bab ii tinjauan pustaka 2.1 konsep self efficacy 2.1.1...

32
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Self Efficacy 2.1.1 DefinisiSelf Efficacy Menurut Albert Bandura, self efficacy yaitu keyakinan diri seseorang bahwa dirinya mampu menemukan cara-cara tertentu untuk mencapai tujuan serta keyakinan bahwa cara-cara itu dapat menghantarkannya kepada tercapainya suatu tujuan. Self efficacy berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan. Self efficacy merupakan keyakinan seseorang akan kemampuannya untuk mengorganisasikan dan menampilkan tindakan yang diperlukan dalam mencapai tujuan yang diinginkan, tidak tergantung pada jenis keterampilan dan keahlian tetapi lebih berhubungan dengan keyakinan tentang apa yang dapat dilakukan dengan bekal keterampilan dan keahlian (Bandura, 1997). Menurut Bandura (dalam Liliana, 2012) menyatakan bahwa self efficacy memainkan peran dalam menentukan bagaimana individu merasa, berfikir, dan memotivasi diri mereka sendiri, yang kemudian pada akhirnya mempengaruhi perilaku dan hasilnya. Mempengaruhi perilaku seseorang dalam menentukan suatu aktivitas. Self efficacy mempengaruhi seseorang dalam memilih aktivitasnya. Selain itu, self efficacy juga mempengaruhi tingkat keterlibatan individu dan kemampuannya bertahan di dalam kegiatan tersebut. Berdasarkan definisi-definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa self efficacy merupakan keyakinan atau kepercayaan individu terhadap kemampuan yang dimilikinya dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas-tugas yang ia

Upload: others

Post on 29-Jan-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 14

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Konsep Self Efficacy

    2.1.1 DefinisiSelf Efficacy

    Menurut Albert Bandura, self efficacy yaitu keyakinan diri seseorang

    bahwa dirinya mampu menemukan cara-cara tertentu untuk mencapai tujuan

    serta keyakinan bahwa cara-cara itu dapat menghantarkannya kepada

    tercapainya suatu tujuan. Self efficacy berhubungan dengan keyakinan bahwa

    diri memiliki kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan. Self efficacy

    merupakan keyakinan seseorang akan kemampuannya untuk

    mengorganisasikan dan menampilkan tindakan yang diperlukan dalam

    mencapai tujuan yang diinginkan, tidak tergantung pada jenis keterampilan

    dan keahlian tetapi lebih berhubungan dengan keyakinan tentang apa yang

    dapat dilakukan dengan bekal keterampilan dan keahlian (Bandura, 1997).

    Menurut Bandura (dalam Liliana, 2012) menyatakan bahwa self efficacy

    memainkan peran dalam menentukan bagaimana individu merasa, berfikir,

    dan memotivasi diri mereka sendiri, yang kemudian pada akhirnya

    mempengaruhi perilaku dan hasilnya. Mempengaruhi perilaku seseorang

    dalam menentukan suatu aktivitas. Self efficacy mempengaruhi seseorang

    dalam memilih aktivitasnya. Selain itu, self efficacy juga mempengaruhi tingkat

    keterlibatan individu dan kemampuannya bertahan di dalam kegiatan tersebut.

    Berdasarkan definisi-definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa self

    efficacy merupakan keyakinan atau kepercayaan individu terhadap kemampuan

    yang dimilikinya dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas-tugas yang ia

  • 15

    hadapi, sehingga mampu mengatasi rintangan dan mencapai tujuan yang

    diharapkannya.

    Albert Bandura, dalam teorinya melihat tentang proses kognitif

    sebagai proses yang mengantarai munculnya khususnya tentang proses

    persepsi diri yang akan menyediakan perilaku dari masing-masing individu,

    yang dalam hal ini adalah tentang keyakinan diri mampu atau self efficacy.

    Untuk pertama kalinya keyakinan diri mampu atau self efficacy diperkenalkan

    oleh Bandura (1986), sebagai contributor yang penting untuk membentuk

    intense dan aksi dari perilaku. Lebih lanjut Bandura mengungkapkan,

    keyakinan diri mampu atau self efficacy memiliki beberapa implikasi diantaranya

    untuk memotivasi anak atau individu untuk lebih termotivasi dalam

    menghadapi tantangan atau tugas denga nmempergunakan keterampilannya,

    kemudian mendorong anak atau individu menjadi pelajar mandiri secara

    langsung.

    2.1.2 Aspek-aspek Self Efficacy

    Menurut Bandura (1997) terdapat tiga aspek dari self efficacy yang

    terdiri dari:

    1. Tingkatan (Level)

    Perbedaan self efficacy dari masing-masing individu dalam menghadapi

    suatu tugas dikarenakan perbedaan tuntutan yang dihadapi, jika halangan

    dalam mencapai tuntutan tersebut sedikit maka aktivitas mudah

    dilakukan.Dimensi ini berkaitan dengan derajat kesulitan tugas dimana

    individu merasa mampu atau tidak untuk melakukannya, sebab kemampuan

    diri individu berbeda-beda. Konsep dalam dimensi ini terletak pada keyakinan

    individu atas kemampuannya terhadap tingkat kesulitan tugas. Jika individu

  • 16

    dihadapkan pada tugas-tugas yang disusun menurut tingkat kesulitannya,

    maka keyakinan individu akan terbatas pada tugas-tugas yang mudah,

    kemudian sedang hingga tugas-tugas yang paling sulit, sesuai dengan batas

    kemampuan yang dirasakan untuk memenuhi tuntutan perilaku yang

    dibutuhkan pada masing-masing tingkat. Semakin tinggi taraf kesulitan tugas,

    semakin lemah keyakinan yang dirasakan untuk menyelesaikannya.

    Keyakinan individu berimplikasi pada pemilihan tingkah laku

    berdasarkan hambatan atau tingkat kesulitan suatu tugas atau aktivitas.

    Individu terlebih dahulu akan mencoba tingkah laku yang berada di luar batas

    kemampuannya. Rentang kemampuan individu dapat dilihat dari tingkat

    hambatan atau kesulitan yang bervariasi dari suatu tugas atau aktivitas

    tertentu

    Dalam mengembangkan skala efikasi, peneliti harus menarik pada

    analisis konseptual dan pengetahuan ahli tentang apa yang dibutuhkan untuk

    berhasil dalam mengejar diberikan. Informasi ini dilengkapi dengan

    wawancara, survei terbuka, dan kuesioner terstruktur untuk mengidentifikasi

    tingkat tantangan dan hambatan untuk kinerja yang sukses dari kegiatan yang

    diperlukan.

    2. Keadaan umum (Generality)

    Individu akan menilai diri merasa yakin melalui bermacam-macam

    aktivitas atau hanya dalam daerah fungsi tertentu.Dimensi ini berkaitan

    dengan keyakinan individu akan kemampuannya melaksanakan tugas di

    berbagai aktivitas. Aktivitas yang bervariasi menuntut individu yakin atas

    kemampuannya dalam melaksanakan tugasatau aktivitas tersebut, apakah

    individu merasa yakin atau tidak. Individu mungkin yakin akan

  • 17

    kemampuannya pada banyak bidang atau hanya beberapa bidang tertentu

    misalnya seorang mahasiswa yakin akan kemampuannya pada mata kuliah

    psikologi tetapi ia tidak yakin akan kemampuannya pada mata kuliah bahasa

    inggris, atau seseorang yang ingin melakukan diet, ia yakin akan

    kemampuannya dapat menjalankan olahraga secara rutin, namun ia tidak

    yakin akan kemampuannya mengurangi napsu makan itulah mengapa dietnya

    tidak berhasil.

    3. Kekuatan (Strength)

    Pengalaman memiliki pengaruh terhadap self efficacy yang diyakini

    seseorang, pengalaman yang lemah akan melemahkan keyakinannya pula

    sedangkan keyakinan yang kuat terhadap kemampuan akan teguh dalam

    berusaha.Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kekuatan dari keyakinan atau

    pengharapan individu mengenai kemampuannya. Pengharapan yang lemah

    mudah digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang tidak mendukung.

    Sebaliknya, pengharapan yang mantap mendorong individu tetap bertahan

    dalam usahanya. Meskipun mungkin ditemukan pengalaman yang kurang

    mendukung. Dimensi ini biasanya berkaitan langsung dengan dimensi level,

    yaitu semakin tinggi taraf kesulitan tugas, semakin lemah keyakinan yang

    dirasakan untuk menyelesaikannya.

    2.1.3 Faktor-faktor Self Efficacy

    Bandura, (1997)mengemukakan bahwa ada beberapa faktor yang

    mempengaruhi self efficacy seseorang yakni :

    1. Pengalaman keberhasilan masa lalu (Mastery Experience)

    Kita semua memiliki pengalaman penguasaan keberhasilan masa lalu.

    Ini terjadi ketika kita mencoba untuk melakukan sesuatu hal dan telah

  • 18

    berhasil menguasai sesuatu tersebut. Pengalaman keberhasilan masa lalu

    merupakan cara paling efektif untuk meningkatkan efikasi diri seseorang

    karena seseorang lebih cenderung untuk percaya bahwa ia dapat melakukan

    sesuatu yang baru jika hal itu mirip dengan sesuatu yang sudah pernah ia

    lakukan sebelumnya dengan baik.

    Keberhasilan yang diperoleh akan membawa seseorang pada tingkat

    self efficacy yang lebih tinggi, sedang kegagalan akan merendahkan self efficacy,

    terutama jika kegagalan tersebut terjadi pada awal pengerjaan tugas dan bukan

    disebabkan oleh kurangnya usaha atau juga karena hambatan dari faktor

    eksternal.

    Keberhasilan yang terjadi karena bantuan dari faktor eksternal atau

    keberhasilan yang dicapai dianggap bukan sebagai hasil dari kemampuan

    sendiri tidak terlalu memberikan pengaruh terhdap peningkatan self efficacy.

    Besarnya nilai yang diberikan dari pengalaman baru tergantung pada sifat dan

    kekuatan dari persepsi diri yang ada sebelumnya. Setelah self efficacy terbentuk

    karena keberhasilan yang berulang kegagalan yang mencul terhadap

    kemampuannya.

    2. Pengalaman keberhasilan yang dicapai orang lain (Vicarious Experience)

    Faktor lain yang mempengaruhi persepsi self efficacy adalah pengalaman

    keberhasilan yang dicapai orang lain dan kegagalan orang lain (model) yang

    mirip dengan diri seseorang tersebut. Individu yang melihat atau mengamati

    orang lain yang mencapai keberhasilan dapat menimbilkan persepsi self efficacy-

    nya. Dengan melihat keberhasilan orang lain, individu dapat meyakinkan

    dirinya bahwa ia juga bisa untuk mencapai hal yang sama dengan orang yang

    ia amati. Ia juga meyakinkan dirinya bahwa jika orang lain bisa melakukannya,

  • 19

    ia juga harus dapat melakukannya. Sebaliknya, jika seseorang melihat bahwa

    orang lain yang memiliki kemampuan yang sama ternyata gagal meskipun ia

    telah berusaha dengan keras, maka dapat menurunkan penilaiannya terhadap

    kemampuan dia sendiri dan juga akan mengurangi usaha yang akan dilakukan.

    Ada kondisi-kondisi dimana penilaian terhadap self efficacy khususnya

    sensitif pada informasi dari orang lain. Pertama adalah ketidakpastian

    mengenai kemampuan yang dimiliki individu. Self efficacy dapat diubah melalui

    pengaruh modeling yang relevan ketika seseorang memiliki sedikit

    pengalaman sebagai dasar penilaian kemampuannya. Karena pengetahuan

    yang dimiliki tentang kemampuan diri sendiri sangat terbatas, maka individu

    tersebut lebih bergantung pada indikator yang dicontohkan. Kedua adalah

    penilaian self efficacy selalu berdasarkan kriteria dimana kemampuan dievaluasi.

    Kegiatan yang bisa memberikan informasi eksternal mengenai tingkat kinerja

    dijadikan dasar untuk menilai kemampuan seseorang. Tetapi sebagian besar

    kinerja tidak memberikan informasi yang cukup memenuhi, sehingga

    penilaian self efficacy diukur melalui membandingkannya dengan kinerja dari

    orang lain.

    3. Persuasi verbal (Verbal Persuasion)

    Faktor yang mempengaruhi self efficacy ketiga adalah persuasi lisan atau

    sosial (verbal). Ketika orang dibujuk secara lisan bahwa ia dapat mencapai

    atau menguasai tugas, ia lebih mungkin untuk mengerjakan tugasnya. Persuasi

    verbal digunakan untuk memberikan keyakinan kepada seseorang bahwa ia

    memiliki suatu kemampuan yang memadai untuk mencapai apa yang

    diinginkan. Seseorang yang berhasil diyakinkan secara verbal akan

    menunjukkan suatu usaha yang lebih keras jika dibandingkan dengan individu

  • 20

    yang memiliki keraguan dan hanya memikirkan kekurangan diri ketika

    menghadapi kesulitan. Namun, peningkatan keyakinan individu yang tidak

    realistis mengenai kemampuan diri hanya akan menemui kegagalan. Hal ini

    dapat menghilangkankepercayaan self efficacy orang yang dipersuasi.

    4. Keadaan dan reaksi psikologis (Physicological and Affective States)

    Seseorang menjadikan keadaan fisiologisnya sebagai sumber informasi

    untuk memberikan penilaian terhadap kemampuan dirinya mengenai

    kemungkinan keberhasilan atau kegagalan. Stres, kecemasan, khawatir, dan

    ketakutan, semua hal negatif akan mempengaruhi self efficacy dan dapat

    menyebabkan kegagalan atau ketidakmampuan seseorang untuk melakukan

    tugas-tugasnya.Individu merasa gejala-gejala somatik atau ketegangan yang

    timbul dalam situasi yang menekan sebagai pertanda bahwa ia tidak dapat

    untuk menguasai keadaan atau mengalami kegagalan dan hal ini dapat

    menurunkan kinerjanya. Dalam kegiatan yang membutuhkan kekuatan dan

    stamina tubuh, seseorang merasa bahwa keletihan dan rasa sakit yang dialami

    merupakan tanda-tanda kelemahan fisik dan hal ini menurunkankeyakinan

    akan kemampuan fisiknya.

    2.1.4 Fungsi Self Efficacy

    Self efficacy yang telah terbentuk akan mempengaruhi dan memberi

    fungsi pada aktifitas individu. Menurut Bandura (1997:116) menjelaskan

    tentang pengaruh fungsi tersebut, yaitu :

    1. Fungsi Kognitif

    Bandura menyebutkan bahwa pengaruh dari self efficacy pada proses

    kognitif seseorang sangat bervariasi. Pertama, self efficacy yang kuat akan

    mempengaruhi tujuan pribadinya. Semakin kuat self efficacy, maka semakin

  • 21

    tinggi tujuan yang ditetapkan oleh individu bagi dirinya sendiri dan yang

    memperkuat adalah komitmen individu terhadap tujuan tersebut. Individu

    dengan self efficacy yang kuat akan mempunyai cita-cita yang tinggi, mengatur

    rencana dn komitmen pada dirinya untuk mencapai tujuan tersebut. Kedua,

    individu dengan self efficacy yang kuat akan mempengaruhi bagaimana individu

    tersebut menyiapkam langkah-langkah antisipasi apabila usahanya yang

    pertama gagal dilakukan.

    2. Fungsi Afeksi

    Self efficacy akan mempunyai kemampuan coping individu dalam

    mengatasi besarnya stress dan depresi yang individu alami pada situasi yang

    sulit dan menekan, dan juga akan mempengaruhi tingkat motivasi individu

    tesebut. Self efficacy memang berperan penting dalam kecemasan, yaitu untuk

    mengontrol stress yang terjadi. Penjelasan tersebut sesuai dengan pernyataan

    Bandura bahwa self efficacy mengatur perilaku untuk menghindari suatu

    kecemasan. Semakin kuat self efficacy, individu semakin berani menghadapi

    tindakan yang menekan dan mengancam.

    Individu yang yakin pada dirinya sendiri dapat menggunakan kontrol

    pada situasi yang mencekam, tidak akan membangkitkan pola-pola pikiran

    yang mengganggu. Sedangkan bagi individu yang tidak dapat mengatur situasi

    yang mengancam akan mengalami kecemasan yang tinggi. Individu yang

    memikirkan ketidakmampuan coping dalam dirinya dan memandang banyak

    aspek dari lingkungan sekeliling sebagai situasi ancaman yang penuh bahaya,

    akhirnya akan membuat individu membesar-besarkan ancaman mungkin

    terjadi dan khawatiran terhadap hal-hal yang sangat jarang terjadi. Melalui

  • 22

    pikiran-pikiran tersebut, individu menekan dirinya sendiri dan meremehkan

    kemampuan dirinya sendiri.

    3. Fungsi Selektif

    Fungsi selektif akan mempengaruhi pemilihan aktivitas atau tujuan

    yang akan diambil oleh individu. Individu menghindari aktivitas dan situasi

    yang individu percayai telah melampaui batas kemampuab coping dalam

    dirinya, namun individu tersebut telah siap melakukan aktivitas-aktivitas yang

    menantang dan memilih situasi dinilai mampu untuk diatasi. Perilaku yang

    individu buat ini akan memperkuat kemampuan, minat-minat dan jaringan

    sosial yang mempengaruhi kehidupan, dan akhirnya akan mempengaruhi arah

    perkembangan personal. Hal ini karena pengaruh sosial berperan dalam

    pemilihan lingkungan, berlanjut untuk meningkatkan kompetensi, nilai-nilai

    dan minat-minat tersebut dalam waktu yang lama setelah faktor-faktor yang

    mempengaruhi keputusan keyakinan telah memberikan pengaruh awal.

    4. Fungsi Motivasi

    Self efficacy memainkan peranan penting dalam pengaturan motivasi

    diri. Sebaguan besar motivasi manusia dibangkitkan secara kognitif. Individu

    memotivasi dirinya sendiri dan menuntun tindakan-tindakannya dengan

    menggunakan pemikiran-pemikiran tentang nasa depan sehingga individu

    tersebut akan membentuk kepercayaan mengenai apa yang dapat dirinya

    lakukan. Individu juga akan mengantisipasi hasil-hasil dari tindakan-tindakan

    yang prospektif, menciptakan tujuan bagi dirinya sendiri dan merencanakan

    bagian dari tindakan-tindakan untuk merealisasikan masa depan yang

    berharga.

  • 23

    Self efficacy mendukung motivasi dalam berbagai cara dan menentukan

    tujuan-tujuan yang diciptakanindividu bagi dirinya sendiri dengan seberapa

    besar ketahanan individu terhadap kegagalan. Ketika menghadapi kesulitan

    dan kegagalan, individu yang mempunyai keraguan diri terhadap kemampuan

    dirinya akan lebih cepat dalam mengurangi usaha-usaha yang dilakukan atau

    menyerah.

    Individu yang memiliki keyakinan yang kuat terhadap kemampuan

    dirinya akan melakukan usaha yang lebih besar ketika individu tersebut gagal

    dalam menghadapi tantangan. Kegigihan atau ketekunan yang kuat

    mendukung bagi pencapaian suatu performasi yang optimal. Self efficacy akan

    berpengaruh terhadap aktivitas yang dipilih, keras atau tidaknya dan tekun

    atau tidaknya individu dalam usaha mengatasi masalah yang sedang dihadapi.

    2.2 Kecerdasan Emosi

    2.2.1 Definisi Kecerdasan Emosi

    Kecerdasan emosional mengandung dua kata yang luar biasa yakni

    “cerdas” dan “emosi”. Kecerdasan emosi merupakan proses pribadiyang

    terus berusaha mencapai tingkatan emosi yang sehat intrafisik dan

    intrapersonal. Remaja yang matang secara emosional terlibat dengan

    kepentingan dengan orang lain, mampu mengekspresiakan emosi degan

    spontan. Individu yang cerdas secara emosi dapat menentukan dengan tepat

    kapan dan sejauh mana perlu terlibat dalam masalah sosial, serta dapat turut

    serta memberikan jalan keluar atau solusi yang diperlukan (Jannah, 2013).

  • 24

    Menurut Golemen (2016), kecerdasan emosi atau emotional intelligence

    mencakup kemampuan untuk membedakan dan menanggapi dengan tepat

    suasana hati, temperamen, motivasi, dan hasrat orang lain.

    Selain itu, menurut Ayu Dewi (2013), kecerdasan emosional atau

    sering disebut sebagai EQ (Emotional Quotient) adalah kemampuan untuk

    mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengendalikan emosi diri sendiri dan

    untuk lebih memahami dan mengelolah emosi atau motivasi orang lain. Selain

    itu adapula kecerdasan ESQ (Emotional Spiritual Quotient) yang merupakan

    gabungan dari EQ (Emotional Quotient) dan SQ (Spiritual Quotient), merupakan

    salah satu bentuk kecerdasan yang akan menjadi fondasi utama untuk lebih

    mengefektifkan fungsi IQ dan SQ. Dimana seseorang dapat menyatukan

    antara kecerdasan spiritual dengan emosionalnya. Secara emosional seseorang

    tentu ingin melakukan banyak hal untuk menyenangkan hatinya. Namun

    disisi lain terbentur oleh spiritualnya. Oleh karena itulah bagaimana cara

    memadukan antara kecerdasan emosional (menuruti hawa nafsunya) dengan

    kecerdasan spiritual (mematuhi larangan yang diajarkan dalam agama).

    Banyak contoh disekitar kita membuktikan bahwa orang yang

    memiliki kecerdasan otak saja, atau banyak memiliki gelar yang tinggi belum

    tentu sukses berkiprah didunia pekerjaan. Bahkan seringkali yang

    berpendidikan formal lebih rendah ternyata banyak yang lebih berhasil.

    Kebanyakan program pendidikan hanya berpusat pada kecerdasan akal (IQ),

    padahal yang diperlukan sebenarnya adalah bagaimana mengembangkan

    kecerdasan hati, seperti ketangguhan, inisiatif, optimisme, kemampuan

    beradaptasi yang kini telah menjadi dasar penilaian baru. Saat ini begitu

    banyak orang berpendidikan dan tampak begitu menjanjikan, namun

  • 25

    kariernya memendek. Atau lebih buruk lagi, tersingkir akibat rendahnya

    kecerdasan hati mereka. Menurut survey nasional terhadap apa yang

    diinginkan oleh pemberi kerja, bahwa keterampilan teknik tidak seberapa

    penting dibandingkan kemampuan dasar untuk belajar dalam pekerjaan yang

    bersangkutan. Diantaranya, adalah kemampuan mendengarkan dan

    berkomunikasi lisan, adaptasi, kreatifitas, ketahanan mental terhadap

    kegagalan, kepercayaan diri, motivasi, kerjasama tim dan keinginan untuk

    memberi kontribusi terhadap perusahaan. Kunci dari kecerdasan emosi

    adalah kejujuran pada suara hati (Agustian, 2005).

    Mengenali emosi diri atau kesadaran diri merupakan kemampuan

    untuk mengenali dan menyadari perasaan sewaktu perasaan itu terjadi.

    Mengelola emosi merupakan kemampuan untuk menangani perasaan agar

    perasaan dapat terungkap dengan tepat. Memotivasi diri sendiri merupakan

    kemampuan untuk menata emosi diri sendiri yang digunakan sebagai alat

    pencapaian tujuan yang dikehendaki. Mengenali emosi orang lain atau empati

    merupakan kemampuan untuk mengetahui keadaan perasaan orang lain.

    Membina hubungan merupakan kemampuan yang dapat memudahkan

    seseorang masuk dalam lingkup pergaulan. Hal penting dalam pembinaan

    hubungan ini adalah kemampuan untuk memahami emosi orang lain dan

    kemudian bertindak bijaksana berdasarkan pemahaman tersebut, serta

    kemampuan untuk mengekspresikan emosi secara tepat kepada orang lain.

    Peneliti dalam penelitian ini menggunakan pengertian kecerdasan emosi yang

    dikemukakan oleh Salovey & Mayer (dalam dalam Saptoto, 2010).

  • 26

    2.2.2 Domain Kecerdasan Emosi

    Menurut Yeung (2009) terdapat tiga domain kecerdasan emosi antara

    lain :

    1. Kesadaran Diri (Self-Awareness)

    Langkah pertama menjadi orang yang memiliki kecerdasan emosi

    adalah dengan mengidentifikasi suasana hati dan perasaan dalam diri kita serta

    memahami bagaimana hal itu akan mempengaruhi orang lain. Banyak orang

    yang buta terhadap dampak nyata diri mereka terhadap orang lain. Kita sering

    memikirkan kekuatan dan kelemahan kita dengan menggunakan satu sudut

    pandang namun, orang lain memiliki pikiran yang sama sekali berbeda

    mengenai diri kita.

    2. Pengarahan Diri (Self-Direction)

    Mengidentifikasi emosi kita dan bagaimana hal itu berpengaruh pada

    orang lain adalah sebuah permulaan, tapi langkah kedua untuk menjadi cerdas

    secara emosi adalah dengan mengalihkan emosi tersebut dab menetapkan

    sasaran bagi kepentingan anda. Karena terkadang satu-satunya perbedaan

    antara sang pemenang dengan si pecundang adalah kondisi mental mereka.

    Menyadari bahwa anda sedang marah, lelah, dan tidak bahagia tidak terlalu

    membantu. Tetapi, mampu mengubah suasana hati menjadi lebih tenang dan

    antusias.

    3. Kemampuan Interpersonal (Interpersonal Savvy)

    Langkah ketiga untuk menguasai kecerdasan emosi adalah dengan

    mengidentifikasi dan mengelolah kondisi emosi orang lain. Jadi kemampuan

    interpersonal adalah kemampuan untuk mengetahui apa yang membuat orang

    lain tergerak sehingga anda dapat mempengaruhi dan membujuk mereka.

  • 27

    2.2.3 Aspek-aspek Kecerdasan Emosi

    Menurut Goleman (2016), kecerdasan emosi terdiri dari lima aspek

    atau komponen utama antara lain :

    1. Mengenali Emosi Diri

    Kesadaran diri, mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi

    merupakan dasar kecerdasan emosional. Kemampuan memantau perasaan

    dari waktu ke waktu merupakan hal penting bagi wawasan psikologi dan

    pemahaman diri. Ketidakmampuan mencermati perasaan kita yang

    sesungguhnya membuat kita berada dalam kekuasaan perasaan. Orang yang

    memiliki keyakinan yang lebih tenang perasaannya adalah pilot yang handal

    bagi kehidupan mereka, karena mempunyai kepekaan lebih tinggi akan

    perasaan mereka yang sesungguhnya atas pengambilan keputusan-keputusan

    masalah pribadi, mulai dari masalah siapa yang akan dinikahi sampai

    perkerjaan apa yang akan diambil.

    2. Mengelola Emosi

    Menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan pas

    adalah kecakapan yang tergantung pada kesadaran diri. Kemampuan ini

    mencakup kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan,

    kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang timbul karena

    gagalnya keterampilan emosional dasar ini. Orang-orang yang buruk dalam

    keterampilan ini akan terus menerus bertarung melawan perasaan murung,

    sementara mereka yang pintar dapat bangkit kembali dengan jauh lebih cepat

    dari kemerosotan dan kejatuhan dalam kehidupan.

  • 28

    3. Memotivasi Diri Sendiri

    Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang

    sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian, untuk memotivasi diri

    sendiri dan menguasai diri sendiri, dan untuk berkreasi. Kendali diri

    emosional menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan

    hati adalah landasan keberhasilan dalam berbagai bidang. Dan, mampu

    menyesuaikan diri dalam “flow” memungkinkan terwujudnya kinerja yang

    tinggi dalam segala bidang. Orang-orang yang memiliki keterampilan ini

    cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka

    kerjakan.

    4. Mengenali Emosi Orang Lain

    Empati, kemampuan yang juga bergantung pada kesadaran

    emosional, merupakan “keterampilan bergaul” dasar. Empati dibangun

    berdasarkan kesadaran diri, semakin terbuka kita kepada emosi diri sendiri,

    semakin terampil kita membaca perasaan. Individu yang memiliki

    kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang

    tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain.

    Orang-orang seperti ini cocok untuk pekerjaan-pekerjaan keperawatan,

    mengajar, penjualan dan manajemen.

    5. Membina Hubungan

    Seni membina hubungan, sebagian besar merupakan keterampilan

    mengelola emosi orang lain. Keterampilan dengan orang lain merupakan

    kecakapan sosial yang mendukung keberhasilan dalam pergaulan dengan

    orang lain, sedangkan apabila tidak dimilikinya kecakapan ini maka akan

    membawa pada ketidakcakapan dalam dunia sosial atau berulangnya bencana

  • 29

    antarpribadi. Sesungguhnya, tidak dimilikinya keterampilan-keterampilan

    inilah yang akan menyebabkan orang-orang dengan otak paling encer pun

    dapat gagal dalam membina hubungan mereka, karena penampilan mereka

    angkuh, mengganggu, atau tak berperasaan. Kemampuan sosial ini

    memungkinkan seseorang menjalin hubungan, menggerakkan dan

    mengilhami orang-orang lain, membina kedekatan hubungan, meyakinkan

    dan mempengaruhi, membuat orang-orang lain merasa nyaman. Ini

    merupakan keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan, dan

    keberhasilan antar pribadi. Orang-orang yang hebat dalam keterampilan ini

    akan sukses dalam bidang apapun yang mengandalkan pergaulan yang mulus

    dengan orang lain, mereka adalah bintang-bintang pergaulan.

    2.2.4 Faktor-faktor Kecerdasan Emosi

    Goleman (dalam Maryati, 2008) menjelaskan bahwa ada beberapa

    faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi individu yaitu: (a) Lingkungan

    keluarga. Kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama dalam mempelajari

    emosi. Kecerdasan emosi dapat diajarkan pada saat masih bayi melalui

    ekspresi. Peristiwa emosional yang terjadi pada masa anak-anak akan melekat

    dan menetap secara permanen hingga dewasa. Kehidupan emosional yang

    dipupuk dalam keluarga sangat berguna bagi anak kelak dikemudian hari. (b)

    Lingkungan non keluarga. Hal ini yang terkait adalah lingkungan masyarakat

    dan pendidikan. Kecerdasan emosi ini berkembang sejalan dengan

    perkembangan fisik dan mental anak. Pembelajaran ini biasanya ditujukan

    dalam suatu aktivitas bermain peran sebagai seseorang diluar dirinya dengan

    emosi yang menyertai keadaan orang lain.

  • 30

    2.2.5 Teori Kecerdasan Emosi

    Menurut Ali & Asrori (2010), Adapun teori-teori kecerdasan emosi

    adalah sebagai berikut:

    1. Teori Sentral

    Teori sentral ini dikemukakan oleh Walter B. Canon. Menurut teori

    ini, gejala kejasmanian termasuk tingkah laku merupakan akibat dari emosi

    yang dialami oleh individu. Jadi, individu mengalami emosi lebih dahulu, baru

    kemudian mengalami perubahan-perubahan dalamjasmaninya. Dengan

    demikian, menurut teori ini dapat dikatakan bahwa emosilah yang

    menimbulkan tingkah laku, dan bukan sebaliknya.

    2. Teori Peripheral

    Teori ini dikemukakan oleh James dan Lange. Menurut teori ini

    dikatakan bahwa gejala-gejala kejasmanian atau tingkah laku seseorang

    bukanlah merupakan akibat dari emosi, melainkan emosi yang dialami oleh

    individu itu sebagai akibat dari gelaja-gelaja kejasmanian. Menurut teori ini

    seseorang bukannya karena takut kemudian lari, melainkan karena lari

    menyebabkan seseorang menjadi takut. Demikian juga, seseorang bukan

    menangis karena sedih, tetapi karena menangis ia menjadi sedih. Seandainya

    seseorang itu tidak menangis, kemungkinan tidak akan menjadi teramat sedih.

    Dengan demikian, menurut teori ini dapat dikatakan bahwa tingkah laku yang

    menimbulkan emosi, dan bukan sebaliknya

  • 31

    3. Teori Kepribadian

    Menurut teori ini, emosi merupakan suatu aktivitas pribadi dimana

    pribadi ini tidak dapat dipisah-pisahkan. Oleh karena itu, emosi meliputi

    perubahan perubahan jasmani atau tingkah laku seseorang.

    4. Teori Kedaruratan Emosi

    Teori ini dikemukakan oleh Cannon. Teori ini mengemukakan bahwa

    reaksi yang mendalam dari kecepatan jantung yang semakin tertambah akan

    menambah cepatmya aliran darah menuju ke urat-urat, hambatan pada

    pencernaan, pengembangan atau pemuaian kantung-kantung di dalam paru-

    paru dan proses lainnya yang mencirikan secara khas keadaan emosional

    seseorang, kemudian menyiapkan organisme untuk melarikan diri atau

    berkelahi, sesuai dengan penilaian terhadap situasi yang ada oleh kulit otak.

    Diskusi dalam khazanah psikologi tentang maslaah emosi adalah

    mengenai hubungan antara perasaan dengan emosi dan juga hubungan antara

    emosi dengan motivasi. Pengalaman menunjukan bahwa apabila seseorang

    termotivasi maka akan terangsang secara emosional untuk melakukan suatu

    kegiatan dengan intensitas tinggi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa

    emosi berhubungan erat dengan motivasi.

    Berdasarkan uraian diatas, kita sependapat bahwa perubahan atau

    tingkah laku seseorang merupakan akibat dari emosi yang dialami orang

    tersebut, bukan sebaliknya. Sebagaimana dicontohkan diatas, seseorang bukan

    susah karena menangis, melainkan seseorang menangis karena susah.

    Hubungannya dengan motivasi adalah karena termotivasi, seseorang

    kemudian mengalami emosi yang pada akhirnya bebrbuat sesuatu atau

    bertingkah laku tertentu.

  • 32

    2.3 Konsep Motivasi

    2.3.1 Definisi Motivasi

    Istilah “motif” diartikan sebagai daya upaya yang mendorong

    seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya

    penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas

    tertentu demi mencapai suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai

    suatu kondisi intern (kesiapsiagaan). Berawal dari kata “motif” itu, maka

    motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif.

    Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk

    mencapai tujuan sangat dirasakan atau mendesak (Sardiman, 2011).

    Menurut Widiasworo, E (2015), motivasi merupakan keseluruhan

    daya penggerak, baik dari dalam diri maupun dari luar dengan menciptakan

    serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu yang

    menjamin kelangsungan dan memberikan arah pada kegiatan sehingga tujuan

    yang dikehendaki oleh subjek itu dapat tercapai. Motivasi berfungsi sebagai

    pendorong, pengarah, penggerak tingkah laku. Motivasi mempunyai nilai

    dalam menentukan keberhasilan, demokratisasi pendidikan, membina

    kreativitas dan imajinasi guru, pembinaan disiplin kelas, dan menentukan

    efektivitas belajar. Oleh karena itu, motivasi merupakan prinsip yang harus

    dikembangkan supaya kegiatan belajar dapat terjadi secara efektif.

    Menurut Dewi, R. A (2013) selain itu motivasi belajar merupakan

    suatu kondisi yang dapat menyebabkan (menimbulkan) perilaku tertentu dan

    memberikan arah serta ketahanan pada tingkah laku tertentu. Sebuah

    motivasi belajar yang tinggi tercermin dari ketekunan yang tidak mudah patah

  • 33

    untuk mencapai sukses, meskipun banyak kesulitan yang menghadang.

    Motivasi yang tinggi mampu menggiatkan aktivitas belajar seseorang.

    2.3.2 Teori Motivasi

    Menurut Sardiman (2011) ada beberapa teori tentang motivasi yang

    perlu diketahui, antara lain:

    1. Teori Insting

    Menurut teori initindakan setiap diri manusi diasumsikan seperti

    tindakan jenis binatang. Tindakan manusia itu dikatakn selalu berkaitan

    dengan insting atau pembawaan. Dalam memberikan respons terhadap adanya

    kebutuhan seolah-olah tanpadipelajari. Tokoh dari teori ini adalah Mc.

    Dougall.

    2. Teori Fisiologis

    Teori ini juga disebutnya “Behaviour Theories. Menurut teori ini semua

    tindakan manusia itu berakar pada usaha memenuhi kepuasan dan kebutuhan

    organik atau kebutuhan untuk kepentingan fisik. Atau disebut sebagai

    kebutuhan primer, seperi kebutuhan tentang makanan, minuman, udara, dan

    lain-lain yang diperlukan untuk kepentingan tubuh seseorang. Dari teori inilah

    muncul perjuangan hidup, perjuangan untuk mempertahankan hidup, struggle

    for survival.

    3. Teori Psikoanalitik

    Teori ini mirip dengan teori insting, tetapi lebih ditekankan pada

    unsur-unsur kejiwaan yang ada pada diri manusia. Bahwa setiap tindakan

    manusia karena adanya unsur pribadi manusia yakni id dan go. Tokoh dari

    teori ini adalah Freud.

  • 34

    2.3.3 Fungsi Motivasi Belajar

    Perlu ditegaskan, bahwa motivasi bertalian dengan suatu tujuan.

    Dengan demikian, motivasi sangat berpengaruh dengan suatu kegiatan.

    Sehubungan dengan hal tersebut, ada tiga fungsi motivasi menurut Hamalik

    (2003) antara lain :

    1. Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan

    Tanpa motivasimaka tidak akan timbul suatu perbuatan seperti

    belajar.

    2. Motivasi sebagai pengarah

    Artinya menggerakkan perbuatan ke arah pencapaian tujuan yang

    diinginkan.

    3. Motivasi sebagai penggerak

    Motivasi ini berfungsi sebagai mesin, besar kecilnya motivasi akan

    menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan atau perbuatan.

    Jadi fungsi motivasi secara umum adalah sebagai daya penggerak yang

    mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan tertentu untuk mencapai

    tujuan yang diharapkan.

    2.3.4 Faktor-faktor Motivasi Belajar

    Menurut Widiasworo, E (2015) ada banyak faktor yang dapat

    mempengaruhi motivasi belajar. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari

    dalam diri sendiri (intern), maupun berasal dari lingkungan (ekstern).

    1. Faktor Intern

    Faktor dari dalam diri sendiri merupakan faktor yang paling besar

    dalam menentukan motivasi belajar. Terkadang dalam satu kelas kita temui

    peserta didik yang memang mempunyai kemauan keras dan minat yang tinggi

  • 35

    untuk menbgikuti pembelajaran. Namun demikian, tidak jarang peserta didik

    yang memiliki kemampuan rendah bahkan tidak berminat sama sekali dengan

    pembelajaran yang disajikan. Padahal, lingkungan belajar dan guru mereka

    sama.

    a. Sifat, Kebiasaan, dan Kecerdasan

    Berbagai karakter peserta didik tersebut sangat dipengaruhi oleh sifat,

    kebiasaan dan kecerdasan mereka masing-masing. Peserta didik yang

    mempunyai tingkat kecerdasan rata-rata atas atau tinggi, biasanya akan

    memiliki motivasi belajar yang tinggi pula. Namun sebaliknya, peserta

    didik yang mempunyai tingkat kecerdasan rata-rata bawah atau bahkan

    rendah, biasanya mempunyai motivasi belajar yang rendah pula.

    Kecerdasan dalam hal ini meliputi kecerdasan intelektual (IQ).

    Kecerdasan emosi (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ). Meskipun hal ini,

    banyak orang masih beranggapan bahwa kecerdasan intelektuallah yang

    menjadi ukuran seseorang dikatakan cerdas atau tidak secara keseluruhan.

    Padahal, jika kita cermati lebih dalam, logika hanyalah salah satu bentuk

    dari pemikiran, kemampuanh perpikir, atau kemampuan belajar.

    b. Kondisi Fisik dan Psikologis

    Selain kecerdasan, hal lain yang juga berpengaruh terhadap motivasi

    peserta didik adalah kondisi fisik dan psikologis. Kondisi fisik dalam hal

    ini meliputi postur tubuh, kondisi kesehatan, dan penampilan. Kondisi

    fisik akan berpengaruh pada psikologi peserta didik. Banyak kita temui,

    peserta didik yang mempunyai postur tubuh lebih kecil dibanding teman-

    temannya, cenderung sering mendapatkan perlakuan yang berbeda.

    Ejekan dan ledekan karena postur tubuh yang kecil akan membuat peserta

  • 36

    didik tersebut menjadi tidak percaya diri, tertekan, bahkan bisa jadi down.

    Meskipun, hal tersebut tidak semuanya terjadi pada peserta

    didikberpostur tubuh kecil dibanding yang lain. Selain itu, kondisi

    kesehatan yang buruk akan mengakibatkan peserta didik kurang

    termotivasi untuk belajar. Peserta didik akan menjadi malas dan kurang

    bisa berkonsentrasi karena kondisi tubuh yang kurang fit.

    Kondisi psikologis peserta didik seperti rasa percaya diri, perasaan

    gembira atau bahkan takut dan tertekan juga sangat berpengaruh pada

    motivasi belajar. Peserta didik yang mempunyai rasa percaya tinggi

    biasanya akan selalu antusias dalam mengikuti kegiatan apapun karena

    selalu merasa bahwa dia biksa untuk melakukannya. Namun sebaliknya,

    peserta didik yang mempunyai rasa kurang percaya diri akan membuatnya

    selalu diliputi rasa malu dan takut untuk berbuat sesuatu. Takut jika

    melakukan kesalahan dan malu di hadapan guru dan teman-temannya.

    Bila belum apa-apa saja sudah merasa takut dan malu maka peserta didik

    tersebut jelas kurang mempunyai motivasi belajar.

    2. Faktor Ekstern

    Faktor yang tidak kalah penting pengaruhnya pada motivasi belajar

    peserta didik adalah faktor ekstern. Faktor ekstern adalah faktor yang berasal

    dari luar. Beberapa faktor luar yang berpengaruh pada motivasi belajar

    peserta didik adalah sebagai berikut :

    a. Guru

    Guru merupakan sosok yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan

    belajar peserta didik. Guru yang profesional akan mampu menciptakan

    pembelajaran yang memotivasi peserta didik untuk menjawab rasa ingin

  • 37

    tahu mereka mengantarnya pada penguasaan kompetensi tertentu. Oleh

    karena itu, guru merupakan faktor penentu peserta didik dalam meraih

    keberhasilan pendidikannya. Dalam proses pembelajaran, motivasi

    menjadi aspek penting yang harus dilakukan oleh guru. Tidak semua

    peserta didik di dalam suatu kelas memiliki motivasi yang kuat untuk

    mengikuti jam pelajaran. Ada peserta didik yang terpaksa masuk kelas

    karena takut pada gurunya, takut dimarahi orang tuanya, dan ada juga

    peserta didik yang masuk kelas karena dorongan dalam dirinya untuk

    memahami pelajaran.

    Semua guru menginginkan peserta didiknya mempunyai motivasi

    yang kuat dalam belajar. Karena pada prinsipnya, motivasi mempunyai

    korelasi positif dengan prestasi belajar peserta didik. Jika ada peserta didik

    yang tidak mampu mengikuti pelajaran dengan baik dan dirapor selalu

    berderet nilai dengan warna merah, bisa jadi hal tersebut karena peserta

    didik tidak memiliki motivasi dan bukan berarti peserta didik itu bodoh.

    Oleh karena itu, guru harus selalu memberikan motivasi yang kuat

    terhadap peserta didik. Motivasi erat kaitannya dengan kebutuhan. Peserta

    didik akan bertindak dengan cepat apabila dalam dirinya ada kebutuhan.

    Layaknya makan dan minum, seseorang tentu tidak akan pernah lupa

    dengan makan dan minum karena itu menjadi kebutuhan peserta didik

    untuk hidup. Lantas bagaimana belajar didalam kelas bisa menjadi

    kebutuhan tiap peserta didik ? semua itu tergantung pada sejauh mana

    guru mampu memberikan motivasi pada peserta didik.

    Sikap guru, baik didalam kegiatan pembelajaran maupun diluar

    pembelajaran pun akan tetap berpengaruh pada peserta didik. Sikap yang

  • 38

    hangat, penuh perhatian, dan kasih sayang akan menumbuhkan motivasi

    belajar peserta didik dalam kegiatan pembelajaran yang disajikannya.

    Namun sebaliknya, sikap cuek, judes, dan sering marah-marah justru akan

    mendorong peserta didik untuk malas mengikuti kegiatan pembelajaran

    yang disajikan. Mengikuti pembelajarannya saja sudah tidak mau, apalagi

    termotivasi untuk belajar. Tentu hal itu akan sangat mustahil.

    Selain sikap guru, metode pembelajaran yang digunakan oleh guru

    juga sangat berpengaruh pada motivasi belajar peserta didik. Penggunaan

    metode pembelajaran yang bervariasi akan menambah minat peserta didik

    dalam belajar. Peserta didik tidak akan merfasa bosan dikarenakan

    pembelajaran yang hanya sekedar mendengarkan ceramah guru. Sering

    kita temui, peserta didik yang justru mengantuk karena pembelajaran yang

    bersifat satu arah saja (guru aktif, peserta didik pasif). Oleh karena peserta

    didik yang belajar maka sudah seharusnya guru kreatif dalam

    membimbing dan mendidik menggunakan tektik-teknik yang

    mengembangkan aktivitas belajar dan berpikir peserta didik.

    Penggunaan media pembelajaran juga sangat berpengaruh pada

    motivasi belajar peserta didik dikelas. Media pembelajaran dapat membuat

    materi pembelajaran yang abstrak menjadi lebih riil atau nyata dimata

    peserta didik sehingga mudah dipahami. Apalagi dengan melihat bentuk

    media yang mungkin masih asing bagi peserta didik akan membangkitkan

    rasa ingin tahu tentang media tersebut. Sayangnya guru masih banyak

    yang enggan menggunakan media pembelajaran dengan alasan ribet,

    waktu terbatas, atau tidak ada sarana disekolah.

  • 39

    b. Lingkungan Belajar

    Lingkungan belajar juga sangat besar pengaruhnya pada motivasi belajar

    peserta didik. Lingkungan belajar yang kondusif akan mendorongpeserta

    didik untuk selalu termotivasi dalam belajar. Namun sebaliknya,

    lingkungan belajar yang tidak kondusif akan menimbulkan peserta didik

    malas dalam belajar.

    Lingkungan belajar dalam hal ini dapat berupa lingkungan belajar

    dikelas, sekolah, atau bahkan dirumah peserta didik. Lingkungan belajar

    secara fisik seperti bangunan yang memadai, kebersihan yang terjaga, dan

    penataan berbagai sarana yang rapi akan menyebabkan peserta didik betah

    dan enjoy dalam belajar. Lingkungan belajar lain, misalnya teman sekolah

    dan masyarakat sekitar yang tertib akan mampu mempengaruhi motivasi

    belajar peserta didik.

    Lingkungan belajar yang tidak kondusif juga akan berpengaruh pada

    motivasi belajar peserta didik. Sebagai contoh, sekolah yang berlokasi

    deket pasar atau terminal, tentu saja setiap saat akan bising karena suara

    teriakan pedagang atau sopir dan kondektur bis yang teriak-teriak mencari

    penumpang. Peserta didik yang jahil atau suka iseng mungkin akan

    menirukan teriakan peagang atau kondektur. Dengan demikian, mereka

    akan mengganggu situasi kelas dan menjadi tidak kondusif.

    c. Sarana Prasarana

    Tidak dipat dipungkiri bahwa ketersediaan sarana prasarana disekolah

    akan mempengaruhi motivasi belajar peserta didik. Sekolah yang memiliki

    sarana prasarana memadai akan mendorong peserta didik untuk selalu

    termotivasi dalam belajar. Peserta didik akan merasa senang dan lebih

  • 40

    mudah mempelajari materi pelajaran karena berbagai sarana dan prasarana

    yang mendukung setiap kegiatan pembelajaran, tersedia dengan baik.

    Namun kita tahu, tidak semua sekolah memiliki cukup sarana

    prasarana yang mendukung setiap kegiatan pembelajaran. Ini menjadi

    salah satu alasan mengapa peserta didiknya kurang termotivasi dalam

    belajar. Meskipun tidak menjamin bahwa semua sekolah yang kurang

    memiliki sarana prasarana, peserta didiknya menjadi malas belajar.

    d. Orangtua

    Sikap orang tua yang selalu memperhatikan kemajuan belajar anaknya,

    akan mendorong anak untuk lebih semangat dalam belajar. Perhatian dan

    peran orang tua memang sangat dibutuhkan oleh peserta didik. Apalagi

    jika peserta didik masih tergolong anak-anak dan remaja. Sebab, dalam

    usia ini, mereka belum mampu mandiri dalam segala hal, termasuk dalam

    hal belajar.

    Pengalaman menarik sekaligus menyedihkan pernah penulis alami

    ketika menyajikan pembelajaran dikelas. Waktu itu, penulis membagikan

    hasil ulangan peserta didik dan menyuruh mereka memintakan tanda

    tangan orang tua atau wali pada kertas ulangan tersebut kemudian

    dikumpulkan kembali. Tiba-tiba seorang peserta didik yang duduk

    dibangku paling depan dengan muram berkata,‟‟Bu, nanti yang tanda

    tangan dikertas ulangan saya siapa?‟‟ seketika penulis tersentak karena

    ternyata peserta didik tersebut sudah tidak mempunyayi orang tua lagi dan

    hanya tinggal dengan neneknya yang sudah renta sehingga memegang

    pena pun sudah tidak sanggup lagi. Oleh karena tidak tega, akhirnya

    penulis menjawab, „‟tidak apa-apa, biar nanti saya saja yang tanda tangan

  • 41

    dikertas ulanganmu‟‟. Mendengar jawaban demikian, peserta didik

    tersebut akhirnya tersenyum senang.

    Sebelum penulis mengetahui keadaan keluarga peserta didik tersebut,

    sempat heran karena dia sama sekali tidak punya motivasi untuk belajar.

    Bahkan, diberi pertanyaan pun sering menjawab dengan jawaban yang

    melenceng jauh dari apa yang diharapkan (tidak nyambung). Jika

    mengerjakan tugas maka dia hanaya menyontek punya teman. Lalu, jika

    soalnya sulit, dia langsung berhenti dan tidak mau mengerjakan tugas lagi.

    Dari pengalaman tersebut, penulis membuktikan bahwa ternyata

    peran orang tua dan keluarga sangat berpengaruh pada motivasi belajar

    peserta didik. Peserta didik yang cukup mendapatkan perhatian orang tua

    dan keluarga maka akan termotivasi untuk belajar karena selalu ada yang

    memberi semangat dan dorongan. Sebaliknya, jika orang tua dan keluarga

    masa bodoh (cuek) dengan kemajuan belajar peserta didik maka peserta

    didik juga akan merasa masa bodoh dengan belajarnya. Belajar menjadi

    hal yang tidak penting lagi bagi peserta didik, tetapi yang lebih utama

    justru mencari perhatian disekolah, baik dari guru maupunteman-

    temannya.

    2.4 Analisis Hubungan Antara Self Efficacy dan Kecerdasan Emosi

    Terhadap Motivasi Belajar

    Self-efficacy adalah keyakinan individu untuk melakukan kontrol dan

    pengelolaan tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan

    (Bandura, 1997). Self Efficacy timbul dari akuisisi secara bertahap antara faktor,

    sosial, bahasa, dan atau fisik keterampilan melalui pengalaman. Penelitian

    menunjukkan bahwa Self Efficacy yang tinggi berkontribusi terhadap

  • 42

    motivasi. Selain itu self efficacy juga memberi manfaat secara efektif kepada

    individu untuk mengintegrasikan, dan menggunakan informasi dalam

    meningkatkan kejelasan dalam mendukung motivasi untuk melakukan suatu

    aktivitas Menurut Albert Bandura, self efficacy yaitu keyakinan diri seseorang

    bahwa dirinya mampu menemukan cara-cara tertentu untuk mencapai tujuan

    serta keyakinan bahwa cara-cara itu dapat menghantarkannya kepada

    tercapainya suatu tujuan.Seseorang yang memiliki self efficacy rendah akan

    cenderung merasa helpless, tidak mampu melakukan pengaturan pada keadaan

    yang terjadi dalam hidupnya. Pada saat mereka menghadapi hambatan,

    mereka akan dengan cepat menyerah, bila pada usaha pertama sudah

    mengalami kegagalan. Seseorang yang memiliki self efficacy sangat rendah tidak

    akan melakukan upaya apapun untuk mengatasi hambatan yang ada, karena

    mereka percaya bahwa tindakan yang mereka lakukan tidak akan membawa

    pengaruh apapun. Self efficacy yang rendah dapat merusak motivasi,

    menurunkan aspirasi, mengganggu kemampuan kognitif, dan secara tidak

    langsung dapat mempengaruhi kesehatan fisik.

    Di sisi lain, seseorang yang memiliki self efficacy tinggi percaya bahwa

    mereka dapat menanggulangi kejadian dan situasi secara efektif. Mereka

    mempunyai kepercayaan diri yang tinggi berkaitan dengan kemampuan

    mereka dibanding dengan orang yang memiliki self efficacy rendah, dan mereka

    hanya menunjukkan sedikit keraguan terhadap diri sendiri. Mereka melihat

    kesulitan yang ada adalah sebagai sesuatu yang menantang, dibandingkan

    sebagai sesuatu yang mengancam, mereka juga secara aktif selalu berusaha

    menemukan situasi - situasi baru. Tingginya self efficacy menurunkan rasa takut

    akan kegagalan, meningkatkan aspirasi, meningkatkan cara penyelesaian

  • 43

    masalah, dan kemampuan berpikir analitis dan hal tersebut terkait secara

    langsung dengan kecerdasan emosi yang dimiliki oleh seseorang.

    Selain self efficacy, kecerdasan emosi juga memberikan peran terhadap

    terbentuknya sikap mandiri seseorang. Kecerdasan emosi merupakan proses

    pribadi yang terus berusaha mencapai tingkatan emosi yang sehat intrafisik

    dan intrapersonal. Remaja yang matang secara emosional terlibat dengan

    kepentingan dengan orang lain, mampu mengekspresikan emosi dengan

    spontan. Individu yang cerdas secara emosi dapat menentukan dengan tepat

    kapan dan sejauh mana perlu terlibat dalam masalah sosial, serta dapat turut

    serta memberikan jalan keluar atau solusi yang diperlukan (Jannah, 2013).

    Proses pembelajaran dengan paradigma lama harus diubah dengan

    paradigma baru yang dapat meningkatkan kreativitas siswa dalam berpikir,

    arah pembelajaran yang lebih kompleks tidak hanya satu arah sehingga proses

    belajar mengajar akan dapat meningkatkan kerjasama diantara mahasiswa dan

    dosen, mahasiswa dengan mahasiswa maka dengan demikian siswa yang

    kurang akan dibantu oleh mahasiswa yang lebih pintar sehingga proses

    pembelajaran lebih hidup dan hasilnya lebih baik. Kegiatan pendidikan adalah

    suatu proses sosial yang tidak dapat terjadi tanpa interaksi antar pribadi.

    Sedangkan, belajar adalah suatu proses pribadi, tetapi juga proses sosial yang

    terjadi ketika masing-masing orang berhubungan dengan yang lain dan

    membangun pengertian dan pengetahuan bersama. Dengan demikian dalam

    proses pembelajaran ada hubungan emosional pada saat pembelajaran

    berlangsung. Inteligence Quotien hanya memberikan kontribusi terhadap

    kesuksesan hidup seseorang sebanyak 20% dan 80% sangat ditentukan oleh

    faktor-faktor lain. Salah satu diantaranya adalah Emotional Intellegence atau

  • 44

    kecerdasan emosional. Kecerdasan ini meliputi kesadaran diri, kendali

    dorongan hati, ketekunan, semangat dan motivasi, empati dan

    ketahananmenghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak

    melebih-lebihkan kesenangan, mengantur suasana hati dan menjaga agar

    bebas stres tidak melumpuhkan kemampuan berfikir, berempati dan berdoa

    (Fauziah, 2015).

    Menurut Salovey & Mayer (dalam Saptoto, 2010) menggunakan

    istilah kecerdasan emosi untuk menggambarkan sejumlah keterampilan yang

    berhubungan dengan keakuratan penilaian tentang emosi diri sendiri dan

    orang lain, serta kemampuan perasaan untuk memotivasi, merencanakan, dan

    meraih tujuan kehidupan. Jadi dengan adanya Self Efficacy yang tinggi

    berkontribusi terhadap kecerdasan emosi dan pada akhirnya dapat

    mendukung atas memaksimalkan tingkat motivasi belajar yang dimiliki oleh

    seseorang.

    Dalam teori psikologi menjelaskan bahwa kecerdasan emosional

    berpengaruh terhadap motivasi belajar seseorang dan motivasi belajar punya

    pengaruh terhadap pencapaian prestasi belajar. Akan tetapi pada

    kenyataannya, belum banyak staf pengajar di institusi pendidikan memberi

    perhatian pada teori tersebut. Dari teori tersebut jika kecerdasan emosional

    dikembangkan akan mengoptimalkan motivasi dan prestasi belajar

    mahasiswa. Motivasi belajar menentukan hasil atau prestasi belajar. Makin

    tepat motivasi yang diberikan, makin berhasil pelajaran itu. Mahasiswa dengan

    motivasi belajar yang rendah cenderung punya hasil prestasi belajar yang

    rendah juga. Untuk mengatasi hal tersebut, diharapkan para dosen sebaiknya

  • 45

    juga memberikan sentuhan pada ranah afektif mahasiswa dengan memberi

    dorongan motivasi belajar kepada mahasiswa (Mulati, 2012).

    Motivasi dikatakan sebagai sesuatu yang kompleks, karena motivasi

    akan menyebabkan terjadinya perubahan energi yang ada pada diri manusia,

    sehingga akan berpengaruh terhadap gejala kejiwaan, perasaan dan juga

    emosi, untuk kemudian bertindak atau bersikap terhadap sesuatu. Motivasi

    melakukan sesuatu didorong oleh adanya tujuan atau keinginan yang kuat dari

    dalam diri seseorang. Belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non-

    intelektual. Peranannya yang khas adalah dalam hal penumbuhan gairah,

    merasa senang dan semangat untuk belajar. Siswa yang memiliki motivasi

    kuat, akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar. Hasil

    belajar siswa akan optimal kalau ada motivasi yang tepat. Semangat dan

    perhatian siswa pada pelajaran instalasi listrik rata-rata cukup baik. Dengan

    sikap percaya diri dan cita-cita siswa yang berbeda-beda yang dimilki siswa

    dalam mata dilat instalasi listrik, maka motivasi antara siswa yang satu dengan

    lain berbeda-beda pula. Motivasi belajar siswa sangat berpengaruh terhadap

    prestasi yang diperoleh siswa dalam belajar. Siswa yang mempunyai motivasi

    yang besar hasil yang dicapai lebih baik dibandingkan dengan siswa yang

    mempunyai motivasi yang kurang (Miru, 2009).