bab ii tinjauan pustaka 2.1 dispepsiarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55900/4/chapter...

23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsia Dispepsia merupakan isitilah yang digunakan untuk suatu sindrom (kumpulan gejala atau keluhan) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati (daerah lambung), kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, dan perut terasa penuh. Keluhan ini tidak selalu ada pada setiap penderita. Bahkan pada seorang penderita, keluhan tersebut dapat berganti atau bervariasi, baik dari segi jenis keluhan maupun kualitas keluhan. Jadi, dispepsia bukanlah suatu penyakit, melainkan merupakan kumpulan gejala ataupun keluhan yang harus dicari penyebabnya (Sofro dan Anurogo, 2013). Menurut Djojoningrat (2014) kata dispepsia berasal dari bahasaYunani, “dys” yang berarti jelek atau buruk dan “pepsia” yang berarti pencernaan, jika digabungkan dispepsia memiliki arti indigestion atau kesulitan dalam mencerna. Semua gejala-gejala gastrointestinal yang berhubungan dengan masukan makanan disebut dispepsia, contohnya mual, heartburn, nyeri epigastrum, rasa tidak nyaman, atau distensi. Kasus dyspepsia didunia mencapai 13 40 % dari total populasi setiap tahun. Hasil study menunjukkan bahwa di Eropa, Amerika Serikat dan Oseania, prevalensi dyspepsia bervariasi antara 5% hingga 43 % (WHO, 2010). Di Indonesia diperkirakan hampir 30% pasien yang datang ke praktik umum adalah pasien yang keluhannya berkaitan dengan kasus dispepsia. Pasien yang datang Universitas Sumatera Utara

Upload: hoangtuyen

Post on 04-Jul-2018

237 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55900/4/Chapter II.pdf · digabungkan dispepsia memiliki arti indigestion atau kesulitan dalam mencerna

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dispepsia

Dispepsia merupakan isitilah yang digunakan untuk suatu sindrom

(kumpulan gejala atau keluhan) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di

ulu hati (daerah lambung), kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang,

dan perut terasa penuh. Keluhan ini tidak selalu ada pada setiap penderita. Bahkan

pada seorang penderita, keluhan tersebut dapat berganti atau bervariasi, baik dari

segi jenis keluhan maupun kualitas keluhan. Jadi, dispepsia bukanlah suatu

penyakit, melainkan merupakan kumpulan gejala ataupun keluhan yang harus

dicari penyebabnya (Sofro dan Anurogo, 2013).

Menurut Djojoningrat (2014) kata dispepsia berasal dari bahasaYunani,

“dys” yang berarti jelek atau buruk dan “pepsia” yang berarti pencernaan, jika

digabungkan dispepsia memiliki arti indigestion atau kesulitan dalam mencerna.

Semua gejala-gejala gastrointestinal yang berhubungan dengan masukan makanan

disebut dispepsia, contohnya mual, heartburn, nyeri epigastrum, rasa tidak

nyaman, atau distensi.

Kasus dyspepsia didunia mencapai 13 – 40 % dari total populasi setiap

tahun. Hasil study menunjukkan bahwa di Eropa, Amerika Serikat dan Oseania,

prevalensi dyspepsia bervariasi antara 5% hingga 43 % (WHO, 2010). Di

Indonesia diperkirakan hampir 30% pasien yang datang ke praktik umum adalah

pasien yang keluhannya berkaitan dengan kasus dispepsia. Pasien yang datang

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55900/4/Chapter II.pdf · digabungkan dispepsia memiliki arti indigestion atau kesulitan dalam mencerna

berobat ke praktik gastroenterologist terdapat 60% dengan keluhan dispepsia

(Djojoningrat, 2009).

Dispepsia adalah suatu istilah yang merujuk pada gejala abnormal di perut

bagian atas. Istilah ini biasa pula digunakan untuk menerangkan bebagai keluhan

yang dirasakan di abdomen bagian atas. Diantaranya adalah rasa nyeri ataupun

rasa terbakar di daerah epigastrum (ulu hati), perasaan penuh atau rasa bengkak di

perut bagian atas, sering sendawa, mual, ataupun rasa cepat kenyang. Dispepsia

sering juga dipakai sebagai sinonim dari gangguan pencernaan (Herman, 2004).

Sebagai suatu gejala ataupun sindrom, dispepsia dapat disebabkan oleh

berbagai penyakit, baik yang bersifat organik, maupun yang fungsional.

Berdasarkan konsensus terakhir (kriteria Roma) gejala heartburn atau pirosis,

yang diduga karena penyakit refluks gastroesofageal, tidak dimasukkan dalam

sindrom dispepsia (Djojoningrat, 2014).

2.1.1 Sindrom Dispepsia

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sindrom adalah himpunan

gejala atau tanda yang terjadi serentak (muncul bersama-sama) dan menandai

ketidaknormalan tertentu. Sindrom merupakan kumpulan dari beberapa ciri-ciri

klinis, tanda-tanda, simtoma, fenomena, atau karakter yang sering muncul

bersamaan.

Adapun gejala-gejala (sindrom) dispepsia, yaitu:

- Nyeri perut (abdominal discomfort)

- Rasa perih di ulu hati

- Nafsu makan berkurang

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55900/4/Chapter II.pdf · digabungkan dispepsia memiliki arti indigestion atau kesulitan dalam mencerna

- Rasa lekas kenyang

- Perut kembung

- Rasa panas didada dan perut (Djojoningrat, 2014).

2.1.2 Klasifikasi Dispepsia

Pengelompokan mayor dispepsia terbagi atas dua yaitu:

1. Dispepsia Organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai

penyebabnya. Sindrom dispepsia organik terdapat kelainan yang nyata

terhadap organ tubuh misalnya tukak (ulkus peptikum), gastritis, stomach

cancer, gastro esophageal reflux disease, hiperacidity.

Jenis-jenis dispepsia organik yaitu:

a. Tukak pada saluran cerna atas

Keluhan yang sering terjadi nyeri epigastrum. Nyeri yang dirasakan

yaitu nyeri tajam dan menyayat atau tertekan, penuh atau terasa perih

seperti orang lapar. Nyeri epigastrum terjadi 30 menit sesudah makan

dan dapat menjalar ke punggung. Nyeri dapat berkurang atau hilang

sementara sesudah makan atau setelah minum antasida. Gejala lain

seperti mual, muntah, bersendawa, dan kurang nafsu makan

(Hadi, 2005).

b. Gastritis

Gastritis adalah peradangan/inflamasi pada mukosa dan submukosa

lambung. Penyebabnya oleh makanan atau obat-obatan yang

mengiritasi mukosa lambung dan adanya pengeluaran asam lambung

yang berlebihan. Gejala yang timbul seperti mual, muntah, nyeri

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55900/4/Chapter II.pdf · digabungkan dispepsia memiliki arti indigestion atau kesulitan dalam mencerna

epigastrum, nafsu makan menurun, dan kadang terjadi perdarahan

(Sutanto, 2007).

c. Gastro esophageal reflux disease (GRD)

GRD adalah kelainan yang menyebabkan cairan lambung mengalami

refluks (mengalir balik) ke kerongkongan dan menimbulkan gejala

khas berupa rasa panas terbakar di dada (heart burn), kadang disertai

rasa nyeri serta gejala lain seperti rasa panas dan pahit di lidah, serta

kesulitan menelan. Belum adates standart mendiagnosa GERD,

kejadiannya diperkirakan dari gejala-gejala penyakit lain atau

ditemukannya radang pada esofagus seperti esofagitis (Berdanier,

2008).

d. Karsinoma

Karsinoma pada saluran pencernaan (esofagus, lambung, pankreas,

kolon) sering menimbulkan dispepsia. Keluhan utama yaitu rasa nyeri

diperut, bertambah dengan nafsu makan turun, timbul anoreksia yang

menyebabkan berat badan turun (Hadi, 2005).

e. Pankreatitis

Gambaran yang khas dari pankreatitis akut ialah rasa nyeri hebat di

epigastrum. Nyeri timbul mendadak dan terus menerus, seperti

ditusuk-tusukdan terbakar. Rasa nyeri dimulai dari epigastrum

kemudian menjalar ke punggung. Perasaan nyeri menjalar ke seluruh

perut dan terasa tegang beberapa jam kemudian. Perut yang tegang

menyebabkan mual dan kadang-kadang muntah. Rasa nyeri di perut

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55900/4/Chapter II.pdf · digabungkan dispepsia memiliki arti indigestion atau kesulitan dalam mencerna

bagian atas juga terjadi pada penderita pankreatitis kronik. Pada

pankreatitis kronik tidak ada keluhan rasa pedih, melainkan disertai

tanda-tanda diabetes melitus atau keluhan steatorrhoe (Hadi, 2005).

f. Dispepsia pada Sindrom Malabsorbsi

Malabsorpsi adalah suatu keadaan terdapatnya gangguan proses

absorbsi dan digesti secara normal pada satu atau lebih zat gizi.

Penderita ini mengalami keluhan rasa nyeri perut, nausea, anoreksia,

sering flatus, kembung dan timbulnya diare berlendir (Sudoyo, 2009).

g. Gangguan Metabolisme

Diabetes Mellitus (DM) dapat menyebabkan gastroparesis yang hebat

sehingga muncul keluhan rasa penuh setelah makan, cepat kenyang,

mual dan muntah. Definisi gastroparesis yaitu ketidakmampuan

lambung untuk mengosongkan ruangan. Ini terjadi bila makanan

berbentuk padat tertahan di lambung. Gangguan metabolik lain seperti

hipertiroid yang menimbulkan nyeri perut dan vomitus (Hadi, 2005).

h. Dispepsia akibat Infeksi bakteri Helicobacter pylori

Penemuan bakteri ini dilakukan oleh dua dokter peraih nobel dari

Australia, Barry Marshall dan Robin Warre yang menemukan adanya

bakteri yang bisa hidup dalam lambung manusia. Penemuan ini

mengubah cara pandang ahli dalam mengobati penyakit lambung.

Penemuan ini membuktikan bahwa infeksi yang disebabkan oleh

Helicobacter pyloripada lambung dapat menyebabkan peradangan

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55900/4/Chapter II.pdf · digabungkan dispepsia memiliki arti indigestion atau kesulitan dalam mencerna

mukosa lambung yang disebut gastritis. Proses ini berlanjut sampai

terjadi ulkus atau tukak bahkan dapat menjadi kanker (Rani, 2011).

2. Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau dispepsia non ulkus

(DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsia fungsional tanpa disertai

kelainan atau gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis,

laboratorium, radiologi, dan endoskopi (Mansjoer, 2000). Menurut

Friedman (2010) Beberapa hal yang dianggap menyebabkan dispepsia

fungsional antara lain :

a. Sekresi Asam Lambung

Kasus dengan dispepsia fungsional, umumnya mempunyai tingkat

sekresi asam lambung baik sekresi basal maupun dengan stimulasi

pentagastrin dapat dijumpai kadarnya meninggi, normal atau

hiposekresi.

b. Dismotilitas Gastrointestinal

Dismotilitas Gastrointestinal yaitu perlambatan dari masa

pengosongan lambung dan gangguan motilitas lain. Pada berbagai

studi dilaporkan dispepsia fungsional terjadi perlambatan

pengosongan lambung dan hipomotilitas antrum hingga 50% kasus.

c. Diet dan Faktor Lingkungan

Intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus

dispepsia fungsional. Dengan melihat, mencium bau atau

membayangkan sesuatu makanan saja sudah terbentuk asam lambung

yang banyak mengandung HCL dan pepsin. Hal ini terjadi karena

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55900/4/Chapter II.pdf · digabungkan dispepsia memiliki arti indigestion atau kesulitan dalam mencerna

faktor nervus vagus, dimana ada hubungannya dengan faal saluran

cerna pada proses pencernaan. Nervus vagus tidak hanya merangsang

sel parietal secara langsung tetapi efek dari antral gastrin dan

rangsangan lain sel parietal.

d. Psikologik

Stress akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan

mencetuskan keluhan pada orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan

kontraktilitas lambung yang mendahului keluhan mual setelah

stimulus stress sentral.

2.1.3 Faktor-faktor yang Menyebabkan Dispepsia

Dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit baik yang bersifat

organik dan fungsional. Penyakit yang bersifat organik antara lain karena

terjadinya gangguan di saluran cerna atau di sekitar saluran cerna, seperti

pankreas, kandung empedu dan lain-lain. Sedangkan penyakit yang bersifat

fungsional dapat dipicu karena faktor psikologis dan faktor intoleran terhadap

obat-obatan dan jenis makanan tertentu (Abdullah dan Gunawan, 2012).

Faktor-faktor yang menyebabkan dispepsia adalah :

1. Gangguan pergerakan (motilitas) piloroduodenal dari saluran pencernaan

bagian atas (esofagus, lambung dan usus halus bagian atas).

2. Menelan terlalu banyak udara atau mempunyai kebiasaan makan salah

(mengunyah dengan mulut terbuka atau berbicara).

3. Menelan makanan tanpa dikunyah terlebih dahulu dapat membuat lambung

terasa penuh atau bersendawa terus.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55900/4/Chapter II.pdf · digabungkan dispepsia memiliki arti indigestion atau kesulitan dalam mencerna

4. Mengkonsumsi makanan/minuman yang bisa memicu timbulnya dispepsia,

seperti minuman beralkohol, bersoda (soft drink), kopi. Minuman jenis ini

dapat mengiritasi dan mengikis permukaan lambung.

5. Obat penghilang nyeri seperti Nonsteroid Anti Inflamatory Drugs(NSAID)

misalnya aspirin, Ibuprofen dan Naproven (Rani, 2011).

6. Pola makan

Di pagi hari kebutuhan kalori seseorang cukup banyak sehingga bila tidak

sarapan, lambung akan lebih banyak memproduksi asam. Tuntutan pekerjaan

yang tinggi, padatnya lalu lintas, jarak tempuh rumah dan kantor yang jauh dan

persaingan yang tinggi sering menjadi alasan para profesional untuk menunda

makan (Rani, 2011).

Faktor diet dan sekresi cairan asam lambung merupakan penyebab

timbulnya dispepsia (Djojoningrat, 2009). Penelitian Khotimah pada 74

mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara tentang analisis

faktor-faktor yang mempengaruhi sindrom dispepsia menyatakan bahwa salah

satu faktor yang berhubungan dengan kejadian sindrom dispepsia adalah

keteraturan makan dan jeda antara waktu makan (Khotimah, 2012). Jeda antara

waktu makan merupakan penentu pengisian dan pengosongan lambung. Jeda

waktu makan yang baik yaitu berkisar antara 4-5 jam (Iping, 2004) Fungsi dari

cairan asam lambung adalah untuk mencerna makanan yang masuk ke lambung

dan merubah makanan tersebut menjadi massa kental (khimus), membantu proses

pencernaan makanan yang telah di mulai dari mulut. Cairan asam lambung

merupakan cairan yang bersifat iritatif dan asam (Sherwood, 2011). Suasana yang

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55900/4/Chapter II.pdf · digabungkan dispepsia memiliki arti indigestion atau kesulitan dalam mencerna

sangat asam di dalam lambung dapat membunuh organisme patogen yang tertelan

atau masuk bersama dengan makanan. Namun, bila barier lambung telah rusak,

maka suasana yang sangat asam di lambung akan memperberat iritasi pada

dinding lambung (Herman, 2004). Produksi asam lambung berlangsung terus-

menerus sepanjang hari dan bilamana tidak adanya makanan yang masuk untuk

diproses maka asam lambung tersebut merusak alat pencernaan sehingga terjadi

sindrom dispepsia (Ganong, 2008).

Menurut Haapalahti (2004) dalam Susanti (2011) ditemukan ada pengaruh

pola makan terhadap dispepsia. Pola makan yang tidak teratur mungkin menjadi

predisposisi untuk gejala gastrointestinal yang menghasilkan hormon-hormon

gastrointestinal yang tidak teratur sehingga akan mengakibatkan terganggunya

motilitas gastrointestinal.

2.1.4 Pencegahan

Pencegahan terhadap penyakit dispepsia ini adalah sebagai berikut:

1. Pencegahan Primordial

Merupakan pencegahan pada orang-orang yang belum memilik faktor resiko

dispepsia, dengan cara mengenali dan menghindari keadaan/kebiasaan yang dapat

mencetuskan serangan dispepsia, dan untuk menghindari infeksi helicobacter

pylori dilakukan dengan cara menjaga sanitasi lingkungan agar tetap bersih,

perbaikan gizi, dan dan penyediaan air bersih (Rani, 2011).

2. Pencegahan Primer (Primary Prevention)

Berperan dalam mengolah dan mencegah timbulnya gangguan akibat

dispepsia pada orang yang sudah memiliki faktor resiko dengan cara membatasi

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55900/4/Chapter II.pdf · digabungkan dispepsia memiliki arti indigestion atau kesulitan dalam mencerna

atau menghilangkan kebiasaan-kebiasaan yang tidak sehat seperti, makan tidak

teratur, merokok, mengkonsumsi alkohol, minuman bersoda, makanan berlemak,

pedas, asam, dan menimbulkan gas di lambung. Berat badan perlu dikontrol agar

tetap ideal, karena gangguan pada saluran pencernaan, seperti rasa nyeri di

lambung, kembung, dan konstipasi lebih umum terjadi pada orang yang

mengalami obesitas. Rajin olahraga dan manajemen stres juga dapat menurunkan

resiko terjadinya dispepsia (Redaksi, 2009).

3. Pencegahan Sekunder

a. Diet mempunyai peran yang sangat penting, dasar diet tersebut adalah

makan sedikit berulang kali, makanan harus mudah dicerna, tidak

merangsang peningkatan asam lambung, dan bisa menetralisir asam

HCL.

b. Obat-obatan untuk mengatasi dispepsia adalah antasida, antagonis

reseptor H2, penghambat pompa asam (proton pump inhibitor= PPI),

sitoprotektif, prokinetik, dan kadang dibutuhkan psikoterapi, atau

psikofarma (obat anti depresi atau cemas) untuk penderita yang

berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas, dan depresi

(Redaksi, 2009).

c. Bagi yang berpuasa untuk mencegah kambuhnya sindrom disepsia,

sebaiknya menggunakan obat anti asam lambung yang bisa diberikan saat

sahur dan berbuka untuk mengontrol asam lambung selama berpuasa.

Berbeda dengan dispepsia organik, bila si penderita berpuasa kondisi

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55900/4/Chapter II.pdf · digabungkan dispepsia memiliki arti indigestion atau kesulitan dalam mencerna

asam lambungnya akan semakin parah. Penderita boleh berpuasa setelah

penyebab sakit lambungnya diobati terlebih dahulu (Mansjoer, 2000).

4. Pencegahan Tersier

a. Rehabilitasi mental melalui konseling dengan psikiater, dilakukan bagi

penderita gangguan mental akibat tekanan yang dialami penderita

dispepsia terhadap masalah yang dihadapi.

b. Rehabilitasi sosial dan fisik dilakukan bagi pasien yang sudah lama

dirawat di rumah sakit agar tidak mengalami gangguan ketika kembali ke

masyarakat (Declan, 2001).

2.2 Pola Makan

Pola Makan adalah gambaran mengenai macam, jumlah, dan komposisi

bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh satu orang yang merupakan ciri khas

dari suatu kelompok masyarakat tertentu (Hartono, 2007). Menurut Depkes RI

(2009) Pola Makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan

jenis makanan dengan maksud tertentu seperti mempertahankan kesehatan, status

nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit.

Kebiasaan hidup yang dianjurkan pada dispepsia adalah pola makan yang

normal dan teratur, pilih makanan yang seimbang dengan kebutuhan dan jadwal

makan yang teratur, sebaiknya tidak mengonsumsi makanan yang berkadar asam

tinggi, cabai, alkohol dan pantang rokok, bila minum obat karena sesuatu

penyakit, misalnya sakit kepala, gunakan obat secara wajar dan tidak mengganggu

fungsi lambung (Hartaty, 2012).

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55900/4/Chapter II.pdf · digabungkan dispepsia memiliki arti indigestion atau kesulitan dalam mencerna

2.2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Makan

Pola makan yang terbentuk sangat erat kaitannya dengan kebiasaan makan

seseorang. Secara umum faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola makan

menurut Sediaotama (2004) adalah sebagai berikut :

1. Faktor ekonomi

Variabel ekonomi yang cukup dominan dalam mempengaruhi kosumsi

pangan adalah pendapatan keluarga dan harga. Meningkatnya akan

pendapatan akan meningkatkan peluang untuk membeli pangan dengan

kuantitas dan kualitas yang lebih baik, sebaliknya penurunan pendapatan

akan menyebabkan menurunnya daya beli pangan baik secara kulaitas

maupun kuantitas.

2. Faktor sosio budaya

Kebudayaan suatu masyarakat mempunyai kekuatan yang cukup besar

untuk mempengaruhi seseorang dalam memilih dan mengolah pangan yang

akan dikosumsi. Kebudayaan menuntun orang dalam cara bertingkah laku

dan memenuhi kebutuhan dasar biologinya, termasuk kebutuhan terhadap

pangan.

3. Agama

Pantangan yang didasari agama, khususnya Islam disebut haram dan

individu yang melanggar hukumnya berdosa. Konsep halal dan haram

sangat mempengaruhi pemilihan bahan makanan yang akan dikosumsi.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55900/4/Chapter II.pdf · digabungkan dispepsia memiliki arti indigestion atau kesulitan dalam mencerna

4. Pendidikan

Pendidikan dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan pengetahuan, akan

berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan

gizi.

5. Lingkungan

Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap pembentukan perilaku

makan. Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan keluarga,

sekolah, serta adanya promosi melalui media elektronik maupun cetak.

2.2.2 Pola Makan terdiri dari:

a. Jenis Makanan

Pada umumnya pasien yang menderita dispepsia adalah pengkonsumsi

rokok, minuman alkohol yang berlebihan, minum kopi dalam jumlah banyak dan

makan makanan yang mengandung asam. Pengosongan lambung tergantung pada

jenis makanan. Biasanya berlangsung sekitar 1-4 jam. Makanan yang

mengandung protein, lemak, makanan yang kental (hipertonis), banyaknya udara

dan usus halus yang penuh memerlukan waktu yang lebih lama untuk dicerna

dalam lambung. Lemak tetap berada di dalam lambung selama 3-6 jam. Cairan

lambung yang asam memicu terjadinya pencernaan protein dan lemak (Suratun

dan Lusianah, 2010).

Jenis makanan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu makanan utama dan

makanan selingan. Makanan utama merupakan makanan yang biasa dikonsumsi

seseorang berupa makan pagi, makan siang, dan makan malam yang terdiri dari

makanan pokok, lauk pauk, sayur, buah, dan minuman. Sementara Makanan

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55900/4/Chapter II.pdf · digabungkan dispepsia memiliki arti indigestion atau kesulitan dalam mencerna

selingan adalah makanan ringan atau snack yang biasa dikonsumsi di sela-sela

makan utama.

b. Jadwal makan

Makan tepat waktu dan teratur sangat penting untuk dilakukan dan bahkan

harus dibiasakan, sebab makan tepat waktu dan teratur memberikan manfaat yang

luar biasa bagi tubuh. Sebaliknya makan yang tidak tepat waktu dan tidak teratur

dapat mengakibatkan dampak buruk bagi kesehatan (Tilong, 2014)

Frekuensi makan merupakan seringnya seseorang melakukan kegiatan

makan dalam sehari baik makanan utama maupun makanan selingan, frekuensi

makan dikatakan baik jika frekuensi makan dalam sehari tiga kali makanan utama

atau dua kali makanan utama dengan satu kali makanan selingan. Frekuensi

makan dinilai kurang jika frekuensi makan setiap harinya dua kali makan utama

atau kurang (Hudha, 2006).

c. Jumlah Makanan

Jumlah atau porsi makanan merupakan suatu ukuran atau takaran yang

dikonsumsi pada tiap kali makan. Menurut Sedioetama (2004) jumlah atau porsi

standar bagi remaja antara lain: makanan pokok berupa nasi, roti, dan mie instan.

Jumlah atau porsi makanan pokok antara lain: nasi 100 gram, roti tawar 50 gram,

mie instan untuk ukuran besar 100 gram dan ukuran kecil 60 gram. Lauk pauk

mempunyai dua golongan, golongan lauk hewani dan nabati. Jumlah atau porsi

makanan antara lain: daging 50 gram, telur 50 gram, ikan 50 gram, tempe 50 gram

(2 potong), tahu 100 gram(2 potong). Sayur merupakan bahan makanan yang

berasal dari tumbuh-tumbuhan jumlah atau porsi sayuran dari berbagai jenis

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55900/4/Chapter II.pdf · digabungkan dispepsia memiliki arti indigestion atau kesulitan dalam mencerna

makanan sayuran, anatara lain 100 gram. Jumlah porsi buah ukuran 100 gram,

potongan 75 gram.

2.2.3 Pola makan yang mempengaruhi dispepsia

a. Makan makanan berisiko

Makanan yang berisiko yang dimaksud adalah makanan yang terbukti ada

pengaruhnya terhadap dispepsia yaitu makanan pedas, makanan asam, makanan

bergaram tinggi. Frekuensi makan makanan berisiko berhubungan signifikan

dengan kejadian dispepsia. Semakin sering mengkonsumsi makanan tersebut

semakin berisiko terken adispepsia (Anggita, 2012).

Konsumsi makanan pedas secara berlebihan akan merangsang sistem

pencernaan, terutama lambung dan usus yang berkontraksi. Keadaan ini

menimbulkan rasa panas dan nyeri ulu hati yang disertai mual dan muntah

(Oktaviani, 2011). Bila kebiasaan mengkonsumsi lebih dari satu kali dalam

seminggu selama minimal enam bulan dibiarkan berlangsung lama dapat

menyebabkan iritasi pada lambung yang disebut gastritis. Selain itu, bubuk cabai

atau chilli powder dapat menyebabkan kehilangan sel epitel pada lapisan mukosa

(Berdanier, 2008).

Makanan dengan rasa asin yang berlebihan baik dalam segi rasa maupun

frekuensi terbukti signinifikan dalam kasus pra kanker lambung. Peningkatan

makanan asin dan makanan yang diasap secara berkaitan terbukti signifikan dalam

perkembangan kanker lambung. Mengkonsumsi makanan asin dapat

meningkatkan risiko terinfeksi bakteri H. Pylori yaitu bakteri penyebab gastritis

(Corwin, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55900/4/Chapter II.pdf · digabungkan dispepsia memiliki arti indigestion atau kesulitan dalam mencerna

Makanan yang berminyak dan berlemak juga dapat menimbulkan gejala

dispepsia. Makanan ini berada di lambung lebih lama dari jenis makanan lainnya.

Makanan tersebut lambat dicerna dan menimbulkan tekanan di lambung. Proses

pencernaan ini membuat katup antara lambung dan kerongkongan (Lower

Esophageal Sphincter/LES) melemah sehingga asam lambung dan gas akan naik

ke kerongkongan (Berdanier, 2008).

Makanan asam termasuk makanan yang berisiko penyebab dispepsia.

Makanan asam dapat memperlambat pengosongan lambung. Sebelum masuk

duodenum, kimus yang bersifat asam akan dinetralisir oleh Natrium Bikarbonat

(NaHCO3). Bila proses belum selesai, kimus asam akan berada di dalam

lambung, sehingga akan mengiritasi lapisan mukosa lambung dan menimbulkan

serangan gastritis. Diet rendah serat dianjurkan untuk mengurangi keluhan perut

kembung, tetapi serat yang tidak larut dalam air dapat menyebabkan kembung

tanpa adanya peningkatan jumlah gas. Kembung ini disebabkan oleh

melambatnya aliran gas ke usus kecil akibat serat (Mansjoer, 2000). Diit tinggi

serat dan gas tidak dianjurkan dalam gangguan lambung. Makanan yang

mengandung serat tinggi dan gas seperti daun singkong, kacang panjang, kol,

lobak, sawi, asparagus, jambu biji, nanas, kedondong, durian, nangka (Almatsier,

2004).

b. Minum minuman berisiko

Menurut Yunita (2010), frekuensi minum minuman iritatif seperti kopi,

bersoda (soft drink) dan alkohol berpengaruh signifikan terhadap kejadian

dispepsia. Beberapa jenis minuman atau zat tertentu yang terkandung pada

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55900/4/Chapter II.pdf · digabungkan dispepsia memiliki arti indigestion atau kesulitan dalam mencerna

minuman ternyata memiliki hubungan terhadap kejadian dispepsia. Zat yang

terkandung dalam kopi adalah kafein yang merupakan zat sekret tagogue. Zat ini

merupakan salah satu penyebab antrum mukosa lambung menyekresikan hormon

gastrin. Kafein dapat menstimulasi produksi pepsin yang bersifat asam yang

menyebabkan iritasi dan erosi mukosa lambung. Hormon gastrin yang dikeluarkan

oleh lambung mempunyai efek sekresi getah lambung yang sangat asam dari

fundus lambung (Ganong, 2008). Minuman bersoda merupakan minuman

mengandung gas. Gas yang berlebihan dalam lambung dapat memperberat kerja

lambung. Minuman bersoda atau berkarbonasi akan melenturkan katup LES

(Lower Esophangeal Sphincter) yaitu katup antara lambung dan tenggorokan

sehingga menyebabkan reflux atau berbaliknya asam lambung ke kerongkongan.

Oleh karena itu orang memiliki gangguan pencernaan dianjurkan tidak

mengkonsumsinya. Disamping itu,minuman bersoda juga memiliki pH antara 3-4

yang berarti bersifat asam sehingga akan meningkatkan dampak buruk bagi

lambung (Berdanier, 2008).

Minum susu terlalu banyak tidak dianjurkan bila ada gejala intoleransi

laktosa. Lactose intolerance disebabkan oleh kurangnya enzim lactase yang

dibutuhkan tubuh untuk mencerna laktosa (gula susu). Laktosa yang tidak tercerna

akan bertahan di usus dan mengalami fermentasi sehingga dapat menimbulkan

rasa kembung (Berdanier,2008).

c. Jadwal makan

Menurut Susanti (2011) kejadian dispepsia dipengaruhi oleh keteraturan dan

frekuensi makan. Orang yang memiliki pola makan yang tidak teratur mudah

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55900/4/Chapter II.pdf · digabungkan dispepsia memiliki arti indigestion atau kesulitan dalam mencerna

terserang dispepsia. Frekuensi makan merupakan faktor yang berhubungan

dengan pengisian dan pengosongan lambung. Kasus gastritis (dispepsia) diawali

dengan pola makan yang tidak teratur sehingga asam lambung meningkat,

produksi HCl yang berlebihan dapat menyebabkan gesekan pada dinding lambung

dan usus halus, sehingga timbul nyeri epigastrum. Keadaan ini secara perlahan

menimbulkan perdarahan. Perut yang kosong atau ditunda pengisiannya, asam

lambung akan mencerna lapisan mukosa lambung, berakibat rasa nyeri

(Oktaviani, 2011).

Makan teratur dapat membuat alat pencernaan bekerja secara teratur. Agar

proses pencernaan efisien ia harus bekerja secara wajar dan alamiah, artinya pola

makan harus sesuai dengan siklus pencernaan dan kemampuan fungsi pencernaan.

Adapun siklus pencernaan, yaitu:

a. Siklus pencernaan (12 Siang-8 Malam) merupakan saat yang tepat untuk

mengkonsumsi makanan padat karena siklus pencernaan bekerja lebih

aktif. Setelah pukul 8–9 malam sebaiknya tidak makan makanan padat

karena lambung tidak boleh sesak dengan makanan pada saat tidur.

b. Siklus penyerapan (8 Malam-4 Pagi) pada saat tubuh dan pikiran kita

sedang istirahat total atau tidur, tubuh mulai menyerap atau

mengasimilasi, dan mengedarkan zat makanan. Kurang tidur atau makan

larut malam akan memboroskan energi dan mengganggu aktivitas siklus

ini.

c. Siklus pembuangan (4 Pagi-12 Siang) secara intensif tubuh mulai

melakukan pembuangan sisa-sisa makanan dan sisa-sisa metabolisme.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55900/4/Chapter II.pdf · digabungkan dispepsia memiliki arti indigestion atau kesulitan dalam mencerna

Siklus ini paling banyak memakai energi. Selagi siklus ini berjalan

sebaiknya tidak mengkonsumsi makanan berat atau padat karena

menurunkan intensitas proses pembuangan, memperlambat proses

pencernaan, dan memboroskan energi (Andang, 2001) dalam (Ginting,

2008).

Hasil penelitian oleh Annisa (2009) jeda antara jadwal makan yang lama

dan ketidakteraturan makan berkaitan dengan sindroma dispepsia. Pada penelitian

ini juga ditemukan perbedaan antara pola makan dan pengaruhnya terhadap gejala

gastrointestinal pada remaja putri. Penyebab asam lambung tinggi diantaranya

adalah aktivitas padat sehingga terlambat makan. Secara alami lambung akan

memproduksi asam lambung setiap saat dalam jumlah kecil. Setelah 4-6 jam

sesudah makan kadar glukosa dalam darah telah banyak diserap dan terpakai

sehingga tubuh akan merasakan lapar dan saat itu jumlah asam akan meningkat

(Ganong, 2008).

Pembagian waktu makan yang baik dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Pembagian Waktu Makan

Waktu Jam Makan

Makan pagi 07.00

Snack pagi 10.00

Makan siang 13.00

Snack siang 16.00

Makan malam 19.00

Sumber : Penuntun Diet Tahun 2005

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55900/4/Chapter II.pdf · digabungkan dispepsia memiliki arti indigestion atau kesulitan dalam mencerna

Makan tepat waktu merujuk pada konsep tiga kali makan dalam sehari ialah

sarapan, makan siang, dan makan malam. Dalam memulai makan, janganlah

makan setelah benar-benar lapar. Atur waktu makan seperti sarapan sekitar jam

06.00-08.00, makan siang sekitar jam 12.00-13.00, dan makan malam antara jam

18.00-20.00 (Tilong, 2014).

2.3 Manajemen Diet Penderita Dispepsia

Diit pada penyakit dispepsia diberikan untuk penyakit yang berhubungan

dengan saluran cerna. Gangguan pada saluran cerna umumnya berupa sindrom

dispepsia yaitu kumpulan gejala yang terdiri dari mual, muntah, nyeri epigastrum,

kembung, nafsu makan berkurang dan rasa cepat kenyang.

Tujuan diet adalah untuk memberikan makanan dan cairan secukupnya yang

tidak memberatkan lambung serta mencegah dan menetralkan sekresi asam

lambung yang berlebihan.

Syarat diet penyakit dispepsia (diet lambung) adalah :

a. Mudah cerna, porsi kecil dan sering diberikan

b. Energi dan protein cukup, sesuai kemampuan pasien untuk menerimanya

c. Lemak rendah, yaitu 10-15 % dari kebutuhan energi total yang ditingkatkan

secara bertahap hingga sesuai kebutuhan

d. Rendah serat, terutama serat tidak larut air yang ditingkatkan secara

bertahap

e. Cairan cukup, terutama bila ada muntah

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55900/4/Chapter II.pdf · digabungkan dispepsia memiliki arti indigestion atau kesulitan dalam mencerna

f. Tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam, baik secara

termis, mekanis, maupun kimia (disesuaikan dengan daya terima

perorangan)

g. Laktosa rendah bila ada gejala intoleransi laktosa, umumnya tidak

dianjurkan minum susu terlalu banyak.

h. Makan secara perlahan di lingkungan yang tenang.

i. Pada fase akut dapat diberikan makanan parenteral saja 24-48 jam untuk

memberi istirahat pada lambung (Almatsier, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55900/4/Chapter II.pdf · digabungkan dispepsia memiliki arti indigestion atau kesulitan dalam mencerna

2.4 Kerangka Teori

Penyebab dispepsia cukup beragam dan bergantung pada

klasifikasinya, Pada pasien dengan dispepsia organik atau struktural, ada

tiga penyebab utama dispepsia: penyakit refluks gastroesofageal (dengan

atau tanpa esofagitis), penyakit ulkus peptikum kronis, dan keganasan

(Tepes, 2011). Sedangkan dispepsia yang bersifat fungsional dapat dipicu

karena faktor psikologis, faktor intoleran terhadap obat-obatan dan jenis

makanan tertentu (Abdulah dan Gunawan,2012). Salah satu faktor yang

berperan dalam kejadian dispepsia diantaranya adalah pola makan dan

sekresi asam lambung (Djojoningrat, 2009).

Skema 2.1 Kerangka Teori Penelitian

Pola makan

Faktor psikologi (stres)

Obat-obatan

Penyakit gangguan

pencernaan : gastritis,

ulkus peptikum, stomach

cancer,gastro-esophangeal

reflux disease, hiperacidity

dll

Dispepsia

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55900/4/Chapter II.pdf · digabungkan dispepsia memiliki arti indigestion atau kesulitan dalam mencerna

2.5 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan kerangka konsep dalam

penelitian ini adalah:

Variabel Independent Variabel Dependent

Skema 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan :

Pola makan mahasiswa dapat dilihat dari jadwal makan, dan jenis makanan dan

minuman, hal ini diduga dapat menyebabkan terjadinya sindrom dispepsia.

Kejadian Sindrom Dispepsia

Pola makan :

1. Jadwal makan

2. Jenis makanan dan

minuman

Universitas Sumatera Utara