bab ii tinjauan pustaka 2.1. dasar teori 2.1.1. ergonomieprints.umm.ac.id/43894/3/bab ii.pdf ·...

17
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Teori 2.1.1. Ergonomi Istilah ergonomi berasal dari bahasa Latin, yaitu Ergon (kerja) dan Nomos (hukum alam), jadi ergonomi dapat diartikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain/perancangan untuk mendapatkan suasana kerja yang sesuai dengan manusianya (Nurmianto, 2003). Sutalaksana et al. (2006) menyebutkan ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenal sifat, kemampuan, dan keterbatasan manusia dalam merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu, dengan efektif, aman, sehat, nyaman, dan efisien. Tidak hanya dalam hubungannya dengan alat, ergonomi juga mencakup pengkajian interaksi antara manusia dengan unsur-unsur sistem kerja lain, yaitu bahan dan lingkungan, bahkan juga metode dan organisasi. Ergonomi disebut juga sebagai “Human Factors”. Pembahasan tentang ergonomi membutuhkan studi tentang sistem manusia, di mana manusia, fasilitas kerja, dan lingkungan saling berinteraksi dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya. Penerapan ergonomi umumnya meliputi aktivitas rancang bangun (design) maupun rancang ulang (re-design). Hal ini dapat mencakup perangkat keras seperti perkakas kerja (tools), bangku kerja (benches), platform, kursi, pegangan alat kerja (workholders), sistem pengendali (controls), alat peraga (displays), jalan/lorong (acces ways), pintu (doors), jendela (windows), dan lain-lain. Ergonomi dapat berperan pula sebagai desain pekerjaan pada suatu organisasi, desain perangkat lunak, meningkatkan factor keselamatan dan kesehatan kerja, serta desain dan evaluasi produk (Nurmianto, 2003).

Upload: others

Post on 06-Nov-2019

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Teori 2.1.1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43894/3/BAB II.pdf · risiko musculoskeletal pada berbagai macam tugas 2. Membagi tubuh kedalam bagian-bagian

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dasar Teori

2.1.1. Ergonomi

Istilah ergonomi berasal dari bahasa Latin, yaitu Ergon (kerja) dan Nomos

(hukum alam), jadi ergonomi dapat diartikan sebagai studi tentang aspek-aspek

manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi,

psikologi, engineering, manajemen dan desain/perancangan untuk mendapatkan

suasana kerja yang sesuai dengan manusianya (Nurmianto, 2003). Sutalaksana et

al. (2006) menyebutkan ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang sistematis untuk

memanfaatkan informasi-informasi mengenal sifat, kemampuan, dan keterbatasan

manusia dalam merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan

bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan

melalui pekerjaan itu, dengan efektif, aman, sehat, nyaman, dan efisien. Tidak

hanya dalam hubungannya dengan alat, ergonomi juga mencakup pengkajian

interaksi antara manusia dengan unsur-unsur sistem kerja lain, yaitu bahan dan

lingkungan, bahkan juga metode dan organisasi. Ergonomi disebut juga sebagai

“Human Factors”.

Pembahasan tentang ergonomi membutuhkan studi tentang sistem manusia,

di mana manusia, fasilitas kerja, dan lingkungan saling berinteraksi dengan tujuan

utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya. Penerapan

ergonomi umumnya meliputi aktivitas rancang bangun (design) maupun rancang

ulang (re-design). Hal ini dapat mencakup perangkat keras seperti perkakas kerja

(tools), bangku kerja (benches), platform, kursi, pegangan alat kerja

(workholders), sistem pengendali (controls), alat peraga (displays), jalan/lorong

(acces ways), pintu (doors), jendela (windows), dan lain-lain. Ergonomi dapat

berperan pula sebagai desain pekerjaan pada suatu organisasi, desain perangkat

lunak, meningkatkan factor keselamatan dan kesehatan kerja, serta desain dan

evaluasi produk (Nurmianto, 2003).

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Teori 2.1.1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43894/3/BAB II.pdf · risiko musculoskeletal pada berbagai macam tugas 2. Membagi tubuh kedalam bagian-bagian

5

Fokus ergonomi adalah pada biomekanik, kinesiologi, fisiologi kerja, dan

antropometri. Biomekanik adalah mekanisme sistem biologi, khususnya pada

tubuh manusia. Pendekatan biomekanik pada desain tempat kerja yang utama

mempertimbangkan kemampuan pekerja, tuntutan tugas, dan peralatan yang

terintegrasi. Kinesiologi merupakan ilmu yang mempelajari pergerakan manusia

dalam fungsi anatomi. Prinsip kinesiologi harus digunakan pada desain tempat

kerja untuk mencegah pergerakan yang tidak sesuai. Fisiologi kerja

menggambarkan reaksi fisiologi pekerja terhadap tuntutan pekerjanya dan

memeliharanya pada batasan yang aman. Antropometri berfokus pada dimensi

tempat kerja, peralatan, dan material. Data antoprometri terdiri dari dimensi

tubuh, jangkauan pergerakan lengan/tangan dan kaki, dan kemampuan kekuatan

otot (Pulat, 1992).

Secara umum tujuan dari penerapan ilmu ergonomi menurut Tarwaka

(2004),

sebagai berikut:

a. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan

cidera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental,

mengupayakan promosi dan kepuasan kerja

b. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial,

mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan

jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak

produktif

c. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek, yaitu aspek teknis,

ekonomis, antropologis, dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan

sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi. Sudut pandang

ergonomi dalam melihat antara tuntutan tugas dengan kapasitas kerja harus

selalu dalam garis keseimbangan sehingga dicapai performa kerja yang tinggi.

Tuntutan tugas pekerjaan tidak boleh terlalu rendah (underload) dan juga tidak

boleh terlalu berlebihan (overload) karena keduanya akan menyebabkan stress

(Tarwaka, 2004).

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Teori 2.1.1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43894/3/BAB II.pdf · risiko musculoskeletal pada berbagai macam tugas 2. Membagi tubuh kedalam bagian-bagian

6

2.1.2. Muskuloskeletal Disorders

Muskuloskeletal disorders (MSDs) atau keluhan muskuloskeletal adalah

serangkaian sakit pada otot, tendon, dan saraf. Aktivitas dengan tingkat

pengulangan tinggi dapat menyebabkan kelelahan pada otot, merusak jaringan

hingga kesakitan dan ketidaknyamanan. Ini bisa terjadi walaupun tingkat gaya

yang dikeluarkan ringan dan postur kerja memuaskan (OHSCO, 2007). Berikut ini

adalah jenis MSDs yang dapat diakibatkan oleh postur yang janggal atau tidak

alami, yaitu:

a. Low Back Pain, yaitu rasa sakit akut dan kronis dari tulang belakang pada

daerah lumbosacral, pantat, dan kaki bagian atas yang biasanya terjadi karena

penipisan intervertebral disk atau berkurangnya cairan pada disk. Biasanya

terjadi pada pekerja yang suka mengangkat (Bridger, 2003)

b. Carpal Tunnel Syndrome, yaitu tendon pada carpal tunnel membengkak

karena penggunaan yang cepat dan berulang pada jari dan tangan.

Menyebabkan nyeri, rasa terbakar, dan kemampuan menggenggam menurun.

Biasanya terjadi pada typist (Humantech, 1989,1995)

c. Buristis, yaitu rongga yang berisi cairan pelumas sendi membengkak dan

inflamasi sehingga menyebabkan nyeri dan keterbatasan gerak (Bridger, 2003)

d. Epicondylitis, yaitu inflamasi pada otot dan jaringan penghubung yang berada

di sekitar siku karena adanya rotasi dan putaran yang terlalu sering. Biasanya

sering terjadi pada petenis (Bridger, 2003)

e. Sprain dan strains terjadi saat ligamen atau otot terlalu tertekan karena adanya

postur yang memberi beban terhadap tubuh (Bridger, 2003)

f. Ganglion Cyst, yaitu benjolan di bawah kulit yang disebabkan karena

akumulasi cairan pada lapisan tendon. Ini biasanya ditemukan pada tangan

dan pergelangan tangan (Humantech, 1995)

g. Tendinitis, yaitu inflamasi pada tendon biasanya terjadi pada tangan dan

pergelangan tangan karena pekerjaan menggunakan postur yang tidak biasa

secara terus menerus (Bridger, 2003)

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Teori 2.1.1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43894/3/BAB II.pdf · risiko musculoskeletal pada berbagai macam tugas 2. Membagi tubuh kedalam bagian-bagian

7

h. Tenosynovitis, terjadi karena adanya inflamasi tendon dan pelapisanya dengan

pembengkakan pada pergelangan tangan aktivitas yang berlebihan pada

tendon yang disebabkan oleh beban dan pergerakan yang berulang (Pulat,

1997)

i. Trigger Finger, yaitu keadaan kaku dan gemetar pada jari karena gerakan

berulang dan penggunaan yang berlebihan dari jari, ibu jari atau pergelangan

tangan yang terus menerus (Bridger, 2003)

2.1.3. Manual Material Handling

U.S Department of Labor mendefinisikan Manual Material Handling

(MMH) sebagai kegiatan meraih, memegang, menggenggam, memutar, atau

pekerjaan lainnya yang menggunakan tangan, selain itu National Institute of

Occupational Safety and Health mendefinisikannya sebagai suatu aktivitas

dengan menggunakan pergerakan tangan pekerja untuk mengangkat, mengisi,

mengosongkan, meletakkan atau membawa (NIOSH, 2007). OSHA (1997)

menyebutkan bahwa MMH meliputi semua pekerjaan memindahkan material

menggunakan tangan dengan cara mengangkat, menurunkan, membawa,

mendorong, menarik, menggeser, ataupun menyusun material. Dalam OH & S

(2003) dikatakan bahwa MMH tidak hanya berarti mengangkat atau membawa

sesuatu saja, namun MMH meliputi aktivitas mendorong, menggapai, memegang,

dan tindakan ringan yang berulang.

2.1.4. Evaluasi Postur Kerja

Ada beberapa metode yang sering digunakan dalam menganalisis postur

kerja, yaitu Rapid Upper Limb Assessment (RULA) dan Rapid Entire Body

Assessment (REBA).

1. REBA (Rapid Entire Body Assessment)

Rapid Entire Body Assessment (REBA) adalah sebuah metode dalam bidang

ergonomi yang digunakan secara cepat untuk menilai postur leher, punggung,

lengan, pergelangan tangan, dan kaki seorang pekerja. REBA memiliki kesamaan

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Teori 2.1.1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43894/3/BAB II.pdf · risiko musculoskeletal pada berbagai macam tugas 2. Membagi tubuh kedalam bagian-bagian

8

yang mendekati metode RULA (Rapid Upper Limb Assessment), tetapi metode

REBA tidak sebaik metode RULA yang menunjukkan pada analisis pada

keunggulan yang sangat dibutuhkan dan untuk pergerakan pada pekerjaan

berulang yang diciptakan, REBA lebih umum, dalam penjumlahan salah satu

sistem baru dalam analisis yang didalamnya termasuk faktor-faktor dinamis dan

statis bentuk pembebanan interaksi pembebanan perorangan, dan konsep baru

berhubungan dengan pertimbangan dengan sebutan “The Gravity Attended” untuk

mengutamakan posisi dari yang paling unggul.

Metode REBA telah mengikuti karakteristik, yang telah dikembangkan

untuk memberikan jawaban untuk keperluan mendapatkan peralatan yang bisa

digunakan untuk mengukur pada aspek pembebanan fisik para pekerja. Analisa

dapat dibuat sebelum atau setelah sebuah interferensi untuk mendemonstrasikan

risiko yang telah dihentikan dari sebuah cedera yang timbul. Hal ini memberikan

sebuah kecepatan pada penilaian sistematis dari risiko sikap tubuh dari seluruh

tubuh yang bisa pekerja dapatkan dari pekerjaannya.

REBA atau Rapid Entire Body Assessment dikembangkan oleh Dr. Sue

Hignett dan Dr. Lynn Mc Atamney yang merupakan ergonomi dari universitas di

Nottingham (University of Nottingham’s Institute of Occuptaional Ergonomic).

Rapid Entire Body Assessment adalah sebuah metode yang dikembangkan dalam

bidang ergonomi dan dapat digunakan secara cepat untuk menilai posisi kerja atau

postur leher, punggung, lengan pergelangan tangan dan kaki seorang operator.

Selain itu metode ini juga dipengaruhi faktor coupling, beban eksternal yang

ditopang oleh tubuh serta aktifitas pekerja. Penilaian dengan menggunakan REBA

tidak membutuhkan waktu yang lama untuk melengkapi dan melakukan scoring

general pada daftar aktivitas yang mengindikasikan perlu adanya pengurangan

risiko yang diakibatkan postur kerja operator (Mc Atamney, 2000).

Metode ergonomi tersebut mengevaluasi postur, kekuatan, aktivitas dan

faktor coupling yang menimbulkan cidera akibat aktivitas yang berulang–ulang.

Penilaian postur kerja dengan metode ini dengan cara pemberian skor risiko

antara satu sampai lima belas, yang mana skor yang tertinggi menandakan level

yang mengakibatkan risiko yang besar (bahaya) untuk dilakukan dalam bekerja.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Teori 2.1.1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43894/3/BAB II.pdf · risiko musculoskeletal pada berbagai macam tugas 2. Membagi tubuh kedalam bagian-bagian

9

Hal ini berarti bahwa skor terendah akan menjamin pekerjaan yang diteliti bebas

dari ergonomic hazard. REBA dikembangkan untuk mendeteksi postur kerja yang

berisiko dan melakukan perbaikan sesegera mungkin.

REBA dikembangkan tanpa membutuhkan piranti khusus. Ini memudahkan

peneliti untuk dapat dilatih dalam melakukan pemeriksaan dan pengukuran tanpa

biaya peralatan tambahan. Pemeriksaan REBA dapat dilakukan di tempat yang

terbatas tanpa menggangu pekerja. Pengembangan REBA terjadi dalam empat

tahap. Tahap pertama adalah pengambilan data postur pekerja dengan

menggunakan bantuan video atau foto, tahap kedua adalah penentuan sudut–sudut

dari bagian tubuh pekerja, tahap ketiga adalah penentuan berat benda yang

diangkat, penentuan coupling, dan penentuan aktivitas pekerja. Dan yang terakhir,

tahap keempat adalah perhitungan nilai REBA untuk postur yang bersangkutan.

Dengan didapatnya nilai REBA tersebut dapat diketahui level risiko dan

kebutuhan akan tindakan yang perlu dilakukan untuk perbaikan kerja.

Pengembangan dari percobaan metode REBA adalah:

1. Mengembangkan sebuah sistem dari analisa bentuk tubuh yang pantas untuk

risiko musculoskeletal pada berbagai macam tugas

2. Membagi tubuh kedalam bagian-bagian untuk pemberian kode individual,

menerangkan rencana perpindahan

3. Mendukung sistem penilaian aktivitas otot pada posisi statis (kelompok

bagian, atau bagian dari tubuh), dinamis (aksi berulang, contohnya

pengulangan yang unggul pada veces/minute, kecuali berjalan kaki), tidak

cocok dengan perubahan posisi yang cepat.

4. Menggapai interaksi atau hubungan antara seorang dan beban adalah penting

dalam manipulasi manual, tetapi itu tidak selalu bisa dilakukan dengan tangan.

5. Termasuk sebuah faktor yang tidak tetap dari pengambilan untuk manipulasi

beban manual

6. Memberikan sebuah tingkatan dari aksi melalui nilai akhir dengan indikasi

dalam keadaan terpaksa

Penilaian postur dan pergerakan kerja menggunakan metode REBA melalui

tahapan–tahapan sebagai berikut (Hignett dan McAtamney, 2000).

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Teori 2.1.1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43894/3/BAB II.pdf · risiko musculoskeletal pada berbagai macam tugas 2. Membagi tubuh kedalam bagian-bagian

10

1. Pengambilan data postur pekerja dengan menggunakan bantuan video atau

foto. Untuk mendapatkan gambaran sikap (postur) pekerja dari leher,

punggung, lengan, pergelangan tangan hingga kaki secara terperinci dilakukan

dengan merekam atau memotret postur tubuh pekerja. Hal ini dilakukan

supaya peneliti mendapatkan data postur tubuh secara detail (valid), sehingga

dari hasil rekaman dan hasil foto bisa didapatkan data akurat untuk tahap

perhitungan serta analisis selanjutnya.

2. Penentuan sudut–sudut dari bagian tubuh pekerja. Setelah didapatkan hasil

rekaman dan foto postur tubuh dari pekerja dilakukan perhitungan besar sudut

dari masing – masing segmen tubuh yang meliputi punggung (batang tubuh),

leher, lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan kaki. Pada metode

REBA segmen – segmen tubuh tersebut dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

grup A dan B. Grup A meliputi punggung (batang tubuh), leher dan kaki.

Sementara grup B meliputi lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan.

Dari data sudut segmen tubuh pada masing–masing grup dapat diketahui

skornya, kemudian dengan skor tersebut digunakan untuk melihat tabel A

untuk grup A dan tabel B untuk grup B agar diperoleh skor untuk masing–

masing tabel.

Dari teori di atas dapat disimpulkan bahwa Rapid Entire Body Assessment

(REBA) adalah sebuah metode dalam bidang ergonomi yang digunakan secara

cepat untuk menilai postur leher, punggung, lengan, pergelangan tangan, dan kaki

seorang pekerja.

Sistem penilaian untuk postur dari bagian tubuh yang dianalisis dapat dilihat

pada gambar berikut:

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Teori 2.1.1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43894/3/BAB II.pdf · risiko musculoskeletal pada berbagai macam tugas 2. Membagi tubuh kedalam bagian-bagian

11

1. Badan (trunk) dengan ketentuan gerakan dapat dilihat pada gambar berikut:

(Sumber: Hignett dan Mcatamney, 2000)

Gambar 2.1 Range Pergerakan Tubuh

Pergerakan tubuh digolongkan kedalam skor REBA seperti yang tertera pada

tabel.

Tabel 2.1 Skor Bagian Badan (Trunk)

Pergerakan Skor Perubahan Skor

Posisi normal 0 1

+1 Jika batang tubuh berputar

atau menekuk

0 - 20 kedepan tubuh

0 - 20 kebelakang tubuh 2

20 - 60 kedepan tubuh

>20 kebelakang tubuh 3

>60 kedepan tubuh 4 (Sumber: Hignett dan Mcatamney, 2000)

2. Leher (neck), dengan ketentuan gerakan dapat dilihat pada gambar berikut:

(Sumber: Hignett dan Mcatamney, 2000)

Gambar 2.2 Kondisi Leher

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Teori 2.1.1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43894/3/BAB II.pdf · risiko musculoskeletal pada berbagai macam tugas 2. Membagi tubuh kedalam bagian-bagian

12

Pergerakan leher digolongkan kedalam skor REBA seperti yang tertera pada tabel.

Tabel 2.2 Range Pergerakan Tubuh

Pergerakan Skor Perubahan Skor

0°- 20° kedepan tubuh 1 +1 Jika leher memutar/miring

kesamping >20° kedepan atau

>20° kebelakang 2

(Sumber: Hignett dan Mcatamney, 2000)

3. Kaki (leg), dengan ketentuan gerakan dapat dilihat pada gambar berikut:

(Sumber: Hignett dan Mcatamney, 2000)

Gambar 2.3 Kondisi Kaki

Pergerakan kaki digolongkan kedalam skor REBA seperti yang tertera pada tabel.

Tabel 2.3 Range Pergerakan Kaki

Pergerakan Skor Perubahan Skor

Kaki tertopang, bobot

tersebar merata, jalan atau

duduk

1

+1 Jika lutut bengkok

antara 30° dan 60°

+2 Jika lutut bengkok

>60° (tidak ketika duduk)

Kaki tidak tertopang, bobot

tersebar merata/ postur

tidak stabil

2

(Sumber: Hignett dan Mcatamney, 2000)

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Teori 2.1.1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43894/3/BAB II.pdf · risiko musculoskeletal pada berbagai macam tugas 2. Membagi tubuh kedalam bagian-bagian

13

4. Lengan atas (upper arm), dengan ketentuan gerakan dapat dilihat pada gambar

berikut:

(Sumber: Hignett dan Mcatamney, 2000)

Gambar 2.4 Kondisi Lengan Atas

Pergerakan lengan atas digolongkan kedalam skor REBA seperti yang tertera pada

tabel.

Tabel 2.4 Range Pergerakan Lengan Atas

Pergerakan Skor Perubahan Skor

20° kebelakang atau kedepan 1 +1 Jika posisi lengan:

- berputar atau bengkok

+1 Jika bahu ditinggikan

+1 jika besandar, bobot lengan ditopang

atau sesuai gravitasi

>20° kebelakang

20°-45° kedepan 2

45°-90° kedepan tubuh 3

>90° kedepan 4 (Sumber: Hignett dan Mcatamney, 2000)

5. Lengan bawah (lower arm), dengan ketentuan gerakan dapat dilihat pada

gambar berikut:

(Sumber: Hignett dan Mcatamney, 2000)

Gambar 2.5 Kondisi Lengan bawah

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Teori 2.1.1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43894/3/BAB II.pdf · risiko musculoskeletal pada berbagai macam tugas 2. Membagi tubuh kedalam bagian-bagian

14

Pergerakan lengan bawah digolongkan kedalam skor REBA seperti yang tertera

pada tabel.

Tabel 2.5 Range Pergerakan Lengan Bawah

Pergerakan Skor

60°-100° kedepan 1

<20° atau > 100° kedepan tubuh 2 (Sumber: Hignett dan Mcatamney, 2000)

6. Pergelangan tangan (hand wrist), dengan ketentuan gerakan dapat dilihat pada

gambar berikut:

(Sumber: Hignett dan Mcatamney, 2000)

Gambar 2.6 Kondisi Pergelangan Tangan

Pergerakan pergelangan tangan digolongkan kedalam skor REBA seperti yang

tertera pada tabel.

Tabel 2.6 Range Pergerakan Pergelangan Tangan

(Sumber: Hignett dan Mcatamney, 2000)

Pergerakan Skor Perubahan Skor

0°-15° kedepan atau kebelakang 1 + Jika pergelangan tangan

menyimpang/ berputar 15° kedepan atau kebelakang 2

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Teori 2.1.1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43894/3/BAB II.pdf · risiko musculoskeletal pada berbagai macam tugas 2. Membagi tubuh kedalam bagian-bagian

15

Setelah mendapatkan nilai kondisi tubuh yang terdiri dari : badan,leher,

dan kaki (grup A) serta lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan (grup

B) maka langkah selanjutnya adalah mencari skor A, skor B dan skor C. Dan pada

akhirnya diperoleh skor REBA.Untuk memperoleh skor A, diperoleh dengan

menggunakan tabel perhitungan sebagia berikut:

Tabel 2.7 Tabel Perhitungan A

Tabel A

Trunk

Posture Score

1 2 3 4 5

Neck 1

Legs

1 1 2 2 3 4

2 2 3 4 5 6

3 3 4 5 6 7

4 4 5 6 7 8

Neck 2

Legs

1 1 3 4 5 6

2 2 4 5 6 7

3 3 5 6 7 8

4 4 6 7 8 9

Neck 3

Legs

1 3 4 5 6 7

2 3 5 6 7 8

3 5 6 7 8 9

4 6 7 8 9 9 (Sumber: Hignett dan Mcatamney, 2000)

Setelah mendapatkan nilai grup A, maka langkah selanjutnya adalah

menambahkan nilai tersebut dengan nilai yang berdasarkan beban yang diangkat

tabel berikut:

Tabel 2.8 Beban Yang Diangkat

Beban Skor Skor Perubahan

<5 kg 0

+1 Penambahan Beban secara tiba-tiba

atau secara cepat 5-10 kg 1

>10 kg 2

(Sumber: Hignett dan Mcatamney, 2000)

Skor A yang diperoleh dengan cara menambahkan nilai yang diperoleh

dengan menggunakan tabel perhitungan A dengan penilaian yang berdasarkan

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Teori 2.1.1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43894/3/BAB II.pdf · risiko musculoskeletal pada berbagai macam tugas 2. Membagi tubuh kedalam bagian-bagian

16

dari beban yang diangkat. Untuk memperoleh skor B, diperoleh dengan

menggunakan tabel perhitungan B. Tabel perhitungan B dapat dilihat pada

berikut:

Tabel 2.9 Perhitungan B

Tabel

B

Lower Arm

1 2

Wrist

1 2 3 1 2 3

Upper

Arm

Score

1 1 2 2 1 2 3

2 1 2 3 2 3 4

3 3 4 5 4 5 5

4 4 5 5 5 6 7

5 6 7 8 7 8 8

6 7 8 8 8 9 9

(Sumber: Hignett dan Mcatamney, 2000)

Setelah mendapatkan nilai grup B, maka langkah selanjutnya adalah

menambahkan nilai kopling/pegangan

Tabel 2.10 Skor Coupling

Genggaman Skor Deskripsi

Good 0 Memegang dengan baik dan mengunakan

setengah tenaga untuk menggegam

Fair 1 Pegangan tangan masih dapat diterima

meskipun tidak ideal

Poor 2 Pegangan tangan tidak dapat diterima

meskipun masih memungkingkan

Unacceptable 3 Buruk sekali genggaman tidak aman, tidak

ada pegangan. Menggegam tidak dapat

diterima jika menggunakan bagian tubuh yang

lain

(Sumber: Hignett dan Mcatamney, 2000)

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Teori 2.1.1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43894/3/BAB II.pdf · risiko musculoskeletal pada berbagai macam tugas 2. Membagi tubuh kedalam bagian-bagian

17

Skor B diperoleh dengan cara menambahkan nilai yang diperoleh dengan

menggunakan tabel perhitungan B dengan penilaian berdasarkan kopling/pegangan.

Perhitungan Skor C dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.11 perhitungan C

Tabel C Skor A

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Skor B

1 1 1 2 3 4 6 7 8 9 10 11 12

2 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12

3 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12

4 2 3 3 4 5 7 8 9 10 11 11 12

5 3 4 4 5 6 8 9 10 10 11 12 12

6 3 4 5 6 7 8 9 10 10 11 12 12

7 4 5 6 7 8 9 9 10 11 11 12 12

8 5 6 7 8 8 9 10 10 11 12 12 12

9 6 6 7 8 9 10 10 10 11 12 12 12

10 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12

11 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12

12 7 8 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12 (Sumber: Hignett dan Mcatamney, 2000)

Setelah mendapatkan nilai Skor C, lalu dicari nilai aktivitas pada tabel

berikut:

Tabel 2.12 Nilai Aktivitas

Aktivitas Skor Deskripsi

Sikap kerja statis +1 Satu atau lebih bagian tubuh dalam keadaan

statis/diam, seperti memegang selama lebih dari

1 menit

Perulangan +1 Mengulangi sebagian kecil aktivitas,seperti

mengulang lebih dari 4 kali dalam 1 menit

(dalam hal ini berjalan tidak termasuk)

Tidak stabil +1 Aktivitas yang mengakibatkan secara cepat

terjadi perubahan besar pada sikap kerja atau

mengakibatkan ketidakstabilan pada sikap kerja

(Sumber: Hignett dan Mcatamney, 2000)

Berikut adalah gambar The Reba Scoring Sheet kumpulan dari grup A dan

grup B untuk melakukan perhitungan tiap-tiap tabel REBA.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Teori 2.1.1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43894/3/BAB II.pdf · risiko musculoskeletal pada berbagai macam tugas 2. Membagi tubuh kedalam bagian-bagian

18

(Sumber: McAtamney dan Corlett, 1993)

Gambar 2.7 REBA Employe Assesment Worksheet

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Teori 2.1.1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43894/3/BAB II.pdf · risiko musculoskeletal pada berbagai macam tugas 2. Membagi tubuh kedalam bagian-bagian

19

Skor akhir REBA yang telah diperoleh dengan cara menambahkan nilai

Skor C pada tabel REBA dengan nilai aktivitas. Setelah didapat nilai Skor REBA

lalu ditentukan tingkat level risiko dan aksi yang dilakukan. Pengelompokan

perhitungan REBA dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.13 Standar kinerja skor akhir REBA

Skor

Akhir

Tingkat

Aksi

Tingkat Risiko Tindakan

1 0 Sangat Rendah Tidak ada tindakan yang diperlukan

2-3 1 Rendah Mungkin diperlukan tindakan

4-7 2 Sedang Diperlukan tindakan

8-10 3 Tinggi Diperlukan tindakan segera

11-15 4 Sangat Tinggi Diperlukan tindakan sesegera mungkin

(Sumber : Tawarka, 2010)

2.1.5. Kuesioner Nordic Body Map

Kuisioner Nordic Body Map merupakan salah satu bentuk kuisioner

checklist ergonomi. Bentuk lain checlist dari ergonomi adalah checlist

international Labour Organizatin (ILO). Namun kuesioner Nordic Body Map

merupakan kuesioner yang paling sering digunakan untuk mengetahui

ketidaknyamanan atau kesakitan pada tubuh. Kuesioner ini dikembangkan oleh

Kuorinka dkk (1987) dan Dickinson dkk (1992). Pembagian bagian-bagian tubuh

serta keterangan dari bagian-bagian tubuh tersebut dapa dilihat pada gambar 2.8.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Teori 2.1.1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43894/3/BAB II.pdf · risiko musculoskeletal pada berbagai macam tugas 2. Membagi tubuh kedalam bagian-bagian

20

Keterangan

1. Leher atas

2. Leher bawah

3. Bahu kiri

4. Bahu kanan

5. Lengan atas kiri

6. Punggung

7. Lengan atas kanan

8. Pinggang

9. Bokong

10. Pantat

11. Siku kiri

12. Siku kanan

13. Lengan bawah kiri

14. Lengan bawah kanan

15. Pergelangan tangan kiri

16. Pergelangan tangan kanan

17. Tangan kiri

18. Tangan kanan

19. Paha kiri

20. Lutut kiri

21. Lutut kanan

22. Betis kiri

23. Betis kanan

24. Pergelangan kaki kiri

25. Pergelangan kaki kanan

26. Telapak kaki kiri

27. Telapak kaki kanan

(Sumber: Corlett, 1992 dalam Tarwaka, dkk. 2004)

Gambar 2.8 Nordic Body Map

Responden akan mengisi kuesioner untuk memberikan tanda apakah ada

gangguan pada bagian-bagian tubuh tersebut atau tidak.