bab ii kajian pustaka dan tinjauan teoritis 2.1 …eprints.umm.ac.id/38156/3/bab ii.pdf · kajian...
TRANSCRIPT
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN TINJAUAN TEORITIS
2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tandean (2015) yang berjudul
pengaruh good corporate governance dan ukuran perusahaan terhadap tax
avoidance dan menghasilkan kesimpulan bahwa variabel kepemilikan institusional,
independensi auditor, komite audit dan ukuran perusahaan secara bersama-sama
berpengaruh terhadap tax avoidance. Dalam penelitian sampel yang digunakan
adalah purposive sampling dengan menggunakan judgement sampling. Teknik
analisis data dalam penelitian ini adalah regresi berganda.
Badriyah (2017) melakukan penelitian dengan judul pengaruh profitabilitas,
leverage, likuiditas dan ukuran perusahaan terhadap tax avoidance dengan
menggunakan regresi linier berganda dan purposive sampling sebagai sampel
penelitian ini yang menghasilkan kesimpulan bahawa profitabiltas berpengaruh
signifikan terhadap tax avoidance dengan kontribusi 61,8%, kemudian Leverage
tidak berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance dengan kontribusi sebesar
0,9%, kemudian Likuiditas tidak berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance
dengan kontribusi sebesar 2,9% dan Ukuran Perusahaan berpengaruh signifikan
terhadap tax avoidance dengan kontribusi sebesar 16,1%.
Putri (2017) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Leverage,
Profitability, Ukuran Perusahaan Dan Proporsi Kepemilikan Institusional Terhadap
10
Tax Avoidnace. Teknik pengambilan sampel menggunakan nonprobability
sampling dengan teknik purposive sampling, dan teknik analisis data menggunakan
teknik multiple linier analysis. Dengan hasil yang menunjukkan bahwa leverage
dan profitability memiliki pengaruh negative dan signifikan terhadap tax
avoidance, sedangkan ukuran perusahaan dan proporsi kepemilikan berpengaruh
positif signifikan.
Penelitian yang dilakukan oleh Ardyansah (2014) dengan judul Pengaruh
Size, Profitability, Capital Intensity Ratio Dan Komisaris Independen Terhadap
Effective Tax Rate (ETR). Dalam penelitian ini sampel yang digunakan yaitu
purposive smapling dan menggunakan metode analisis regresi linier berganda yang
menunjukkan bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa size dan komisaris
independen berpengaruh signifikan terhadap effective tax rate, sedangkan leverage,
profitability dan capital intensity ratio tidak ebrpengaruh signifikan terhadap
effective tax rate.
Penelitian yang dilakukan oleh Cahyono et al., (2016) yang berjudul
Pengaruh komite audit, kepemilikan institusioal, dewan komisaris, ukuran
perusahaan, leverage danprofitabilitas terhadap tindakan penghindaran pajak.
Sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling dan teknik
analisis dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda dengan hasil komite
audit dan kepemilikan institusional berpengaruh terhdap tax avoidance sedangkan
dewan komisaris, ukuran perusahaan, leverage dan profitabilitas tidak berpengaruh
terhadap tax avoidance.
11
Penelitian ini merefleksi penelitian dari Tandean (2015), Badriyah (2017),
Amelia et al., (2017), Ardyansah (2014) dan Cahyono et. al., (2016) yang
menjadikan acuan bagi penulis untuk melakukan penelitian ini.
2.2 Teori Dan Kajian Pustaka
2.2.1 Teori Agency
Pada teori agensi kontrak kerja antara pemilik (principal) dengan manajemen
(agent) sangat diperlukan mengingat ketika seorang atau beberapa orang
(principal) menyewa agent untuk melakukan beberapa jasa dan menugaskan
kewenangan berupa pembuatan keputusan kepada agent yang bersangkutan (Putri,
2018)
Teori agensi juga membahas kesepakatan yang dilakukan oleh pemilik modal
dan manajer untuk mengelola sebuah peusahaan dimana manajer harus
bertanggungjawab secara penuh atas keberhasilan perusahaan yang sedang
ditanganinya. Namun apabila manajer gagal dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya maka manajer harus merelakan jabatan dan segala fasilitas yang
diterima untuk menjadi taruhannya. Oleh karena itu beberapa manajer melakukan
segala cara untuk mempertahankan keberhasilan perusahaan yang dikelolanya,
salah satunya dengan manajemen laba yang bersifat negatif untuk melindungi diri
dan dapat merugikan banyak pihak. (Ardyansah, 2014).
Teori agensi muncul karena adanya hubungan kerjasama antara satu orang
atau lebih (principal) dengan manajer (agent) untuk menjalankan atau mengelola
perusahaan yang telah principal amanahkan kepada agent. Dalam hal ini manajer
(agent) yang lebih mengetahui keadaan perusahaan di bandingkan dengan pemilik
12
perusahaan (principal) oleh karena itu manajer wajib melaporkan dan memberikan
informasi kepada pemilik perusahaan mengenai keadaan perusahaan yang
dikelolanya. Namun terkadang manajer tidak melaporkan kondisi perusahaan
sebaimana mestinya. Hal itu menjadi salah satu alasan terjadinya konflik antara
pemilik perusahaan (principal) dengan manajer (agent).
Untuk mengatasi konflik yang terjadi antara pemilik perusahaan (principal)
dan manajer (agent) salah satunya dengan adanya komisaris independen dalam
perusahaan, karena komisaris independen mempunyai tugas untuk mengawasi dan
mengarahkan perusahaan agar berjalan dengan baik (Ardyansah, 2014)..
2.2.2 Pajak
Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh
yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat
prestasi kembali yang langsung ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk
membiayai pengeluaran - pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara
yang menyelenggarakan pemerintahan. (Santoso,1991:2).
Menururt Adriani dalam Zain (2007:11) pajak adalah iuran masyarakat
kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib
membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak
mendapat pretasi kembali yang langsung di tunjuk dan yang gunannya adalah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintah.
13
Pajak adalah sumber pendapatan negara yang sangat penting selain
pendapatan Sumber Daya Alam dan pendapatan non-pajak lainnya. Hal ini
merupakan hal yang wajar, karena pemerintah saat ini tidak bisa hanya
mengandalkan penerimaan dari Sumber Daya Alam dimana jumlahnya selalu
fluktuatif dan cenderung stagnan dari tahun ke tahun. Hal ini berbanding terbalik
dengan penerimaan negara melalui pajak yang selalu meningkat tiap tahunnya
(Swingly dan Sukartha, 2015)
Dalam sudut pandang ekonomi, pajak merupakan penerimaan negara yang
digunakan untuk mengarahkan kehidupan masyarakat menuju kesejahteraan.
Pelayanan yang diberikan pemerintah merupakan suatu kepentingan umum untuk
kepuasan bersama sehingga pajak yang menggali dari masyarakat akhirnya kembali
lagi untuk masyarakat. (B Ilyas dkk., 2001:6).
Menurut Suandy (2009) pada umumnya pajak memiliki dua fungsi yaitu
fungsi finansial (badgetair) dan fungsi mengatur (regulerend). Disamping kedua
fungsi tersebut, disebutkan juga pajak memiliki fungsi retribusi pendapatan dan
sebagai alat untuk menanggulangi inflamasi.
a. Fungsi Budgetair
Pajak merupakan tulang punggung penerimaan Negara yang utama untuk
membiayai pengeluaran Negara baik pengeluaran belanja maupun pengeleuaran
pembangunan. Sebagai sumber penerimaan utama, pemerintah berupaya
membenahi berbagai aspek yang dapat mendukung dalam hal memaksimalkan
penerimaan yang bersumber dari pajak.
14
b. Fungsi Regulend
Pajak merupakan alat yang digunakan untuk mengatur masyarakat disegala
bidang ekonomi, social, dan politik untuk mencapai tujuan tertentu.
c. Fungsi Retribusi Pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh Negara akan dikembalikan ke rakyat melalui
pengeluaran guna menjalankan fungsi sebgai Negara, pengeluaran untuk
membiayai pengeluaran yang sifatnya rutin dan pengeluaran pembangunan, yang
dijabarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai
sarana distribusi keuangan negara.
Menurut Halim et. al., (2016: 7) menyebutkan bahwa sistem pengumutan
pajak di bagi menjadi 3 diantaranya:
a. Official Assesment System, yaitu sistem pemungutan yang memberi
wewenang kepada pemerintah untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh wajib pajak menurut undang-undang perpajakan yang berlaku.
b. Self Assessment System, yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang
terutang.
c. With Holding System, yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga(bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang
bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
Dalam melakukan pencanaan pajak harus mempertimbangkan beberapa
bentuk dari perencanaan pajak berikut ini:
15
1. Substantive tax planning, yang terdiri atas:
a. Memindahkan objek pajak (transfer of tax subject) ke Negara-negara yang
dikategorikan sebagai tax haven atau Negara yang memberikan perlakukan pajak
khusus (keringanan pajak) atas suatu jenis penghasilan.
b. Memindahkan objek pajak (itransfer of tax subject) ke Negara-negara yang
dkategorikan sebagai tax haven atau Negara-negara yang memberikan perlakuan
pajak khusus (keringanan pajak) atas suatu jenis penghasilan.
Memindahkan subjek pajak dan objek pajak (transfer of tax subject and of tax
object) ke Negara-negara yang dikategorikan sebagai tax haven atau Negara-negara
yang memberikan perlakuan pajak khusus (keringanan pajak) atas suatu jenis
penghasilan.
2. Formal Tax Planning
Melakukan penghindaran pajak dengan cara tetap mempertahankan
substasnsi ekonomi dan suatu transaksi dengan cara memilih berbagai bentuk
formasi jenis transaksi yang membuktikan beban pajak paling rendah.
2.2.4 Tax Avoidance
Menurut Milhanudin (2017) menyebutkan bahwa tax avoidance adalah
penghindaran beban pajak yang dilakukan secara legal karena tidak melanggar dari
ketentuan perpajakan. Dengan memanfaatkan kelemahan-kelemahan yang terdapat
pada undang-undang dan peraturan perpajakan.
Tax Avoidance adalah pengaturan untuk meminimumkan atau
menghilangkan beban pajak dengan mempertimbangkan akibat pajak yang
16
ditimbulkannya. Tax Avoidance bukan merupakan pelanggaran undang – undang
perpajakan atau hal ilegal karena usaha wajib pajak untuk mengurangi,
menghindari, meminimumkan dan meringankan beban pajak dilakukan dengan
cara yang sudah di tentukan oleh Undang – Undang pajak yang berlaku. (Kurniasih
& Sari, 2013).
Menururt Barr, dkk penghindaran pajak (tax avoidance) adalah manipulasi
penghasilan secara legal, yang masih sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang. Anderson
menyebutkan bahwa penghindaran pajak (tax avoidance ) adalah cara mengurangi
pajak yang masih dalam batas ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
dan dapat dibenarkan, terutama melalui perencanaan pajak. (Zain, 2007:50).
Penghindaran pajak bertujuan untuk meringankan beban pajak dengan cara yang
telah dimungkinkan oleh perundang-undangan pajak dan dengan cara
memanfaatkan kelemahan-kelemahan (loophole ) ketentuan perpajakan suatu
negara sehingga ahli pajak menyatakan legal karena tidak bertentangan dengan
peraturan perpajakan. (Ngadiman dan Puspitasari, 2014.)
Penghindaran pajak ini sengaja dilakukan oleh perusahaan dalam rangka
memeperkecil besarnya tingkat pembayaran pajak yang harus dilakukan oleh
perusahaan dan sebaliknya akan diperoleh penghematan pajak dengan cara
mengatur tindakan yang menghindarkan aplikasi pengenaan pajak melalui
pengendalian fakta-fakta sedemikian rupa sehingga terhindar dari pengenaan pajak
yang lebih besar atau sama sekali tidak kena pajak (Ngadiman dan Puspitasari,
2014).
17
Dalam melakukan penghindaran pajak dapat dilakukan dengan tiga cara:
1. Menahan Diri
Wajib pajak tidak melakukan sesuatu yang bias dikenai pajak., contoh tidak
merokok agar terhindar dari cukai tembakau.
2. Pindah Lokasi
Memindahkan lokasi usaha atau domisili dari lokasi yang tarif pajaknya
tinggi ke lokasi yang tarif pajaknya rendah.
3. Penghindaran Pajak Secara Yuridis
Melakukan sesuatu yang tidak terkena pajak, biasanya dilakukan dengan cara
memanfaatkan kekosongan atau ketidakjelasan undang-undang. Hal inilah yang
memberikan dasar potensial penghindaran pajak secara yuridis.
Dalam melakukan penghindran pajak komite urusan fiscal OECD
(Organization For Economic Corporation and Development) menyebutkan ada tiga
karakter tax avoidance, yaitu:
1. Adanya unsur artifisial berbagai peraturan seolah-olah terdapat didalamnya
padahal tidak, dan ini dilakukan karena ketiadaan factor pajak.
2. Skema semacam ini sering dimanfaatkan loopholes undang-undang untuk
menerapkan ketentuan-ketentuan legal untuk berbagai tujuan, padahal bukan itu
yang sebetulnya dimaksudkan oleh pembuat undang-undang.
3. Kerahasiaan juga sebagai bentuk skema ini, dimana umumnya para
konsultan alat atau cara untuk melakukan tax avoidance dengan syarat wajib pajak
menjaga serahasia mungkin. (Suandy, 2009:7)
18
2.2.5 Profitabilitas
Menurut Putra dan Putri (2017) menyebutkan bahwa Rasio profiabilitas
menjadi bentuk penilaian terhadap kinerja manajemen dalam mengelola kekayaan
perusahan yang ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan.Dengan tingkat profitabilitas
yang tinggi pada perusahaan memungkinkan bagi perusahaan dalam meningkatkan
daya saing diantara perusahaan lain. Perusahaan dengan profit yang tinggi tentu
akan membuka cabang baru, yang kemudian dapat memperbesar investasi yang
dilakukan perusahaan atau membuka investasi baru terkait dengan perusahaan
induknya. (Agusti, 2014)
Menururt Maharani dan Suardana (2014) Profitabilitas adalah salah satu
pengukuran kinerja perusahaan yang menggambarkan kemampuan suatu
perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu pada tingkat
penjualan, total aset dan modal saham tertentu. Ada tiga rasio yang sering
digunakan untuk mengukur profitabilitas yaitu: profit margin, Return On Asset
(ROA), dan Return On Equity (ROE). (Hanafi dan Halim, 2014:81).
Perusahaan dengan tingkat profitbilitas tinggi akan cenderung melakukan
penghindaran pajak (tax avoidance ), karena pada dasarnya semakin tinggi laba
yang dihasilkan oleh suatu perusahaan maka beban pajak yang dibayar atau
ditanggung juga semakin tinggi. (Cahyani, 2017).
2.2.6 Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan adalah suatu skala yang menentukan besar kecilnya
perusahaan yang dapat dillihat dari nilai equility, nilai penjulaan, jumlah karyawan
dan nilai total aset dan lainnya (Ngadiman dan Puspitasari, 2014). Jadi , ukuran
19
perusahaan merupakan ukuran atau besarnya aset yang dimiliki perusahaan.
Semakin besar ukuran perusahaan, maka memiliki kecenderungan perusahaan
untuk membutuhkan dana yang juga lebih besar dibanding dengan ukuran
perusahaan yang lebih kecil, hal ini menjadikan perusahaan dengan ukuran yang
besar akan memperoleh pendapatan yang tinggi. (Ardyansah, 2014).
Ukuran perusahaan umunya dibagi menjadi 3 kategori yaitu large firm,
mediumfirm and small firm. Tahap kedewasaan perusahan ditentukan berdasarkan
total aset, semakin besar total aset menunjukan bahwa perusahaan memiliki prospek
baik dalam jangka waktu yang relatif panjang (Sari, 2014).
Semakin besar ukuran perusahaan maka semakin besar pula manajemen dan
sumber dana yang dimiliki. Hal ini menjadikan sumber daya yang dimiliki
perusahaan sebgai upaya atau langkah yang dilakukan perusahaan untuk melakukan
tax planning yang baik. Namun tidak selalu perusahaan dapat menggunakan sumber
daya yang dimiliki untuk melakukan tax planning dikarenakan perusahaan bisa
saja menjadi sasaran dari keputusan dan kebijakan pemerintah. (Ardyansah, 2014).
2.2.7 Komisaris Independen
Komisaris independen merupakan anggota dewan komisaris yang berasal dari
luar manajemen perusahaan dan bukan merupakan pegawai perusahaan tersebut
tetapi berurusan langsung dengan organisasi dalam perusahaan. Perusahaan
mengangkat komisaris independen untuk mengawasi bagaimana organisasi dalam
perusahaan dijalankan dan dapat menjadi penengah antara komisaris dalam dan
pihak pemegang saham apabila terjadi konflik. Komisaris independen dipercaya
20
menjadi penengah diantara kedua belah pihak karena bersikap objektif dan
memiliki risiko yang kecil dalam konflik internal. (Ardyansah, 2014)
Menurut Suyanto (2012) . semakin banyak jumlah komisaris independen
maka pengawasan terhadap agen akan semakin ketat. Karena adanya pengawasan
lebih dari komisaris independen maka diprediksi tingkat pajak efektifnya sesuai
dengan semestinya. Komisaris independen selalu mengawasi agar perusahaan
mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku.
Tanggung Jawab Komisaris Independen sesuai dengan pasal 114
1. Dewan Komisaris bertanggung jawab atas pengawasan perusahaan.
2. Setiap anggota Komisaris wajib dengan itikad baik,kehati-hatian, dan
bertanggung jawab dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasihat
kepada direksi.
3. Setiap anggota Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas
kerugian perusahaan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai dlaam
menjalankan tugasnya.
4. Dalam hal Dewan Komisaris terdiri atas dua anggota Komisaris atau lebih,
tanggung jawab Komisaris tersebut berlaku secara tanggung renteng bagi setiap
anggota Dewan Komisaris. (Prasetya, 2013:36).
Berdasarkan keputusan ketua BAPEPAM nomor Kep-29/PM/2004 peraturan
nomor IX.1.5 tentang pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja komite audit,
menyatakan bahwa komisaris independen adalah anggota komisaris yang:
1. Berasal dari luar Emiten atau Perusahaan Publik;
21
2. Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada
Emiten atau Perusahaan Publik;
3. Tidak mempunyai hubungan Afiliasi dengan Emiten atau Perusahaan
Publik, Komisars, Direksi, atau Pemegang Saham Utama Emiten atau Perusahaan
Publik
4. Tidak memiliki hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang
berkaitan dengan kegiatan usaha Emiten atau Perusahaan Publik.
2.2.8 Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham yang dimiliki oleh
pemerintah, institusi keuangan, insitusi berbadan hukum, institusi luar negeri, dan
dana perwalian serta institusi lainnya. Institusi-institusi tersebut memiliki
wewenang melakukan pengawasan atas kinerja manajemen (Ngadiman dan
Puspitasari, 2014).
Perusahaan memiliki tanggung jawab kepada pemegang saham yang
menjadikan pemilik institusional memiliki intensif untuk memastikan manajemen
perusahaan sudah membuat keputusan yang baik untuk mensejahterakan pemegang
saham. Pada pengungkapan suka rela menunjukkan bahwa perusahaan dengan
kepemilikan institusional lebih besar memungkinkan untuk mengeluarkan,
meramalkan, dan memperkirakan sesuatu lebih spesifik, akurat dan optimis
(Damayanti dan Susanto, 2015).
Adanya kepemilikan institusional di suatu perusahan akan mendorong
meningkatnya pengawasan yang lebih optimal tehadap kinerja manajemen. Pihak
institusional yang menguasai saham lebih besar daripada pemegang saham lainnya
22
dapat melakukan pengawasan terhadap kebijkan manajemen yang lebih besar juga,
sehingga besar kepemilikan institusional maka semakin kuat kendali yang
dilakukan pihak eksternal terhadap perusahaan (Ngadiman dan Puspitasari, 2014).
2.3 Pengembangan Hipotesis
2.3.1 Kerangka Pemikiran
2.3.2 Pengembangan Hipotesis
1. Pengaruh Profitabilitas Tehadap Tax Avoidance
Profitabilitas merupakan ukuran perusahaan untuk memperoleh keuntungan
dari kegiatan yang dilakukan perusahaan (Ardyansah, 2014). Dalam hal ini semakin
besar atau tinggi tingkat profitabilitas suatu perusahaan maka semakin baik pula
kemampuan perusahaan dalam memperoleh keuntungan.
Menurut Hanafi dan Halim (2012:81) menjelaskan bahwa profitabilitas
merupakan alat ukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan
pada tingkat penjualan, asset, dan modal saham yang tertentu. Salah satu rasio
X1
X2
Y
X3
X4 Kepemilikan
Institusional
Profitabilitas
Ukuran
Perusahaan Tax Avoidance
Komisaris
Independen
23
profitabilitas adalah return on assets (ROA). ROA memiliki keterkaitan dengan laba
bersih perusahaan dan pengenaan pajak penghasilan untuk perusahaan (Kurniasih
dan Sari, 2013). Semakin tinggi keuntungan suatu perusahaan maka tingkat
profitabilitas perusahaan akan tinggi hal ini akan mempengaruhi jumlah
pembayaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan juga akan lebih besar dibanding
dengan pembayaran pajak yang dilakukan apabila tingkat keuntungan suatu
perusahaan yang rendah. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Agusti (2014)
menyebutkan bahwa variabel profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap tax
avoidance. Atas dasar uraian diatas maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut:
H1: Profitabilitas Berpengaruh Terhadap Tax Avoidance
2. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Tax Avoidence
Size atau ukuran perusahaan dapat diartikan suatu skala dimana perusahaan
dapat diklasifikasikan besar kecilnya menurut berbagai cara, salah satunya adalah
dengan besar kecilnya aset yang dimiliki. Ukuran perusahaan dapat menentukan
besar kecilnya aset yang dimiliki perusahaan, semakin besar aset yang dimiliki
semakin meningkat juga jumlah produktifitas. Hal itu akan menghasilkan laba yang
semakin meningkat dan mempengaruhi tingkat pembayaran pajak. (Ardyansah,
2014)
Penentuan ukuran perusahaan didasarkan pada total aset (Amelia et al.,
2017). Maka dari itu semakin besar aset yang dimiliki peusahaan maka akan
semakin stabil pula kondisi suatu perusahaan. Dengan ini perusahaan akan
mempunyai peluang yang lebih besar dalam mengahasilkan laba.
24
Ukuran perusahaan dapat menentukan besar kecilnya nilai total aset yang
dimiliki perusahaan dimana semakin besar total aset perusahaan maka akan
meningkat juga jumlah produktifitas perusahaan tersebut. Hal itu akan
menghasilkan laba yang semakin meningkat dan memengaruhi tingkat pembayaran
pajak. (Asri dan Suardana, 2016). Sehingga dengan tingkat pembayaran pajak yang
tinggi maka akan memungkinkan perusahaan untuk melakukan tindakan praktik
tax avoidance.
Ukuran perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan dengan tindakan
pengembalian keputusan perpajakannya, Ukuran perusahaan menunjukkan
kestabilan dan kemampuan perusahaan untuk melakukan aktivitas ekonomisnya.
(Kurniasih dan Sari, 2013). Menurut Ngadiman & Puspitasari (2014) perusahaan
dengan ukuran yang besar memiliki banyak aktivitas atas kegiatan usaha yang
memberikan celah bagi perusahaan untuk melakukan tax avoidance, hal ini berbeda
dengan perusahaan kecil yang memiliki lebih sedikit aktivitas usaha. Menurut
penelitian yang telah dilakukan oleh Badriyah (2017) menyebutkan bahwa variabel
ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance. Sesuai dengan
penelitian diatas maka penulis tertarik untuk mengambil hipotesis sebagai berikut:
H2 : Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap tax avoidance
3. Pengaruh Komisaris Independen Terhadap Tax Avoidance
Menurut Utami (2013) komisaris independen merupakan pihak yang tidak
terafiliasi dengan pemegang saham pengendali,anggota direksi dan anggota
komisaris lainnya.
25
Manajemen kerapkali bersifat oportunistik dimana mereka memiliki motif
untuk memaksimalkan laba bersih agar meningkatkan bonus. Laba selama ini
dijadikan indikator utama keberhasilan manajer. Salah satu cara meningkatkan laba
bersih adalah dengan menekan biaya-biaya termasuk pajak. Sehingga dapat
mendorong manajer menjadi agresif terhadap pajak. Diharapkan semakin besar
proporsi komisaris independen dapat meningkatkan pengawasan sehingga dapat
mencegah agresivitas pajak perusahaan yang dilakukan oleh manajemen.
(Supramono, 2012)
Komisaris independen mengawasi dan memberikan pengarahan agar tidak
terjadi asimetri informasi yang sering terjadi antara pemilik perusahaan (principal)
dengan manajer (agent). Dalam hal ini komisaris independen yang menjadi
penengah antara pemilik perusahaan dan manajer jika terjadi konflik yang tidak
diinginkan dengan cara mengambil kebijakan agar tidak melanggar hukum dan
penentuan strategi terkait pajak (Ardyansah, 2014).
Kehadiran dewan komisaris dapat meningkatkan pengawasan terhadap
kinerja direksi dimana semakin banyak jumlah komisaris independen maka
pengawasan dari manajemen akan semakin ketat. Pengawasan yang semakin ketat
akan membuat manajemen bertindak lebih berhati-hati dalam mengambil
keputusan dan transaparan dalam menjalankan perusahaan sehingga dapat
meminimalisasi praktik tax avoidance (Utami, 2013). Menurut penelitian yang
telah dilakukan oleh Ardyansah, (2014) menyebutkan bahwa variabel komisaris
independen berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance. Atas dasar penelitian
tersebut maka penulis tertarik untuk mengambil hipotesis sebagai berikut:
26
H3: Komisaris Independen berpengaruh terhadap tax avioidance.
4. Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Tax Avoidance
Kepemilikan institusional merupakan proporsi kepemilikan saham oleh
institusi pendiri sebuah perusahaan., bukan institusi pemegang saham publik yang
diukur dengan presentase jumlah saham yang dimiliki oleh investor institusi
(Fadhilah, 2014).
Biasanya institusi menyerahkan tanggung jawab kepada devisi tertentu untuk
mengelola investasi perusahaan. Keberadaan institusi yang memantau secara
profesional perkembangan investasinya menyebabkan tingkat pengendalian
terhadap tindakan manajemen sangat tinggi sehingga potensi dapat ditekan.
Kepemilikan institusional berperan penting dalam mengawasi kinerja
manajemen agar lebih optimal dalam menajalankan perusahaan karena dianggap
mampu memonitor setiap keputusan yang diambil manajer secara efektif (Diantari
dan Ulupi, 2015).
Adanya tanggung jawab perusahaan kepada fidusia, maka pemilik
institusional memiliki insentif untuk memastikan bahwa manajemen perusahaan
membuat keputusan yang akan memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham.
Kepemilikan institusional diukur dengan proporsi saham yang dimiliki institusi
pada akhir tahun yang dinyatakan dalam presentase.(Damayanti dan Susanto, 2015)
Besar kecilnya konsentrasi kepemilikan institusional maka akan
mempengaruhi kebijakan pajak agresif oleh perusahaan, dan semakin kecil
kepemilikan institusional akan meningkatkan kebijakan pajak agresif, tetapi
semakin besar kepemilikan institusional maka akan semakin mengurangi tindakan
27
kebijakan pajak yang agresif. Pemilik institusional memainkan peran penting dalam
memantau, mendisiplinkan dan mempengaruhi manajemen. (Meslythalia dan
Lasmana, 2016). Menerut penelitian yang dilakukan oleh Cahyono, et al., (2016)
menyebutkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh terhadap tax
avoidance. Atas dasar penelitian yang sudah dilakukan oleh Cahyono, et al., (2016)
maka penulis tertarik untuk mengambil hipotesis sebagai berikut:
H4: Kepemilikan Institusional berpengaruh terhadap tax avoidance.