8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lembaga Peradilan Di Indonesia
Lembaga peradilan merupakan suatu wadah atau tempat bagi
masyarakat pencari keadilan mendapat kebenaran, keadilan, dan kepastian
hukum. Lembaga peradilan seperti kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan
merupakan subsistem yang saling terkait dengan proses peradilan pidana,
karena itu fungsi dan peranannya tetap amat dibutuhkan bagi masyarakat
pencari keadilan.
Berbicara soal lembaga peradilan tidak jauh dengan tahapan
pemeriksaan pengadilan bahwa setiap tindakan pidana yang kemudian
akan diperiksa,di adili,dan diputus oleh majelis hakim pengadilan negeri
yang berjumlah 3 orang,yang alurnya kemudian dapat dilihat sebagai
berikut :
1) Pada saat majellis hakim telah ditetapkan, selanjutnya ditetapkan
hari sidang. Pemberitahuan hari sidang akan disampaikan oleh
penuntut umum kepada terdakwa dialamt tempat tinggalnya atau
disampaikan ditempat kediaman terakir apabila kediamannya tidak
diketahui.
2) Dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah tetapi tidak hadir
disidang tanpa alasan yang sah. Maka pemeriksaan tersebut dapat
9
dilangsungkan dan hakim ketua sidang memerintahkan terdakwa
agar terdakwa dipanggil sekalilagi.
3) Terdakwa atau penasehat hukum dapat mngajukan keberatan bahwa
pengadilan tidak berwenang mngadili perkaranya atau dakwaan tidak
dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, kemudian
setelah diberi kesempatan kepada penuntut umum untuk
menanyakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan
tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan.
4) Terhadap keputusan tersebut dapat diajukan perlawanan kepada
pengadilan tinggi melaluli pengadilan negeri dalam hal perlawanan
diterima oleh pengadilan tinggi maka dalam waktu 14 (empat belas)
hari, dalam surat penetapannya harus tertulis adanya pembatalan
putusan pengadilan negeri tersebut dan memerintahkan agar
pengadilan negeri yang berwenang untuk melakukan pemeriksaan
perkara tersebut. Selanjutnya tahap akhir dalam proses perkara
pidana adalah pelaksanaan putusan pengadilan. Sistem pembuktian
yang dianut oleh kitab Undang-undang hukum acara pidana adalah
sistem pembuktian berdasarkan Undang-undang yang negatif
(negatif wettelijk). Hal ini dapat dilihat dari pasal 183 Kitab Undang-
undang Hukum Acara Pidana. Pasal 183 KUHAP menyatakan:
5) Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali
apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia
memperoleh keyakinan bahwa suatu tindakan pidana benar-benar
10
terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.1
berdasarkan pernyataan tersebut pembuktian harus didasarkan
dengan alat bukti yang disebutkan dalam undang-undang disertai
keyakikinan hakim atas alat-alat bukti yang diajukan dalam
persidangan ( Pasal 184 KUHAP) yang terdiri dari :
keterangan saksi ( pasal 185 KUHAP );
a. keterangan ahli;
b. surat;
c. petunjuk;
d. keterangan terdakwa .2
2.2 System dan Konsep Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia
Kekuasaan kehakiman yang menyelenggarakan keadilan
disebut kekuasaan kehakiman. Secara resmi istilah Kekuasaan
Kehakiman pertama kali ditemukan dalam Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945),
yang menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh
sebuah Mahkama Agung dan peradilan di bawahnya dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha
Negara, dan oleh sebuah mahkamah Konstitusi
1 Tata Wijayanta, Hery Firmansyah,Perbedaan Pendapat Dalam Putusan Pengadilan, yogyakarta.
Pustaka yustisia, hlm.45-46 2 Ibid .hlm.48
11
untukmenyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum
dan keadilan. Yang dimaksud dengan kekuasaan kehakiman
ialah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari aturan
pemerintah.Berhubung dengan itu, harus diadakan dalam
Undang-undang tentang kedudukan hakim.3
Pengaturan tentang kekuasaan kehakiman sebagaimana
diatur dalam UUD NRI 1945.Hukum positif yang mengatur
system kekuasaan kehakiman di Indonesia saat ini adalah
Undang-undang Republik Indonesia No 48 Tahun 2009 tentang
kekuasaan kehakiman.Undang-undang ini mencabut berlakunya
beberapa undang-undang tentang kekuasaan kehakiman yang
berlaku sebelumnya.Sejak kemerdekaan Indonesia pada tanggal
17 Agustus 1945, sistem kekuasaan kehakiman telah beberapa
kali di atur dan direvisi dalam Undang-undang yang berbeda.
Pertama kali, sejak diperolehnya kemerdekaan Indonesia,
system kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1964. Undang-undang
yang dibuat pada zaman pemerintahan orde lama ini kemudian
dicabut berlakunya oleh Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 14 tahun 1970.Tahun 1999, undang-undang tersebut
direvisi dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35
tahun 1999.Undang-undang ini dicabut dengan diundangkannya
3 Tata Wijayanta, Hery Firmansyah,Perbedaan Pendapat Dalam Putusan Pengadilan, yogyakarta.
Pustaka yustisia, hlm.1.
12
Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004. Pada bulan Oktober
tahun 2009, undang-undang tentang kekuasaan kehakiman yang
terakhir ini dicabut dengan berlakunya Undang-undang
kekuasaan kehakiman yang baru sebagaimana diatur dalam
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 48 tahun 2009
tentang kekuasaan kehakiman.4
Telah dijelaskan pada Pasal 1 UU No 48 tahun 2009
tentang kekuasaan kehakiman, kekuasaan kehakiman adalah
kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakan hukum dan keadilan berdasarkan
pancasila dan undang-undang dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945, demi terselenggaranya Negara hukum Republik
Indonesia.Kekuasaan kehakiman dapat di katakan menempati
posisi yang strategis dalam Negara hukum, hal ini sesuai apa
yang ditegaskan oleh UUD 1945 yang berbunyi “Negara
Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtstaat), dan tidak
berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtstaat)”.5
Lembaga kajian dan advokasi independensi peradilan di
Indonesia, khususnya menyangkut reformasi kekuasaan
kehakiman di Indonesia di bidang kekuasaan kehakiman adalah
sebagai berikut:
4Ibid,hlm.2
5 Fence M Wantu,idee des recht kepastian hukum,keadilan,kemanfaatan implementasi Dalam
Proses Peradilan Perdata,yogyakarta. Pustaka pelajar,2011,hlm.6.
13
1. Mewujudkan kekuasaan kehakiman sebagai sebuah institusi
yang independen
2. Mengembalikan fungsi hakiki dari kekuasaan kehakiman
untuk mewujudkan keadilan dan kepastian hukum
3. Menjalankan fungsi chek dan balance bagi institusi kenegaraan
4. Mendorong memfasilitasi serta menegakan prinsip-prinsip
Negara hukum yang mendemokratis guna mewujudkan
kedaulatan rakyat
5. Melindungi martabat manusia dalam bentuk yang paling kongkret.6
Selain itu menurut kesimpilan dari Lembaga Kajian dan
Advokasi Independensi Peradilan di Indonesia, bahwa kondisi
kekuasaan kehakiman di Indonesia tampak masih
memprihatinkan dan secara umum dapat dikatakan bahwa
kekuasaan kehakiman di Indonesia tidak mandiri, tidak bersih
dan tidak professional. Penyebab kondisi ini di tunjau dari tiga
aspek, yaitu sebagai berikut:
1. Aspek ketatanegaraan
2. Kelembagaan peradilan
3. Aspek penegakan hukum.
Salah satu tantangan besar yang terus membayangi
kekuasaan kehakiman di Indonesia adalah upaya mendapatkan
peranaan hakim yang tepat dalam mewujudkan kepastian
6Ibid,hlm.8
14
hukum, keadilan dan kemanfaatan, serta menempatkan
kedudukan interaksinya dengan masyarakat dan Negaraa
(adanya hubungan timbal balik).7
2.3 Asas Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman
Asas penyelenggaraan tentang kekuasaan kehakiman
dimana tercantum dalam pasal 2 UU NO 48 tahun 2009 tentang
kekuasaan kehakiman
1. Peradilan dilakukan “demi keadilan berdasarkan ketuhanan
yang maha esa”.
2. Peradilan Negara menerapakan dan menetapkan hukum dan
keadilan berdasarkan pancasila.
3. Semua peradilan di seluruh wilayah Republik Indonesia
adalah peradilan Negara yang di atur dengan Undang-
undang.
4. Peradilan di lakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya
ringan.8
2.4 Pengertian Hakim dan Peran Hakim Dalam Penegakan Hukum
Istilah Hakim berasal dari bahasa Arab, Ahkam artinya bukan
Hakim tetapi bersangkutan dengan tukagas Hakim yakni Hukum.
Hakim dalam bahasa arab adalah qadhi. Hakim menurut KUHP adalah
7Ibid.hlm.8.
8 Pasal 2 Undang-undang Kekuasaan Kehakiman
15
pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang
untuk mengadili.9
Hakim adalah pegawai negeri sipil yang di angkat sebagai pejabat
penegak hukum mengadili perkara berdasarkan syarat-syarat dan
prosedur yang di tetapkan oleh perundang-undangan yang
berlaku.10
Sementara Dawson menyatakan hakim merupakan anggota
masyarakat setempat yang terkemuka dan terhormat.11
Sehinngganya
untuk menjadi seorang hakim bukanlah hal yang mudah, hakim harus
mempunyai pengalaman atau skill yang tinggi selain itu juga seorang
hakim harus mepunyai rasa kepekaan hati nurani, tanggung jawab,
bersih, dan jujur.
Mengingat beratnya tanggung jawab seorang hakim, hakim
seharusnya adalah orang pilihan dari putra-putri terbaik yang di
didik melalui proses pendidikan yang ekstra ketat dan berkelas
unggulan dan terus di asah untuk mempertajam keahlian. Hakim
wajib digodok pengalamannya serta menjalani proses rohaniah
terus menerus untuk menjadi pribadi denganintegrtas yang tidak
dapat digoda dengan apapun juga, baik harta, kekuasaan,
maupun kenikmatan duniawi lainnya. Hakim juga di harapkan
9 Rusli Muhamad,lembaga pengadilan indonesia beserta putusan kontroversial,yogyakarta. UII
press,r2013,hlm.42. 10
Fence M Wantu,op.Cit,hlm.25 11
Ibid,hlm.25
16
selalu mengasah kebijaka, kearifan, serta insting keadilan untuk
menjadikannya tetap peka dalam memutuskan perkara.12
Menurut Soerjono Soekanto peran mencakup 3 hal antara
lain:
1. Peranan meliputi norma-norma yang di hubungkan dengan
posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan
dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan
yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat.
2. Peran meliputi suatu konsep tentang apa yang dapat di
lakukan oleh individu dalam msyarakat sebagai organisasi.
3. Peran meliputi juga individu yang penting bagi struktur
sosial masyarakat.13
Dalam hal ini tidak menutup kemungkinan tentang
peranan seorang hakim yaitu memutuskan perkara, mengadili
dan menyelesaikan konflik, hal ini sebagaiman di atur dalam
Undang-undang. sehingganya untuk menjadi seorang hakim
memang bukan hal yang mudah mengingat peran seorang hakim
dalam penegakan hukum, hakim harus memiliki pengalaman,
pengetahuan yang luas, memiliki kepekaan hati nurani yang
tangguh dan bersih/jujur ketika dia mengadili dan memutuskan
suatu perkara.
12
Ibid,hlm.180 13
Fence M Wantu,op.Cit,hlm.20
17
2.5 Putusan Dalam Peradilan Pidana dan gambaran analisis terhadap
putusan pengadilan
Putusan pengadilan merupakan out put dari suatu proses peradilan
di sidang pengadilan yang meliputi proses pemeriksaan saksi-saksi,
pemeriksaan terdakwa, pemeriksaan barang bukti. Ketika proses
pembuktian di nyatakan selesai oleh hakim, maka tiba saatnya hakim
mengambil keputusan. Adapun bentuk-bentuk putusan pengadilan
berdasarkan Pasal 1butir 11 KUHP. Pasal ini menyebutkan bahwa
putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang di ucapakan dalam
sidang pengadilan terbuka yang dapat berupa pemidanaan,bebas atau
lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang di
atur dalam undang-undang hukum acara pidana.14
Putusan atau dictum ini merupakan aspek penting dan
merupakan isi dari putusan itu sendiri dan di mulai dengan kata:
mengadili. Jawaban terhadap petitum atau gugatan adalah
amar.Ini berarti bahwa dictum merupakan tanggapan terhadap
petitum.Amar (dictum) terdiri dari declaratife dan
dispositive.Bagian yang disebut declaratife merupakan
penetapan dari hubungan hukum yang menjadi sengketa,
14
Rusli Muhamad,lembaga pengadilan indonesia beserta putusan kontroversial,yogyakarta.UII
press,r2013,hlm.101.
18
sedangkan bagian yang disebut dispositive adalah yang memberi
hukum atau hukumnya.15
Berangkat dari penjelasan tersebut maka apapun putusan
hakim, yang berdasarkan pada fakta, nurani/keyakinan sekalipun
Undang-undang atau hukum yang mengaturnya belum jelas
sebaiknya hakim menggunakan hak prerogatifnya membuat
hukum atau menciptakan hukum demi penegakan hukum yang
berkeadilan, dengan demikian lahirlah putusan hakim yang di
harapkan oleh para pencari keadilan.
Berkenaan dengan pengertian dan hakekat mengenai
putusan, kiranya kita perlu mengutip beberapa pendapat yang di
kemukakan oleh para ahli.Pengertian putusan yang di
kemukakan oleh para ahli ini, diharrapkan sebagai bekal atau
pegangan dalam memahami hakekat putusan itu sendiri. Untuk
itu di bawah ini akan di uraikan pendapat para ahli mengenai
putusan.
Menurut pendapat Sudikno Mortokusumo, putusan hakim
adalah suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat
Negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan di
15
Sudikno mertokusumo,dalam bukunya Tata wijayanta, Hery firmansyah,op.Cit,hlm.34.
19
persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau
menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antar para pihak.16
Kemudian Syahrani, menyatakan putusan adalah pernyataan
hakim yang di ucapkan pada sidang pengadilan yang terbuka
untuk umum untuk menyelesaikan atau mengakhiri perkara.17
Menurut pendapat Rubini dan Chaidir Ali, yang
menyatakan putusan hakim merupakan suatu akta penutup dari
suatu perkara.18
Berbagai pendapat yang di kemukakan oleh para ahli di
atas, kiranya dapat dikatakan bahwa putusan hakim merupakan
putusan yang di ucapkan oleh pejabat pengadilan yang
berwenang dalam persidangan perkara.
Menurut pendapat Notonegoro, bahwa putusan hakim harus
memenuhi syarat sosiologis. Syarat sosiologis tersebut,
sekurang-kurangnya mencakup 3 (tiga) unsur yaitu:
1) Memenuhi rasa keadilan, yakni keadilan yang dirasakan oleh
para pihak yang berperkara. Keadilan yang dicari adalah
keadilan substansial dan bukan hanya keadilan formal.
16
Sudikno Mortokusumo dalam bukunyaFence M Wantu,mutia CH Thalib,Suwitno Y Imran,Cara cepat
belajar hukum acara perdata,yogyakarta. Reviva cendekia,2010,hlm.172 17
Ibid 18
Ibid
20
2) Memulihkan hubungan sosial, yakni putusan hakim harus
dapat memulihkan hubungan social.
3) Memberi kemanfaatan, yakni putusan hakim harus member
manfaat bagi para pihak baik secara lahiriah maupun
batiniah.19
Putusan hakim dalam menyelesaikan suatu perkara tidak
boleh hanya melihat pada ketentuan Undang-undang saja, tetapi
juga harus mempertimbangkan rasa keadilan dan
kemanfaatan.Pertimbangan terhadap kepastian hukum, keadilan
dan kemanfaatan harus dapat diwujudkan demi syarat
penegakan hukum yang baik. Pendapat tersebut seperti apa yang
dikatakan oleh Gustav Radbruch, yang menyatakan dalam
menegakkan hukum ada tiga unsur yang selalu harus di
perhatikan yaitu: pertama kepastian hukum, kemanfaatan, dan
keadilan.20
Dengan demikian di dalam pengertian tentang putusan di
atas terdapat unsur-unsur penting yang menjadi syarat untuk
dapat disebut sebagai putusan. Adapun yang dapat dikatakan
sebagai putusan yakni sebagai berikut;
1. Putusan diucapkan oleh pejabat Negara yang diberi
kewenangan oleh peraturan perundang-undangan;
19
Ibid,hlm.175 20Ibid
21
2. Putusan diucapkan dalam persidangan perkara yang terbuka
untuk umum;
3. Putusan yang dijatuhkan sudah melalui proses dan procedural
hukum;
4. Putusan dibuat dalam bentuk yang tertulis;
5. Putusan bertujuan untuk menyelesaikan atau mengakhiri
suatu perkara.21
Menurut pendapat Purwoto S Gandasubroto menyatakan
idealnya putusan hakim harus memenuhi 2 (dua) syarat,
yaitu: Pertama, syarat teoritis; dan Kedua, syarat praktis.
Memenuhi syarat teoritis, artinya telah sesuai dengan teori
yang telah teruji kebenarannya. Suatu putusan dapat dianggap
baik dan benar apabila telah sesuai dengan teorinya.
Memenuhi syarat praktis artinya telah sesuai dengan
kebutuhan praktik di lapangan, yakni dapat mencapai sasaran
yang diinginkan dan dapat dipraktikkan. Suatu putusan dapat
di anggap tepat apabila dapat memenuhi kebutuhan praktis.
Putusan hakim harus dapat di prtanggung jawabkan
kepada semua pihak, tidak hanya kepada pihak-pihak yang
berperkara. Hal ini juga dalam rangka meningkatkan kwalitas
putusan hakim dan citra peradilan sendiri di tengah-tengah
masyarakat.
21
Ibid,hlm.172-175
22
Dalam al ini ada beberapa pihak yang menjadi sasaran
pertanggungjawaban putusan hakim. Pihak-pihak tersebut
yakni sebagai berikut:
a). Para pihak
Pada umumnya hakim akan berusaha agar putusannya
itu dapat diterima oleh para pihak. Putusan hakim dianggap
sebagai putusan yang benar, adil dan memuaskan. Untuk itu
hakim harus menyadari bahwa putusannya itu akan disajikan
kepada para pihak sebagai manisia yang mempunyai sifat
pluralistik.
b). Masyarakat
Idealnya hakim akan berusaha agar putusannya dapat
diterima oleh masyarakat. Hakim harus dapat mengikuti
perkembangan hukum yang terjadi di dalam masyarakat dan
memahami struktur sosial dan budaya hukumnya.
c). Pengadilan banding
pada dasarnya putusan hakim sewajarnya dapat
diterima oleh pengadilan banding. Putusan hakim harus
memiliki dasar hukum yang kuat serta didukung dengan
alasan-alasan yang tepat dang lengkap.
d). Ilmu pengetahuan
23
Pada dasarnya putusan hakim dapat di pertanggung
jawabkan secara ilmiah. Putusan hakim diusahakan dapat
diterima, khususnya menurut ilmu pengetahuan hukum.
e). Negara Dan Bangsa Indonesia
berdasarkan ketentuan yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan, terutama undang-undang tentang
kekuasaan kehakiman, di mana disebutkan bahwa hakim
sebagai peklaksana kekuasaan kehakiman mempunyai
tanggung jawab kepada negara dan bangsa Indonesia.
Dengan demikian putusan sejalan dengan cita-cita
Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia dan tujuan
nasional yang berdasarkan Pancasila.
f). Tuhan Yang Maha Esa
Konsekuensi sebagai mahluk ciptaan Tuhan Yang
Maha Esa, maka putusan hakim dapat dipertanggung
jawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pertanggung
jawaban tersebut sebagai wujud tanggung jawab terakhir dan
tertinggi kepada Tuhan Yang Maha Esa.22
22
Purwoto S Gandasubroto dalam bukunya Fence M Wantu,Hukum acara pidana dalam teori dan praktek,
yogyakarta. Reviva cendekia,2011,hlm.224-226
24
2.6 Keaktifan Hakim Dalam Putusan dan pertimbangan Hakim dalam
putusan yang mengandung pemidanaan
2.6.1 Keaktifan Hakim dalam putusan
Keaktifan hakim di tahap penjatuhan putusan terutama
terlihat dari proses penemuan hukum. Penemuan hukum
merupakan kegiatan yang runtut dan berkesinambungan dari
kegiatan pembuktian untuk menemukan aturan hukum bagi
peristiwa konkret tertentu dan mewujudkannya dalam bentuk
putusan. Kegiatan penemuan hukum ini tidak hanya di lakukan
oleh hakim pidana tetapi juga hakim perdata karena demi
menghormati asas ius curia novit ( hakim dianggap tahu akan
hukumnya ) dan larangan menolak untuk memerika dan
mengadili suatu perkara dengan alasan bahwa aturan hukumnya
tidaka ada atau tidak jelas.23
Di samping itu, juga adanya kewajiban hakim untuk
menggali, mengikuti, dan memahami nilai hukum dan rasa
keadilan yang hidup Dalam masyarakat. Aturan ini jelas
menghendaki agar hukum selalu dapat mengakomodasi
perkembangan masyarakat yang selalu dinamis sehingga tidak
berada dalam situasi het right hink achter de feiten aan (hukum
berjalan tertatih-tatih di belakang masyarakatnya). Dengan
demikian, aktifitas hakim dalam penemuan hukum merupakan
23
Tata wijayanta, hery firmansyah,op.Cit,hlm.35.
25
implementasi dari asas hakim aktif dalam proses penjatuhan
putusan. Selain itu, ketentuan pasal 178 ayat (1) Het Herizen
Indonesia Reglement (HIR) juga menegaskan asas hakim aktif
karena ketentuan dalam pasal ini mewajibkan hakim untuk
melengkapi segala alasan hukum yang tidak dikemukakan oleh
para pihak dalam putusannya.Keaktifan hakim disini karena
adanya kewajiban yang menyebutkan bahwa setiap hakim wajib
menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap
perkara yang di periksa dan menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari putusan.24
2.6.2 Pertimbangan Hakim dalam putusan yang mengandung
pemidanaan
Sebagai putusannya, dan sebagai asumsi awal dapat
dikemukakan bahwa hakim dalam menjatuhkan putusannya,
khusus pada putusan yang mengandung pemidanaan lebih
banyak menggunakan pertimbanga yang bersifat yuridis.
Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertimbangan hakim
yang didasarkan pada fakta-fakta yuridis yang terungkap di
dalam persidangan dan oleh undang-undang yang telah
ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat didalam putusan. Pada
tulisan ini yang dimaksudkan tersebut diantaranya adalah:
Dakwaan jaksa penuntu umum, keterangan terdakwa,
24
Ibid,hlm.35
26
keterangan saksi, barang bukti, dan pasal-pasal peraturan hukum
pidana. Sedangkan Pertimbangan yang bersifat non yuridis
adalah latar belakang yang dilakukannya tindak pidana, akibat-
akibat yang ditimbulkan, kondisi diri terdakwa, keadaan sosial
ekonomi, lingkungan keluarga terdakwa serta faktor agama.25
2.7 Pengertian Pidana
Kata Pidana atau Hukuman itu dalam bahasa latin disebut:
poena atau penal, dalam bahasa inggris disebut: phunisment,
sentence atau penalty, namun dalam literatur umumnya
dipergunakan kata punisment. Memberi pengertian mengenai
apa yang dimaksud dengan Pidana bukan masalah yang mudah,
karena sudut pandang yang dipergunakan untuk mendefinisikan
kata “Pidana” tersebut tidak sama.26
Untuk memudahkan kita
memahami apa yang dimaksud dengan pidana tersebut, maka
ada beberapa pendapat dari para sarjana antarlain sebagai
berikut:
Hegel says: punishment is the right of criminal. It is an act of his
own will. The violation of right has been proclaimed by the
criminal as his own right. His crime is the negation of right.
Phunisment is negation of this negation, and consequently an
25
Rusli Muhamad,lembaga pengadilan indonesia beserta putusan kontroversial,yogyakarta. UII
press,r2013,hlm.101-120. 26
Djisman samosir,Sekelumit tentang Penelogi dan Pemasyarakatan, Bandung. Nuansa aulia,
hlm.71.
27
affirmation of right, solicited and forced upon the criminal by
himself.
(Hegel mengatakan bahwa pidana adalah adil bagi penjahat.
Pidana itu merupakan sesuatu yang dia kehendaki.Pelanggaran
terhadap keadilan telah dikemukakan/dinyatakan penjahat
sebagai hak sendiri kejahatannya adalah pengingkaran terhadap
keadilan.Pidana adalah pengingkaran atas pengingkaran dan
karenanya sebagai afirmasi bagi keadilan, dimohon dan
dipaksakan bagi penjahat sendiri).27
Pidana menurut flew terdiri dari lima kriteria:
1) It must involve an evil, an unpleasantness to the victim.
(Pidana harus mensyaratkan suatu kejahatan, sesuatu yang
tidak menyenangkan koraban).
2) It must be for an offence actual or supposed.
(Pidana harus dikenakan bagi pelanggaran nyata atau
diduga pelanggaran).
3) It must be of an offender, actual or supposed.
(Pidana harus dikenakan bagi seseorang pelanggar atau
diduga sebagai pelanggar).
4) It must be the work of personal agencies.
(Pidana harus dikenakan perwakilan yang sah).
27
Ibid,hlm.71.
28
5) It must be imposed by authority conferred through or by the
institution against the rules of which the offence has been
committed.
(Pidana harus dikenakan yang berkuasa yang dirundingkan
dengan institusi dan didasarkan pada suatu aturan yang terkait
dengan pelanggaran yang telah dilakukan).28
Didalam Pasal 10 KUHP jenis Pidana terdiri dari:
a. Pidana pokok, yang terdiri dari:
1. Pidana mati;
2. Pidana penjara;
3. Pidana kurungan;
4. Pidana denda;
5. Pidana tutupan menurut Undang-Undang No 20
tahun 1946.
b. Pidana tambahan, yang terdiri dari:
1. Pencabutan hak-hak tertentu;
2. Pensitaan benda-benda tertentu;
3. Pengumuman dari keputusan hakim.
Apabila kita perhatikan susunan pidana pokok yang ada di
dalam Pasal 10 KUHP tersebut, dapat disimpulkan bahwa
penempatan pidana tersebut dimulai dari Pidana yang terberat
baru Pidana yang lebih ringan. Penempatan Pidana yang lebih
28
Ibid,hlm.71-72
29
berat kemudian yang lebih ringan dapat juga kita lihat antara
lain dalam Pasal 104 KUHP dan 106 KUHP atau Pasal 339
KUHP dan 340 KUHP. Hal yang demikian sesungguhnya tidak
sesuai dengan hukum pidana yang bersifat Ultimum
Remediumatau yang berfungsi subsidiar. Sebaiknya hukum
Pidana dipergunakan apabila sarana atau upaya-upaya yang lain
sudah-tidak mampu. Jadi penempatan ancaman Pidana di dalam
KUHP sebaiknya dimulai dari yang paling ringana baru
kemudian yang berat.29
Misalanya pada Pidana Penjara Sebelum
menjelaskan Pidana Penjara, perlu dikemukakan dalam tulisan
ini apa yang dimaksud dengan Penjara. Menurut Harry Elemer
Barsen dan Negley K Teeters, Penjara adalah is the oldest of
modern place of imprisonment and was used originally as a
place of detention for those a waiting trial who where unable to
obtain bail. Later petty offenders were sentenced to jail for
shortperiode of time ( Penjara adalah tempat modern tertua
mengenai pemenjaraan dan semula digunakan sebagai tempat
penahanan bagi merka yang menunggu pengadilan yang tidak
mampu mendapatkan uang penangguhan ).30
Pidana Penjara menurut P.A.F. Lamintang adalah suatu
pidana berupa pembatasan kebebasan bergerak dari seseorang
terpidana yang dilakukan dengan menutup orang tersebut dalam
29
Ibid,hlm.45 30
Ibid,hlm.52.
30
sebuah lembaga pemasyarakatan dengan kewajiban menaati
semua peraturan atau tatatertib yang berlaku di lembaga
pemasyarakatan yang dikaitkan dengan suatu tindakan jika
melanggar peraturan tersebut.31
Adapun tujuan dari Pidana
Penjara itu antara lain adalah:
a. Agar masyarakat menyadari hukum harus dipatuhi;
b. Agar orang lain tidak terpengaruh akan sifat jahat dari
pelaku;
c. Agar pelaku tidak melarikan diri;
d. Agar pelaku tidak merasa dimanjakan;
e. Agar pelaku mempertanggungjawabkan perbuatannya;
f. Agar pelaku mendapat pembinaan yang efektif dan efesien;
g. Agar rasa keadilan korban atau keluarga korban
terpenuhi/terjawab.32
2.8 Pengertian Penganiayaan
Penganiayaan dalam kamus Besar Bahasa Indonesia artinya
“perilaku yang sewenang-wenang,pengertian penganiayaan yang
dimuat dalam kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut adalah
termaksud yang menyangkut “perasaan atau batiniah”.
31
Ibid,hlm.53. 32
Ibid,hlm.59.
31
Penganiayaan yang dimaksud dalam Ilmu Hukum Pidana adalah
yang berkenaan dengan tubuh manusia.33
Mr M.H. Tirtaamidjaja mebuat pengertiaan “Penganiayaan”
sebagai berikut:
“Menganiaya ialah dengan sengaja menyebabkan sakit atau
luka pada orang lain. Akan tetapi suatu perbuatan yang
menyebabkan sakit atau luka pada orang lain, tidak dapat
dianggap sebagai penganiayaan kalau perbuatan itu dilakukan
untuk menambah keselamatan badan”34
Ilmu pengetahuan (Doktrine) mengartikan “Penganiayaan”
sebagai berikut:
“Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk
menimbulkan rasa sakit atau luka pada orang lain.” Menurut
penjelasan Materi Kehakiman pada waktu pembentukan Pasal
351 KUHP dirumuskan, antara lain:
1) Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk
memberikan penderita badan kepada orang lain, atau
2) Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk
merugikan kesehatan badan orang lain.35
Pasal 351 KUHP berbunyi sebagai berikut:
33
Leden Marpaung,Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh, Jakarta. Sinar Grafika. Hlm.5 34
Ibid,hlm.5 35
Ibid,hlm.6
32
1) Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-
lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-
banyaknya tiga ratus rupia.
2) Jika perbuatan itu berakibat luka berat, yang bersala dihukum
dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun.
3) Jika perbuatan itu berakibat matinya orang, yang bersalah
dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.
4) Dengan penganiayaan disamakan merusak kesehatan orang
dengan sengaja.
5) Percobaan melakukan kejahatan ini tidak boleh dihukum.
Mengamati pasal 351 KUHP maka ada 3 (tiga) jenis
penganiayaan biasa yakni:
1) Penganiayaan yang tidak mengakibatkan luka berat atau
matinya orang.
2) Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat.
3) Penganiayaan yang mengakibatkan matinya orang.36
36
Ibid,hlm.50