bab ii tinjauan pustaka 2.1. konsep...

22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kemitraan Pada dasarnya konsep kemitraan (partnership) adalah jenis entitas bisnis di mana mitra (pemilik) saling berbagi keuntungan atau kerugian bisnis. Kemitraan sering digunakan diperusahaan untuk tujuan perpajakan, sebagai struktur kemitraan umumnya tidak dikenakan pajak atas laba sebelum didistribusikan kepada para mitra (yaitu tidak ada pajak dividen dikenakan).. Namun, tergantung pada struktur kemitraan dan yurisdiksi di mana ia beroperasi, pemilik kemitraan mungkin terkena kewajiban pribadi yang lebih besar daripada mereka yang akan memegang saham dari suatu perusahaan. Pada sistem hukum perdata, kemitraan biasa diikat dengan kontrak (perjanjian) antara individu-individu yang dengan semangat kerjasama setuju untuk melaksanakan suatu usaha, berkontribusi dalam menggabungkan modal, pengetahuan atau kegiatan dan berbagi keuntungan. Mitra mungkin memiliki perjanjian kemitraan , atau deklarasi kemitraan dan di beberapa wilayah hukum seperti perjanjian mungkin terdaftar dan tersedia untuk inspeksi publik. Di banyak negara, kemitraan juga dianggap sebagai hukum badan , meskipun sistem hukum yang berbeda membuat kesimpulan yang berbeda tentang hal ini. Universitas Sumatera Utara

Upload: trinhthien

Post on 07-Feb-2018

230 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kemitraanrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26185/4/Chapter II.pdf · 2) Sub kontak . Pola sub kontrak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Kemitraan

Pada dasarnya konsep kemitraan (partnership) adalah jenis entitas bisnis di

mana mitra (pemilik) saling berbagi keuntungan atau kerugian bisnis. Kemitraan

sering digunakan diperusahaan untuk tujuan perpajakan, sebagai struktur kemitraan

umumnya tidak dikenakan pajak atas laba sebelum didistribusikan kepada para mitra

(yaitu tidak ada pajak dividen dikenakan).. Namun, tergantung pada struktur

kemitraan dan yurisdiksi di mana ia beroperasi, pemilik kemitraan mungkin terkena

kewajiban pribadi yang lebih besar daripada mereka yang akan memegang saham

dari suatu perusahaan.

Pada sistem hukum perdata, kemitraan biasa diikat dengan kontrak (perjanjian)

antara individu-individu yang dengan semangat kerjasama setuju untuk melaksanakan

suatu usaha, berkontribusi dalam menggabungkan modal, pengetahuan atau kegiatan

dan berbagi keuntungan. Mitra mungkin memiliki perjanjian kemitraan , atau

deklarasi kemitraan dan di beberapa wilayah hukum seperti perjanjian mungkin

terdaftar dan tersedia untuk inspeksi publik. Di banyak negara, kemitraan juga

dianggap sebagai hukum badan , meskipun sistem hukum yang berbeda membuat

kesimpulan yang berbeda tentang hal ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kemitraanrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26185/4/Chapter II.pdf · 2) Sub kontak . Pola sub kontrak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

Bentuk dasar kemitraan adalah kemitraan umum , di mana semua mitra

mengelola bisnis dan secara pribadi bertanggung jawab atas hutangnya. Bentuk lain

yang telah dikembangkan di sebagian besar negara adalah kemitraan terbatas (LP), di

mana mitra terbatas untuk mengelola bisnis dan dengan imbalan terbatas. Mitra

Umum mungkin memiliki kewajiban bersama atau beberapa kewajiban bersama dan

tergantung pada keadaan, tanggung jawab mitra terbatas pada investasi mereka dalam

kemitraan tersebut. Mitra “diam” (silent partner) adalah mitra yang tetap berbagi

dalam keuntungan dan kerugian pada usaha, tetapi tidak terlibat dalam mengelola

usaha atau keterlibatan mereka dalam usaha tidak diketahui umum. Mitra ini

biasanya hanya menyediakan modal.

Kemitraan Usaha Peternakan sebagaimana disebutkan dalam Surat Keputusan

Menteri Pertanian Nomor 940/Kpts/OT.210/10/97 tentang Pedoman Kemitraan

Usaha Pertanian, adalah suatu usaha pembibitan dan atau budidaya peternakan dalam

bentuk perusahaan peternakan atau peternakan rakyat, yang diselenggarakan secara

teratur dan terus menerus pada suatu tempat dan dalam jangka waktu tertentu untuk

tujuan komersial atau sebagai usaha sampingan untuk menghasilkan ternak

bibit/ternak potong, telur, susu serta menggemukkan suatu jenis ternak termasuk

mengumpulkan, mengedarkan dan memasarkan.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kemitraanrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26185/4/Chapter II.pdf · 2) Sub kontak . Pola sub kontrak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

Kemitraan usaha pertanian berdasarkan azas persamaan kedudukan, kesela

peningkatan keterampilan kelompok mitra oleh perusahaan mitra melalui perwuji

kemitraan yaitu hubungan yang :

a) saling memerlukan dalam arti perusahaan mitra memerlukan pasokan bahan baku

dan kelompok mitra memerlukan penampungan hasil dan bimbingan;

b) saling memperkuat dalam arti baik kelompok mitra maupun perusahaan mitra

sama-sama memperhatikan tanggung jawab moral dan etika bisnis, sehingga

akan memperkuat kedudukan masing-masing dalam meningkatkan daya saing

usahanya;

c) saling menguntungkan, yaitu baik kelompok mitra maupun perusahaan mitra

memperoleh peningkatan pendapatan, dan kesinambungan usaha;

Kemitraan usaha pertanian dapat dilaksanakan dengan pola:

1) Inti-plasma

Pola inti-plasma sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a merupakan

hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, yang

didalamnya perusahaan mitra bertindak sebagai inti dan kelompok mitra sebagai

plasma.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kemitraanrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26185/4/Chapter II.pdf · 2) Sub kontak . Pola sub kontrak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

2) Sub kontak

Pola sub kontrak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b

merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan

mitra, yang didalamnya kelompok mitra memproduksi komponen yang

diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya.

3) Dagang umum

Pola dagang umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c merupakan

hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, yang

didalamnya perusahaan mitra memasarkan hasil produksi kelompok mitra atau

kelompok mitra memasok kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra.

4) Keagenan

Pola keagenan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d merupakan

hubungan kemitraan, yang didalamnya kelompok mitra diberi hak khusus untuk

memasarkan barang dan jasa usaha perusahaan mitra.

5) Bentuk-bentuk lain, missal Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA)

Pola KOA sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e merupakan

hubungan kemitraan, yang didalamnya kelompok mitra menyediakan lahan,

sarana dan tenaga, sedangkan perusahaan mitra menyediakan biaya atau modal

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kemitraanrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26185/4/Chapter II.pdf · 2) Sub kontak . Pola sub kontrak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

dan/atau sarana untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditi

pertanian.

2.2 Sisitem Agribisnis dan Kemitraan Sapi Potong

Pada periode 2005−2008, Departemen Pertanian melaksanakan tiga program

utama pembangunan pertanian, yaitu: 1) peningkatan ketahanan pangan, 2)

pengembangan agribisnis, dan 3) peningkatan kesejahteraan petani. Program

pengembangan agribisnis diarahkan untuk memfasilitasi kegiatan yang berorientasi

agribisnis dan memperluas kegiatan ekonomi produktif petani, serta meningkatkan

efisiensi dan daya saing. Upaya peningkatan daya saing usaha ternak sapi potong

rakyat secara teknis dapat dilakukan dengan meningkatkan produktivitas sehingga

produknya dapat dijual pada tingkat harga yang cukup murah tanpa mengurangi

keuntungan peternak (Kuswaryan et al. 2003). Perluasan kegiatan ekonomi yang

berpeluang untuk dilaksanakan adalah mendorong kegiatan usaha tani terpadu yang

mencakup beberapa komoditas, seperti integrasi tanaman ternak atau tanaman-ternak-

ikan. Konsep agribisnis memandang suatu usaha pertanian termasuk peternakan

secara menyeluruh (holistik), mulai dari subsistem penyediaan sarana produksi,

produksi, pengolahan hingga pemasaran.

Menurut Syafa’at et al. (2003), konsep agribisnis atau strategi pembangunan

sistem agribisnis mempunyai ciri antara lain: 1) berbasis pada pendayagunaan

keragaman sumber daya yang ada di masing-masing daerah (domestic resource

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kemitraanrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26185/4/Chapter II.pdf · 2) Sub kontak . Pola sub kontrak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

based), 2) akomodatif terhadap kualitas sumber daya manusia yang beragam dan

tidak terlalu mengandalkan impor dan pinjaman luar negeri yang besar, 3)

berorientasi ekspor selain memanfaatkan pasar domestik, dan 4) bersifat multifungsi,

yaitu mampu memberikan dampak ganda yang besar dan luas. Pembangunan

pertanian dan peternakan berdasarkan konsep agribisnis perlu memperhatikan dua hal

penting; pertama, berupaya memperkuat subsistem dalam satu sistem yang

terintegrasi secara vertikal dalam satu kesatuan manajemen, dan kedua menciptakan

perusahaan-perusahaan agribisnis yang efisien pada setiap subsistem. Jika hal ini

dapat terwujud maka daya saing produk peternakan (daging, susu, dan telur) akan

meningkat, terutama dalam menghadapi pasar global.

Agribisnis sapi potong diartikan sebagai suatu kegiatan usaha yang menangani

berbagai aspek siklus produksi secara seimbang dalam suatu paket kebijakan yang

utuh melalui pengelolaan pengadaan, penyediaan, dan penyaluran sarana produksi,

kegiatan budi daya, pengelolaan pemasaran dengan melibatkan semua pemangku

kepentingan (stakeholders), dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang

seimbang dan proporsional bagi kedua belah pihak (petani peternak dan perusahaan

swasta). Sistem agribisnis sapi potong merupakan kegiatan yang mengintegrasikan

pembangunan sektor pertanian secara simultan dengan pembangunan sector industri

dan jasa yang terkait dalam suatu kluster industri sapi potong. Kegiatan tersebut

mencakup empat subsistem, yaitu subsistem agribisnis hulu, subsistem agribisnis

budi daya, subsistem agribisnis hilir, dan subsistem jasa penunjang. Menurut Siregar

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kemitraanrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26185/4/Chapter II.pdf · 2) Sub kontak . Pola sub kontrak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

dan Ilham (2003), agar pengembangan sistem usaha agribisnis tersebut dapat

mengakomodasi tujuan untuk meningkatkan daya saing produk dan sekaligus

melibatkan peternak skala menengah ke bawah, ada tiga alternatif kegiatan yang

dapat dilakukan, yaitu: 1) integrasi vertikal yang dikelola secara profesional oleh

suatu perusahaan swasta, 2) integrasi vertikal yang dilakukan peternak secara

bersama-sama yang tergabung dalam wadah koperasi atau organisasi lainnya, dan 3)

kombinasi keduanya atau dikenal dengan sistem usaha kemitraan.

Kemitraan dimaksudkan sebagai upaya pengembangan usaha yang dilandasi

kerja sama antara perusahaan dan peternakan rakyat, dan pada dasarnya merupakan

kerja sama vertikal (vertical partnership). Kerja sama tersebut mengandung

pengertian bahwa kedua belah pihak harus memperoleh keuntungan dan manfaat.

Menurut Saptana et al. (2006), kemitraan adalah suatu jalinan kerja sama berbagai

pelaku agribisnis, mulai dari kegiatan praproduksi, produksi hingga pemasaran.

Kemitraan dilandasi oleh azas kesetaraan kedudukan, saling membutuhkan, dan

saling menguntungkan serta adanya persetujuan di antara pihak yang bermitra untuk

saling berbagi biaya, risiko, dan manfaat.

Sebagai contoh adalah kemitraan ayam broiler. Pada kemitraan tersebut,

perusahaan bertindak sebagai inti dan peternak sebagai plasma. Dalam proses

produksi, peternak hanya menyediakan tenaga kerja dan kandang, sedangkan pihak

perusahaan menyediakan bibit, pakan, obat-obatan, pelayanan teknik berproduksi dan

kesehatan hewan (Hartono 2000). Sedikitnya ada lima manfaat pembangunan

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kemitraanrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26185/4/Chapter II.pdf · 2) Sub kontak . Pola sub kontrak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

pertanian yang berkelanjutan melalui pendekatan sistem usaha agribisnis dan

kemitraan, yaitu: 1) mengoptimalkan alokasi sumber daya pada satu titik waktu dan

lintas generasi, 2) meningkatkan efisiensi dan produktivitas produk

pertanian/peternakan karena adanya keterpaduan produk berdasarkan tarikan

permintaan (demand driven), 3) meningkatkan efisiensi masing-masing subsistem

agribisnis dan harmonisasi keterkaitan antar subsistem melalui keterpaduan antar

pelaku, 4) terbangunnya kemitraan usaha agribisnis yang saling memperkuat dan

menguntungkan, dan 5) adanya kesinambungan usaha yang menjamin stabilitas dan

kontinuitas pendapatan seluruh pelaku agribisnis (Saptana dan Ashari 2007).

Penerapan konsep kemitraan antara peternak sebagai mitra dan pihak

perusahaan perlu dilakukan sebagai upaya khusus agar usaha ternak sapi potong, baik

sebagai usaha pokok maupun pendukung dapat berjalan seimbang. Upaya khusus

tersebut meliputi antara lain pembinaan finansial dan teknik serta aspek manajemen.

Pembinaan manajemen yang baik, terarah, dan konsisten terhadap peternak sapi

potong sebagai mitra akan meningkatkan kinerja usaha, yang akhirnya dapat

meningkatkan pendapatan. Oleh karena itu, melalui kemitraan, baik yang dilakukan

secara pasif maupun aktif akan menumbuhkan jalinan kerja sama dan membentuk

hubungan bisnis yang sehat.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kemitraanrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26185/4/Chapter II.pdf · 2) Sub kontak . Pola sub kontrak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

2.3. Peluang Pengembangan Sapi Potong

Memelihara sapi potong sangat menguntungkan, karena tidak hanya

menghasilkan daging dan susu, tetapi juga menghasilkan pupuk kandang dan sebagai

tenaga kerja. Sebagai tenaga kerja sapi dapat digunakan menarik gerobak, kotoran

sapi juga mempunyai nilai ekonomis, karena termasuk pupuk organic yang

dibutuhkan oleh semua jenis tumbuhan. Kotoran sapi dapat menjadi sumber hara

yang dapat memperbaiki struktur tanah sehingga menjadi lebih gembur dan subur.

Semua organ tubuh sapi dapat dimanfaat kan antara lain:

1) Kulit, sebagai bahan industri tas, sepatu, ikat pinggang, topi, jaket.

2) Tulang, dapat diolah menjadi bahan bahan perekat/lem, tepung tulang dan

barang kerajinan

3) Tanduk, digunakan sebagai bahan kerajinan seperti: sisir, hiasan dinding dan

masih banyak manfaat sapi bagi kepentingan manusia.

Hasil penelitian Rahmanto (2004) yaitu bahwa usaha sapi kereman yang sudah

bersifat komersial mampu memberikan keuntungan bersih sebesar Rp. 760.850/ekor

untuk penggemukan sapi bakalan PO dan Rp. 1.003.080/ekor untuk penggemukan

sapi bakalan limousine selama 12 bulan. Keuntungan atas biaya tunai yang diperoleh

untuk masing-masing jenis sapi tersebut yaitu Rp. 1.540.000 dan Rp. 3.430.000

dengan asumsi pada harga sapi potong cukup tinggi. Penurunan tingkat harga sapi

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kemitraanrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26185/4/Chapter II.pdf · 2) Sub kontak . Pola sub kontrak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

potong pada saat survei mengakibatkan keuntungan bersih yang diperoleh peternak

hanya mencapai sekitar Rp. 166.400 per ekor selama pemeliharaan 4 bulan.

Sumber daya peternakan, khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber

daya alam yang dapat diperbaharui (renewable) dan berpotensi untuk dikembangkan

guna meningkatkan dinamika ekonomi. Menurut Saragih dalam Mersyah (2005), ada

beberapa pertimbangan perlunya mengembangkan usaha ternak sapi potong, yaitu:

1) budi daya sapi potong relatif tidak bergantung pada ketersediaan lahan dan

tenaga kerja yang berkualitas tinggi,

2) memiliki kelenturan bisnis dan teknologi yang luas dan luwes,

3) produk sapi potong memiliki nilai elastisitas terhadap perubahan pendapatan

yang tinggi, dan

4) dapat membuka lapangan pekerjaan. Daging sapi merupakan salah satu sumber

protein hewani yang banyak dibutuhkan konsumen, dan sampai saat ini

Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan sehingga sebagian masih harus

diimpor. Kondisi tersebut mengisyaratkan suatu peluang untuk pengembangan

usaha budi daya ternak, terutama sapi potong.

Indonesia memiliki tiga pola pengembangan sapi potong. Pola pertama adalah

pengembangan sapi potong yang tidak dapat dipisahkan dari perkembangan usaha

pertanian, terutama sawah dan ladang. Pola kedua adalah pengembangan sapi tidak

terkait dengan pengembangan usaha pertanian. Pola ketiga adalah pengembangan

usaha penggemukan (fattening) sebagai usaha padat modal dan berskala besar,

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kemitraanrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26185/4/Chapter II.pdf · 2) Sub kontak . Pola sub kontrak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

meskipun kegiatan masih terbatas pada pembesaran sapi bakalan menjadi sapi siap

potong.

Dalam upaya pengembangan sapi potong, pemerintah menempuh dua kebijakan,

yaitu ekstensifikasi dan intensifikasi. Pengembangan sapi potong secara

ekstensifikasi menitikberatkan pada peningkatan populasi ternak yang didukung oleh

pengadaan dan peningkatan mutu bibit, penanggulangan penyakit, penyuluhan dan

pembinaan usaha, bantuan perkreditan, pengadaan dan peningkatan mutu pakan, dan

pemasaran. Menurut Isbandi (2004), penyuluhan dan pembinaan terhadap petani-

peternak dilakukan untuk mengubah cara beternak dari pola tradisional menjadi usaha

ternak komersial dengan menerapkan cara-cara zooteknik yang baik.

Zooteknik tersebut termasuk sapta usaha beternak sapi potong, yang meliputi

penggunaan bibit unggul, perkandangan yang sehat, penyediaan dan pemberian pakan

yang cukup nutrien, pengendalian terhadap penyakit, pengelolaan reproduksi,

pengelolaan pascapanen, dan pemasaran hasil yang baik. Indonesia memiliki peluang

dan potensi yang besar dalam pengembangan sapi potong. Salah satu pendukungnya

adalah peternak telah sejak lama memelihara sapi potong dan mengenal dengan baik

teknik beternak secara sederhana serta ciri masing-masing jenis sapi yang ada di

suatu lokasi.

Agar pengembangan sapi potong berkelanjutan, Winarso et al. (2005)

mengemukakan beberapa saran sebagai berikut: 1) perlunya perlindungan dari

pemerintah daerah terhadap wilayah-wilayah kantong ternak, terutama dukungan

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kemitraanrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26185/4/Chapter II.pdf · 2) Sub kontak . Pola sub kontrak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

kebijakan tentang tata ruang ternak serta pengawasan terhadap alih fungsi lahan

pertanian yang berfungsi sebagai penyangga budi daya ternak, 2) pengembangan

teknologi pakan terutama pada wilayah padat ternak, antara lain dengan

memanfaatkan limbah industri dan perkebunan dan 3) untuk menjaga sumber plasma

nutfah sapi potong, perlu adanya kebijakan impor bibit atau sapi bakalan agar tidak

terjadi pengurasan terhadap ternak lokal dalam upaya memenuhi kebutuhan konsumsi

daging dalam negeri. Menurut Bahri et al.(2004), paling tidak ada tiga pemicu

timbulnya pengurasan populasi sapi lokal sebagai dampak dari tingginya permintaan

daging sapi terutama pada periode 1997−1998, serta tingginya impor daging dan

jerohan serta sapi bakalan, yaitu: 1) produksi dalam negeri tidak dapat mengimbangi

peningkatan permintaan, 2) permintaan meningkat, sedangkan produksi dalam negeri

menurun, dan 3) permintaan tetap sedangkan produksi dalam negeri menurun.

Hidajati dalam Syamsu et al. (2003) menyatakan, pengurasan sumber daya

ternak akan berakibat pada penurunan kualitas ternak yang ada di masyarakat, karena

ternak yang berkualitas baik tidak tersisakan untuk perbibitan. Kuswaryan et al.

(2003) mengemukakan, usaha untuk menanggulangi pengurasan sapi bibit terbentur

pada masalah kepemilikan ternak yang hanya berkisar antara 1−3 ekor sapi

dewasa/KK dengan kemampuan memelihara 2−4 unit ternak. Kebijakan impor sapi

dan daging sapi dapat menghambat laju pengurasan sapi di dalam negeri, selain

menciptakan peluang usaha yang menguntungkan bagi importir sapi potong.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kemitraanrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26185/4/Chapter II.pdf · 2) Sub kontak . Pola sub kontrak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

Selain itu, upaya pengembangan sapi potong perlu memperhatikan beberapa hal,

antara lain: 1) daging sapi harus dapat dikonsumsi oleh masyarakat dengan harga

yang terjangkau, 2) peternakan sapi potong di dalam negeri (peternakan rakyat)

secara finansial harus menguntungkan sehingga dapat memperbaiki kehidupan

peternak sekaligus merangsang peningkatan produksi yang berkesinambungan, dan 3)

usaha ternak sapi potong harus memberikan kontribusi yang positif terhadap

perekonomian nasional (Kuswaryan et al.2004).

Persepsi peternak terhadap sistem usaha agribisnis sapi potong dengan pola

kemitraan sangat baik. Hal ini ditunjukkan dengan makin berkembangnya usaha

ternak sapi potong melalui pola kemitraan yang dilakukan oleh beberapa peternak

atau pengusaha peternakan berskala besar karena pola tersebut secara ekonomis

memberikan keuntungan yang layak kepada pihak yang bermitra. Hal ini sesuai

dengan pendapat Roessali et al. (2005), bahwa usaha tani atau usaha ternak sapi

potong rakyat umumnya berskala kecil bahkan subsistem. Bila beberapa usaha kecil

ini berhimpun menjadi satu usaha berskala yang lebih besar dan dikelola secara

komersial dalam suatu sistem agribisnis maka usaha tersebut secara ekonomi akan

lebih layak dan menguntungkan.

Pengembangan usaha ternak sapi potong berorientasi agribisnis dengan pola

kemitraan diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi kesejahteraan

masyarakat peternak khususnya, dan perekonomian nasional umumnya (Kuswaryan

et al. 2004). Hal ini ditunjukkan oleh manfaat ekonomi yang dihasilkan dari kegiatan

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kemitraanrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26185/4/Chapter II.pdf · 2) Sub kontak . Pola sub kontrak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

ini yang bernilai positif, yang berarti bahwa pengembangan peternakan sapi potong

dalam negeri mampu menghasilkan surplus ekonomi.

2.4. Peranan Petani/Peternak Pada Usaha Peternakan

Dalam akselerasi pembangunan pertanian, pengetahuan petani/peternak

mempunyai arti penting, karena pengetahuan petani/peternak dapat mempertinggi

kemampuannya untuk mengadopsi teknologi baru di bidang pertanian. Jika

pengetahuan petani/peternak tinggi dan petani/peternak bersikap positip terhadap

suatu teknologi baru dibidang pertanian, maka penerapan teknologi tersebut akan

menjadi lebih sempurna, yang pada akhirnya akan memberikan hasil secara lebih

memuaskan baik secara kuantitas maupun kualitas

Pembangunan peternakan (sebagai bagian dari pertanian) pada hakekatnya

berusaha mentransformasikan sistem peternakan tradisional menjadi sistem

peternakan modern yang maju. Untuk mentrans-formasikan sistem peternakan

tersebut , maka setiap strategi pembangunan sekurang-kurangnya mencakup dua

dimensi prima yaitu dimensi teknis-ekonomi dan dimensi sosio-kultural. Dimensi

teknis-ekonomi menyangkut proses peningkatan pengetahuan dan keterampilan

berusaha para peternak, sementara dimensii sosio-kultural berintikan proses

pentransformasian sikap mental, nilai-nilai, dan pola interpretasi peternak ke arah

yang makin dinamis. Kedua dimensi tersebut saling terkait dan memiliki logika

tersendiri sehubungan dengan elemenelemen yang mendukungnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kemitraanrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26185/4/Chapter II.pdf · 2) Sub kontak . Pola sub kontrak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

Menurut Hayami & Kikuchi (1981) dalam proses transformasi di Asia,

khususnya di Asia Tenggara, mendapat kesimpulan bahwa perubahan-perubahan

pada dimensi sosio-kultural masyarakat petani berlangsung lebih lambat dibanding

perubahan dalam dimensi teknis-ekonomi masyarakat. Hal ini mengindikasikan

bahwa perubahan dimensi sosio-kultural masyarakat petani/peternak merupakan

proses yang rumit dan mendasar. Kesalahan sedikit saja dalam penanganannya dapat

membawa malapetaka yang amat besar bagi kelangsungan kehidupan petani-

peternak. Berjangkitnya “penyakit’ involusi bisa jadi merupakan salah satu contoh

klasik tentang itu. Dengan kata lain, proses transformasi peternakan dapat

diwujudkan bila terjadi perubahan dan perkembangan yang serasi antara dimensi

teknis-ekonomi dan dimensi sosio-kultural masyarakat peternak. Proses inovasi

teknologi baru akan terjadi bila dalam batas-batas tertentu telah timbul minat dan

kesadaran dari sebagian atau seluruh anggota masyarakat terhadap manfaat suatu

teknologi. Oleh sebab itu strategi pembangunan peternakan yang berhasil selain

diarahkan untuk memperluas cakupan penyempurnaan teknologi intensifikasi, juga

yang memberi perhatian sama besar terhadap usaha untuk mengembangkan

kemampuan, sikap mental, dan responsitas petani-peternak, sehingga semakin banyak

pula petani-peternak yang dapat dilibatkan dan menjalani proses perubahan.

Selain dari kemampuan individu petani/peternak syarat pelancar pembangunan

pertanian adalah adanya kegiatan kerja sama Kelompok Tani. Kelompok dapat

diartikan sebagai himpunan yang terdiri dari dua atau lebih individu dengan ciri-ciri

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kemitraanrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26185/4/Chapter II.pdf · 2) Sub kontak . Pola sub kontrak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

memiliki : (a) ikatan yang nyata; (b) interaksi dan interelasi sesame anggotanya ; (c)

struktur dan pembagian tugas yang jelas; (d) kaidah-kaidah atau norma tertentu yang

disepakati bersama; dan (d) keinginan dan tujuan yang sama. Bagi peternak,

kelompok merupakan jaringan komunikasi yang mampu menggerakkan mereka untuk

melakukan adopsi teknologi baru. Melalui wadah ini petani-peternak dibimbing dan

diarahkan untuk berperilaku sesuai dengan tuntutan perekonomian dinamis (Herman

Soewardi, 1985).

Beberapa keuntungan dari pembentukan kelompok tani adalah : (a) semakin

eratnya interaksi dalam kelompok dan semakin terbinanya kepemimpinan kelompok;

(b) semakin terarahnya peningkatan secara cepat tentang jiwa kerja sama antar petani;

(c) semakin cepatnya proses perembesan (difusi) penerapan inovasi; (d) semakin

naiknya kemampuan rata-rata pengembalian hutang (pinjaman petani); (e) semakin

meningkatnya orientasi pasar, baik yang berkaitan dengan masukan (input) maupun

produk yang dihasilkan; dan (f) semakin dapat membantu efisiensi pembagian air

irigasi serta pengawasannya oleh petani sendiri. Di lain pihak, Sajogyo (1978)

memberikan tiga alasan utama dibentuknya kelompok tani yang mencakup : (a) untuk

memanfaatkan secara lebih baik (optimal) semua sumber daya yang tersedia; (b)

dikembangkan oleh pemerintah sebagai alat pembangunan; dan (c) adanya alasan

ideologis yang “mewajibkan “ para petani untuk terikat oleh suatu amanat suci yang

harus mereka amalkan melalui kelompok taninya. Di dalam kelompok, petani-

peternak dapat memperoleh informasi terutama informasi teknologi. Hal ini sesuai

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kemitraanrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26185/4/Chapter II.pdf · 2) Sub kontak . Pola sub kontrak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

pendapat Dudung Abdul Adjid (dalam Satpel Bimas, 1980), bahwa di dalam

kelompok tani terdapat proses transformasi, yaitu mengolah informasi baru dari PPL

menjadi informasi praktis, spesifik, sesuai kondisi masyarakat setempat. Selanjutnya

dinyatakan bahwa PPL sebagai penyuluh marupakan “ujung tombak” proses adopsi

inovasi, mengolah dan menyampaikan informasi teknologi baru melalui

pengembangan dan pembinaan kegiatan kelompok tani.

Selanjutnya menurut Soekartawi (1988) karakteristik peternak dapat dilihat dari

umur, tingkat pendidikan, jumlah pemilikan ternak, pengalaman beternak, hubungan

dengan individu lain, dan hubungan dengan lembaga terkait. Umur berhubungan

dengan kemampuan seseorang dalam menerima sesuatu yang baru. Usia muda adalah

saat dimana hidup penuh dinamis, kritis dan selalu ingin tahu hal-hal baru..

Seseorang yang berpendidikan tinggi relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi

inovasi, begitu pula sebaliknya seseorang yang berpendidikan rendah, maka agak

sulit untuk melaksanakan adopsi inovasi dengan cepat. Hal ini sesuai dengan

pendapat Inkeles (1984), bahwa hampir semua penelitian yang menyangkut

modernisasi menunjukkan bahwa tingkat pendidikan merupakan factor utama.

Artinya, tingkat kemodernan seseorang akan meningkat dengan bertambahnya

pendidikan.

Jumlah pemilikan ternak mempengaruhi persepsi seseorang terhadap inovasi.

Peternak yang mempunyai jumlah ternak relatif banyak dan pendapatan relatif tinggi,

relatif berpandangan maju dan mempunyai wawasan luas. Artinya, mereka tidak

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kemitraanrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26185/4/Chapter II.pdf · 2) Sub kontak . Pola sub kontrak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

terlalu skeptis terhadap perubahan baru yang berada di sekitarnya, dan bahkan

biasanya selalu berpandangan positif terhadap adanya perubahan (Soekartawi,1988).

Pengalaman beternak juga mempengaruhi persepsi mereka terhadap inovasi.

Peternak yang berpengalaman akan lebih mudah diberi pengertian, artinya lebih cepat

dalam menerima introduksi baru yang yang diberikan. Hubungan dengan individu

lain, dan lembaga terkait, akan memberikan persepsi yang lebih baik terhadap

inovasi, karena berkunjung atau berkonsultasi dengan sesama peternak, penyuluh,

atau lembaga terkait akan menambah wawasan dan tingkat pengetahuannya.

Wawasan dan tingkat pengetahuan yang diperoleh peternak menjadi pendorong

baginya untuk mempersepsikan inovasi dengan lebih baik (Soekartawi, 1988).

Berdasarkan ciri-ciri sosial ekonomi, karakteristik pengadopsi cepat ditandai oleh

tingkat pendidikan dan status sosial ekonomi yang lebih tinggi. Pengadopsi cepat

mempunyai tingkat mobilitas sosial yang besar. Kekayaan dan keinovatifan muncul

berjalan seiring, karena keuntungan yang besar diperoleh orang yang mempersepsi-

kan inovasi dengan sangat baik dan mengadopsi pertama (golongan innovator).

2.5. Teori Kesejahteraan

Sejak tahun 1970 pembangunan ekonomi mengalami redefinisi. Sejak tahun

tersebut muncul pandangan baru yaitu tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan

ekonomi tidak lagi menciptakan tingkat pertumbuhan GNP yang setinggi-tingginya,

melainkan penghapusan atau pengurangan tingkat kemiskinan, penanggulangan

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kemitraanrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26185/4/Chapter II.pdf · 2) Sub kontak . Pola sub kontrak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

ketimpangan pendapatan, dan penyediaan lapangan kerja dalam konteks

perekonomian yang terus berkembang (Todaro 2004: 21). Sesuai dengan tujuan

pembangunan tersebut pembangunan suatu negara boleh dikatakan tidak berhasil

apabila tidak dapat mengurangi kemiskinan, memperkecil ketimpangan pendapatan

serta menyediakan lapangan kerja yang cukup bagi penduduknya. Untuk mengukur

keberhasilan pembangunan tidak cukup hanya menggunakan tolok ukur ekonomi saja

melainkan juga harus didukung oleh indikator-indikator sosial (non ekonomi), antara

lain seperti tingkat melek huruf, tingkat pendidikan, kondisi-kondisi dan kualitas

pelayanan kesehatan, kecukupan akan kebutuhan perumahan .

Selanjutnya Todaro mengatakan bahwa keberhasilan pembangunan ekonomi

ditunjukkan oleh 3 nilai pokok, yaitu : 1. Berkembangnya kemampuan masyarakat

untuk memenuhi kebutuhan pokoknya (basic needs), 2. Meningkatnya rasa harga diri

(self-esteem) masyarakat sebagai manusia, dan 3. Meningkatnya kemampuan

masyarakat untuk memilih (freedom from servitude).

Sementara itu Swasono (2004 a.: 13) dalam bukunya berjudul Kebersamaan

dan Asas Kekeluargaan mengatakan Pembangunan ekonomi berdasarkan Demokrasi

Ekonomi adalah pembangunan yang partisipatori dan sekaligus emansipatori. Ia

mengatakan bahwa pembangunan ekonomi bukan saja berarti kenaikan pendapatan,

tetapi juga kenaikan pemilikan (entitlement). Pembangunan ekonomi bukan hanya

koelie yang naik upah / gajinya, tetapi adalah meningkat / meluasnya pemartabatan,

peningkatan nilai tambah ekonomi dan sekaligus nilai tambah sosial-kultural, sang

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kemitraanrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26185/4/Chapter II.pdf · 2) Sub kontak . Pola sub kontrak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

koelie menjadi mitra usaha dalam sistem triple co, yaitu co-owwnership (ikut

memiliki), codetermination (ikut menggariskan wisdom) dan co-responsibility (ikut

bertanggungjawab)

Tujuan setiap pembangunan pada dasarnya adalah untuk mensejahterakan

masyarakat. Konsep kesejahteraan masyarakat tidak hanya diukur dari jumlah

pendapatan atau materi yang diterima saja, tetapi juga peranan yang dapat diambil

dalam kehidupan sosial, dan peranan ikut serta dalam mengambil keputusan dan

mengembangkan ide-ide. Sebagaimana yang diungkapkan Amartya Sen (2001),

bahwa konsep kemiskinan bukan karena kurangnya kebutuhan materi, tetapi karena

kurangnya kesempatan (akses) atau kemampuan untuk mengambil bagian dalam

kehidupan social. Hal ini sering dikaitkan dengan partisipasi dan pemberdayaan.

Sen, (2002: 8) mengatakan bahwa welfare economics merupakan suatu proses

rasional ke arah melepaskan masyarakat dari hambatan untuk memperoleh kemajuan.

Kesejahteraan sosial dapat diukur dari ukuran-ukuran seperti tingkat kehidupan

(levels of living), pemenuhan kebutuhan pokok (basic needs fulfillment), kualitas

hidup (quality of life) dan pembangunan manusia (human development). Selanjutnya

Sen, A. (1992: 39-45) lebih memilih capability approach didalam menentukan

standard hidup. Sen mengatakan: the freedom or ability to achieve desirable

“functionings” is more importance than actual outcomes.

Persoalan mengenai capaian pembangunan manusia telah menjadi perhatian

para penyelenggara pemerintahan. Berbagai ukuran pembangunan manusia dibuat,

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kemitraanrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26185/4/Chapter II.pdf · 2) Sub kontak . Pola sub kontrak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

namun tidak semuanya dapat digunakan sebagai ukuran standar yang dapat

dibandingkan antar wilayah atau antar Negara. Oleh karena itu Badan Perserikatan

Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan suatu ukuran standar pembangunan manusia yaitu

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI)

Indeks Pembangunan Manusia didasarkan atas empat indicator yaitu angka

harapan hidup, angka melek hidup, rata-rata lama sekolah, dan kemampuan daya beli.

Indikator angka harapan hidup menggambarkan dimensi umur panjang yang

mewakili bidang kesehatan, angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah mengukur

capaian pembangunan bidang pendidikan dan kemampuan daya beli yang dilihat dari

besarnya rata-rata pengeluaran per kapita sebagai pendekatan pendapatan

(Sumodiningrat, G. 2009 : 80)

Disamping IPM, paradigma pembangunan yang saat ini harus diperhitungkan

adalah keberlanjutan dari pembangunan tersebut. Perspektif pembangunan

berkelanjutan menjadi penting dimana kecenderungan sumberdaya yang semakin

terbatas dan semakin tereksploitasi. Dengan demikian pembangunan tidak saja

dipahami sebagai pembangunan ekonomi, tetapi sebagai alat untuk mencapai

kepuasan intelektual, emosional, moral dan spiritual.

Secara harfiah, pembangunan berkelanjutan mengacu pada upaya

memelihara/mempertahankan kegiatan membangun secara terus menerus.

Pembangunan selalu memiliki implikasi ekonomi serta memiliki dimensi social dan

politik. Pembangunan dapat dikatakan sebagi vector dari tujuan social suatu

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kemitraanrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26185/4/Chapter II.pdf · 2) Sub kontak . Pola sub kontrak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

masyarakat, dimana tujuan tersebut merupakan atribut yang ingin di capai dan

dimaksimalkan oleh masyarakat tersebut. Atribut tersebut mencakup kenaikan

pendapatan per kapita, perbaikan gizi dan kesehatan, pendidikan, akses kepada

sumberdaya, distribusi pendapatan yang merata dan sebagainya. Sehingga konsep

berkelanjutan dapat diartikan sebagai persyaratan umum dimana karakter vector

pembangunan tadi tidak berkurang sejalan dengan waktu (Pearce et al., 1992).

Selanjutnya Clark, 1989 menyatakan bahwa berkelanjutan berarti keseimbangan yang

dinamis yang memiliki dua arti yaitu : pertama, keseimbangan sistem yang

mengalami perubahan, dimana parameter perubahan dalam keseimbangan tersebut

bersifat konstan; yang kedua, keseimbangan suatu sistem yang setiap parameternya

mengalami perubahan, sehingga setiap perubahan misalnya dalam populasi dakan

memicu restorasi nilai populasi awal.

Universitas Sumatera Utara