bab ii tinjauan pustaka 2.1. mural sebagai media
TRANSCRIPT
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Mural Sebagai Media Komunikasi
2.1.1 Komunikasi
Secara bahasa, istilah komunikasi berasal dari kata Latin, yakni,
communication, yang bersumber dari kata communis, artinya sama. Sama, disini berarti
sama maknanya. Namun, minimal, komunikasi harus mengandung kesamaan antara
dua buah pihak yang terlibat proses tersebut. Sebab, kegiatan komunikasi tidak hanya
informative, melainkan juga persuasif. Pada hakikatnya, dalam proses komunikasi
adalah proses penyampaian pikiran / perasaan seorang (komunikator) kepada penerima
(komunikan). Pikiran tersebut bisa berupa informasi, gagasan, maupun opini yang
muncul dari benak sang komunikator (Effendy, 1995: 9).
Istilah komunikasi, sering kali dirincikan secara sederhana, yakni, proses
pengiriman pesan dari komunikator terhadap komunikan. Para akademisi telah
mencoba berbagai usaha untuk mendefinisikan komunikasi itu sendiri. Hal tersebut
dilakukan dengan cara membagi komunikasi menjadi tiga buah konsep dasar, yang
diukur berdasarkan dimensinya. Tiga dimensi tersebut, antara lain:
2.1.2 Dimensi Pertama – Tingkat Pengamatan atau Keringkasan
Komunikasi digambarkan sebagai proses yang berperan sebagai penghubung
dari semua bagian yang terputus-putus. Di lain hal, komunikasi dapat pula dikatakan
sebagai sebuah sistem untuk mengirimkan informasi maupun perintah kepada
penerima
6
2.1.3 Dimensi Kedua – Tujuan
Dalam proses pengiriman informasi, pastilah dilandasi sebuah tujuan. Alasan
dikirimnya pesan, mungkin saja bertujuan untuk mempengaruhi perilaku si penerima.
2.1.4 Dimensi Ketiga – Penilaian Normatif
Beberapa definisi tentang komunikasi, biasanya menyertakan tentang
keberhasilan, ketepatan, dan kefektifan pesannya. Komunikasi juga merupakan proses
pertukaran sebuah gagasan ataupun pemikiran dari seseorang (Dance dalam Littlejohn,
2009: 4).
Dari sinilah dapat kita soroti bahwa kegiatan komunikasi bersifat persuasif.
Seperti definisi yang dikemukakan, bahwa kegiatan komunikasi yakni transmisi dalam
wujud gagasan, emosi, dan keterampilan dengan menggunakan simbol, kata, figure,
maupun grafik. Sehingga proses tindakan itulah yang dinamakan komunikasi (Berelson
dan Steiner dalam Deddy Mulyana, 2005: 62).
Para peneliti bidang kajian komunikasi juga telah memberi perhatian terhadap
perbedaan bentuk teori komunikasi Barat dan Timur. Umumnya, teori terkadang
mengukur bagian-bagian tanpa memperhatikan integrasi mendasarnya. Selain itu,
pandangan Barat cenderung menghargai rasio dan logika, yang tentunya cukup
bertolak belakang dengan pandangan Timur. Tradisi Timur, lebih berfokus pada
keutuhan dan persatuan, yang dijunjung tinggi. Selain itu, di Timur, simbol-simbol
verbal, yang utamanya yakni ucapan, tidak diberi perhatian lebih, malahan cenderung
dipandang secara skeptis saja (Littlejohn, 2009: 7).
7
2.2 Macam-macam media komunikasi
2.2.1 Media sebagai wadah informasi untuk khalayak luas yang disebut dengan
media massa, diantaranya ialah:
a. Media Cetak : koran, majalah, tabloid, mural
b. Media Elektronik : televisi, radio, film
c. Media Cyber : sosial media, website
2.3 Dalam komunikasi memiliki beberapa kontek, diantaranya :
1. Komunikasi Intra Personal
Proses komunikasi yang terjadi didalam diri individu
2. Komunikasi Inter Personal
2.4 Proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap
muka
3. Komunikasi Publik
Proses komunikasi yang berlangsung di depan khalayak lebih besar
4. Komunikasi Massa
Proses komunikasi yang berlangsung melalui media massa
8
Menurut Alo Leleweri komunikasi massa itu memiliki unsur-unsur seperti:
sumber, bidang pengalaman, pesan, saluran, gangguan, hambatan, efek, konteks
maupun umpan balik. Jadi, teknologi pembagi atau media dengan massa yang disebut
dengan saluran itu dipergunakan untuk mengirimkan pesan yang melintasi jarak jauh,
misalnya buku, pamflet, majalah, surat kabar, warkat pos, rekaman-rekaman, televisi,
gambar-gambar poster, dan bahkan saat ini ditambah lagi dengan komputer serta
aplikasinya dengan jaringan telepon serta satelit (Alo Leleweri, 1991).
2.5 Karakteristik Komunikasi
Komunikasi massa memiliki beberapa karakteristik yang dikemukakan Wright
dalam Ardianto, komunikasi dapat dibedakan dari corak-corak yang lama karena
memiliki karakteristik utama yaitu (Elvinaro Ardianto, 2007):
1. Diarahkan kepada khalayak yang relatif besar, heterogen
dan anonim
2. Pesan disampaikan secara terbuka
3. Pesan diterima secara serentak pada waktu yang sama dan
bersifat sekilas (khusus untuk media elektronik)
4. Komunikator cenderung berada atau bergerak dalam
organisasi yang kompleks yang melibatkan biaya besar.
9
Dari artian yang dikemukakan Wright dapat dipahami beberapa sifat dari unsur
– unsur komunikasi massa, diantaranya (Aloliliweri, 2011):
1. Komunikator dalam komunikasi massa adalah
organisasi
2. Komunikan merupakan khalayak yang tidak dikenal,
berada dan tersebar di pelbagai tempat, dan
berjumlah “massal”
3. Media bertindak sebagai “hasil rekayasa teknologi”
yang berfungsi memperbanyak / memperluas
jangkauan pesan (untuk teknologi elektronika)
4. Pesan bersifat umum
5. Efek atau umpan balik bersifat tertunda
6. Konteksnya sangat beragam
2.6 Fungsi Komunikasi
Fungsi dari komunikasi massa sangat beragam, diantaranya :
1. Menginformasikan
2. Mendidik
3. Menghibur
4. Membujuk
10
5. Transmisi budaya
6. Pengawasan lingkungan
7. Mendorong kohesi sosial
8. Korelasi antar bagian masyarakat dalam menanggapi lingkungan
9. Transmisi warisan sosial dari satu generasi ke generasi berikutnya
Berbeda dengan yang dikemukakan oleh Effendy dalam Ardianto secara
umum, yaitu (Aloliliwei, 2011: 18):
1. Fungsi Informasi
Fungsi memberikan informasi ini diartikan bahwa media massa adalah penyebar
informasi bagi pembaca, pendengar, atau pemirsa. Berbagai informasi dibutuhkan
oleh khalayak media massa yang bersangkutan sesuai dengan kepentingannya
2. Fungsi Pendidikan
Media massa banyak menyajikan hal – hal yang sifatnya mendidik seperti melalui
pengajaran nilai, etika, serta aturan – aturan yang berlaku kepada pemirsa,
pendengar, atau pembaca
3. Fungsi Memengaruhi
Media massa dapat memengaruhi khalayaknya baik yang bersifat pengetahuan
(cognitive), perasaan (affective), maupun tingkah laku (conative).
11
Pendapat lain dikemukakan oleh Dominick dalam Ardianto yaitu fungsi
komunikasi massa terdiri dari (Aloliliweri, 2011; 14-17):
1. Surveillance (pengawasan)
Fungsi ini menunjuk pada pengumpulan dan penyebaran informasi mengenai
kejadian – kejadian dalam lingkungan maupun yang dapat membantu khalayak
dalam kehidupan sehari – hari
2. Interpretation (penafsiran)
Fungsi ini mengajak para pembaca atau pemirsa untuk memperluas wawasan dan
membahasnya lebih lanjut dalam komunikasi antarpersona atau komunikasi
kelompok
3. Linkage (pertalian)
Fungsi ini bertujuan dimana media massa dapat menyatukan anggota masyarakat
yang beragam sehingga membemtuk linkage (pertalian) berdasarkan kepentingan
dan minat yang sama tentang sesuatu.
4. Transmission of Values (penyebaran nilai – nilai)
Fungsi ini artinya bahwa media massa yang mewakili gambaran masyarakat itu
ditonton, didengar, dan dibaca. Media massa memperlihatkan kepada kita
bagaimana mereka bertindak dan apa yang mereka harapkan.
5. Entertainment (hiburan)
12
Fungsi ini bertujuan untuk mengurangi ketegangan pikiran khalayak karena dengan
membaca berita – berita ringan atau melihat tayangan hiburan di televisi dapat
membuat pikiran khalayak segar kembali.
2.7 Ciri-ciri Mural
2.7.1 Mural Sebagai Komunikasi Visual
Komunikasi visual sekedar bisa memberi solusi terhadap permasalahan yang
terjadi dan terkait bersama eksekusi visual, tetapi bisa memilih sarana yang relevan dan
tepat untuk membuat komunikasi bersama masyarakat. Mural ialah salah contoh dari
satu media yang sangat efektif dan efisien sekarang ini dibuat alat mengirimkan pesan
dalam visual. Untuk penciptanya, ada makna-makna dikirimkan lewat mural. Ada
dalam pesan bersama memfungsikan kedatangan mural dengan menggambarkan
keadaan sekitarnya, diantaranya mural sebatas kepada estetik, kepada
mengekspresikan keadaan politik, sosial budaya dan juga ekonomi. Tetapi di era saat
ini mural mulai dimodifikasi tidak sebatas untuk mengirimkan pesan-pesan sosial
tetapi juga kepentingan komersial (sebagai contohnya mural iklan A-Mild, Flexi,
Rinso, dll).
2.7.2 Definisi Mural
Mural ataupun kerap diartikan gambar yang ditorehkan di dinding dalam
bentuk yang besar diciptakan dan menyesuaikan ruang arsitektur. Mural ialah seni
grafis yang pertama dibutuhkan untuk ungkapan artistik . Pengembangan kegunaan
mural tidak hanya itu, tetapi mural bermakna pesan dan kritik sosial untuk pergolakan
serta perlawanan yang timbul kerumunan masyarakat atau kepada aturan pemerintah
yang bertolak pikir bersama keinginan rakyat.
Mural adalah wadah penyalur saran, ide, gagasan, dan kritik. Sangat menarik
lagi mural. Mural terdapat goresan, dapat menimbulkan kejadian yang bisa dituju pada
aspek linguistik. Unsur mural ialah tukisan serta simbol teratur berdasarkan isyarat
menggambarkan tingkah laku tersendiri, keyakinan serta sikap tersendiri. Setiap
13
amanat yang ada pada mural terdapat dua takaran arti, yaitu arti yang dijelaskan sebagai
implisit dibalik permukaan tampilan gambar dan makna yang dijelaskan secara
eksplesit dipermukaan
2.7.3 Sejarah perkembangan Mural
Perjalanan seni rupa mulai jaman pra sejarah sekitar 31.500 tahun lampau,
sewaktu gambar dalam gua di Lascaux, selatan Prancis. Mural digambarkan seseorang
masa dulu memakai cat air dibuat berasal sari buah lemon. gambaran mural di masa
dulu sering tidak sedikit terdapat di Prancis. Di Prancis sendiri, terdapat kurang lebih
150 tempat mural ditemukan, lalu di Spanyol ada sekitar 128 tempat dan di Italia mural
ditemukan sekitar 21 tempat.
Sejarah seni rupa mencatat, lukisan mural yang terkenal ialah Guernica atau
Guernica y Luno karya Pablo Picasso. Picasso menciptakan mural tersebut untuk
mengingatkan pengeboman tentara Jerman di desa kecil bersama mayoritas masyarakat
Spanyol. Karya itu diciptakan waktu perang sipil Spanyol berkecamuk di tahun 1937.
Di beberapa negara konflik, seperti Irlandia Utara, mural banyak ditemui di hampir
semua dinding kota. Terbilang kurang lebih 2000 mural diciptakan dari waktu tahun
1970 sampai sekarang dan demikian Irlandia Utara-lah Negara yang produktif
menciptakan mural. Propaganda politik menjadi salah satu tema sentral ke dalam mural
tersebut.
14
Gambar 1. Mural di kota Belfast, Irlandia Utara. Mural yang dibuat pada Oktober 2006 .
Sumber: Jurnal DKV Univ. Petra Surabaya
Mural di pengembangannya sudah jadi bagian karya masyarakat
menyangkutkan komunikasi 2 arah. Pencipta lukisan mural melaksanakan komunikasi
secara visual terhadap khalayak kepada yang di ceritakan, serta khalayak menikmati
karya tersebut. Hal menunjukkan dalam seni mural, bahwa berkomunikasi tidak hanya
dilakukan secara visual yang menganut pandangan ‘seni adalah seni’ tanda
penanggung jawab yang pasti, tetapi mural juga bisa mendekatkan dirinya sebagai seni
yang berkomunikasi juga secara verbal. Dalam rumusan ini, masyarakat dapat
pencerahan dalam lingkup seni rupa dan secara teknis, masyarakat awam bisa
mengambil peran sebagai seniman juga.
2.7.4 Perkembangan Mural Di Indonesia
Pengembangan mural di Indonesia, tidak sedikit beberapa kota yang tidak
melaksanakan kegiatan senirupa masyarakat, di sebabkan ada masalah tertentu, yaitu
pencipta seni itu sendiri, pemerintah kota serta lingkungan, tetapi ada juga kota
mempunyai banyak mural contohnya saja Yogyakarta, kota ini menyajikan mural ke
umum, pencipta karya tersebut aktif dalam menciptakan mural di Yogyakarta.
Tidak sedikit para seniman singgah di Yogyakarta, merupakan seniman-
seniman yang kreatif membuat karya seni yang bermacam-macam. Para seniman itu
sendiri bukan hanya berkarya ditempat yang biasa (konvensional), tapi terjun kejalanan
dengan bergotong royong dengan baik bersama pemerintah kota, sponsor serta didasari
kemauan kuat oleh karena itu terciptalah karya mural menarik dan berbobot.
Berbeda dengan kota Banyuwangi, Mural di Banyuwangi masih dalam
pengembangannya sangat berbeda dengan graffiti lebih diketahui Banyuwangi pada
tahun 2000-an. Tahun 2005, karena mural itu sendiri menciptakan kelompok-kelompok
baru yang bermacam-macam, dari kalangan biasa sampai yang berpendidika tinggi. Di
kota Banyuwangi itu sendiri tidak jarang mengadakan Cr mural kota, media massa
seperti Jawa Post, Radar Banyuwangi serta media portal internet menulis komentar
sangat positif mural di kota Banyuwangi.
15
2.7.5 Melukis di Dinding
Proses memunculkan citraan atau imaji terbentuk dari gambar. Melukis adalah
memvisualisasikan atau mengeksekusi secara estetik kaidah-kaidah dalamseni rupa.
Melukis di dinding (mural) secara prinsip berbeda halnya dengan melukis di kanvas.
Lukisan di atas kanvas, sejak pertama mulai dipraktikkan di masa Renaisans dianggap
membawa serta semangat pembaharuan dan cita-cita modern. Berbeda dengan tradisi
mural yang sarat dengan pesan dan nilai keyakinan adat bersama maupun pemahaman
karakteristik sosial, melukis pada kanvas lebih mencirikan semangat individual. Sejak
saat itu pula nama pembuatnya/pelukis jadi dikenal, nama itu dianggap penting sebagai
pencipta (Zaelani, 2004).
Menggambar/drawing atau melukis merupakan dua hal yang hampir sama
pengertiannya dalam kaitannya dengan mural, terlebih pengerjaannya memiliki teknik
yang hampir sama pula. Dalam pengertian menurut George Grosz dan Otto Dix seperti
dikutip Mohamad (2000:24), menafsirkan bahwa menggambar bukanlah hanya sebuah
usaha menghasilkan gambar. Menggambar adalah juga proses mengalami. Yang
penting bukan semata-mata merasakan cocoknya apa yang tergores dengan apa yang
hendak digoreskan, tetapi juga cocoknya rasa dan laku.
Hal lainnya adalah pada kerjasama tim yang ada dalam projek mural. Hampir
tidak ada karya mural hasil dari satu orang seniman, hal demikian tidak hanya
melibatkan orang lain dalam mempersiapkan kerja kasar saja, namun juga melibatkan
banyak orang dalam mengungkapkan pendapat (brainstorming) serta sekaligus
mengeksekusi. Dalam perspektif seni rupa populer atau seni rupa massa, maka mural
mampu membentuk masyarakat homogen yang bisa dengan cukup memiliki solidaritas
bersama hingga bisa memiliki cita rasa dominan.
Dinding yang dipakai sebagai media dalam mural yang biasa dipakai adalah
dinding penyangga jembatan layang, tembok sisi sungai, dan tembok rumah pinggir
jalan yang dibiarkan tidak terawat. Sedangkan di Yogyakarta, dinding yang dipakai
adalah tembok di gang-gang kampung yang dikerjakan dengan cara beramai-ramai
oleh masyarakat setempat. Sebelum ada mural, tembok-tembok tersebut terlihat kotor,
meskipun bersih pun warna putih terlihat mencolok mata terutama pada siang hari dan
16
terkesan monoton. Namun dengan adanya mural mulai terbentuk citra ke arah
pembaharuan visual sehingga berkesan segar/fresh dan lebih berwarna (Wicandra, tt,
dalam fportfolio.petra.ac.id, diakses tanggal 12 Juli 2012).
2.7.6 Unsur-Unsur Pembentuk Rupa dan Prinsip-Prinsip Desain Dalam
Mural
Unsur-unsur pembentuk rupa/elemen seni yang terdapat dalam mural terdiri
dari garis/line, bentuk/form, bidang/shape, warna/colour, huruf/kalimat (tipografi) dan
ruang/space. Unsur pembentuk rupa tersebut diorganisasi dengan mempertimbangkan
pada prinsip-prinsip penciptaan karya seni (prinsip-prinsip desain) sehingga
terbentuklah lukisan mural. Unsur-unsur pembentuk rupa tersebut akan dijelaskan
sebagai berikut:
1 Garis (line)
Garis merupakan salah satu unsur visual dalam karya seni lukis dan merupakan
elemen pokok dalam seni rupa. Di samping potensi garis sebagai pembentuk kontur, di
dalam mural garis merupakan elemen untuk mengungkapkan gerak dan bentuk. Baik
bentuk dua dimensi maupun yang berkesan tiga dimensi. Aspek garis dalam mural
bermacam-macam, di antaranya berdasarkan jenis yaitu lengkung, zig-zag, dan
bergelombang. Berdasarkan wujud atau ukuran, terdapat garis panjang pendek, besar
kecil dan tebal tipis. Berdasarkan arahnya, terdapat garis vertikal, diagonal, horisontal
dan radial. Berdasarkan sifatnya garis terbagi menjadi garis positif dan garis negatif,
garis positif merupakan garis yang sengaja dibentuk, sedangkan garis negatif terjadi
karena singgungan dari dua bidang atau warna yang berlainan.
2 Bentuk (form) dan bidang (shape)
Bentuk/form dilihat sebagai 3 (tiga) dimensi dan merupakan total struktur karya
seni. Sedangkan bangun/shape merupakan berdimensi 2 (dua) dan merupakan
pecahan/unsur kecil dari keseluruhan bentuk (Sahman, 1993:41).
Sebuah garis yang bertemu dan saling berpotongan antara satu sama lain akan
membentuk beberapa bidang/shape, seperti halnya garis, bidang ataupun unsur bidang
17
juga menyatakan sifat atau watak yang berbeda-beda. Berdasarkan sifat-sifatnya, maka
bidang rata yang lebar memberi kesan lapang, bidang rata yang mendatar mengesankan
unsur lantai yang membentang. Bidang rata yang tegak mengesankan seperti dinding
pembatas, sedangkan bidang bergelombang tegak menimbulkan kesan menyempit
pada ruang yang dibatasinya.
Pada proses berkarya seni, bentuk menempati posisi yang tidak kalah penting
dibanding elemen-elemen lainnya, mengingat bentuk-bentuk geometris biasanya
merupakan simbol yang membawa nilai emosional tertentu. Hal tersebut biasa
dipahami, karena pada bentuk atau rupa mempunyai image.
Dalam mural dapat diterapkan bentuk dua dimensi atai tiga dimensi, maupun
kombinasi keduanya pada semua objek. Penerapan bayangan dan perspektif pada
lukisan tiga dimensi biasa disebut trompe l’oil, memberi ilusi visual (memanipulasi
space). Misalnya lukisan bingkai jendela dan pemandangan taman pada dinding akan
berbeda pada wujud jendela sesungguhnya, namun berhasil memberi image yang
meningkatkan kualitas ruang.
3 Warna (colour)
Menurut Poerwadaminta dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997:1269)
dijelaskan bahwa warna adalah kesan yang diperoleh mata dari cahaya oleh benda-
benda yang dikenainya. Wong (1989:4) menyebutkan bahwa; selain tampak visual,
warna dapat membedakan bentuk sekelilingnya, warna di sini tidak hanya spektrum
saja tetapi juga mencakup warna netral (hitam dan putih).
Menurut B.S. Myers dalam Sahman (1993:64), mengemukakan bahwa dari segi
manapun seseorang menelaah tentang warna dalam kaitannya dengan seni visual, maka
akan dilihat dengan jelas perannya yang sangat esensial. Peranan tersebut antara lain
untuk menyatakan gerak, jarak, tegangan/tension, deskripsi alam/naturalisme, ruang,
bentuk, ekspresi (makna) simbolik Di dalam pengetahuan mural, warna merupakan
unsur keindahan di samping unsur-unsur lainnya. Warna juga mempunyai nilai estetis
dan mampu mewakili pesan dari karya seni. Di samping itu warna juga mempunyai
nilai psokologis, karena tanggapan setiap orang terhadap warna berbeda-beda, kesan
18
seseorang terhadap warna sangat tergantung pada kondisi perasaan dan kepekaannya.
Setiap pelukis biasanya mempunyai ciri khas di dalam penggunaan warna untuk
menciptakan karyanya sesuai dengan kepribadiannya masing-masing, selain itu
kesesuaian dengan pesan yang akan disampaikan juga menjadi pertimbangan penting
dalam pemilihan warnanya (Bustami, 1992:62).
Sebagai bagian dari unsur pembentuk rupa, warna memegang peran sebagai
sarana untuk lebih mempertegas dan memperkuat karakter pesan dalam karya seni.
Dalam proses penuangan gagasan seniman ke dalam medium, warna mempunyai
fungsi untuk memperkuat aspek identitas. Lebih lanjut dikatakan oleh Henry Dreyfuss
dalam logo.resource.com, warna dapat digunakan dalam mempertegas maksud dari
simbol-simbol. Sebagai contoh adalah penggunaan warna merah pada segitiga
pengaman, warna-warna yang digunakan dalam traffic light merah untuk berhenti,
kuning untuk bersiap-siap dan hijau untuk jalan, sehingga di dalamnya terdapat arti
benda yang konotatif. Dari contoh tersebut ternyata pengaruh warna mampu
memberikan impresi yang cepat dan kuat. Kemanapun warna menciptakan impresi,
mampu menimbulkan efek-efek tertentu.
4 Huruf (text/tipografi)
Dalam mural terdapat juga unsur pembentuk rupa, yaitu huruf yang disusun
membentuk kata/kalimat, huruf di sini sebagai tanda visual dan tanda verbal dalam
mural. Telah dijelaskan bahwa perbedaan antara mural dan graffiti dilihat berdasarkan
objeknya. Graffiti lebih menekankan pada stilisasi rangkaian huruf dan biasanya
dikerjakan dengan teknik cat semprot/airbrush, sedangkan mural lebih menekankan
pada kemampuan drawing (menggambar objek). Dalam mural kadang juga terdapat
huruf/teks yang berfungsi sebagai aksen dari keseluruhan komposisi unsur-unsur
pembentuk rupa yang lain dan sekaligus sebagai penjelas dari pesan yang disampaikan
seniman.
Penyusunan huruf sering disebut sebagai tipografi yang merupakan seni
memilih dan menata huruf dengan pengaturan penyebarannya pada ruang-ruang yang
tersedia, untuk menciptakan kesan khusus sehingga akan menolong pembaca untuk
19
mendapatkan kenyamanan membaca semaksimal mungkin. Dengan berbagai
karakternya, seniman memilih bentuk-bentuk huruf sebagai penegas pesan dalam
mural. Dalam pemilihan jenis huruf yang harus diperhatikan adalah penonjolan tema
tersebut, sehingga terjadi korespondensi antara gambar dan huruf.
5 Ruang (space)
Ruang adalah bidang keluasan dalam dua atau tiga dimensional (volume).
Unsur seni lukis ini digunakan untuk menimbulkan kesan kedalaman dari objek yang
dilukiskan. Kesan ini dapat dilalui dengan gradasi warna terang ke warna gelap, begitu
pula sebaliknya. Kesan ini juga bisa ditimbulkan dengan pemanfaatan value/nilai dan
pemanfaatan bayangan pada objek lukisan.
Ruang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti sela-sela antara dua deret
tiang atau antara empat tiang, rongga atau terlingkung oleh bidang, rongga yang tidak
terbatas tempat segala yang ada. Sejalan dengan pengertian di atas dapat diambil
pengertiannya, ruang adalah rongga atau keluasan dari suatu bidang atau permukaan,
baik itu dua atau tiga dimensi, baik dibatasi oleh limit atau tidak terbatas dan tak
terjamah, kesan itu diperoleh melalui image/gambaran batas bidang yang nyata.
2.7.7 Prinsip-Prinsip Desain dalam Mural
Sebagai karya seni, di dalam pembuatan mural perlu mempertimbangkan unsur
desain, sedangkan karya seni sebagai aktivitas menata unsur-unsur karya seni perlu
berpedoman pada prinsip-prinsip desain (principles of design) sehingga diperoleh
komposisi. Prinsip-prinsip yang digunakan dalam mural adalah unity/kesatuan,
balance/keseimbangan, rhythm/ritme, proportion/proporsi emphasis/dominasi, dan
variety/variasi. Prinsip-prinsip tersebut saling berkaitan dan melengkapi.
1 Kesatuan (unity)
Kesatuan berkaitan dengan homogenitas. Djelantik (1996:37-38), menerangkan
bahwa dengan keutuhan dimaksudkan bahwa karya yang indah menunjukkan dalam
keseluruhannya sifat yang utuh, tidak ada cacatnya,berarti tidak ada yang kurang dan
tidak ada yang berlebihan. Keutuhan mempunyai 3 (tiga) segi yaitu; keutuhan dalam
keanekaragaman (unity in diversity), keutuhan dalam tujuan (unity of purpose) dan
keutuhan dalam perpaduan (Djelantik, 1996: 38-44). Dari keutuhantersebut terdapat
20
hubungan yang bermakna (relevan) antar bagian tanpa adanya bagian yang sama sekali
tidak berguna, atau saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya.
2 Keseimbangan (balance)
Susanto (2002:20), memberikan pengertian tentang keseimbangan(balance);
balance merupakan persesuaian materi dari ukuran berat dan memberi tekanan pada
stabilitas pada suatu komposisi dalam karya seni. Balance dikelompokkan menjadi
symmetrical balance/keseimbangan simetris, asymmetrical balance/keseimbangan
asimetris, balance by contrast/perbedaan atau adanya oposisi dan balance by radial.
3 Irama (rhythm)
Dalam suatu karya seni, ritme atau irama merupakan kondisi yang menunjukkan
kehadiran yang terjadi berulang-ulang secara teratur. Keteraturan ini bisa mengenai
jarak atau waktunya yang sama. Terulangnya sesuatu yang secara teratur memberi
kesan keterkaitan peristiwa itu oleh sesuatu hukum, sesuatu yang ditaati, sesuatu yang
disiplin, oleh karena itu ritme mempunyai sifat memperkuat kesatuan dan keutuhan
(Djelantik, 1997:39-40)
Edmund Burke Feldman seperti dikutip Sahman (1993:43), melihat rhythm sebagai
ordered or regular recurrence of an element (penggolongan yang berulang-ulang
dalam unsur yang tetap). Ada yang repetitive, alternative, progressive dan flowing
(ulangan, ulangan dengan sedikit perubahan, ritme yang memperlihatkan gerak
berkelanjutan). Penerapan ritme pada mural berfungsi untuk memberikan keteraturan
namun berirama sehingga tidak membosankan dan memiliki kedinamisan
4 Proporsi (proportion)
Proporsi adalah hubungan ukuran antar bagian satu dan bagian lain, serta bagian
dari kesatuan (Sahman, 1993:43). Ukuran dan proporsi yang tepat menimbulkan
harmoni, dan menimbulkan rasa indah pada manusia. Proporsi di sini digunakan pada
gambar representasional sehingga seniman akan mempertimbangkan perbandingan
dengan struktur bangunan, dengan proporsi yang tepat, sebuah karya seni (mural) akan
terlihat indah bagi penikmatnya. Mural sebagai visual art yang tersusun dari form tetap
berpedoman pada prinsip seni dan desain, sehingga karya tersebut dari struktur
formalnya terdapat keserasian antar bagian satu dengan bagian lainnya. Dengan
21
pengorganisasian yang tepat, secara visual karya akan terlihat estetis dan nyaman untuk
dinikmati, sehingga mural dapat mendukung keindahan lingkungan di mana mural itu
berada.
5 Dominasi (emphasis)
Emphasis adalah penekanan atau sesuatu yang mendominasi, prinsip seni ini
digunakan untuk menonjolkan salah satu bentuk dari sekian banyak unsur yang ada
dalam suatu karya seni.
6 Variasi (variety)
Variasi sebagai elemen unsur karya seni rupa yang merupakan pengembangan dari
materi pokok berfungsi memperindah, memperjelas danmenambah makna.
2.8 Sifat pesan komunikasi dalam mural
Mural tidak hanya berdiri sendiri tanpa kehadiran ribuan makna. Bagipembuatnya,
ada pesan-pesan yang ingin disampaikan melalui mural. Terdapat pesan dengan
memanfaatkan kehadiran mural dengan mencitrakan kondisi di sekelilingnya, di
antaranya mural hanya untuk kepentingan estetik, untuk menyuarakan kondisi sosial
budaya, ekonomi dan juga politik.
2.8.1 Sosial budaya
Hubungan sosial tergambarkan dengan ada relasi yang cukup erat antara gambar
dalam mural dengan kondisinya. Mural yang terletak di jalan depan Etnik Kafe,
Yogyakarta dan bersebelahan dengan tempat pemakaman umum menjadi menarik
untuk diperhatikan. Bagaimanapun memunculkan mural yang bisa dekat dengan citra
kafe tetapi juga tidak menghilangkan kesan nyungkani (rasa hormat) pada tempat
pemakaman.
22
Gambar 4. Mural di jalan Ireda (depan Etnik Kafe, Yogyakarta) Karya Megan Wilson
Sumber. Perpustakaan IVAA
Mural yang dibuat pun mengambil ikon bunga yang berwarna-warni untuk
mendekatkan dengan bunga di area pemakaman, tetapi kecerahan warnanya dekat
dengan citra kafe. Ikon seperti ini menjadi ikon wilayah yang khas untuk menandai
wilayah dan budaya tertentu. Sehingga mural yang bermaksud memperbaharui
lingkungan tidak harus menghapuskan keberadaan aslinya, namun sebisa mungkin
dipertahankan sebagai ikon atau simbol suatu wilayah.
Ikon dan simbol wilayah yang terpetakan berdasarkan di daerah manakah mural
dibuat juga menjadi kekhasan tersendiri. Mural di Jakarta akan berbeda dengan mural
di Bandung maupun mural di Yogyakarta berdasarkan pengambilan ikon tertentu. Ikon
tokoh dalam pewayangan yang lebih dekat dengan Yogyakarta akan diambil untuk
menandai wilayah tersebut. Hal ini untuk memunculkan kultur khas dari suatu wilayah,
sehingga mural tidak sekedar media seni rupa yang berbicara tanpa pesan, namun
mampu memunculkan identitas kota itu sendiri (Wicandra, tt, dalam
fportfolio.petra.ac.id, diakses tanggal 12 Juli 2012)
.
23
2.8.2 Estetik
Mural dengan kepentingan estetik seringkali dilakukan untuk kebutuhan desain
interior/dalam ruangan, misalnya untuk menampilkan kesan segar maupun kesan
berada dalam alam yang penuh dengan suasana hijau nan sejuk, untuk menimbulkan
kenyamanan dari sang pemilik rumah maupun ruangan, namun mural dengan tampilan
estetik sebagai pokok utamanya juga dapat dilakukan di luar ruang/eksterior. Mural
seperti ini biasanya merepresentasikan dari gaya visual, seperti komik, simbolik,
ekspresionisme hingga realisme.
Mural juga menampilkan tokoh superhero yang biasa ada di film-film. Karenanya
pula mural digambar di dinding bekas bioskop (salah satunya bekas bioskop Permata
Yogyakarta) untuk sekedar merekonstruksi gedung yang pernah ramai disinggahi
masyarakat Yogyakarta untuk menonton film. Mural seperti ini tidak ada pesan yang
khusus di samping hanya memunculkan karakter superhero dengan tingkat kedetilan
tinggi dalam karya publik.
2.8.3 Ekonomi
Pesan dalam mural yang menyuarakan pentingnya ekonomi untuk kemajuan
bersama bisa dilihat pada mural dengan tema giat bekerja di seberang mall Galeria
jalan Jendral Sudirman, Yogyakarta. Mural yang menampilkan gambar kaki sedang
mengayuh becak serta buah pion yang biasa dimainkan dalam permainan catur
ditampilkan sebagai kritik sosial. Masyarakat sekitar yang ternyata lebih menyukai
permainan sambil berjudi/totohan disentil melalui mural tersebut. Pesan yang
dimunculkan adalah mengajak untuk giat bekerja dari pada berharap ada durian runtuh
melalui permainan judi.
2.8.4 Politik
Mural dengan pesan politik di Yogyakarta mewarnai beberapa wilayah yang
cukup menonjol pada mural yang menggambarkan partai politik dengan logo sebagai
titik pusatnya/point of interest. Partai politik yang memanfaatkannya seperti Partai
Demokrat, Golkar, PDI Perjuangan, Gerindra dan lain-lain merupakan partai yang
memiliki wilayah dengan basis yang kuat. Seperti di wilayah Langenastran (timur
Alun-Alun Selatan Yogyakarta saat itu) terdapat dinding besar dicat merah
24
bergambarkan orang yang memakai pakaian khas Yogyakarta, dengan blangkon di
kepala sedang berdiri dan bersikap seperti pager bagus atau penerima tamu dalam pesta
pernikahan Jawa. Logo PDI Perjuangan terpampang di samping gambar orang tersebut
tanpa ada teks penjelas (Wicandra, tt, dalam fportfolio.petra.ac.id, diakses tanggal 12
Juli 2012).
2.9 Kritik sosial melalui mural
2.9.1 Definisi Kritik
Kritik ialah selalu memetik faedah baik guna banyak khalayak, karakternya
adalah membentuk pendapat umum, / memimpin jalan benar, tidak memacah. Kritik
guna mendidik khalayak, menjunjung fikiran sesat ke suatu yang benar, dari gelap ke
terang. Kritik ialah pertukaran pikiran yang jujur.
4 pekerjaan kritik menurut Adinegoro:
1. Mengetahui yang dikecam.
2. Menempatkan pada tempatnya.
3. Mempertimbangkannya.
4. Menarik kesimpulan.
Jika kritik sosial disampaikan terhadap segerombolan elite, umumnya
dipersoalkan ialah penerapan kegunaan dan tugasnya melalui etos atau mralitas tinggi,
Diharapkan khalayak luas kalangan atas, kebanyakan ialah teladan (Susanto, dalam
Sobur, 2001;195). Sedangkan anggapan tentang definisi kritik, dinyatakan oleh Alex
Sobur di bukunya Etika Pers: ‘Kritik adalah penilaian atas nilai yang dihubungkan
dengan perlunya situasi dan perilaku yang ideal” (Sobur, 2001:195).
2.9.2 Kritik Sosial
Kritik sosial merupakan sebuah inovasi, artinya kritik sosial menjadi sarana
komunikasi gagasan baru di samping menilai gagasan lama untuk suatu perubahan
sosial. Kritik sosial sebagai bentuk komunikasi di dalam masyarakat bertujuan dan
25
berfungsi sebagai kontrol di jalannya sebuah sistem sosial dan proses bermasyarakat
(Oksinata, 2010:33).
Dalam konteks ini kritik sosial ialah salah satu variable penting memelihara
sistem sosial. Berbagai tindakan sosial ataupun individual yang menyimpang dari orde
sosial maupun orde nilai-moral didalam masyarakat dapat dicegah dengan
memfungsikan kritik sosial. Oleh karena itu, kritik sosial dalam hal ini berfungsi wadah
untuk konservasi dan reproduksi sebuah sistem sosial atau masyarakat.
Dalam pelaksanaan politik di dalam negeri ini, terutama di masa Orde Baru,
pendekatan yang demikian boleh dikatakan paling banyak dianut oleh kalangan elit
politik yang berkuasa di negeri ini. Elit politik sering kali melontarkan ucapan klise
demikian: “Mengemukakan kritik dibolehkan, tapi harus sesuai dengan aturan-aturan
atau norma-norma yang berlaku”. Demikian pula ada ucapan: “Mengemukakan kritik
dibolehkan asal konstruktif”. Artinya, mengkritik boleh asal tidak merusak bangunan
sistem yang sudah
2.9.3 Media dan Alat Kritik Sosial
Komunikasi ialah bertujuan pada bersosialisasi, yang bisa menaruh diri sendiri
di susunan sosial jelas. aktifitas sosial orang bertemu yang namanya halangan, yaitu
keinginan serta tujuannya selalu tidak dibetulkan atau dimasukan bagi sekitarnya
sosialnya. Komunikasi berkaitan dengan proses sosialisasi. Jika bahasa ialah
komunikasi, maka melalui kritik, bahasa bisa hadir sebagai alat instrument panyalur.
Studi linguistik bahasa sebenarnya tidak hanya “lambang” menjadi “alat” tetapi
hubungan juga datang untuk daya membentuk perasaan juga pikiran. Akan tetapi
penilaian sosial yang dikerjakan bukan secara ekstrim memperlihatkan kekeliruan yang
berlangsung dimasyarakat, secara keseluruhan. Bisa jadi kritik itu merupakan ekspresi
yang menyindir, memilih gambar yang unik dan dapat juga memakai lambang-lambang
yang menggantikan makna mulai kritik sosial itu sendiri, terakhir itu membutuhkan
analisis yang sangat luas untuk mengartikan tanda yang dipersembahkan di dalam
lambang-lambang itu.
26
2.9.4 Objek Kritik Sosial
Sebuah aktifitas sosialnya, diri sendiri hendak menghadapi adanya desakan
dan konflik sama ruang lingkupnya. Khalayak diharapkan melanjutkan nilai-nilai
sosialnya, diri sendiri melakukan sosialisasi bisa mengharapkan mengatur sosial,
biasanya bisa membentuk desakan awal di individunya . Lewat mengatur sosial
khalayak berupaya melindungi keseimbangan sosialnya (Ejurnal,2014, Kritik Sosial).
Bahab yang dijadikan kritik sosial mengandung apa yang menjadikan kesalahan
kekeliruan berada di sekitar khalayak, bukan apa ketentuan yang jadi perjanjian
masyarakat.
Dalam kritik sosial, pemeran sosial mempunyai tanggung jawab terhadap
memakai hukum alam yang telah diatur. Masyarakat wajib mengaplikasikan perjanjian
sosial untuk menanggulangi individu tidak sampai melanggar hukum alam dan
memberitahu mereka supaya mematuhi. Jean Jacues Rousseau (1712-1778)
beranggapan jika bentuk alam tidak bentuk di konflik tapi ialah kondisi yang memberi
kebebasan untuk individu melakukan kegiatan kreatif. Maka karena individu sudah
matang ialah pelaku sosial, jadi kontrak sosial diwujudkan menjadi media demi menata
rincian kehidupan sosial. Perjanjian antar pelaku sosial dimaksud demi rincian keadaan
yang dapat membuahkan hasil yang baik ke seluruh masyarakat. Versi kontemporer
dari Social Contract Theory berusaha menerjemahkan jika milik serta keleluasaan
individu dan kelompok sosial wajib dilandasi kesepakatan yang sama-sama bermanfaat
untuk setiap kelompok masyarakat.
2.9.5 Fungsi Kritik Sosial Mural
Kritik sosial bisa untuk wadah komunikasi/tinjauan terkini pada sesuatu
pergantian sosial di angka sedemikian berguna guna membongkar bermacam perilaku
lama, status qua dan Vested Intersert didalam khalayak umum dalam pergantian sosial.
27
Kritik sosial berguna untuk tempat konservasi serta penerapan metode sosial
ataupun khalayak. kritik sosial ialah kegiatan terhubung bersama penilaian (jungling),
perbandingan (Comparing) dan pengungkapan (revealing) mengenai keadaan sosial
atau masyarakat yang terkait dengan nilai yang diikuti ataupun nilai yang dijadikan
patokan.
Fungsi kritik karya seni Kritik karya seni rupa memiliki fungsi yang sangat
penting dalam dunia seni rupa dan dalam pendidikan seni. Secara ringkas, fungsi kritik
karya seni adalah: Menjembatani persepsi dan apresiasi artistik dan estetik karya seni
rupa antara pencipta (seniman, artis), karya dan penikmat seni (publik). Arus
komunikasi antara karya yang disajikan ke publik sehingga menghasilkan interaksi
keduanya. Jalan strategis bagi seniman dan penikmat seni untuk berkomunikasi. Fungsi
kritik seni yang pertama dan utama adalah menjembatani persepsi dan apresiasi artistik
dan estetik karya seni rupa, antara pencipta (perupa), karya, dan penikmat seni.
Komunikasi antara karya yang disajikan kepada penikmat (publik) seni
membuahkan interaksi timbal balik antara keduanya. Bagi perupa, kritik seni berfungsi
untuk mendeteksi kelemahan, mengupas kedalaman, serta membangun kekurangan
pada karya seninya. Sedangkan bagi apresiator atau penikmat karya seni, kritik seni
membantu memahami karya, meningkatkan wawasan dan pengetahuannya terhadap
karya seni yang berkualitas. Kritik secara lisan maupun tulisan berupaya mengupas,
menganalisis serta menciptakan sudut interpretasi karya seni. Diharapkan, kritik karya
seni rupa memudahkan bagi seniman dan penikmat seni untuk berkomunikasi melalui
karyaseni. (Kompas.com dengan judul "Fungsi Kritik Karya)
2.10 Tanda-tanda kritik sosial dalam pesan komunikasi melalui mural
2.10.1 Tanda
Di kehidupan hari-hari, terdapat gejala penandaan. Gudykunts dan Kim
memberikan asumsi seseorang di kehidupan berkomunkasi dalam budaya tidak terlepas
berbagai simbol.
28
Kajian semiotik, tanda ialah konsep 1 jadi sebagai bahan analisis tanda ada arti
bentuk intepretasi pesan. Tanda cenderung berbentuk visual atau fisik diambil
seseorang, menurut Pierce, analisis esinsi tanda menuju pada pembuktian setiap tanda
ditentukan objeknya.
1. Sifat objeknya, ketika menyatakan dia ialah ikon.
2. Kenyataan dan keberadaannya berkaitan sama objek sendiri, saat menyebut
tanda indeks.
3. Kurang lebih perkiraan diintepretasikan objek denotative sebagai kebiasaan
menyebut tanda sebuah simbol.
Pierce (1931-58) serta Ogden dan Richard (1923) model-model bagaimana
tanda memunculkan arti. 2 mengidentifikasikan ikatan segitiga mulai tanda, pengguna,
dan realitas eksternal sebagai sebuah model diperlukan guna mempelajari arti. Pierce
biasanya dianggap pendiri tradisi semiotic Amerika, mengatakan modelnya secara
singkat: tanda ialah sesuatu yang bagi seseorang mewakili sesuatu di dalam beberapa
hal atau kapasitas tertentu. Tanda menuju pada seseorang ,artinya, menciptakan di
dalam benak orang tersebut tanda yang sepadan, atau mungkin juga tanda yang lebih
sempurna. Tanda yang tercipta di benak tersebut saya namakan interpretant (hasil
interpretasi) dari tanda yang pertama. Tanda mewakili sesuatu objeknya (its object).
(Fiske, 2012: 70)
2.10.2. Tentang Makna
Umberto Eco mengatakan, makna sebuah wahana tanda (sign-vechicle) ialah
satuan kultural digerkannya wahana tanda, semantik memperlihatkan tidak tergantiung
di wahana sebelumnya.
3 hal diartikan filsuf dan linguis menggunakan usaha menjelaskan istilah makna yakni;
1. Menjelaskan arti kata sebagai alamiah
2. Mendeskripsikan kalimat sebagai alamiah,
3. Menejalaskan arti proses komunikasi.
29
Dalam kaitan ini Kempson berpendapat untuk menjelaskan istilah makna harus
dilihat dari segi ; (1) kata; (2) kalimat; (3) apa yang dibutuhkan pembicara untuk
berkomunikasi.
Wendell johnsons memberikan perkiraan pemaknaan komunikasi antar
manusia, yaitu :
1. Makna ada dalam diri manusia
Makna tidak terletak pada kata-kata tetapi dalam diri manusia.
2. Makna butuh acuan
Komunikasi masuk akal saat ada kaitan dunia atau lingkungan eksternal
3. Penyingkatan yang berlebihan akan mengubah makna
Penyingkatan perlu dikaitkan dengan objek, kejadia, dan perilaku dalam dunia
nyata.
4. Makna tidak terbatas jumlahnya
Jumlah kata suatu bahan terbatas, tetapi artinya tidak terbatas.
5. Makna dikomunikasikan hanya sebagian
Makna diperoleh dari peristiwa bersifat multi aspek dan sangat kompleks,
Perkiranan pemaknaan dinyatakan Johnson menitik beratkan di dasarnya diri
seseorang, berubah dan macam-macam tergantung di kepentingan diacunya baik
budaya, ekonomi, politik dan lain-lain.
2.10.3 Makna Denotatif dan Konotatif
Tatanan signifikasi yang pertama adalah studi yang dilakukan Saussure. Pada
tahap ini menjelaskan relasi antara penanda (signifier) dan petanda (signified) di dalam
tanda, dan antara tanda dengan objek yang diwakilinya (its referent) dalam realitas
eksternalnya. Barthes menyebutnya sebagai denotasi. Denotasi merujuk pada apa yang
diyakini akal sehat/orang banyak (common-sense), makna yang teramati dari sebuah
30
tanda. Sebuah foto tentang situasi sebuah jalan mendenotasikan jalan tersebut; kata
“jalan” mendenotasikan sebuah jalan perkotaan sebaris dengan gedung-gedung.
Namun, saya dapat memotret jalan yang sama dengan cara yang sangat berbeda.
Saya dapat menggunakan film berwarna, memilih hari dengan sinar matahari yang
lembut, menggunakan soft-focus dan membuat jalan tampak ceria, hangat dan
komunitas yang manusiawi sebagai tempat bermain anak-anak. Atau saya dapat
menggunakan film hitam-putih, hard-focus , menghadirkan kontras yang kuat dan
membuat jalan yang sama tampak dingin, mati, tidak ramah, dan lingkungan yang
destruktif bagi anak-anak untuk bermain di atasnya. Kedua foto tersebut dapat dibuat
dalam waktu bersamaan dengan lensa yang hanya berbeda beberapa sentimeter saja.
Makna denotative keduanya akan sama. Perbedaanya ada pada makna konotatifnya.
Konotasi merupakan istilah yang digunakan Barthes untuk menjelaskan salah
satu dari tiga cara kerja tanda di tahap kedua signifikasi tanda. Konotasi menjelaskan
interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pengguna
dan nilai-nilai dalam budaya mereka. Hal ini terjadi ketika makna bergerak kea rah
pemikiran subjektif atau setidaknya intersubjektif: yakni ketika interpretasi
(interpretant) dipengaruhi sama kuatnya antara penafsir (interpreter) dan objek atau
tanda itu sendiri.
Bagi Barthes, factor utama dalam konotasi adalah penanda dalam tatanan
pertama. Penanda di tatanan pertama dalah tanda konosai. Kedua foto imajiner kita
adalah jalan yang sama: perbedaan di antara keduanya terletak pada bentuk, tampilan
berpendapat dalam foto setidaknya, perbedaan antara konotasi dan denotasi akan
tampak jelas. Denotasi adalah mekanisme reproduksi dalam film terhadap objek yang
dituju kamera. Konotasi adalah sisi manusia dalam proses pengambilan fotonya: yani
seleksi terhadap apa saja yang diikutsertakan dalam foto, fokusnya, bukaan, sudut
kamera, kualitas film, dan selanjutnya. Denotasi adalah apa yang difoto; konotasi
adalah bagaimana proses pengambilan fotonya. (Fiske, 2012: 140-141).
31
2.11 Kode
Kode digunakan untuk menunjukkan sistem penandaan. Kode ini memiliki
sejumlah fitur/karakteristik:
1. Kode-kode memiliki sejumlah bagian (atau kadangkala satu bagian) yang bisa
dipilih. Hal ini disebut sebagai dimensi paradikmatik. Unit-unit tersebut
(keseluruhannya kecuali kode-kode yang paling sederhana seperti kode on off yang
hanya memiliki satu bagian) dapat dikombinasikan dengan aturan dan konveksi. Inilah
yang disebut sebagai dimensi paradikmatik.
2. Semua kode memiliki makna: bagian-bagiannya adalah tanda-tanda yang
mengacu, melalui berbagai cara/sarana pada sesuatu yang bukan (di luar) tanda itu
sendiri.
3. Semua kode bergantung pada persetujuan para penggunanya dan juga pada
kesamaan latar belakang budaya. Kode dan budaya saling berhubungan secara dinamis.
4. Semua kode menampilakan sebuah fungsi sosial dan komunikasi yang spesifik.
5. Semua kode bisa ditransmisikan oleh media dan/atau saluran komunikasi yang
sesuai. (Fiske, 2012: 106)
2.11.1 Kode Verbal
Komunikasi verbal ternyata tidak semudah yang kita bayangkan. Simbol atau
pesan verbal adalah semua jenis symbol yang menggunakan satu kata atau lebih.
Hampir semua rangsangan wicara yang kita sadari termasuk ke dalam kategori pesan
verbal disengaja, yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan
dengan orang lain secara lisan.
Suatu system kode verbal tersebut bahasa. Bahasa dapat didefinisikan sebagai
seperangkat symbol. Dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut,
yang digunakan dan dipahami suatu komunikasi. Bahasa verbal adalah sarana utama
untuk menyatakan pikiran, perasaan, dan maksud kita. Bahasa verbal menggunakan
32
2.11.2 Kode Non Verbal
Kode ialah cara pengombinasian tanda yang disepakati secara sosial, untuk
memumkinkan satu pesan yang disampaikan dari seorang ke seorang lainnya. Roland
Barthes dalam bukunya S/Z mengolompokkan kode-kode tersebut menjadi 5 kisi-kisi
kode uraian kode-kode tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1. Kode hermeunetika, yaitu artikulasi berbagai cara pertanyaan,
2. Kode semantik. Yaitu kode yang menanggung konotasi pada level penanda.
3. Kode simbolik, yaitu kode yang berkaitan dengan psikoanalisis, antithesis,
kemenduaan, pertentangan dua unsur, skizofernia.
4. Kode narasi atau proariterik, yaitu kode yang mengandung unsur cerita, urutan,
narasi atau anti narasi
5. Kode kebudayaan atau kultural, yaitu suara-suara yang bersifat kolektif,
anonim, bawah sadar, mitos, kebijaksanaa, pengetahuan, sejarah, moral, psikologi,
sastra, seni, legenda.
2.12 Pemaknaan Tanda Mural Menggunakan Metode Semiotik
2.12.1. Analisis Semiotik
Tanda-tanda (signs) adalah basis dari seluruh komunikasi (Littlejohn, 1996:64).
Manusia dengan perantaraan tanda-tanda, dpat melakukan komunikaasi dengan
sesamanya. Banyak hal bisadikomunikasikan di dunia ini.
Kajian semiotika sampai sekarang telah membedakan dua jenis semiotika,
yakni semiotika komunikasi dan semiotika signifikasi (lihat antara lain Eco, 1979:8-9;
Hoed, 2001:140). Yang pertama menekankan kepada teori tentang produksi tanda yang
salah satu di antaranya menyimpulkan adanya faktor didalam komunikasi, yaitu pesan,
saluran komunikasi, penerimaa kode (sistem tanda), pengirim, acuan (hal yang
33
diperbincangkan) (Jakobson, 1963, dalam Hoed 2001:140). Ke 2 memberikan desakan
kepada teori tanda, memahamkannya di sebuah kerangka tertentu.
Kepada jenis 2, tidak di permasalahkan tujuan berkomunikasi. kebalikannya,
dinomer satukan ialah aspek kesadaran suatu tanda sehingga proses kognisinya pada
penerima tanda lebih diperhatikan dari pada proses komunikasinya.
Semiotik ialah ilmu atau metode analisis berguna mengkaji tanda. Tanda ialah
alat digunakan untuk berusaha memilih jalan dunia di tengah masyarakat. Semiotik /
istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya akan menekuni bagaimana manusia
(humanity) memakai berbagai hal (things). Memakai (to sinify) hal tersebut tidak dapat
dicampuradukkan serta mengkonsumsikan (to communicate). Memakai berarti
berbagai objek tidak menghantarkan informasi, hal diberbagai objek-objek akan
berkomunikasi, tapi mengkonstitusi metode tersusun di simbol (Barthes, 1988:179;
Kurniawan, 2001:53).
Sesuatu simbol bertanda malainkan individu, serta kegunaan (meaning) adalah
ikatan antara objek / idea serta simbol (Littlejohn, 1996:64). Rencana mendasar
mengikat sama teori luas berkaitan tanda, bahasa, wacana, serta bentuk nonverbal, teori
mengartikan bagaimana simbol berkaitan sama maknanya, bagaimana simbol disusun.
Secara umum, studi mengenai simbol menyatakan pada semiotika.
Dengan symbol coba mencari ketertiban di tengah dunia, sedikitnya supaya
mempunyai kepercayaan. “Apa yang dikerjakan oleh semiotika adalah mengajarkan
kita bagaimana menguraikan aturan-aturan tersebut dan ‘membawanya pada sebuah
kesadaran’,” ujar Pines (dalan Berger, 2000a:14).
Dengan semiotika, kita lantas berurusan dengan tanda. Semiotika, seperti kata
Lechte (2001:191), adalah teori tentang tanda dan penandaan. Lebih jelasny lagi,
semiotika adalah suatu disiplin yang menyelidiki semua bentuk komunikasi yang
terjadi dengan sarana signs ‘tanda-tanda’ dan berdasarkan pada sign system (code)
‘sistem tanda’ (Segers, 2000:4). Hjelmslev 9dalm Christomy, 2001:7) mendefinisikan
34
tanda sebagai “suatu keterhubungan antar wahana ekspresi (expression plan) dan
wahana isi (content plan)”. Cobley dan Jansz (1999:4) menyebutkan sebagai
“discipline is simply the analysis of signs or the study of the functioning of sign
systems” (ilmu analisis tanda atau studi tentang bagaimana sistem penandaan
berfungsi). Chales Sanders Peirce (dalam Littlejogn, 1996:64) mendefinisikan semiosis
sebagai “a relationship among a sign, an object, and a meaning (suatu hubungan di
antara tanda, objek, dan makna).” Charles Morris (dalam Segers, 2000:5) menyebutkan
semiosis ini sebagai suatu “proses tanda, yaitu proses ketika sesuatu merupakan tanda
bagi beberapa organisme”.
Yang perlu kita garis bawahi dari berbagai definisi di atas adalah para ahli
melihat semiotika atau semiosis itu segabagi ilmu atau proses yang berhubungan
dengan tanda. Namun jika kita perhatikan, definisi yang diberikan Morris tampaknya
terlampau luas, sehingga terkesan meliputi sejumlah besar proses, dari tarian lebah
sampai dengan pembacaan sebuah novel.
Kata “semiotika” itu sendiri berasal dari bahasa Yunani, semeion yang berarti
“tanda” (Sudjiman dan van Zoest, 1996:vii) atau seme, yang berarti “penafsiran tanda”
(Cobley dan Jansz, 1999:4). Semiotika berakar dari studi klatik dan skolastik atas seni
logika, retorika, dan poetika (Kurniawan, 2001:49). (Sobur, 2006: 15-17)
Semiotik, sebagaimana kita menjabarkan mempunyai tiga kajian:
a. Tanda itu sendiri. Wilayah ini memiliki analisis mengenai bermacam kategori
tanda tidak sama, berbagai cara tidak sama di symbol guna menciptakan arti, serta
berbagai tanda itu berkaitan bersama orang yang menggunakan tanda tersebut. Tanda
ialah kontruksi manusia serta sekedar dapat disimpulkan bagian susunan pemakaian /
kondisi seseorang menaruh berbagai tanda.
b. Kode-kode atau istilahnya struktur, tanda dalam organisasi. Amatan meliputi
bermacam symbol di kembangkan guna mengisi keperluan publik umum / budaya,
guna memaksakan kode-kode tersebut.
35
c. Beroperasinya kode-kode dan tanda-tanda di budaya. Untuk eksistensi dan
bentuknya sendiri, perihal tersebut pada kesempatannya bergantung pada penggunaan
dari koda-kode dan tanda-tanda
Oleh karena itu, fokus unggul semiotik adalah teks. Model proses linier
meemberikan keperdulian pada teks tidak berlebih semacam tahapan diproses
komunikasi: macam-macam di antara model melewatinya begitu saja, simbol kritik apa
pun. Hal ini ialah perbedaan dasar di pendekatan proses dan pendekatan semiotik.
Dalam semiotik, pembaca, atau penerima, dilihat mempunyai peran aktif dibedakan
beberapa model cara (kecuali model Gerbner). Semiotik sangat menyaring sebutan
‘pembaca (reader)’ (foto serta gambar) daripada ‘perolehan (receiver)’ oleh sebab itu
istilah ini memberitahukan kualitas aktivitas sangat besar serta membaca ialah
pembelajaran guna menjalankannya; maka ditentukan dari pengetahuan budaya di
pembaca. Pembaca menolong guna mewujudkan arti teks pengetahuan. Sikap serta
emosi dipunyai ke arti (Fiske, 2012:66-67)
9 jenis semiotik yaitu: (pateda, 2001:29):
1. Semiotik analitik, yakni semiotik yang menganalisis system tanda. Pierce
menyatakan bahwa semiotic berobjekkan tanda dan menganalisisnya menjadi ide,
objek, dan makna.
2. Semiotik deskriptif, yakni semiotic yang memperhatikan system tanda yang
dapat kita alami sekarang, meskipun ada tanda yang sejak dahulu tetap seperti yang
disaksikan sekarang.
3. Semiotik faunal (zoosemiotic), yaitu semiotik khusus memperhatikan system
tanda yang dihasilkan oleh hewan.
4. Semiotik kultural, yaitu semiotik khusus menelaah sistem tanda berlaku di
budaya phublik.
5. Semiotik naratif, yaitu semiotik menelaah aturan tanda di narasi yang berwujud
mitos dan cerita lisan (folklore).
36
6. Semiotik natural, yaitu semiotik khusus menelaah aturan tanda dihasilkan oleh
alam.
7. Semiotik normatif, yaitu semiotik khusus menelaah sistem tanda dibuat oleh
seseorang berwujud norma-norma, misalnya rambu-rambu lalu-lintas.
8. Semiotik sosial, yaitu semiotik khusus menelaah aturan tanda dihasilkan oleh
seseorang berwujud lambing, baik lambing berwujud kata maupun lambang berwujud
kata atau kalimat.
9. Semiotik Struktural, yakni semiotic yang khusus menelaah system tanda yang
dimanifestasikan melalui struktur bahasa. (Sobur, 2001:100-101)
2.12.2. Semiotik Model Charles Sanders Pierce.
Jika ahli logika dan filsuf dari Amerika C.S. Pierce dalah salah satu pelopor
semiotic, tokoh penting lainnya sudah pasti adalah seorang ahli bahasa dari Swiss
Ferdinand de Saussure. Fokus Pierce sebagai seorang filsuf adalah; pada pemahaman
kita mengenai pengalaman kita dan dunia di sekitar kita. Baru pada perkembangannya
kemudian Pierce menyadari pentingnya semiotic, atau tindakan pemaknaan di
dalamnya. Pierce tertarik pada makna, yang dia temukan di dalam hubungan structural
antara tanda, individu (orang), dan objek.
Sebagai seorang ahli bahasa, maka bahasa merupakan ketertarikan utama
Saussure. Dia lebih focus pada bagaimana tanda-tanda (atau, di dalam konteks
Saussure adalah kata-kata) terkait dengan tanda-tanda yang lain, bukan bagaimana
tanda-tanda terkait dengan apa yang disebut Pierce sebagai objek. Jadi model dasar dari
Saussure memusatkan kepertdulian terhadap simbol. Simbol, bagi Saussure, ialah
objek fisik mempunyai Arti / memakai sebutan milik Saussure, simbol mempunyai
penanda (signifier) dan petanda (signified). Signifier / isyarat ialah gambaran fisik
nyata dari symbol saat mendapatkannyaa-coretan di kertas / suara di udara; signified /
isyarat ialah rancangan mental memulai gambaran fisik nyata ke simbol.rancanagn
mental di pahami secara luas oleh anggota di suatu budaya mempunyai bahasa yang
sama. (Fiske, 2012:72-73)
37
Sebuah tanda adalah sesuatu yang bagi seseorang mewakili sesuatu di dalam
beberapa hal atau kapasitas tertentu. Tanda menuju pada seseorang, artinya,
menciptakan di dalam benak orang tersebut tanda yang sepadan, atau mungkin juga
tanda yang lebih sempurna. Tanda yang tercipta di benak tersebut saya namakan
interprenant (hasil interpretasi) dari tanda yang pertama. Tanda mewakili sesuatu,
objeknya (its object). (Di dalam Zeman, 1977)
Teori dari Charles S. Pierce menjadi grand theory di semiotik. pemisah punya
sifat menyeluruh, deskriptif struktural di semua sistem. Semiotik menurut Pierce ialah
sesuatu ikatan makna, tanda, objek. Analisis semiotik di lakukan dipenelitian tersebut
ialah semiotika dibuat Chasles Sanders Pierce. Guna memudahkan pemaknaan bisa
dijelaskan bagan segitiga berikut:
Gambar.3. Tanda Menurut Pierce
38
Menurut Pierce, symbol di bentuk oleh hubungan segitiga, yaitu
Representament oleh Pierce disebut juga dengan simbol (sign) terhubung bersama
object. Ikatan itu memhasilkan intepretant. Simbol atau Representament ialah
penggalan simbol menuju di sesuatu berdasarkan cara / didasari daya. Pierce
mengartikan Representament selaku objek / benda berguna sebagai symbol. Objek
ialah suatu yang dirujuk kepada tanda. Objek ialah symbol itu sendiri / simbol serta
objek dapat entitas yang sama.
Pierce membeda-bedakan tipe-tipe tanda menjadi : Symbol, Index, Icon yang
berdasarkan atas relasi diantara representamen serta objek
- Icon ialah isyarat yang mana berisi hampir serupa hingga isyarat tersebut sangat
gampang dikenali bagi para penggunanya. Dalam ikon ada hubungannya antara
representamen serta objeknya terbentuk menjadi persamaan dalam sebagian kualitas.
Sebagai contohnya, sebagian banyak rambu lalu lintas ialah isyarat yang ikonik
tergambarkan rangka mempunyai kemiripan objek kebenarannya.
- Indeks yaitu isyarat yang mempunyai keterikatan fenomenal maupun
eksistensial antara representamen dan objek. Dalam indeks, ikatan antara isyarat dan
objek berkarakter aktual, kongkrit dan biasanya melewati dengan cara sekuensial
ataupun kausal. Sebagai contoh jejak telapak kaki di atas tanah, semisal, ialah indeks
dari binatang / seorang telah melalui diatas tanah tersebut.
- Symbol ialah tanda yang bersifat konvensional, abriter setara perjanjian /
konvens sebanyak publik. Tanda bahasanya umumnya ialah symbol
39
Berikut table bisa lebih memeparjelas:
Tabel.1. Trikotomi ikon/indeks/symbol Pierce