bab ii tinjauan pustaka 2.1 ergonomi 2.1.1 definisi...
TRANSCRIPT
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ergonomi
2.1.1 Definisi Ergonomi
Ergonomi merupakan suatu cabang ilmu yang mempelajari sifat,
kemampuan dan keterbatasan manusia (Sutalaksana, 2006), dimana secara
hakiki akan berhubungan dengan segala aktivitas manusia yang dilakukan untuk
menunjukkan performansinya yang terbaik. Produk-produk yang dihasilkan oleh
perusahaan, pada dasarnya merupakan perwujudan terhadap pemenuhan
keinginan manusia (customers needs) sebagai konsumen. Keinginan konsumen
tersebut dilahirkan dari keinginan manusia yang secara alamiah akan
memunculkan keinginan dan harapan yang akan selaras dengan konsep
ergonomi.
Seorang Designer, sebagai kepanjangan tangan dari perusahaan manufaktur,
untuk mendesain atau merancang suatu produk yang di ilhami dari keinginan
konsumen (customers needs). Dalam menciptakan suatu desain produk yang
sesuai dengan keinginan konsumen, banyak kendala dan hambatan (constrains)
yang dihadapi, seperti bervariasinya keinginan konsumen, belum tersedianya
teknologi (kalaupun ada masih relatif mahal), persaingan yang ketat antar
11
perusahaan, dan sebagainya. Terlepas dari kendala tersebut, sebagai kunci
keberhasilan yaitu seorang desainer harus menetapkan bahwa konsep ergonomi
harus dijadikan sebagai kerangka dasar dalam pengambangan desain produk,
sedang atribut dan karakteristik lainnya dapat mengikuti sesuai dengan
kemampuan dan keterbatasan yang ada.
Dalam aplikasi ergonomi, secara ideal kita dapat menerapkan “to fit the job
to the man” dalam perancangan sistem kerja begitu juga dalam pengembangan
desain produk (Bidge, 1995 : Kromer, 2001), sehingga desain produk yang
dihasilkan diharapkan akan memenuhi keinginan konsumen dan diharapkan
memiliki nilai tambah, dimana manfaat (tangible & intangible benefits) yang akan
dirasa konsumen memiliki totalitas manfaat yang lebih dibandingkan biaya
korbanan yang harus dikeluarkan. Dengan demikian desain produk tersebut
memiliki superior customer value dibandingkan pesaingnya (Kotler & Amstrong,
2006). Keunggulan bersaing harus diciptakan sejak design produk dan
diwujudkan dengan produk jadi (finished goods) sebagai indikator performasi
nyata (tangible) yang akan dilihat dan dirasakan konsumen. Penilaian konsumen
terhadap produk merupakan perwujudan tingkat performasi dari produk yang
dihasilkan perusahaan (kotler & Keller 2006), apakah konsumen akan merasa
puas (satisfied) jika performasi produk sesuai dengan harapan dari keinginan
konsumen, atau tidak puas (dissatisfied) jika performasi produk dibawah
harapan dari keinginan konsumen, atau sangat puas (delighted) jika performasi
produk melebihi harapannya.
12
Dengan demikian, konsep ergonomi harus dijadikan sebagai kerangka dasar
dalam pengembangan desain produk sehingga diharapkan hasil desain dan
produksinya memiliki nilai tambah yang dapat meningkatkan manfaat (tangible
& intangible benefit) yang akan dirasakan oleh konsumen serta sekaligus dapat
memenuhi harapannya sehingga dapat memberikan kepuasan bagi pemakainya
(Pulat, 1992). Sebagaimana dijelaskan oleh Kotler & Amstrong (2004) bahwa
“Customer satisfaction si a key influence on future buying behavior”, konsumen
akan membuat suatu pilihan yang didasarkan pada presepsinya terhadap nilai
dan kepuasan, dimana kepuasan konsumen merupakan suatu pengaruh kunci
terhadap perilaku pembelian masa depan. Begitu juga yang dijelaskan oleh
Treacy & Wiersema Te la.,1995, yang dikutip dalam Khalifa, 2004, vol. 42 : 646,
bahwa “Customer value is the source of all other value”, nilai pelanggan
(customer value) merupakan Sumber dari seluruh nilai yang lain yang dijadikan
acuan dalam memilih suatu produk. Dan dipertegas lagi oleh Hinggins Te la. ,
1998; yang di kutip dalam Khalifa, 2004, vol. 42 : 645, bahwa “emphasize that
creation of superior customer value is a key element for ensuring companies’
success” , perusahaan yang terus berupaya menciptakan nilai pelanggan yang
tinggi (superior customer value), baik dalam pengembangan design produk
maupun dalam proses pembuatan produk, merupakan elemen kunci untuk
membuat perusahaan tersebut sukses.
13
Untuk memperjelas pemahaman di atas, maka dapat dilihat pada gambar 1
berikut ini :
Gambar 12.1. Peranan Konsep Ergonomi dalam Pengembangan Desain Produk
2.2 Konsep Kualitas dan Dimensi Kualitas
2.2.1 Pengertian Kualitas
Vincent (Susanti, 2006) mendefisikan kualitas sebagai konsistensi
peningkatan perbaikan atau penurunan variasi karakteristik di suatu produk
(barang dan jasa) yang dihasilkan agar memenuhi kebutuhan yang telah
dispesifikasikan guna meningkatkan kepuasan pelanggan internal atau pelanggan
eksternal. Sedang menurut Davis (Yamit, 2001) kualitas merupakan suatu kondisi
14
dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia, proses dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan.
Terdapat dua segi umum tentang kualitas yaitu : kualitas rancangan dan
kualitas kecocokan. Semua barang dan jasa dihasilkan dalam berbagai tingkat
kualitas. Variasi dalam tingkat ini memang disengaja, maka dari itu istilah teknik
yang sesuai adalah kualitas rancangan.
Kualitas kecocokan adalah seberapa baik produk itu sesuai dengan
spesifikasi dan kelonggaran yang disyaratkan oleh rancangan itu (Montgomery,
1990). Kualitas kecocokan dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk pemilihan
proses pembuatan, latihan dan pengawasan angkatan kerja, jenis sistem jaminan
kualitas (pengendalian proses, uji aktivitas pemeriksaan, dan sebagainya) yang
digunakan, seberapa jauh prosedur jaminan kualitas ini di ikuti, motivasi
angkatan kerja untuk mencapai kualitas.
2.2.2 Dimensi Kualitas
Berdasarkan perspektif kualitas, Gavin (Yamit, 2001) mengembangkan
kualitas ke dalam delapan dimensi yang dapat digunakan sebagai dasar
perencanaan strategis terutama bagi perusahaan atau manufaktur yang
menghasilkan barang. Kedelapan dimensi tersebut adalah sebagai berikut :
a. Performance (kinerja), yaitu karakteristik pokok dari suatu produk inti.
15
b. Feature, yaitu karakteristik pelengkap atau tambahan.
c. Reliability (keandalan), yaitu memungkinkan tingkat kegagalan pemakaian.
d. Conformance (kesesuaian), yaitu sejauh mana karakteristik desain dan
operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya.
e. Durability (daya tahan), yaitu berapa lama produk dapat terus digunakan.
f. Serviceability, yaitu meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan,
kemudahan dalam pemelihararaan dan penanganan keluhan yang
memuaskan.
g. Estetika, yaitu menyangkut corak, rasa dan daya tarik produk.
h. Perceived, yaitu menyangkut Citra dan reputasi produk serta tanggung jawab
perusahaan terhadapnya.
2.3 Perancangan dan Pengembangan Produk
2.3.1 Definisi
Desain baru dapat di artikan sebagai pengembangan barang yang pada
pokoknya sama dengan produk yang telah dipasarkan oleh perusahaan tetapi
lebih baik (Polly, 1969). Pengembangan desain dapat ditujukan sebagai suatu
proses berturut-turut didasarkan pada informasi tertentu. Tahap-tahap
pengembangan ini dapat dilakukan melalui penyaringan, analisa, pengembangan
komersialisasi. Desain mungkin sekali merupakan titik tolak produk baru yang
diminta oleh konsumen dan ini terutama berlaku dalam perusahaan. Dalam hal
16
ini mungkin desainnya meliputi gagasan baru, yang harus dikembangakn dan di
terapkan ke dalam produk yang sedang digarap. Rancangan atau desain (Design)
adalah dimensi yang unik, dimensi ini banyak menawarkan aspek emosional
dalam mempengaruhi kepuasan pelanggan. Menurut (Philip Kotler, 2001),
menyatakan bahwa rancangan adalah totalitas fitur yang mempengaruhi
penampilan dan fungsi produk tertentu menurut yang diisyaratkan oleh
pelanggan. Adapun parameter rancangan yang didefinisikan menurut (Philip
Kotler, 2001) adalah sebagai berikut :
a. Gaya (style), menggambarkan penampilan dari suatu produk.
b. Daya Tahan (durability), menggambarkan umur beroperasinya produk dalam
kondisi normal atau berat, merupakan atribut yang berharga untuk produk-
produk tertentu.
c. Kehandalan (reliability), merupakan ukuran probabilitas bahwa produk
tertentu tidak akan rusak atau gagal dalam periode waktu tertentu.
d. Mudah diperbaiki (reparability), ukurankemudahan untuk memperbaiki
produk ketika produk itu rusak.
Desain produk, atau dalam bahasa keilmuan disebut juga Desain Produk
Industri, adalah sebuah bidang keilmuan atau profesi yang menentukan bentuk
dari sebuah produk manufaktur, mengolah bentuk tersebut agar sesuai dengan
pemakainya dan sesuai dengan kemampuan proses produksinya pada industri.
17
Sedang pengembangan produk merupakan serangkaian aktivitas yang
dimulai dari perencanaan kemudian di akhiri dengan tahapan produksi yang
mengacu pada penawaran pasar.
2.3.2 Aspek-aspek Perencanaan dan Pengembangan Produk
Dalam perencanaan produk (Planing of Product) terdapat 3 Aspek yaitu :
1. Aspek Produk
Pada tahap eksploitasi ada 3 pola proses pengenalan dan pengembangan
produk / jasa baru yaitu :
a. Menarik pasar (Need Pull / Market Pull)
Menurut pandangan ini, “anda harus membuat apa yang dapat
dijual”. Produk baru di tentukan oleh pasar berdasarkan kebutuhan
pelanggan. Jenis produk baru ditentukan melalui penelitian pasar dan
umpan balik pelanggan, dengan sedikit perhatian terhadap teknologi.
Need Pull akan menuju pada terbentuknya incremental innovation.
Gambar 22.2. Aliran aktivitas dari Model Need Pull (Ulrich, Eppinger, 2001)
18
b. Mendorong Teknologi (Technology Push)
Pandangan ini menyarankan “Anda harus menjual apa yang dapat
anda buat”. Produk baru diperoleh dari teknologi produksi,
penggunaan teknologi yang canggih dan kemudahan operasi, dengan
sedikit perhatian terhadap pasar. Dengan kata lain suatu produk atau
teknologi baru didorong atau di jual ke pasar (potential customer)
yang tidak meminta atau mengetahui perihal produk atau teknologi
baru tersebut. Technology Push akan menuju kepada radical
innovation.
Gambar 32.3. Aliran Aktivitas dari Model Technology Push (Ulrich, Eppinger, 2001)
c. Antar fungsional (Interfunctional)
Produk baru memerlukan kerja sama diantar pemasaran, operasi,
ketrampilan teknik dan fungsi lainnya sehingga menghasilkan produk
yang memenuhi kebutuhan pelanggan dengan penggunaan teknologi
yang memberikan manfaat terbaik. Untuk kesuksesan inovasi produk
atau jasa baru di perlukan kombinasi dari kedua model pertama yaitu
19
proses technical-linking dan need-linking. Selain itu ada tiga elemen
yang menjadi konsiderans dalam menciptakan peluang bisnis baru
yaitu : Relevant problem, Technology sourcer dan Market demand.
2. Aspek Jumlah Produk
Aspek ini berkaitan dengan berapa jumlah produk yang seharusnya
diproduksi. Untuk menentukan jumlah produk terdapat 2 cara : cara non-
statitik dan cara kuantitatif. Cara non statistik menentukan jumlah produk
yang harus dibuat dan dijual dengan berdasarkan pertimbangan semata.
Ada 3 cara pertimbangan non-statistik, yaitu : Pertimbangan Tenaga
Penjual, Pertimbangan Eksekutif dan Ahli. Cara kuantitatif adalah
menentukan jumlah produksi berdasarkan analisa kuantitatif dengan
menggunakan data-data masa lalu untuk meramalkan jumlah produk
yang ditawarkan atau dijual di pasar pada masa yang akan datang.
3. Aspek Kombinasi Produk
Aspek ini lebih memfokuskan pada beberapa jenis produk yang di
produksi untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan. Setiap proses
pengembangan produk diawali dengan fase perencanaan, Output Fase
perencanaan ini adalah pernyataan misi proyek yang nantinya akan
digunakan sebagai input yang dibutuhkan untuk memulai tahapan
pengembangan konsep. Dalam perencanaan produk, proyek
pengembangan produk dikelompokkan menjadi 4 tipe, yaitu :
20
1. Platform produk baru : Tipe proyek ini adalah melibatkan usaha
pengembangan utama untuk merancang suatu keluarga produk baru
berdasarkan platform yang baru dan umum. Keluarga produk baru
akan memasuki pasar dan produk yang sudah dikenal.
2. Turunan dari platform produk yang sudah ada : Proyek-proyek ini
memperpanjang platform produk supaya lebih baik dalam memasuki
pasar yang telah dikenal dengan satu atau lebih produk baru.
3. Peningkatan perbaikan untuk produk yang telah ada : Proyek-proyek
ini mungkin hanya melibatkan penambahan atau modifikasi beberapa
detail produk-produk yang telah ada dalam rangka menjaga lini
produksi yang ada pesaingnya.
4. Pada dasarnya produk baru : Proyek-proyek ini melibatkan produk
yang sangat berbeda atau teknologi produksi dan mungkin membantu
untuk memasuki pasar yang belum dikenal dan baru. Proyek-proyek
ini umumnya melibatkan lebih banyak resik, yang mana keberhasilan
jangka panjang perusahaan mungkin tergantung dari apa yang
dipelajari melalui proyek-proyek penting ini.
21
2.4 Tahapan dalam Pengembangan Produk
Proses pengembangan produk secara umum terbagi menjadi beberapa fase.
Gambar 42.4. Aliran Aktivitas dari Model Technology Push (Ulrich, Eppinger, 2001)
Proses diawali dengan suatu fase perencanaan, yang berkaitan dengan
kegiatan-kegiatan pengembangan teknologi dan penelitian tingkat lanjut.
Output fase perencanaan adalah pernyataan misi proyek, yang merupakan
input yang dibutuhkan untuk memulai tahap pengembangan konsep dan
merupakan suatu petunjuk untuk tim pengembangan. Penyelesaian dari
proses pengembangan produk adalah peluncuran produk, Diana produk
tersebut kutuk dibeli pasar.
2.4.1 Fase Perencanaan
Kegiatan perencanaan sering dirujuk sebagai “zerofase” karena kegiatan ini
mendahului persetujuan proyek dan proses peluncuran pengembangan produk
aktual. Output fase perencanaan adalah pernyataan misi proyek, yang
merupakan input yang dibutuhkan untuk memulai tahap pengembangan konsep
dan merupakan suatu petunjuk tim pengembangan.
Fase 5
Peluncuran
Produk
Fase 4
Pengujian dan
Perbaikan
Fase 3
Perancangan
Detail
Fase 2
Perancangan
Tingkat Sistem
Fase 1
Pengembangan
Konsep
Fase 0
Perencanaan
22
Langkah-langkah dalam proses perencanaan produk. Pertama,
melipatgandakan peluang-peluang yang diprioritaskan dan sekumpulan proyek-
proyek yang menjanjikan dipilih. Sumber daya dialokasikan dan dijadwalkan.
Kegiatan-kegiatan perencanaan ini berfokus pada portofolio dari peluang dari
proyek-proyek yang potensial dan kadang-kadang disesuaikan dengan
manajemen portofolio, perencanaan produk keseluruhan, perencanaan lini
produk, atau manajemen produk. Segera setelah proyek dipilih dan sumber daya
dialokasikan, suatu pernyataan misi dikembangkan untuk tiap proyek. Formulasi
dari suatu rencana produk dan pengembangan dari pernyataan misi akan
mendahului proses pengembangan produk aktual.
Gambar 52.5. Proses Pengembangan Produk (Ulrich, Eppinger, 2001)
Untuk mengembangkan suatu rencana produk dan pernyataan misi proyek,
Karl T. Ulrich & Steven D. Eppinger mengusulkan lima tahapan proses berikut :
1. Mengidentifikasi peluang.
2. Mengevaluasi dan memprioritaskan proyek.
3. Mengalokasikan sumber daya dan rencana waktu.
4. Melengkapi perencanaan pendahuluan proyek.
5. Merefleksikan kembali hasil dan proses.
Langkah 1 : Mengidentifikasi Peluang-peluang
Identifikasi Peluang
Evaluasi dan
Prioritas
Proyek
Alokasi Sumber
Daya dan Rencana
Waktu
Proses
Pengembangan
Produk
23
Rencana proses dimulai dengan mengidentifikasi peluang-peluang
pengembangan produk. Ide-ide untuk produk baru atau detail produk berasal
dari beberapa sumber, diantaranya:
a. Personal pemasaran dan penjualan.
b. Peneliti dan organisasi pengembangan teknologi.
c. Tim pengembang produk saat ini.
d. Manufaktur dan operasional organisasi.
e. Pelanggan sekarang atau potensial.
f. Pihak ketiga seperti pemasok, pencipta, dan rekan bisnis.
Selain beberapa peluang telah dikumpulkan secara pasif, pendekatan proaktif
juga dapat dilakukan, meliputi:
a. Mencatat kegagalan dan keluhan yang dialami pelanggan dengan produk
yang ada sekarang.
b. Mewawancarai pengguna utama, dengan memfokuskan pada proses inovasi
oleh pengguna-pengguna ini dan modifikasi-modifikasi yang dilakukan oleh
para pengguna terhadap produk yang ada.
c. Mempertimbangkan implikasi terhadap adanya kecenderungan dalam
gaya hidup, demografis, dan teknologi untuk kategori produk yang ada
dan peluang-peluang kategori produk baru.
d. Mengumpulkan usulan pelanggan secara sistematis.
e. Studi para pesaing dengan berdasarkan pada basis sekarang.
24
f. Status teknologi yang muncul dilihat kembali untuk memfasilitasi
perpindahan teknologi yang tepat dari penelitian ke arah pengembangan
produk.
Langkah 2 : Mengevaluasi dan Memprioritaskan Proyek-proyek
Langkah kedua dalam proses perencanaan produk adalah memilih
proyek yang paling menjanjikan untuk diikuti. Empat perspektif dasar yang
berguna dalam mengevaluasi dan memprioritaskan peluang-peluang bagi
produk baru dalam kategori produk yang ada adalah strategi bersaing,
segmentasi pasar, mengikuti perkembangan teknologi, dan platform produk.
Setelah itu, proses mengevaluasi peluang produk baru didiskusikan, dan
menyeimbangkan portfolio proyek.
Langkah 3 : Mengevaluasi Sumber daya dan Merencanakan penentuan Waktu
Perencanaan sumber daya agregat dapat dicapai dengan menggunakan
suatu metode lembar kerja sederhana yang berdasarkan pada perkiraan
permintaan sumber daya. Kapasitas dan utilisasi sumber daya akan diketahui
sehingga dapat diputuskan perencanaan proyek yang mana yang paling
penting untuk dilanjutkan. Sedangkan penentuan waktu proyek
mempertimbangkan faktor- faktor antara lain, penentuan waktu pengenalan
produk, kesiapan teknologi, kesiapan pasar, dan persaingan.
Langkah 4 : Menyelesaikan Perencanaan Proyek
25
Merupakan langkah lanjutan dimana output dari langkah ini adalah suatu
pernyataan Visi dan misi dari produk yang akan dikembangkan.
Langkah 5 : Merefleksikan Hasil dengan Proses
Pada langkah akhir dari perencanaan dan proses strategi, beberapa
pertanyaan diperlukan untuk memperkirakan kualitas proses dan hasil. Beberapa
pertanyaan berhubungan dengan rencana produk, kesiapan sumber daya dan
peluang pasar.
2.4.2 Tahapan Pengembangan Konsep
Pada fase pengembangan konsep, kebutuhan pasar target diidentifikasi,
alternative konsep-konsep produk dibangkitkan dan dievaluasi, dan satu
atau lebih konsep dipilih untuk pengembangan dan percobaan lebih jauh.
Konsep adalah uraian dari bentuk, fungsi, dan tampilan suatu produk dan
biasanya dibarengi dengan sekumpulan spesifikasi, analisis produk-produk
pesaing serta pertimbangan ekonomis proyek.
Menurut (Ulrich, Eppinger, 2001) metode 5 langkah adalah metode untuk
memecahkan sebuah masalah kompleks yang menjadi submasalah menjadi lebih
sederhana. Kemudian dikenalkan konsep penyelesaian untuk submasalah
menggunakan prosedur pencarian eksternal dan internal. Pohon klasifikasi dan
Tabel Kombinasi kemudian digunakan untuk menggali secara sistematis konsep
26
penyelesaian tersebut dan untuk mengintegrasikan penyelesaian submasalah ke
dalam sebuah penyelesaian total.
Gambar 62.6. Lima langkah metode penyusunan konsep (Ulrich, Eppinger. 2001)
A. Spesifikasi produk
Kebutuhan pelanggan pada umumnya diekspresikan dalam ”bahasa
pelanggan”. Untuk menyediakan tuntunan yang spesifik mengenai
bagaimana mendesain dan membuat sebuah produk, tim pengembangan
menetapkan serangkaian spesifikasi. Spesifikasi ini akan menjelaskan
detail-detail mengenai hal-hal yang harus dilakukan agar diperoleh
kesuksesan komersial. Spesifikasi ini juga harus dapat mencerminkan
kebutuhan pelanggan, membedakan produk dari produk-produk pesaing,
dan secara teknik maupun ekonomis dapat direalisasikan.
1. Memperjelas masalah
(Mengerti masalah, Dekomposisi masalah, Focus pada submasalah penting)
2. Pencari Eksternal
(Penggunaan utama, Pakar, Paten, Literatur, Bencmarking)
3. Pencari Internal
(Secara Individu, Secara Kelompok)
4. Menggali secara sistematis
(Pohon Klasifikasi, Tabel Kombinasi)
5. Merefleksikan pada hasil dan proses
(Menyusun Umpan Balik)
Sub masalah
Konsep baru Solusi Terintegrasi
Konsep yang sudah
ada
27
Proses menentukan spesifikasi target terdiri dari 4 langkah yaitu:
1. Menyiapkan daftar metrik, dengan menggunakan matriks kebutuhan.
2. Mengumpulkan informasi mengenai produk pesaing.
3. Menetapkan nilai target ideal dan nilai target marginal yang dapat
diterima untuk setiap matriks.
4. Merefleksikan hasil dan proses.
Proses mengubah kebutuhan pelanggan menjadi sekelompok
spesifikasi dapat juga dilakukan dengan menggunakan metode Quality
Function Deployment (QFD).
B. Pemilihan Konsep
Pemilihan atau seleksi konsep merupakan proses menilai konsep dengan
pertimbangan kebutuhan pelanggan dan kriteria lainnya,
membandingkan kekuatan dan kelemahan konsep dan memilih satu atau
lebih konsep untuk penyelidikan atau pengembangan lebih lanjut. Ada dua
tahapan yang digunakan dalam pemilihan konsep yaitu tahapan pertama
disebut penyaringan konsep dan tahapan kedua disebut penilaian konsep.
Pada penyaringan konsep menggunakan nilai relatif ”lebih baik” (+), ”sama
dengan” (0), atau ”lebih buruk” (-) yang diletakkan di tiap sel matriks
untuk memperlihatkan bagaimana tiap konsep dinilai terhadap konsep
referensi untuk kriteria tertentu. Penilaian konsep digunakan agar
peningkatan jumlah alternatif penyelesaian (resolusi) dapat dibedakan
28
lebih baik di antara konsep yang bersaing. Pada tahap ini diberikan
bobot kepentingan relatif untuk setiap kriteria seleksi dan memfokuskan
pada hasil perbandingan yang lebih baik dengan penekanan pada setiap
kriteria. Pada kasus ini direkomendasikan skala 1 sampai 5, ”sangat buruk”
(1), ”buruk” (2), ”sama” (3), lebih baik” (4), ”sangat baik” (5).
Tabel 12.1. Matriks Penyaringan Konsep. (Ulrich, Eppinger, 2001)
Kriteria Seleksi Konsep
Produk A Produk B Produk C Produk Baru
Atribut Produk
Jumlah (+) Jumlah (0) Jumlah (-)
Nilai Akhir Peringkat Lanjutan ?
Tabel 22.2. Matriks Penilaian Konsep. (Ulrich, Eppinger, 2001)
konsep
Produk A Produk B Produk C Produk D
Kriteria Seleksi
Bobot Ranting Nilai Ranting Nilai Ranting Nilai Ranting Nilai
Atribut Produk
%
Total
Peringkat
Lanjutkan
?
C. Pengujian Konsep
Pengujian konsep mengumpulkan respons langsung terhadap deskripsi
konsep produk dari pelanggan potensial di dalam target pasar. Pengujian
konsep berbeda dengan seleksi konsep dalam hal pengumpulan data
29
secara langsung dari pelanggan dan lebih sedikit mengandalkan penilaian
yang dibuat oleh tim pengembang. Beberapa langkah untuk pengujian
konsep produk, yaitu :
1. Mendefinisikan maksud pengujian konsep.
2. Memilih populasi survei.
3. Memilih format survei.
4. Mengkomunikasikan konsep.
5. Mengukur respons pelanggan.
6. Menginterpretasikan hasil.
7. Merefleksikan hasil dan proses.
2.4.3 Fase Perancangan Tingkatan Sistem
Fase perancangan tingkatan sistem mencakup definisi arsitektur produk
dan uraian produk menjadi subsistem-subsistem serta komponen-komponen.
Gambaran rakitan akhir untuk sistem produksi biasanya didefinisikan selama
fase ini. Output pada fase ini biasanya mencakup tata letak bentuk produk,
spesifikasi secara fungsional dari tiap subsistem produk, serta diagram
aliran proses pendahuluan untuk proses rakitan akhir. Metode untuk
menetapkan arsitektur produk terdiri dari empat tahap:
1. Membuat skema produk.
2. Mengelompokkan elemen-elemen yang terdapat pada skema.
30
3. Membuat rancangan geometris yang masih kasar.
4. Mengidentifikasikan interaksi fundamental dan insidental.
2.4.4 Fase Perancangan Detail
Fase perancangan detail mencakup spesifikasi lengkap dari bentuk,
material, dan toleransi-toleransi dari seluruh komponen unik pada produk dan
identifikasi seluruh komponen standar yang dibeli dari pemasok. Rencana proses
dinyatakan dan peralatan dirancang untuk tiap komponen yang dibuat
dalam sistem produksi. Output dari fase ini adalah pencatatan pengendalian
untuk produk: gambar pada file komputer tentang bentuk tiap komponen dan
peralatan produksinya, spesifikasi komponen-komponen yang dibeli, serta
rencana proses untuk pabrikasi dan perakitan produk.
2.4.5 Fase Pengujian dan Perbaikan
Fase pengujian dan perbaikan melibatkan konstruksi dan evaluasi dari
bermacam-macam versi produksi awal produk. Prototipe awal (alpha) biasanya
dibuat dengan menggunakan komponen-komponen dengan bentuk dan jenis
material pada produksi sesungguhnya, namun tidak memerlukan proses
pabrikasi dengan proses yang sama dengan yang dilakukan pada produksi
sesungguhnya. Prototipe (alpha) diuji untuk menentukan apakah produk akan
bekerja sesuai dengan yang direncanakan dan apakah produk
31
memenuhi kebutuhan kepuasan konsumen utama. Prototipe berikutnya (beta)
biasanya dibuat dengan komponen-komponen yang dibutuhkan pada
produksi namun tidak dirakit dengan menggunakan proses perakitan akhir
seperti pada perakitan sesungguhnya. Prototipe beta dievaluasi secara internal
dan juga diuji oleh konsumen dengan menggunakannya secara langsung.
Sasaran dari prototipe beta biasanya adalah untuk menjawab pertanyaan
mengenai kinerja dan keandalan dalam rangka mengidentifikasi
kebutuhan perubahan-perubahan secara teknik untuk produk akhir. Metode
empat langkah untuk merencanakan sebuah prototipe adalah :
1. Menetapkan tujuan dari prototipe.
2. Menetapkan tingkat perkiraan prototipe.
3. Menggariskan rencana percobaan.
4. Membuat jadwal untuk perolehan, pembuatan dan pengujian.
2.4.6 Fase Peluncuran Produksi
Pada fase produksi awal, produk dibuat dengan menggunakan
sistem produksi yang sesungguhnya. Tujuan dari produksi awal ini adalah untuk
melatih tenaga kerja dalam memecahkan permasalahan yang mungkin
timbul pada proses produksi sesungguhnya. Produk-produk yang dihasilkan
selama produksi awal kadang-kadang disesuaikan dengan keinginan pelanggan
32
dan secara hati- hati dievaluasi untuk mengidentifikasi kekurangan-kekurangan
yang muncul.
2.5 Identifikasi Kebutuhan Pelanggan
Proses identifikasi kebutuhan pelanggan merupakan bagian integral dari
proses pengembangan produk, dan merupakan tahap yang mempunyai
hubungan paling erat dengan proses penurunan konsep, seleksi konsep,
benchmark dengan pesaing (competitive benchmarking), dan menetapkan
spesifikasi produk. Posisi identifikasi pelanggan di dalam aktifitas pengembangan
diperlihatkan pada gambar 6, di mana seluruh aktifitas ini secara kolektif disebut
sebagai fase pengembangan konsep.
Gambar 72.7. Aktifitas identifikasi kebutuhan pelanggan dalam hubungan dengan aktivitas pengembangan konsep. (Ulrich, Eppinger. 2001)
Identifikasi kebutuhan pelanggan sendiri adalah sebuah proses yang
dibagi menjadi lima tahap (Ulrich, Eppinger, 2001). Lima tahap tersebut adalah :
1. Mengumpulkan data mentah dari pelanggan.
Menetapkan
Spesifikasi
Akhir
Identifikasi
Kebutuhan
Menetapkan
spesifikasi
Mendesain
Konsep2
Memilih
Konsep
Produk
Menguji
Konsep
Produk
Rencana
Alur
Pengembangan
Proses Analisa Ekonomi Produk
Benchmark Produk Kompetitor
Membangun model pengujian dan prototipe produk
Pernyataan Misi Rencana
Pengembangan
33
2. Menginterpretasikan data mentah menjadi kebutuhan pelanggan.
3. Mengorganisasikan kebutuhan menjadi beberapa hierarki, yaitu
kebutuhan primer, sekunder dan (jika diperlukan) tertier.
4. Menetapkan derajat kepentingan relative setiap kebutuhan.
5. Menganalisa hasil dan proses.
2.6 Quality Function Deployment (QFD)
Quality Function Deployment (QFD) marupakan suatu metode yang
digunakan untuk menentukan prioritas kebutuhan dan keinginan konsumen
serta mengelompokkannya. QFD dapat digunakan baik pada perusahaan yang
menawarkan produk atau jasa bagi konsumen. Berikut ini beberapa definisi QFD :
a. QFD adalah metode terstuktur yang digunakan dalam proses perencanaan
dan pengembangan produk untuk menetapkan spesifikasi kebutuhan dan
keinginan konsumen serta mengevaluasi secara sistematis kapabilitas satu
produk atau jasa dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen
(Cohen,1995).
b. QFD adalah satu metodologi untuk menterjemahkan kebutuhan dan
keinginan konsumen ke dalam satu rancangan produk yang memiliki
persyaratan teknis dan karakteristik kualitas tertentu (Akao, 1990).
c. QFD adalah sebuah sistem pengembangan produk yang dimulai dari
merancang produk, proses manufaktur, sampai produk tersebut ke tangan
34
konsumen, dimana pengembangan produk berdasarkan keinginan konsumen
(Djati, 2003).
Berdasarkan beberapa definisi diatas, QFD merupakan metode yang
digunakan untuk mengetahui keinginan konsumen dengan mengumpulkan
customer voice dan customer needs. Kedua hal tersebut kemudian di klasifikasi
dan diurutkan berdasarkan prioritas. Proses QFD dapat melibatkan satu atau
lebih matriks. Matriks pertama dalam QFD disebut juga dengan House of Quality
(HoQ). Matriks tersebut terdiri dari beberapa sub-matriks yang bergabung
dengan beberapa cara, masing-masing memiliki informasi yang saling
berhubungan antar satu dengan yang lain.
Gambar 82.8. Matrik House of Quality (Cohen, 1995)
E Tecnical Correlation
C
Technical Response
D
Relation Ship
B
Planing Matrix
F
Technical Matrix
A
Custemer Needs
35
Penggunaan QFD akan sangat membantu dalam proses perancangan produk
untuk memperoleh produk yang kompetitif dengan menciptakan produk yang
sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen. Bukan hanya menciptakan
produk sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen, tapi melibatkan
konsumen sebagai sumber inspirasi dalam perancangan dan perencanaan desain
produk.
QFD bertujuan untuk memenuhi sebanyak mungkin kebutuhan dan keinginan
konsumen, bahkan berusaha melampaui harapan dan keinginan tersebut dengan
merancang dan menciptakan produk baru yang dapat bersaing dengan produk
lain. QFD berguna untuk memastikan bahwa satu perusahaan sebelum
perancangan dilakukan.
2.6.1 Perkembangan dan Manfaat Quality Function Deployment (QFD)
Hal yang menjadi alasan utama perlunya dilakukan riset untuk
mengidentifikasi kebutuhan pelanggan dan pentingnya berkomunikasi dengan
pelanggan baik internal maupun eksternal adalah apakah produk yang akan
diproduksi dapat memenuhi kebutuhan pelanggan. Konsep QFD dikembangkan
untuk menjamin bahwa produk yang memasuki tahap produksi benar-benar
akan memenuhi kebutuhan pelanggan.
QFD dikembangkan pertama kali di Jepang oleh Mitshubishi’s Kobe Shipyard
pada tahun 1972, yang kemudian diadopsi oleh Toyota. Ford Motor Company
36
dan Xerix membawa konsep ini ke Amerika Serikat pada tahun 1986. Sejak saat
itu QFD banyak di terpakan oleh perusahaan-perusahaan Jepang, Amerika
Serikat dan Eropa. Perusahaan-perusahaan besar seperti Procter & Gamble,
General Motors, Digital Equipment Corporation, Hewlett Packard dan AT & T kini
menggunakan konsep ini untuk memperbaiki komunikasi, pengembangan
produk, serta proses dan sistem pengukuran.
QFD berkontribusi dalam meningkatkan keuntungan dengan membantu
perusahaan berkonsentrasi terhadap usaha mereka untuk memenuhi kebutuhan
konsumen, serta sangat efektif dan akurat untuk menterjemahkan keinginan
konsumen serta menjadi desain produk atau jasa yang memiliki karakteristik
yang tepat.
Penggunaan metode QFD dalam perancangan dan pengembangan produk
akan sangat membantu, karena akan meningkatkan nilai kompetitif bagi produk
tersebut dengan produk perusahaan lain. Beberapa manfaat QFD dalam proses
perancangan produk adalah (Dale, 1994 ) :
1. Meningkatkan keandalan produk.
2. Meningkatkan kualitas produk.
3. Meningkatkan kepuasan konsumen.
4. Memperpendek time to market.
5. Mereduksi/mengurangi biaya desain produk.
6. Meningkatkan komunikasi antar perusahaan dan konsumen.
37
7. Meningkatkan produktivitas.
8. Meningkatkan keuntungan perusahaan.
Fokus utama dari QFD adalah melibatkan pelanggan pada proses
pengembangan produk sedini mungkin. Filosofi yang mendasarinya adalah
bahwa pelanggan tidak akan puas dengan satu produk yang telah dihasilkan
dengan sempurna, bila mereka memang tidak menginginkan atau
membutuhkannya. QFD sendiri terdiri atas beberapa aktivitas berikut :
a. Penjabaran keperluan pelanggan (kebutuhan dan kualitas)
b. Penjabaran karakteristik kualitas yang dapat di ukur.
c. Penentuan hubungan antara kebutuhan kualitas dan karakteristik.
d. Penetapan nilai-nilai berdasarkan angka tertentu terhadap masing-masing
karakteristik kualitas.
e. Penyatuan karakteristik kualitas ke dalam produk.
f. Perancangan produksi dan pengendalian kualitas produk.
Penerapan QFD dapat mengurangi waktu desain sebesar 40% dan biaya
desain sebesar 60% secara bersamaan dengan dipertahankan dan
ditingkatkannya kualitas desain. QFD berperan besar dalam meningkatkan kerja
sama interfungsional yang terdiri dari anggota-anggota departemen pemasaran,
riset dan pengembangan, pemanufakturan dan penjualan dalam fokus pada
pengembangan produk. Selain itu ada beberapa manfaat yang dapat di peroleh
dari QFD bagi perusahaan yang berusaha meningkatkan daya saingnya melalui
38
perbaikan dan produktivitasnya secara berkesinambungan. Manfaat-manfaat
tersebut adalah :
1. Fokus pada pelanggan
Organisasi TQM (Total Quality Management) merupakan organisasi berfokus
pada pelanggan. QFD memerlukan pengumpulan masukan dan umpan balik dari
konsumen. Informasi tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam sekumpulan
persyaratan konsumen yang spesifik. Kinerja organisasi dan pesaing dalam
memenuhi persyaratan tersebut dipelajari dengan teliti. Dengan demikian,
organisasi dapat mengetahui sejauh mana organisasi itu sendiri dan pesaingnya
memenuhi kebutuhan.
2. Efisiensi Waktu
QFD dapat mengurangi waktu pengembangan produk karena memfokuskan
pada persyaratan konsumen yang spesifikasi dan telah diidentifikasi dengan
jelas. Oleh karena itu, tidak terjadi pemborosan waktu untuk mengembangkan
ciri-ciri produk yang tidak atau hanya memberi sedikit nilai (value) kepada
konsumen.
3. Orientasi Kerjasama Tim (Teamwork Oriented)
QFD merupakan pendekatan kerja sama tim. Semua keputusan dalam proses
didasarkan pada consensus dan dicapai melalui diskusi mendalam dan
brainstorming oleh karena setiap tindakan yang perlu dilakukan diidentifikasi
39
sebagai bagian dari proses maka setiap individu memahami posisinya yang paling
tepat dalam proses tersebut, sehingga pada gilirannya hal ini mendorong kerja
sama tim yang lebih kokoh.
4. Orientasi pada Dokumentasi
Salah satu produk yang dihasilkan dari proses QFD adalah dokumen
komprehensif mengenai semua data yang berhubungan dengan segala proses
yang ada dan perbandingannya dengan persyaratan pelanggan. Dokumen ini
berubah secara konstan setiap kali ada informasi baru yang di pelajar dari
informasi lama yang dibuang. Informasi yang baru mengenai persyaratan
pelanggan dan proses internal, sangat berguna bila terjadi turnover.
2.7 Tahapan Quality Function Deployment (QFD)
Sebelum merancang QFD, dilakukan terlebih dahulu pelaksanaan tahapan
perencanaan dan persiapan. Tahapan ini dilakukan bertujuan untuk
mempermudah pelaksanaan QFD dengan mengimplementasikan dalam
beberapa kata kunci. Kata kunci yang dimaksud adalah :
a. Menetapkan dukungan yang bersifat organisasi
Dukungan manajemen mengacu pada komitmen dari manajemen level atas
untuk menyediakan dan mengalokasikan sumber-sumber daya yang diperlukan
untuk menyelesaikan aktivitas. Dukungan fungsional mengacu kepada komitmen
40
dari kelompok fungsional untuk berpartisipasi yang berhubungan dengan
aktivitas QFD, meliputi purchasing, manufakturing, quality Assurances, sale dan
Service. Pengembangan proses juga dilakukan meliputi purchasing, training,
marketing dan finance.
Dukungan teknikal QFD mengacu pada ketrampilan yang di butuhkan untuk
mengimplementasikan QFD.
b. Menentukan kemungkinan dan keinginan pelanggan
Berapa keuntungan yang diberikan jika melaksanakan metode QFD antara
lain:
1. Dapat mengerti akan kebutuhan dan keinginan pelanggan.
2. Menghasilkan urutan dari kemampuan produk.
3. Mengembangkan visi tim secara umum dari sebuah produk atau jasa.
4. Mendokumentasikan seluruh keputusan dan asumsi-asumsi selam
implementasi secara ringkas.
5. Meminimasi kemungkinan pengulangan di teman proyek. Keuntungan ini
didapat dari tersedianya informasi terbaru di tengah pengembangan
produk yang dapat ditambahkan dari House of Quality atau matriks QFD
lainnya.
6. Mempercepat perencanaan produk. Walau QFD tampak menghabiskan
waktu, sebagian besar kelompok menemukan bahwa perencanaan
41
produk menjadi lebih cepat, lebih lengkap dan efisien jika menggunakan
struktur House of Quality.
c. Memutuskan siapa pelanggan
1. Pentingnya definisi yang jelas.
Definisi yang jelas digunakan untuk memperkirakan hubungan antara
produk dengan kemampuan pelayanan dan kebutuhan pelanggan, agar
keputusan menjadi berarti.
2. Mengidentifikasi semua pelanggan
Pelaksanaan tahapan ini dengan membuat daftar pelanggan
potensial, hal ini dilakukan saat riset pasar. Alat yang berguna untuk
mengatur daftar pelanggan adalah Affinity Diagram yang digunakan
untuk mengelompokkan Item-item brainstorming.
3. Identifikasi pelanggan
Pelaksanaan QFD pada dasarnya terdiri dari tiga tahapan, Diana
semua kegiatan pada masing-masing tahapan dapat diterapkan seperti
pada sebuah proyek dengan melakukan tahap perencanaan terlebih
dahulu. Ketiga tahapan yang dilalui tersebut adalah (Cohen, 1995) :
a. Pengumpulan Voice of Customer
Pengumpulan voice of customer dilakukan survei yang di tulis sebagai
atribut dari produk atau jasa. Atribut ini biasanya di sebut sebagai
data pelanggan secara kualitatif dan informasi numeric tiap atribut
sebagai data kuantitatif. Data kualitatif secara umum di peroleh dari
42
pembicaraan dan observasi langsung dengan konsumen, sedangkan
data kuantitatif diperoleh dari penarikan suara.
b. Penyusunan House of Quality
Penerapan metode QFD dalam proses perancangan produk atau jasa
diawali dengan pembentukan matriks perencanaan produk atau
sering disebut House of Quality.
c. Analisa dan Implementasi
Tahap ini dilakukan proses memasukkan data yang telah didapat ke
dalam House of Quality yang kemudian dianalisa agar nantinya dapat
diimplementasikan dengan baik.
Sedangkan (Kannan, 2008) membagi sistem QFD menjadi empat
tahapan, yaitu :
1. Tahapan perencanaan produk, juga dikenal sebagai House of
Quality.
2. Tahap perencanaan.
3. Tahapan perencanaan proses dan produksi.
4. Tahapan perencanaan operasi
Setiap tahapan diatas diwujudkan oleh matriks yang terdiri satu sel
input (disebut ‘whats’ dalam HOQ) dan output (disebut sebagai ’how’
dalam HOQ).
43
2.8 Kuesioner
Menurut (Malhotra, 2006), definisi kuesioner adalah pertanyaan formal yang
telah ditentukan untuk mendapatkan informasi dari responden. Ada tiga tujuan
spesifik yaitu menerjemahkan informasi yang dibutuhkan peneliti ke dalam
pertanyaan spesifik yang bisa dan mau dijawab oleh responden. Kedua,
kuesioner harus ditulis untuk meminimalkan permintaan kepada responden. Itu
harus memberikan semangat kepada mereka untuk berpartisipasi dalam
wawancara tanpa ada bias pada responnya. Untuk itu, peneliti harus berusaha
menghilangkan kejenuhan dan kebosanan mereka. Ketiga, kuesioner
harus meminimalkan kesalahan respon. Kesalahan ini bisa muncul dari
responden yang memberikan jawaban yang tidak akurat atau salah menganalisa
jawabannya. (Maholtra, 2006) juga menjelaskan cara untuk membuat kuesioner
yaitu :
1. Tentukan informasi yang dibutuhkan.
Kuesioner harus dibuat dengan target responden dengan
mempertimbangkan tingkat pendidikan dan pengalaman. Bahasa dan
konteks yang digunakan untuk pertanyaan harus mudah dimengerti oleh
responden.
2. Tentukan tipe metode wawancara.
Pertimbangan lain adalah bagaimana data dikumpulkan. Sebagai contoh,
wawancara pribadi menggunakan interaksi tatap muka. Dengan adanya
kesempatan untuk mendapatkan umpan balik dan klarifikasi, kuesioner bisa
44
panjang dan kompleks. Tetapi, jika menggunakan wawancara telepon,
pertanyaan harus pendek dan sederhana.
3. Tentukan isi dari masing-masing pertanyaan.
Peneliti harus menentukan apa yang harus masuk ke dalam pertanyaan.
Sebelum membuat pertanyaan, peneliti harus memikirkan bagaimana dia
menggunakan data tersebut. Pertanyaan yang tidak berhubungan dengan
masalah penelitian harus dihapus. Pada kasus tertentu, dua pertanyaan lebih
baik dari pada satu pertanyaan. Untuk menghindari kebingungan sebaiknya
pertanyaan dipisah.
4. Desain pertanyaan yang membuat responden tidak kesulitan dan
berkebutuhan menjawab.
Responden sering kali diberikan pertanyaan yang belum diinformasikan
sebelumnya. Ketika topik penelitian membutuhkan pengetahuan atau
pengalaman yang spesifik, penyaringan pertanyaan, penggunaan produk dan
pengalaman terdahulu harus ditanyakan sebelum masuk ke dalam topik
penelitian. Penyaringan pertanyaan bisa membantu peneliti untuk
menghindari analisa dari responden yang kurang mendapat
informasi. Walaupun responden bisa menjawab pertanyaan, mungkin ada
rasa untuk tidak ingin menjawab. Penolakan untuk menjawab bisa
merupakan akibat dari berbagai macam kondisi. Responden merasa butuh
usaha yang berlebih atau informasi yang dibutuhkan terlalu sensitif.
5. Tentukan struktur pertanyaan.
45
Pertanyaan ada dua jenis yaitu terstruktur dan tidak terstruktur. Pertanyaan
terstruktur menjelaskan responsnya sebagaimana formatnya. Pertanyaan ini
menawarkan pilihan ganda, dua pilihan saja (ya atau tidak) atau skala.
Pertanyaan tidak terstruktur adalah pertanyaan terbuka dimana
responden menjawabnya dengan kata-kata mereka sendiri.
6. Tentukan bahasa pertanyaan.
Pertanyaan dengan kata yang sulit dimengerti akan membingungkan dan
mengarahkannya ke respons yang salah. Untuk menghindari masalah
tersebut ada lima cara yaitu tentukan topiknya, gunakan bahasa yang
biasa, hindari bahasa ambigu, hindari pertanyaan yang mengarah, dan
gunakan pernyataan positif dan negatif.
7. Atur urutan pertanyaan dengan baik.
Dalam menyusun pertanyaan dengan urutan yang baik peneliti harus
mempertimbangkan pertanyaan pembuka, jenis informasi yang sebelumnya,
pertanyaan yang sulit, efek dari pertanyaan yang mengikutinya. Pertanyaan
harus diatur dengan logis, terorganisir seputar topik.
8. Pilih bentuk dan layout.
Karakteristik fisik dari kuesioner seperti format, spasi dan posisi
bisa memberikan efek yang signifikan terhadap hasil. Membagi kuesioner ke
dalam bagian terpisah berdasarkan topiknya merupakan hal yang baik.
Pertanyaan juga harus diberi nomor agar memudahkan respons.
9. Buat kembali kuesionernya.
46
Kualitas kertas dan proses cetak juga berpengaruh terhadap hasil kuesioner.
Jika kuesioner dibuat dengan kertas yang buruk atau penampilan yang
kusam, responden akan menyimpulkan bahwa proyek tersebut tidak penting
dan ini akan berpengaruh terhadap kualitas respons. Untuk itu, kuesioner
harus menggunakan kertas dengan kualitas baik dan penampilan yang
menarik. Jika terdiri dari banyak halaman sebaiknya dibuat dengan desain
booklet daripada diklip dengan stapler. Pertanyaan sebaiknya tidak pindah
dari halaman yang satu ke berikutnya. Dengan kata lain, peneliti harus
menghindari memecah pertanyaan. Responden akan berpikir bahwa
pertanyaan sudah selesai pada bagian bawah halaman dan menjawab pada
pertanyaan yang tidak lengkap.
10. Lakukan uji coba kuesioner.
Uji coba untuk menguji kuesioner pada sampel yang sedikit sekitar 15-
30 orang untuk mengidentifikasi dan menghilangkan masalah yang akan
timbul. Dengan mempertimbangkan responden, pertanyaan yang
membingungkan, yang melebihi kemampuannya, dan yang tertulis dengan
bahasa yang sulit dimengerti harus dihindari. Peneliti memiliki tanggung
jawab etika untuk membuat kuesioner yang bisa mendapatkan data yang
dibutuhkan tanpa pengaruh dari faktor lain.
Menurut (Sunyoto, 2009), kuesioner dapat dibuat dengan menggunakan
skala Likert. Dalam butir pertanyaan terdapat beberapa alternatif
jawaban yang tersedia dengan skala ordinal atau skala Likert, yaitu
47
menggunakan lima tingkat skala sesuai dengan alternatif jawaban.
Contohnya sangat tidak penting (bobot 1), tidak penting (bobot 2), sedang
(bobot 3), penting (bobot 4), dan sangat penting (bobot 5). Skala Likert
dinyatakan ordinal karena pernyataan sangat penting mempunyai tingkat
yang lebih tinggi dari penting, dan penting lebih tinggi daripada sedang,
dan seterusnya. Setelah data kuesioner didapatkan, maka data tersebut
harus diuji. Pengujian yang pertama adalah uji reliabilitas. Pengertian
reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang
merupakan indikator dari variabel. Butir pertanyaan dikatakan reliable atau
andal apabila jawaban seorang responden terhadap pertanyaan adalah
konsisten. Pengukuran reliabilitas dilakukan dengan dua cara yaitu :
1. Pengukuran ulang.
Dalam waktu yang berbeda, responden diberi butir pertanyaan dan
alternatif jawaban yang sama. Butir pertanyaan dikatakan andal jika
jawabannya sama.
2. Pengukuran sekali saja.
Pengukuran keandalan butir pertanyaan dengan sekali menyebarkan
kuesioner pada responden, kemudian hasil skornya diukur korelasi antar
skor jawaban pada butir pertanyaan yang sama.
Suatu variabel dinyatakan reliabel jika memberikan nilai Alpha Cronbach
lebih besar dari 0,60. Uji reliabilitas dapat menggunakan rumus Alpha
48
Cronba
ch sebagai berikut.
𝑟𝑖 =𝑘
𝑘 − 1 {1 −𝑠𝑖2
𝑠𝑡2}
dimana,
𝑟𝑖= keandalan instrumen
k= jumlah butir instrumen
si = varian butir
st = varian total
Rumus varian butir dan total adalah,
𝑆𝑖2 =Ʃ𝑥𝑡2
𝑛−
[Ʃ(𝑋𝑡)]2
𝑛2
𝑆𝑡2 =𝐽𝐾𝑖2
𝑛−
𝐽𝐾𝑠2
𝑛2
dimana
𝑥 =jumlah total skor responden
𝑛 =jumlah responden
𝐽𝐾𝑖2=jumlah kuadrat seluruh skor butir
𝐽𝐾𝑠2 =jumlah kuadrat seluruh skor responden
Pengujian yang kedua adalah uji validitas. Uji validitas digunakan untuk
mengukur valid atau tidaknya suatu kuesioner. Kuesioner dinyatakan valid
(2.1)
(2.2)
(2.3)
49
jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang
akan diukur oleh kuesioner tersebut.
Jenis-jenis validitas ada beberapa macam yaitu :
1. Validitas konstruk
Obyek penelitian saling mempunyai beberapa komponen sehingga alat
ukur seharusnya mengukur keseluruhan komponen tersebut. Makin tinggi
validitas konstruk berarti makin lengkap komponen atribut penelitian
yang diukur dengan alat pengukur.
2. Validitas isi
Validitas isi adalah suatu alat ukur yang ditentukan dari sejauh mana isi suatu
alat ukur itu mewakili semua aspek yang dianggap sebagai aspek kerangka
konsep.
3. Validitas kriteria
Validitas yang dilihat dengan membandingkan dengan suatu kriteria atau
variabel yang diketahui atau yang dipercaya dapat digunakan untuk
mengukur suatu atribut tertentu.
4. Validitas muka
Validitas ini terbagi menjadi dua yaitu yang berhubungan dengan
pengukuran atribut yang konkret tanpa memerlukan inferensi dan yang
berhubungan dengan penilaian para ahli terhadap suatu alat ukur.
50
Perhitungan uji validasi menggunakan rumusan koefisien korelasi
Products moment berdasarkan standar deviasi berikut.
𝑟 =Ʃ𝑋′𝑌′
𝑛(𝑆𝐷𝑥′)(𝑆𝐷𝑦′)
𝑆𝐷𝑥′ = √Ʃ([𝑋′]𝑖 − 𝑋′)2
𝑛
𝑆𝐷𝑦′ = √Ʃ([𝑌′]𝑖 − 𝑌′)2
𝑛
Dimana,
𝑟 = koefisien korelasi product momen
𝑋′ = selisih antara data X dengan rata-ratanya
𝑌′ = selisih antara data Y dengan rata-ratanya
𝑛 = jumlah data
𝑆𝐷𝑥′ = nilai standar deviasi untuk data X’
𝑆𝐷𝑦′ = nilai standar deviasi untuk data Y’
2.9 Harga Pokok Produksi
2.9.1 Pengertian Biaya
Pengertian biaya menurut beberapa ahli diantaranya, yaitu :
(2.4)
(2.5)
(2.6)
51
a. Biaya adalah jumlah yang dinyatakan dari sumber-sumber (ekonomi) yang
dikorbankan (terjadi dan akan terjadi) untuk mendapatkan sesuatu atau
mencari tujuan tertentu. (Harjanto, 1992)
b. Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi yang di ukur dalam satuan uang
yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu
(Mulyadi, 1993).
c. Biaya adalah harga Perolehan yang digunakan dalam rangka memperoleh
penghasilan (revenue) yang ala dipakai sebagai pengurang penghasilan
(Supriyono, 1999).
Ada 4 unsur pokok dalam definisi biaya tersebut diatas :
1. Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi
2. Diukur dalam satuan uang.
3. Yang telah terjadi atau yang secara potensial akan terjadi.
4. Pengorbanan tersebut untuk tujuan tersebut.
2.9.2 Pengolahan Biaya
Dalam Akuntansi biaya, biaya digolongkan dengan berbagai cara. Umumnya
penggolongan biaya ini ditentukan atas dasar tujuan yang hendak di capai
dengan penggolongan tersebut, karena dalam Akuntansi Biaya dikenal dengan
konsep “Different of Coast for purpose”.
52
Penggolongan biaya menurut perilakunya dalam hubungannya dengan
perubahan volume kegiatan, biaya dapat digolongkan menjadi :
1. Biaya Variabel
Adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan
volume kegiatan, contohnya biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung.
2. Biaya Semi Variabel
Adalah biaya yang berubah tidak sebanding dengan perubahan volume
kegiatan. Biaya semi variabel mengandung unsur biaya tetap dan unsur biaya
variabel.
3. Biaya Semifixed
Adalah biaya tetap untuk tongkat kegiatan tertentu dan berubah dengan
jumlah konstan pada volume produksi tertentu.
4. Biaya Tetap
Adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisaran volume kegiatan
tertentu.
A. Pengertian Biaya Produksi
Biaya produksi adalah merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah
bahan baku menjadi produk jadi yang siap jual.
B. Pengertian Harga Pokok
Pengertian harga pokok menurut beberapa ahli diantaranya adalah :
53
1. Harga pokok adalah pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh
aktiva. (Mulyadi, 1993)
2. Harga pokok adalah sebagai bagian dari harga Perolehan satu aktiva yang
ditunda pembebanannya Diana yang akan datang. (Abdul Halim, 2003).
C. Pengertian Harga Pokok Produksi
Harga pokok produksi adalah merupakan penjumlahan dari tiga unsur biaya
produksi yaitu : bahan baku, upah langsung dan overhead pabrik. (Mas’ud
Machfoedz, 1995).
2.9.3 Metode Penentuan Harga Pokok Produksi
Informasi biaya sangat bermanfaat untuk menentukan harga pokok produksi
yang di hasilkan oleh perusahaan. Ada dua metode pendekatan di dalam
menentukan harga pokok produksi, yaitu :
A. Full Costing
Full Costing adalah metode penentuan harga pokok produksi yang
memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok
produksi, yang terdiri dari : biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung,
dan biaya overhead pabrik yang bersifat variabel maupun tetap (Mulyadi,
1993).
54
Tabel 32.3. Penentuan Harga Pokok Produksi Dengan pendekatan metode Full Costing
Biaya Langsung XXX
Biaya Tenaga Kerja Langsung XXX
Biaya Tenaga Kerja XXX
Biaya OH Pabrik Variabel XXX
Biaya OH Pabrik Tetap XXX +
Harga Pokok Produksi XXX
Biaya Administrasi dan Umum XXX
Biaya Pemasaran XXX +
Harga Pokok Produksi XXX
B. Variabel Costing
Variabel Costing adalah penentuan harga pokok produksi yang hanya
memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variabel ke dalam harga
pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja
langsung, dan biaya overhead pabrik variabel.
Tabel 42.4. Penentuan Harga Pokok Produksi Dengan pendekatan metode Variabel Costing
Biaya Bahan Baku XXX
Biaya Tenaga Kerja Langsung XXX
Biaya Overhead Pabrik Variabel XXX +
Harga Pokok Produksi XXX
Biaya Variabel XXX
Biaya Administrasi dan Umum XXX
55
Biaya Pemasaran Variabel XXX
Biaya Tetap XXX
Biaya Administrasi Umum dan Tetap XXX
Biaya Pemasaran Tetap XXX +
Harga Pokok Produksi XXX
2.9.4 Metode Pengumpulan Biaya Produksi
Pengumpulan biaya produksi ditentukan oleh sifat dari pengolahan produksi.
Pengolahan produksi dapat dilakukan atas dasar pesanan dari langganan atau
proses produksi yang dilakukan oleh perusahaan lain. Oleh karena itu
pengelompokan biaya produksi dapat dikelompokkan menjadi dua metode yaitu:
a. Metode harga Pokok Pesanan
Pada metode harga pokok pesanan, biaya produksi dikumpulkan menurut
pesanan. Metode ini dianggap tepat untuk perusahaan yang menghasilkan
berbagai macam produk yang masing-masing bersifat khas,contohnya
perusahaan percetakan.
Pada metode harga pokok pesanan ini, harga pokok pesanan harus
ditentukan segera pada saat satu pesanan telah di selesaikan dari
produksinya.
b. Metode Harga Pokok Proses
56
Pada metode harga pokok proses biaya produksi dikumpulkan berdasarkan
atas departemen atau pusat-pusat yang di bentuk sesuai dengan tahap-tahap
pengolahan produksinya. Sistem ini dianggap tepat untuk perusahaan-
perusahaan yang menghasilkan produk yang sama dan proses produksinya
berjalan secara kontinyu, contoh pabrik makanan atau pabrik mainan.
2.10 Perancangan produk atau alat
Perancangan adalah suatu proses yang bertujuan untuk menganalisa,
menilai, memperbaiki dan menyusun suatu sistem, baik fisik maupun non fisik
yang optimum untuk waktu yang akan datang degan memanfaatkan
informasi yang ada.
Dalam membuat suatu rancangan produk atau alat, perlu mengetahui
karakteristik perancangan dan perancangnya. Beberapa karakteristik
perancangan adalah sebagai berikut :
1. Berorientasi pada Tujuan
2. Variform
suatu anggapan bahwa terdapat sekumpulan solusi yang mungkin tidak
terbatas, tetapi harus dapat memilih salah satu ide yang akan diambil.
3. Pembatas
Dimana pembatas ini membatasi jumlah solusi pemecahan, antara lain :
1. Hukum Alam: ilmu fisika, ilmu kimia, dan seterusnya
57
2. Ekonomis: pembiayaan atau ongkos dalam menetralisir rancangan
yang telah dibuat.
3. Pertimbangan Manusia: sifat, keterbatasan, dan kemampuan
manusia dalam merancang dan memakainya.
4. Faktor Legalisasi: mulai dari model, bentuk sampai dengan hak cipta
5. Fasilitas Produksi: sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk
menciptakan rancangan yang telah dibuat.
6. Evolutif: berkembang terus/mampu mengikuti perkembangan zaman.
7. Perbandingan Nilai: membandingkan dengan tatanan nilai yang telah ada.
Sedangkan karakteristik perancang merupakan karakteristik yang harus
dipunyai oleh seorang perancang, antara lain :
a. Mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi masalah
b. Memiliki imajinasi untuk meramalkan masalah yang mungkin akan timbul
c. Berdaya cipta
d. Mempunyai kemampuan untuk menyederhanakan persoalan.
e. Mempunyai keahlian dalam bidang rancangan yang dibuat.
f. Dapat mengambil keputusan terbaik berdasarkan analisa dan
prosedur yang benar.
g. Mempunyai sifat yang terbuka terhadap kritik dan saran dari orang lain
Proses perancangan yang merupakan tahapan umum teknik perancangan
dikenal dengan sebutan NIDA (NEED, IDEA, DECISION, dan ACTION). Artinya
58
tahap pertama seorang perancang menetapkan dan mengidentifikasi kebutuhan
(need) sehubungan dengan alat atau produk yang harus dirancang. Kemudian
dilanjutkan dengan pengembangan ide-ide (idea) yang akan melahirkan berbagai
alternatif untuk memenuhi kebutuhan tadi. Dilakukan suatu penilaian dan
analisa terhadap alternatif yang ada, sehingga perancang akan dapat
memutuskan (decision) suatu alternatif yang terbaik. Dan pada kahirnya
dilakukanlah suatu proses pembuatan (action).
Hasil rancangan yang dibuat dituntut dapat memberikan kemudahan dan
kenyamanan bagi si pemakai. Oleh karena itu, rancangan yang akan dibuat harus
memperhatikan faktor manusia sebagai pemakainya. Faktor manusia ini diantara
nya dipelajari dalam ergonomi (anthropometri, biomekanik, fisiologi, dll).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat suatu rancangan
selain faktor manusia, antara lain:
a. Analisa Teknik
Banyak berhubungan dengan ketahanan, kekuatan, kekerasan dan
seterusnya.
b. Analisa Ekonomi
Berhubungan perbandingan biaya yang harus dikeluarkan dan manfaat yang
akan diperoleh.
c. Analisa Legalisasi
59
Berhubungan dengan segi hukum dan tatanan hukum yang berlaku dan dari
hak cipta
d. Analisa Pemasaran
Berhubungan dengan jalur distribusi produk/hasil rancangan sehingga
dapat sampai kepada konsumen.
e. Analisa Nilai
Analisa nilai pertama kali didefinisikan oleh L.D. Miles dari General Electric
(AS, 1940) adalah suatu prosedur untuk mengidentifikasikan ongkos-ongkos
yang tidak ada gunanya (tidak perlu).
Terdapat tiga tipe-tipe perancangan, yaitu :
1. Perancangan untuk pemakaian nilai ekstrim.
Contohnya: data dengan persentil ekstrim minimum 5% dan data ekstrim
maksimum 95%
2. Perancangan pemakaian nilai rata-rata
Contohnya: data dengan persentil 50%
Perancangan untuk pemakaian yang dapat disesuaikan
2.11 Perkembangan penelitian mengenai perancangan produk
Berdasarkan identifikasi kebutuhan pelanggan (Rizani dan Satria, 2013),
maka terdapat primary needs, secondary needs yang kemudian ditetapkan target
spesifikasi (metric) untuk mengakomodasi needs tersebut yang dibuat dalam
60
needs matric, matriks tingkat kepentingan dari masing-masing needs juga
ditanyakan kepada pelanggan. House of Quality (HOQ) kemudian dibuat untuk
melihat hubungan antara needs dan metric.
Tujuan penelitian adalah merancang dan mengembangkan produk yang
ergonomis berdasarkan kebutuhan pelanggan yang telah teridentifikasi.
Terdapat lima dimensi spesifikasi yang umum digunakan untuk menilai kinerja
usaha pengembangan produk, (Ulrich and Eppinger, 1995 (diterjemahkan oleh
Nora A dan Ivelinne A.M., 2001)). Yaitu : Kualitas produk, Biaya produk, Waktu
pengembangan produk, Biaya pengembangan dan Kapabilitas pengembangan.