bab ii tinjauan pustaka 2.1. - eprints.umm.ac.id

26
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Antibiotik 2.1.1 Definisi Antibiotik Antibiotik adalah suatu obat yang biasa digunakan untuk menghilangkan suatu infeksi dari penyakit dengan aman, namun dapat juga menimbulkan bahaya (Pottinger et al, 2014). Menurut (Utami, 2011) antibiotik merupakan suatu senyawa kimia yang diproduksi mikroorganisme, khususnya adalah fungi atau diproduksi secara sintetik yang dapat menghambat hingga dapat membunuh bakteri atau mikroorganisme lain, sedangkan antimikroba merupakan suatu substansi yang digunakan untuk mengobati atau mengatasi suatu infeksi bakteri pada manusia. 2.1.2 Macam-Macam Terapi Penggunaan Antibiotik 2.1.2.1 Antibiotik Profilaksis Penggunaan antibiotik sebelum, selama, dan hingga 24 jam pasca operasi pada kasus yang secara klinis tidak memperlihatkan tanda-tanda infeksi dengan tujuan untuk mencegah terjadinya Infeksi Daerah Operasi (IDO) (SPO RSUD Dr. Iskak, 2019). Prinsip penggunaan antibiotik profilaksis selain tepat dalam pemilihan jenis juga mempertimbangkan konsentrasi antibiotik dalam jaringan saat mulai dan selama operasi berlangsung (Kemenkes RI, 2011). Pemberian 30-60 menit sebelum insisi, sekali pemberian atau dosis tunggal dalam waktu 15-30 menit secara drip intravena dan pemberian di kamar operasi. Pemberian antibiotik profilaksis diulang bila terjadi perdarahan lebih dari 1500 ml atau lebih dari 30% Estimated blood volume atau EBV (pada pasien anak > 15% EBV) atau lama operasi lebih dari 3 jam, lama pemberian maksimal 24 jam sejak pemberian antibiotik profilaksis pertama (SPO RSUD Dr. Iskak, 2019). Penggunaan antibiotik profilaksis terbatas hanya pada pasien dengan pasien yang memiliki risiko tinggi terkena infeksi, pada pasien yang menerima terapi immunosupresan, pasien kanker, dan pasien yang akan menjalani prosedur pembedahan.Pertahanan tubuh alami pasien tersebut sangat lemah sehingga rentan terhadap infeksi. Karena kemungkinan itu dapat terjadi infeksi oleh

Upload: others

Post on 02-Oct-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - eprints.umm.ac.id

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Antibiotik

2.1.1 Definisi Antibiotik

Antibiotik adalah suatu obat yang biasa digunakan untuk menghilangkan

suatu infeksi dari penyakit dengan aman, namun dapat juga menimbulkan

bahaya (Pottinger et al, 2014). Menurut (Utami, 2011) antibiotik merupakan

suatu senyawa kimia yang diproduksi mikroorganisme, khususnya adalah

fungi atau diproduksi secara sintetik yang dapat menghambat hingga dapat

membunuh bakteri atau mikroorganisme lain, sedangkan antimikroba

merupakan suatu substansi yang digunakan untuk mengobati atau mengatasi

suatu infeksi bakteri pada manusia.

2.1.2 Macam-Macam Terapi Penggunaan Antibiotik

2.1.2.1 Antibiotik Profilaksis

Penggunaan antibiotik sebelum, selama, dan hingga 24 jam pasca operasi

pada kasus yang secara klinis tidak memperlihatkan tanda-tanda infeksi

dengan tujuan untuk mencegah terjadinya Infeksi Daerah Operasi (IDO)

(SPO RSUD Dr. Iskak, 2019). Prinsip penggunaan antibiotik profilaksis

selain tepat dalam pemilihan jenis juga mempertimbangkan konsentrasi

antibiotik dalam jaringan saat mulai dan selama operasi berlangsung

(Kemenkes RI, 2011). Pemberian 30-60 menit sebelum insisi, sekali

pemberian atau dosis tunggal dalam waktu 15-30 menit secara drip intravena

dan pemberian di kamar operasi. Pemberian antibiotik profilaksis diulang bila

terjadi perdarahan lebih dari 1500 ml atau lebih dari 30% Estimated blood

volume atau EBV (pada pasien anak > 15% EBV) atau lama operasi lebih dari

3 jam, lama pemberian maksimal 24 jam sejak pemberian antibiotik

profilaksis pertama (SPO RSUD Dr. Iskak, 2019). Penggunaan antibiotik

profilaksis terbatas hanya pada pasien dengan pasien yang memiliki risiko

tinggi terkena infeksi, pada pasien yang menerima terapi immunosupresan,

pasien kanker, dan pasien yang akan menjalani prosedur

pembedahan.Pertahanan tubuh alami pasien tersebut sangat lemah sehingga

rentan terhadap infeksi. Karena kemungkinan itu dapat terjadi infeksi oleh

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - eprints.umm.ac.id

7

beberapa jenis organisme dan jika sampai terjadi infeksi pada pasien akan

membawa pasien pada kondisi yang buruk maka diberikanlah antibiotik

profilaksis (Gallagher & MacDougall, 2018).

2.1.2.2 Antibiotik Empiris

Terapi antibiotik empiris merupakan penggunaan antibiotik pada kasus

infeksi bakterial atau diduga infeksi bakterial yang belum diketahui jenis

bakteri penyebab dan pola kepekaannya (SPO RSUD Dr. Iskak, 2019). Dasar

pemilihan jenis dan dosis antibiotik empiris didasarkan pada data

epidemiologi, pola resistensi, kondisi pasien, ketersediaan, dan spektrum

antibiotik (Kemenkes RI, 2011). Waktu dimulainya pemberian antibiotik

empiris berdasarkan dari situasi kedaduratan pada pasien. Pada kondisi kritis

atau darurat seperti pada pasien septic syok, pasien neutropenia febril, dan

pasien dengan meningitis bakteri, terapi empiris harus segera dimulai setelah

atau bersamaan dengan koleksi diagnostik spesimen atau kultur kuman

(Leekha et al., 2011). Pada umumunya terapi empiris diberikan sebelum

dokter dapat mengidentifikasi organisme penyebab dan pola kepekaannya.

Terapi empiris merupakan agen paling aktif terhadap kemungkinan penyebab

infeksi (Gallagher & MacDougall, 2018). Pemberian antibiotik empiris harus

mempertimbangkan beberapa hal, yaitu lokasi infeksi dan jenis mikroba yang

paling banyak menginfeksi lokasi tersebut, pola resistensi bakteri pada

fasilitas kesehatan tersebut dan pengetahuan tentang bakteri yang sebelumnya

pernah menginfeksi pasien (Leekha et al., 2011).

2.1.2.3 Antibiotik Definitif

Penggunaan antibiotik definitif merupakan penggunaan antibiotik pada

kasus infeksi yang telah diketahui jenis bakteri penyebab dan pola

kepekaannya (SPO RSUD Dr. Iskak, 2019). Bertujuan untuk eradikasi dan

menghambat pertumbuhan bakteri berdasarkan hasil pemeriksaan

mikrobiologi. Setelah pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas dilakukan,

terapi antibiotik definitif dapat diberikan, dengan mengetahui bakteri

penyebab infeksi maka pemilihan terapi antibiotik dapat lebih tepat dan

efektif. Dasar pemilihan jenis dan dosis antibiotik definitif yaitu berdasarkan

efikasi, sensitivitas, kondisi pasien, biaya, dan minim risiko resistensi.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - eprints.umm.ac.id

8

Penggunaan antibiotik definitif yaitu diutamakan menggunakan antibiotik lini

pertama dan berspektrum sempit (Kemenkes RI, 2011). Hal ini dapat

meminimalisir toksisitas, kegagalan terapi, kemungkinan berkembangnya

resistensi, dan juga membantu pengelolaan biaya yang minimal (Gallagher &

MacDougall, 2018).

2.1.3 Klasifikasi Antibiotik

Menurut Kementrian Kesehatan RI tahun 2011, antibiotik dapat

diklasifikasikan berdasarkan mekanisme kerjanya, berikut klasifikasinya:

1. Merusak atau menghambat dinding sel bakteri. Golongan antibiotik yang

bekerja dengan mekanisme tersebut adalah golongan beta-laktam seperti

inhibitor beta-laktamase, karbapenem, monobaktam, penisilin dan

sefalosporin, dan beberapa juga terdapat dari kelas lain seperti basitrasin

dan vankomisin

2. Memodifikasi atau menghambat sintesis protein antara lain,

aminoglikosida, golongan makrolida (azitromisin, eritromisin,

klaritromisin), klindamisin, kloramfenikol, mupisorin, spektinomisin,

dan tetrasiklin.

3. Bekerja dengan menginhibisi enzim-enzim esensial pada metabolisme

asam folat seperti sulfonamid dan trimetoprim.

4. Mempengaruhi pada metabolisme atau sintesis asam nukleat seperti

kuinolon, nitrofurantoin (Kemenkes, 2011).

2.1.3.1 Obat yang merusak atau menghambat dinding sel bakteri

2.1.3.1.1 Antibiotik golongan beta-laktam

Antibiotik beta-laktam adalah kelompok obat yang dari berbagai

golongan yang memiliki struktur cincin beta-laktam seperti inhibitor beta-

laktamase, monobaktam, penisilin, sefalosporin. Antibiotik golongan ini

umumnya bersifat bakterisid. Sebagian besar golongan ini efektif terhadap

organisme Gram positif dan negatif (Kemenkes, 2011). Semua golongan

beta-laktam dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas, seperti demam

ringan, intersitial nefritis akut hingga anafilaksis. Terdapat juga beberapa

sensitivitas silang antar kelas, namun tidak ada cara yang tepat untuk

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - eprints.umm.ac.id

9

memprediksi seberapa sering hal tersebut dapat terjadi (Gallagher &

MacDougall, 2018).

2.1.3.1.2 Penisilin

Penisilin merupakan antibiotik yang pertama kali ditemukan oleh

Alexander Fleming dari jamur dengan genus Penicillium (Goodman &

Gilman, 2012). Golongan penisilin mempunyai persamaan sifat kimiawi,

mekanisme kerja, farmakologi, dan karakterisktik imunologis dengan

sefalosforin, monobaktam, karbapenem, dan penghambat beta-laktamase.

Semua obat tersebut merupakan senyawa beta laktam yang dinamakan

demikian karena mempunyai cincin beta-laktam beranggota empat yang unik

(Katzung, 2012). Hidrolisis cincin beta-laktam oleh bakteri ß-lactamases

akan menghasilkan asam penilloid yang mana asam penilloit tidak memiliki

aktivitas antibakteri (Katzung, 2018). Penisilin memiliki waktu paruh yang

relatif singkat ( kurang dari 2 jam) sehingga harus diberikan beberapa kali.

Sebagian besar waktu paruh penisilin yang berkepanjangan dapat

menyebabkan disfungsi ginjal (Gallagher & MacDougall, 2018).

Polisakarida tersebut mengandung gula amino, N-asetilglukosamin, dan

asam N-asetilmuramik yang mengikat 5 peptida dari asam amino, dimana

rangkaian peptida ini akan berakhir di D-alanyl dan D-alanin. Penicillin

binding protein (PBP) akan menghilangkan terminal D-alanin sehingga akan

terbentuk sambung silang (cross linking) dengan peptida terdekat. Reaksi

sambung silang ini akan menyebabkan kekakuan struktural pada dinding sel

bakteri. Antibiotik beta laktam merupakan analog struktural alami substrat D-

Alanyl dan D-Alanin yang secara kovalen mengikat ke situs aktif PBP yang

mengakibatkan penghambatan reaksi transpeptidase dan menghentikan

sintesis peptidoglikan yang merupakan salah satu komponen sel bakteri,

sehingga sel mengalami kematian (Deck, Daniel H. 2015).

Derivat penisilin yang sering dipakai secara luas sebagai terapi

pengobatan infeksi bakteri yaitu benzilpenisilin, penisilin G prokain, penisilin

G benzatin, penisilin V, fenetisilin, metisilin, nafsilin, tikarsilin, sulbenisilin,

karbenisilin, amoksisilin, ampisilin, flukloksasilin, dikloksasilin, kloksasilin

dan oksasilin (Siswandono, 2016). Golongan penisilin diklasifikasikan

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - eprints.umm.ac.id

10

berdasarkan spektrum aktivitas antibiotiknya, antara lain penisilin G dan

penisilin V, penisilin yang resisten terhadap beta-laktamase, aminopenislin,

karboksipenislin, ureidopenisilin. Pengklasifikasiannya seperti berikut:

Tabel II. 1 Antibiotik Golongan Penisilin

Golongan Contoh Aktivitas

Penisilin G dan

Penisilin V

Penisilin G

dan Penisilin

V

Sangat aktif terhadap kokus Gram

positif, tetapi cepat dihidrolisis oleh

penisilinase atau beta-laktamase.

Tidak efektif terhadap S.aureus

Aminopenisilin Ampisilin,

Amoksisilin

Selain memiliki aktivitas terhadap

bakteri Gram-positif, juga memiliki

aktivitas pada mikroorganisme

Gram negatif, seperti Haemophilus

influenzae, Escherichia coli, dan

Proteus mirabilis. Obat-obat ini

sering diberikan bersama inhibitor

betalaktamase (asam klavulanat,

sulbaktam, tazobaktam) untuk

mencegah hidrolisis oleh

betalaktamase yang semakin

banyak ditemukan pada bakteri

Gram negatif ini.

Ureidopenisilin mezlosilin,

azlosilin,dan

piperasilin

Aktivitas antibiotik terhadap

Pseudomonas, Klebsiella, dan

Gramnegatif lainnya. Golongan ini

dirusak oleh beta-laktamase.

Sumber: Kemenkes RI, 2011; Katzung et al, 2013; Siswandono, 2016

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - eprints.umm.ac.id

11

Lanjutan tabel II.1 Antibiotik golongan Penisilin

Golongan Contoh Aktivitas

Karboksipenisilin karbenisilin,

tikarsilin

Antibiotik yang digunakan

untuk bakteri Pseudomonas,

Enterobacter, dan Proteus.

Aktivitas antibiotik lebih

rendah dibanding ampisilin

terhadap kokus Gram-positif,

dan kurang aktif dibanding

piperasilin dalam melawan

Pseudomonas. Golongan ini

dirusak oleh beta-laktamase.

Sumber: Kemenkes RI, 2011; Katzung et al, 2013; Siswandono, 2016

Penisilin V merupakan bentuk oral dari penisilin G. Spektrumnya baik

untuk bakteri Treponema pallidum, streptococci termasuk Streptococcus

pneumoniae, dan berspektrum sedang pada bakteri enterococci. Benzathine

dan prokain merupakan penisilin yang dapat diberikan secara intramuskular

karena dapat memberikan efek depot. Natural penisilin umumnya digunakan

untuk indikasi sifilis, terutama neurosifilis. Selain itu penisilin juga

digunakan pada pasien yang rentan terhadap infeksi streptococcus seperti

faringitis atau endokarditis (Gallagher & MacDougall, 2018).

Penisilin G (Benzil Penisilin) merupakan klasifikasi dari antibiotik

golongan penisilin yang diindikasikan pada pasien dengan penyakit

pneumonia, infeksi tenggorokan, otitis media, penyakit Lyme, endokarditis

streptokokus, infeksi meningokokus, enterokolitis nekrotika, fasciitis

nekrotika, leptospirosis, antraks, aktinomikosis, abses otak, gas gangren,

selulitis, osteomielitis. Sedangkan obat antibiotik ini dikontraindikasikan

kepada pasien hipersensitif. Dosis pemakaian penisilin pada infeksi ringan

sampai sedang pada organisme yang sensitif adalah dengan cara injeksi secara

intramuskular (i.m.) atau dengan intravena (IV) lambat atau infus Intravena

(Gallagher & MacDougall, 2018).

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - eprints.umm.ac.id

12

2.1.3.1.3 Sefalosporin

Aktivitas antibiotik golongan sefalosporin serupa dengan penisilin, tetapi

sefaloporin memiliki keunggulan lebih tahan dan lebih stabil terhadap enzim

beta laktamase daripada golongan penisilin. Oleh karena itu, sefalosporin

mempunyai spektrum yang lebih luas. Sefalosporin dibagi menjadi 4 generasi

berdasarkan perbedaan luas spektrum (Deck, Daniel H. 2015).Penggolongan

sefalosporin dibagi menjadi 4 generasi yaitu generasi I, generasi II, generasi

III, dan generasi IV. Penggolongan tersebut seperti tabel berikut ini:

Tabel II. 2 Klasifikasi dan aktivitas Sefalosporin

Generasi Contoh Aktivitas

I

Sefaleksin Antibiotik yang efektif terhadap

Gram positif yang berbentuk

kokus seperti pneumokokus,

streptokokus, dan stafilokokus

serta memiliki aktivitas sedang

terhadap Gram negatif

Sefalotin

Sefazolin

Sefradin

Sefadroksil

II

Sefaklor Aktivitas antibiotik Gram negatif

yang lebih aktif daripada generasi

I

Sefamandol

Sefuroksim

Sefoksitin

Sefotetan

Sefmetazol

Sumber: Kemenkes RI, 2011; Katzung et al, 2013; Siswandono, 2016

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - eprints.umm.ac.id

13

Lanjutan tabel II.2 Klasifikasi dan aktivitas Sefalosporin

Generasi Contoh Aktivitas

III

Moksolaktam Aktivitas kurang aktif

terhadap kokus Gram positif

dibandingkan generasi I,

tapi lebih aktif terhadap

Enterobacteriaceae,

termasuk strain yang

memproduksi beta

laktamase. Seftazidim dan

sefoperazon juga aktif

terhadap P. Aeruginosa, tapi

kurang aktif dibandingkan

generasi III lainnya terhadap

kokus Gram positif

Sefotaksim

Seftriakson

Sefiksim

Sefoperazon

Sefrizoksim

Sefpodoksim

Seftazidim

IV

Sefepim Aktivitas lebih luas

dibandingkan dan lebih

stabil dari generasi

sebelumnya dan tahan

terhadap beta-laktamase

Sefpirom

Sumber: Kemenkes RI, 2011; Katzung et al, 2013; Siswandono, 2016

Sefalosporin generasi pertama memiliki aktivitas yang baik pada bakteri

cocci gram positif, seperti Streptococcus, dan Staphylococcus, tetapi

memiliki aktivitas yang kurang baik pada bakteri gram negatif (Deck, Daniel

H. 2015). Sefaleksin, sefadrin, dan sefadroksil diberikan secara per oral

karena absorbsi per oral yang baik dan lebih dianjurkan diberikan bersama

makanan karena dapat mengurangi efek samping obat pada saluran

pencernaan. Sedangkan sefazolin diberikan secara intravena. Semua obat

sefalosporin generasi 1 dieliminasi sebagian besar melalui urin (70% - 100%)

sehingga perlu dikontrol dan disesuaikan apabila terdapat gangguan fungsi

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - eprints.umm.ac.id

14

ginjal (Petri, William A. 2006). Sefalosporin generasi pertama banyak

digunakan sebagai antibiotik profilaksis saat prosedur pembedahan karena

spektrumnya luas, harganya terjangkau, dan insiden efek samping obat

rendah (Gallagher & MacDougall, 2018).

Sefalosporin generasi kedua mempunyai aktivitas yang lebih baik pada

bakteri gram negatif tetapi lebih rendah pada bakteri gram positif dan lebih

tahan terhadap enzim betalaktamase (Katzung, 2013). Cefmetazole dan

sefotetan memiliki aktivitas melawan bakteri anaerob. Umumnya obat-obat

sefalosporin generasi kedua diberikan secara intravena, tetapi beberapa obat

seperti Sefaklor, sefuroksim axetil, dan sefprozil dapat diberikan secara oral.

Pemberian secara intramuskular menyakitkan sehingga harus dihindari.

Penyesuaian dosis dibutuhkan ketika terjadi gangguan fungsi ginjal karena

hampir semua obat dieliminasi melalui ginjal (Siswandono, 2016).

Sefalosporin generasi kedua banyak digunakan untuk mengatasi infeksi

saluran pernafasan bagian bawah, sinusitis, otitis, pneumonia, infeksi

anaerobik campuran seperti peritonitis, diverticulitis, dan penyakit radang

panggul (Deck, Daniel H. 2015).

Sefalosporin generasi ketiga mempunyai spektrum yang lebih luas pada

bakteri gram negatif dari sefalosporin generasi sebelumnya, tetapi memiliki

aktivitas yang kurang baik pada bakteri gram positif. Selain itu, generasi ini

bisa menembus sawar darah otak dan memiliki ketahanan terhadap enzim

betalaktamase. Ceftazidime dan cefoperazone adalah golongan sefalosporin

yang memiliki aktivitas melawan bakteri Pseudomonas aeruginosa.

Sefalosporin generasi ketiga dapat menembus cairan tubuh dan jaringan

dengan baik, sehingga hampir semuanya diberikan secara intravena dengan

pengecualian sefoperazon. Hampir semua obat dieliminasi melalui urin

kecuali sefoperazon dan seftriakson yang diekskresi melalui empedu

sehingga untuk kedua obat ini tidak perlu penyesuaian dosis pada pasien

gangguan ginjal. Digunakan untuk indikasi berbagai macam infeksi serius

yang disebabkan oleh organisme yang resisten dan meningitis (Deck, Daniel

H. 2015).

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - eprints.umm.ac.id

15

Sefalosporin generasi keempat mempunyai spektrum yang lebih luas dari

generasi ketiga. Selain itu ketahanan terhadap betalaktamase juga lebih baik.

Sefepim memiliki aktivitas yang baik melawan P. aeruginosa,

Enterobacteriaceae, S. aureus, dan S. Pneumoniae (Deck, Daniel H. 2015).

Menembus dengan baik ke dalam cairan cerebrospinal, diberikan secara

intravena dan mengalami eliminasi dalam bentuk aktif di ginjal (80%-90%).

Penyesuaian dosis dilakukan ketika terdapat gangguan ginjal. Penggunaan di

klinis umumnya untuk terapi empiris pada infeksi di rumah sakit yang

disebabkan oleh bakteri gram positif (Petri, William A. 2006).

2.1.3.1.4 Karbapenem

Karbapenem merupakan antibiotik lini ketiga yang mempunyai aktivitas

antibiotik yang lebih luas dibanding sebagian besar beta-laktam lainnya.

Spektrum dengan aktivitas menghambat sebagian besar Gram-positif, Gram

negatif, dan anaerob (Kemenkes RI, 2011). Efek samping yang paling sering

adalah mual dan muntah, dan kejang pada dosis tinggi yang diberi pada pasien

dengan lesi (Sistem Saraf Pusat) SSP atau dengan insufisiensi ginjal.

Meropenem dan doripenem mempunyai efikasi serupa imipenem, tetapi lebih

jarang menyebabkan kejang (Kemenkes RI, 2011).

Obat yang termasuk karbapenem adalah meropenem. Antibiotik ini

diindikasikan pada pasien dengan infeksi berat oleh kuman gram negatif yang

resisten terhadap antibiotik turunan penisilin dan sefalosporin generasi ketiga

serta resisten terhadap bakteri yang memproduksi extended spectrum beta

lactamase (ESBL). Antibiotik ini dikontraindikasikan pada pasien dengan

gangguan fungsi ginjal dan riwayat kejang (Tjay & Rahardja, 2010).

2.1.3.1.5 Inhibitor beta-laktamase

Inhibitor beta-laktamase melindungi antibiotik beta-laktam dengan cara

menginaktivasi beta-laktamase. Golongan antibiotik ini adalah asam

klavulanat, sulbaktam, dan tazobaktam. Asam klavulanat merupakan suicide

inhibitor yang mengikat beta-laktamase dari bakteri Gram-positif dan Gram-

negatif secara ireversibel. Obat ini dikombinasi dengan amoksisilin untuk

pemberian oral dan dengan tikarsilin untuk pemberian parenteral. Sulbaktam

dikombinasi dengan ampisilin untuk penggunaan parenteral, dan kombinasi

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - eprints.umm.ac.id

16

ini aktif terhadap kokus Grampositif, termasuk S. aureus penghasil beta-

laktamase, aerob Gram-negatif (tapi tidak terhadap Pseudomonas) dan

bakteri anaerob. Sulbaktam kurang poten dibanding klavulanat sebagai

inhibitor beta-laktamase. Tazobaktam dikombinasi dengan piperasilin untuk

penggunaan parenteral. Waktu paruhnya memanjang dengan kombinasi dan

ekskresinya melalui ginjal (Kemenkes, 2011).

2.1.3.1.6 Golongan Antibiotik Kelas Lain

2.1.3.1.6.1 Basitrasin

Basitrasin adalah kelompok yang terdiri dari antibiotik polipeptida, yang

utama adalah basitrasin A. Berbagai kokus dan basil Gram-positif, Neisseria,

H. influenzae, dan Treponema pallidum sensitif terhadap obat ini. Basitrasin

tersedia dalam bentuk salep mata dan kulit, serta bedak untuk topikal.

Basitrasin jarang menyebabkan hipersensitivitas. Pada beberapa sediaan,

sering dikombinasi dengan neomisin dan/atau polimiksin. Basitrasin bersifat

nefrotoksik bila memasuki sirkulasi sistemik (Kemenkes, 2011; Katzung,

2013).

2.1.3.1.6.2 Vankomisin

Vankomisin merupakan contoh antibiotik golongan glikopeptida.

Vankomisin memiliki mekanisme kerja dengan menghambat sintesis dinding

sel bakteri. Sifat dari antibiotik ini adalah bakteriosida terutama pada bakteri

gram positif. Absorbsi vankomisin buruk pada saluran pencernaan, sehingga

diberikan secara intravena. (Deck, Daniel H. 2015). Vankomisin peroral

hanya diberikan untuk terapi enterokolitis akibat C.difficile yang disebabkan

oleh penggunaan antibiotik yang berlebihan (Katzung, 2012).

2.1.3.2 Antibiotik yang memodifikasi atau menghambat sintesis protein

Obat antibiotik yang termasuk golongan ini adalah aminoglikosid,

tetrasiklin, kloramfenikol, makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin),

klindamisin, mupirosin, dan spektinomisin (Kemenkes, 2011).

2.1.3.2.1 Golongan aminoglikosida

Aminoglikosid diproduksi oleh jenis-jenis fungi Micromanospora dan

Streptomyces semua senyawa dan turunan semi-sintesisnya mengandung dua

atau tiga gula amino di dalam molekulnya yang saling terikat secara

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - eprints.umm.ac.id

17

glukosidis. Dengan adanya gugusan-amino, zat-zat ini bersifat basa lemah

dan garam sulfatnya yang digunakan dalam terapi mudah larut dalam air

(Tjay & Rahardja, 2010). Golongan ini umumnya bersifat bakterisidal

(Goodman & Gilman, 2012).

Gentamisin merupakan golongan aminoglikosid yang bersifat bakterisidal

aktif terutama pada gram negatif termasuk Pseudomonas aerogenosa,

Proteus serratia. Antibiotik ini diindikasikan pada pasien dengan pneumonia,

kolesistisis, peritonitis, septikemia, pyelo nefritis, infeksi kulit, inflamasi

pada tulang panggul, endokarditis, meningitis, listeriosis, brucellosis, pes,

pencegahan infeksi setelah pembedahan (Katzung, 2012).

2.1.3.2.2 Tetrasiklin

Tetrasiklin merupakan antibiotik bakteriostatik berspektrum luas yang

mekanisme kerjanya menghambat sintesis protein bakteri. Tetrasiklin masuk

ke mikroorganisme dengan difusi pasif dan sebagian dengan transpor aktif.

Tetrasikilin bekerja dengan cara mengikat subunit ribosom 30S serta

memblokir pengikatan aminoasil-tRNA ke situs akseptor pada kompleks

mRNA-ribosom dan mencegah penambahan asam amino ke peptida yang

tumbuh. Tetrasiklin digunakan dalam pengobatan atau profilaksis infeksi

protozoa, pneumonia, jerawat, eksaserbasi bronkitis, penyakit Lyme,

leptospirosis, infeksi saluran kemih dan beberapa infeksi mycobacterial

nontuberculous (Deck, Daniel H. 2015).

Doksisiklin merupakan antibiotik golongan tetrasiklin dan mempunyai

spektrum luas. Efektif pada kondisi yang disebabkan oleh klamidia sp,

riketsia sp, brucella sp dan spirochaete, Borrelia burgdorfer (Lyme disease).

Merupakan golongan tetrasiklin yang paling disukai karena mempunyai

profil farmakokinetik yang lebih baik dibandingkan dengan tetrasiklin. Tidak

diberikan pada anak usia dibawah 12 tahun atau pada wanita hamil. Antibiotik

ini diindikasikan pada pasien dengan infeksi saluran napas, termasuk

pneumonia dan bronkitis kronik, infeksi saluran urin, sifilis,klamidia,

mikoplasma, dan riketsia, prostatitis, limfogranuloma venereum, penyakit

radang pelvik dengan metronidazol, penyakit Lyme, brucellosis dengan

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - eprints.umm.ac.id

18

rifampisin, leptospirosis, kolera, melioidosis, pes, antraks (Gallagher &

MacDougall, 2014).

2.1.3.2.3 Kloramfenikol

Kloramfenikol merupakan antibiotik penghambat kuat protein mikroba

dengan mengikat sub unit ribosom 50S dari bakteri secara reversibel dan

menghambat pembentukan ikatan peptida. Kloramfenikol adalah antibiotik

bakteriostatik berspektrum luas yang aktif melawan bakteri baik aerobik dan

anaerobik maupun gram positif dan gram negatif. Kloramfenikol diberikan

secara per oral, mudah menembus membran sel dan didistribusikan secara

luas hampir ke semua jaringan dan cairan tubuh, termasuk sistem araf pusat

dan cairan serebrospina(Gallagher & MacDougall, 2014). Sebagian besar

obat dieliminasi di ginjal dan sebagian kecil obat aktif diekskresikan melalui

empedu dan feces. Pemberian kloramfenikol pada bayi harus berhati hati

karena dapat menyebabkan gray baby syndrome. Kloramfenikol digunakan

untuk indikasi tifus, meningitis bakteri yang terjadi pada pasien yang

memiliki reaksi hipersensitif besar terhadap penisilin. Selain itu,

kloramfenikol juga digunakan secara topikal untuk infeksi mata karena

spektrumnya yang luas dan penetrasi baik ke dalam jaringan okular dan

aqueous humor (Deck, Daniel H. 2015; Siswandono, 2016).

2.1.3.2.4 Makrolida

Makrolida aktif terhadap bakteri Gram-positif, tetapi juga dapat

menghambat beberapa Enterococcus dan basil Grampositif. Sebagian besar

Gram-negatif aerob resisten terhadap makrolida, namun azitromisin dapat

menghambat Salmonela. Azitromisin dan klaritromisin dapat menghambat H.

influenzae, tapi azitromisin mempunyai aktivitas terbesar. Keduanya juga

aktif terhadap H. Pylori (Kemenkes, 2011). Makrolid bekerja dengan cara

menghambat sintesis protein melalui pengikatan subunit ribosom 50S pada

RNA secara reversibel. Eritromisin aktif terhadap bakteri aerob gram positif

bentuk coccus dan basil. Obat makrolida antara lain eritromisin, azitromisin,

clarithromisin dan telithromisin. Basis eritromisin dihancurkan oleh asam

lambung sehingga harus diberikan dengan lapisan enterik. Penyesuaian untuk

gagal ginjal tidak diperlukan karena sejumlah besar dosis yang diberikan

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - eprints.umm.ac.id

19

diekskresikan melalui empedu dan hilang dalam kotoran, dan hanya 5% yang

diekskresikan melalui urin. Obat terserap didistribusikan secara luas kecuali

ke otak dan cairan serebrospinal. Eritromisin dapat menembus sawar darah

plasenta dan mencapai janin. Eritromisin digunakan untuk indikasi infeksi

saluran pernafasan, pneumonia, faringitis, infeksi kulit dan jaringan lunak,

dan profilaksis endokarditis (Deck, Daniel H. 2015; Siswandono, 2016).

Azitromisin merupakan suatu senyawa cincin makrolid lakton 15-atom,

diturunkan dari eritromisin melalui penambahan nitrogen termetilisasi

kedalam cincin lakton. Spektrum aktivitas dan penggunaan klinisnya hampir

identik dengan klaritomitin. Azitromisin efektif terhadap Mavium kompleks

dan T gondii. Azitromisin sedikit kurang aktif dari pada eritromisin dan

klaritomisin terhadap stafilokokus dan streptokokus serta sedikit lebih aktif

terhadap H influenzae. Azitromisin sangat efektif terhadap klamid (Katzung,

2012). Sekitar 37% dosis diabsorpsi, dan semakin menurun dengan adanya

makanan. Obat ini dapatmeningkatkan kadar SGOT dan SGPT pada hati

(Kemenkes, 2011).

2.1.3.2.5 Klindamisin

Klindamisin menghambat sebagian besar kokus Gram-positif dan sebagian

besar bakteri anaerob, tetapi tidak bisa menghambat bakteri Gram-negatif

aerob seperti Haemophilus, Mycoplasma dan Chlamydia (Kemenkes, 2011).

Mekanisme kerja klindamisin sama dengan eritromisin. Klindamisin

terutama diberikan untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri

anaerob, seperti bakteri Bakteriodes fragilis yang sering kali menimbulkan

infeksi abdomen yang diakibatkan trauma (Katzung, 2012).

2.1.3.3 Obat Antimetabolit yang Menghambat Enzim-Enzim Esensial

Dalam Metabolit Folat

2.1.3.3.1 Sulfonamida dan Trimetropim

Mekanisme kerja antibiotik golongan sulfonamid yaitu dengan

menghambat dihidropteroat sintase yang merupakan salah satu enzim yang

dibutuhkan untuk mensintesis purin dan menghambat produksi folat.

Sulfonamid peka terhadap bakteri gram positif dan gram negatif, dan

beberapa protozoa, akan tetapi aktivitasnya buruk terhadap anaerob.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - eprints.umm.ac.id

20

Pseudomonas aeruginosa secara intrinsik resisten terhadap antibiotik

golongan sulfonamid. Sulfonamid diabsorbsi dan didistribusikan secara luas

ke jaringan dan cairan tubuh (termasuk sistem saraf pusat dan cairan

serebrospinal), plasenta, dan janin. Pengikatan protein bervariasi dari 20%

hingga lebih dari 90% (Deck, Daniel H. 2015). Sulfonamida diekskresikan ke

dalam urin, terutama oleh filtrasi glomerulus sehingga perlu penyesuaian

dosis untuk pasien yang mengalami gangguan ginjal. Sulfonamid jarang

digunakan sebagai agen tunggal dan biasanya dikombinasi dengan

trimetoprim untuk meningkatkan aktivitasnya. Kombinasi trimethoprim-

sulfamethoxazole adalah obat pilihan untuk infeksi seperti Pneumocystis

jiroveci, pneumonia, toksoplasmosis, nocardiosis, dan infeksi bakteri lainnya

(Petri, William A. 2011; Goodman & Gilman, 2012).

Mekanisme kerja trimetoprim yaitu selektif menghambat reduktase asam

dihidrofolat bakteri yang merupakan salah satu enzim yang dibutuhkan untuk

membentuk purin. Trimetoprim biasanya diberikan secara oral, baik tunggal

mauapun kombinasi dengan sulfamethoxazole. Trimethoprim-

sulfamethoxazole juga bisa diberikan secara intravena. Trimetoprim

diabsorbsi dengan baik di usus dan didistribusikan secara luas dalam cairan

tubuh dan jaringan, termasuk cairan serebrospinal. Diekskresikan lewat urin,

sehingga perlu dilakukan penyesuaian dosis jika klirens kreatinin 15-30

ml/menit. Trimetoprim digunakan untuk infeksi saluran kemih akut, infeksi

saluran pernafasan, infeksi gastrointestinal (Katzung, 2013; Deck, Daniel H.

2015).

2.1.3.4 Obat yang Mempengaruhi Sintesis atau Metabolisme Asam

Nukleat

Kuinolon merupakan antibiotik yang dapat mempengaruhi sintesis atau

metabolisme asam nukleat. Mekanisme antibiotik golongan kuinolon yaitu

memblokir sintesis DNA bakteri dengan menghambat bakteri topoisomerase

II (DNA gyrase) dan topoisomerase IV (Katzung, 2012). Memiliki aktivitas

aktivitas yang sangat baik terhadap bakteri aerobik gram negatif dan memiliki

aktivitas terbatas terhadap organisme gram positif. Beberapa senyawa

golongan ini adalah siprofloksasin, enoksasin, lomefloksasin, levofloksasin,

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - eprints.umm.ac.id

21

ofloksasin, dan pefloksasin. fluoroquinolones terserap baik dengan

bioavailabilitas 80-95% dan didistribusikan secara luas dalam cairan tubuh

dan jaringan. Florokuinolon dieliminasi di ginjal baik sekresi tubular atau

filtrasi glomerular dan perlu penyesuaian dosis pada pasien dengan klirens

kreatinin kurang dari 50 ml/menit. Banyak digunakan untuk infeksi saluran

kemih, infeksi jaringan lunak, tulang dan sendi dan infeksi saluran intra-

abdomen dan infeksi saluran pernafasan atas dan bawah (Deck, Daniel H.

2015).

2.1.3.5 Golongan Antibiotik yang berdasarkan luas spektrum kerja

Antibiotik berdasarkan luas spektrum kerjanya dibagi menjadi dua.

Antibiotik bekerja dengan cara menghambat pertumbuhan atau membunuh

bakteri, dimana antibiotik yang membunuh banyak spesies bakteri disebut

antibiotik dengan spektrum luas atau broad spectrum antibiotik, sedangkan

antibiotik yang membunuh hanya beberapa spesies bakteri disebut antibiotik

spektrum sempit atau narrow spectrum antibiotik (Oliphant, 2016).

2.1.3.6 Golongan Antibiotik yang berdasarkan Farmakodinamik

Berdasarkan farmakodinamiknya, antibiotik dibagi menjadi 2 kelompok,

yaitu concentration dependent activity dan time dependent activity.

Concentration dependent activity adalah antibiotik yang aktivitas membunuh

bakteri berkorelasi dengan kadarnnya di dalam plasma, dan tidak tergantung

pada waktu sehingga tidak perlu dipertahankan dalam jangka waktu yang

lama. Antibiotik akan menghasilkan daya bunuh maksimal terhadap bakteri

apabila kadarnya tinggi sehingga semakin tinggi kadar antibiotik dalam

plasma maka akan semakin poten pula (Katzung, 2012). Antibiotik yang

termasuk dalam concentration dependent killing adalah golongan

aminoglikosida, fluorokuinolon, daptomisin, ketolid, metronidazole, dan

amfoterisin B. Sedangkan time dependent killing adalah antibiotik yang

aktivitas membunuh bakterinya berkorelasi dengan berapa lama antibiotik

tersebut berada pada kadar yang efektif untuk membunuh bakteri. Antibiotik

akan menghasilkan daya bunuh yang maksimal terhadap bakteri bila

kadarnya dipertahankan cukup lama di atas Kadar Hambat Minimal atau

Minimal Cincentration Inhibition (MIC) bakteri, sehingga semakin lama

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - eprints.umm.ac.id

22

konsentrasi antibiotik dalam plasma lebih tinggi dari MIC maka semakin

poten. Kadar yang sangat tinggi tidak meningkatkan efektivitas obat untuk

membunuh bakteri (Deck, Daniel H. 2015). Antibiotik yang termasuk dalam

time dependent killing adalah golongan beta laktam, makrolida, klindamisin,

tetrasiklin, dan glikopeptida (Katzung, 2013).

2.2 Resistensi Antibiotik

Resistensi adalah suatu kemampuan alami yang dapat dilakukan oleh suatu

organisme untuk melawan mikroorganisme, toksin/racun, atau zat lain yang

diproduksi dalam suatu terapi penyakit (Albert, Daniel. 2012). Resistensi

antibiotik terjadi ketika suatu mikroorganisme mengalami perubahan yang

menyebabkan obat yang diberikan untuk melawan bakteri tersebut menjadi

tidak efektif lagi. Pada saat kondisi ini sudah terjadi, organisme tidak dapat

dihambat lagi meskipun konsentrasi efektif telah tercapai (Pottinger et al,

2014). Waktu pembelahan bakteri berlangsung cepat dan kemampuan bakteri

untuk menerima DNA dari bakteri lain juga cepat, sehingga resistensi bakteri

terhadap antibiotik dapat terjadi sangat cepat pula (Finberg & Guharoy,

2012).

2.2.1 Mekanisme Resistensi Antibiotik

Mekanisme resistensi antibiotik terjadi pada tahapan yang berurutan

dimulai pada saat obat masuk kedalam tubuh, terakumulasi, mengikat target

hingga pada saat obat menimbulkan efek toksik. Mekanisme seperti ini dapat

dipengaruhi oleh perubahan kode gen karena mutasi pada bakteri (CDC,

2014). Terjadinya resistensi antibiotik hanya memerlukan waktu yang singkat

karena dilihat dari waktu pembelahan suatu bakteri dengan cepat dan

kemampuan bakteri untuk menerima DNA dari bakteri yang lain sehingga

kebanyakan waktu antara penemuan Antibiotik dan resistensi cukup singkat

(Finberg&Guharoy, 2012). Seperti contoh pada tahun 2010 jenis antibiotik

Ceftarolin yang efektif untuk mengatasi bakteri Staphylococcus menjadi

resisten pada tahun 2011pada suatu kelompok (CDC, 2014).

Menurut (Gumbo, 2011) terdapat lima tahapan mekanisme resistensi

antibiotik, dimana resistensi antibiotik dapat berkembang melalui satu atau

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - eprints.umm.ac.id

23

beberapa tahap pada saat antibiotik tersebut menuju targetnya. Mekanisme

resistensi antibiotik antara lain yaitu:

1. Resistensi melalui sistem pompa (efflux pumps). Bakteri dapat

meningkatkan aktivitas efflux dengan ekskresi yang berlebihan sehingga

pengeluaran antibiotik akan di tahan atau memberikan efek inhibisi.

2. Resistensi yang disebabkan karena terdapat perubahan sel protein

pengikat dinding. Umumnya terjadi dalam kasus antibiotik golongan beta-

laktam yang bertarget pada sintesis dinding sel.

3. Resistensi yang diakibatkan oleh bakteri karena memproduksi enzim

untuk menginaktivasi antibiotik. Enzim yang dihasilkan mampu

memodifikasi struktur antibiotik dan membuat antibiotik menjadi tidak

aktif, hal ini terjadi pada bakteri penghasil aminoglycoside-modifying

enzyme yang dapat resisten dengan antibiotik golongan aminoglikosida,

dan bakteri Eschericia coli yang dapat menghasilkan enzim beta laktamase

dan dapat menyebabkan resisten dengan antibiotik golongan beta laktam.

4. Resistensi dengan mengurangi masuknya antibiotik kedalam bakteri

karena adanya hambatan penetrasi yang disebabkan oleh perubahan

permeabilitas membran.

5. Resistensi akibat adanya perubahan dari dinding sel yang mencegah

masuknya antibiotik.

Menurut (Leekha et al., 2011) terdapat beberapa faktor yang menyebabkan

berkembangnya resistensi antibiotik antara lain:

a. Pemberian antibiotik empiris secara terus menerus tanpa mengetahui

bukti penyebab infeksi.

b. Perawatan klinis pasien dengan kultur yang positif tanpa adanya infeksi

atau mengetahui penyakitnya.

c. Kegagalan terapi Antibiotik spektrum sempit saat sudah diketahui

penyebab bakterinya.

d. Penggunaan antibiotik profilaksis yang diperpanjang.

e. Penggunaan antibiotik yang berlebihan.

f. Penggunaan antibiotik dalam jangka waktu yang lama.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - eprints.umm.ac.id

24

2.2.2 Upaya Pencegahan Resistensi Antibiotik

Pendekatan yang dianjurkan untuk meminimalkan perkembangan

resistensi antibiotik (Gumbo, 2011) yaitu antara lain:

1. Tidak menggunakan antibiotik tanpa indikasi klinis.

2. Menggunakan antibiotik dalam waktu terapi yang sesuao untuk

membunuh bakteri serta menggunakan dengan waktu yang sesingkat

mungkin.

3. Menggunakan antibiotik dengan dosis obat yang cukup dan tepat untuk

membunuh semua bakteri atau berada dalam rentang dosis terapeutik

tetapi tidak dibawah dosis MIC.

4. Penggunaan antibiotik profilaksis dan empiris harus dipantau secara hati-

hati dan hanya digunakan ketika ada indikasi yang jelas.

2.3 Tinjauan Evaluasi Antibiotik

Evaluasi penggunaan antibiotik bertujuan untuk mengetahui kualitas dari

penggunaan antibiotik. Selain itu, juga bisa dijadikan dasar dalam

menetapkan surveilans penggunaan antibiotik di rumah sakit secara

sistematik dan terstandar serta sebagai indikator kualitas layanan rumah sakit.

Evaluasi penggunaan antibiotik dapat dilakukan secara kualitatif maupun

kuantitatif. Evaluasi secara kualitatif yang bertujuan unutuk menilai

ketepatan penggunaan antibiotik dapat menggunakan metode Gyssens,

sedangkan untuk evaluasi secara kuantitatif untuk mengevaluasi jenis dan

jumlah antibiotik yang digunakan dapat dilakukan dengan metode

perhitungan DDD per 100 hari rawat (Kemenkes RI, 2011).

2.3.1 Tinjauan ATC/DDD

2.3.1.1 Definisi ATC/DDD

Defined Daily Dose atau yang biasa disingkat DDD merupakan asumsi

dosis rata-rata perhari untuk penggunaan antibiotik pada indikasi tertentu

pada orang dewasa (Kemenkes RI, 2011). Menurut WHO definisi Anatomical

Therapeutic Chemical dan Defined Daily Dose (ATC/DDD) adalah suatu

sistem klasifikasi serta pengukuran penggunaan obat yang digunakan untuk

meningkatkan kualitas penggunaan obat (WHO, 2019).

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - eprints.umm.ac.id

25

2.3.1.2 Manfaat Sistem ATC/DDD

Sistem ATC/DDD bermanfaat sebagai alat untuk melakukan penelitian

terkait pemanfaatan obat dalam rangka meningkatkan kualitas penggunaan

obat. Tidak hanya itu, sistem ini dapat pula digunakan untuk melakukan

perbandingan tingkat konsumsi obat secara internasional (WHO, 2019). Data

ini sangat berguna untuk melihat perubahan penggunaan obat dari waktu ke

waktu di suatu negara atau wilayah, dan data ini juga berguna untuk

membandingkan tingkat konsumsi obat antar fasilitas kesehatan, wilayah, dan

negara dan untuk mengidentifikasi penggunaan obat yang berlebihan,

penggunaan obat yang kurang serta penyalahgunaan obat-obatan

(Wertheimer & Santella,2007).

2.3.1.3 Sistem Klasifikasi ATC

Pada sistem klasifikasi ATC, obat diklasifikasikan menjadi 5 tingkat

kelompok yang berbeda sesuai dengan sistem atau organ tempat dimana obat

bekerja, struktur kimia obat, rute pemberian obat, efek farmakologi, dan

aktivitas terapi/indikasi. Perbedaan kode ATC obat akan menyebabkan

perbedaan pula pada nilai DDD (WHO, 2019).

Tabel II. 3 Makna Setiap Kode Pada Klasifikasi ATC

Sumber: WHO, 2019

Kode Keterangan

J Anti infeksi untuk penggunaan sistemik (Tingkat pertama,

kelompok anatomi)

J01 Anti bakteri untuk penggunaan sistemik

(Tingkat kedua, subkelompok terapi/farmakologi)

J01C Beta-lactam antibacterial, penicillins

(Tingkat ketiga, subkelompok farmakologi)

J01C A Penisilin berspektrum luas

(Tingkat keempat, subkelompok kimiawi obat)

J01C A01 Ampisilin

(Tingkat kelima, substansi kimiawi obat)

J01 Anti bakteri untuk penggunaan sistemik

(Tingkat kedua, subkelompok terapi/farmakologi)

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - eprints.umm.ac.id

26

Adapun klasifikasi antiinfeksi yang dikelompokkan sebagai berikut:

Tabel II. 4 Makna Setiap Kode Antiinfeksi pada Klasifikasi ATC

Kode Keterangan

A01AB Antiinfeksi dan antiseptik untuk terapi oral

lokal

A02BD Kombinasi eradikasi untuk Helicobacter

pylori

Kode Keterangan

A07A Antiinfeksi usus

D06 Antibiotik dan kemoterapeutik untuk

pemakaian dermatologi

D07C Kortikosteroid, kombinasi dengan antibiotik

D09AA Dressing salep dengan antiinfeksi

D10AF Antiinfeksi untuk pengobatan jerawat

G01 Antiinfeksi dan antiseptik unttuk ginekologi

P Produk antiparasit, insektisida dan repellent

S01/

S02/

S03 Sediaan untuk mata dan telinga dengan

antiinfeksi

Sumber: WHO, 2019

2.3.1.3 Perhitungan DDD

Defined Daily Doses adalah asumsi dosis rata-rata per hari penggunaan

antibiotik untuk suatu indikasi tertentu pada pasien dewasa. DDD hanya bisa

dihitung untuk obat yang memiliki kode ATC. Penilaian penggunaan

antibiotik di rumah sakit dengan satuan DDD/100 hari rawat, dan di

komunitas dengan satuan DDD/1000 penduduk (Kemenkes RI, 2011).

Rumus perhitungan konsumsi antibiotik dengan metode perhitungan DDD

per 100 hari rawat sebagai berikut:

= ( jumlah gram AB yang digunakan dalam setahun

Standar DDD WHO (gram)Γ—

100

(populasi Γ—365))

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - eprints.umm.ac.id

27

Untuk menghitung penggunaan antibiotik selama 1 tahun

a. Jumlah antibiotik terjual adalah jumlah antibiotik terjual dalam waktu 1

tahun

b. DDD WHO sesuai dengan ATC/DDD

c. Angka 100 untuk 100 hari rawat

d. Jumlah populasi: (jumlah tempat tidur X dengan Bed Occupation Rate

(BOR) Rumah Sakit dalam tahun yang sama)

e. Angka 365: lamanya hari dalam 1 tahun (Kemenkes RI, 2011)

Cara perhitungan DDD di rumah sakit yang dinyatakan dalam DDD 100

patient-days:

a. Mengumpulkan data semua pasien yang menerima terapi antibiotik

b. Mengumpulkan lamanya waktu perawatan pasien rawat inap (total length

of stay) semua pasien

c. Menghitung jumlah dosis antibiotik (gram) selama dirawat

d. Menghitung DDD 100patient-days:

(π½π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Ž π‘”π‘Ÿπ‘Žπ‘š 𝐴𝐡 π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘‘π‘–π‘”π‘’π‘›π‘Žπ‘˜π‘Žπ‘› π‘œπ‘™π‘’β„Ž π‘π‘Žπ‘ π‘–π‘’π‘›) π‘₯ 100

π‘ π‘‘π‘Žπ‘›π‘‘π‘Žπ‘Ÿ 𝐷𝐷𝐷 π‘Šπ»π‘‚ π‘‘π‘Žπ‘™π‘Žπ‘š π‘”π‘Ÿπ‘Žπ‘š π‘₯ (π‘‘π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ 𝐿𝑂𝑆)

(Kemenkes RI, 2011).

2.3.2 Tinjauan Metode Gyssens

Penggunaan antibiotik yang rasional berdasar pada pengetahuan dan

pemahaman dari penyakit infeksi dan antibiotik. Host, virulensi,

farmakokinetik dan farmakodinamik obat, identitas, dan kerentanan

mikroorganisme harus diperhatikan. Kualitas penggunaan antibiotik harus

dimaksimalkan agar menjamin keberhasilan dalam jangka panjang. Dalam

melakukan evaluasi kualitas, penilaian dinilai dengan menggunakan rekam

pemberian obat khususnya antibiotik, catatan medis pasien dan kondisi

klinisnya. Dengan menggunakan alur penilaian metode Gyssens bisa

didapatkan hasil secara kualitatif (Kemenkes RI, 2011).

Metode Gyssens berbentuk diagram alir yang diadaptasi dan

dikembangkan dari metode Kunin dengan menambahkan aspek waktu dari

pemberian didalamnya. Metode Gyssens mengevaluasi seluruh aspek

peresepan antibiotik seperti penilaian peresepan (data pasien), alternatif yang

lebih efektif, lebih tidak toksik, lebih murah, spektrum lebih sempit. Selain

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - eprints.umm.ac.id

28

itu juga dievaluasi lama pengobatan dan dosis, interval dan rute pemberian

serta waktu pemberian (Gyssens, 2005).

Gambar 2. 1 Bagan Alur Gyssens

Sumber: Gyssens, 2005

Dengan menggunakan diagram alur ini, evaluasi akan dilakukan secara

lengkap, pertanyaan harus berada pada urutan yang tetap sehingga tidak ada

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - eprints.umm.ac.id

29

parameter yang ditinggalkan. Pembacaannya dimulai dari atas (Katagori VI)

ke bawah untuk mengevaluasi keseluruhan proses.

1. Bila data tidak lengkap, berhenti di kategori VI. Yang dimaksudkan data

tidak lengkap adalah data yang tertera pada rekam medis tanpa diagnosis

kerja , atau ada halaman rekam medis yang hilang sehingga tidak dapat

dievaluasi. Pemeriksaan penunjang seperti data laboratorium tidak harus

dilakukan karena mungkin pasien tidak memiliki biaya dengan catatan

sudah direncanakan pemeriksaannya untuk mendukung diagnosis kerja.

Diagnosis kerja dapat ditegakkan secara klinis dari anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Apabila data lengkap, analisis dapat dilanjutkan ke

pertanyaan di bawahnya yaitu apakah indikasi pemberian antibiotik?

2. Bila tidak ada indikasi pemberian Antibiotik, maka analisis berhenti di

kategori V. Indikasi adanya infeksi ditunjukkan dengan sindrom klinis

yang mengarah pada keterlibatan bakteri. Pada awal mula infeksi

ditandai dengan demam, namun demam tidak selalu diakibatkan oleh

infeksi, oleh karena itu pengetahuan tentang penyakit infeksi, dilihat

dari parameter klinis tertentu sehingga dapat menentukan apakah pasien

membutuhkan antibiotik atau tidak. Jika terdapat indikasi pada

pemberian antibiotik, dapat dilanjutkan dengan pertanyaan, apakah

pemilihan Antibiotik sudah tepat?

3. Bila ada pilihan Antibiotik lain yang lebih efektif, berhenti di kategori

IVa. Awal pemberian antibiotik dimulai pada saat bakteri penyebab

infeksi belum teridentifikasi atau diketahui, oleh karena itu diberikan

terapi empiris. Bila infeksi yang dialami berat, dapat dilakukan

kombinasi. Pilihan Antibiotik yang lebih efektif didasarkan pada hasil

pemeriksaan mikrobiologi lalu diberikan terapi Antibiotik yang

berlaku. Apabila tidak ada, pertanyaan selanjutnya adalah apakah ada

alternatif lain yang kurang toksik?

4. Bila ada pilihan antibiotik alternatif yang kurang toksik, berhenti di

kategori IVb Penyesuaian toksisitas disesuaikan dengan kondisi pasien

masing-masing seperti kelainan pada ginjal. Sehingga untuk

menghindari hal tersebut peresepan antibiotik dilakukan penyesuaian

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - eprints.umm.ac.id

30

(Gyssens, 2005). Apabila tidak toksik maka pertanyaan dilanjutkan ke

bawah, apakah ada alternatif lain lebih murah?

5. Bila ada antibiotik yang lebih murah daripada yang diberikan, berhenti

di kategori Ivc. Perhitungan berdasarkan harga yang ada di RS Dr. Iskak

dan dianggap sebagai obat generik. Bila tidak ada, pertanyaan

selanjutnya adalah apakah ada alternatif lain yang spektrum lebih

sempit?

6. Bila ada antibiotik lain dengan spektrum lebih sempit, maka berhenti di

kategori Ivd. Apabila tidak ada alternatif lain yang spektrum

aktivitasnya lebih sempit, dilanjutkan dengan pertanyaan, apakah durasi

antibiotik yang diberikan terlalu panjang/singkat?

7. Lama pemberian antibiotik dinilai sesuai guideline yang ada yaitu

apabila durasi pemberian Antibiotik terlalu panjang, berhenti di kategori

IIIa. Namun bila durasi pemberian Antibiotik terlalu singkat, berhenti di

kategori IIIb. Apabila tidak, dilanjutkan dengan pertanyaan mengenai

dosis. Apakah dosis sudah benar?

8. Bila dosis pemberian Antibiotik tidak tepat, berhenti di kategori IIa

Dosis pemberian Antibiotik harus diatas MIC (Minimum Inhibitory

Concentration) dapat dikatakan optimal. Selain itu, dosis yang diberikan

harus Bila dosisnya sudah tepat, dilanjutkan pertanyaan apakah interval

saat pemberian Antibiotik sudah tepat?

9. Bila interval tidak tepat, berhenti di kategori IIb

Penentuan interval dapat dilihat dari waktu paruh dan mekanisme aksi

dari obat. Bila interval pemberian antibiotik sudah tepat, dilanjutkan

pertanyaan apakah rute pemberian antibiotik sudah tepat?

10. Bila rute pemberian antibiotik tidak tepat, berhenti di kategori IIc

Pemberian secara intravena dapat digunakan pada pasien dengan

masalah yang berat. Selanjutnya bisa disesuaikan bila dibutuhkan terapi

oral dengan respon klinik dan fungsi saluran pencernaan yang baik.

Apabila rute pemberian sudah tepat, dilanjutkan pada waktu pemberian

antibiotik apakah sudah tepat?

11. Bila waktu pemberian tidak tepat, berhenti di kategori I

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - eprints.umm.ac.id

31

Pemberian antibiotik profilaksis optimal yaitu 30-60 menit sebelum

dilakukan operasi dengan durasi pemberian maksimal 24 jam

(Kemenkes 2011; SPO RSUD Dr. Iskak Tulunggaung, 2019).

12. Bila antibiotik tidak termasuk kategori I sampai dengan VI, Antibiotik

tersebut merupakan katagori 0 atau tepat penggunaan.