untuk digunakan, potensi

obat tersebut dalam arena pengobatan stroke adalah signifikan.

Antihipertensi

Agen anti hipertensi yang digunakan untuk mengontrol hipertensi berat.

Antihipertensi direkomendasikan untuk pasien yang dianggap kandidat untuk terapi

trombolitik dan yang memiliki tekanan darah sistolik lebih besar dari 180 mm Hg dan / atau

tekanan darah diastolik di atas 110 mm Hg.

Nitroprusside natrium (Nitropress)

Vasodilasi menghasilkan dan meningkatkan aktivitas inotropik jantung. Pada dosis

yang lebih tinggi, mungkin memperburuk iskemia miokard dengan meningkatkan denyut

jantung.

Labetalol (Normodyne, Trandate)

Fungsi untuk memblokir 1 beta -, beta 2 -, dan situs reseptor alpha-adrenergik,

menurunkan tekanan darah.

Enalapril (Vasotec)

Kompetitif inhibitor angiotensin-converting enzyme. Enalapril mengurangi kadar

angiotensin II, penurunan sekresi aldosteron.

Antikoagulan

Agen ini digunakan untuk mencegah emboli berulang atau perpanjangan trombosis

tersebut.

Warfarin (Coumadin)

Mengganggu sintesis hati vitamin K - faktor koagulasi tergantung. Warfarin

digunakan untuk profilaksis dan pengobatan trombosis vena, emboli paru, dan gangguan

tromboemboli. Hal ini digunakan untuk profilaksis stroke jangka panjang.

Heparin (Hep-Lock)

Menambah kegiatan dari antithrombin III dan mencegah konversi fibrinogen

dengan fibrin. Heparin tidak secara aktif melisiskan, tetapi mampu menghambat

thrombogenesis lebih lanjut.

Mencegah reaccumulation gumpalan setelah fibrinolisis spontan.

Digoxin, nikotin, tetrasiklin, dan antihistamin dapat mengurangi efek; NSAID, aspirin,

dekstran, dipyridamole, dan hydroxychloroquine dapat meningkatkan toksisitas heparin

Kehamilan

Pada neonatus, heparin bebas pengawet dianjurkan untuk menghindari kemungkinan

toksisitas (sindrom terengah-engah) oleh alkohol benzil, yang digunakan sebagai pengawet, hati-

hati pada hipotensi parah dan shock, memonitor perdarahan pada penyakit ulkus peptikum,

menstruasi, peningkatan permeabilitas kapiler, dan ketika memberikan suntikan IM

Agen antiplatelet

Obat ini menghambat fungsi trombosit dengan memblokir siklooksigenase dan

agregasi berikutnya. Terapi antiplatelet telah terbukti mengurangi angka kematian dengan

mengurangi risiko stroke fatal, infark miokard fatal, dan kematian vaskular pada pasien

dengan sejarah stroke.

Aspirin (Bayer Aspirin, Ascriptin, Anacin)

Menghambat sintesis prostaglandin, mencegah pembentukan platelet tromboksan

A2- menggabungkan. Aspirin dapat digunakan dalam dosis rendah untuk menghambat

agregasi platelet dan meningkatkan komplikasi stasis vena dan trombosis.

Trombolitik

Potensi manfaat dari terapi trombolitik untuk pengobatan stroke meliputi

pembubaran cepat fisiologis emboli kompromi, pemulihan lebih cepat, pencegahan

pembentukan trombus berulang, dan resolusi cepat gangguan hemodinamik.

Alteplase;

TPA (Activase)

TPA digunakan dalam pengelolaan stroke iskemik akut. Keamanan dan kemanjuran

dengan administrasi seiring heparin atau aspirin selama 24 jam pertama setelah munculnya

gejala belum diselidiki. Saat ini, TPA adalah obat hanya disetujui untuk digunakan pada

pasien dengan stroke iskemik akut, dalam waktu 3 jam setelah timbulnya gejala.

2.13 Komplikasi

* Aspirasi pneumonia

* trombosis vena Deep

* Pulmonary embolism

* miokard infark

2.14 Prognosa

Pasien dengan oklusi arteri akut basilar memiliki tingkat kematian lebih dari 85%.

Survivors biasanya yang tersisa dengan defisit neurologis yang signifikan. Untuk pasien gejala

yang bertahan, risiko stroke berulang adalah 10-15%.

Daftar Pustaka

Wilkinson I, Lennox G. Essential neurology. 4 th edition. Massachusetts: Blackwell

Publishing; 2005. P. 25.

Greenberg DA, Aminoff MJ, Simon RP. Clinical neurologi. 8 th edition. New York:

McGraw-Hill; 2012. P. 2276.  

Corwin EJ. Patofisiologi : buku saku ; alih bahasa, Subekti NB; editor Yudha EK. 3 rd

edition. Jakarta: EGC; 2009. P. 251  

Ginsberg L. Lecture note: Neurology. 8 th edition. Jakarta: Erlangga; 2007. P. 89 5.

Setyopranoto I. Stroke: gejala dan penatalaksanaan. CDK 185. 2011; 38 (4)

Chandra, B. Stroke dalam nurology klinik. Surabaya: Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK

UNAIR/RSUD Dr. Soetomo; 1994. P. 28-51. Diunduh dari pubmed  pada tanggal 9

Desember 2014

Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. Gambaran umum tentang gangguan

peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology.2nd edition.Editor: Harsono.

Yogyakarta: Gadjah Mada university press; 2005. 

Widjaja L. Stroke patofisiologi dan penatalaksanaan. Surabaya: Bagian Ilmu Penyakit

Saraf FK. UNAIR/RSUD Dr. Soetomo; 1993.

Gilroy J. Cerebrovascular Disease. In: Gilroy J Basic Neurology, 3rd edition.  New York:

McGraw Hill; 2000. P. 225-8. 10.

Misbach J. Stroke in Indonesia: a first Large Prospective Hospital-Based Study of Acute

Stroke in 28 Hospitals in Indonesia. Journal of Clinical  Neuroscience