bab ii tinjauan pustaka 2.1 definisi otonomi...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Otonomi Daerah
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Daerah otonom, selanjutnya
disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah
yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa pemberian otonomi pada
daerah kabupaten dan daerah kota didasarkan pada asas desentralisasi dalam wujud
otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Kewenangan otonomi luas adalah
keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan
semua bidang, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan,
peradilan, moneter dan fiskal, agama. Disamping itu, keleluasaan otonomi mencakup pula
kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraan mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi.
Otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan
pemerintahan di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh, hidup,
dan berkembang di daerah, sedangkan yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung
jawab adalah berupa perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak
dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh
daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa peningkatan pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi,
keadilan dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah
serta antar-daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2.2 Kebijakan Disentralisasi
Penerimaan daerah dalam bentuk pendapatan asli daerah sendiri tidak akan lepas dari
kebijakan pemerintah, yaitu kebijakan desentralisasi atau kebijakan otonomi. Kewenangan
otonomi adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup
semua kewenangan di bidang luar negeri, pertahanan, keamanan, peradilan moneter dan
fiskal, agama serta kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan dengan peraturan
pemerintah (Sutedi, 2008:2).
Desentralisasi dalam pelayanan umum dan pendanaan dipercaya oleh para
penganjurnya akan meningkatkan efisiensi alokasi sumber daya, mendorong akuntabilitas,
mengurangi korupsi dan dapat menutup biaya pelayanan. Menurut Azfar (dalam Sutedi,
2008:4) ada enam faktor yang mempengaruhi kinerja desentralisasi yaitu :
1. Kerangka kerja hukum dan politik,
2. Kebijakan fiskal,
3. Transparansi dalam tindakan pemerintah,
4. Partisipasi warga dalam penyediaan jasa publik,
5. Masyarakat sipil dan struktur sosial,
6. Kapasitas pemerintah daerah.
Dari keenam faktor tersebut, semakin banyak faktor pendukung dalam kebijakan
desentralisasi ini, maka semakin besar pula tujuan desentralisasi dapat tercapai.
Salah satu indikator kesiapan daerah dalam menjalankan otonomi daerah adalah
peningkatan dari penerimaan daerah, karena otonomi telah memberikan keleluasaan dalam
kewenangan, penataan organisasi dan pengelolaan keuangan. Selain itu, penerimaan daerah
secara agregat harus seiring dengan Pertumbuhan Domestik Regional Bruto (PDRB).
2.3 Kebijakan Fiskal
Secara makro ekonomi, pemerintah memiliki dua buah kebijakan dalam rangka
menstabilkan kondisi perekonomian, yaitu kebijakan moneter dan kebijakan fiskal.
Menurut Sukirno (2002:424) Kebijakan fiskal adalah kebijakan pemerintah di dalam
memungut pajak dan membelanjakan pendapatan pajak tersebut untuk membiayai
kegiatan- kegiatannya. Menurut Boediono (2001:132) kebijakan fiskal adalah
kebijaksanaan makro yang dilaksanakan lewat APBN, yang dicerminkan oleh struktur pos -
pos dalam APBN dan bukan hanya oleh nilai total penerimaan dan pengeluarannya. Dari
pengertian- pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kebijakan fiskal adalah kebijakan
yang dilakukan oleh pemerintah terkait anggaran pendapatan dan belanja Negara, yang
tercermin lewat pos – pos di dalamnya, termasuk pajak.
Kebijakan fiskal dapat dilakukan dengan cara Anggaran Defisit (Defisit Budget) /
Kebijakan Fiskal Ekspansif, Anggaran Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal
Kontraktif, Anggaran Berimbang (Balanced Budget).
Tujuan dari kebijakan fiskal adalah untuk mengatur pendapatan dan belanja
pemerintah. Instrumen dari kebijakan fiskal ini adalah penerimaan dan pengeluaran
pemerintah yang erat kaitannya dengan pajak, jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan
berpengaruh pada ekonomi.
Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan
industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Sebaliknya kenaikan pajak akan
menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.
Pendapatan Asli Daerah merupakan salah satu wujud dari kebijakan fiskal tersebut
(desentralisasi fiskal).
2.4 Penerimaan Daerah
Penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah. Dalam pelaksanaan
desentralisasi, penerimaan daerah terdiri atas pendapatan dan pembiayaan. Pendapatan
daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambahan nilai kekayaan
bersih dalam periode tahun bersangkutan, sedangkan pembiayaan daerah adalah semua
penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali,
baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran
berikutnya.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa sumber-sumber pendapatan
daerah adalah:
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Yaitu pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang meliputi :
a. Pajak daerah,
b. Retribusi daerah,
c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan,
d. Lain – lain PAD yang sah.
2. Dana perimbangan
Yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah
untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Dana
perimbangan terdiri dari dua jenis, yaitu dana bagi hasil dan dana transfer. Dana bagi
hasil terdiri dari bagi hasil penerimaan pajak (tax sharing) dan bagi hasil penerimaan
Sumber Daya Alam (SDA). Adapun yang termasuk dalam pembagian hasil
perpajakan adalah Pajak Penghasilan (PPh) perorangan, PBB, dan Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Sedangkan pembagian hasil penerimaan dari
SDA berasal dari kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak
bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas bumi. Dana transfer sebagai
komponen dana perimbangan lainnya, terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan
Dana Alokasi Khusus (DAK).
3. Lain – lain pendapatan
Sedangkan sumber penerimaan daerah yang lainnya, yaitu pembiayaan bersumber
dari:
1. Sisa lebih perhitungan anggaran daerah;
2. Penerimaan pinjaman daerah;
3. Dana cadangan daerah; dan
4. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Menurut Kuncoro (2004:13) ada beberapa faktor yang menyebabkan masih
rendahnya penerimaan daerah dan menggantungkan penerimaan pada subsidi dari
pemerintah, yaitu :
1. Kurang berperannya perusahaan daerah sebagai pendapatan daerah,
2. Tingginya derajat sentralisasi dalam bidang perpajakan,
3. Masih terbatasnya pajak daerah yang bias diandalkan sebagai sumber penerimaan
daerah,
4. Kekhawatiran terjadinya disintegrasi dan separatism,
5. Kelemahan dalam pemberian subsidi dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah.
2.5 Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal
dari sumber ekonomi asli daerah (Halim, 2007). PAD memiliki peranan yang sangat
penting dalam perekonomian daerah. Daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan PAD
yang positif mempunyai kemungkinan untuk memiliki pendapatan per kapita yang lebih
baik (Harianto dan Adi, 2007).
Pendapatan asli Daerah (PAD) merupakan sumber pendapatan daerah yang dapat
dijadikan sebagai salah satu tolok ukur bagi kinerja perekonomian suatu daerah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah, Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang
diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, meliputi:
1. Pajak daerah,
2. Retribusi daerah,
3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan,
4. Lain-lain PAD yang sah.
Khusus pajak dan retribusi daerah, dasar hukum pemungutannya berdasarkan
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sedangkan pelaksanaannya
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan
Peraturan Pemerintah Nomor 66 tentang Retribusi Daerah. Adapun yang dimaksud dengan
bagian laba dari BUMD terdiri dari:
1. Bank pembangunan Daerah (BPD)
2. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
3. Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Sedangkan yang dimaksud dengan lain-lain pendapatan PAD yang sah terdiri dari:
1. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan,
2. Jasa giro,
3. Pendapatan bunga,
4. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing,
5. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau
pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.
2.6 Pajak
Menurut Rochmat dalam Mardiasmo (2008:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas
Negara berdasarkan undang- undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa
timbal balik (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum.
2.6.1 Unsur – unsur Pajak
Menurut Mardiasmo (2008:1) unsur – unsur pajak adalah :
1. Iuaran dari rakyat kepada kas Negara.
Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang
(bukan barang).
2. Berdasarkan undang – undang.
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang- undang serta aturan
pelaksanaannya.
3. Tanpa jasa timbal balik atau kontra prestasi dari negara yang secara langsung
dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya
kontra prestasi individual oleh pemerintah.
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, Yakni pengeluaran-
pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
2.6.2 Fungsi Pajak
Fungsi pajak menurut Mardiasmo (2008:1) adalah :
1. Fungsi budgetary
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran –
pengeluarannya.
2. Fungsi mengatur (regulerend)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang social dan ekonomi.
2.6.3 Jenis Pajak
Menurut Mardiasmo (2008:5) jenis – jenis pajak yang berlaku di Indonesia dapat di
golongkan dalam beberapa jenis, yaitu :
1. Menurut Golongannya
Jenis pajak menurut golongannya yaitu:
a. Pajak Langsung
Yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
b. Pajak tidak Langsung
Yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan
kepada orang lain.
2. Menurut Sifatnya
Jenis pajak menurut sifatnya yaitu:
a. Pajak Subjektif
Yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti
memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
b. Pajak Objektif
Yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan
keadaan diri wajib pajak.
3. Menurut Lembaga Pemungutnya
Jenis pajak menurut lembaga pemungutnya yaitu :
a. Pajak Pusat
Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan dugunakan untuk
membiayai rumah tangga Negara.
b. Pajak Daerah
Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga daerah.
2.6.4 Prinsip Pemungutan Pajak
Menurut Sutedi (2008:35) ada empat prinsip pemungutan pajak, yaitu :
1. Prinsip fiskal,
2. Prinsip administrative,
3. Prinsip ekonomi,
4. Prinsip etika.
2.6.5 Asas Pemungutan pajak
Menurut Mardiasmo (2008:7) asas pemungutan pajak dapat dibedakan menjadi
beberapa jenis yaitu :
1. Asas Domisili (asas tempat tinggal)
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang
bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam
maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk wajib pajak dalam negeri.
2. Asas Sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di
wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.
3. Asas Kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu Negara.
2.7 Pajak Daerah
Dasar hukum pemungutan pajak daerah adalah Undang – undang nomor 28 tahun
2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah.
Menurut Mardiasmo (2008:12) ada beberapa pengertian atau istilah yang terkait
dengan pajak daerah antara lain :
1. Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Pajak Daerah, selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh
orang pribadi atau badan kepada kepala daerah tanpa imbalan langsung yang
seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang- undangan yang
berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah
atau pembangunan daerah.
3. Badan, adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau
Daerah dengan nama atau dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana
pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial
politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan
lainnya.
4. Subjek pajak, adalah pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak daerah.
5. Wajib pajak, adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan
perundang- undangan perpajakan daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran
pajak yang terutang, termasuk pemungut atau pemotong pajak tertentu.
Ciri – ciri pajak daerah menurut Sutedi (2008:58) adalah :
1. Pajak daerah berasal dari pajak negara yang diserahkan kepada daerah sebagai pajak
daerah,
2. Penyerahan dilakukan berdasarkan undang- undang,
3. Pajak daerah dipungut oleh daerah berdasarkan kekuatan undang- undang dan/ atau
peraturan hukum lainnya,
4. Hasil pemungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai urusan rumah tangga
daerah, atau untuk membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik.
Berdasarkan Undang – Undang Republik Indonesia nomor 28 tahun 2009 jenis pajak
daerah dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :
1. Pajak Provinsi, terdiri dari :
a. Pajak kendaraan bermotor,
b. Bea balik nama kendaraan bermotor,
c. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor,
d. Pajak air permukaan,
e. Pajak rokok.
2. Pajak Kabupaten / kota, terdiri dari :
a. Pajak hotel,
b. Pejak restoran,
c. Pajak hiburan,
d. Pajak reklame,
e. Pajak penerangan jalan,
f. Pajak mineral bukan logam dan batuan,
g. Pajak parkir,
h. Pajak air tanah,
i. Pajak sarang burung walet,
j. PBB perdesaan dan perkotaan,
k. BPHTB (Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan).
Tarif jenis pajak Menurut Undang – undang Repulik Indonesia nomor 28 tahun 2009
yang telah ditetapkan paling tinggi adalah sebesar :
1. Pajak kendaraan bermotor sebesar 10 %,
2. Bea balik nama kendaraan bermotor 20 %,
3. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor 10 %,
4. Pajak air permukaan 10 %,
5. Pajak rokok 10 %,
6. Pajak hotel sebesar 10 %,
7. Pejak restoran sebesar 10 %,
8. Pajak hiburan sebesar 35 %,
9. Pajak reklame sebesar 25 %,
10. Pajak penerangan jalan sebesar 10 %,
11. Pajak mineral bukan logam dan batuan 25 %,
12. Pajak parkir 30 %,
13. Pajak air tanah 20 %,
14. Pajak sarang burung walet 10 %,
15. PBB perdesaan dan perkotaan 0,3 %,
16. BPHTB 5 %.
2.8 Retribusi Daerah
Dasar hukum pemungutan pajak daerah adalah Undang – undang nomor 28 tahun
2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah.
Menurut Mardiasmo (2008:14) Ada beberapa pengertian istilah yang terkait dengan
retribusi daerah anatar lain :
1. Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut retribusi, adalah pungutan daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/ atau
diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
2. Jasa, adalah kegiatan pemerintah daerah berupa usaha dan pelayanan yang
menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh
orang pribadi atau badan.
3. Jasa umum, adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk
tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi
atau badan.
4. Jasa usaha, adalah jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut
prinsip – prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor
swasta.
5. Perizinan tertentu, adalah kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka
pemberian izin kepada orang lain pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk
pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan
ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu
guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
Ciri – ciri retribusi menurut Sutedi (2008:84) adalah sebagai berikut :
1. Retribusi dipungut oleh pemerintah daerah,
2. Dalam pemungutan retribusi terdapat prestasi yang diberikan pemerintah daerah yang
langsung dapat ditunjuk,
3. Retribusi dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkan jasa yang disediakan
pemerintah daerah.
Jenis retribusi daerah menurut Mardiasmo (2008:15) dan Undang – undang nomor 28
tahun 2009 adalah sebagai berikut :
1. Retribusi Jasa Umum
Retribusi jasa umum ditetapkan dengan peraturan pemerintah dengan kriteria sebagai
berikut :
a. Retribusi jasa umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa usaha
atau retribusi perizinan tertentu,
b. Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi,
c. Jasa tersebut memeberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang
diharuskan membayar retribusi, di samping untuk melayani kepentingan dan
kemanfaatan umum,
d. Jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi,
e. Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai
penyelenggaraannya,
f. Rertibusi dapat dipanggul secara efektif dan efisien, serta merupakan salah satu
sumber pendapatan daerah yang potensial,
g. Pemungutan retibusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat dan
atau kualitas pelayanan yang lebih baik.
Jenis – jenis retribusi jasa umum adalah :
a. Retribusi pelayanan kesehatan,
b. Retribusi pelayanan persampahan / kebersihan,
c. Retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akte catatan sipil,
d. Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat,
e. Retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum,
f. Retribusi pelayanan pasar,
g. Retribusi pengujian kendaraan bermotor,
h. Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran,
i. Retribusi penggantian biaya cetak peta,
j. Retribusi pengujian kapal perikanan.
2. Retribusi Jasa Usaha
Retribusi jasa usaha ditetapkan dengan peraturan pemerintah dengan kriteria sebagai
berikut :
a. Retribusi jasa usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa umum
atau retribusi perizinan tertentu,
b. Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang seyogyanya
disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang
dimiliki / dikuasai daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh pemerintah
daerah.
Jenis – jenis retribusi jasa usaha adalah :
a. Retribusi pemakaian kekayaan daerah,
b. Retribusi pasar grosir dan / atau pertokoan,
c. Retribusi tempat pelelangan,
d. Retribusi terminal,
e. Retribusi tempat khusus parkir,
f. Retribusi tempat penginapan / pesanggrahaan / villa,
g. Retribusi penyedotan kaskus,
h. Retribusi rumah potong hewan,
i. Retribusi pelayanan pelabuhan kapal,
j. Retribusi tempat rekreasi dan olah raga,
k. Retribusi penyebrangan di atas air,
l. Retribusi pengolahan limbah cair,
m. Retribusi penjualan produksi daerah.
3. Retribusi Perizinan Tertentu
Retribusi perizinan tertentu ditetapkan dengan peraturan pemerintah dengan kriteria
sebagai berikut :
a. Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintah yang diserahkan kepada
daerah dalam rangka asas desentralisasi,
b. Perizinan tersebut benar – benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum,
c. Biaya jyang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dari biaya
untuk mengulangi dampak negative dari perizinan tersebut cukup besar sehingga
layak dibiayai dari retribusi perizinan.
Jenis – jenis retribusi jasa usaha adalah :
a. Retribusi izin mendirikan bangunan,
b. Retribusi tempat penjualan minuman beralkohol,
c. Retribusi izin gangguan,
d. Retribusi izin trayek.
Objek retribusi daerah terdiri dari :
1. Jasa umum, yaitu berupa pelayanan yang disediakan atau diberikan pemerintah
daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh
orang pribadi atau badan,
2. Jasa usaha, yaitu berupa pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan
menganut prinsip komersial,
3. Perijinan tertentu, yaitu kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian
ijin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan,
pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang,
penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna
melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
Subjek retribusi daerah antara lain sebagai berikut :
1. Jasa umum, adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan atau menikmati
pelayanan jasa umum yang bersangkutan,
2. Jasa usaha, adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan atau menikmati
pelayanan jasa usaha yang bersangkutan,
3. Perijinan tertentu, adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh ijin tertentu dari
pemerintah daerah.
2.9 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 24 Tahun 2005, perusahaan daerah
adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah.
Dalam usaha menggali sumber pendapatan daerah dapat dilakukan dengan berbagai cara,
selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Salah satu
sumber pendapatan asli daerah yang sangat penting dan perlu mendapat perhatian khusus
adalah perusahaan daerah.
1. Perusahaan Daerah adalah kesatuan produksi yang bersifat :
a) Memberi Jasa
b) Menyelenggarakan pemanfaatan umum
c) Memupuk pendapatan
2. Tujuan peruasahaan daerah untuk turut serta melaksanakan pembangunan daerah
khususnya dan pembangunan kebutuhan rakyat dengan mengutamakan Industrialisasi
dan ketentraman serta ketenangan kerja menuju masyarakat yang adil dan makmur.
3. Perusahaan daerah bergerak dalam lapangan yang sesuai dengan urusan rumah
tangganya menurut perundang-undangan yang mengatur pokok-pokok pemerintahan
daerah.
4. Cabang-cabang produksi yang penting bagi daerah dan menguasai hajat hidup orang
banyak di daerah, yang modal untuk seluruhnya merupakan kekayaan daerah yang
dipisahkan.
Jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah (dari perusahaan daerah) yang dipisahkan
dirinci menurut obyek pendapatan mencakup :
1. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah /BUMD.
2. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/BUMN.
3. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha
masyarakat.
2.10 Penelitian Terdahulu
Penelitian Jati, Ahmad (2003) tentang peranan pajak daerah dan retribusi daerah
terhadap pendapatan asli daerah (PAD) (studi pada daerah tingkat II di Jawa Timur) dapat
diketahui bahwa peranan pajak dan retribusi terhadap PAD di kabupeten atau kota di Jawa
Timur pada tahun 1998-2002 cukup dominan dengan rata- rata presentase di atas 60% dan
peranan kontribusi tersebut tidak berbeda signifikan antara kelima wilayah di wilayah Jawa
Timur (yang mempunyai karakteristik geografi, topografi, ekonomi, dan sosial yang
berbeda) sama- sama mengandalkan pajak dan retribusi sebagai sumber utama penerimaan
PAD.
Penelitian Riduansyah (2003) tentang kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah
terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) guna mendukung pelaksanaan otonomi daerah (studi kasus daerah pemerintah
kota Bogor) memberikan hasil bahwa kontribusi pajak daerah terhadap APBD rata- rata per
tahun pada tahun 1993/1994-2000 adalah sebesar 7,07%-8,79%. Kontribusi retribusi
daerah terhadap APBD rata- rata per tahun adalah sebesar 8,36%-23,05%.
Diza (2009) melakukan penelitian tentang kontribusi pajak daerah dan retribusi
daerah terhadap pendapatan asli daerah di Propinsi Sumatera Utara. Penelitian tersebut
memperoleh bukti bahwa pajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh terhadap
pendapatan asli daerah.
Helvianti (2009) melakukan penelitian tentang kontribusi penerimaan pajak reklame
dan penerangan jalan terhadap pendapatan asli daerah pada pemerintahan Kabupaten
Rokhan Hilir Riau. Hasil penelitian ini menyimpulkan pajak reklame dan pajak penerangan
jalan berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah.
Ruswandi (2009) melakukan penelitian tentang analisis pengaruh pajak daerah
terhadap pendapatan asli daerah di Kabupaten Sumedang. Hasil penelitian ini Pajak daerah
berpengaruh signifikan secara positif terhadap nilai PAD (Pendapatan Asli Daerah) di
Kabupaten Sumedang dengan elastisitas sebesar 0,193, yang berarti bahwa jika pajak
daerah meningkat sebesar satu persen, maka nilai total penerimaan PAD akan meningkat
sebesar 0,193 persen.
Tarigan (2007) melakukan penelitian tentang pengaruh otonomi daerah terhadap
pendapatan asli daerah (PAD) dan sektor-sektor berpotensi yang dapat dikembangkan di
pemerintah kota Medan. Penelitian ini menemukan bukti bahwa pajak daerah, retribusi
daerah, laba BUMD, lain-lain pendapatan dan otonomi daerah berpengaruh terhadap
pendapatan asli daerah baik secara simultan maupun parsial.
2.11 Kerangka Pemikiran
Penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke dalam kas daerah. Penerimaan
daerah dalam rangka desentralisasi terdiri atas pendapatan dan pembiayaan. Pendapatan
daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih
dalam periode yang bersangkutan.
Sumber pendapatan daerah menurut Undang-Undang No. 33 tahun 2004 adalah :
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), terdiri dari:
• Hasil pajak daerah,
• Hasil retribusi daerah,
• Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan,
• Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
2. Dana perimbangan,
3. Pendapatan daerah yang sah.
Beberapa sumber keuangan daerah yang dapat dikelola oleh daerah adalah pajak
daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan keuangan daerah yang dipisahkan. Pajak
daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
merupakan komponen pendapatan asli daerah yang diharapkan mampu memberikan
kontribusi terbesar diantara komponen - komponen pendapatan asli daerah (PAD) yang lain
karena merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
otonomi daerah. Pemungutan pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan diatur dan diawasi oleh pemerintah daerah berdasarkan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah.
Menurut Diza (2009), pajak daerah dan retribusi daerah memiliki pengaruh
terhadap pendapatan asli daerah (PAD), dan menurut Riduansyah (2003) bahwa kontribusi
pajak daerah dan retibusi daerah juga memiliki pengaruh terhadap pendapatan asli daerah
(PAD) dan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
Apabila pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan rendah, maka dapat dikatakan bahwa tingkat partisipasi masyarakat juga rendah
dan pemerintah daerah juga harus memperbaiki kinerja agar pengelolaan sumber daya atau
aset daerah dapat dimanfaatkan secara optimal.
Dari keterangan diatas dapat dibuat kerangka pemikiran sebagai berikut :
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
2.12 Hipotesis
H1 : Pajak daerah, retribusi daerah dan kekayaan daerah yang dipisahkan secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap pendapatan asli daerah.
H2 : Pajak daerah secara parsial berpengaruh signifikan terhadap pendapatan asli daerah.
H3 : Retribusi daerah secara parsial berpengaruh signifikan terhadap pendapatan asli
daerah.
H4 : Kekayaan daerah yang dipisahkan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
pendapatan asli daerah.
H3
H
H1
Pendapatan Asli Daerah
Pajak Daerah
Retribusi Daerah
Hasil Pengelolaan Kekayaan daerah yang dipisahkan
H4