bab ii tinjauan pustaka 2.1. dasar teori 2.1.1. ergonomieprints.umm.ac.id/43894/3/bab ii.pdf ·...
TRANSCRIPT
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Dasar Teori
2.1.1. Ergonomi
Istilah ergonomi berasal dari bahasa Latin, yaitu Ergon (kerja) dan Nomos
(hukum alam), jadi ergonomi dapat diartikan sebagai studi tentang aspek-aspek
manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi,
psikologi, engineering, manajemen dan desain/perancangan untuk mendapatkan
suasana kerja yang sesuai dengan manusianya (Nurmianto, 2003). Sutalaksana et
al. (2006) menyebutkan ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang sistematis untuk
memanfaatkan informasi-informasi mengenal sifat, kemampuan, dan keterbatasan
manusia dalam merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan
bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan
melalui pekerjaan itu, dengan efektif, aman, sehat, nyaman, dan efisien. Tidak
hanya dalam hubungannya dengan alat, ergonomi juga mencakup pengkajian
interaksi antara manusia dengan unsur-unsur sistem kerja lain, yaitu bahan dan
lingkungan, bahkan juga metode dan organisasi. Ergonomi disebut juga sebagai
“Human Factors”.
Pembahasan tentang ergonomi membutuhkan studi tentang sistem manusia,
di mana manusia, fasilitas kerja, dan lingkungan saling berinteraksi dengan tujuan
utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya. Penerapan
ergonomi umumnya meliputi aktivitas rancang bangun (design) maupun rancang
ulang (re-design). Hal ini dapat mencakup perangkat keras seperti perkakas kerja
(tools), bangku kerja (benches), platform, kursi, pegangan alat kerja
(workholders), sistem pengendali (controls), alat peraga (displays), jalan/lorong
(acces ways), pintu (doors), jendela (windows), dan lain-lain. Ergonomi dapat
berperan pula sebagai desain pekerjaan pada suatu organisasi, desain perangkat
lunak, meningkatkan factor keselamatan dan kesehatan kerja, serta desain dan
evaluasi produk (Nurmianto, 2003).
5
Fokus ergonomi adalah pada biomekanik, kinesiologi, fisiologi kerja, dan
antropometri. Biomekanik adalah mekanisme sistem biologi, khususnya pada
tubuh manusia. Pendekatan biomekanik pada desain tempat kerja yang utama
mempertimbangkan kemampuan pekerja, tuntutan tugas, dan peralatan yang
terintegrasi. Kinesiologi merupakan ilmu yang mempelajari pergerakan manusia
dalam fungsi anatomi. Prinsip kinesiologi harus digunakan pada desain tempat
kerja untuk mencegah pergerakan yang tidak sesuai. Fisiologi kerja
menggambarkan reaksi fisiologi pekerja terhadap tuntutan pekerjanya dan
memeliharanya pada batasan yang aman. Antropometri berfokus pada dimensi
tempat kerja, peralatan, dan material. Data antoprometri terdiri dari dimensi
tubuh, jangkauan pergerakan lengan/tangan dan kaki, dan kemampuan kekuatan
otot (Pulat, 1992).
Secara umum tujuan dari penerapan ilmu ergonomi menurut Tarwaka
(2004),
sebagai berikut:
a. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan
cidera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental,
mengupayakan promosi dan kepuasan kerja
b. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial,
mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan
jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak
produktif
c. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek, yaitu aspek teknis,
ekonomis, antropologis, dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan
sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi. Sudut pandang
ergonomi dalam melihat antara tuntutan tugas dengan kapasitas kerja harus
selalu dalam garis keseimbangan sehingga dicapai performa kerja yang tinggi.
Tuntutan tugas pekerjaan tidak boleh terlalu rendah (underload) dan juga tidak
boleh terlalu berlebihan (overload) karena keduanya akan menyebabkan stress
(Tarwaka, 2004).
6
2.1.2. Muskuloskeletal Disorders
Muskuloskeletal disorders (MSDs) atau keluhan muskuloskeletal adalah
serangkaian sakit pada otot, tendon, dan saraf. Aktivitas dengan tingkat
pengulangan tinggi dapat menyebabkan kelelahan pada otot, merusak jaringan
hingga kesakitan dan ketidaknyamanan. Ini bisa terjadi walaupun tingkat gaya
yang dikeluarkan ringan dan postur kerja memuaskan (OHSCO, 2007). Berikut ini
adalah jenis MSDs yang dapat diakibatkan oleh postur yang janggal atau tidak
alami, yaitu:
a. Low Back Pain, yaitu rasa sakit akut dan kronis dari tulang belakang pada
daerah lumbosacral, pantat, dan kaki bagian atas yang biasanya terjadi karena
penipisan intervertebral disk atau berkurangnya cairan pada disk. Biasanya
terjadi pada pekerja yang suka mengangkat (Bridger, 2003)
b. Carpal Tunnel Syndrome, yaitu tendon pada carpal tunnel membengkak
karena penggunaan yang cepat dan berulang pada jari dan tangan.
Menyebabkan nyeri, rasa terbakar, dan kemampuan menggenggam menurun.
Biasanya terjadi pada typist (Humantech, 1989,1995)
c. Buristis, yaitu rongga yang berisi cairan pelumas sendi membengkak dan
inflamasi sehingga menyebabkan nyeri dan keterbatasan gerak (Bridger, 2003)
d. Epicondylitis, yaitu inflamasi pada otot dan jaringan penghubung yang berada
di sekitar siku karena adanya rotasi dan putaran yang terlalu sering. Biasanya
sering terjadi pada petenis (Bridger, 2003)
e. Sprain dan strains terjadi saat ligamen atau otot terlalu tertekan karena adanya
postur yang memberi beban terhadap tubuh (Bridger, 2003)
f. Ganglion Cyst, yaitu benjolan di bawah kulit yang disebabkan karena
akumulasi cairan pada lapisan tendon. Ini biasanya ditemukan pada tangan
dan pergelangan tangan (Humantech, 1995)
g. Tendinitis, yaitu inflamasi pada tendon biasanya terjadi pada tangan dan
pergelangan tangan karena pekerjaan menggunakan postur yang tidak biasa
secara terus menerus (Bridger, 2003)
7
h. Tenosynovitis, terjadi karena adanya inflamasi tendon dan pelapisanya dengan
pembengkakan pada pergelangan tangan aktivitas yang berlebihan pada
tendon yang disebabkan oleh beban dan pergerakan yang berulang (Pulat,
1997)
i. Trigger Finger, yaitu keadaan kaku dan gemetar pada jari karena gerakan
berulang dan penggunaan yang berlebihan dari jari, ibu jari atau pergelangan
tangan yang terus menerus (Bridger, 2003)
2.1.3. Manual Material Handling
U.S Department of Labor mendefinisikan Manual Material Handling
(MMH) sebagai kegiatan meraih, memegang, menggenggam, memutar, atau
pekerjaan lainnya yang menggunakan tangan, selain itu National Institute of
Occupational Safety and Health mendefinisikannya sebagai suatu aktivitas
dengan menggunakan pergerakan tangan pekerja untuk mengangkat, mengisi,
mengosongkan, meletakkan atau membawa (NIOSH, 2007). OSHA (1997)
menyebutkan bahwa MMH meliputi semua pekerjaan memindahkan material
menggunakan tangan dengan cara mengangkat, menurunkan, membawa,
mendorong, menarik, menggeser, ataupun menyusun material. Dalam OH & S
(2003) dikatakan bahwa MMH tidak hanya berarti mengangkat atau membawa
sesuatu saja, namun MMH meliputi aktivitas mendorong, menggapai, memegang,
dan tindakan ringan yang berulang.
2.1.4. Evaluasi Postur Kerja
Ada beberapa metode yang sering digunakan dalam menganalisis postur
kerja, yaitu Rapid Upper Limb Assessment (RULA) dan Rapid Entire Body
Assessment (REBA).
1. REBA (Rapid Entire Body Assessment)
Rapid Entire Body Assessment (REBA) adalah sebuah metode dalam bidang
ergonomi yang digunakan secara cepat untuk menilai postur leher, punggung,
lengan, pergelangan tangan, dan kaki seorang pekerja. REBA memiliki kesamaan
8
yang mendekati metode RULA (Rapid Upper Limb Assessment), tetapi metode
REBA tidak sebaik metode RULA yang menunjukkan pada analisis pada
keunggulan yang sangat dibutuhkan dan untuk pergerakan pada pekerjaan
berulang yang diciptakan, REBA lebih umum, dalam penjumlahan salah satu
sistem baru dalam analisis yang didalamnya termasuk faktor-faktor dinamis dan
statis bentuk pembebanan interaksi pembebanan perorangan, dan konsep baru
berhubungan dengan pertimbangan dengan sebutan “The Gravity Attended” untuk
mengutamakan posisi dari yang paling unggul.
Metode REBA telah mengikuti karakteristik, yang telah dikembangkan
untuk memberikan jawaban untuk keperluan mendapatkan peralatan yang bisa
digunakan untuk mengukur pada aspek pembebanan fisik para pekerja. Analisa
dapat dibuat sebelum atau setelah sebuah interferensi untuk mendemonstrasikan
risiko yang telah dihentikan dari sebuah cedera yang timbul. Hal ini memberikan
sebuah kecepatan pada penilaian sistematis dari risiko sikap tubuh dari seluruh
tubuh yang bisa pekerja dapatkan dari pekerjaannya.
REBA atau Rapid Entire Body Assessment dikembangkan oleh Dr. Sue
Hignett dan Dr. Lynn Mc Atamney yang merupakan ergonomi dari universitas di
Nottingham (University of Nottingham’s Institute of Occuptaional Ergonomic).
Rapid Entire Body Assessment adalah sebuah metode yang dikembangkan dalam
bidang ergonomi dan dapat digunakan secara cepat untuk menilai posisi kerja atau
postur leher, punggung, lengan pergelangan tangan dan kaki seorang operator.
Selain itu metode ini juga dipengaruhi faktor coupling, beban eksternal yang
ditopang oleh tubuh serta aktifitas pekerja. Penilaian dengan menggunakan REBA
tidak membutuhkan waktu yang lama untuk melengkapi dan melakukan scoring
general pada daftar aktivitas yang mengindikasikan perlu adanya pengurangan
risiko yang diakibatkan postur kerja operator (Mc Atamney, 2000).
Metode ergonomi tersebut mengevaluasi postur, kekuatan, aktivitas dan
faktor coupling yang menimbulkan cidera akibat aktivitas yang berulang–ulang.
Penilaian postur kerja dengan metode ini dengan cara pemberian skor risiko
antara satu sampai lima belas, yang mana skor yang tertinggi menandakan level
yang mengakibatkan risiko yang besar (bahaya) untuk dilakukan dalam bekerja.
9
Hal ini berarti bahwa skor terendah akan menjamin pekerjaan yang diteliti bebas
dari ergonomic hazard. REBA dikembangkan untuk mendeteksi postur kerja yang
berisiko dan melakukan perbaikan sesegera mungkin.
REBA dikembangkan tanpa membutuhkan piranti khusus. Ini memudahkan
peneliti untuk dapat dilatih dalam melakukan pemeriksaan dan pengukuran tanpa
biaya peralatan tambahan. Pemeriksaan REBA dapat dilakukan di tempat yang
terbatas tanpa menggangu pekerja. Pengembangan REBA terjadi dalam empat
tahap. Tahap pertama adalah pengambilan data postur pekerja dengan
menggunakan bantuan video atau foto, tahap kedua adalah penentuan sudut–sudut
dari bagian tubuh pekerja, tahap ketiga adalah penentuan berat benda yang
diangkat, penentuan coupling, dan penentuan aktivitas pekerja. Dan yang terakhir,
tahap keempat adalah perhitungan nilai REBA untuk postur yang bersangkutan.
Dengan didapatnya nilai REBA tersebut dapat diketahui level risiko dan
kebutuhan akan tindakan yang perlu dilakukan untuk perbaikan kerja.
Pengembangan dari percobaan metode REBA adalah:
1. Mengembangkan sebuah sistem dari analisa bentuk tubuh yang pantas untuk
risiko musculoskeletal pada berbagai macam tugas
2. Membagi tubuh kedalam bagian-bagian untuk pemberian kode individual,
menerangkan rencana perpindahan
3. Mendukung sistem penilaian aktivitas otot pada posisi statis (kelompok
bagian, atau bagian dari tubuh), dinamis (aksi berulang, contohnya
pengulangan yang unggul pada veces/minute, kecuali berjalan kaki), tidak
cocok dengan perubahan posisi yang cepat.
4. Menggapai interaksi atau hubungan antara seorang dan beban adalah penting
dalam manipulasi manual, tetapi itu tidak selalu bisa dilakukan dengan tangan.
5. Termasuk sebuah faktor yang tidak tetap dari pengambilan untuk manipulasi
beban manual
6. Memberikan sebuah tingkatan dari aksi melalui nilai akhir dengan indikasi
dalam keadaan terpaksa
Penilaian postur dan pergerakan kerja menggunakan metode REBA melalui
tahapan–tahapan sebagai berikut (Hignett dan McAtamney, 2000).
10
1. Pengambilan data postur pekerja dengan menggunakan bantuan video atau
foto. Untuk mendapatkan gambaran sikap (postur) pekerja dari leher,
punggung, lengan, pergelangan tangan hingga kaki secara terperinci dilakukan
dengan merekam atau memotret postur tubuh pekerja. Hal ini dilakukan
supaya peneliti mendapatkan data postur tubuh secara detail (valid), sehingga
dari hasil rekaman dan hasil foto bisa didapatkan data akurat untuk tahap
perhitungan serta analisis selanjutnya.
2. Penentuan sudut–sudut dari bagian tubuh pekerja. Setelah didapatkan hasil
rekaman dan foto postur tubuh dari pekerja dilakukan perhitungan besar sudut
dari masing – masing segmen tubuh yang meliputi punggung (batang tubuh),
leher, lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan kaki. Pada metode
REBA segmen – segmen tubuh tersebut dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
grup A dan B. Grup A meliputi punggung (batang tubuh), leher dan kaki.
Sementara grup B meliputi lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan.
Dari data sudut segmen tubuh pada masing–masing grup dapat diketahui
skornya, kemudian dengan skor tersebut digunakan untuk melihat tabel A
untuk grup A dan tabel B untuk grup B agar diperoleh skor untuk masing–
masing tabel.
Dari teori di atas dapat disimpulkan bahwa Rapid Entire Body Assessment
(REBA) adalah sebuah metode dalam bidang ergonomi yang digunakan secara
cepat untuk menilai postur leher, punggung, lengan, pergelangan tangan, dan kaki
seorang pekerja.
Sistem penilaian untuk postur dari bagian tubuh yang dianalisis dapat dilihat
pada gambar berikut:
11
1. Badan (trunk) dengan ketentuan gerakan dapat dilihat pada gambar berikut:
(Sumber: Hignett dan Mcatamney, 2000)
Gambar 2.1 Range Pergerakan Tubuh
Pergerakan tubuh digolongkan kedalam skor REBA seperti yang tertera pada
tabel.
Tabel 2.1 Skor Bagian Badan (Trunk)
Pergerakan Skor Perubahan Skor
Posisi normal 0 1
+1 Jika batang tubuh berputar
atau menekuk
0 - 20 kedepan tubuh
0 - 20 kebelakang tubuh 2
20 - 60 kedepan tubuh
>20 kebelakang tubuh 3
>60 kedepan tubuh 4 (Sumber: Hignett dan Mcatamney, 2000)
2. Leher (neck), dengan ketentuan gerakan dapat dilihat pada gambar berikut:
(Sumber: Hignett dan Mcatamney, 2000)
Gambar 2.2 Kondisi Leher
12
Pergerakan leher digolongkan kedalam skor REBA seperti yang tertera pada tabel.
Tabel 2.2 Range Pergerakan Tubuh
Pergerakan Skor Perubahan Skor
0°- 20° kedepan tubuh 1 +1 Jika leher memutar/miring
kesamping >20° kedepan atau
>20° kebelakang 2
(Sumber: Hignett dan Mcatamney, 2000)
3. Kaki (leg), dengan ketentuan gerakan dapat dilihat pada gambar berikut:
(Sumber: Hignett dan Mcatamney, 2000)
Gambar 2.3 Kondisi Kaki
Pergerakan kaki digolongkan kedalam skor REBA seperti yang tertera pada tabel.
Tabel 2.3 Range Pergerakan Kaki
Pergerakan Skor Perubahan Skor
Kaki tertopang, bobot
tersebar merata, jalan atau
duduk
1
+1 Jika lutut bengkok
antara 30° dan 60°
+2 Jika lutut bengkok
>60° (tidak ketika duduk)
Kaki tidak tertopang, bobot
tersebar merata/ postur
tidak stabil
2
(Sumber: Hignett dan Mcatamney, 2000)
13
4. Lengan atas (upper arm), dengan ketentuan gerakan dapat dilihat pada gambar
berikut:
(Sumber: Hignett dan Mcatamney, 2000)
Gambar 2.4 Kondisi Lengan Atas
Pergerakan lengan atas digolongkan kedalam skor REBA seperti yang tertera pada
tabel.
Tabel 2.4 Range Pergerakan Lengan Atas
Pergerakan Skor Perubahan Skor
20° kebelakang atau kedepan 1 +1 Jika posisi lengan:
- berputar atau bengkok
+1 Jika bahu ditinggikan
+1 jika besandar, bobot lengan ditopang
atau sesuai gravitasi
>20° kebelakang
20°-45° kedepan 2
45°-90° kedepan tubuh 3
>90° kedepan 4 (Sumber: Hignett dan Mcatamney, 2000)
5. Lengan bawah (lower arm), dengan ketentuan gerakan dapat dilihat pada
gambar berikut:
(Sumber: Hignett dan Mcatamney, 2000)
Gambar 2.5 Kondisi Lengan bawah
14
Pergerakan lengan bawah digolongkan kedalam skor REBA seperti yang tertera
pada tabel.
Tabel 2.5 Range Pergerakan Lengan Bawah
Pergerakan Skor
60°-100° kedepan 1
<20° atau > 100° kedepan tubuh 2 (Sumber: Hignett dan Mcatamney, 2000)
6. Pergelangan tangan (hand wrist), dengan ketentuan gerakan dapat dilihat pada
gambar berikut:
(Sumber: Hignett dan Mcatamney, 2000)
Gambar 2.6 Kondisi Pergelangan Tangan
Pergerakan pergelangan tangan digolongkan kedalam skor REBA seperti yang
tertera pada tabel.
Tabel 2.6 Range Pergerakan Pergelangan Tangan
(Sumber: Hignett dan Mcatamney, 2000)
Pergerakan Skor Perubahan Skor
0°-15° kedepan atau kebelakang 1 + Jika pergelangan tangan
menyimpang/ berputar 15° kedepan atau kebelakang 2
15
Setelah mendapatkan nilai kondisi tubuh yang terdiri dari : badan,leher,
dan kaki (grup A) serta lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan (grup
B) maka langkah selanjutnya adalah mencari skor A, skor B dan skor C. Dan pada
akhirnya diperoleh skor REBA.Untuk memperoleh skor A, diperoleh dengan
menggunakan tabel perhitungan sebagia berikut:
Tabel 2.7 Tabel Perhitungan A
Tabel A
Trunk
Posture Score
1 2 3 4 5
Neck 1
Legs
1 1 2 2 3 4
2 2 3 4 5 6
3 3 4 5 6 7
4 4 5 6 7 8
Neck 2
Legs
1 1 3 4 5 6
2 2 4 5 6 7
3 3 5 6 7 8
4 4 6 7 8 9
Neck 3
Legs
1 3 4 5 6 7
2 3 5 6 7 8
3 5 6 7 8 9
4 6 7 8 9 9 (Sumber: Hignett dan Mcatamney, 2000)
Setelah mendapatkan nilai grup A, maka langkah selanjutnya adalah
menambahkan nilai tersebut dengan nilai yang berdasarkan beban yang diangkat
tabel berikut:
Tabel 2.8 Beban Yang Diangkat
Beban Skor Skor Perubahan
<5 kg 0
+1 Penambahan Beban secara tiba-tiba
atau secara cepat 5-10 kg 1
>10 kg 2
(Sumber: Hignett dan Mcatamney, 2000)
Skor A yang diperoleh dengan cara menambahkan nilai yang diperoleh
dengan menggunakan tabel perhitungan A dengan penilaian yang berdasarkan
16
dari beban yang diangkat. Untuk memperoleh skor B, diperoleh dengan
menggunakan tabel perhitungan B. Tabel perhitungan B dapat dilihat pada
berikut:
Tabel 2.9 Perhitungan B
Tabel
B
Lower Arm
1 2
Wrist
1 2 3 1 2 3
Upper
Arm
Score
1 1 2 2 1 2 3
2 1 2 3 2 3 4
3 3 4 5 4 5 5
4 4 5 5 5 6 7
5 6 7 8 7 8 8
6 7 8 8 8 9 9
(Sumber: Hignett dan Mcatamney, 2000)
Setelah mendapatkan nilai grup B, maka langkah selanjutnya adalah
menambahkan nilai kopling/pegangan
Tabel 2.10 Skor Coupling
Genggaman Skor Deskripsi
Good 0 Memegang dengan baik dan mengunakan
setengah tenaga untuk menggegam
Fair 1 Pegangan tangan masih dapat diterima
meskipun tidak ideal
Poor 2 Pegangan tangan tidak dapat diterima
meskipun masih memungkingkan
Unacceptable 3 Buruk sekali genggaman tidak aman, tidak
ada pegangan. Menggegam tidak dapat
diterima jika menggunakan bagian tubuh yang
lain
(Sumber: Hignett dan Mcatamney, 2000)
17
Skor B diperoleh dengan cara menambahkan nilai yang diperoleh dengan
menggunakan tabel perhitungan B dengan penilaian berdasarkan kopling/pegangan.
Perhitungan Skor C dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.11 perhitungan C
Tabel C Skor A
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Skor B
1 1 1 2 3 4 6 7 8 9 10 11 12
2 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12
3 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12
4 2 3 3 4 5 7 8 9 10 11 11 12
5 3 4 4 5 6 8 9 10 10 11 12 12
6 3 4 5 6 7 8 9 10 10 11 12 12
7 4 5 6 7 8 9 9 10 11 11 12 12
8 5 6 7 8 8 9 10 10 11 12 12 12
9 6 6 7 8 9 10 10 10 11 12 12 12
10 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
11 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
12 7 8 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12 (Sumber: Hignett dan Mcatamney, 2000)
Setelah mendapatkan nilai Skor C, lalu dicari nilai aktivitas pada tabel
berikut:
Tabel 2.12 Nilai Aktivitas
Aktivitas Skor Deskripsi
Sikap kerja statis +1 Satu atau lebih bagian tubuh dalam keadaan
statis/diam, seperti memegang selama lebih dari
1 menit
Perulangan +1 Mengulangi sebagian kecil aktivitas,seperti
mengulang lebih dari 4 kali dalam 1 menit
(dalam hal ini berjalan tidak termasuk)
Tidak stabil +1 Aktivitas yang mengakibatkan secara cepat
terjadi perubahan besar pada sikap kerja atau
mengakibatkan ketidakstabilan pada sikap kerja
(Sumber: Hignett dan Mcatamney, 2000)
Berikut adalah gambar The Reba Scoring Sheet kumpulan dari grup A dan
grup B untuk melakukan perhitungan tiap-tiap tabel REBA.
18
(Sumber: McAtamney dan Corlett, 1993)
Gambar 2.7 REBA Employe Assesment Worksheet
19
Skor akhir REBA yang telah diperoleh dengan cara menambahkan nilai
Skor C pada tabel REBA dengan nilai aktivitas. Setelah didapat nilai Skor REBA
lalu ditentukan tingkat level risiko dan aksi yang dilakukan. Pengelompokan
perhitungan REBA dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.13 Standar kinerja skor akhir REBA
Skor
Akhir
Tingkat
Aksi
Tingkat Risiko Tindakan
1 0 Sangat Rendah Tidak ada tindakan yang diperlukan
2-3 1 Rendah Mungkin diperlukan tindakan
4-7 2 Sedang Diperlukan tindakan
8-10 3 Tinggi Diperlukan tindakan segera
11-15 4 Sangat Tinggi Diperlukan tindakan sesegera mungkin
(Sumber : Tawarka, 2010)
2.1.5. Kuesioner Nordic Body Map
Kuisioner Nordic Body Map merupakan salah satu bentuk kuisioner
checklist ergonomi. Bentuk lain checlist dari ergonomi adalah checlist
international Labour Organizatin (ILO). Namun kuesioner Nordic Body Map
merupakan kuesioner yang paling sering digunakan untuk mengetahui
ketidaknyamanan atau kesakitan pada tubuh. Kuesioner ini dikembangkan oleh
Kuorinka dkk (1987) dan Dickinson dkk (1992). Pembagian bagian-bagian tubuh
serta keterangan dari bagian-bagian tubuh tersebut dapa dilihat pada gambar 2.8.
20
Keterangan
1. Leher atas
2. Leher bawah
3. Bahu kiri
4. Bahu kanan
5. Lengan atas kiri
6. Punggung
7. Lengan atas kanan
8. Pinggang
9. Bokong
10. Pantat
11. Siku kiri
12. Siku kanan
13. Lengan bawah kiri
14. Lengan bawah kanan
15. Pergelangan tangan kiri
16. Pergelangan tangan kanan
17. Tangan kiri
18. Tangan kanan
19. Paha kiri
20. Lutut kiri
21. Lutut kanan
22. Betis kiri
23. Betis kanan
24. Pergelangan kaki kiri
25. Pergelangan kaki kanan
26. Telapak kaki kiri
27. Telapak kaki kanan
(Sumber: Corlett, 1992 dalam Tarwaka, dkk. 2004)
Gambar 2.8 Nordic Body Map
Responden akan mengisi kuesioner untuk memberikan tanda apakah ada
gangguan pada bagian-bagian tubuh tersebut atau tidak.