bab ii tinjauan pustaka 2.1. konsep pertumbuhan ekonomi

30
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi Teori pertumbuhan ekonomi merupakan bagian penting dalam melakukan analisa perkembangan ekonomi di suatu wilayah. Hal ini dikarenakan pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu unsur utama dalam suatu pembangunan ekonomi dan mempunyai implikasi kebijakan yang cukup luas, baik terhadap wilayahnya maupun terhadap wilayah lain. Dalam Teori Klasik Adam Smith menyatakan bahwa salah satu faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan penduduk. Jumlah penduduk yang bertambah akan memperluas pangsa pasar, dan perluasan pasar akan meningkatkan spesialisasi dalam perekonomian tersebut. Lebih lanjut, spesialisasi akan meningkatkatkan produktivitas tenaga kerja sehingga meningkatkan upah dan keuntungan. Dengan demikian, proses pertumbuhan akan terus berlangsung sampai seluruh sumber daya termanfaatkan. Sementara itu David Ricardo, mengemukakan pandangan yang berbeda dengan Adam Smith. Menurutnya, perkembangan penduduk yang berjalan cepat pada akhirnya akan menurunkan kembali tingkat pertumbuhan ekonomi ke taraf yang rendah. Pola pertumbuhan ekonomi menurut Ricardo berawal dari jumlah penduduk rendah dan sumber daya alam yang relatif melimpah. Keynes melihat pertumbuhan dalam kondisi jangka pendek dan menyatakan bahwa pendapatan total merupakan fungsi dari pekerjaan total dari suatu negara. Semakin besar volume pekerjaan yang dihasilkan, semakin besar 14

Upload: buidan

Post on 31-Dec-2016

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi

Teori pertumbuhan ekonomi merupakan bagian penting dalam melakukan

analisa perkembangan ekonomi di suatu wilayah. Hal ini dikarenakan

pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu unsur utama dalam suatu

pembangunan ekonomi dan mempunyai implikasi kebijakan yang cukup luas,

baik terhadap wilayahnya maupun terhadap wilayah lain.

Dalam Teori Klasik Adam Smith menyatakan bahwa salah satu faktor

yang menentukan pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan penduduk. Jumlah

penduduk yang bertambah akan memperluas pangsa pasar, dan perluasan pasar

akan meningkatkan spesialisasi dalam perekonomian tersebut. Lebih lanjut,

spesialisasi akan meningkatkatkan produktivitas tenaga kerja sehingga

meningkatkan upah dan keuntungan. Dengan demikian, proses pertumbuhan akan

terus berlangsung sampai seluruh sumber daya termanfaatkan.

Sementara itu David Ricardo, mengemukakan pandangan yang berbeda

dengan Adam Smith. Menurutnya, perkembangan penduduk yang berjalan cepat

pada akhirnya akan menurunkan kembali tingkat pertumbuhan ekonomi ke taraf

yang rendah. Pola pertumbuhan ekonomi menurut Ricardo berawal dari jumlah

penduduk rendah dan sumber daya alam yang relatif melimpah.

Keynes melihat pertumbuhan dalam kondisi jangka pendek dan

menyatakan bahwa pendapatan total merupakan fungsi dari pekerjaan total dari

suatu negara. Semakin besar volume pekerjaan yang dihasilkan, semakin besar

14

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi

pendapatan nasional yang diperoleh, demikian juga sebaliknya. Volume pekerjaan

tergantung pada permintaan efektif. Permintaan efektif ditentukan pada titik saat

harga permintaan agregat sama dengan harga penawaran agregat. Keynes juga

menyatakan untuk menjamin pertumbuhan ekonomi yang stabil pemerintah perlu

menerapkan kebijakan fiskal dan kebijakan moneter serta pengawasan secara

langsung.

Boediono (1999), pertumbuhan ekonomi dapat didefenisikan sebagai

penjelasan mengenai faktor-faktor apa yang menentukan kenaikan output

perkapita dalam jangka panjang dan penjelasan bagaimana faktor-faktor tersebut

sehingga terjadi proses pertumbuhan. Menurut Schumpeter dan Hicks dalam

Jhingan (2004), ada perbedaan dalam istilah perkembangan ekonomi dan

pertumbuhan ekonomi. Perkembangan ekonomi merupakan perubahan spontan

dan terputus-putus dalam keadaan stasioner yang senantiasa mengubah dan

mengganti situasi keseimbangan yang ada sebelumnya, sedangkan pertumbuhan

ekonomi adalah perubahan jangka panjang secara perlahan dan mantap yang

terjadi melalui kenaikan tabungan dan penduduk. Hicks mengemukakan masalah

negara terbelakang menyangkut pengembangan sumber-sumber yang tidak atau

belum dipergunakan, kendati penggunaanya telah cukup dikenal.

Menurut Simon dalam Jhingan (2004) pertumbuhan ekonomi adalah

peningkatan kemampuan suatu negara (daerah) untuk meyediakan barang-barang

ekonomi bagi penduduknya, yang terwujud dengan adanya kenaikan output

nasional secara terus-menerus yang disertai dengan kemajuan teknologi serta

adanya penyesuaian kelembagaan, sikap dan ideologi yang dibutuhkannya.

15

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi dalam Sukirno (2006) sebagai suatu ukuran

kuantitatif yang menggambarkan perkembangan suatu perekonomian dalam suatu

tahun tertentu apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pertumbuhan

ekonomi dapat diketahui dengan membandingkan PDRB pada satu tahun tertentu

dengan PDRB tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi dapat dinilai sebagai

dampak kebijaksanaan pemerintah, khususnya dalam bidang ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai

macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat

pertumbuhan yang terjadi dan sebagai indikator penting bagi daerah untuk

mengevaluasi keberhasilan pembangunan (Sirojuzilam, 2008).

Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh beberapa faktor penting (Arsyad,

2010) yaitu:

1. Akumulasi Modal

Akumulasi modal adalah semua investasi baru yang berwujud tanah (lahan),

peralatan fiskal dan sumber daya manusia (human resources), akan terjadi jika

ada bagian dari pendapatan sekarang yang ditabung dan kemudian

diinvestasikan untuk memperbesar output pada masa yang akan datang.

Akumulasi modal akan menambah sumber daya yang telah ada.

2. Pertumbuhan Penduduk

Pertumbuhan penduduk dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan jumlah

angkatan kerja (labor force) dianggap sebagai faktor yang positif dalam

merangsang pertumbuhan ekonomi. Namun kemampuan merangsang

pertumbuhan ekonomi tergantung pada kemampuan sistem ekonomi yang

16

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi

berlaku dalam menyerap dan mempekerjakan tenaga kerja yang ada secara

produktif.

3. Kemajuan Teknologi

Menurut para ekonom, kemajuan teknologi merupakan faktor yang paling

penting bagi pertumbuhan ekonomi. Dalam bentuknya yang paling sederhana,

kemajuan teknologi disebabkan oleh cara-cara baru dan cara-cara lama yang

diperbaiki dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan tradisional.

2.2. Konsep Pembangunan Ekonomi

Penjelasan tentang definisi atau pengertian pembangunan ekonomi banyak

dikemukakan oleh beberapa ahli ekonomi. Menurut Adam Smith dalam Suryana

(2000), pembangunan ekonomi adalah proses perpaduan antara pertumbuhan

penduduk dan kemajuan teknologi. Bertambahnya penduduk suatu negara harus

diimbangi dengan kemajuan teknologi dalam produksi untuk memenuhi

permintaan kebutuhan dalam negeri. Menurut Sukirno (2006), pembangunan

ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita riil

penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Di sini ada dua

aspek penting yang saling berhubungan erat yaitu pendapatan total atau yang lebih

dikenal dengan pendapatan nasional dan jumlah penduduk. Pendapatan perkapita

berarti pendapatan total dibagi dengan jumlah penduduk.

Menurut Schumpeter dalam Sukirno (2006) pembangunan ekonomi bukan

merupakan proses yang harmonis dan gradual, tetapi merupakan proses yang

spontan dan tidak terputus-putus. Pembangunan ekonomi disebabkan oleh

perubahan terutama dalam lapangan industri dan perdagangan. Berdasarkan

17

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi

pengertian tersebut pembangunan ekonomi terjadi secara berkelanjutan dari waktu

ke waktu dan selalu mengarah positif untuk perbaikan segala sesuatu menjadi

lebih baik dari sebelumnya. Industri dan perdagangan akan mewujudkan segala

kreatifitas dalam pembangunan ekonomi dengan penggunaan teknologi industri

serta dengan adanya perdagangan tercipta kompetisi ekonomi.

Pembangunan ekonomi juga merupakan suatu proses pembangunan yang

terjadi terus menerus yang bersifat dinamis, menambah dan memperbaiki segala

sesuatu menjadi lebih baik lagi. Apapun yang dilakukan, hakikat pembangunan

ekonomi itu mencerminkan adanya terobosan yang baru, bukan merupakan

gambaran ekonomi satu saat saja.

Dalam Sukirno (2006), pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan

ekonomi ditambah dengan perubahan. Arti dari pernyataan tersebut adalah

pembangunan ekonomi dalam suatu negara pada suatu tahun tertentu tidak hanya

diukur dari kenaikan produksi barang dan jasa yang berlaku dalam kegiatan

ekonomi seperti perkembangan pendidikan, perkembangan teknologi, peningkatan

dalam kesehatan, peningkatan infrastruktur yang tersedia dan peningkatan dalam

pendapatan dan kemakmuran masyarakat.

Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang bersifat

multidimensional yang melibatkan kepada seluruh perubahan besar baik terhadap

perubahan struktur ekonomi, perubahan sosial, mengurangi kemiskinan,

mengurangi ketimpangan (disparitas) dan pengangguran (Todaro, 1997).

Arsyad (2002), mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai suatu

proses. Proses yang dimaksud adalah proses yang mencakup pembentukan

institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan

18

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi

kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih

baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan pengembangan

perusahaan-perusahaan baru.

Ada empat model pembangunan (Suryana, 2000) yaitu model

pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan, penciptaan lapangan

kerja, penghapusan kemiskinan dan model pembangunan ekonomi yang

berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar. Berdasarkan atas model

pembangunan tersebut, semua itu bertujuan pada perbaikan kualitas hidup,

peningkatan barang dan jasa, penciptaan lapangan kerja baru dengan upah yang

layak, dengan harapan tercapainya tingkat hidup minimal untuk setiap rumah

tangga.

Sasaran utama dari pembangunan nasioanal adalah meningkatnya

pertumbuhan ekonomi dan pemerataan hasil-hasilnya serta pemantapan stabilitas

nasional. Hal tersebut sangat ditentukan keadaan pembangunan secara

kedaerahan.

2.3. Pembangunan dan Pertumbuhan Daerah

Perbedaan kondisi daerah membawa implikasi bahwa corak pembangunan

yang diterapkan di setiap daerah akan berbeda pula. Munir (2002), peniruan

mentah-mentah terhadap pola kebijakan yang pernah diterapkan dan berhasil pada

suatu daerah, belum tentu memberi manfaat yang sama bagi daerah yang lain.

Setiap pembangunan daerah memiliki tujuan utama untuk meningkatkan

jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk

mencapai tujuan tersebut, pemerintah dan masyarakatnya harus secara bersama-

19

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi

sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah

daerah dengan partisipasi masyarakatnya dengan memanfaatkan sumberdaya-

sumberdaya yang ada harus mampu menaksir potensi sumber daya yang

diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah (Syafrijal,

2008).

Pembangunan wilayah (regional) merupakan fungsi dari potensi sumber

daya alam, tenaga kerja dan sumber daya manusia, investasi modal, sarana dan

prasarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri,

teknologi, situasi ekonomi dan perdagangan antar wilayah, kemampuan

pendanaan dan pembiayaan pembangunan daerah, kewirausahaan, kelembagaan

daerah dan lingkungan pembangunan secara luas (Adisamita, 2008).

Pembangunan daerah dapat dilihat dari berbagai segi. Pertama, dari segi

pembangunan sektoral. Pencapaian sasaran pembangunan nasional dilakukan

melalui berbagai kegiatan pembangunan sektoral yang dilakukan di daerah.

Pembangunan sektoral disesuaikan dengan kondisi dan potensi daerah. Kedua,

dari segi pembangunan wilayah yang meliputi perkotaan dan pedesaan sebagai

pusat dan lokasi kegiatan sosial ekonomi dari wilayah tersebut. Ketiga,

pembangunan daerah dilihat dari segi pemerintahan. Tujuan pembangunan daerah

hanya dapat dicapai apabila pemerintahan daerah dapat berjalan dengan baik.

Oleh karena itu pembangunan daerah merupakan suatu usaha mengembangkan

dan memperkuat pemerintahan daerah dalam rangka semakin mantapnya otonomi

daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab (Sjafrizal, 2008).

Program pembangunan daerah yang akan dilaksanakan suatu daerah tidak

boleh bertentangan dengan program pembangunan yang telah ditetapkan oleh

20

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi

pemerintah pusat. Jadi pada hakikatnya perencanaan pembangunan yang

dilakukan oleh tiap daerah merupakan pelengkap perencanaan pembangunan yang

dilaksankan oleh pemerintah pusat yaitu membuat suatu program untuk

mendistribusikan proyek-proyek ke berbagai daerah dengan tujuan memberikan

sumbangan yang optimal kepada usaha pemerintah untuk membangun.

Ada 2 kondisi yang mempengaruhi proses perencanaan pembangunan

daerah (Kuncoro, 2004) yaitu:

a. Tekanan yang berasal dari lingkungan dalam negeri maupun luar negeri yang

mempengaruhi kebutuhan daerah dalam proses pembangunan

perekonomiannya.

b. Kenyataan bahwa perekonomian daerah dalam suatu negara dipengaruhi oleh

setiap sektor secara berbeda-beda.

Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah peningkatan variabel ekonomi dari

suatu subsistem spasial suatu wilayah dan juga dapat diartikan sebagai

peningkatan kemakmuran suatu wilayah. Pertumbuhan ekonomi wilayah

menganalisis suatu wilayah sebagai suatu sistem ekonomi terbuka yang

berhubungan dengan wilayah-wilayah lain melalui arus perpindahan faktor-faktor

produksi dan pertukaran komoditas.

Pertumbuhan ekonomi daerah adalah pertambahan pendapatan masyarakat

yang terjadi di suatu daerah, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (added value)

yang terjadi di daerah tersebut (Tarigan, 2005). Perhatian terhadap pertumbuhan

ekonomi daerah semakin meningkat dalam era otonomi daerah. Hal ini

dikarenakan dalam otonomi daerah masing-masing daerah berlomba-lomba

meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerahnya, guna meningkatkan

21

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi

kemakmuran masyarakatnya. Oleh karena itu, pembahasan tentang struktur dan

faktor penentu pertumbuhan daerah akan sangat penting artinya bagi pemerintah

daerah dalam menentukan upaya-upaya yang dapat dilakukan bagi mendorong

pertumbuhan ekonomi di daerahnya (Sjafrizal, 2008).

Perhitungan pendapatan daerah pada awalnya dibuat pada harga berlaku,

namun agar dapat melihat dari kurun waktu ke waktu berikutnya harus dinyatakan

dengan nilai riil, artinya dinyatakan dalam nilai konstan. Pendapatan daerah

menggambarkan balas jasa bagi faktor-faktor produksi yang beroperasi di daerah

tersebut (tanah, modal, tenaga kerja dan teknologi), yang berarti secara kasar

dapat menggambarkan kemakmuran daerah tersebut. Kemakmuran suatu daerah

selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta di daerah tersebut oleh

seberapa besar terjadinya transfer payment, yaitu bagian pendapatan yang

mengalir ke luar daerah atau mendapat aliran dari luar daerah (Septa, 2007).

2.4. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Informasi hasil pembangunan ekonomi yang telah dicapai dapat

dimanfaatkan sebagai bahan perencanaan maupun evaluasi pembangunan. Salah

satu indikator pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah adalah melalui penyajian

angka-angka pendapatan regional (PDRB). Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) dapat didefenisikan sebagai estimasi total produk barang dan jasa yang

diterima oleh masyarakat suatu daerah sebagai balas jasa dari penggunaan faktor-

faktor produksi yang dimilikinya.

Berdasarkan lapangan usaha, PDRB dibagi ke dalam sembilan sektor,

sedangkan secara makro ekonomi dibagi menjadi tiga kelompok besar yaitu sektor

22

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi

primer, sekunder dan tersier. Dikatakan sektor primer apabila outputnya masih

merupakan proses tingkat dasar dan sangat bergantung kepada alam. Yang

termasuk dalam sektor ini adalah sektor pertanian dan sektor pertambangan dan

penggalian. Sektor sekunder adalah sektor ekonomi yang outputnya berasal dari

sektor primer, yang meliputi sektor industri pengolahan; sektor listrik, gas dan air

bersih; serta sektor konstruksi. Sedangkan sektor-sektor lainnya seperti sektor

perdagangan, hotel dan restoran; sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor

keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; serta sektor jasa-jasa dikelompokkan

ke dalam sektor tersier.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) secara keseluruhan disajikan

dalam dua bentuk yaitu penyajian atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga

konstan. Penyajian atas dasar harga berlaku menunjukkan besaran nilai tambah

bruto masing-masing sektor sesuai dengan keadaan pada tahun yang sedang

berjalan. Penilaian terhadap produksi, biaya antara dan nilai tambahnya dilakukan

dengan menggunakan harga berlaku pada masing-masing tahun.

Penyajian atas dasar harga konstan diperoleh dengan menggunakan harga

tetap suatu tahun dasar. Semua barang dan jasa yang dihasilkan, biaya antara yang

digunakan dan nilai tambah masing-masing sektor dinilai berdasarkan harga pada

tahun dasar. Penyajian ini memperlihatkan perkembangan produktivitas secara riil

karena pengaruh perubahan harga (inflasi/deflasi) sudah dikeluarkan. Angka

PDRB yang atas dasar harga konstan menjelaskan laju pertumbuhan ekonomi

wilayah tersebut.

Dalam perhitungan pendapatan nasional, terdapat dua metode yaitu:

23

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi

1. Metode langsung, yaitu perhitungan nilai tambah dari suatu lapangan

usaha/sektor atau subsektor suatu wilayah dengan cara mengalokasikan angka

pendapatan nasional.

2. Metode tidak langsung, yaitu metode alokasi pendapatan nasional dengan

memperhitungkan nilai tambah sektor/subsektor suatu wilayah dengan cara

mengalokasikan angka pendapatan nasional berdasarkan jumlah produksi

fisik, nilai produksi fisik, nilai produksi bruto atau neto, tenaga kerja dan

alokator tidak langsung.

Metode-metode di atas, dilakukan dengan beberapa pendekatan antara lain:

1. Pendekatan Produksi (Production Approach), yaitu menghitung nilai tambah

dari barang dan jasa yang diproduksi oleh seluruh kegiatan ekonomi dengan

cara mengurangkan biaya tiap sektor/subsektor.

2. Pendekatan Pendapatan (Income Approach), yaitu menghitung nilai tambah

suatu kegiatan ekonomi dengan menjumlahkan semua balas jasa faktor-faktor

produksi seperti upah/gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tidak langsung

neto.

3. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach), yaitu menghitung nilai

tambah suatu kegiatan ekonomi yang bertitik tolak pada penggunaan akhir dari

barang dan jasa yang diproduksi.

Metode umum perhitungan pendapatan nasional di Indonesia adalah

dengan metode langsung dan pendekatan produksi. Perlu diperhatikan bahwa

dalam menjumlahkan hasil produksi barang dan jasa, haruslah dicegah

perhitungan ganda (Double Counting). Hal ini penting karena sering terjadi bahan

24

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi

mentah suatu sektor dihasilkan oleh sektor lain, sehingga nilai bahan mentah

tersebut telah dihitung pada sektor yang menghasilkannya.

2.5 Teori Pembangunan Regional.

Petumbuhan regional adalah produk dari banyak faktor yang bersifat intern

dan eksetern. Faktor itern meliputi distribusi faktor produksi seperti tanah, tenaga

kerja, dan modal. Sedangkan salah satu penentu ekstern yang penting adalah

tingkat permintaan dari daerah lain terhadap komoditi yang dihasilkan oleh suatu

daerah tertentu. Pertumbuhan ekonomi daerah yang berbeda-beda akan

menyebabkan terjadinya ketimpangan atau disparitas ekonomi dan ketimpangan

pendapatan antar daerah. Myrdal (1968) dan Friedman (1976) menyebutkan

bahwa pertumbuhan atau perkembangan daerah akan menuju kepada divergensi.

Percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah strategis dan

cepat tumbuh di dorong sehingga dapat mengembangkan wilayah-wilayah

tertinggal di sekitarnya dalam suatu system wilayah pengembangan ekonomi yang

sinergis, tanpa mempertimbangkan batas wilayah administratif, tetapi lebih

ditekankan pada pertimbangan keterkaitan mata-rantai proses industri dan

distribusi. Keinginan untuk memperoleh keuntungan ekonomi jangka pendek

seringkali menimbulkan keinginan untuk mengeksploitasi sumber daya alam

secara berlebihan sehingga menurunkan kualitas (degaradasi) dan kuantitas

sumber daya alam dan lingkungan hidup. Selain itu seringkali pula terjadinya

konflik pemanfaatan ruang antar sektor.

Ada beberapa teori pertumbuhan ekonomi regional yang lazim dikenal

yaitu :

25

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi

1. Teori Basis Ekspor (Export Base Theory)

Teori ini dikemukakan oleh Douglas E.North (1955) ini merupakan model

yang paling spesifik dari teori pertumbuhan ekonomi. Region yang ruang

tinjauannya lebih berfokus kepada kemampuan untuk melakukan transaksi

ekspor, sehingga pertumbuhan ekonomi daerah lebih banyak ditentukan oleh jenis

keuntungan dan tata lokasi kegiatan tersebut.

Model teori basis ekspor ini menekankan pada beberapa hal antara lain :

1. Bahwa suatu daerah tidak menjadi daerah industri untuk dapat tumbuh

dengan cepat, sebab faktor penentu pertumbuhan daerah adalah

keuntungan komparatif (keuntungan lokasi) yang dimiliki yang oleh

daerah tersebut.

2. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah akan dapat dimaksimalkan bila daerah

yang bersangkutan memanfaatkan keuntungan komparatif yang dimiliki

menjadi kekuatan basis ekspor.

3. Ketimpangan antar daerah tetap sangat besar dipengaruhi oleh variasi

potensi masing-masing daerah.

Hal ini berarti bahwa untuk meningkatkan pertumbuhan suatu region,

strategi pembangunan Harus disesuaikan dengan keuntungan lokasi yang

dimilikinya dan tidak harus sama dengan strategi pembangunan pada tingkat

nasional.

2. Teori Neo-klasik (Neo-Classic Theory)

Dalam Negara sedang berkembang, pada saat proses pembangunan baru

dimulai, tingkat perbedaan kemakmuran antar wilaya cenderung menjadi tinggi

(divergence), sedangkan bila proses pembangunan telah seimbang dalam waktu

26

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi

yang lama maka perbedaan tingkat kemakmuran antar wilayah cenderung

menurun (Convegence). Hal ini disebabkan pada Negara sedang berkembang lalu

lintas modal masih belum lancar sehingga proses penyesuaian kearah tingkat

keseimbangan pertumbuhan belum dapat terjadi ( Sirojuzilam,2008).

Teori ini mendasarkan analisanya pada komponen fungsi produksi.

Unsure-unsur yang menentukan pertumbuhan ekonomi regional adalah modal,

tenga kerja, dan teknologi. Adapun kekhususan teori ini adalah dibahasnya secara

mendalam pengaruh perpindahan penduduk (migrasi) dam lalu lintas modal

terhadap pertumbuhan regional. Masih belum lancarnya fasilitas perhubungan dan

komunikasi serta kuatnya tradisi yang menghalangi mobilitas penduduk biasanya

merupakan faktor utama yang menyebabkan belum lancarnya arus perpindahan

orang dan modal antar daerah. Sedangkan pada Negara-negara yang telah maju

proses penyesuaian tersebut dapat terjadi dengan lancar karena telah sempurnanya

fasilitas perhubungan dan komunikasi.

3. Teori Kumulatif Kausatif (Cummulative Causative Theory)

Yang mempelopori teori ini adalah Gunnar Myrdal (1957) yang

mengatakan adanya suatu keadaan berdasarkan kekuatan relatif dari “Spread

Effect” dan “Back wash effect”. Spread Effect merupakan kekuatan yang menuju

konvergensi antar daerah-daerah kaya dan daerah-daerah miskin. Dengan

timbulnya daerah kaya, maka akan tumbuh pula permintaannya terhadap produk-

produk daerah miskin. Dengan demikian mendorong pertumbuhannya. Namun

Myrdal meyakini bahwasanya dampak Spread Effect ini lebih kecil daripada Back

wash effect. Pertambahan permintaan terhadap produk daerah miskin tersebut

terutama barang-barang hasil pertanian oleh daerah kaya tentu saja mempunyai

27

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi

nilai permintaan yang rendah, sementara konsumsi daerah miskin terhadap produk

daerah kaya akan lebih mungkin terjadi. Para pelopor teori ini menekankan

pentingnya campur tangan pemerintah untuk mengatasi perbedaan yang semakin

menonjol.

4. Teori pusat Lingkungan (Core Perpihery Theory).

Teori pusat lingkungan ini di kemukakan oleh Friedman sejak tahun 1966,

yang melihat hubungan antara pembangunan kota (core) dan desa (periphery)

disekitarnya. Friedman berusaha untuk merumuskan suatu keadaan yang akan

menciptakan suatu suasana kota di areal pedesaan, misalnya adanya kelengkapan

yang memadai sebagaimana halnya diperkotaan, atau sebaliknya bagaimana pula

menciptakan kehidupan dan nunsa desa di daerah kota.

5. Teori Pusat Pertumbuhan (Growth Poles Theory)

Teori pusat pertumbuhan merupakan salah satu teori yang dapat

menggabungkan antara prinsip-prinsip konsentrasi dengan desentralisasi secara

sekaligus. Maka dengan demikian teori pusat pertumbuhan merupakan salah satu

alat untuk mencapai tujuan pembangunan regional yang saling bertolak belakang,

yaitu pertumbuhan dan pemerataan pembangunan keseluruh pelsok daerah.Teori

ini juga dapat menggabungkan antara kebijaksanaan dan program pembangunan

wilayah dan perkotaan terpadu.

Pusat pertumbuhan jika dilihat secara fungsional adalah suatu lokasi

konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang karena sifat hubungannya

memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu menstimulasi kehidupan

ekonomi baik kedalam maupun keluar. Secara geografis pusat pertumbuhan

adalah suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga

28

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi

menjadi pusat daya tarik yang menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk

berlokasi di daerah tersebut dan memanfaatkan fasilitas yang ada. Tidak semua

kota generative dapat dikategorikan sebagai pusat pertumbuhan. Pusat

pertumbuhan harus memiliki empat ciri yaitu adanya hubungan intern antara

berbagai macam kegiatan yang memiliki nilai.

2.6 Pengeluaran Pemerintah

Peran Pemerintah dalam perekonomian dapat diklasifikasikan dalam

empat macam peran, yaitu : peran alokasi, peran distribusi, peran stabilisasi, dan

peran dinamisasi. Peranan pemerintah dapat diwujudkan dalam bentuk kebijakan

fiskal. Menurut McEachern (2000) kebijakan fiskal menggunakan belanja

pemerintah, pembayaran transfer, pajak dan pinjaman untuk mempengaruhi

variabel mekroekonomi seperi tenaga kerja, tingkat harga dan tingkat GDP. Alat

kebijakan fiskal dapat dipisahkan menjadi dua kategori yaitu kebijakan fiskal

stabilisator dan diskrit.

Kebijakan fiskal penstabil otomatik atau disebut juga stabilisator

terpasang, menurut Lipsey (1990) adalah berbagai kebijakan yang dapat

menurunkan kecenderungan membelanjakan marjinal dari pendapatan nasional,

sehingga mengurangi angka multiplier. Penstabil otomatik mengurangi besarnya

fluktuasi pendapatan nasional yang disebabkan oleh perubahan-perubahan

autonomous pada pengeluaran-pengeluaran seperti investasi. Selain itu, perangkat

ini akan bekerja tanpa pemerintah harus bereaksi dengan sengaja, terhadap setiap

perubahan pendapatan nasional pada waktu perubahan ini terjadi. Tiga bentuk

penstabil otomatik yang utama adalah pajak, pengeluaran pemerintah dan transfer

29

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi

pemerintah.

Pembelian barang dan jasa yang dilakukan oleh pemerintah cenderung

relatif stabil dalam menghadapi variasi pendapatan nasional yang bersifat siklis.

Banyak pengeluaran sudah disetujui oleh peraturan sebelumnya, sehingga hanya

sebagian kecil saja yang dapat dirubah oleh pemerintah. Perubahan kecil tersebut

dilakukan dengan sangat lambat. Sebaliknya, konsumsi dan pengeluaran swasta

untuk investasi cenderung bervariasi sejalan dengan pendapatan nasional.

Semakin besar peran pengeluaran pemerintah dalam suatu perekonomian, makin

kecil kadar ketidakstabilan siklis pada seluruh pengeluaran. Meningkatnya peran

pemerintah dalam perekonomian dapat saja merugikan atau menguntungkan.

Meskipun demikian, pengeluaran pemerintah merupakan penstabil otomatik yang

ampuh dalam perekonomian.

Kebijakan fiskal yang kedua adalah kebijakan fiskal diskresioner, yaitu

memberlakukan perubahan pajak dan pengeluaran yang dirancang untuk

mengimbangi senjang yang timbul. Agar dapat melakukannya secara efektif,

pemerintah secara periodik harus mengambil keputusan untuk merubah kebijakan

fiskal. Dalam proses mempertimbangkan kebijakan fiskal diskresioner, perlu

dipertimbangkan dua hal, yaitu kemudahan kebijakan fiskal untuk dirubah dan

pandangan rumah tangga dan perusahaan atas kebijakan fiskal pemerintah yang

bersifat sementara atau jangka panjang.

Stabilitas perekonomian dapat dicapai apabila pemerintah mampu

melaksanakan kebijakan fiskalnya dengan baik. Artinya pemerintah hanya

mampu memelihara angkatan kerja tinggi (pengangguran rendah), tingkat harga

yang stabil, tingkat suku bunga yang wajar, dan pertumbuhan ekonomi yang

30

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi

memadai. Jika perekonomian stabil maka pendapatan masyarakat akan meningkat

dan pengangguran menurun sehingga tercipta kesejahteraan sesuai dengan

harapan masyarakat (Soediyono,1992:92).

Desentralisasi di Indonesia dimulai pada Tahun 2001 dengan

menerapkan UU No. 22 dan 25 Tahun 1999 yang telah diperbaharui UU No 32

dan 33 Tahun 2004. Dengan demikian telah terjadi telah terjadi perubahan

struktural, dimana pada era sebelumnya pengelolaan keuangan daerah dilakukan

secara sentralistik kemudian berubah menjadi desentralisasi. Tujuan umum dari

perubahan tersebut adalah untuk membentuk dan membangun sistem publik yang

dapat menyediakan barang dan jasa publik lokal yang semakin efektif dan efisien,

dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi.

Dengan dilaksanakannya desentralisasi maka pemerintah daerah

mempunyai kebebasan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan

rencana-rencana pembangunan yang telah disetujui dalam APBD. Namun

demikian setiap pemerintah daerah harus mampu mengkoordinasikan

pembangunan-pembangunan yang dilaksanakan agar dapat mengurangi masalah

ketimpangan pembangunan wilayah.

2.7 Aglomerasi

Pertumbuhan ekonomi antar daerah biasanya tidak akan sama. Terdapat

daerah dengan tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi akan tetapi disisi lain ada pula

daerah yang tingkat pertumbuhan ekonominya rendah. Perbedaan daerah dilihat

dari pendapatan maupun pertumbuhan ekonomi akan berdampak pada munculnya

aglomerasi, yaitu terpusatnya kegiatan-kegiatan ekonomi pada suatu daerah saja

31

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi

dan tidak terjadi persebaran yang merata (Kartini, 2008). Montgomery dalam

Mudrajad Kuncoro (2004) mendefinisikan aglomerasi sebagai konsentrasi spasial

dari aktifitas ekonomi di kawasan perkotaan karena penghematan akibat lokasi

yang berdekatan (economies of proximity) yang diasosiasikan dengan kluster

spasial dari perusahaan, para pekerja, dan konsumen untuk meminimisasi biaya-

biaya seperti biaya transportasi, informasi, dan komunikasi.

Menurut Robinson Tarigan (2005), keuntungan berlokasi pada tempat

konsentrasi atau terjadinya aglomerasi disebabkan faktor skala ekonomi

(economic of scale) dan economic of agglomeration. Economic of scale adalah

keuntungan karena dapat berproduksi berdasarkan spesialisasi sehingga produksi

lebih besar dan biaya per unit lebih efisien. Sedangkan economic of

agglomeration ialah keuntungan karena di tempat itu terdapat berbagai keperluan

dan fasilitas yang dapat digunakan oleh perusahaan. Konsentrasi kegiatan

ekonomi antar daerah yang cukup tinggi akan cenderung mendorong

meningkatnya ketimpangan pembangunan antar wilayah sebab proses

pembangunan daerah akan lebih cepat pada daerah dengan konsentrasi kegiatan

ekonomi yang lebih tinggi. Sedangkan konsentrasi kegiatan ekonomi rendah

proses pembangunan akan berjalan lebih lambat. Oleh karena itu, ketidakmerataan

ini menimbulkan ketimpangan pembangunan antar wilayah (Sjafrizal, 2008).

32

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi

2.8. Ketimpangan Pembangunan Wilayah

Secara teoritis, permasalahan ketimpangan pembangunan antar wilayah

mula-mula dimunculkan oleh Douglas C North dalam analisanya tentang Teori

Pertumbuhan Neo-Klasik. Dalam teori tersebut dimunculkan sebuah prediksi

tentang hubungan antara tingkat pembangunan ekonomi nasional suatu negara

dengan ketimpangan pembangunan antar wilayah. Hipotesa ini kemudian lazim

dikenal sebagai Hipotesa Neo-Klasik (Sjafrizal, 2008). Menurut Hipotesa Neo-

klasik, pada permulaan proses pembangunan suatu negara, ketimpangan

pembangunan antar wilayah cenderung meningkat. Proses ini akan terjadi sampai

ketimpangan tersebut mencapai titik puncak. Setelah itu, bila proses pembangunan

terus berlanjut, maka secara berangsur-angsur ketimpangan pembangunan antar

wilayah tersebut akan menurun (Sjafrizal, 2008).

Myrdal dalam Jhingan (1990), ketimpangan wilayah berkaitan erat dengan

sistem kapitalis yang dikendalikan oleh motif laba. Motif laba inilah yang

mendorong berkembangnya pembangunan terpusat di wilayah-wilayah yang

memiliki harapan laba tinggi, sementara wilayah-wilayah yang lainnya tetap

terlantar. Lincolin Arsyad (1997) juga berpendapat perbedaan tingkat

pembangunan ekonomi antar wilayah menyebabkan perbedaan tingkat

kesejahteraan antar wilayah. Ekspansi ekonomi suatu daerah akan mempunyai

pengaruh yang merugikan bagi daerah-daerah lain, karena tenaga kerja yang ada,

modal, perdagangan akan pindah ke daerah yang melakukan ekspansi tersebut.

Ketimpangan pada kenyataannya tidak dapat dihilangkan dalam

pembangunan suatu daerah. Adanya ketimpangan, akan memberikan dorongan

kepada daerah yang terbelakang untuk dapat berusaha meningkatkan kualitas

33

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi

hidupnya agar tidak jauh tertinggal dengan daerah sekitarnya. Selain itu daerah-

daerah tersebut akan bersaing guna meningkatkan kualitas hidupnya, sehingga

ketimpangan dalam hal ini memberikan dampak positif. Akan tetapi ada pula

dampak negatif yang ditimbulkan dengan semakin tingginya ketimpangan antar

wilayah.

Dampak negatif tersebut berupa inefisiensi ekonomi, melemahkan

stabilitas sosial dan solidaritas, serta ketimpangan yang tinggi pada umumnya

dipandang tidak adil (Todaro,1997). Adapun faktor-faktor yang menetukan

ketimpangan pembangunan antar wilayah antara lain konsentrasi kegiatan

ekonomi antar daerah, mobilitas barang dan factor produksi antar daerah serta

alokasi investasi antar wilayah dengan wilayah lainnya. Bahkan kebijakan yang

dilakukan oleh suatu daerah depat pula mempengaruhi ketimpangan

pembangunan regional. Oleh karena itu untuk menghitung tingkat ketimpangan

wilayah digunakan beberapa metode yaitu indeks Williamson, indeks Entrophy

Theil dan Ketimpangan Berdasarkan Konsep PDRB per Kapita Relatif.

2.9 Dampak Ketimpangan Pembangunan

Ketimpangan pembangunan telah memberikan berbagai dampak terhadap

daerah dan masyarakat. Adapun yang menjadi dampak dari ketimpangan tersebut

(www.bappenas.go.id) adalah :

1. Banyak Wilayah-Wilayah yang Masih Tertinggal Dalam Pembangunan

Masyarakat yang berada di wilayah tertinggal pada umumnya masih belum

banyak tersentuh oleh program-program pembangunan sehingga akses terhadap

pelayanan sosial, ekonomi dan politik masih sangat terbatas serta terisolir dari

34

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi

wilayah di sekitarnya. Oleh karena itu kesejahteraan kelompok masyarakat yang

hidup di wilayah tertinggal memerlukan perhatian dan keberpihakan

pembangunan yang besar dari pemerintah.

Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan wilayah tertinggal,

termasuk yang masih dihuni oleh komunitas adat terpencil antara lain :

a. Terbatasnya akses trasnportasi yang menghubungkan wilayah tertinggal dengan

wilayah yang relatif maju.

b. Kepadatan penduduk relatif rendah dan tersebar.

c. Kebanyakan wilayah-wilayah ini miskin sumber daya, khususnya sumber daya

alam dan manusia.

d. Belum diprioritaskannya pembangunan di wilayah tertinggal oleh pemerintah

daerah karena dianggap tidak menghasilkan pendapatan asli daerah secara

langsung.

e. Belum optimalnya dukungan sektor terkait untuk pengembangan wilayah-

wilayah ini.

2. Belum Berkembangnya Wilayah-Wilayah Strategis dan Cepat Tumbuh

Banyak wilayah-wilayah yang memiliki produk unggulan dan lokasi

strategis belum dikembangkan secara optimal. Hal ini disebabkan, antara lain :

a. Adanya keterbatasan informasi pasar dan teknologi untuk pengembangan

produk unggulan;

b. Belum adanya sikap profesionalisme dan kewirausahaan dari pelaku

pengembangan kawasaan di daerah;

c. belum optimalnya dukungan kebijakan nasional dan daerah yang berpihak pada

petani dan pelaku swasta;

35

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi

d. belum berkembangnya infrastruktur kelembagaan yang berorientasi pada

pengelolaan pengembangan usaha yang berkelanjutan dalam perekonomian

daerah;

e. masih terbatasnya akses petani dan pelaku usaha kecil terhadap modal

pengembangan usaha, input produksi, dukungan teknologi, dan jaringan

pemasaran dalam upaya mengembangkan peluang usaha dan kerja sama

investasi;

f. keterbatasan jaringan prasarana dan sarana fisik dan ekonomi dalam

mendukung pengembangan kawasan dan produk unggulan daerah;

3 Wilayah Perbatasan dan Terpencil Kondisinya Masih Terbelakang

Wilayah perbatasan, termasuk pulau-pulau kecil terluar memiliki potensi

sumber daya alam yang cukup besar, serta merupakan wilayah yang sangat

strategis bagi pertahanan dan keamanan negara. Namun demikian, pembangunan

di beberapa wiayah perbatasan masih sangat jauh tertinggal dibandingkan dengan

pembangunan di wilayah negara tetangga. Kondisi sosial ekonomi masyarakat

yang tinggal di daerah ini umumnya jauh lebih rendah dibandingkan dengan

kondisi sosial ekonomi warga negara tetangga. Hal ini mengakibatkan timbulnya

berbagai kegiatan illegal di daerah perbatasan yang dikhawatirkan dalam jangka

panjang dapat menimbulkan kerawanan sosial.

Permasalahan utama dari ketertinggalan pembangunan di wilayah

perbatasan adalah arah kebijakan pembangunan kewilayahan yang selama ini

cenderung berorientasi inward looking sehingga seolah-olah kawasan perbatasan

hanya menjadi halaman belakang dari pembangunan daerah. Akibatnya, wilayah-

wilayah perbatasan dianggap bukan merupakan wilayah prioritas pembangunan

36

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi

oleh pemerintah. Sementara itu daerah-daerah pedalaman yang ada juga sulit

berkembang terutama karena lokasinya sangat terisolir dan sulit dijangkau.

Diantaranya banyak yang tidak berpenghuni atau sangat sedikit jumlah

penduduknya, serta belum tersentuh oleh pelayanan dasar pemerintah.

4. Kesenjangan Pembangunan Antara Kota dan Desa

Ketimpangan pembangunan mengakibatkan adanya kesenjangan antara

daerah perkotaan dengan pedesaan, yang diakibatkan oleh : (a) investasi ekonomi

cenderung terkonsentrasi di daerah perkotaan; (b) kegiatan ekonomi di wilayah

perkotaan masih banyak yang tidak sinergis dengan kegiatan ekonomi di

pedesaan; (c) peran kota yang diharapakan dapat mendorong perkembangan

pedesaan, justru memberikan dampak yang merugikan pertumbuhan pedesaan.

5. Pengangguran, Kemiskinan dan Rendahnya Kualitas Sumber Daya

Manusia

Dampak utama dari ketimpangan pembangunan adalah pengangguran,

kemiskinan dan rendahnya kualitas sumber daya manusia. Dampak ini merupakan

dampak turunan dari kurangnya lapangan kerja di suatu daerah bersangkutan,

yang disebabkan kurangnya investasi baik dari pemerintah maupun swasta, dan

mengakibatkan terjadinya pengangguran. Jika pengangguran terjadi maka

biasanya disusul terjadinya kemiskinan. Kemiskinan mengakibatkan kualitas

sumber daya manusia (generasi berikutnya) cenderung rendah, karena terbatasnya

kemampuan untuk menikmati pendidikan akibat rendahnya pendapatan

masyarakat bahkan cenderung tidak ada sama sekali, sehingga masyarakat lebih

fokus untuk memenuhi kebutuhan yang paling krusial yaitu makanan dan

minuman.

37

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi

2.10. Penelitian Terdahulu

Caska (2005) Pertumbuhan dan Ketimpangan Pembangunan Ekonomi

Antar Daerah di Provinsi Riau. Menggunakan metode Indeks Williamson, Indeks

entropi Theil dan hipotesis Kuznets. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa

Selama periode pengamatan 2003-2005, terjadi ketimpangan pembangunan yang

tidak cukup signifikan berdasarkan Indeks Williamson, sedangkan menurut Indeks

entropi Theil, ketimpangan pembangunan boleh dikatakan kecil yang berarti

masih terjadinya pemerataan pembangunan setiap tahunnya selama periode

pengamatan. Sebagai akibatnya tidak terbuktinya hipotesis Kuznets di Provinsi

Riau yang mengatakan adanya kurva U terbalik.

Mulyanto (2006) melakukan penelitian tentang Analisis Transformasi

Struktural, Pertumbuhan Ekonomi, dan Ketimpangan Antar Daerah diWilayah

Pembangunan I Jateng menggunakan metode Location Quotient, Shift Share,

Model Rasio Pertumbuhan, Overlay, hipotesis Kuznets. Hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa Hipotesis Kuznets yang menunjukkan hubungan antara

ketimpangan dengan pertumbuhan ekonomi yang berbentuk kurva U terbalik

ternyata berlaku di Wilayah Pembangunan I Jawa Tengah. Alat analisis LQ juga

memiliki beberapa kekurangan antara lain mengasumsikan adanya permintaan

yang sama padahal penduduk memiliki selera yang berbeda, produktivitas yang

sama padahal tingkat upah berbeda di berbagai daerah, ketidakmampuan untuk

dapat menerangkan keterkaitan antar industri.

Angelina (2007) Analisis Ketimpangan Pembangunan Wilayah diPropinsi

DKI Jakarta 1995-2008. Menggunakan metode Hipotesis Kuznet, analisis regresi

berganda dengan variable PDRB per kapita, investasi, dan aglomerasi serta

38

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi

dummy time. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Hipotesis Kuznet

mengenai Kurva U-Terbalik terbukti untuk Provinsi DKI Jakarta. Pada

pertumbuhan awal ketimpangan di Provinsi DKI Jakarta memburuk, kemudian

pada tahap-tahap berikutnya ketimpangan menurun. Akan tetapi, suatu waktu

ketimpangan tersebut akan kembali meningkat sehingga terbukti bahwa terjadi

trade off antara pertumbuhan ekonomi dengan ketidakmerataan. Uji F-statistik

menunjukkan bahwa semua variabel independen dalam model regresi yaitu

PDRB per kapita, investasi, dan aglomerasi serta dummy time desentralisasi fiskal

secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen ketimpangan wilayah.

Sirojuzilam (2008), Disparitas Ekonomi Wiayah Barat Dan Wilayah

Timur Propinsi Sumatera Utara dan Kaitannya Dengan Perencanaan Wilayah.

Menggunakan metode Indeks Williamson, Klassen Typologi, Metode GLS dengan

Variabel (PDRB, Investasi PMDN, Pengeluaran Pembangunan, Pemerintah,

Panjang jalan kabupaten/kota, Kepadatan Penduduk, Jumlah Murid SLTA. Hasil

penelitiannya daerah-daerah di Wilayah Timur memiliki indeks Williamson relatif

rendah, yang menggambarkan bahwa ketidakmerataan antar wilayah relatif kecil.

Wilayah Timur memiliki indeks Williamson relatif tinggi, yang menggambarkan

bahwa ketidakmerataan antar wilayah relatif besar. Dan berdasarkan hasil regresi

hannya variabel jumlah murid SLTA yang tidak mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Cholif (2010), Analisis Disparitas Pendapatan Antar Kabupaten/Kota Dan

Pertumbuhan Ekonomi Di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2003-2007.

Menggunakan metode indeks Williamson dan Indeks Theil. Hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa Ketimpangan/disparitas pendapatan antar kabupaten/kota di

39

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi

Propinsi Jawa Tengah selama tahun 2003-2007 tergolong tinggi, karena berada

diatas ambang batas 0,5. Indeks Theil dan indeks Williamson yang menunjukkan

adanya disparitas pendapatan antar kabupaten/kota di Propinsi Jawa tengah

tersebut belum menunjukkan kecenderungan menurun karena masih tergolong

tinggi.

Puput (2013) Pertumbuhan Ekonomi Dan Ketimpangan Antar Kecamatan

di Kabupaten Buleleng, Menggunakan metode Tipologi Klassen, Indeks

Williamson, dan Korelasi Pearson. Hasil penelitiannya, dari hasil tipologi klassen

Kabupaten Buleleng dapat di bagi menjadi dua daerah klasifikasi. Daerah yang

pertama yakni daerah yang tumbuh cepat tetapi tidak maju terdiri lima kecamatan

yakni, Kecamatan Gerokgak, Kecamatan Seririt, Kecamatan Sukasada,

Kecamatan Buleleng, dan kecamatan Kubutambahan. Daerah yang kedua yakni

daerah yang relative tertinggal adalah Kecamatan Bususngbiu, Kecamatan Banjar,

Kecamatan Sawan, dan Kecamatan Tejakula. Selama periode pangamatan tahun

2007-2011 angka ketimpangan di hitung dengan indeks Williamson angkanya

cukup kecil, hal ini dapat dikatakan ketimpangan di Kabupaten Buleleng cukup

kecil.

40

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi

2.11. Kerangka Konseptual

Perbedaan laju pertumbuhan ekonomi tiap daerah merupakan fenomena

yang umum dijumpai, terutama di negara berkembang. Pertumbuhan ekonomi

daerah diukur dari laju pertumbuhan pendapatan daerah yang bersangkutan

sebagai upaya mencapai pembangunan daerah. Salah satu indikator mengetahui

pertumbuhan ekonomi dan pendapatan daerah ditunjukkan oleh data Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB). Produk Domestik Regional Bruto atas dasar

harga konstan digunakan untuk mengetahui perubahan struktur ekonomi daerah.

Pembangunan daerah diarahkan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi

dan pemerataan secara optimal. Setiap daerah pada dasarnya mengalami

pertumbuhan ekonomi yang berbeda antarwilayah satu dengan yang lainnya.

Perbedaan pertumbuhan tersebut disebabkan karena adanya perbedaan potensi

yang ada pada tiap daerah seperti sumberdaya alam maupun sumberdaya

manusianya. Sehingga mengakibatkan adanya kesenjangan antarwilayah yang

pada akhirnya akan menimbulkan terjadinya disparitas pembangunan wilayah dan

merupakan konsekuensi dari proses pertumbuhan ekonomi antarwilayah.

Disparitas Wilayah ini merupakan masalah yang dihadapi dalam proses

pembangunan. Pertumbuhan ekonomi dan tingkat disparitas wilayah antar

kabupaten/kota di kawasan Pantai Barat dan timur Propinsi Sumatera Utara ini,

dilihat melalui PDRB dan PDRB perkapitanya. PDRB merupakan indikator untuk

mengukur perkembangan ekonomi daerah. Sedangkan PDRB perkapita

merupakan hasil bagi PDRB dengan jumlah penduduk wilayah yang bersangkutan

sebagai ukuran tingkat kesejahteraan masyarakatnya.

41

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi

Dalam penelitian ini untuk mengukur disparitas wilayah antara

kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara selama tahun 2001-2013

menggunakan Indeks Williamson (IW) dipakai sebagai analisis dalam mengukur

tingkat ketimpangan pembangunan dan potensi ekonomi daerah dengan Location

Quatient (LQ) selama tahun 2008-2013. Alur pemikiran penelitian dapat dilihat

pada gambar 2.1 sebagai berikut :

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Penelitian

Pertumbuhan Antar Wilayah Kabupaten/Kota Pesisir Pantai Barat Dan Timur Sumatera Utara

Potensi Ekonomi/sektor-sektor unggulan

Disparitas Pembangunan

Antar Wilayah

Jumlah Penduduk

Pengeluaran Pemerintah

PDRB

Aglomerasi

42

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi

2.12 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian (Sugiyono, 2006), dimana kebenarannya harus diuji secara empiris.

Hipotesis menyatakan hubungan tentang yang ingin dicari atau dipelajari.

Berdasarkan teori dan kerangka pemikiran yang telah diuraikan sebelumnya maka

hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Terjadi ketimpangan wilayah antara kabupaten/kota Pesisir Pantai Barat

dan Pesisir Pantai Timur Sumatera Utara, Ceteris Paribus.

2. Sektor-sektor ekonomi unggulan dapat menunjang pembangunan dan

pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota Pesisir Pantai Barat dan Pesisir

Pantai Timur Sumatera Utara, Ceteris Paribus.

3. Jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap ketimpangan wilayah

diwilayah Pesisir Pantai Barat dan Pesisir Pantai Timur Sumatera Utara,

Ceteris Paribus.

4. PDRB berpengaruh negatif terhadap ketimpangan wilayah diwilayah

Pesisir Pantai Barat dan Pesisir Pantai Timur Sumatera Utara, Ceteris

Paribus.

5. Pengeluaran pemerintah berpengaruh negatif terhadap ketimpangan

wilayah diwilayah Pesisir Pantai Barat dan Pesisir Pantai Timur Sumatera

Utara, Ceteris Paribus.

6. Aglomerasi berpengaruh positif terhadap ketimpangan wilayah diwilayah

Pesisir Pantai Barat dan Pesisir Pantai Timur Sumatera Utara, Ceteris

Paribus.

43