bab ii tinjauan pustaka 2.1 lembaga peradilan di...

25
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lembaga Peradilan Di Indonesia Lembaga peradilan merupakan suatu wadah atau tempat bagi masyarakat pencari keadilan mendapat kebenaran, keadilan, dan kepastian hukum. Lembaga peradilan seperti kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan merupakan subsistem yang saling terkait dengan proses peradilan pidana, karena itu fungsi dan peranannya tetap amat dibutuhkan bagi masyarakat pencari keadilan. Berbicara soal lembaga peradilan tidak jauh dengan tahapan pemeriksaan pengadilan bahwa setiap tindakan pidana yang kemudian akan diperiksa,di adili,dan diputus oleh majelis hakim pengadilan negeri yang berjumlah 3 orang,yang alurnya kemudian dapat dilihat sebagai berikut : 1) Pada saat majellis hakim telah ditetapkan, selanjutnya ditetapkan hari sidang. Pemberitahuan hari sidang akan disampaikan oleh penuntut umum kepada terdakwa dialamt tempat tinggalnya atau disampaikan ditempat kediaman terakir apabila kediamannya tidak diketahui. 2) Dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah tetapi tidak hadir disidang tanpa alasan yang sah. Maka pemeriksaan tersebut dapat

Upload: ngophuc

Post on 07-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lembaga Peradilan Di Indonesia

Lembaga peradilan merupakan suatu wadah atau tempat bagi

masyarakat pencari keadilan mendapat kebenaran, keadilan, dan kepastian

hukum. Lembaga peradilan seperti kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan

merupakan subsistem yang saling terkait dengan proses peradilan pidana,

karena itu fungsi dan peranannya tetap amat dibutuhkan bagi masyarakat

pencari keadilan.

Berbicara soal lembaga peradilan tidak jauh dengan tahapan

pemeriksaan pengadilan bahwa setiap tindakan pidana yang kemudian

akan diperiksa,di adili,dan diputus oleh majelis hakim pengadilan negeri

yang berjumlah 3 orang,yang alurnya kemudian dapat dilihat sebagai

berikut :

1) Pada saat majellis hakim telah ditetapkan, selanjutnya ditetapkan

hari sidang. Pemberitahuan hari sidang akan disampaikan oleh

penuntut umum kepada terdakwa dialamt tempat tinggalnya atau

disampaikan ditempat kediaman terakir apabila kediamannya tidak

diketahui.

2) Dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah tetapi tidak hadir

disidang tanpa alasan yang sah. Maka pemeriksaan tersebut dapat

9

dilangsungkan dan hakim ketua sidang memerintahkan terdakwa

agar terdakwa dipanggil sekalilagi.

3) Terdakwa atau penasehat hukum dapat mngajukan keberatan bahwa

pengadilan tidak berwenang mngadili perkaranya atau dakwaan tidak

dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, kemudian

setelah diberi kesempatan kepada penuntut umum untuk

menanyakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan

tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan.

4) Terhadap keputusan tersebut dapat diajukan perlawanan kepada

pengadilan tinggi melaluli pengadilan negeri dalam hal perlawanan

diterima oleh pengadilan tinggi maka dalam waktu 14 (empat belas)

hari, dalam surat penetapannya harus tertulis adanya pembatalan

putusan pengadilan negeri tersebut dan memerintahkan agar

pengadilan negeri yang berwenang untuk melakukan pemeriksaan

perkara tersebut. Selanjutnya tahap akhir dalam proses perkara

pidana adalah pelaksanaan putusan pengadilan. Sistem pembuktian

yang dianut oleh kitab Undang-undang hukum acara pidana adalah

sistem pembuktian berdasarkan Undang-undang yang negatif

(negatif wettelijk). Hal ini dapat dilihat dari pasal 183 Kitab Undang-

undang Hukum Acara Pidana. Pasal 183 KUHAP menyatakan:

5) Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali

apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia

memperoleh keyakinan bahwa suatu tindakan pidana benar-benar

10

terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.1

berdasarkan pernyataan tersebut pembuktian harus didasarkan

dengan alat bukti yang disebutkan dalam undang-undang disertai

keyakikinan hakim atas alat-alat bukti yang diajukan dalam

persidangan ( Pasal 184 KUHAP) yang terdiri dari :

keterangan saksi ( pasal 185 KUHAP );

a. keterangan ahli;

b. surat;

c. petunjuk;

d. keterangan terdakwa .2

2.2 System dan Konsep Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia

Kekuasaan kehakiman yang menyelenggarakan keadilan

disebut kekuasaan kehakiman. Secara resmi istilah Kekuasaan

Kehakiman pertama kali ditemukan dalam Undang-undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945),

yang menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh

sebuah Mahkama Agung dan peradilan di bawahnya dalam

lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,

lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha

Negara, dan oleh sebuah mahkamah Konstitusi

1 Tata Wijayanta, Hery Firmansyah,Perbedaan Pendapat Dalam Putusan Pengadilan, yogyakarta.

Pustaka yustisia, hlm.45-46 2 Ibid .hlm.48

11

untukmenyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum

dan keadilan. Yang dimaksud dengan kekuasaan kehakiman

ialah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari aturan

pemerintah.Berhubung dengan itu, harus diadakan dalam

Undang-undang tentang kedudukan hakim.3

Pengaturan tentang kekuasaan kehakiman sebagaimana

diatur dalam UUD NRI 1945.Hukum positif yang mengatur

system kekuasaan kehakiman di Indonesia saat ini adalah

Undang-undang Republik Indonesia No 48 Tahun 2009 tentang

kekuasaan kehakiman.Undang-undang ini mencabut berlakunya

beberapa undang-undang tentang kekuasaan kehakiman yang

berlaku sebelumnya.Sejak kemerdekaan Indonesia pada tanggal

17 Agustus 1945, sistem kekuasaan kehakiman telah beberapa

kali di atur dan direvisi dalam Undang-undang yang berbeda.

Pertama kali, sejak diperolehnya kemerdekaan Indonesia,

system kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-undang

Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1964. Undang-undang

yang dibuat pada zaman pemerintahan orde lama ini kemudian

dicabut berlakunya oleh Undang-undang Republik Indonesia

Nomor 14 tahun 1970.Tahun 1999, undang-undang tersebut

direvisi dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35

tahun 1999.Undang-undang ini dicabut dengan diundangkannya

3 Tata Wijayanta, Hery Firmansyah,Perbedaan Pendapat Dalam Putusan Pengadilan, yogyakarta.

Pustaka yustisia, hlm.1.

12

Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004. Pada bulan Oktober

tahun 2009, undang-undang tentang kekuasaan kehakiman yang

terakhir ini dicabut dengan berlakunya Undang-undang

kekuasaan kehakiman yang baru sebagaimana diatur dalam

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 48 tahun 2009

tentang kekuasaan kehakiman.4

Telah dijelaskan pada Pasal 1 UU No 48 tahun 2009

tentang kekuasaan kehakiman, kekuasaan kehakiman adalah

kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan

peradilan guna menegakan hukum dan keadilan berdasarkan

pancasila dan undang-undang dasar Negara Republik Indonesia

tahun 1945, demi terselenggaranya Negara hukum Republik

Indonesia.Kekuasaan kehakiman dapat di katakan menempati

posisi yang strategis dalam Negara hukum, hal ini sesuai apa

yang ditegaskan oleh UUD 1945 yang berbunyi “Negara

Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtstaat), dan tidak

berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtstaat)”.5

Lembaga kajian dan advokasi independensi peradilan di

Indonesia, khususnya menyangkut reformasi kekuasaan

kehakiman di Indonesia di bidang kekuasaan kehakiman adalah

sebagai berikut:

4Ibid,hlm.2

5 Fence M Wantu,idee des recht kepastian hukum,keadilan,kemanfaatan implementasi Dalam

Proses Peradilan Perdata,yogyakarta. Pustaka pelajar,2011,hlm.6.

13

1. Mewujudkan kekuasaan kehakiman sebagai sebuah institusi

yang independen

2. Mengembalikan fungsi hakiki dari kekuasaan kehakiman

untuk mewujudkan keadilan dan kepastian hukum

3. Menjalankan fungsi chek dan balance bagi institusi kenegaraan

4. Mendorong memfasilitasi serta menegakan prinsip-prinsip

Negara hukum yang mendemokratis guna mewujudkan

kedaulatan rakyat

5. Melindungi martabat manusia dalam bentuk yang paling kongkret.6

Selain itu menurut kesimpilan dari Lembaga Kajian dan

Advokasi Independensi Peradilan di Indonesia, bahwa kondisi

kekuasaan kehakiman di Indonesia tampak masih

memprihatinkan dan secara umum dapat dikatakan bahwa

kekuasaan kehakiman di Indonesia tidak mandiri, tidak bersih

dan tidak professional. Penyebab kondisi ini di tunjau dari tiga

aspek, yaitu sebagai berikut:

1. Aspek ketatanegaraan

2. Kelembagaan peradilan

3. Aspek penegakan hukum.

Salah satu tantangan besar yang terus membayangi

kekuasaan kehakiman di Indonesia adalah upaya mendapatkan

peranaan hakim yang tepat dalam mewujudkan kepastian

6Ibid,hlm.8

14

hukum, keadilan dan kemanfaatan, serta menempatkan

kedudukan interaksinya dengan masyarakat dan Negaraa

(adanya hubungan timbal balik).7

2.3 Asas Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman

Asas penyelenggaraan tentang kekuasaan kehakiman

dimana tercantum dalam pasal 2 UU NO 48 tahun 2009 tentang

kekuasaan kehakiman

1. Peradilan dilakukan “demi keadilan berdasarkan ketuhanan

yang maha esa”.

2. Peradilan Negara menerapakan dan menetapkan hukum dan

keadilan berdasarkan pancasila.

3. Semua peradilan di seluruh wilayah Republik Indonesia

adalah peradilan Negara yang di atur dengan Undang-

undang.

4. Peradilan di lakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya

ringan.8

2.4 Pengertian Hakim dan Peran Hakim Dalam Penegakan Hukum

Istilah Hakim berasal dari bahasa Arab, Ahkam artinya bukan

Hakim tetapi bersangkutan dengan tukagas Hakim yakni Hukum.

Hakim dalam bahasa arab adalah qadhi. Hakim menurut KUHP adalah

7Ibid.hlm.8.

8 Pasal 2 Undang-undang Kekuasaan Kehakiman

15

pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang

untuk mengadili.9

Hakim adalah pegawai negeri sipil yang di angkat sebagai pejabat

penegak hukum mengadili perkara berdasarkan syarat-syarat dan

prosedur yang di tetapkan oleh perundang-undangan yang

berlaku.10

Sementara Dawson menyatakan hakim merupakan anggota

masyarakat setempat yang terkemuka dan terhormat.11

Sehinngganya

untuk menjadi seorang hakim bukanlah hal yang mudah, hakim harus

mempunyai pengalaman atau skill yang tinggi selain itu juga seorang

hakim harus mepunyai rasa kepekaan hati nurani, tanggung jawab,

bersih, dan jujur.

Mengingat beratnya tanggung jawab seorang hakim, hakim

seharusnya adalah orang pilihan dari putra-putri terbaik yang di

didik melalui proses pendidikan yang ekstra ketat dan berkelas

unggulan dan terus di asah untuk mempertajam keahlian. Hakim

wajib digodok pengalamannya serta menjalani proses rohaniah

terus menerus untuk menjadi pribadi denganintegrtas yang tidak

dapat digoda dengan apapun juga, baik harta, kekuasaan,

maupun kenikmatan duniawi lainnya. Hakim juga di harapkan

9 Rusli Muhamad,lembaga pengadilan indonesia beserta putusan kontroversial,yogyakarta. UII

press,r2013,hlm.42. 10

Fence M Wantu,op.Cit,hlm.25 11

Ibid,hlm.25

16

selalu mengasah kebijaka, kearifan, serta insting keadilan untuk

menjadikannya tetap peka dalam memutuskan perkara.12

Menurut Soerjono Soekanto peran mencakup 3 hal antara

lain:

1. Peranan meliputi norma-norma yang di hubungkan dengan

posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan

dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan

yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat.

2. Peran meliputi suatu konsep tentang apa yang dapat di

lakukan oleh individu dalam msyarakat sebagai organisasi.

3. Peran meliputi juga individu yang penting bagi struktur

sosial masyarakat.13

Dalam hal ini tidak menutup kemungkinan tentang

peranan seorang hakim yaitu memutuskan perkara, mengadili

dan menyelesaikan konflik, hal ini sebagaiman di atur dalam

Undang-undang. sehingganya untuk menjadi seorang hakim

memang bukan hal yang mudah mengingat peran seorang hakim

dalam penegakan hukum, hakim harus memiliki pengalaman,

pengetahuan yang luas, memiliki kepekaan hati nurani yang

tangguh dan bersih/jujur ketika dia mengadili dan memutuskan

suatu perkara.

12

Ibid,hlm.180 13

Fence M Wantu,op.Cit,hlm.20

17

2.5 Putusan Dalam Peradilan Pidana dan gambaran analisis terhadap

putusan pengadilan

Putusan pengadilan merupakan out put dari suatu proses peradilan

di sidang pengadilan yang meliputi proses pemeriksaan saksi-saksi,

pemeriksaan terdakwa, pemeriksaan barang bukti. Ketika proses

pembuktian di nyatakan selesai oleh hakim, maka tiba saatnya hakim

mengambil keputusan. Adapun bentuk-bentuk putusan pengadilan

berdasarkan Pasal 1butir 11 KUHP. Pasal ini menyebutkan bahwa

putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang di ucapakan dalam

sidang pengadilan terbuka yang dapat berupa pemidanaan,bebas atau

lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang di

atur dalam undang-undang hukum acara pidana.14

Putusan atau dictum ini merupakan aspek penting dan

merupakan isi dari putusan itu sendiri dan di mulai dengan kata:

mengadili. Jawaban terhadap petitum atau gugatan adalah

amar.Ini berarti bahwa dictum merupakan tanggapan terhadap

petitum.Amar (dictum) terdiri dari declaratife dan

dispositive.Bagian yang disebut declaratife merupakan

penetapan dari hubungan hukum yang menjadi sengketa,

14

Rusli Muhamad,lembaga pengadilan indonesia beserta putusan kontroversial,yogyakarta.UII

press,r2013,hlm.101.

18

sedangkan bagian yang disebut dispositive adalah yang memberi

hukum atau hukumnya.15

Berangkat dari penjelasan tersebut maka apapun putusan

hakim, yang berdasarkan pada fakta, nurani/keyakinan sekalipun

Undang-undang atau hukum yang mengaturnya belum jelas

sebaiknya hakim menggunakan hak prerogatifnya membuat

hukum atau menciptakan hukum demi penegakan hukum yang

berkeadilan, dengan demikian lahirlah putusan hakim yang di

harapkan oleh para pencari keadilan.

Berkenaan dengan pengertian dan hakekat mengenai

putusan, kiranya kita perlu mengutip beberapa pendapat yang di

kemukakan oleh para ahli.Pengertian putusan yang di

kemukakan oleh para ahli ini, diharrapkan sebagai bekal atau

pegangan dalam memahami hakekat putusan itu sendiri. Untuk

itu di bawah ini akan di uraikan pendapat para ahli mengenai

putusan.

Menurut pendapat Sudikno Mortokusumo, putusan hakim

adalah suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat

Negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan di

15

Sudikno mertokusumo,dalam bukunya Tata wijayanta, Hery firmansyah,op.Cit,hlm.34.

19

persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau

menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antar para pihak.16

Kemudian Syahrani, menyatakan putusan adalah pernyataan

hakim yang di ucapkan pada sidang pengadilan yang terbuka

untuk umum untuk menyelesaikan atau mengakhiri perkara.17

Menurut pendapat Rubini dan Chaidir Ali, yang

menyatakan putusan hakim merupakan suatu akta penutup dari

suatu perkara.18

Berbagai pendapat yang di kemukakan oleh para ahli di

atas, kiranya dapat dikatakan bahwa putusan hakim merupakan

putusan yang di ucapkan oleh pejabat pengadilan yang

berwenang dalam persidangan perkara.

Menurut pendapat Notonegoro, bahwa putusan hakim harus

memenuhi syarat sosiologis. Syarat sosiologis tersebut,

sekurang-kurangnya mencakup 3 (tiga) unsur yaitu:

1) Memenuhi rasa keadilan, yakni keadilan yang dirasakan oleh

para pihak yang berperkara. Keadilan yang dicari adalah

keadilan substansial dan bukan hanya keadilan formal.

16

Sudikno Mortokusumo dalam bukunyaFence M Wantu,mutia CH Thalib,Suwitno Y Imran,Cara cepat

belajar hukum acara perdata,yogyakarta. Reviva cendekia,2010,hlm.172 17

Ibid 18

Ibid

20

2) Memulihkan hubungan sosial, yakni putusan hakim harus

dapat memulihkan hubungan social.

3) Memberi kemanfaatan, yakni putusan hakim harus member

manfaat bagi para pihak baik secara lahiriah maupun

batiniah.19

Putusan hakim dalam menyelesaikan suatu perkara tidak

boleh hanya melihat pada ketentuan Undang-undang saja, tetapi

juga harus mempertimbangkan rasa keadilan dan

kemanfaatan.Pertimbangan terhadap kepastian hukum, keadilan

dan kemanfaatan harus dapat diwujudkan demi syarat

penegakan hukum yang baik. Pendapat tersebut seperti apa yang

dikatakan oleh Gustav Radbruch, yang menyatakan dalam

menegakkan hukum ada tiga unsur yang selalu harus di

perhatikan yaitu: pertama kepastian hukum, kemanfaatan, dan

keadilan.20

Dengan demikian di dalam pengertian tentang putusan di

atas terdapat unsur-unsur penting yang menjadi syarat untuk

dapat disebut sebagai putusan. Adapun yang dapat dikatakan

sebagai putusan yakni sebagai berikut;

1. Putusan diucapkan oleh pejabat Negara yang diberi

kewenangan oleh peraturan perundang-undangan;

19

Ibid,hlm.175 20Ibid

21

2. Putusan diucapkan dalam persidangan perkara yang terbuka

untuk umum;

3. Putusan yang dijatuhkan sudah melalui proses dan procedural

hukum;

4. Putusan dibuat dalam bentuk yang tertulis;

5. Putusan bertujuan untuk menyelesaikan atau mengakhiri

suatu perkara.21

Menurut pendapat Purwoto S Gandasubroto menyatakan

idealnya putusan hakim harus memenuhi 2 (dua) syarat,

yaitu: Pertama, syarat teoritis; dan Kedua, syarat praktis.

Memenuhi syarat teoritis, artinya telah sesuai dengan teori

yang telah teruji kebenarannya. Suatu putusan dapat dianggap

baik dan benar apabila telah sesuai dengan teorinya.

Memenuhi syarat praktis artinya telah sesuai dengan

kebutuhan praktik di lapangan, yakni dapat mencapai sasaran

yang diinginkan dan dapat dipraktikkan. Suatu putusan dapat

di anggap tepat apabila dapat memenuhi kebutuhan praktis.

Putusan hakim harus dapat di prtanggung jawabkan

kepada semua pihak, tidak hanya kepada pihak-pihak yang

berperkara. Hal ini juga dalam rangka meningkatkan kwalitas

putusan hakim dan citra peradilan sendiri di tengah-tengah

masyarakat.

21

Ibid,hlm.172-175

22

Dalam al ini ada beberapa pihak yang menjadi sasaran

pertanggungjawaban putusan hakim. Pihak-pihak tersebut

yakni sebagai berikut:

a). Para pihak

Pada umumnya hakim akan berusaha agar putusannya

itu dapat diterima oleh para pihak. Putusan hakim dianggap

sebagai putusan yang benar, adil dan memuaskan. Untuk itu

hakim harus menyadari bahwa putusannya itu akan disajikan

kepada para pihak sebagai manisia yang mempunyai sifat

pluralistik.

b). Masyarakat

Idealnya hakim akan berusaha agar putusannya dapat

diterima oleh masyarakat. Hakim harus dapat mengikuti

perkembangan hukum yang terjadi di dalam masyarakat dan

memahami struktur sosial dan budaya hukumnya.

c). Pengadilan banding

pada dasarnya putusan hakim sewajarnya dapat

diterima oleh pengadilan banding. Putusan hakim harus

memiliki dasar hukum yang kuat serta didukung dengan

alasan-alasan yang tepat dang lengkap.

d). Ilmu pengetahuan

23

Pada dasarnya putusan hakim dapat di pertanggung

jawabkan secara ilmiah. Putusan hakim diusahakan dapat

diterima, khususnya menurut ilmu pengetahuan hukum.

e). Negara Dan Bangsa Indonesia

berdasarkan ketentuan yang diatur dalam peraturan

perundang-undangan, terutama undang-undang tentang

kekuasaan kehakiman, di mana disebutkan bahwa hakim

sebagai peklaksana kekuasaan kehakiman mempunyai

tanggung jawab kepada negara dan bangsa Indonesia.

Dengan demikian putusan sejalan dengan cita-cita

Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia dan tujuan

nasional yang berdasarkan Pancasila.

f). Tuhan Yang Maha Esa

Konsekuensi sebagai mahluk ciptaan Tuhan Yang

Maha Esa, maka putusan hakim dapat dipertanggung

jawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pertanggung

jawaban tersebut sebagai wujud tanggung jawab terakhir dan

tertinggi kepada Tuhan Yang Maha Esa.22

22

Purwoto S Gandasubroto dalam bukunya Fence M Wantu,Hukum acara pidana dalam teori dan praktek,

yogyakarta. Reviva cendekia,2011,hlm.224-226

24

2.6 Keaktifan Hakim Dalam Putusan dan pertimbangan Hakim dalam

putusan yang mengandung pemidanaan

2.6.1 Keaktifan Hakim dalam putusan

Keaktifan hakim di tahap penjatuhan putusan terutama

terlihat dari proses penemuan hukum. Penemuan hukum

merupakan kegiatan yang runtut dan berkesinambungan dari

kegiatan pembuktian untuk menemukan aturan hukum bagi

peristiwa konkret tertentu dan mewujudkannya dalam bentuk

putusan. Kegiatan penemuan hukum ini tidak hanya di lakukan

oleh hakim pidana tetapi juga hakim perdata karena demi

menghormati asas ius curia novit ( hakim dianggap tahu akan

hukumnya ) dan larangan menolak untuk memerika dan

mengadili suatu perkara dengan alasan bahwa aturan hukumnya

tidaka ada atau tidak jelas.23

Di samping itu, juga adanya kewajiban hakim untuk

menggali, mengikuti, dan memahami nilai hukum dan rasa

keadilan yang hidup Dalam masyarakat. Aturan ini jelas

menghendaki agar hukum selalu dapat mengakomodasi

perkembangan masyarakat yang selalu dinamis sehingga tidak

berada dalam situasi het right hink achter de feiten aan (hukum

berjalan tertatih-tatih di belakang masyarakatnya). Dengan

demikian, aktifitas hakim dalam penemuan hukum merupakan

23

Tata wijayanta, hery firmansyah,op.Cit,hlm.35.

25

implementasi dari asas hakim aktif dalam proses penjatuhan

putusan. Selain itu, ketentuan pasal 178 ayat (1) Het Herizen

Indonesia Reglement (HIR) juga menegaskan asas hakim aktif

karena ketentuan dalam pasal ini mewajibkan hakim untuk

melengkapi segala alasan hukum yang tidak dikemukakan oleh

para pihak dalam putusannya.Keaktifan hakim disini karena

adanya kewajiban yang menyebutkan bahwa setiap hakim wajib

menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap

perkara yang di periksa dan menjadi bagian yang tidak

terpisahkan dari putusan.24

2.6.2 Pertimbangan Hakim dalam putusan yang mengandung

pemidanaan

Sebagai putusannya, dan sebagai asumsi awal dapat

dikemukakan bahwa hakim dalam menjatuhkan putusannya,

khusus pada putusan yang mengandung pemidanaan lebih

banyak menggunakan pertimbanga yang bersifat yuridis.

Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertimbangan hakim

yang didasarkan pada fakta-fakta yuridis yang terungkap di

dalam persidangan dan oleh undang-undang yang telah

ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat didalam putusan. Pada

tulisan ini yang dimaksudkan tersebut diantaranya adalah:

Dakwaan jaksa penuntu umum, keterangan terdakwa,

24

Ibid,hlm.35

26

keterangan saksi, barang bukti, dan pasal-pasal peraturan hukum

pidana. Sedangkan Pertimbangan yang bersifat non yuridis

adalah latar belakang yang dilakukannya tindak pidana, akibat-

akibat yang ditimbulkan, kondisi diri terdakwa, keadaan sosial

ekonomi, lingkungan keluarga terdakwa serta faktor agama.25

2.7 Pengertian Pidana

Kata Pidana atau Hukuman itu dalam bahasa latin disebut:

poena atau penal, dalam bahasa inggris disebut: phunisment,

sentence atau penalty, namun dalam literatur umumnya

dipergunakan kata punisment. Memberi pengertian mengenai

apa yang dimaksud dengan Pidana bukan masalah yang mudah,

karena sudut pandang yang dipergunakan untuk mendefinisikan

kata “Pidana” tersebut tidak sama.26

Untuk memudahkan kita

memahami apa yang dimaksud dengan pidana tersebut, maka

ada beberapa pendapat dari para sarjana antarlain sebagai

berikut:

Hegel says: punishment is the right of criminal. It is an act of his

own will. The violation of right has been proclaimed by the

criminal as his own right. His crime is the negation of right.

Phunisment is negation of this negation, and consequently an

25

Rusli Muhamad,lembaga pengadilan indonesia beserta putusan kontroversial,yogyakarta. UII

press,r2013,hlm.101-120. 26

Djisman samosir,Sekelumit tentang Penelogi dan Pemasyarakatan, Bandung. Nuansa aulia,

hlm.71.

27

affirmation of right, solicited and forced upon the criminal by

himself.

(Hegel mengatakan bahwa pidana adalah adil bagi penjahat.

Pidana itu merupakan sesuatu yang dia kehendaki.Pelanggaran

terhadap keadilan telah dikemukakan/dinyatakan penjahat

sebagai hak sendiri kejahatannya adalah pengingkaran terhadap

keadilan.Pidana adalah pengingkaran atas pengingkaran dan

karenanya sebagai afirmasi bagi keadilan, dimohon dan

dipaksakan bagi penjahat sendiri).27

Pidana menurut flew terdiri dari lima kriteria:

1) It must involve an evil, an unpleasantness to the victim.

(Pidana harus mensyaratkan suatu kejahatan, sesuatu yang

tidak menyenangkan koraban).

2) It must be for an offence actual or supposed.

(Pidana harus dikenakan bagi pelanggaran nyata atau

diduga pelanggaran).

3) It must be of an offender, actual or supposed.

(Pidana harus dikenakan bagi seseorang pelanggar atau

diduga sebagai pelanggar).

4) It must be the work of personal agencies.

(Pidana harus dikenakan perwakilan yang sah).

27

Ibid,hlm.71.

28

5) It must be imposed by authority conferred through or by the

institution against the rules of which the offence has been

committed.

(Pidana harus dikenakan yang berkuasa yang dirundingkan

dengan institusi dan didasarkan pada suatu aturan yang terkait

dengan pelanggaran yang telah dilakukan).28

Didalam Pasal 10 KUHP jenis Pidana terdiri dari:

a. Pidana pokok, yang terdiri dari:

1. Pidana mati;

2. Pidana penjara;

3. Pidana kurungan;

4. Pidana denda;

5. Pidana tutupan menurut Undang-Undang No 20

tahun 1946.

b. Pidana tambahan, yang terdiri dari:

1. Pencabutan hak-hak tertentu;

2. Pensitaan benda-benda tertentu;

3. Pengumuman dari keputusan hakim.

Apabila kita perhatikan susunan pidana pokok yang ada di

dalam Pasal 10 KUHP tersebut, dapat disimpulkan bahwa

penempatan pidana tersebut dimulai dari Pidana yang terberat

baru Pidana yang lebih ringan. Penempatan Pidana yang lebih

28

Ibid,hlm.71-72

29

berat kemudian yang lebih ringan dapat juga kita lihat antara

lain dalam Pasal 104 KUHP dan 106 KUHP atau Pasal 339

KUHP dan 340 KUHP. Hal yang demikian sesungguhnya tidak

sesuai dengan hukum pidana yang bersifat Ultimum

Remediumatau yang berfungsi subsidiar. Sebaiknya hukum

Pidana dipergunakan apabila sarana atau upaya-upaya yang lain

sudah-tidak mampu. Jadi penempatan ancaman Pidana di dalam

KUHP sebaiknya dimulai dari yang paling ringana baru

kemudian yang berat.29

Misalanya pada Pidana Penjara Sebelum

menjelaskan Pidana Penjara, perlu dikemukakan dalam tulisan

ini apa yang dimaksud dengan Penjara. Menurut Harry Elemer

Barsen dan Negley K Teeters, Penjara adalah is the oldest of

modern place of imprisonment and was used originally as a

place of detention for those a waiting trial who where unable to

obtain bail. Later petty offenders were sentenced to jail for

shortperiode of time ( Penjara adalah tempat modern tertua

mengenai pemenjaraan dan semula digunakan sebagai tempat

penahanan bagi merka yang menunggu pengadilan yang tidak

mampu mendapatkan uang penangguhan ).30

Pidana Penjara menurut P.A.F. Lamintang adalah suatu

pidana berupa pembatasan kebebasan bergerak dari seseorang

terpidana yang dilakukan dengan menutup orang tersebut dalam

29

Ibid,hlm.45 30

Ibid,hlm.52.

30

sebuah lembaga pemasyarakatan dengan kewajiban menaati

semua peraturan atau tatatertib yang berlaku di lembaga

pemasyarakatan yang dikaitkan dengan suatu tindakan jika

melanggar peraturan tersebut.31

Adapun tujuan dari Pidana

Penjara itu antara lain adalah:

a. Agar masyarakat menyadari hukum harus dipatuhi;

b. Agar orang lain tidak terpengaruh akan sifat jahat dari

pelaku;

c. Agar pelaku tidak melarikan diri;

d. Agar pelaku tidak merasa dimanjakan;

e. Agar pelaku mempertanggungjawabkan perbuatannya;

f. Agar pelaku mendapat pembinaan yang efektif dan efesien;

g. Agar rasa keadilan korban atau keluarga korban

terpenuhi/terjawab.32

2.8 Pengertian Penganiayaan

Penganiayaan dalam kamus Besar Bahasa Indonesia artinya

“perilaku yang sewenang-wenang,pengertian penganiayaan yang

dimuat dalam kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut adalah

termaksud yang menyangkut “perasaan atau batiniah”.

31

Ibid,hlm.53. 32

Ibid,hlm.59.

31

Penganiayaan yang dimaksud dalam Ilmu Hukum Pidana adalah

yang berkenaan dengan tubuh manusia.33

Mr M.H. Tirtaamidjaja mebuat pengertiaan “Penganiayaan”

sebagai berikut:

“Menganiaya ialah dengan sengaja menyebabkan sakit atau

luka pada orang lain. Akan tetapi suatu perbuatan yang

menyebabkan sakit atau luka pada orang lain, tidak dapat

dianggap sebagai penganiayaan kalau perbuatan itu dilakukan

untuk menambah keselamatan badan”34

Ilmu pengetahuan (Doktrine) mengartikan “Penganiayaan”

sebagai berikut:

“Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk

menimbulkan rasa sakit atau luka pada orang lain.” Menurut

penjelasan Materi Kehakiman pada waktu pembentukan Pasal

351 KUHP dirumuskan, antara lain:

1) Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk

memberikan penderita badan kepada orang lain, atau

2) Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk

merugikan kesehatan badan orang lain.35

Pasal 351 KUHP berbunyi sebagai berikut:

33

Leden Marpaung,Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh, Jakarta. Sinar Grafika. Hlm.5 34

Ibid,hlm.5 35

Ibid,hlm.6

32

1) Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-

lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-

banyaknya tiga ratus rupia.

2) Jika perbuatan itu berakibat luka berat, yang bersala dihukum

dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun.

3) Jika perbuatan itu berakibat matinya orang, yang bersalah

dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.

4) Dengan penganiayaan disamakan merusak kesehatan orang

dengan sengaja.

5) Percobaan melakukan kejahatan ini tidak boleh dihukum.

Mengamati pasal 351 KUHP maka ada 3 (tiga) jenis

penganiayaan biasa yakni:

1) Penganiayaan yang tidak mengakibatkan luka berat atau

matinya orang.

2) Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat.

3) Penganiayaan yang mengakibatkan matinya orang.36

36

Ibid,hlm.50