bab ii tinjauan pustaka 2.1. mural sebagai media

35
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mural Sebagai Media Komunikasi 2.1.1 Komunikasi Secara bahasa, istilah komunikasi berasal dari kata Latin, yakni, communication, yang bersumber dari kata communis, artinya sama. Sama, disini berarti sama maknanya. Namun, minimal, komunikasi harus mengandung kesamaan antara dua buah pihak yang terlibat proses tersebut. Sebab, kegiatan komunikasi tidak hanya informative, melainkan juga persuasif. Pada hakikatnya, dalam proses komunikasi adalah proses penyampaian pikiran / perasaan seorang (komunikator) kepada penerima (komunikan). Pikiran tersebut bisa berupa informasi, gagasan, maupun opini yang muncul dari benak sang komunikator (Effendy, 1995: 9). Istilah komunikasi, sering kali dirincikan secara sederhana, yakni, proses pengiriman pesan dari komunikator terhadap komunikan. Para akademisi telah mencoba berbagai usaha untuk mendefinisikan komunikasi itu sendiri. Hal tersebut dilakukan dengan cara membagi komunikasi menjadi tiga buah konsep dasar, yang diukur berdasarkan dimensinya. Tiga dimensi tersebut, antara lain: 2.1.2 Dimensi Pertama Tingkat Pengamatan atau Keringkasan Komunikasi digambarkan sebagai proses yang berperan sebagai penghubung dari semua bagian yang terputus-putus. Di lain hal, komunikasi dapat pula dikatakan sebagai sebuah sistem untuk mengirimkan informasi maupun perintah kepada penerima

Upload: others

Post on 07-Nov-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mural Sebagai Media

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Mural Sebagai Media Komunikasi

2.1.1 Komunikasi

Secara bahasa, istilah komunikasi berasal dari kata Latin, yakni,

communication, yang bersumber dari kata communis, artinya sama. Sama, disini berarti

sama maknanya. Namun, minimal, komunikasi harus mengandung kesamaan antara

dua buah pihak yang terlibat proses tersebut. Sebab, kegiatan komunikasi tidak hanya

informative, melainkan juga persuasif. Pada hakikatnya, dalam proses komunikasi

adalah proses penyampaian pikiran / perasaan seorang (komunikator) kepada penerima

(komunikan). Pikiran tersebut bisa berupa informasi, gagasan, maupun opini yang

muncul dari benak sang komunikator (Effendy, 1995: 9).

Istilah komunikasi, sering kali dirincikan secara sederhana, yakni, proses

pengiriman pesan dari komunikator terhadap komunikan. Para akademisi telah

mencoba berbagai usaha untuk mendefinisikan komunikasi itu sendiri. Hal tersebut

dilakukan dengan cara membagi komunikasi menjadi tiga buah konsep dasar, yang

diukur berdasarkan dimensinya. Tiga dimensi tersebut, antara lain:

2.1.2 Dimensi Pertama – Tingkat Pengamatan atau Keringkasan

Komunikasi digambarkan sebagai proses yang berperan sebagai penghubung

dari semua bagian yang terputus-putus. Di lain hal, komunikasi dapat pula dikatakan

sebagai sebuah sistem untuk mengirimkan informasi maupun perintah kepada

penerima

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mural Sebagai Media

6

2.1.3 Dimensi Kedua – Tujuan

Dalam proses pengiriman informasi, pastilah dilandasi sebuah tujuan. Alasan

dikirimnya pesan, mungkin saja bertujuan untuk mempengaruhi perilaku si penerima.

2.1.4 Dimensi Ketiga – Penilaian Normatif

Beberapa definisi tentang komunikasi, biasanya menyertakan tentang

keberhasilan, ketepatan, dan kefektifan pesannya. Komunikasi juga merupakan proses

pertukaran sebuah gagasan ataupun pemikiran dari seseorang (Dance dalam Littlejohn,

2009: 4).

Dari sinilah dapat kita soroti bahwa kegiatan komunikasi bersifat persuasif.

Seperti definisi yang dikemukakan, bahwa kegiatan komunikasi yakni transmisi dalam

wujud gagasan, emosi, dan keterampilan dengan menggunakan simbol, kata, figure,

maupun grafik. Sehingga proses tindakan itulah yang dinamakan komunikasi (Berelson

dan Steiner dalam Deddy Mulyana, 2005: 62).

Para peneliti bidang kajian komunikasi juga telah memberi perhatian terhadap

perbedaan bentuk teori komunikasi Barat dan Timur. Umumnya, teori terkadang

mengukur bagian-bagian tanpa memperhatikan integrasi mendasarnya. Selain itu,

pandangan Barat cenderung menghargai rasio dan logika, yang tentunya cukup

bertolak belakang dengan pandangan Timur. Tradisi Timur, lebih berfokus pada

keutuhan dan persatuan, yang dijunjung tinggi. Selain itu, di Timur, simbol-simbol

verbal, yang utamanya yakni ucapan, tidak diberi perhatian lebih, malahan cenderung

dipandang secara skeptis saja (Littlejohn, 2009: 7).

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mural Sebagai Media

7

2.2 Macam-macam media komunikasi

2.2.1 Media sebagai wadah informasi untuk khalayak luas yang disebut dengan

media massa, diantaranya ialah:

a. Media Cetak : koran, majalah, tabloid, mural

b. Media Elektronik : televisi, radio, film

c. Media Cyber : sosial media, website

2.3 Dalam komunikasi memiliki beberapa kontek, diantaranya :

1. Komunikasi Intra Personal

Proses komunikasi yang terjadi didalam diri individu

2. Komunikasi Inter Personal

2.4 Proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap

muka

3. Komunikasi Publik

Proses komunikasi yang berlangsung di depan khalayak lebih besar

4. Komunikasi Massa

Proses komunikasi yang berlangsung melalui media massa

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mural Sebagai Media

8

Menurut Alo Leleweri komunikasi massa itu memiliki unsur-unsur seperti:

sumber, bidang pengalaman, pesan, saluran, gangguan, hambatan, efek, konteks

maupun umpan balik. Jadi, teknologi pembagi atau media dengan massa yang disebut

dengan saluran itu dipergunakan untuk mengirimkan pesan yang melintasi jarak jauh,

misalnya buku, pamflet, majalah, surat kabar, warkat pos, rekaman-rekaman, televisi,

gambar-gambar poster, dan bahkan saat ini ditambah lagi dengan komputer serta

aplikasinya dengan jaringan telepon serta satelit (Alo Leleweri, 1991).

2.5 Karakteristik Komunikasi

Komunikasi massa memiliki beberapa karakteristik yang dikemukakan Wright

dalam Ardianto, komunikasi dapat dibedakan dari corak-corak yang lama karena

memiliki karakteristik utama yaitu (Elvinaro Ardianto, 2007):

1. Diarahkan kepada khalayak yang relatif besar, heterogen

dan anonim

2. Pesan disampaikan secara terbuka

3. Pesan diterima secara serentak pada waktu yang sama dan

bersifat sekilas (khusus untuk media elektronik)

4. Komunikator cenderung berada atau bergerak dalam

organisasi yang kompleks yang melibatkan biaya besar.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mural Sebagai Media

9

Dari artian yang dikemukakan Wright dapat dipahami beberapa sifat dari unsur

– unsur komunikasi massa, diantaranya (Aloliliweri, 2011):

1. Komunikator dalam komunikasi massa adalah

organisasi

2. Komunikan merupakan khalayak yang tidak dikenal,

berada dan tersebar di pelbagai tempat, dan

berjumlah “massal”

3. Media bertindak sebagai “hasil rekayasa teknologi”

yang berfungsi memperbanyak / memperluas

jangkauan pesan (untuk teknologi elektronika)

4. Pesan bersifat umum

5. Efek atau umpan balik bersifat tertunda

6. Konteksnya sangat beragam

2.6 Fungsi Komunikasi

Fungsi dari komunikasi massa sangat beragam, diantaranya :

1. Menginformasikan

2. Mendidik

3. Menghibur

4. Membujuk

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mural Sebagai Media

10

5. Transmisi budaya

6. Pengawasan lingkungan

7. Mendorong kohesi sosial

8. Korelasi antar bagian masyarakat dalam menanggapi lingkungan

9. Transmisi warisan sosial dari satu generasi ke generasi berikutnya

Berbeda dengan yang dikemukakan oleh Effendy dalam Ardianto secara

umum, yaitu (Aloliliwei, 2011: 18):

1. Fungsi Informasi

Fungsi memberikan informasi ini diartikan bahwa media massa adalah penyebar

informasi bagi pembaca, pendengar, atau pemirsa. Berbagai informasi dibutuhkan

oleh khalayak media massa yang bersangkutan sesuai dengan kepentingannya

2. Fungsi Pendidikan

Media massa banyak menyajikan hal – hal yang sifatnya mendidik seperti melalui

pengajaran nilai, etika, serta aturan – aturan yang berlaku kepada pemirsa,

pendengar, atau pembaca

3. Fungsi Memengaruhi

Media massa dapat memengaruhi khalayaknya baik yang bersifat pengetahuan

(cognitive), perasaan (affective), maupun tingkah laku (conative).

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mural Sebagai Media

11

Pendapat lain dikemukakan oleh Dominick dalam Ardianto yaitu fungsi

komunikasi massa terdiri dari (Aloliliweri, 2011; 14-17):

1. Surveillance (pengawasan)

Fungsi ini menunjuk pada pengumpulan dan penyebaran informasi mengenai

kejadian – kejadian dalam lingkungan maupun yang dapat membantu khalayak

dalam kehidupan sehari – hari

2. Interpretation (penafsiran)

Fungsi ini mengajak para pembaca atau pemirsa untuk memperluas wawasan dan

membahasnya lebih lanjut dalam komunikasi antarpersona atau komunikasi

kelompok

3. Linkage (pertalian)

Fungsi ini bertujuan dimana media massa dapat menyatukan anggota masyarakat

yang beragam sehingga membemtuk linkage (pertalian) berdasarkan kepentingan

dan minat yang sama tentang sesuatu.

4. Transmission of Values (penyebaran nilai – nilai)

Fungsi ini artinya bahwa media massa yang mewakili gambaran masyarakat itu

ditonton, didengar, dan dibaca. Media massa memperlihatkan kepada kita

bagaimana mereka bertindak dan apa yang mereka harapkan.

5. Entertainment (hiburan)

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mural Sebagai Media

12

Fungsi ini bertujuan untuk mengurangi ketegangan pikiran khalayak karena dengan

membaca berita – berita ringan atau melihat tayangan hiburan di televisi dapat

membuat pikiran khalayak segar kembali.

2.7 Ciri-ciri Mural

2.7.1 Mural Sebagai Komunikasi Visual

Komunikasi visual sekedar bisa memberi solusi terhadap permasalahan yang

terjadi dan terkait bersama eksekusi visual, tetapi bisa memilih sarana yang relevan dan

tepat untuk membuat komunikasi bersama masyarakat. Mural ialah salah contoh dari

satu media yang sangat efektif dan efisien sekarang ini dibuat alat mengirimkan pesan

dalam visual. Untuk penciptanya, ada makna-makna dikirimkan lewat mural. Ada

dalam pesan bersama memfungsikan kedatangan mural dengan menggambarkan

keadaan sekitarnya, diantaranya mural sebatas kepada estetik, kepada

mengekspresikan keadaan politik, sosial budaya dan juga ekonomi. Tetapi di era saat

ini mural mulai dimodifikasi tidak sebatas untuk mengirimkan pesan-pesan sosial

tetapi juga kepentingan komersial (sebagai contohnya mural iklan A-Mild, Flexi,

Rinso, dll).

2.7.2 Definisi Mural

Mural ataupun kerap diartikan gambar yang ditorehkan di dinding dalam

bentuk yang besar diciptakan dan menyesuaikan ruang arsitektur. Mural ialah seni

grafis yang pertama dibutuhkan untuk ungkapan artistik . Pengembangan kegunaan

mural tidak hanya itu, tetapi mural bermakna pesan dan kritik sosial untuk pergolakan

serta perlawanan yang timbul kerumunan masyarakat atau kepada aturan pemerintah

yang bertolak pikir bersama keinginan rakyat.

Mural adalah wadah penyalur saran, ide, gagasan, dan kritik. Sangat menarik

lagi mural. Mural terdapat goresan, dapat menimbulkan kejadian yang bisa dituju pada

aspek linguistik. Unsur mural ialah tukisan serta simbol teratur berdasarkan isyarat

menggambarkan tingkah laku tersendiri, keyakinan serta sikap tersendiri. Setiap

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mural Sebagai Media

13

amanat yang ada pada mural terdapat dua takaran arti, yaitu arti yang dijelaskan sebagai

implisit dibalik permukaan tampilan gambar dan makna yang dijelaskan secara

eksplesit dipermukaan

2.7.3 Sejarah perkembangan Mural

Perjalanan seni rupa mulai jaman pra sejarah sekitar 31.500 tahun lampau,

sewaktu gambar dalam gua di Lascaux, selatan Prancis. Mural digambarkan seseorang

masa dulu memakai cat air dibuat berasal sari buah lemon. gambaran mural di masa

dulu sering tidak sedikit terdapat di Prancis. Di Prancis sendiri, terdapat kurang lebih

150 tempat mural ditemukan, lalu di Spanyol ada sekitar 128 tempat dan di Italia mural

ditemukan sekitar 21 tempat.

Sejarah seni rupa mencatat, lukisan mural yang terkenal ialah Guernica atau

Guernica y Luno karya Pablo Picasso. Picasso menciptakan mural tersebut untuk

mengingatkan pengeboman tentara Jerman di desa kecil bersama mayoritas masyarakat

Spanyol. Karya itu diciptakan waktu perang sipil Spanyol berkecamuk di tahun 1937.

Di beberapa negara konflik, seperti Irlandia Utara, mural banyak ditemui di hampir

semua dinding kota. Terbilang kurang lebih 2000 mural diciptakan dari waktu tahun

1970 sampai sekarang dan demikian Irlandia Utara-lah Negara yang produktif

menciptakan mural. Propaganda politik menjadi salah satu tema sentral ke dalam mural

tersebut.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mural Sebagai Media

14

Gambar 1. Mural di kota Belfast, Irlandia Utara. Mural yang dibuat pada Oktober 2006 .

Sumber: Jurnal DKV Univ. Petra Surabaya

Mural di pengembangannya sudah jadi bagian karya masyarakat

menyangkutkan komunikasi 2 arah. Pencipta lukisan mural melaksanakan komunikasi

secara visual terhadap khalayak kepada yang di ceritakan, serta khalayak menikmati

karya tersebut. Hal menunjukkan dalam seni mural, bahwa berkomunikasi tidak hanya

dilakukan secara visual yang menganut pandangan ‘seni adalah seni’ tanda

penanggung jawab yang pasti, tetapi mural juga bisa mendekatkan dirinya sebagai seni

yang berkomunikasi juga secara verbal. Dalam rumusan ini, masyarakat dapat

pencerahan dalam lingkup seni rupa dan secara teknis, masyarakat awam bisa

mengambil peran sebagai seniman juga.

2.7.4 Perkembangan Mural Di Indonesia

Pengembangan mural di Indonesia, tidak sedikit beberapa kota yang tidak

melaksanakan kegiatan senirupa masyarakat, di sebabkan ada masalah tertentu, yaitu

pencipta seni itu sendiri, pemerintah kota serta lingkungan, tetapi ada juga kota

mempunyai banyak mural contohnya saja Yogyakarta, kota ini menyajikan mural ke

umum, pencipta karya tersebut aktif dalam menciptakan mural di Yogyakarta.

Tidak sedikit para seniman singgah di Yogyakarta, merupakan seniman-

seniman yang kreatif membuat karya seni yang bermacam-macam. Para seniman itu

sendiri bukan hanya berkarya ditempat yang biasa (konvensional), tapi terjun kejalanan

dengan bergotong royong dengan baik bersama pemerintah kota, sponsor serta didasari

kemauan kuat oleh karena itu terciptalah karya mural menarik dan berbobot.

Berbeda dengan kota Banyuwangi, Mural di Banyuwangi masih dalam

pengembangannya sangat berbeda dengan graffiti lebih diketahui Banyuwangi pada

tahun 2000-an. Tahun 2005, karena mural itu sendiri menciptakan kelompok-kelompok

baru yang bermacam-macam, dari kalangan biasa sampai yang berpendidika tinggi. Di

kota Banyuwangi itu sendiri tidak jarang mengadakan Cr mural kota, media massa

seperti Jawa Post, Radar Banyuwangi serta media portal internet menulis komentar

sangat positif mural di kota Banyuwangi.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mural Sebagai Media

15

2.7.5 Melukis di Dinding

Proses memunculkan citraan atau imaji terbentuk dari gambar. Melukis adalah

memvisualisasikan atau mengeksekusi secara estetik kaidah-kaidah dalamseni rupa.

Melukis di dinding (mural) secara prinsip berbeda halnya dengan melukis di kanvas.

Lukisan di atas kanvas, sejak pertama mulai dipraktikkan di masa Renaisans dianggap

membawa serta semangat pembaharuan dan cita-cita modern. Berbeda dengan tradisi

mural yang sarat dengan pesan dan nilai keyakinan adat bersama maupun pemahaman

karakteristik sosial, melukis pada kanvas lebih mencirikan semangat individual. Sejak

saat itu pula nama pembuatnya/pelukis jadi dikenal, nama itu dianggap penting sebagai

pencipta (Zaelani, 2004).

Menggambar/drawing atau melukis merupakan dua hal yang hampir sama

pengertiannya dalam kaitannya dengan mural, terlebih pengerjaannya memiliki teknik

yang hampir sama pula. Dalam pengertian menurut George Grosz dan Otto Dix seperti

dikutip Mohamad (2000:24), menafsirkan bahwa menggambar bukanlah hanya sebuah

usaha menghasilkan gambar. Menggambar adalah juga proses mengalami. Yang

penting bukan semata-mata merasakan cocoknya apa yang tergores dengan apa yang

hendak digoreskan, tetapi juga cocoknya rasa dan laku.

Hal lainnya adalah pada kerjasama tim yang ada dalam projek mural. Hampir

tidak ada karya mural hasil dari satu orang seniman, hal demikian tidak hanya

melibatkan orang lain dalam mempersiapkan kerja kasar saja, namun juga melibatkan

banyak orang dalam mengungkapkan pendapat (brainstorming) serta sekaligus

mengeksekusi. Dalam perspektif seni rupa populer atau seni rupa massa, maka mural

mampu membentuk masyarakat homogen yang bisa dengan cukup memiliki solidaritas

bersama hingga bisa memiliki cita rasa dominan.

Dinding yang dipakai sebagai media dalam mural yang biasa dipakai adalah

dinding penyangga jembatan layang, tembok sisi sungai, dan tembok rumah pinggir

jalan yang dibiarkan tidak terawat. Sedangkan di Yogyakarta, dinding yang dipakai

adalah tembok di gang-gang kampung yang dikerjakan dengan cara beramai-ramai

oleh masyarakat setempat. Sebelum ada mural, tembok-tembok tersebut terlihat kotor,

meskipun bersih pun warna putih terlihat mencolok mata terutama pada siang hari dan

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mural Sebagai Media

16

terkesan monoton. Namun dengan adanya mural mulai terbentuk citra ke arah

pembaharuan visual sehingga berkesan segar/fresh dan lebih berwarna (Wicandra, tt,

dalam fportfolio.petra.ac.id, diakses tanggal 12 Juli 2012).

2.7.6 Unsur-Unsur Pembentuk Rupa dan Prinsip-Prinsip Desain Dalam

Mural

Unsur-unsur pembentuk rupa/elemen seni yang terdapat dalam mural terdiri

dari garis/line, bentuk/form, bidang/shape, warna/colour, huruf/kalimat (tipografi) dan

ruang/space. Unsur pembentuk rupa tersebut diorganisasi dengan mempertimbangkan

pada prinsip-prinsip penciptaan karya seni (prinsip-prinsip desain) sehingga

terbentuklah lukisan mural. Unsur-unsur pembentuk rupa tersebut akan dijelaskan

sebagai berikut:

1 Garis (line)

Garis merupakan salah satu unsur visual dalam karya seni lukis dan merupakan

elemen pokok dalam seni rupa. Di samping potensi garis sebagai pembentuk kontur, di

dalam mural garis merupakan elemen untuk mengungkapkan gerak dan bentuk. Baik

bentuk dua dimensi maupun yang berkesan tiga dimensi. Aspek garis dalam mural

bermacam-macam, di antaranya berdasarkan jenis yaitu lengkung, zig-zag, dan

bergelombang. Berdasarkan wujud atau ukuran, terdapat garis panjang pendek, besar

kecil dan tebal tipis. Berdasarkan arahnya, terdapat garis vertikal, diagonal, horisontal

dan radial. Berdasarkan sifatnya garis terbagi menjadi garis positif dan garis negatif,

garis positif merupakan garis yang sengaja dibentuk, sedangkan garis negatif terjadi

karena singgungan dari dua bidang atau warna yang berlainan.

2 Bentuk (form) dan bidang (shape)

Bentuk/form dilihat sebagai 3 (tiga) dimensi dan merupakan total struktur karya

seni. Sedangkan bangun/shape merupakan berdimensi 2 (dua) dan merupakan

pecahan/unsur kecil dari keseluruhan bentuk (Sahman, 1993:41).

Sebuah garis yang bertemu dan saling berpotongan antara satu sama lain akan

membentuk beberapa bidang/shape, seperti halnya garis, bidang ataupun unsur bidang

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mural Sebagai Media

17

juga menyatakan sifat atau watak yang berbeda-beda. Berdasarkan sifat-sifatnya, maka

bidang rata yang lebar memberi kesan lapang, bidang rata yang mendatar mengesankan

unsur lantai yang membentang. Bidang rata yang tegak mengesankan seperti dinding

pembatas, sedangkan bidang bergelombang tegak menimbulkan kesan menyempit

pada ruang yang dibatasinya.

Pada proses berkarya seni, bentuk menempati posisi yang tidak kalah penting

dibanding elemen-elemen lainnya, mengingat bentuk-bentuk geometris biasanya

merupakan simbol yang membawa nilai emosional tertentu. Hal tersebut biasa

dipahami, karena pada bentuk atau rupa mempunyai image.

Dalam mural dapat diterapkan bentuk dua dimensi atai tiga dimensi, maupun

kombinasi keduanya pada semua objek. Penerapan bayangan dan perspektif pada

lukisan tiga dimensi biasa disebut trompe l’oil, memberi ilusi visual (memanipulasi

space). Misalnya lukisan bingkai jendela dan pemandangan taman pada dinding akan

berbeda pada wujud jendela sesungguhnya, namun berhasil memberi image yang

meningkatkan kualitas ruang.

3 Warna (colour)

Menurut Poerwadaminta dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997:1269)

dijelaskan bahwa warna adalah kesan yang diperoleh mata dari cahaya oleh benda-

benda yang dikenainya. Wong (1989:4) menyebutkan bahwa; selain tampak visual,

warna dapat membedakan bentuk sekelilingnya, warna di sini tidak hanya spektrum

saja tetapi juga mencakup warna netral (hitam dan putih).

Menurut B.S. Myers dalam Sahman (1993:64), mengemukakan bahwa dari segi

manapun seseorang menelaah tentang warna dalam kaitannya dengan seni visual, maka

akan dilihat dengan jelas perannya yang sangat esensial. Peranan tersebut antara lain

untuk menyatakan gerak, jarak, tegangan/tension, deskripsi alam/naturalisme, ruang,

bentuk, ekspresi (makna) simbolik Di dalam pengetahuan mural, warna merupakan

unsur keindahan di samping unsur-unsur lainnya. Warna juga mempunyai nilai estetis

dan mampu mewakili pesan dari karya seni. Di samping itu warna juga mempunyai

nilai psokologis, karena tanggapan setiap orang terhadap warna berbeda-beda, kesan

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mural Sebagai Media

18

seseorang terhadap warna sangat tergantung pada kondisi perasaan dan kepekaannya.

Setiap pelukis biasanya mempunyai ciri khas di dalam penggunaan warna untuk

menciptakan karyanya sesuai dengan kepribadiannya masing-masing, selain itu

kesesuaian dengan pesan yang akan disampaikan juga menjadi pertimbangan penting

dalam pemilihan warnanya (Bustami, 1992:62).

Sebagai bagian dari unsur pembentuk rupa, warna memegang peran sebagai

sarana untuk lebih mempertegas dan memperkuat karakter pesan dalam karya seni.

Dalam proses penuangan gagasan seniman ke dalam medium, warna mempunyai

fungsi untuk memperkuat aspek identitas. Lebih lanjut dikatakan oleh Henry Dreyfuss

dalam logo.resource.com, warna dapat digunakan dalam mempertegas maksud dari

simbol-simbol. Sebagai contoh adalah penggunaan warna merah pada segitiga

pengaman, warna-warna yang digunakan dalam traffic light merah untuk berhenti,

kuning untuk bersiap-siap dan hijau untuk jalan, sehingga di dalamnya terdapat arti

benda yang konotatif. Dari contoh tersebut ternyata pengaruh warna mampu

memberikan impresi yang cepat dan kuat. Kemanapun warna menciptakan impresi,

mampu menimbulkan efek-efek tertentu.

4 Huruf (text/tipografi)

Dalam mural terdapat juga unsur pembentuk rupa, yaitu huruf yang disusun

membentuk kata/kalimat, huruf di sini sebagai tanda visual dan tanda verbal dalam

mural. Telah dijelaskan bahwa perbedaan antara mural dan graffiti dilihat berdasarkan

objeknya. Graffiti lebih menekankan pada stilisasi rangkaian huruf dan biasanya

dikerjakan dengan teknik cat semprot/airbrush, sedangkan mural lebih menekankan

pada kemampuan drawing (menggambar objek). Dalam mural kadang juga terdapat

huruf/teks yang berfungsi sebagai aksen dari keseluruhan komposisi unsur-unsur

pembentuk rupa yang lain dan sekaligus sebagai penjelas dari pesan yang disampaikan

seniman.

Penyusunan huruf sering disebut sebagai tipografi yang merupakan seni

memilih dan menata huruf dengan pengaturan penyebarannya pada ruang-ruang yang

tersedia, untuk menciptakan kesan khusus sehingga akan menolong pembaca untuk

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mural Sebagai Media

19

mendapatkan kenyamanan membaca semaksimal mungkin. Dengan berbagai

karakternya, seniman memilih bentuk-bentuk huruf sebagai penegas pesan dalam

mural. Dalam pemilihan jenis huruf yang harus diperhatikan adalah penonjolan tema

tersebut, sehingga terjadi korespondensi antara gambar dan huruf.

5 Ruang (space)

Ruang adalah bidang keluasan dalam dua atau tiga dimensional (volume).

Unsur seni lukis ini digunakan untuk menimbulkan kesan kedalaman dari objek yang

dilukiskan. Kesan ini dapat dilalui dengan gradasi warna terang ke warna gelap, begitu

pula sebaliknya. Kesan ini juga bisa ditimbulkan dengan pemanfaatan value/nilai dan

pemanfaatan bayangan pada objek lukisan.

Ruang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti sela-sela antara dua deret

tiang atau antara empat tiang, rongga atau terlingkung oleh bidang, rongga yang tidak

terbatas tempat segala yang ada. Sejalan dengan pengertian di atas dapat diambil

pengertiannya, ruang adalah rongga atau keluasan dari suatu bidang atau permukaan,

baik itu dua atau tiga dimensi, baik dibatasi oleh limit atau tidak terbatas dan tak

terjamah, kesan itu diperoleh melalui image/gambaran batas bidang yang nyata.

2.7.7 Prinsip-Prinsip Desain dalam Mural

Sebagai karya seni, di dalam pembuatan mural perlu mempertimbangkan unsur

desain, sedangkan karya seni sebagai aktivitas menata unsur-unsur karya seni perlu

berpedoman pada prinsip-prinsip desain (principles of design) sehingga diperoleh

komposisi. Prinsip-prinsip yang digunakan dalam mural adalah unity/kesatuan,

balance/keseimbangan, rhythm/ritme, proportion/proporsi emphasis/dominasi, dan

variety/variasi. Prinsip-prinsip tersebut saling berkaitan dan melengkapi.

1 Kesatuan (unity)

Kesatuan berkaitan dengan homogenitas. Djelantik (1996:37-38), menerangkan

bahwa dengan keutuhan dimaksudkan bahwa karya yang indah menunjukkan dalam

keseluruhannya sifat yang utuh, tidak ada cacatnya,berarti tidak ada yang kurang dan

tidak ada yang berlebihan. Keutuhan mempunyai 3 (tiga) segi yaitu; keutuhan dalam

keanekaragaman (unity in diversity), keutuhan dalam tujuan (unity of purpose) dan

keutuhan dalam perpaduan (Djelantik, 1996: 38-44). Dari keutuhantersebut terdapat

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mural Sebagai Media

20

hubungan yang bermakna (relevan) antar bagian tanpa adanya bagian yang sama sekali

tidak berguna, atau saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya.

2 Keseimbangan (balance)

Susanto (2002:20), memberikan pengertian tentang keseimbangan(balance);

balance merupakan persesuaian materi dari ukuran berat dan memberi tekanan pada

stabilitas pada suatu komposisi dalam karya seni. Balance dikelompokkan menjadi

symmetrical balance/keseimbangan simetris, asymmetrical balance/keseimbangan

asimetris, balance by contrast/perbedaan atau adanya oposisi dan balance by radial.

3 Irama (rhythm)

Dalam suatu karya seni, ritme atau irama merupakan kondisi yang menunjukkan

kehadiran yang terjadi berulang-ulang secara teratur. Keteraturan ini bisa mengenai

jarak atau waktunya yang sama. Terulangnya sesuatu yang secara teratur memberi

kesan keterkaitan peristiwa itu oleh sesuatu hukum, sesuatu yang ditaati, sesuatu yang

disiplin, oleh karena itu ritme mempunyai sifat memperkuat kesatuan dan keutuhan

(Djelantik, 1997:39-40)

Edmund Burke Feldman seperti dikutip Sahman (1993:43), melihat rhythm sebagai

ordered or regular recurrence of an element (penggolongan yang berulang-ulang

dalam unsur yang tetap). Ada yang repetitive, alternative, progressive dan flowing

(ulangan, ulangan dengan sedikit perubahan, ritme yang memperlihatkan gerak

berkelanjutan). Penerapan ritme pada mural berfungsi untuk memberikan keteraturan

namun berirama sehingga tidak membosankan dan memiliki kedinamisan

4 Proporsi (proportion)

Proporsi adalah hubungan ukuran antar bagian satu dan bagian lain, serta bagian

dari kesatuan (Sahman, 1993:43). Ukuran dan proporsi yang tepat menimbulkan

harmoni, dan menimbulkan rasa indah pada manusia. Proporsi di sini digunakan pada

gambar representasional sehingga seniman akan mempertimbangkan perbandingan

dengan struktur bangunan, dengan proporsi yang tepat, sebuah karya seni (mural) akan

terlihat indah bagi penikmatnya. Mural sebagai visual art yang tersusun dari form tetap

berpedoman pada prinsip seni dan desain, sehingga karya tersebut dari struktur

formalnya terdapat keserasian antar bagian satu dengan bagian lainnya. Dengan

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mural Sebagai Media

21

pengorganisasian yang tepat, secara visual karya akan terlihat estetis dan nyaman untuk

dinikmati, sehingga mural dapat mendukung keindahan lingkungan di mana mural itu

berada.

5 Dominasi (emphasis)

Emphasis adalah penekanan atau sesuatu yang mendominasi, prinsip seni ini

digunakan untuk menonjolkan salah satu bentuk dari sekian banyak unsur yang ada

dalam suatu karya seni.

6 Variasi (variety)

Variasi sebagai elemen unsur karya seni rupa yang merupakan pengembangan dari

materi pokok berfungsi memperindah, memperjelas danmenambah makna.

2.8 Sifat pesan komunikasi dalam mural

Mural tidak hanya berdiri sendiri tanpa kehadiran ribuan makna. Bagipembuatnya,

ada pesan-pesan yang ingin disampaikan melalui mural. Terdapat pesan dengan

memanfaatkan kehadiran mural dengan mencitrakan kondisi di sekelilingnya, di

antaranya mural hanya untuk kepentingan estetik, untuk menyuarakan kondisi sosial

budaya, ekonomi dan juga politik.

2.8.1 Sosial budaya

Hubungan sosial tergambarkan dengan ada relasi yang cukup erat antara gambar

dalam mural dengan kondisinya. Mural yang terletak di jalan depan Etnik Kafe,

Yogyakarta dan bersebelahan dengan tempat pemakaman umum menjadi menarik

untuk diperhatikan. Bagaimanapun memunculkan mural yang bisa dekat dengan citra

kafe tetapi juga tidak menghilangkan kesan nyungkani (rasa hormat) pada tempat

pemakaman.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mural Sebagai Media

22

Gambar 4. Mural di jalan Ireda (depan Etnik Kafe, Yogyakarta) Karya Megan Wilson

Sumber. Perpustakaan IVAA

Mural yang dibuat pun mengambil ikon bunga yang berwarna-warni untuk

mendekatkan dengan bunga di area pemakaman, tetapi kecerahan warnanya dekat

dengan citra kafe. Ikon seperti ini menjadi ikon wilayah yang khas untuk menandai

wilayah dan budaya tertentu. Sehingga mural yang bermaksud memperbaharui

lingkungan tidak harus menghapuskan keberadaan aslinya, namun sebisa mungkin

dipertahankan sebagai ikon atau simbol suatu wilayah.

Ikon dan simbol wilayah yang terpetakan berdasarkan di daerah manakah mural

dibuat juga menjadi kekhasan tersendiri. Mural di Jakarta akan berbeda dengan mural

di Bandung maupun mural di Yogyakarta berdasarkan pengambilan ikon tertentu. Ikon

tokoh dalam pewayangan yang lebih dekat dengan Yogyakarta akan diambil untuk

menandai wilayah tersebut. Hal ini untuk memunculkan kultur khas dari suatu wilayah,

sehingga mural tidak sekedar media seni rupa yang berbicara tanpa pesan, namun

mampu memunculkan identitas kota itu sendiri (Wicandra, tt, dalam

fportfolio.petra.ac.id, diakses tanggal 12 Juli 2012)

.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mural Sebagai Media

23

2.8.2 Estetik

Mural dengan kepentingan estetik seringkali dilakukan untuk kebutuhan desain

interior/dalam ruangan, misalnya untuk menampilkan kesan segar maupun kesan

berada dalam alam yang penuh dengan suasana hijau nan sejuk, untuk menimbulkan

kenyamanan dari sang pemilik rumah maupun ruangan, namun mural dengan tampilan

estetik sebagai pokok utamanya juga dapat dilakukan di luar ruang/eksterior. Mural

seperti ini biasanya merepresentasikan dari gaya visual, seperti komik, simbolik,

ekspresionisme hingga realisme.

Mural juga menampilkan tokoh superhero yang biasa ada di film-film. Karenanya

pula mural digambar di dinding bekas bioskop (salah satunya bekas bioskop Permata

Yogyakarta) untuk sekedar merekonstruksi gedung yang pernah ramai disinggahi

masyarakat Yogyakarta untuk menonton film. Mural seperti ini tidak ada pesan yang

khusus di samping hanya memunculkan karakter superhero dengan tingkat kedetilan

tinggi dalam karya publik.

2.8.3 Ekonomi

Pesan dalam mural yang menyuarakan pentingnya ekonomi untuk kemajuan

bersama bisa dilihat pada mural dengan tema giat bekerja di seberang mall Galeria

jalan Jendral Sudirman, Yogyakarta. Mural yang menampilkan gambar kaki sedang

mengayuh becak serta buah pion yang biasa dimainkan dalam permainan catur

ditampilkan sebagai kritik sosial. Masyarakat sekitar yang ternyata lebih menyukai

permainan sambil berjudi/totohan disentil melalui mural tersebut. Pesan yang

dimunculkan adalah mengajak untuk giat bekerja dari pada berharap ada durian runtuh

melalui permainan judi.

2.8.4 Politik

Mural dengan pesan politik di Yogyakarta mewarnai beberapa wilayah yang

cukup menonjol pada mural yang menggambarkan partai politik dengan logo sebagai

titik pusatnya/point of interest. Partai politik yang memanfaatkannya seperti Partai

Demokrat, Golkar, PDI Perjuangan, Gerindra dan lain-lain merupakan partai yang

memiliki wilayah dengan basis yang kuat. Seperti di wilayah Langenastran (timur

Alun-Alun Selatan Yogyakarta saat itu) terdapat dinding besar dicat merah

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mural Sebagai Media

24

bergambarkan orang yang memakai pakaian khas Yogyakarta, dengan blangkon di

kepala sedang berdiri dan bersikap seperti pager bagus atau penerima tamu dalam pesta

pernikahan Jawa. Logo PDI Perjuangan terpampang di samping gambar orang tersebut

tanpa ada teks penjelas (Wicandra, tt, dalam fportfolio.petra.ac.id, diakses tanggal 12

Juli 2012).

2.9 Kritik sosial melalui mural

2.9.1 Definisi Kritik

Kritik ialah selalu memetik faedah baik guna banyak khalayak, karakternya

adalah membentuk pendapat umum, / memimpin jalan benar, tidak memacah. Kritik

guna mendidik khalayak, menjunjung fikiran sesat ke suatu yang benar, dari gelap ke

terang. Kritik ialah pertukaran pikiran yang jujur.

4 pekerjaan kritik menurut Adinegoro:

1. Mengetahui yang dikecam.

2. Menempatkan pada tempatnya.

3. Mempertimbangkannya.

4. Menarik kesimpulan.

Jika kritik sosial disampaikan terhadap segerombolan elite, umumnya

dipersoalkan ialah penerapan kegunaan dan tugasnya melalui etos atau mralitas tinggi,

Diharapkan khalayak luas kalangan atas, kebanyakan ialah teladan (Susanto, dalam

Sobur, 2001;195). Sedangkan anggapan tentang definisi kritik, dinyatakan oleh Alex

Sobur di bukunya Etika Pers: ‘Kritik adalah penilaian atas nilai yang dihubungkan

dengan perlunya situasi dan perilaku yang ideal” (Sobur, 2001:195).

2.9.2 Kritik Sosial

Kritik sosial merupakan sebuah inovasi, artinya kritik sosial menjadi sarana

komunikasi gagasan baru di samping menilai gagasan lama untuk suatu perubahan

sosial. Kritik sosial sebagai bentuk komunikasi di dalam masyarakat bertujuan dan

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mural Sebagai Media

25

berfungsi sebagai kontrol di jalannya sebuah sistem sosial dan proses bermasyarakat

(Oksinata, 2010:33).

Dalam konteks ini kritik sosial ialah salah satu variable penting memelihara

sistem sosial. Berbagai tindakan sosial ataupun individual yang menyimpang dari orde

sosial maupun orde nilai-moral didalam masyarakat dapat dicegah dengan

memfungsikan kritik sosial. Oleh karena itu, kritik sosial dalam hal ini berfungsi wadah

untuk konservasi dan reproduksi sebuah sistem sosial atau masyarakat.

Dalam pelaksanaan politik di dalam negeri ini, terutama di masa Orde Baru,

pendekatan yang demikian boleh dikatakan paling banyak dianut oleh kalangan elit

politik yang berkuasa di negeri ini. Elit politik sering kali melontarkan ucapan klise

demikian: “Mengemukakan kritik dibolehkan, tapi harus sesuai dengan aturan-aturan

atau norma-norma yang berlaku”. Demikian pula ada ucapan: “Mengemukakan kritik

dibolehkan asal konstruktif”. Artinya, mengkritik boleh asal tidak merusak bangunan

sistem yang sudah

2.9.3 Media dan Alat Kritik Sosial

Komunikasi ialah bertujuan pada bersosialisasi, yang bisa menaruh diri sendiri

di susunan sosial jelas. aktifitas sosial orang bertemu yang namanya halangan, yaitu

keinginan serta tujuannya selalu tidak dibetulkan atau dimasukan bagi sekitarnya

sosialnya. Komunikasi berkaitan dengan proses sosialisasi. Jika bahasa ialah

komunikasi, maka melalui kritik, bahasa bisa hadir sebagai alat instrument panyalur.

Studi linguistik bahasa sebenarnya tidak hanya “lambang” menjadi “alat” tetapi

hubungan juga datang untuk daya membentuk perasaan juga pikiran. Akan tetapi

penilaian sosial yang dikerjakan bukan secara ekstrim memperlihatkan kekeliruan yang

berlangsung dimasyarakat, secara keseluruhan. Bisa jadi kritik itu merupakan ekspresi

yang menyindir, memilih gambar yang unik dan dapat juga memakai lambang-lambang

yang menggantikan makna mulai kritik sosial itu sendiri, terakhir itu membutuhkan

analisis yang sangat luas untuk mengartikan tanda yang dipersembahkan di dalam

lambang-lambang itu.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mural Sebagai Media

26

2.9.4 Objek Kritik Sosial

Sebuah aktifitas sosialnya, diri sendiri hendak menghadapi adanya desakan

dan konflik sama ruang lingkupnya. Khalayak diharapkan melanjutkan nilai-nilai

sosialnya, diri sendiri melakukan sosialisasi bisa mengharapkan mengatur sosial,

biasanya bisa membentuk desakan awal di individunya . Lewat mengatur sosial

khalayak berupaya melindungi keseimbangan sosialnya (Ejurnal,2014, Kritik Sosial).

Bahab yang dijadikan kritik sosial mengandung apa yang menjadikan kesalahan

kekeliruan berada di sekitar khalayak, bukan apa ketentuan yang jadi perjanjian

masyarakat.

Dalam kritik sosial, pemeran sosial mempunyai tanggung jawab terhadap

memakai hukum alam yang telah diatur. Masyarakat wajib mengaplikasikan perjanjian

sosial untuk menanggulangi individu tidak sampai melanggar hukum alam dan

memberitahu mereka supaya mematuhi. Jean Jacues Rousseau (1712-1778)

beranggapan jika bentuk alam tidak bentuk di konflik tapi ialah kondisi yang memberi

kebebasan untuk individu melakukan kegiatan kreatif. Maka karena individu sudah

matang ialah pelaku sosial, jadi kontrak sosial diwujudkan menjadi media demi menata

rincian kehidupan sosial. Perjanjian antar pelaku sosial dimaksud demi rincian keadaan

yang dapat membuahkan hasil yang baik ke seluruh masyarakat. Versi kontemporer

dari Social Contract Theory berusaha menerjemahkan jika milik serta keleluasaan

individu dan kelompok sosial wajib dilandasi kesepakatan yang sama-sama bermanfaat

untuk setiap kelompok masyarakat.

2.9.5 Fungsi Kritik Sosial Mural

Kritik sosial bisa untuk wadah komunikasi/tinjauan terkini pada sesuatu

pergantian sosial di angka sedemikian berguna guna membongkar bermacam perilaku

lama, status qua dan Vested Intersert didalam khalayak umum dalam pergantian sosial.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mural Sebagai Media

27

Kritik sosial berguna untuk tempat konservasi serta penerapan metode sosial

ataupun khalayak. kritik sosial ialah kegiatan terhubung bersama penilaian (jungling),

perbandingan (Comparing) dan pengungkapan (revealing) mengenai keadaan sosial

atau masyarakat yang terkait dengan nilai yang diikuti ataupun nilai yang dijadikan

patokan.

Fungsi kritik karya seni Kritik karya seni rupa memiliki fungsi yang sangat

penting dalam dunia seni rupa dan dalam pendidikan seni. Secara ringkas, fungsi kritik

karya seni adalah: Menjembatani persepsi dan apresiasi artistik dan estetik karya seni

rupa antara pencipta (seniman, artis), karya dan penikmat seni (publik). Arus

komunikasi antara karya yang disajikan ke publik sehingga menghasilkan interaksi

keduanya. Jalan strategis bagi seniman dan penikmat seni untuk berkomunikasi. Fungsi

kritik seni yang pertama dan utama adalah menjembatani persepsi dan apresiasi artistik

dan estetik karya seni rupa, antara pencipta (perupa), karya, dan penikmat seni.

Komunikasi antara karya yang disajikan kepada penikmat (publik) seni

membuahkan interaksi timbal balik antara keduanya. Bagi perupa, kritik seni berfungsi

untuk mendeteksi kelemahan, mengupas kedalaman, serta membangun kekurangan

pada karya seninya. Sedangkan bagi apresiator atau penikmat karya seni, kritik seni

membantu memahami karya, meningkatkan wawasan dan pengetahuannya terhadap

karya seni yang berkualitas. Kritik secara lisan maupun tulisan berupaya mengupas,

menganalisis serta menciptakan sudut interpretasi karya seni. Diharapkan, kritik karya

seni rupa memudahkan bagi seniman dan penikmat seni untuk berkomunikasi melalui

karyaseni. (Kompas.com dengan judul "Fungsi Kritik Karya)

2.10 Tanda-tanda kritik sosial dalam pesan komunikasi melalui mural

2.10.1 Tanda

Di kehidupan hari-hari, terdapat gejala penandaan. Gudykunts dan Kim

memberikan asumsi seseorang di kehidupan berkomunkasi dalam budaya tidak terlepas

berbagai simbol.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mural Sebagai Media

28

Kajian semiotik, tanda ialah konsep 1 jadi sebagai bahan analisis tanda ada arti

bentuk intepretasi pesan. Tanda cenderung berbentuk visual atau fisik diambil

seseorang, menurut Pierce, analisis esinsi tanda menuju pada pembuktian setiap tanda

ditentukan objeknya.

1. Sifat objeknya, ketika menyatakan dia ialah ikon.

2. Kenyataan dan keberadaannya berkaitan sama objek sendiri, saat menyebut

tanda indeks.

3. Kurang lebih perkiraan diintepretasikan objek denotative sebagai kebiasaan

menyebut tanda sebuah simbol.

Pierce (1931-58) serta Ogden dan Richard (1923) model-model bagaimana

tanda memunculkan arti. 2 mengidentifikasikan ikatan segitiga mulai tanda, pengguna,

dan realitas eksternal sebagai sebuah model diperlukan guna mempelajari arti. Pierce

biasanya dianggap pendiri tradisi semiotic Amerika, mengatakan modelnya secara

singkat: tanda ialah sesuatu yang bagi seseorang mewakili sesuatu di dalam beberapa

hal atau kapasitas tertentu. Tanda menuju pada seseorang ,artinya, menciptakan di

dalam benak orang tersebut tanda yang sepadan, atau mungkin juga tanda yang lebih

sempurna. Tanda yang tercipta di benak tersebut saya namakan interpretant (hasil

interpretasi) dari tanda yang pertama. Tanda mewakili sesuatu objeknya (its object).

(Fiske, 2012: 70)

2.10.2. Tentang Makna

Umberto Eco mengatakan, makna sebuah wahana tanda (sign-vechicle) ialah

satuan kultural digerkannya wahana tanda, semantik memperlihatkan tidak tergantiung

di wahana sebelumnya.

3 hal diartikan filsuf dan linguis menggunakan usaha menjelaskan istilah makna yakni;

1. Menjelaskan arti kata sebagai alamiah

2. Mendeskripsikan kalimat sebagai alamiah,

3. Menejalaskan arti proses komunikasi.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mural Sebagai Media

29

Dalam kaitan ini Kempson berpendapat untuk menjelaskan istilah makna harus

dilihat dari segi ; (1) kata; (2) kalimat; (3) apa yang dibutuhkan pembicara untuk

berkomunikasi.

Wendell johnsons memberikan perkiraan pemaknaan komunikasi antar

manusia, yaitu :

1. Makna ada dalam diri manusia

Makna tidak terletak pada kata-kata tetapi dalam diri manusia.

2. Makna butuh acuan

Komunikasi masuk akal saat ada kaitan dunia atau lingkungan eksternal

3. Penyingkatan yang berlebihan akan mengubah makna

Penyingkatan perlu dikaitkan dengan objek, kejadia, dan perilaku dalam dunia

nyata.

4. Makna tidak terbatas jumlahnya

Jumlah kata suatu bahan terbatas, tetapi artinya tidak terbatas.

5. Makna dikomunikasikan hanya sebagian

Makna diperoleh dari peristiwa bersifat multi aspek dan sangat kompleks,

Perkiranan pemaknaan dinyatakan Johnson menitik beratkan di dasarnya diri

seseorang, berubah dan macam-macam tergantung di kepentingan diacunya baik

budaya, ekonomi, politik dan lain-lain.

2.10.3 Makna Denotatif dan Konotatif

Tatanan signifikasi yang pertama adalah studi yang dilakukan Saussure. Pada

tahap ini menjelaskan relasi antara penanda (signifier) dan petanda (signified) di dalam

tanda, dan antara tanda dengan objek yang diwakilinya (its referent) dalam realitas

eksternalnya. Barthes menyebutnya sebagai denotasi. Denotasi merujuk pada apa yang

diyakini akal sehat/orang banyak (common-sense), makna yang teramati dari sebuah

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mural Sebagai Media

30

tanda. Sebuah foto tentang situasi sebuah jalan mendenotasikan jalan tersebut; kata

“jalan” mendenotasikan sebuah jalan perkotaan sebaris dengan gedung-gedung.

Namun, saya dapat memotret jalan yang sama dengan cara yang sangat berbeda.

Saya dapat menggunakan film berwarna, memilih hari dengan sinar matahari yang

lembut, menggunakan soft-focus dan membuat jalan tampak ceria, hangat dan

komunitas yang manusiawi sebagai tempat bermain anak-anak. Atau saya dapat

menggunakan film hitam-putih, hard-focus , menghadirkan kontras yang kuat dan

membuat jalan yang sama tampak dingin, mati, tidak ramah, dan lingkungan yang

destruktif bagi anak-anak untuk bermain di atasnya. Kedua foto tersebut dapat dibuat

dalam waktu bersamaan dengan lensa yang hanya berbeda beberapa sentimeter saja.

Makna denotative keduanya akan sama. Perbedaanya ada pada makna konotatifnya.

Konotasi merupakan istilah yang digunakan Barthes untuk menjelaskan salah

satu dari tiga cara kerja tanda di tahap kedua signifikasi tanda. Konotasi menjelaskan

interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pengguna

dan nilai-nilai dalam budaya mereka. Hal ini terjadi ketika makna bergerak kea rah

pemikiran subjektif atau setidaknya intersubjektif: yakni ketika interpretasi

(interpretant) dipengaruhi sama kuatnya antara penafsir (interpreter) dan objek atau

tanda itu sendiri.

Bagi Barthes, factor utama dalam konotasi adalah penanda dalam tatanan

pertama. Penanda di tatanan pertama dalah tanda konosai. Kedua foto imajiner kita

adalah jalan yang sama: perbedaan di antara keduanya terletak pada bentuk, tampilan

berpendapat dalam foto setidaknya, perbedaan antara konotasi dan denotasi akan

tampak jelas. Denotasi adalah mekanisme reproduksi dalam film terhadap objek yang

dituju kamera. Konotasi adalah sisi manusia dalam proses pengambilan fotonya: yani

seleksi terhadap apa saja yang diikutsertakan dalam foto, fokusnya, bukaan, sudut

kamera, kualitas film, dan selanjutnya. Denotasi adalah apa yang difoto; konotasi

adalah bagaimana proses pengambilan fotonya. (Fiske, 2012: 140-141).

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mural Sebagai Media

31

2.11 Kode

Kode digunakan untuk menunjukkan sistem penandaan. Kode ini memiliki

sejumlah fitur/karakteristik:

1. Kode-kode memiliki sejumlah bagian (atau kadangkala satu bagian) yang bisa

dipilih. Hal ini disebut sebagai dimensi paradikmatik. Unit-unit tersebut

(keseluruhannya kecuali kode-kode yang paling sederhana seperti kode on off yang

hanya memiliki satu bagian) dapat dikombinasikan dengan aturan dan konveksi. Inilah

yang disebut sebagai dimensi paradikmatik.

2. Semua kode memiliki makna: bagian-bagiannya adalah tanda-tanda yang

mengacu, melalui berbagai cara/sarana pada sesuatu yang bukan (di luar) tanda itu

sendiri.

3. Semua kode bergantung pada persetujuan para penggunanya dan juga pada

kesamaan latar belakang budaya. Kode dan budaya saling berhubungan secara dinamis.

4. Semua kode menampilakan sebuah fungsi sosial dan komunikasi yang spesifik.

5. Semua kode bisa ditransmisikan oleh media dan/atau saluran komunikasi yang

sesuai. (Fiske, 2012: 106)

2.11.1 Kode Verbal

Komunikasi verbal ternyata tidak semudah yang kita bayangkan. Simbol atau

pesan verbal adalah semua jenis symbol yang menggunakan satu kata atau lebih.

Hampir semua rangsangan wicara yang kita sadari termasuk ke dalam kategori pesan

verbal disengaja, yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan

dengan orang lain secara lisan.

Suatu system kode verbal tersebut bahasa. Bahasa dapat didefinisikan sebagai

seperangkat symbol. Dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut,

yang digunakan dan dipahami suatu komunikasi. Bahasa verbal adalah sarana utama

untuk menyatakan pikiran, perasaan, dan maksud kita. Bahasa verbal menggunakan

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mural Sebagai Media

32

2.11.2 Kode Non Verbal

Kode ialah cara pengombinasian tanda yang disepakati secara sosial, untuk

memumkinkan satu pesan yang disampaikan dari seorang ke seorang lainnya. Roland

Barthes dalam bukunya S/Z mengolompokkan kode-kode tersebut menjadi 5 kisi-kisi

kode uraian kode-kode tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1. Kode hermeunetika, yaitu artikulasi berbagai cara pertanyaan,

2. Kode semantik. Yaitu kode yang menanggung konotasi pada level penanda.

3. Kode simbolik, yaitu kode yang berkaitan dengan psikoanalisis, antithesis,

kemenduaan, pertentangan dua unsur, skizofernia.

4. Kode narasi atau proariterik, yaitu kode yang mengandung unsur cerita, urutan,

narasi atau anti narasi

5. Kode kebudayaan atau kultural, yaitu suara-suara yang bersifat kolektif,

anonim, bawah sadar, mitos, kebijaksanaa, pengetahuan, sejarah, moral, psikologi,

sastra, seni, legenda.

2.12 Pemaknaan Tanda Mural Menggunakan Metode Semiotik

2.12.1. Analisis Semiotik

Tanda-tanda (signs) adalah basis dari seluruh komunikasi (Littlejohn, 1996:64).

Manusia dengan perantaraan tanda-tanda, dpat melakukan komunikaasi dengan

sesamanya. Banyak hal bisadikomunikasikan di dunia ini.

Kajian semiotika sampai sekarang telah membedakan dua jenis semiotika,

yakni semiotika komunikasi dan semiotika signifikasi (lihat antara lain Eco, 1979:8-9;

Hoed, 2001:140). Yang pertama menekankan kepada teori tentang produksi tanda yang

salah satu di antaranya menyimpulkan adanya faktor didalam komunikasi, yaitu pesan,

saluran komunikasi, penerimaa kode (sistem tanda), pengirim, acuan (hal yang

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mural Sebagai Media

33

diperbincangkan) (Jakobson, 1963, dalam Hoed 2001:140). Ke 2 memberikan desakan

kepada teori tanda, memahamkannya di sebuah kerangka tertentu.

Kepada jenis 2, tidak di permasalahkan tujuan berkomunikasi. kebalikannya,

dinomer satukan ialah aspek kesadaran suatu tanda sehingga proses kognisinya pada

penerima tanda lebih diperhatikan dari pada proses komunikasinya.

Semiotik ialah ilmu atau metode analisis berguna mengkaji tanda. Tanda ialah

alat digunakan untuk berusaha memilih jalan dunia di tengah masyarakat. Semiotik /

istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya akan menekuni bagaimana manusia

(humanity) memakai berbagai hal (things). Memakai (to sinify) hal tersebut tidak dapat

dicampuradukkan serta mengkonsumsikan (to communicate). Memakai berarti

berbagai objek tidak menghantarkan informasi, hal diberbagai objek-objek akan

berkomunikasi, tapi mengkonstitusi metode tersusun di simbol (Barthes, 1988:179;

Kurniawan, 2001:53).

Sesuatu simbol bertanda malainkan individu, serta kegunaan (meaning) adalah

ikatan antara objek / idea serta simbol (Littlejohn, 1996:64). Rencana mendasar

mengikat sama teori luas berkaitan tanda, bahasa, wacana, serta bentuk nonverbal, teori

mengartikan bagaimana simbol berkaitan sama maknanya, bagaimana simbol disusun.

Secara umum, studi mengenai simbol menyatakan pada semiotika.

Dengan symbol coba mencari ketertiban di tengah dunia, sedikitnya supaya

mempunyai kepercayaan. “Apa yang dikerjakan oleh semiotika adalah mengajarkan

kita bagaimana menguraikan aturan-aturan tersebut dan ‘membawanya pada sebuah

kesadaran’,” ujar Pines (dalan Berger, 2000a:14).

Dengan semiotika, kita lantas berurusan dengan tanda. Semiotika, seperti kata

Lechte (2001:191), adalah teori tentang tanda dan penandaan. Lebih jelasny lagi,

semiotika adalah suatu disiplin yang menyelidiki semua bentuk komunikasi yang

terjadi dengan sarana signs ‘tanda-tanda’ dan berdasarkan pada sign system (code)

‘sistem tanda’ (Segers, 2000:4). Hjelmslev 9dalm Christomy, 2001:7) mendefinisikan

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mural Sebagai Media

34

tanda sebagai “suatu keterhubungan antar wahana ekspresi (expression plan) dan

wahana isi (content plan)”. Cobley dan Jansz (1999:4) menyebutkan sebagai

“discipline is simply the analysis of signs or the study of the functioning of sign

systems” (ilmu analisis tanda atau studi tentang bagaimana sistem penandaan

berfungsi). Chales Sanders Peirce (dalam Littlejogn, 1996:64) mendefinisikan semiosis

sebagai “a relationship among a sign, an object, and a meaning (suatu hubungan di

antara tanda, objek, dan makna).” Charles Morris (dalam Segers, 2000:5) menyebutkan

semiosis ini sebagai suatu “proses tanda, yaitu proses ketika sesuatu merupakan tanda

bagi beberapa organisme”.

Yang perlu kita garis bawahi dari berbagai definisi di atas adalah para ahli

melihat semiotika atau semiosis itu segabagi ilmu atau proses yang berhubungan

dengan tanda. Namun jika kita perhatikan, definisi yang diberikan Morris tampaknya

terlampau luas, sehingga terkesan meliputi sejumlah besar proses, dari tarian lebah

sampai dengan pembacaan sebuah novel.

Kata “semiotika” itu sendiri berasal dari bahasa Yunani, semeion yang berarti

“tanda” (Sudjiman dan van Zoest, 1996:vii) atau seme, yang berarti “penafsiran tanda”

(Cobley dan Jansz, 1999:4). Semiotika berakar dari studi klatik dan skolastik atas seni

logika, retorika, dan poetika (Kurniawan, 2001:49). (Sobur, 2006: 15-17)

Semiotik, sebagaimana kita menjabarkan mempunyai tiga kajian:

a. Tanda itu sendiri. Wilayah ini memiliki analisis mengenai bermacam kategori

tanda tidak sama, berbagai cara tidak sama di symbol guna menciptakan arti, serta

berbagai tanda itu berkaitan bersama orang yang menggunakan tanda tersebut. Tanda

ialah kontruksi manusia serta sekedar dapat disimpulkan bagian susunan pemakaian /

kondisi seseorang menaruh berbagai tanda.

b. Kode-kode atau istilahnya struktur, tanda dalam organisasi. Amatan meliputi

bermacam symbol di kembangkan guna mengisi keperluan publik umum / budaya,

guna memaksakan kode-kode tersebut.

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mural Sebagai Media

35

c. Beroperasinya kode-kode dan tanda-tanda di budaya. Untuk eksistensi dan

bentuknya sendiri, perihal tersebut pada kesempatannya bergantung pada penggunaan

dari koda-kode dan tanda-tanda

Oleh karena itu, fokus unggul semiotik adalah teks. Model proses linier

meemberikan keperdulian pada teks tidak berlebih semacam tahapan diproses

komunikasi: macam-macam di antara model melewatinya begitu saja, simbol kritik apa

pun. Hal ini ialah perbedaan dasar di pendekatan proses dan pendekatan semiotik.

Dalam semiotik, pembaca, atau penerima, dilihat mempunyai peran aktif dibedakan

beberapa model cara (kecuali model Gerbner). Semiotik sangat menyaring sebutan

‘pembaca (reader)’ (foto serta gambar) daripada ‘perolehan (receiver)’ oleh sebab itu

istilah ini memberitahukan kualitas aktivitas sangat besar serta membaca ialah

pembelajaran guna menjalankannya; maka ditentukan dari pengetahuan budaya di

pembaca. Pembaca menolong guna mewujudkan arti teks pengetahuan. Sikap serta

emosi dipunyai ke arti (Fiske, 2012:66-67)

9 jenis semiotik yaitu: (pateda, 2001:29):

1. Semiotik analitik, yakni semiotik yang menganalisis system tanda. Pierce

menyatakan bahwa semiotic berobjekkan tanda dan menganalisisnya menjadi ide,

objek, dan makna.

2. Semiotik deskriptif, yakni semiotic yang memperhatikan system tanda yang

dapat kita alami sekarang, meskipun ada tanda yang sejak dahulu tetap seperti yang

disaksikan sekarang.

3. Semiotik faunal (zoosemiotic), yaitu semiotik khusus memperhatikan system

tanda yang dihasilkan oleh hewan.

4. Semiotik kultural, yaitu semiotik khusus menelaah sistem tanda berlaku di

budaya phublik.

5. Semiotik naratif, yaitu semiotik menelaah aturan tanda di narasi yang berwujud

mitos dan cerita lisan (folklore).

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mural Sebagai Media

36

6. Semiotik natural, yaitu semiotik khusus menelaah aturan tanda dihasilkan oleh

alam.

7. Semiotik normatif, yaitu semiotik khusus menelaah sistem tanda dibuat oleh

seseorang berwujud norma-norma, misalnya rambu-rambu lalu-lintas.

8. Semiotik sosial, yaitu semiotik khusus menelaah aturan tanda dihasilkan oleh

seseorang berwujud lambing, baik lambing berwujud kata maupun lambang berwujud

kata atau kalimat.

9. Semiotik Struktural, yakni semiotic yang khusus menelaah system tanda yang

dimanifestasikan melalui struktur bahasa. (Sobur, 2001:100-101)

2.12.2. Semiotik Model Charles Sanders Pierce.

Jika ahli logika dan filsuf dari Amerika C.S. Pierce dalah salah satu pelopor

semiotic, tokoh penting lainnya sudah pasti adalah seorang ahli bahasa dari Swiss

Ferdinand de Saussure. Fokus Pierce sebagai seorang filsuf adalah; pada pemahaman

kita mengenai pengalaman kita dan dunia di sekitar kita. Baru pada perkembangannya

kemudian Pierce menyadari pentingnya semiotic, atau tindakan pemaknaan di

dalamnya. Pierce tertarik pada makna, yang dia temukan di dalam hubungan structural

antara tanda, individu (orang), dan objek.

Sebagai seorang ahli bahasa, maka bahasa merupakan ketertarikan utama

Saussure. Dia lebih focus pada bagaimana tanda-tanda (atau, di dalam konteks

Saussure adalah kata-kata) terkait dengan tanda-tanda yang lain, bukan bagaimana

tanda-tanda terkait dengan apa yang disebut Pierce sebagai objek. Jadi model dasar dari

Saussure memusatkan kepertdulian terhadap simbol. Simbol, bagi Saussure, ialah

objek fisik mempunyai Arti / memakai sebutan milik Saussure, simbol mempunyai

penanda (signifier) dan petanda (signified). Signifier / isyarat ialah gambaran fisik

nyata dari symbol saat mendapatkannyaa-coretan di kertas / suara di udara; signified /

isyarat ialah rancangan mental memulai gambaran fisik nyata ke simbol.rancanagn

mental di pahami secara luas oleh anggota di suatu budaya mempunyai bahasa yang

sama. (Fiske, 2012:72-73)

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mural Sebagai Media

37

Sebuah tanda adalah sesuatu yang bagi seseorang mewakili sesuatu di dalam

beberapa hal atau kapasitas tertentu. Tanda menuju pada seseorang, artinya,

menciptakan di dalam benak orang tersebut tanda yang sepadan, atau mungkin juga

tanda yang lebih sempurna. Tanda yang tercipta di benak tersebut saya namakan

interprenant (hasil interpretasi) dari tanda yang pertama. Tanda mewakili sesuatu,

objeknya (its object). (Di dalam Zeman, 1977)

Teori dari Charles S. Pierce menjadi grand theory di semiotik. pemisah punya

sifat menyeluruh, deskriptif struktural di semua sistem. Semiotik menurut Pierce ialah

sesuatu ikatan makna, tanda, objek. Analisis semiotik di lakukan dipenelitian tersebut

ialah semiotika dibuat Chasles Sanders Pierce. Guna memudahkan pemaknaan bisa

dijelaskan bagan segitiga berikut:

Gambar.3. Tanda Menurut Pierce

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mural Sebagai Media

38

Menurut Pierce, symbol di bentuk oleh hubungan segitiga, yaitu

Representament oleh Pierce disebut juga dengan simbol (sign) terhubung bersama

object. Ikatan itu memhasilkan intepretant. Simbol atau Representament ialah

penggalan simbol menuju di sesuatu berdasarkan cara / didasari daya. Pierce

mengartikan Representament selaku objek / benda berguna sebagai symbol. Objek

ialah suatu yang dirujuk kepada tanda. Objek ialah symbol itu sendiri / simbol serta

objek dapat entitas yang sama.

Pierce membeda-bedakan tipe-tipe tanda menjadi : Symbol, Index, Icon yang

berdasarkan atas relasi diantara representamen serta objek

- Icon ialah isyarat yang mana berisi hampir serupa hingga isyarat tersebut sangat

gampang dikenali bagi para penggunanya. Dalam ikon ada hubungannya antara

representamen serta objeknya terbentuk menjadi persamaan dalam sebagian kualitas.

Sebagai contohnya, sebagian banyak rambu lalu lintas ialah isyarat yang ikonik

tergambarkan rangka mempunyai kemiripan objek kebenarannya.

- Indeks yaitu isyarat yang mempunyai keterikatan fenomenal maupun

eksistensial antara representamen dan objek. Dalam indeks, ikatan antara isyarat dan

objek berkarakter aktual, kongkrit dan biasanya melewati dengan cara sekuensial

ataupun kausal. Sebagai contoh jejak telapak kaki di atas tanah, semisal, ialah indeks

dari binatang / seorang telah melalui diatas tanah tersebut.

- Symbol ialah tanda yang bersifat konvensional, abriter setara perjanjian /

konvens sebanyak publik. Tanda bahasanya umumnya ialah symbol

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mural Sebagai Media

39

Berikut table bisa lebih memeparjelas:

Tabel.1. Trikotomi ikon/indeks/symbol Pierce