bab ii tinjauan pustaka 2.1 tomatmedia.unpad.ac.id/thesis/240110/2012/240110120029_2_7396.pdf · 10...

17
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tomat Tanaman tomat (Solanum lycopersicum) termasuk ke dalam tanaman sayuran semusim dengan famili Solanaceae. Tomat berasal dari daerah Peru dan Ekuador, kemudian menyebar ke seluruh Amerika, Jerman, Perancis dan negara- negara Eropa lainnya, terutama daerah yang beriklim tropis. Tanaman tomat kini telah tersebar baik di daerah tropis maupun subtropis (Pracaya,1998). Tanaman tomat ditanam sebagai tanaman buah di ladang, pekarangan, atau ditemukan liar pada ketinggian 1 - 1600 m dpl. Tanaman ini tidak tahan hujan, sinar matahari terik, serta menghendaki tanah yang gembur dan subur. Tanaman tomat memiliki habitus berupa herba yang hidup tegak atau bersandar pada tanaman lain, berbau kuat, tinggi 30-90 cm (Dalimartha, 2007). Tanaman tomat tergolong tanaman semusim artinya tanaman berumur pendek yang hanya satu kali berproduksi dan setelah itu mati. Tanaman tomat merupakan tanaman perdu atau semak yang menjalar pada permukaan tanah dengan panjang mencapai ± dua meter (Firmanto, 2011). Tomat pada umumnya berbentuk bulat dan berwarna merah seperti pada Gambar 1. Tomat mempunyai bentuk yang bervariasi, tergantung dengan varietasnya, ada yang berbentuk bulat, agak bulat, agak lonjong dan bulat telur (oval). Ukuran buahnya juga bervariasi, yang paling kecil memiliki berat 8 gram dan yang besar memiliki berat 180 gram. Buah tomat yang masih muda berwama hijau muda, bila telah matang menjadi merah (Cahyono, 1998). Buah tomat muda memiliki rasa getir dan beraroma tidak sedap, sebab masih mengandung zat lycopersicin yang berbentuk lendir. Rasa dan aroma yang tidak sedap akan hilang dengan sendirinya pada saat buah memasuki fase pematangan hingga matang. Buah tomat terdiri dari 2-12 lokul yang mengandung banyak biji (Jones, 2007). Gambar 1. Tomat (Lycopersicon esculentum) (Putri, 2017)

Upload: others

Post on 13-Jan-2020

21 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tomatmedia.unpad.ac.id/thesis/240110/2012/240110120029_2_7396.pdf · 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tomat Tanaman tomat (Solanum lycopersicum) termasuk

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tomat

Tanaman tomat (Solanum lycopersicum) termasuk ke dalam tanaman

sayuran semusim dengan famili Solanaceae. Tomat berasal dari daerah Peru dan

Ekuador, kemudian menyebar ke seluruh Amerika, Jerman, Perancis dan negara-

negara Eropa lainnya, terutama daerah yang beriklim tropis. Tanaman tomat kini

telah tersebar baik di daerah tropis maupun subtropis (Pracaya,1998). Tanaman

tomat ditanam sebagai tanaman buah di ladang, pekarangan, atau ditemukan liar

pada ketinggian 1 - 1600 m dpl. Tanaman ini tidak tahan hujan, sinar matahari terik,

serta menghendaki tanah yang gembur dan subur. Tanaman tomat memiliki habitus

berupa herba yang hidup tegak atau bersandar pada tanaman lain, berbau kuat,

tinggi 30-90 cm (Dalimartha, 2007). Tanaman tomat tergolong tanaman semusim

artinya tanaman berumur pendek yang hanya satu kali berproduksi dan setelah itu

mati. Tanaman tomat merupakan tanaman perdu atau semak yang menjalar pada

permukaan tanah dengan panjang mencapai ± dua meter (Firmanto, 2011).

Tomat pada umumnya berbentuk bulat dan berwarna merah seperti pada

Gambar 1. Tomat mempunyai bentuk yang bervariasi, tergantung dengan

varietasnya, ada yang berbentuk bulat, agak bulat, agak lonjong dan bulat telur

(oval). Ukuran buahnya juga bervariasi, yang paling kecil memiliki berat 8 gram

dan yang besar memiliki berat 180 gram. Buah tomat yang masih muda berwama

hijau muda, bila telah matang menjadi merah (Cahyono, 1998). Buah tomat muda

memiliki rasa getir dan beraroma tidak sedap, sebab masih mengandung zat

lycopersicin yang berbentuk lendir. Rasa dan aroma yang tidak sedap akan hilang

dengan sendirinya pada saat buah memasuki fase pematangan hingga matang.

Buah tomat terdiri dari 2-12 lokul yang mengandung banyak biji (Jones, 2007).

Gambar 1. Tomat (Lycopersicon esculentum)

(Putri, 2017)

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tomatmedia.unpad.ac.id/thesis/240110/2012/240110120029_2_7396.pdf · 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tomat Tanaman tomat (Solanum lycopersicum) termasuk

11

Buah tomat merupakan produk hortikultura yang mudah diperoleh di

Indonesia. Rasa buahnya yang manis–asam digemari oleh sebagian besar

masyarakat. Buah tomat merupakan sumber vitamin C dan A, juga kaya

antioksidan. Umumnya tomat dikonsumsi dalam bentuk segar (Tugiyono, 2007).

Dalam masyarakat umum, buah tomat hanya dikonsumsi sebagai sayur tanpa

adanya pemanfaatan yang lebih. Pengolahan tomat sebagai tepung dapat menjadi

sumber makanan alternatif mengingat gizi yang dikandungnya cukup kompleks,

padahal buah tomat setelah panen akan mengalami kerusakan antara 40% - 50%

setiap tahunnya (Abdulmalik et al., 2014).

Menurut Soewito (1987), tanaman tomat dibagi menjadi tiga jenis yaitu

tomat biasa (L. commune), tomat apel (L. pyriforme) dan tomat kentang (L.

grandiforlum). Ketiga jenis tomat tersebut dibedakan berdasarkan bentuk buahnya.

Tomat biasa berbentuk bulat pipih dan beralur-alur didekat tangkainya serta lunak.

Tomat ini banyak ditanam oleh petani dan mudah didapat di pasar. Tomat kentang

bentuk buahnya agak lonjong dan keras, daunya keriting, rimbun dan berwama

hijau kelam.

Menurut Wiryanta (2002), tomat apel buahnya berbentuk bulat, kokoh dan

agak keras sedikit seperti buah apel seperi pada Gambar 2. Tomat apel merupakan

hasil persilangan dari berbagai jenis tomat sehingga dihasilkan buah yang besar dan

lebat. Tomat apel sangat cocok ditanam di daerah pegunungan atau dataran tinggi

dan termasuk ke dalam jenis tomat yang mudah ditemukan di pasar-pasar. Tomat

apel sedang dikembangkan menjadi beberapa varietas baru yang dapat ditanam di

dataran rendah.

Gambar 2. Tomat Apel (Wiryanta, 2002)

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tomatmedia.unpad.ac.id/thesis/240110/2012/240110120029_2_7396.pdf · 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tomat Tanaman tomat (Solanum lycopersicum) termasuk

12

Kandungan yang terdapat dalam buah tomat meliputi alkaloid solanin

(0,007%), saponin, asam folat, asam malat, asam sitrat, biflavonoid, protein, lemak,

gula (fruktosa, glukosa), adenin, trigonelin, kolin, tomatin, mineral (Ca, Mg, P, K,

Na, Fe, sulfur, klorin), vitamin (B1, B2, B6, C, E, niasin), histamin, dan likopen

(Dalimartha, 2007). Buah tomat mengandung gizi yang lengkap dan penting bagi

manusia. Buah tomat kaya akan vitamin C dan beberapa antioksidan, diantaranya

vitamin E dan likopen. Buah tomat juga mengandung serat makanan alami yang

sangat baik bagi pencernaan manusia dan juga adanya protein dalam buah tomat

menjadikannya buah yang sangat sarat gizi.

Tomat sebagai sumber vitamin sangat baik untuk mencegah dan mengobati

berbagai macam penyakit, seperti sariawan karena kekurangan vitamin C,

xeropthalmia pada mata akibat kekurangan vitamin A, beri-beri, radang syaraf,

lemahnya otot-otot, dermatitis, bibir menjadi merah dan radang lidah akibat

kekurangan vitamin B. Tomat sebagai sumber mineral bermanfaat untuk

pembentukan tulang dan gigi (zat kapur dan fosfor), sedangkan zat besi (Fe) yang

terkandung di dalam buah tomat dapat berfungsi untuk pembentukan sel darah

merah atau hemoglobin. Buah tomat juga mengandung serat yang berfungsi

memperlancar proses pencernaan. Tomat mengandung zat potasium yang sangat

bermanfaat untuk menurunkan gejala tekanan darah tinggi (Firmanto, 2011).

Kandungan nilai gizi pada tomat segar per 180 gram dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Gizi Tomat Segar Per 180 Gram

Komponen Zat Gizi Jumlah

Vitamin A (IU) 1121,40

Vitamin C (mg) 34,38

Vitamin K (mcg) 14,22

Serat (g) 1,98

Protein (g) 1,53

Vitamin B1 (mg) 0,11

Vitamin B2 (mg) 1,13

Vitamin B3 (mg) 0,09

Vitamin B5 (mg) 0,44

Vitamin B6 (mg) 0,14

Vitamin E (mg) 0,68

Fosfor (mg) 43,20

Zat besi (mg) 0,81

Magnesium (mg) 18,80

Kalium (mg) 399,60

Mangan (mg) 0,19

Tembaga (mg) 0,13

(Sumber : Whfoods.org, 2007)

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tomatmedia.unpad.ac.id/thesis/240110/2012/240110120029_2_7396.pdf · 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tomat Tanaman tomat (Solanum lycopersicum) termasuk

13

Tomat mengandung vitamin yang baik untuk mencegah dan mengobati

berbagai macam penyakit, serta menurut Tranggono dan Latifah (2007), kandungan

vitamin E pada tomat segar dan pada sari tomat per 100 gram adalah sebesar 0,38

mg dan 0,91 mg. Vitamin E sudah banyak digunakan dalam kosmetik diantaranya

adalah sebagai pelembab dan sebagai agen antioksidan. Vitamin E dapat

mengurangi penuaan kulit akibat sinar matahari dan mencegah pembentukan sel

kanker kulit. Manfaat vitamin E yang lain adalah memelihara stabilitas jaringan ikat

di dalam sel sehingga kelenturan dan kekenyalan kulit terjaga. Berdasarkan hal

tersebut pengolahan tomat menjadi masker atau bahan tambahan dalam produk

perawatan kulit sangatlah direkomendasikan.

2.2 Pengeringan

Pengeringan merupakan pengurangan kelembaban atau sejumlah kecil air

dari bahan padat (Mujumdar, 2006). Prinsip pengeringan melibatkan dua hal yaitu

panas yang diberikan pada bahan dan air yang harus dikeluarkan dari bahan

(Supriyono, 2003). Tujuan utama pengeringan komoditas pertanian adalah untuk

pengawetan, meningkatkan daya tahan, mengurangi biaya pengemasan,

mengurangi bobot pengangkutan, memperbaiki cita rasa bahan, dan

mempertahankan kandungan nutrisi bahan (Achanta dan Okos, 2000).

Bahan pangan yang dihasilkan dari produk-produk pertanian pada

umumnya mengandung kadar air. Kadar air jika tidak dihilangkan dapat

mempengaruhi kondisi fisik bahan pangan. Sebagian bahan pangan segar

mengandung air 70% atau lebih. Bahan pangan mengandung dua jenis air yaitu air

bebas dan air terikat. Air bebas adalah air yang mudah dikeluakan melalui

penguapan, sedangkan air terikat adalah air yang sulit dikeluarkan meskipun

dengan cara pengeringan (Winarno dkk, 1980).

Proses pengeringan akan mengakibatkan produk yang dikeringkan

mengalami perubahan warna, tekstur, rasa, dan aroma. Faktor-faktor yang

mempengaruhi pengeringan terdiri dari faktor udara pengering dan sifat bahan.

Faktor yang dapat mempengaruhi pengeringan suatu bahan pangan adalah sifat fisik

dan kimia dari bahan pangan, pengaturan susunan bahan pangan, sifat fisik dari

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tomatmedia.unpad.ac.id/thesis/240110/2012/240110120029_2_7396.pdf · 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tomat Tanaman tomat (Solanum lycopersicum) termasuk

14

lingkungan sekitar alat pengering dan proses pemindahan dari media pemanas ke

bahan yang dikeringkan (Buckle, 1987).

Udara yang terdapat dalam proses pengeringan mempunyai fungsi sebagai

pemberi panas pada bahan, sehingga menyebabkan terjadinya penguapan air.

Fungsi lain dari udara adalah untuk mengangkut uap air yang dikeluarkan oleh

bahan yang dikeringkan. Kecepatan pengeringan akan naik apabila kecepatan udara

ditingkatkan. Kadar air akhir apabila mulai mencapai kesetimbangannya, maka

akan membuat waktu pengeringan juga ikut naik atau dengan kata lain lebih cepat

(Muarif, 2013).

2.3 Laju Pengeringan

Penjadwalan pengeringan dan penentuan ukuran peralatan pengeringan

dapat diatur dengan mengetahui waktu yang dibutuhkkan untuk mengeringkan

suatu bahan dengan kadar air tertentu hingga mencapai keadaan yang diharapkan,

selain itu dengan megetahui waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan suatu

bahan maka dapat diketahui hubungan antara perbedaan kondisi pengeringan

lainnya dengan waktu pengeringan.Untuk mengetahui hal tersebut maka diperlukan

pengukuran laju pengeringan. Pengukuran laju pengeringan dapat dilakukan

dengan tiga metode yaitu drying test, kurva laju pengeringan dan waktu

pengeringan (Treyball, 1981). Kurva laju pengeringan menggambarkan hubungan

antara laju pengeringan terhadap waktu pengeringan. Pengeringan memiliki dua

periode utama yaitu periode pengeringan dengan laju pengeringan tetap dan periode

pengeringan dengan laju pengeringan menurun, kedua periode ini dibatasi oleh

kadar air kritis (Henderson dan Perry, 1976). Kurva laju pengeringan terdapat pada

Gambar 3.

Gambar 3. Kurva Laju Pengeringan Terhadap Waktu

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tomatmedia.unpad.ac.id/thesis/240110/2012/240110120029_2_7396.pdf · 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tomat Tanaman tomat (Solanum lycopersicum) termasuk

15

Keterangan:

A – B : fase pemanasan permulaan (transien), pada fase ini terjadi kejenuhan

semua (psedosaturation) di permukaan bahan, serta terjadi

penyesuaian suhu pada bahan dari suhu ruangan hingga mencapai

suhu di dalam udara pengering.

B – C : periode pengeringan tetap. Periode laju pengeringan tetap ditandai

dengan penguapan air dari suatu permukaan bahan yang

dikeringkan. Laju pengeringan tetap ini akan berlangsung terus

selama air bermigrasi ke permukaan (ke tempat penguapan

berlangsung) lebih besar daripada air yang menguap dari

permukaan. Menurut Treyball (1981) pada fase ini panas yang keluar

dari sekeliling permukaan pengeringan sama dengan panas yang

diserap bahan sehingga kecepatan pengeringan tetap.

C – D : periode pengeringan menurun. Dimulainya fase ini merupakan akhir

dari periode pengeringan dengan laju tetap, perubahan kedua periode

tersebut dibatasi oleh kadar air kritis. Menurut Taib dkk (1988) kadar

air kritis adalah kadar air terendah disaat laju air bebas dari dalam

bahan ke permukaan sama dengan laju pengambilan uap air

maksimum dari bahan. Keadaan laju pengeringan menurun

permukaan bahan yang dikeringkan sudah jenuh dan mulai kelihatan

ada bagian yang mongering. Menurut Taib dkk (1988), pada periode

laju pengeringan menurun permukaan bahan tidak lagi diitutupi oleh

lapisan air. Energi panas yang diperoleh bahan digunakan untuk

menguapkan sisa air bebas yang jumlahnya sangat sedikit,

menguapkan air dari rongga sel, menarik air melalui pipa kapiler ke

permukaan bahan serta melepaskan air dari ikatannya.

2.4 Pengeringan Pembusaan (Foam Mat Drying)

Pengeringan pembusaan (foam mat drying) merupakan salah satu metode

pengeringan yang digunakan untuk membuat bubuk. Menurut Heriyanto (2014),

pengeringan pembusaan adalah cara pengeringan bahan berbentuk cair yang

sebelumnya dijadikan busa terlebih dahulu dengan menambahkan zat pembusa

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tomatmedia.unpad.ac.id/thesis/240110/2012/240110120029_2_7396.pdf · 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tomat Tanaman tomat (Solanum lycopersicum) termasuk

16

terhadap bahan yang tahan terhadap panas dan merupakan salah satu pengeringan

yang digunakan terhadap senyawa yang menyebabkan lengket jika dikeringkan.

Metode pengeringan pembusaan dilakukan dengan cara menambahkan

bahan pembusa untuk mempercepat proses pengeringan, menurunkan kadar air, dan

menghasilkan produk bubuk yang remah. Metode pengeringan pembusaan ini

memiliki kelebihan daripada metode pengeringan lain karena relatif sederhana dan

prosesnya tidak mahal. Suhu yang digunakan rerlatif rendah (˂70ºC) sehingga

warna, aroma, dan komponen gizi produk dapat dipertahankan (Kamsiati, 2006).

Menurut Heriyanto (2014), penambahan busa dalam metode pengeringan

pembusaan bertujuan untuk mempercepat proses penguapan air walaupun tanpa

suhu yang terlalu tinggi. Bahan yang dikeringkan menggunakan busa pada suhu 50-

80ºC dapat menghasilkan kadar air 2-5% bb. Tujuan dari proses pembusaan adalah

untuk mempertebal lapisan ampas yang melindungi komponen yang ada selama

proses pengeringan berlangsung. Penambahan konsentrasi busa dapat membuat

rongga yang akan memperluas permukaan yang akan dikeringkan sehingga proses

pengeringan berlangsung lebih cepat. Hasil dari pengeringan pembuasaan adalah

bubuk yang mempunyai densitas atau kepadatan yag rendah (ringan) dan bersifat

remah.

Bahan tambahan yang umum digunakan dalam pengeringan pembusaan

adalah putih telur. Penambahan bahan pembusa ini dimaksudkan untuk

mempercepat pengeringan, menurunkan kadar air, dan menghasilkan produk bubuk

yang remah. Busa maka akan mempercepat proses penguapan air walaupun tanpa

suhu yang terlalu tinggi, produk yang dikeringkan menggunakan busa pada suhu

50-80ºC dapat menghasilkan kadar air 2-5% bb (Heriyanto, 2014). Menurut

Mulyoharjo dan Wijoyono (1988), penambahan konsentrasi busa dapat

mempersingkat waktu pengeringan karena rongga yang terbentuk dapat

memperluas bidang permukaan yang akan dikeringkan.

Zat pembusa yang dapat digunakan dalam pengeringan pembusaan

diantaranya adalah putih telur, Tween 80, CMC dan susu. Pembuatan bubuk tomat

dengan pengeringan pembusaan Kamsiati (2006) menggunakan putih telur dengan

konsentrasi 0%,2% dan 5% dan Tween 80 dengan konsentrasi 0%; 0,2% dan 0,5%

dengan tambahan zat pengisi dekstrin 15%. Kadam et al., (2012) dalam pembuatan

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tomatmedia.unpad.ac.id/thesis/240110/2012/240110120029_2_7396.pdf · 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tomat Tanaman tomat (Solanum lycopersicum) termasuk

17

bubuk tomat menggunakan metode pengeringan pembusaan menggunakan zat

pembusa putih telur (0%, 0,5%, 1%,1,5%, dan 2%),CMC (0%, 0,25%, 0,5%,

0,75%, dan 1%) dan susu (0%, 3%, 5%, 7% dan 9%). Qadri dan Srivastava (2014)

menggunakan putih telur dengan konsentrasi 10% dalam pembuatan bubuk tomat

dengan pengeringan pembusaan berbantu oven gelombang mikro. Putih telur

banyak menjadi pilihan dalam pengeringan pembusaan karena dapat membentuk

lapisan berupa gelembung udara yang dapat melindungi komponen penting seperti

nutrisi pada bahan selama mengalami kontak dengan udara panas selama

pengeringan selain itu harga putih telur relatif murah dan mudah didapatkan

(Kamsiati, 2006).

2.5 Pemanasan Gelombang Mikro

Gelombang mikro merupakan bagian dari spektrum elektromagnetik

dengan panjang gelombang 1 mm hingga 1 m dengan frekuensi yang sesuai antara

300 MHz dan 300 GHz (Thostenson, 1999). Pemanasan gelombang mikro mengacu

pada penggunaan gelombang elektromagnetik frekuensi tertentu untuk

menghasilkan panas dalam bahan. Pemanfaatan energi gelombang mikro dapat

mengurangi biaya, eknomis, dan kompetitif untuk diimplementasikan ke dalam

sistem industri (Silaghi, 2009).

Pemanasan gelombang mikro memiliki sejumlah keunggulan kuatitatif dan

kualiatif dibandingkan pemaasan konvensional. Keuntungan utama adalah tempat

dimana panas yang dihasilkan berasal dari produk itu sendiri, karena itu pengaruh

konduktivitas panas atau perpindahan panas koefisien tidak memainkan peranan

penting. Bahan yang berukuran lebih besar dapat dipanaskan dalam waktu yang

lebih singkat dengan distribusi suhu yang merata.

Pemanasan gelombang mikro disebabkan kemampuan bahan untuk

menyerap energi gelombang mikro dan mengubahnya menjadi panas. Pemanasan

gelombang mikro pada bahan terutama terjadi karena mekanisme dipolar atau ionik.

Kelembaban air menyebabkan pemanasan dielektrik karena sifat dipol air. Medan

listrik akan berisolasi pada molekul air, molekul dipolar terpolarisasi secara

permanen mencoba untuk mengubah kembali ke arah medan listrik, karena

frekuensi tinggi medan listrik, penyesuaian ini terjadi pada satu juta kali per detik

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tomatmedia.unpad.ac.id/thesis/240110/2012/240110120029_2_7396.pdf · 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tomat Tanaman tomat (Solanum lycopersicum) termasuk

18

menyebabkan gesekan internal molekul yang mengakibatkan pemanasan

volumetrik material (Chandrasekaran et al., 2013).

Gelombang mikro memiliki kemampuan untuk menembus dan

menghasilkan panas volumetrik dalam bahan, karena interaksi dalam medan listrik

dengan molekul air maka akan meningkatkan tekanan uap air sehingga terjadi

penguapan air. Penguapan air menyebabkan terjadinya penurunan kadar air pada

bahan pangan. Penurunan kadar air menggunakan pemanasan gelombang mikro

disebabkan karena adanya beberapa tahapan yang terjadi, yang pertama adalah

penguapan yang lemah dan tahap selanjutnya adalah penguapan intensif (Arballo

et al., 2012).

2.5.1 Prinsip Kerja Oven Gelombang Mikro

Gelombang mikro terdiri dari tiga komponen yaitu sumber gelombang

mikro, jaringan transmisi, dan aplikator. Daya pada oven gelombang mikro

dihidupkan oleh energi listrik yang tersalur ke dalam oven gelombang mikro yang

dapat menghidupkan magnetron. Sumber gelombang mikro menghasilkan radiasi

elektromagnetik, jalur transmisi mengantarkan energi elektromagentik dari sumber

aplikator ke aplikator, dan aplikator akan mengaplikasikan energi yang akan diserap

atau dipantulkan oleh bahan (Thostenson, 1999).

Sumber gelombang mikro yang paling banyak digunakan adalah magnetron

(Vollmer, 2004). Prinsip kerja magnetron secara sederhana yaitu mengkonversi

tenaga listrik biasa dari stopkontak menjadi gelombang radio yang sangat singkat

(sekitar 4 inchi dari puncak) dengan frekuensi sekitar 2450 MHz. Frekuensi tersebut

akan menghasilkan energi yang mudah diserap oleh air, lemak dan gula, sehingga

menghasilkan getaran yang sangat cepat dan suhu tinggi, untuk menghasilkan

beberapa tingkatan energi pada gelombang mikro digunakan power level (Food

Safety and Inspection Service, 2011). Komponen utama pada oven gelombang

mikro dapat dilihat pada Gambar 4.

Berdasarkan Widianarko, dkk. (2000), magnetron menghasilkan gelombang

mikro di dalam oven yang akan disalurkan oleh wave guide. Wave guide ini

berfungsi untuk menyalurkan gelombang mikro agar mengarah ke ruang oven.

Namun sebelum masuk ke dalam ruang oven, gelombang mikro ini masuk ke dalam

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tomatmedia.unpad.ac.id/thesis/240110/2012/240110120029_2_7396.pdf · 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tomat Tanaman tomat (Solanum lycopersicum) termasuk

19

stirrer yang berupa kipas yang berfungsi menyebarkan gelombang mikro ke dalam

ruang oven.

Gambar 4. Komponen Utama Gelombang Mikro (Tull, 1987)

Gelombang mikro yang bekerja secara sinusoidal kemudian akan memantul

pada dinding di dalam ruang oven dan tertuju kepada bahan yang sedang di olah.

Gelombang mikro ini beriknteraksi sebanyak 4,9 juta kali dalam setiap detik dengan

gerakan bolak balik. Gerakan bolak balik tersebut yang menyebabkan terjadinya

agitasi partikel air dalam bahan yang menimbulkan gesekan antara yang membuat

tekanan parsial di dalam bahan meningkat. Partikel air tersebut akan berpindah ke

tekanan parsial yang tinggi di dalam bahan ke tekanan parsial rendah di luar bahan.

Air keluar dari bahan secara tidak langsung akan menguap dengan bantuan

gelombang mikro dan membuat bahan di dalam ruang oven tersebut menjadi

kering.

Lampu halogen yang terdapat pada bagian atas (langit-langit oven) dan

bawah (lantai oven) dan meja putar di dalam oven gelombang mikro berfungsi

untuk meningkatkan keseragaman pemanasan pada bahan dalam arah radial.

Keseragaman pemanasan bervariasi di seluruh sumbu rotasi karena ada perubahan

dalam radiasi elektromagnetik sepanjang sumbu. Kontur suhu makanan yang

berputar lebih merata dibandingkan dengan makanan yang tidak berputar

(Chandrasekaran et al., 2013).

Energi yang dihasilkan oleh sumber gelombang mikro akan diaplikasikan

pada bahan aplikator, oleh sebab itu desain dari aplikator sangat penting

(Thotenson, 1999). Aplikator yang paling umum digunakan adalah rongga

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tomatmedia.unpad.ac.id/thesis/240110/2012/240110120029_2_7396.pdf · 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tomat Tanaman tomat (Solanum lycopersicum) termasuk

20

multimode, yang pada dasarnya adalah sebuah kotak besar, setidaknya satu dimensi

lebih besar dari ruang bebas panjang gelombang radiasi (122 mm pada 2450 MHz).

Gelombang mikro memasuki rongga multimode mengalami beberapa refleksi

untuk membentuk pola gelombang yang diatur oleh dimensi rongga dan sifat beban.

2.5.2 Aplikasi Pemanasan Menggunakan Gelombang Mikro

Proses pemanasan gelombang mikro yang cepat menyebabkan belum

tercapaianya proses browning sehingga perubahan warna pada bahan kecil.

Gelombang mikro selain digunakan untuk thawing, pasterisasi, dan sterilisasi, juga

digunakan dalam pembakaran, memasak, pengasapan, pengeringan, pengeringan

pembekuan, dan tempering (Mathavi, 2013). Gelombang mikro biasanya tidak

menyebabkan reaksi maillard karena waktu memasak yang singkat dan suhu yang

rendah (Puligundla, 2013).

Pengeringan menggunakan gelombang mikro memiliki keuntungan yaitu

untuk mencapai tingkat pengeringan dengan cepat dan meningkatkan kualitas

beberapa produk. Dalam pengeringan menggunakan gelombang mikro karena

volumetrik air yang dihasilkan di dalam gradien tekanan internal dikembangkan,

maka air dipaksa untuk keluar sehingga penyusutan bahan makanan dapat dicegah.

(Chandrasekaran et al., 2013).

2.5.3 Daya Oven Gelombang Mikro

Tobing (2004) mengemukakan bahwa daya yang diperlukan oven

gelombang mikro berkisar antara 500 W – 1000 W, semakin besar daya yang

dimiliki semakin cepat pula bahan mengalami pengeringan. Daya awal ketika oven

gelombang mikro dinyalakan sangat tinggi sekitar 1000 watt hingga 1450 watt.

Pabrik akan memberikan tanda yang berbeda-beda untuk mengatur jumlah energi

yang diperlukan. Pada oven gelombang mikro yang digunakan pada penelitian ini

dengan merek Sharp R-222Y patokan yang digunakan jumlah energi adalah sebagai

berikut:

High untuk pemakaian energi 100%

Medium high untuk pemakaian energi 75%

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tomatmedia.unpad.ac.id/thesis/240110/2012/240110120029_2_7396.pdf · 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tomat Tanaman tomat (Solanum lycopersicum) termasuk

21

Medium untuk pemakaian energi 50%

Medium low untuk pemakaian energi 30%, dan

Low untuk pemakaian energi 10%.

Daya memiliki hubungan yang berbanding lurus dengan pengeringan.

Semakin besar daya yang digunakan pada saat pengeringan suatu bahan, maka akan

semakin cepat pula pengeringan berlangsung. Konsumsi daya akan berbanding

lurus dengan konsumsi energi listrik yang digunakan.

2.5.4 Efisiensi Pengeringan Oven Gelombang Mikro

Pengukuran efisiensi oven gelombang mikro bertujuan untuk mengetahui

seberapa efektif pengeringan tomat dengan menggunakan oven gelombang mikro.

Perhitungan efisiensi oven gelombang mikro pada pengeringan ampas tomat serta

campuran ampas tomat dan putih telur yaitu dengan membandingkan jumlah energi

yang digunakan selama pengeringan dengan energi panas oven gelombang mikro.

Menurut Singh dan Heldman (2009) panas yang dihasilkan pada oven gelombang

mikro berasal dari energi oven gelombang mikro tersebut dan bahan dielektrik.

Energi listrik yang digunakan pada pengeringan menggunakan oven gelombang

mikro merupakan jumlah dari energi sensibel pada tomat dan energi sensibel air

yang teruapkan dalam ampas tomat.

Menurut Gaikwad (2016), nilai relative dielectric constant pada tomat

merah dengan frekuensi 2450 MHz sebesar 58,07 dan nilai dielectric loss factor,

ε”, sebesar 11,83. Menurut Singh dan Heldman (2009), nilai loss tangent, tan δ,

mengindikasikan seberapa baik bahan dapat ditembus oleh medan listrik dan

bagaimana bahan dapat mendisipasi energi listrik menjadi panas. Persamaan yang

digunakan untuk menghitung efisiensi pengeringan oven gelombang mikro

dinyatakan dalam Persamaan (15).

2.6 Bubuk Tomat Kering

Tomat termasuk ke dalam sayuran yang tingkat produksinya cukup tinggi

di Indonesia. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2019), produksi tomat nasional

sebesar 976.790 ton pada tahun 2018. Tingkat produksi tomat pada saat panen raya

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tomatmedia.unpad.ac.id/thesis/240110/2012/240110120029_2_7396.pdf · 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tomat Tanaman tomat (Solanum lycopersicum) termasuk

22

sangat tinggi namun kebutuhan tomat yang tidak sebanding dengan hasil produksi

membuat harga tomat di tingkat petani menurun drastis hingga dibeberapa wilayah

para petani membuang tomat cuma-cuma karena tidak laku dipasaran. Konsumsi

tomat dalam bentuk segar menjadi pilihan utama, namun kondisi tomat sebagai

tanaman semusim tidak dapat memenuhi kebutuhan konsumsi segar. Kondisi tomat

segar yang perishable dan mudah mengalami kerusakan setelah panen

menyebabkan tomat mengalami kehilangan sebesar 40% - 50% setelah panen setiap

tahunnya (Abdulmalik et al., 2014).

Surplus tomat setiap tahunnya mendorong berbagai pihak terutama

pemerintah dan industri untuk dapat menyerap tomat hasil produksi petani dan

menambah rantai produksi yang dapat mengolah tomat menjadi berbagai macam

produk olahan seperti pasta dan bubuk tomat sebagai bumbu dapur, masker wajah

maupun produk olahan lainnya. Kecenderungan masyarakat terhadap produk instan

menjadi tantangan sekaligus peluang untuk mengembangkan produk olahan

alternatif, seperti bubuk tomat, dengan kualitas yang baik dan harga yang

terjangkau sehingga membuka kemungkinan pula untuk dapat dijual dipasar

internasional. Bubuk tomat dapat diproduksi menggunakan beberapa metode

diantaranya adalah dengan menggunakan spray dryer, tunnel dryer, refractance

window dan pengeringan pembusaan.

Bubuk tomat yang banyak dijual dipasaran internasional menurut

Foodchem International Corporation (2015) memiliki warna jingga hingga jingga

kemerahan, memiliki aroma khas tomat, memiliki kadar air maksimal 7% dan kadar

abu maksimal 3% serta terbebas dari benda asing, E.coli, salmonella dan listeria.

Pengeringan tomat segar hingga menjadi bubuk tomat kering diharapkan dapat

memepertahankan kandungan gizi dan khasiat dari tomat itu sendiri. Pengolahan

bubuk tomat diharapkan pula dapat memperpanjang umur simpan tomat sehingga

dapat memenuhi kebutuhan akan tomat pada saat bukan musimnya serta dapat

mempermudah dalam proses penyimpanan dan transportasi sehingga nilai jual

tomat dapat terjaga untuk jangka waktu yang lebih lama.

Kegunaan bubuk tomat salah satunya dapat dijadikan sebagai masker wajah.

Menurut Cahyono (2008), masker wajah yang terbuat dari tomat mengandung zat

pengikat vitamin C yang dapat mencegah perkembangan bakteri sehingga jerawat

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tomatmedia.unpad.ac.id/thesis/240110/2012/240110120029_2_7396.pdf · 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tomat Tanaman tomat (Solanum lycopersicum) termasuk

23

tidak akan meradang. Masker bubuk tomat yang beredar di pasaran salah satunya

adalah masker wajah bubuk tomat yang diproduksi oleh Mustika Ratu. Kandungan

vitamin C pada masker berasal dari ekstrak bubuk tomat, sehingga masker wajah

dari bubuk tomat ini kaya akan antioksidan. Manfaat lain dari masker wajah bubuk

tomat ini adalah dapat menjadikan kulit kusam menjadi lebih segar.

2.7 Proses Pengolahan Bubuk Tomat Kering

2.7.1 Proses Persiapan Bahan

Menurut Qadri dan Srivastava (2014), dalam pengeringan tomat

menggunakan pengeringan pembusaan berbantu oven gelombang mikro ini terdiri

dari beberapa tahapan persiapan bahan diantaranya adalah:

1. Sortasi

Sortasi merupakan kegiatan untuk memisahkan tomat segar dengan

tomat yang dalam keadaan yang tidak segar serta mengalami kerusakan

secara fisiologis maupun mekanis. Tomat yang dipilih dalam tahap

sortasi adalah tomat segar dengan lingkar permukaan 22-24 cm, hal ini

dimaksudkan agar tomat yang digunakan seragam serta memiliki warna

dominan merah.

2. Pencucian

Potensi tercemarnya tomat dengan kontaminan-kontaminan seperti

bahan kimia, mikroba selama di kebun menyebabkan proses pencucian

ini sangat diperlukan. Pencucian bertujuan untuk menghilangkan tanah

dan bahan asing lainnya yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan

konsumen.

3. Blansing dan penghilangan kulit

Blansing bertujuan untuk menginaktifasi enzim, melunakkan jaringan

dan mengurangi kontaminasi mikroorganisme yang merugikan,

sehingga diperoleh mutu produk yang dikeringkan, dikalengkan dan

dibekukan dengan kualitas yang baik (Muchtadi dkk, 2010). Menurut

Witi (1990), proses blansing dapat memberikan peningkatan

permeabilitas sel pada bahan hasil pertanian yang akan mempercepat

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tomatmedia.unpad.ac.id/thesis/240110/2012/240110120029_2_7396.pdf · 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tomat Tanaman tomat (Solanum lycopersicum) termasuk

24

proses penguapan air dari bahan sehingga proses pengeringan

berlangsung lebih cepat. Proses blansing yang digunakan pada

penelitian ini adalah blansing rebus. Blansing rebus ini, selain dapat

mengurangi kontaminasi mikroorganisme yang merugikan juga dapat

mempermudah proses penghilangan kulit tomat karena pengaruh proses

blansing yang dapat melunturkan jaringan.

4. Pengirisan dan pemisahan biji

Bubuk tomat yang berwarna jingga hingga jingga kemerahan

merupakan salah satu kriteria yang menjadi syarat mutu bubuk tomat

yang layak dijual dipasaran, selain itu warna yang bersih merupakan

daya tarik tersendiri bagi konsumen, sehingga perlu adanya pemisahan

biji dari tomat segar yang akan diproses. Tomat segar yang bebas dari

kulit diiris melintang untuk memudahkan pemisahan biji. Bubuk tomat

yang dihasilkan akan mengandung bintik-bintik hitam dan tidak

menarik apabila biji tidak dipisahkan. Tomat kembali diiris untuk

memudahkan tomat masuk ke dalam pengejus setelah tomat bebas dari

kulit dan biji.

5. Pengejusan

Tujuan dari perlakuan ini adalah untuk menghancurkan jaringan tomat

sehingga didapatkan ampas dengan tekstur yang halus dan memperluas

permukaan bahan agar proses selanjutnya berlangsung efektif. Menurut

Kartasapoetra (1994), semakin luas permukaan bahan maka semakin

luas pula permukaan bahan yang dapat berhubungan dengan medium

pemanas, sehingga massa air dari pusat bahan dapat dengan mudah

bermigrasi ke permukaan bahan lalu menguap keluar dari bahan dan

pengeringan berlangsung lebih cepat. Ampas yang dihasilkan dari

proses pengejusan merupakan bahan utama yang akan digunakan untuk

penelitian ini.

6. Pasteurisasi

Ampas tomat yang telah digiling dipasteurisasi pada suhu 65ºC selama

30 menit (Qadri dan Srivastava, 2014). Menurut Yuyun dan Gunarsa

(2011), pasteurisasi merupakan proses pemanasan bahan makanan pada

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tomatmedia.unpad.ac.id/thesis/240110/2012/240110120029_2_7396.pdf · 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tomat Tanaman tomat (Solanum lycopersicum) termasuk

25

suhu 60ºC-72ºC selama 30 menit. Tujuan dari pasteurisasi adalah untuk

membunuh mikroba patogen atau penyebab penyakit namun bakteri lain

yang tahan panas akan tetap hidup sehingga setelah proses pasteurisasi

bahan harus disimpan dalam suhu beku (T = -16ºC).

2.7.2 Mekanisme Pengeringan Tomat dengan Pengeringan Pembusaan

Berbantu Oven Gelombang Mikro

Tomat dijus hingga dihasilkan ampas, hal ini dilakukan untuk

mempermudah dalam proses pegeringan lalu ditambahkan dengan busa putih telur

berkonsentrasi 15% kemudian dikocok dengan menggunakan mixer lalu dituangkan

ke dalam plastik anti panas untuk memudahkan dalam melepaskan lapisan tomat

kering yang terbentuk. Penambahan zat pembusa berupa putih telur dalam

pengeringan pembusaan bertujuan untuk memperluas permukaan sehingga kontak

perpindahan massa membesar.

Kontak perpindahan massa membesar dikarenakan bahan yang akan

dikeringkan telah berubah bentuk sebagian menjadi busa, akibatnya kontak dengan

udara pengering menjadi besar sehingga perpindahan massa air (yang akan

diuapkan) menjadi besar dan proses pengeringan menjadi lebih cepat. Selama

proses pengeringan, laju pengeringan dihitung dengan menimbang bahan pada

menit kelima dilanjutkan dengan penimbangan pada setiap selang 1 menit.

Pengeringan dilakukan hingga mencapai kadar air 7% (bk). Setelah didapatkan

lapisan tomat kering, maka dilanjutkan dengan proses penggilingan hingga

terbentuk bubuk tomat, lalu dilakukan pengayakan menggunakan ayakan Tyler

dengan mesh 50 untuk menyeragamkan ukuran butiran bubuk tomat.

2.8 Syarat Mutu Bubuk Tomat

Bubuk tomat kering belum memiliki standar mutu nasional, maka standar

yang digunakan sebagai acuan adalah syarat mutu bubuk tomat kering yang

digunakan dalam industri pangan sayuran kering khususnya bubuk tomat kering

yang secara luas digunakan sebagai suplemen nutrisi. Standar bubuk tomat ini

didasarkan pada standar HACCP dan ISO serta terbukti aman untuk digunakan

sebagai bahan tambahan makanan. Syarat mutu bubuk tomat tersebut terinci dalam

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tomatmedia.unpad.ac.id/thesis/240110/2012/240110120029_2_7396.pdf · 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tomat Tanaman tomat (Solanum lycopersicum) termasuk

26

Tabel 2. Pada Gambar 4 diperlihatkan wujud dari bubuk tomat yang beredar

dipasaran yang memiliki standar sesuai dengan syarat mutu bubuk tomat pada Tabel

2.

Tabel 2. Syarat Mutu Bubuk Tomat

Komponen Standar

Wujud Bubuk,tidak lengket

Warna Jingga hingga jingga kemerahan

Rasa/Aroma Aroma khas tomat, bebas dari aroma lainnya

Kadar Air Maksimal 7,0%

Kadar Abu Maksimal 3,0%

Benda Asing Tidak ada Sumber : Foodchem International Corporation, 2015

Gambar 5. Bubuk Tomat (Foodchem International Corporation, 2015)