bab ii tinjauan teoritis 2.1 pengertian kualitasrepository.uir.ac.id/881/2/bab2.pdf · tinjauan...
TRANSCRIPT
14
BAB II
TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Kualitas
Perlu mendudukkan konsep kualitas sebagai acuan dasar dalam menetapkan
definisi kualitas itu sendiri. Kualitas merupakan aspek yang ditentukan oleh
penilaian pelanggan. Ketercapaian standar kualitas itu melalui serangkaian proses
perbaikan-perbaikan sampai akhirnya dinyatakan berkualitas karena ia dapat
memnuhi keinginan dan harapan pelanggan. Kualitas itu harus terukur secara
ordinal maupun secara massal.
Menurut Ariani (2011) menyatakan bahwa kualitas ditentukan oleh
pelanggan di Kecamatan Rumbai, pelanggan menginginkan produk dan jasa yang
sesuai dengan kebutuhan dan harapannya. Kualitas merupakan bagian dari semua
fungsi usaha. Kualitas memerlukan proses perbaikan yang terus menerus, yang
dapat diukur, baik secara individual, organisasi maupun korporasi. Kualitas harus
bersifat menyeluruh, baik produk maupun prosesnya. Kualitas produk meliputi
kualitas bahan baku dan barang jadi, sedangkan kualitas proses meliputi segala
sesuatu yang berhubungan proses produksi.
Kualitas erat kaitannya dengan kondisi dinamis, baik dalam bentuk barang,
jasa maupun selama proses penciptaan berlangsung. Standarisasinya adalah
ketercapaian harapan-harapan yang ingin diraih orang. Hal ini sejalan dengan
yang dikemukakan oleh Rudianto (2012) menyatakan bahwa kualitas merupakan
suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa manusia, proses dan
lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Ketika harapan itu terpenuhi,
maka dikatakan sesuatu itu berkualitas kerena sesuai harapan.
15
Lebih lanjut, Rudianto (2012) menyatakan bahwa tidak ada definisi kualitas
yang diterima secara universal, namun terdapat beberapa persamaan elemen,
yaitu: (1) kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan; (2) kualitas
mencakup produk, jasa, manusia dan lingkungan; dan (3) kualitas merupakan
suatu kondisi yang selalu berubah (misalnya, apa yang dianggap merupakan
kualitas saat ini mungkin dianggap kurang kualitas pada masa mendatang).
Kualitas juga berkaitan dengan kondisi fisik dan non fisik tentang sesuatu.
Kualitas tidak hanya diukur secara kualitatif, namun bisa juga menggunakan
rentang angka statistik. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh
Brotoharsojo (2012) menyatakan bahwa kualitas berkaitan dengan taraf atau
tingkat baik buruknya sesuatu. Kualitas dinyatakan dalam suatu ukuran yang
dapat dipadankan dengan angka.
Uraian diatas dapat disintesiskan bahwa kualitas adalah: (1) kualitas
ditentukan oleh pelanggan, pelanggan menginginkan produk dan jasa yang sesuai
dengan kebutuhan dan harapannya; (2) Kualitas merupakan bagian dari semua
fungsi usaha. Kualitas memerlukan proses perbaikan yang terus menerus, yang
dapat diukur, baik secara individual, organisasi maupun korporasi; (3) usaha
memenuhi atau melebihi harapan; (4) kualitas mencakup produk, jasa, manusia
dan lingkungan; (5) kualitas merupakan suatu kondisi yang selalu berubah; dan
(6) kualitas berkaitan dengan taraf atau tingkat baik buruknya sesuatu.
2.2 Pengertian Pelayanan
Pelayanan merupakan suatu istilah yang sudah lumrah atau lazim didengar
dalam kehidupan sehari-hari. Pelayanan merupakan suatu kegiatan yang berkaitan
16
dengan usaha untuk membantu, menyiapkan ataupun mempersiapkan hal-hal yang
dibutuhkan oleh orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak terlepas dari
kebutuhan akan pelayanan, baik pelayanan administratif, seperti pelayanan surat-
surat penting, berkas-berkas dan lain sebagainya maupun pelayanan subjektif
yang berkaitan dengan kebutuhan dasar kita sebagai manusia, seperti pelayanan di
tempat makan dan lain sebagainya.
Menurut Herdiyansyah (2011) menyatakan bahwa secara etimologi,
pelayanan berasal dari kata layan yang berarti membantu menyiapkan, mengurus
apa-apa yang diperlukan seseorang. Kemudian pelayanan dapat diartikan sebagai;
perihal atau cara melayani (service). Dengan demikian, pelayanan dapat diartikan
sebagai aktivitas yang diberikan untuk membantu, menyiapkan dan mengurus,
baik berupa barang atau jasa dari satu pihak ke pihak lain.
Lebih lanjut, Herdiyansyah (2011) menyatakan bahwa pelayanan sebagai
pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai
kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang
telah ditetapkan. Pemerintah pada hakekatnya adalah pelayan kepada masyarakat.
Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayanani
masyarakat serta menciptkan kondisi yang memungkinkan setiap anggota
masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai
tujuan bersama.
Herdiyansyah (2011) menyatakan bahwa pelayanan publik atau pelayanan
umum adalah sebagai bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik
maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan
dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah dan di dalam lingkungan
17
Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam upaya
pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pelayanan merupakan serangkaian tindakan atau aktivitas yang beroerientasi
pada pemberian bantuan, tawaran ataupun promosi yang tidak berujung pada
kepemilikan (ownership) bagi mereka yang membutuhkan pelayanan tersebut. Hal
ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Kotler (2010) menyatakan bahwa
pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu
pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak
mengakibatkan kepemilikan apapun.
Uraian diatas dapat disintesiskan bahwa pelayanan adalah: (1) pelayanan
dapat diartikan sebagai; perihal atau cara melayani (service); (2) pelayanan dapat
diartikan sebagai aktivitas yang diberikan untuk membantu, menyiapkan dan
mengurus, baik berupa barang atau jasa dari satu pihak ke pihak lain; (3)
pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai
kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang
telah ditetapkan; dan (4) kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada
pihak lain.
2.3 Konsep Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan merupakan hal esensial yang dijadikan patokan atau
standar rujukan bagi masyarakat yang menginginkan pelayanan publik. Menurut
Hardiyansyah (2011) menyatakan bahwa konsep kualitas pelayanan dapat
dipahami melalui perilaku konsumen (consumer behavior), yaitu suatu perilaku
18
yang dimainkan oleh konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan,
mengevaluasi suatu produk maupun pelayanan.
Lebih lanjut, Herdiyansyah (2011) menyatakan bahwa kualitas pelayanan
memiliki ciri-ciri, yaitu: (1) ketepatan waktu pelayanan, yang meliputi waktu
tunggu dan waktu proses; (2) akurasi pelayanan, yang meliputi bebas dari
kesalahan; (3) kesopanan dan keramahtamahan dalam memberikan pelayanan; (4)
kemudahan mendapatkan pelayanan, misalnya banyaknya petugas yang melayani
dan banyaknya fasilitas pendukung; (5) Kenyamanan dalam memperoleh
pelayanan, berkaitan dengan lokasi, ruang tempat pelayanan, tempat parkir,
ketersediaan infiormasi dan lain-lain; dan (6) atribut pendukung pelayanan
lainnya, seperti ruang tunggu ber-AC, kebersihan dan lain-lain.
Menurut Vincent Gospersz dalam Sianipar (2008) menyatakan bahwa terdapat
10 dimensi karateristik pelayanan yaitu :
1. Kepastian Waktu Pelayanan, yaitu ketepatan waktu yang diharapakan
berkaitan dengan waktu proses atau penyelesaian, pengiriman,
penyerahan, jaminan atau garansi dan menanggapi keluhan.
2. Akurasi Pelayanan, yaitu berkaitan dengan realibilitasi pelayanan, bebas
dari kesalahan-kesalahan.
3. Kesopanan dan Keramahan dalam Memberikan Pelayanan, yaitu personil
yang berinteraksi langsung dengan pelanggan ekternal harus dapat
memberikan sentuhan pribadi yang menyenangkan, sentuhan tersebut
tercermin melalui penampilan, bahasa yang sopan, ramah, ceria, lincah dan
gesit.
19
4. Tanggung Jawab, yaitu bertanggung jawab dalam penerimaan pesan atau
permintaan dan penanganan keluhan pelanggan eksternal.
5. Kelengkapan, Kelengkapan palayanan menyangkut lingkup (cakupan)
pelayanan, ketersedian sarana pendukung, dan pelayanan komplementer
lainnya.
6. Kemudahan Mendapatkan Pelayanan, yaitu berkaitan dengan banyaknya
outlet, petugas yang melayani dan fasilitas pendukung.
7. Variasi model pelayanan, yaitu berkaitan dengan motivasi untuk
memberikan pola-pola baru pelayanan, features dari pelayanan dan lain-
lain.
8. Pelayanan pribadi, yaitu barkaitan dengan fleksibelitas, penanganan
permintaan khusus dan lain-lain.
9. Kenyamanan dalam Memperoleh Pelayanan, yaitu berkaitan dengan ruang
tunggu/tempat pelayanan, kemudahan, ketersediaan data/ informasi dan
petunjuk-petunjuk.
10. Atribut Pendukung Pelayanan, yaitu atribut pendukung dapat berupa ruang
tunggu yang cukup, fasilitas AC, TV dan kebersihan liungkungan.
Penjelasan diatas, maka pendapat Vincent Gospersz dalam Sianipar dapat
dijadikan pedoman untuk teori pelengkap pada penelitian ini. Namun teori
Tjiptono adalah acuan yg paling mendasar pada penelitian ini karena dianggap
lebih mudah dipahami.
Menurut Ibrahim (2012) menyatakan bahwa kualitas pelayanan publik
merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa,
20
manusia, proses dan lingkungan dimana penilaian kualitasnya ditentukan pada
saat terjadinya pemberian pelayanan publik tersebut.
Menurut Kumorotomo (2012) menyatakan bahwa kualitas pelayanan publik
terdiri dari 4 dimensi, yaitu dimensi efisiensi, efektivitas, keadilan dan daya
tanggap. Untuk dimensi efisiensi, indikatornya adalah keberhasilan organisasi
pelayanan publik mendapatkan laba, memanfaatkan faktor-faktor produksi serta
pertimbangan yang berasal dari rasionalitas ekonomi. Untuk dimensi efektivitas,
indikatornya adalah apakah tujuan didirikan organisasi publik itu tercapai. Hal ini
erat kaitannya dengan rasionalitas teknis, nilai, misi, tujuan organisasi serta
fungsinya. Untuk dimensi keadilan, indikatornya adalah distribusi dan alokasi
pelayanan yang diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik. Untuk dimensi
daya tanggap, indikatornya adalah daya tanggap terhadap kebutuhan masyarakat.
Menurut Tjiptono (2012) menyatakan bahwa ukuran kualitas pelayanan
ditentukan oleh: (1) bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik,
kelengkapan, pegawai dan alat komunikasi; (2) keandalan (reliability), yakni
kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan
memuaskan; (3) daya tanggap (responsiveness), yakni keinginan para pegawai
memberikan pelayanan dengan tanggap; (4) jaminan (assurance), yakni
mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan dapat dipercaya; dan (5)
empati, yakni meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi,
perhatian pribadi dan memahami kebutuhan pelanggan.
Uraian diatas dapat disintesiskan bahwa kualitas pelayanan adalah: (1) suatu
perilaku yang dimainkan oleh konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan,
mengevaluasi suatu produk maupun pelayanan; (2) ketepatan waktu pelayanan,
21
akurasi pelayanan, kesopanan, keramahtamahan, kemudahan mendapatkan
pelayanan, kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, atribut pendukung
pelayanan; (3) kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia,
proses dan lingkungan; (4) ditentukan oleh dimensi efisiensi, efektivitas, keadilan
dan daya tanggap; dan (5) adanya bukti langsung, keandalan, daya tanggap,
jaminan dan empati.
2.4 Hubungan Air Bersih dan Kota Berkelanjutan (Sustainable City)
2.4.1 Pengertian Kota Berkelanjutan (Sustainable City)
Kota berkalanjutan atau sustainable city adalah kota yang memperhatikan
keseimbangan harmonis antara perkembangan kotanya, dengan perkembangan
lingkungannya. Jika keseimbangan ini rusak, maka munculah ketidak berlanjutan
sistem dalam suatu kota. Pada awal isu kota berkelanjutan, hal ini hanya di lihat
dari dampaknya pada kesehatan lingkungan dan energi. Namun kini, pengertian
kota yang berkelanjutan atau sustainable city telah berkembang luas. Kota
berkelanjutan adalah kota yang didesain untuk mempertimbangkan dampak
terhadap lingkungan dan dihuni oleh orang-orang yang memiliki kesadaran untuk
meminimalisir (penghematan) penggunaan energi, air, makanan, buangan limbah,
pencemaran udara dan pencemaran air.
Ketersediaan air bersih untuk konsumsi masyrakat sangat krusial dalam
rangka memenuhi kebutuhan primer dan menjaga kesehatan warga masyrakat,
tidak terkecuali warga Pekanbaru. Pemerintah Kota Pekanbaru bertanggung
jawab melakukan upaya-upaya penyediaan air bersih bagi warganya, dimana
didirikannya PDAM Tirta Siak sebagai manifestasi jawaban bagi kebutuhan
warganya terhadap air bersih. Usaha memenuhi kebutuhan primer warga terhadap
22
air bersih telah diupayakan, meskipun masih perlu perbaikan-perbaikan untuk
menuju kepada penyempurnaan usaha tersebut.
Menurut Zulkifli (2015) menyatakan bahwa kota berkelanjutan atau
sustainable city adalah pembangunan kota berdasarkan prinsip pemenuhan
kawasan ruang terbuka hijau, penyediaan air bersih yang layak untuk penduduk
kota, pengelolahan sampah dan sanitasi, pembangunan gedung atau pemukiman
hijau, green transportasi dan energy terbarukan dengan dukungan dari pemimpin
dan masyrakat yang sadar pentingnya kebijakan yang pro lingkungan.
Kota Pekanbaru merupakan ibukota Propinsi Riau yang memiliki program
pembangunan jangka panjang di segala bidang tentunya tidak saja membangun
infrastruktur saja, tetapi juga menyediakan kebutuhan primer masyarakatnya,
salah satunya adalah ketersediaan air bersih. Kota Pekanbaru yang akan tetap
menjadi ibukota di masa yang akan datang tentu berbenah diri di berbagai sektor
untuk menjadi kota yang maju, moderen dan berkelanjutan. Kota yang moderen
dan berkelanjutan tentu harus mampu memenuhi kebutuhan primer
masyarakatnya. Kota berkelanjutan memiliki ciri adanya keseimbangan yang
harmonis antara kotanya dengan kondisi lingkungannya yang bersih dengan
kualitas udara yang sehat dan air yang bersih dan lingkungan yang segar serta asri.
Berdasarkan uraian diatas bahwa salah satu aspek yang perlu diperhatikan
dalam kota berkelanjutan adalah kualitas udara, air dan iklim. Air merupakan
aspek vital yang harus diperhatikan dalam menciptakan kota berkelanjutan
(sustainable city). Pengelolaan dan penyediaan air bersih menjadi hal yang krusial
bagi masyarakat yang berada dalam wilayah kota berkelanjutan.
23
Menurut Budiharjo dan Sujarto (2013) menyatakan bahwa kota
berkelanjutan itu adalah kota yang dalam perkembangan dan pembangunannya
mampu memenuhi kebutuhan masyarakat masa kini, mampu berkompetisi dalam
ekonomi global dengan mempertahankan keserasian lingkungan vitalitas sosial,
budaya, politik dan pertahanan keamanannya tanpa mengabaikan atau mengurangi
kemampuan generasi mendatang dalam penenuhan kebutuhan mereka.
2.4.2 Aspek-Aspek dan Prinsip Kota Berkelanjutan (Sustainable City)
Dampak pada lingkungan yang diperhatikan pun menjadi beragam, dilihat
dari bermacam aspek. Berikut ini adalah aspek-aspek yang perlu diperhatikan
pada kota berkelanjutan: (1) Kualitas udara, air dan iklim; (2) Biodiversitas; (3)
Energi; (4) Makanan dan pertanian; (5) Ekonomi dan pengembangan ekonomi; (6)
Lingkungan dan ruang terbuka publik; (7) Kesehatan dan kebersihan; (8)
Transportasi publik; (9) Menghindari penggunaan material berbahaya, limbah
padat dan cari; dan (10) Pendidikan (Gigeh Izgar, 2014).
Lebih lanjut, Budiharjo dan Sujarto (2013) menyatakan bahwa untuk
menciptakan kota yang berkelanjutan diperlukan lima prinsip dasar yang dikenal
dengan ”Panca E”, yaitu; environment/ecology (lingkungan hidup),
economy/employment (ekonomi/ketersediaan lapangan kerja), equity (kesetaraan),
engagement (keikutsertaan), dan energy (sumber daya energi). Menurut Budiharjo
dan Sujarto (2013) bahwa stok kapital produktif dari suatu kota berkelanjutan
adalah: (1) lingkungan atau sumber daya alam; (2) rakyat atau sumber daya
manusia; (3) keuangan atau sumber daya finansial; (4) infrastruktur; fasilitas
24
produktif dan sumber daya buatan; dan (5) institusi atau sumber daya
kelembagaan.
2.5 Konsep Prasarana Perkotaan
2.5.1 Pengertian Prasarana Kota
Menurut Stein (1992) dalam Linannda (2013) menyatakan bahwa prasarana
umum adalah barang-barang modal yang secara langsung dimiliki, disewabelikan
atau dengan sesuatu secara dikendalikan selama jangka waktu panjang
menyebabkan terjadinya arus pendapatan dan biaya. Sarana dan prasarana kota
adalah komponen kota yang berfungsi utamanya adalah melayani kehidupan atau
kegiatan kota yang menjadi tanggung jawab pemerintah, swasta maupun
masyrakat.
Menurut Permendagri Nomor 09 Tahun 2009 bahwa prasarana adalah
kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan perumahan
dan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Sarana adalah fasilitas
penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan
ekonomi, social dan budaya
Lebih jelasnya prasarana lingkungan atau sarana dasar yang utama bagi
berfungsinya suatu lingkungan permukiman adalah jaringan jalan utuk mobilitas
orang dan angkutan barang, mencegah perambatan kebakaran serta untuk
menciptakan ruang dan bangunan teratur, jaringan air bersih, jaringan
pembuangan air limbah dan tempat pembuangan sampah untuk kesehatan
lingkungan, serta jaringan saluran air hujan untuk pematusan (drainase) dan
pencegahan banjir setempat
25
Prasarana kota seringkali disebut sebagai infrastruktur dan fasilitas umum
bahkan sebaliknya pelayanan umum, pada umumnya infrastruktur dapat berupa
air bersih, saluran air limbah/sanitasi, jalan raya dan transportasi umum sedangkan
fasilitas berupa sekolah, taman dan fasilitas lainnya.
2.5.2 Karateristik Komponen-Komponen Prasarana Kota
Komponen-komponen prasarana kota meliputi : pasokan air bersih, listrik,
telepon, drainase, pembuangan air kotor/sanitasi, tempat pembuangan sampah dan
jalan, masing-masing komponen mempunyai karateristik yang berbeda dilihat dari
input-output bagi penduduk, komponen tersebut dapat dikelompokkan menjadi
tiga yaitu :
i. Komponen yang memberikan input kepada penduduk termasuk kedalam
kategori ini adalah prasarana air bersih dan listrik
ii. Komponen yang memberikan output kepada penduduk termasuk kedalam
kategori ini adalah prasarana drainase, pembuangan air kotor/sanitasi dan
pembuangan sampah
iii. Komponen yang dapat dipakai untuk memberikan input maupun
mengambil output meliputi prasarana jalan dan telepon
Komponen air bersih dilakukan dengan kendala tekanan air, dalam arti
tekanan air harus terjaga minimal pada tingkat tertentu, untuk ini dibangun
menara air atau pompa air dengan pertimbangan jangkauan pelayanan air bersih
hanya dibatasi dengan kapasitas sumber lain, jaringan air bersih ini dibangun
apabila ada permintaan dari penduduk sedangkan pembuangan air hujan perlu
26
dibangun atau dilakukan meskipun daerah tersebut tidak adanya penduduknya
agar tidak terjadi banjir atau genangan air.
2.5.3 Prasarana Air Bersih Perkotaan
Dalam suatu kota sarana dan prasarana dasar perkotaan mempunyai peranan
penting bagi kelangsungan pertumbuhan perkembangan suatu kota, prasarana kota
seringkali disebut dengan infrastruktur yaitu berupa air bersih, saluran air
limbah/sanitasi, jalan raya dan transportasi umum sedangkan fasilitas yaitu berupa
sekolah, taman dan fasilitas lainnya yang dikunjungi oleh penduduk. Kadang-
kadang kedua istilah ini digunakan secara terbalik, prasarana kota tersebut
memang peranan penting dalam perencanaan yaitu sebagai berikut :
i. Suatu pandangan nilai sosial yaitu memberikan pelayanan yang
dibutuhkan oleh masyrakat dan mengurangi dampak yang tidak diinginkan
masyrakat
ii. Sudut pandang ekonomi/pasar yaitu untuk mengarahkan perkembangan
lahan harus mempunyai akses yang baik terhadap prasarana kota, tanpa
akses yang baik perkembangan yang diharapkan tidak akan tercapai.
Lahan yang tidak memiliki akses yang baik mempunyai nilai yang rendah
dalam pembangunan.
Menurut Singh dalam Linanda (2013) menyatakan bahwa permasalahan
air di perkotaan pada umumnya disebabkan oleh kurangnya pendapatan untuk
membuat instalasi pengolahan dan distribusi, namun juga belum tersedianya
sumber daya manusia yang menangani sistem penyediaan air bersih perkotaan,
27
kemudian masalah ini adalah ketidaktepatan dalam mendistribusikan dan
tingginya tingkat kebocoran.
2.5.4 Pemanfaatan Sumber Daya Air Perkotaan
Menurut Kammere (1976) dalam Safitri (2015) pemenuhan kebutuhan air
bersih perkotaan dapat dilakukan dengan cara pemanfaatan sumber daya air yaitu :
(i) Mengalirkan air dari sumbernya ke tempat pengguna atau pelayanan
umum. Dimana, pelayanan dilakukan oleh pemerintah setempat yang
pelaksanaannya dilakukan oleh Perusahaan Daerah Air Minum dengan
memanfaatkan sumber air baku yang ada dan diolah serta didistribusikan
ke daerah pelayanan atau pelanggan
(ii) Mengusahakan sendiri dengan menggali sumur, penggalian sumur melalui
sumur gali atau sumur bor banyak dilakukan oleh penduduk untuk
memenuhi kebutuhan domestik, niaga dan industri
Dalam melakukan pelayanannya, Perusahaan Daerah Air minum selaku
Stakeholder atau pihak yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mengelolah air
bersih bagi masyrakat harus memperhatikan aspek pelayanan yang berperan
penting dalam memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyrakat.
2.6 Pelayanan Penyedian Air Bersih oleh PDAM
2.6.1 Pelayanan Secara Teknis
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang air minum mengacu pada
Peraturan Mentri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia
28
No.47/PRT/M/2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan Sub Bidang Air Minum Pada
Pasal 1 Ketentuan Umum dinyatakan :
1) Air minum adalah air minum rumah tangga yang melalui proses
pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat
kesehatan dan dapat langsung diminum
2) Penyediaan air minum adalah kegiatan menyediakan air minum untuk
memenuhi kebutuhan masyrakat agar mendapatkan kehidupan yang
sehat, bersih dan produktif
3) Sistem Penyediaan Air Minum yang selanjutnya disebut SPAM
merupakan satu kesatuan sistem fisik (teknik) dan non fisik dari
prasarana dan sarana air minum
4) Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan membangun,
memperluas dan/atau meningkatkan sistem fisik (teknik) dan non fisik
(kelembagaan, manajemen, keuangan, peran masyrakat, dan hukum)
dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum
kepada masyrakat menuju keadaan yang lebih baik.
Selanjutnya, menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat Republik Indonesia Nomor 47/PRT/M/2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Sub Bidang Air Minum pada poin pembahasan dinyatakan bahwa pembangunan
infrastruktur baru meliputi perencanaan bangunan pengambilan air baku, unit
pengelolaan, perpipaan, pemompaan, dan unit pelayanan sesuai lingkup program.
Ruang lingkup yang diusulkan untuk Dana Alokasi Khusus (DAK) sub bidang air
minum adalah :
29
1) Pengembangan jaringan distribusi sampai pipa tersier yang menjadi bagian
dari kewajiban Pemerintah Kabupaten/Kota melalui DDUB mendukung
kegiatan pembangunan SPAM yang sebagian dibiayai oleh sumber dana
APBN
2) Perluasan dan peningkatan Sambungan Rumah (SR) murah perpipaan bagi
masyrakat miskin perkotaan. Daerah yang menjadi sasaran adalah
Kabupaten/Kota yang memiliki idle capacity yang memadai untuk
dibangun SR perpipaan. JDIH kementerian PUPR
3) Pemasangan master meter untuk masyrakat miskin perkotaan khususnya
yang bermukim di kawasan kumuh perkotaan. Daerah yang menjadi
sasaran adalah kabupaten/kota yang memiliki idle capacity yang memadai
untuk dibangun SR perpipaan
4) Peningkatan kapasitas sistem terpasang untuk SPAM yang sudah
mencapai kapasitas produksi maksimal, dapat melakukan penambahan
kapasitas sistem terpasang melalui pembangunan intake dan komponen
SPAM lainnya sampai SR; dan
5) Pembangunan SPAM perdesaan pada desa-desa rawan air, terpencil, dan
tertinggal, serta SPAM kawasan khusus di kawasan pulau-pulau kecil dan
terluar dan perbatasan
30
Tabel 2.1 Daftar SNI di Bidang Air Minum
No Daftar SNI Judul SNI
1 SNI 03-6859-2002 Metode Pengujian Angka Rasa dalam Air
2 SNI 03-6860-2002 Metode Pengujian Angka Bau dalam Air
3 SNI 03-2414-1991 Metode Pengukuran Debit Sungai dan Saluran Terbuka
4 SNI 06-2414-1991 Metode Pengambilan Contioh Uji Kualitas Air
5 SNI 19-1141-1989 Cara Uji Suhu
6 SNI 06-2503-1991 Metode Pengujian Kadar Kebutuhan Oksigen Biokimiawi
dalam Air
7 SNI 06-2504-1991 Metode Pengujian Kadar Kebutuhan Oksigen Kimiawi
dalam Air dengan Refluks Tertutup
8 SNI 06-2424-1991 Metode Pengujian Oksigen Terlarut dalam Air dengan
Titrimetik
9 SNI 06-2425-1991 Metode Pengujian Oksigen Terlarut dalam Air dengan
Elektrokimia
10 SNI 03-6858-2002
Metode Pengujian Kadar Bakteri Koli Total dalam Air
dengan Saringan Membran
11 SNI 06-3822-1-2000 Spesifikasi Poly-Aluminium Klorida Cair
12 SNI 03-6419-2000 Spesifikasi Pipa PVC Bertekanan Berdiameter 110-315
mm untuk Air Bersih
13 SNI 06-4829-2005 Pipa Polietilena untuk Air Minum
14 SNI 03-6481-2000 Sistem Plumbing
15 SNI 06-2550-1991 Metode Pengujian Ketebalan Dinding Pipa PVC untuk
Air Minum
16 SNI 06-2551-1991 Metode Pengujian Bentuk dan Sifat Tampak Pipa PVC
untuk Air Minum
17 SNI 06-2552-1991
Metode Pengambilan Contoh Uji Pipa PVC untuk Air
Minum
31
No Daftar SNI Judul SNI
18 SNI 06-2553-1991 Metode Pengujian Perubahan Panjang Pipa PVC untuk
Air Minum dengan Uji Tungku
19 SNI 06-2554-1991 Metode Pengujian Ketahanan Pipa PVC untuk Air
Minum Terhadap Metilen Kholorida
20 SNI 06-2555-1991 Metode Pengujian Kadar PVC Pada Pipa PVC untuk Air
Minum dengan THF
21 SNI 06-2556-1991 Metode Pengujian Diameter Luar Pipa PVC untuk Air
Minum dengan Jangka Sorong
22 SNI 06-2549-1991 Metode Pengujian Kekuatan Pipa PVC untuk Air Minum
Terhadap Tekanan Hidrostatik
23 SNI 19-6779-2002
Metode Pengujian Sambungan Mekanik Pipa Polietilena
(PE) pada Tekanan Internal Rendah
24 SNI 19-6780-2002 Metode Pengujian Perubahan Panjang Pipa Polietilena
(PE)
25 SNI 19-6780-2002
Metode Penentuan Densitas Referensi Polietilena (PE)
Hitam dan PE Tidak Berwarna pada Pipa PE dan
Sambungan
26 SNI 19-6781-2002
Metode Pengujian Kehilangan Tekanan pada Sistem
Sambungan Mekanik Pipa Polietilena (PE)
27 SNI 06-4821-1998
Metode Pengujian Dimensi Pipa Polietilena (PE) untuk
Air Minum
28 SNI 06-4248-1998 Spesifikasi Cincin Karet Sambungan Pipa Air Minum,
Air Limbah dan Air Hujan
29 SNI 07-0068-1987 Pipa Baja Untuk Konstruksi Umum, Mutu, dan Cara Uji
31 SNI 0039-1987 Pipa Baja Bergalvanis
30 SNI 07-0822-1989 Baja Karbon Strip Canai Panas untuk Pipa
31 SNI 07-1769-1990 Penyambung Pipa Air Minum Bertekanan dari Besi Yang
Kelabu
32
No Daftar SNI Judul SNI
32 SNI 07-1969-1991 Pipa Air Minum Bertekanan Besi Tuang Kelabu,
Penyambung
33 SNI 07-2255-1991 Pipa Baja Saluran Air
34 SNI 07-3080-1991 Pipa Spigot dan Socket dari Besi Tuang Modular Untuk
Jaringan Pipa Bertekanan, Bagian 2
35 SNI 07-6398-2000 Tata Cara Pelapisan Epoksi Cair Untuk Bagian Dalam
dan Luar Pada Pelapisan Cair Dari Baja
36 SNI 06-0084-2002 Pipa PVC untuk Saluran Air Minum
37 SNI 06-0135-1987 Sambungan Pipa PVC untuk Saluran Air Minum
38 SNI 06-6396-2000 Soda Abu Untuk Pengolahan Air Bersih
39 SNI 04-0225-2000 Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL 2000)
40 SNI 06-4592-1998 Petunjuk Pengambilan Contoh Air Minum dan Air Untuk
Pengolahan Makanan Minuman
41 SNI 07-2951-1992 Penyambung Pipa Air Minum Bertekanan dari Besi Cor
Bergrafit Bulat
42 SNI 2547-2008 Spesifikasi Meter Air Minum
43 SNI 7593-2010 Polietilina Massa Jenis Tinggi (High Density
Polyethylene/HDPE) untuk Bahan Baku Pipa Air Minum
44 SNI 7629-2008 Tata Cara Commissioning Instalasi Pengolahan Air
45 SNI 7829-2012 Bangunan Pengambilan Air Baku untuk Instalasi
Pengolahan Air Minum
46 SNI 7830-2012 Tata Cara Pengendalian Mutu Pembangunan IPA Minum
47 SNI 7831-2012 Perencanaan SPAM
48 SNI DT 91-0002-2007 Perencanaan Unit Paket IPA
49 SNI DT 91-0003-2007 Tata Cara Pengoperasian Dan Pemeliharaan Unit Paket
IPA
50 SNI DT 91-0005-2007 Spesifikasi Unit Paket IPA Sumber : Lampiran Permen PU RI No.47/PRT/M/2015 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Sub
Bidang Air Minum
33
2.6.2 Pelayanan Secara Non Teknis
Aspek non teknis dalam penyediaan air bersih berkaitan dengan kebijakan-
kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah daerah yang tertuang dalam regulasi
tentang penyediaan air bersih, maupun kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh
PDAM sebagai badan usaha yang berwenang untuk penyediaan air bersih bagi
warga masyrakat. Pelayanan non teknis juga berkaitan dengan keuangan,
komunikasi, keterlibatan pihak swasta dan partisipasi masyrakat untuk
terselenggaranya penyediaan air bersih tersebut. Hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Gunardi (2013) menyatakan bahwa aspek non teknis meliputi
aspek kebijakan dan kelembagaan daerah, keuangan, komunikasi, keterlibatan
pelaku bisnis, pertisipasi masyarakat, monitoring dan aspek evaluasi.
Lebih lanjut, Gunardi (2013) menyatakan bahwa aspek kebijakan dan
kelembagaan daerah meliputi ketersedian peraturan daerah yang mengatur
ketersediaan air bersih, keterpaduan perencanaan pembangunan sektor air bersih,
pengolahan sampah, limbah dan standarisasi air bersih. Penegakkan hukum bagi
pencemaran lingkungan, pendirian bangunan di sepadan sungai dan prosedur
administrasi bagi warga masyarakat.
Menurut Abidin (2013) menyatakan bahwa aspek non teknisdalam
penyediaan air bersih berkaitan dengan ketersediaan keuangan yang dianggarkan
dalam APBD/APBN, peluang investasi dalam sektor air bersih bagi warga.
Bantuan dana dari donatur, baik secara individu maupun organisasi. Aspek non
teknis lainnya adalah komunikasi. Peranan media dalam penyediaan informasi
tentang kondisi air, intreaksi antara produsen dan konsumen, antara pemerintah
34
dan warga masyarakat dan antar sesama warga masyarakat guna menggerakkan
ketersediaan air bersih dan kejelasan prosedur dan administrasi bagi konsumen.
Menurut Zulkifli (2014) menyatakan bahwa keterlibatan pelaku bisnis
dalam mengembangkan sarana air bersih sangat krusial guna memenuhi
kebutuhan primer masyarakat. Investasi dibidang penyediaan air bersih dalam
mengatasi kekurangan ketersediaan finansial dari pemerintah daerah guna
memenuhi standarisasi volume air dan kualitas air bersih tersebut. Aspek non
teknis lainnya yaitu partisipasi warga masyarakat untuk menjaga kebersihan
lingkungan, pengelolaan sampah ataupun limbah. Kesadaran masyarakat untuk
menjaga kebersihan daerah aliran sungai (DAS) agar tidak membuang sampah
sembarangan.
Menurut Naway (2013) menyatakan bahwa aspek non teknis berkaitan
dengan kelengkapan administrasi sebagai instrument esensial dalam memberikan
pelayanan publik. Prosedur dan administrasi dalam birokrasi penyediaan air bersih
menjadi mutlak sehingga kegiatan penyediaan air bersih sebagai bentuk pelayanan
publik dapat terselenggara secara rapi dan teratur. Kelengkapan instrumen
administratif dikomunikasikan kepada warga masyarakat melalui berbagai media,
baik media elektronik, media cetak, papan pengumuman maupun komunikasi
secara verbal. Penyebaran tidak hanya untuk kepentingan promosi, namun juga
dapat dijadikan sebagai wadah untuk menyampaikan keluhan-keluhan yang
dihadapi konsumen kepada pihak produsen.
35
2.7 Tinjauan tentang PDAM Menurut Akbar (2013) menyatakan bahwa penyediaan sebagian besar
kebutuhan air bersih di Indonesia dilakukan oleh Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM), yang terdapat di setiap provinsi, kabupaten, dan kotamadya di seluruh
Indonesia. PDAM merupakan perusahaan daerah sebagai sarana penyedia air
bersih yang diawasi dan dimonitor oleh aparat eksekutif dan legislatif daerah.
PDAM sebagai perusahaan daerah diberi tanggung jawab untuk mengembangkan
dan mengelola system penyediaan air bersih serta melayani semua kelompok
konsumen dengan harga yang terjangkau. PDAM bertanggung jawab pada
operasional sehari-hari, perencanaan aktivitas, persiapan dan implementasi
proyek, serta bernegosiasi dengan pihak swasta untuk mengembangkan layanan
kepada masyrakat.
Menurut Zulkifli (2014) menyatakan bahwa perusahaan daerah seperti
PDAM tidak termasuk dalam struktur kelembagan daerah dan lebih bersifat
enterprises atau merupakan bisnis entity dengan tanpa melupakan fungsi
sosialnya. Oleh karena itu, fungsi dan peranan pemerintah kabupaten/kota
terhadap pengelolaan PDAM tentu harus dibedakan dengan fungsi dan
peranannya terhadap lembaga dinas serta hanya terbatas sebagai pengawas dan
pembuat kebijakan yang langsung terkait dengan kepentingan publik, seperti pada
penetapan tarif. Pemerintah kabupaten/kota seyogyanya tidak melakukan campur
tangan pada aspek teknis manajerial. Alasan lain yang mendukung pemikiran
tersebut adalah sejak setiap keputusan operasional yang memanfaatkan dana
hanya dari sumber internal (PDAM sendiri), bukan dana APBD, maka secara
hukum administrasi negara tidak ada kewajiban dari manajemen PDAM untuk
36
menunggu persetujuan pemerintah kabupaten/kota, apalagi jika keputusan tersebut
bersifat strategis.
Konsep pembetukan organisasi baru PDAM Kabupaten/Kota sejalan dengan
diberlakukannya UU No.22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan PP No.25
Tahun 2000 sangat berkaitan dengan pemahaman yang keliru tentang isi dari pada
UU otonomi tersebut. Sehingga kebijakan pengolahan dan pengembangan sumber
daya air yang ditempuh oleh pemerintah kabupaten maupun kota tidak sejalan.
Disamping itu masing masing Pemda memasang target untuk meningkatkan
perolehan Pendapatan Asli Daerah (PAD) setinggi-tingginya, sehingga
pemanfaatan sumber daya alam (termasuk air) menjadi tidak terkontrol. Kondisi
tersebut juga berdampak terhadap keberadaan PDAM sebagai unit usaha daerah
(BUMD) terlalu banyak mendapat intervensi dari Pemerintah Daerah sehingga
PDAM tidak dapat bekerja dengan efektif.
Berdasarkan Peraturan Daerah Tingkat II Pekanbaru Nomor 12 Tahun 1997
tentang Pendirian Perusahaan Daerah Air Minum Kotamadya Daerah Tingkat II
Pekanbaru, pada Pasal 7 dinyatakan bahwa perusahaan daerah dalam melayani air
minum bagi masyarakat mempunyai lapangan usaha: (a) membangun, memelihara
dan menjalankan operasi sarana penyedian air minum; (b) mengajar,
menyempurnakan dan mengawasi pemakian air secara merata dan efisien; (c)
penyelenggaraan peraturan untuk mencegah adanya pengambilan air secara liar;
dan (d) menyelenggarakan pelayanan air minum kepada masyarakat secara tertib
dan teratur.
Selanjutnya menurut Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 5 Tahun
2005 dalam Penjelasan Umum Pasal 8 Ayat (1) dinyatakan bahwa: (a) air PDAM
37
adalah air yang diolah atau diproses oleh PDAM yang disalurkan atau dialirkan
melalui jaringan pipa ke masyarakat konsumen; (b) air minum yang diproduksi
oleh suatu perusahaan, baik pemerintah maupun swasta yang didistribusikan ke
masyarakat dengan sistem perpipaan; (c) air minum yang diproduksi oleh suatu
perusahaan, baik pemerintah maupun swasta didistribusikan kepada masyarakat
dengan kemasan dan atau kemasan isi ulang; dan (d) air yang digunakan untuk
kegiatan ekonomi yang dapat menghasilkan nilai tambah, misalnya untuk
pemondokan atau asrama, rumah makan, hotel/penginapan, rumah sakit, pasar,
terminal, home industry, perumahan BTN dan perusahaan.
Menurut Karmila (2015) menyatakan bahwa proses pengolahan air bersih di
PDAM melalui 10 tahapan, yaitu sebagai berikut:
a. Tahap pengambilan air dari sumber (Intake); sumber air yang
digunakan adalah air dari soketan sungai yang memiliki debit air yang
cukup besar sehingga dapat meminimalkan terhentinya proses
pengambilan air. Beberapa lokasi sumber air, yaitu intake sungai, intake
danau, intake waduk, dan intake air tanah;
b. Tahap prasedimentasi; untuk sunber air baku yang turbiditasnya tinggi,
butuh bangunan berbentuk bak untuk pengendapan partikel diskrit dan
pertikel berat, seperti pasir dan lain-lain;
c. Tahap koagulasi; proses destabilisasi air dengan menggunakan kaporit
dengan perbandingan kapasitas 3 kg/600 liter air;
d. Flokulator; proses pengadukan untuk penghilangan kekeruhan air;
e. Sedimentasi; proses pemisahan partikel setelah endapan terbentuk oleh
proses koagulasi;
38
f. Pra-Filter; proses awal penyaringan air;
g. Filtrasi; proses lanjutan penyaringan air dengan menggunakan rapid
sand filter berfungsi menyaring flok halus dan kotoran lain;
h. Desinfektan; proses klorinasi dengan pembubuhan zat disenfektan
(kaporit);
i. Reservoir; merupakan tempat penampungan air bersih yang telah
disaring melalui filter;
j. Pompa distribusi; pompa yang digunakan untuk mengalirkan air yang
telah diolah di reservoir untuk dialirkan ke masyarakat.
Menurut Kodotie (2002) menyatakan bahwa untuk kepentingan manusia,
ketersedian air dari segi kualitas maupun kuantitas muntlak diperlukan. Melihat
jumlah curah hujan yang terjadi dimusim hujan sebenarnya potensi air cukup
besar.
Walau ada defenisi yang baku yang dikeluarkan oleh instansi berwenang
namun secara sederhana air baku dapat disebut air yang dipakai untuk mengairi
sawah, air yang ada disungai. Air bersih yaitu air yang kita pakai sehari-hari untuk
keperluan mandi cuci. Sedangkan air minum adalah air yang kita minum seperti
air dalam kemasan yang muncul dengan segala merk.
Ada yang memelesetkan PDAM sebagai Perusahaan Daerah Air Mampet,
Perusahaan Defisit Air Minum atau bahkan juga Perusahaan Daerah Air
Monopoli. Karena hampir semua PDAM di kabupaten/kota menguasai seluruh
sistem air bersih mulai dari sumber, jaringan transmisi, jaringan distribusi sampai
tingkat konsumen.
39
Kita bisa melihat persoalan PDAM yang ada bukan karena sumber airnya
(air hujan) tidak cukup tetapi malah berkelimpahan. Kenyataanya sumber air
berlimpahan ini tidak bisa disalurkan ke tujuan yang direncanakan (ke konsumen)
dengan kuantitas memadai dan kualitas yang layak. Permasalahannya dominan
pada manajemennya.
Disini kita bisa melihat, sebenarnya konsumen (masyarakat) termasuk
jenis konsumen yang baik. Harga tidak menjadi masalah ketika ada jaminan air
yang diberikan berkualitas layak untuk diminum. Bahkan ketika protes tidak
ditanggapi pihak PDAM , maka paling-paling masyrakat hanya mengeluh dan
mengelus dada. Ekstremnya konsumen menulis dikoran agar bisa diketahui orang
banyak dan direspon oleh PDAM.
2.8 Kehilangan Air Bersih (Unaccounted For Water)
Meningkatnya biaya pengadaan air bersih dan kebutuhan akan air bersih
terjadi serentak, program pengurangan kebocoran air perlu ditingkatkan agar
keseimbangan aliran pelayanan tidak terganggu.
2.8.1 Defenisi Kehilangan Air
Kehilangan air dapat didefenisikan sebagai perbedaan antara jumlah air
yang diproduksi oleh produsen air dan jumlah air yang terjual kepada konsumen,
sesuai dengan yang tercatat di meter-meter air pelanggan. Jumlah air yang tercatat
terutama disebabkan oleh kebocoran air dan adanya meter air tanpa registrasi,
tetapi juga termasuk air yang digunakan untuk pemadam kebakaran, pencuci
jalan, pembilas pipa/saluran, pelayanan air tanpa meter air. Kadang-kadang terjadi
40
kesalahan pembacaan meter air, sambungan liar, dan lainnya yang secara total
meningkatkan jumlah air yang tidak tercatat.
Besarnya prosentasi jumlah air yang tidak tercatat dapat diambil sebagai
patokan dari tingkat kemampuan system pengadaan air bersih yang ada. Sistem-
sistem yang mempunyai 10% - 15% kebocoran total, dianggap berkemampuan
sangat bagus, sistem dengan distribusi air yang kehilangan airnya antara 10% -
20% masih dianggap pantas.
2.8.2 Konsep Kehilangan Air
Kebocoran air dapat terjadi karena beberapa sebab. Jika kebocoran
tersebut terjadi dipermukaan, kebocoran tersebut dapat segera diperbaiki. Tetapi
jika kebocoran terjadi dibawah tanah, akan sukar untuk menemukannya dan hal
ini dapat menimbulkan kebocoran air yang berkepanjangan (dalam periode yang
cukup lama). Kebocoran air yang tidak terlihat itu hanya dapat dideteksi dan
diperbaiki dengan usaha-usaha yang disertai penyelidikan kebocoran.
Walaupun bagian yang bocor akhirnya dapat diperbaiki, tapi
kebocorannya dapat terulang kembali beberapa kali dala periode yang cukup
lama. Kejadian ini disebut “ Terulangnya kebocoran air”. Pencegahan kebocoran
air dapat dianggap sebagai usaha untuk mencegah terulangnya kebocoran air.
Pencegahan kebocoran merupakan suatu kerja keras yang memerlukan
banyak usaha. Seperti juga kasus pengurangan kebocoran. Kita harus akui bahwa
pekerjaan ini sukar dilaksanakan baik dalam pelaksanaanya maupun dananya.
Penyebab terulangnya kebocoran air dianggap sebagai akibat kombinasi
perubahan-perubahan yang terjadi pada jaringan pipa, misalnya berkurangnya
41
accecories (terutama ‘packing’), pekerjaan bagian-bagian sambungan , desain
yang tidak tepat, bertambahannya lalu lintas, kejadian yang tidak biasanya dsb.
Walaupun demikian, terulangnya kebocoran belum jelas pengaruhnya
terhadap lamanya pemakaian air. Dapat disimpulkan bahwa jumlah terulangnya
kebocoran adalah jumlah bertambahnya kebocoran air/tahun/Km pipa distribusi.
Satuannya adalah (m3/hari*Km*tahun) atau (M3/hari/Km/tahun).
2.8.3 Konsep Jumlah Kebocoran Air yang Tercegah dan Jumlah Air Kebocoran Air yang Terhitung Jumlah kebocoran air yang tercegah adalah jumlah kebocoran air yang
telah ditemukan sebagai hasil dari dilaksanakannya pencegahan kebocoran
terencana. Umumnya, jumlah ini diukur untuk setiap kasus dan diakumulasikan
setiap tahun. Dengan kata lain, jika kebocoran tidak ditemukan maka jumlah yang
diambil adalah jumlah kehilangan air
Misalnya, jika kebocoran air 20 L/menit diperbaiki (dicegah) pada awal
tahun fiscal, jumlah akumulasi air dalam setahun adalah 20 L/menit*60 menit*24
jam*365 hari = 10.510 M3 air yang dapat dicegah kebocorannya pertahun.
Untuk mengetahui jumlah kebocoran air yang dapat dicegah yaitu dengan
membuktikan keefektifan penyelidikan, menemukan dan membetulkan
kebocoran air. Pekerjaan ini berarti pula konfirmasi keadaan pencegahan
kebocoran pada jaringan pipa.
Untuk mengukur jumlah kebocoran air pada saat perbaikan , siapkan alat
ukur yang sederhana, mangkuk pengukuran atau meter air. Semua kebocoran air
di blok atau jaringan pipa dapat dianggap telah diperbaiki jika pekerjaan
pengukuran disertai dengan pekerjaan meter, jika jumlah total kebocoran air
42
diukur tersendiri pada saat perbaikan dan jumlah pencegahan kebocoran airtidak
terlalu jauh jaraknya. Dengan cara ini meter di blok dapat diabaikan.
Lebih jauh, tekanan air di jaringan distribusi akan berbeda dengan
berbedanya iklim dan perbedaan waktu dalam sehari. Karena itu untuk
mentotalkan jumlah kebocoran air dalam setahun, ukurlah tekanan air ketika
perhitungan jumlah kebocoran air berada pada keadaan rata-rata baru kemudian
dihitung totalnya. Umumnya jumlah tekanan air dapat dihitung sebagai berikut :
P r Q = .QO P0
Dimana :
Q = jumlah kebocoran air perhitungan
QO = jumlah kebocoran air pada saat pengukuran
r = indeks
P0 = tekanan air pada saat pengukuran
P = tekanan air perhitungan
Jika bagian kebocoran air terdapat pada ‘Orifice’ (mulut pipa), r=1/2.
Untuk kasus kebocoran air individu, indeksnya berdasarkan hasil percobaan
laboratium adalah mendekati 1/2. Jumlah kebocoran air di keseluruhan fasilitas
pelayanan sebetulnya kecil dibanding dengan kebocoran dari ‘Packing’ atau
fasilitas lain
2.8.4 Metode Pengukuran Air Tercegah dari Kebocoran
Penyelidikan kebocoran air yang digunakan untuk mengetahui jumlah air
tercegah dari kebocoran adalah dasar untuk pengoperasian pencegahan kebocoran.
43
Dengan mengetahui jumlah air tercegah dari kebocoran, kita dapat dapat
memberikan estimasi mengenai fasilitas air bersih, pemilihan metode
pengoperasian, penilaian efektifitas pengoperasian, penggantian pipa dsb.
Dengan cara ini, pemeliharaan dan manajemen jaringan pipa dapat
dilaksanakan dengan efektif. Metode berikut ini digunakan pada jumlah air
tertentu yang tercegah dari kebocoran. Metode pengukuran jumlah air tercegah
kebocoran :
a. Pengukuran langsung
b. Pengukuran tidak langsung
c. Estimasi dengan jumlah konsumsi air
d. Pengukuran aliran minimum malam hari
a) Metode Pengukuran Langsung
Dalam metode ini, daerah pelayanan dibagi menjadi beberapa blok dengan
akuran yang cukup (panjang total jaringan distribusi sekitar 2-3 Km). bagi blok
dengan katup-katup sehingga terbentuk circuit tertutup. Kemudian tutup semua
‘curb cock’ pipa pelayanan yang ada dalam blok dan ditentukan jumlah kebocoran
air yang terdapat pada kondisi dimana jumlah konsumsi tidak termasuk
didalamnya.
Keuntungan metode ini adalah ketepatannya dan dapat dipercaya karena
semua ‘curb cock’ dalam blok tertutup. Walaupun demikian, metode ini
memerlukan banyak prtugas dan waktu untuk yang digunakan untuk
mengumpulkan keluhan selama adanya pengosongan air dan juga untuk membuka
dan menutup katup.
44
b) Metode Pengukuran Tidak Langsung
Dengan metode ini , jumlah air yang tercegah dari kebocoran dapat dengan
mudah diketahui, terdapat dua metode yang akan diterangkan kemudian.
Dalam metode ini, daerah pelayanan dibagi ke dalam blok-blok circuit
tertutup seperti pada metode langsung. Tapi ‘curb cock’ tidak tertutup dan jumlah
air kebocoran dapat diestimasikan dalam kondisi pelayanan normal. Karena itu,
metode ini kurang efeknya terhadap pemakai air dibandingkan dengan metode
langsung. Walaupun demikian, jumlah air konsumsi termasuk dalam nilai
pengukuran sehingga sangat sulit mengukut jumlah kebocoran airnya. Karena itu,
pengukuran harus dilakukan pada malam hari ketika yang dikonsumsi sangat
kecil.
c) Estimasi Menggunakan Jumlah Air yang Dikonsumsi
Jumlah kebocoran air dapat diperoleh dari perbedaan antara jumlah air yang
didistribusikan dengan jumlah air yang dikonsumsi dalam suatu periode dan
daerah atau blok tertentu. Dalam estimasi, tekanan air perlu dipertahankan
ketinggianya sehingga air yang dikeluarkan akan teratur selama pemisahan
sementara daerah atau blok dari daerah sekelilingnya untuk pelaksanaan
pengukuran. Selain itu, penentuan waktu pengukuran jumlah konsumsi air dan
jumlah air yang didistribusikan dengan menggunakan pembacaan meter juga
sangat penting.
Jumlah kebocoran air = (jumlah distribusi)-(jumlah konsumsi)
45
Nilai yang didapat dari metode ini sangat tergantung dari keetepatan
pembacaan meter, hal ini mengakibatkan kemungkinan salahnya nilai yang
didapat. Karena itu, buat nilai ini hanya sebagai reference.
d) Metode Pengukuran Aliran Minimum Malam Hari
Dalam metode ini, jumlah kebocoran air diestimasikan dengan mengukur
jumlah aliran minimum air distribusi pada periode dan daerah atau blok tertentu.
Dengan metode ini, pengukuran jumlah aliran perlu dilaksanakan dalam periode
yang cukup panjang dan juga perlu penyelidikan karateristik daerah yang akan
diukur (apakah terdapat daerah pelayanan air yang digunakan 24 jam per hari di
daerah tersebut atau tidak dsb.
2.8.5 Program Penangulangan Kehilangan Air
Sedangkan untuk kegiatan kerja mereduksi kehilangan tersebut dapat
dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1) Rencana kerja jangka pendek (selesai dalam
waktu 60 hari, 2) Rencana kerja jangka menengah (selesai dalam waktu enam
bulan), 3) Rencana kerja jangka panjang (berkelanjutan).
Rencana kerja jangka pendek terdiri kegiatan-kegiatan administrasi dan
fisik yaitu : menetapkan distrik kontrol kebocoran, mempersiapkan peta-
peta, mempersiapkan kartu pelanggan, menentukan kembali kategori
pelanggan, modifikasi program computer pengajuan rekening,
memperbaiki/mengganti meteran pelanggan dan induk yang rusak,
pengamatan reservoir.
46
Rencana kerja jangka menengah berupa penggantian meteran secara
bertahap, memperbaiki volume air untuk backwash, mengamati kondisi
kebutuhan, mempersiapkan peta kontur tekanan, mengikut sertakan
kontraktor dan control kebocoran, pengamatan pada jaringan distribusi
control kebocoran
Rencana kerja jangka panjang berupa memperbaiki dan penggantian
meteran pelanggan secara berkelanjutan dan deteksi kebocoran pada pipa
air
2.9 Penyediaan Air Bersih Menurut Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 5 Tahun 2005 tentang
Pengawasan dan Retribusi Pemeriksaan Kualitas Air, pada Ketentuan Umum,
Pasal 1 dinyatakan bahwa air minum adalah air yang melalui proses pengolahan
atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat
langsung diminum. Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-
hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan diminum apabila dimasak.
Sedangkan pengelola adalah badan atau organisasi atau perusahaan atau
perorangan yang memproduksi, menyalurkan air untuk kepentingan umum atau
mengelola air untuk kolam renang atau pemandian.
Selanjutnya dalam Penjelasan Umum Peraturan Daerah Kota Pekanbaru
Nomor 5 Tahun 2005 tersebut dinyatakan bahwa air merupakan kebutuhan pokok
bagi hajat orang banyak dan merupakan sumber daya alam sehingga
keberadaannya perlu dimanfaatkan. Disamping itu air dapat menjadi perantara
47
beberapa penyakit menular, oleh karenanya keberadaannya dan pemanfaatannya
perlu diawasi agar kualitasnya tetap terjaga dan tidak membahayakan kesehatan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 16
Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum dinyatakan
sebagai berikut:
a. Air baku untuk air minum rumah tangga, selanjutnya disebut air baku
adalah air yang dapat berasal dari sumber air permukaan, cekungan air
tanah, dan atau air hujan yang memenuhi baku tertentu;
b. Air minum adalah air minum rumah tangga yang melalui proses
pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memnuhi syarat
kesehatan dan dapat langsung diminum;
c. Penyediaan air minum adalah kegiatan penyediaan air minum untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat agar mendapatkan kehidupan yang
sehat, bersih dan produktif;
d. Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan membangun,
memperluas, dan atau meningkatkan sistem fisik (teknis) dan non fisik
(kelembagaan, manajemen, keuangan, peran masyarakat dan hukum)
dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum
kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik;
e. Penyelengaraan pembangunan SPAM adalah kegiatan merencanakan,
melaksanakan konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi,
memantau, dan atau mengevaluasi sistem fisik (teknik) dan non fisik
penyediaan air minum;
48
f. Penyelenggaraan pembangunan SPAM yang selanjutnya disebut
“Penyelenggara” adalah badan usaha milik negara/badan usaha milik
daerah, koperasi, badan usaha milik swasta dan atau kelompok
masyarakat yang melakukan penyelenggaraan pengembangan sistem
penyediaan air minum.
Menurut Naway (2013) menyatakan bahwa kebutuhan air domestik adalah
kebutuhan air bersih bagi para penduduk untuk kepentingan kehidupan sehari-
hari. Kebutuhan air domestik dihitung berdasar-kan pada besarnya kebutuhan air
dari setiap pelayanan sambungan. Kebutuhan air non-domestik adalah kebutuhan
air bersih untuk sarana dan prasarana daerah yang teridentifikasi ada atau bakal
ada berdasarkan rencana tata ruang. Sarana dan prasarana berupa kepentingan
sosial/umum seperti untuk pendidikan, tempat ibadah, kesehatan, dan juga untuk
keperluan komersil seperti untuk perhotelan, kantor, restoran dan lain-lain. Selain
itu juga keperluan industri, pariwisata, pelabuhan, perhubungan dan lain-lain.
Menurut Kodoatie dan Sjarief (2005) kebutuhan air yang dimaksud adalah
kebutuhan kebutuhan air yang digunakan untuk menunjang segala kegiatan
manusia, meliputi air bersih domestik dan non domestik. Kebutuhan air domestik:
keperluan rumah tangga. Kebutuhan air non domestik: untuk industri, pariwisata,
tempat ibadah, tempat sosial serta tempat-tempat komersial atau tempat umum
lainnya. Kebutuhan air domestik sangat ditentukan oleh jumlah penduduk dan
konsumsi perkapita.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492
Tahun 2010 tentang Kualitas Air Minum, pada Ketentuan Umum dinyatakan
bahwa definisi air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari
49
dan akan menjadi air minum setelah dimasak terlebih dahulu. Sebagai batasannya,
air bersih adalah air yang memenuhi persyaratan bagi sistem penyediaan air
minum. Adapun persyaratan yang dimaksud adalah persyaratan dari segi kualitas
air yang meliputi kualitas fisik, kimia, biologi dan radiologis, sehingga apabila
dikonsumsi tidak menimbulkan efek samping.
Pemerintah harus memainkan peranannya dalam penyediaan air bersih untuk
warga masyarakatnya, tertutama Pemerintah Kota Pekanbaru. Pemerintah Kota
Pekanbaru harus merencanakan dan melaksanakan pengelolaan sumber daya air
guna menyediakan air bersih untuk seluruh komunitasnya. Pemerintah Kota
Pekanbaru juga harus menjaga kawasan lindung sumber daya air pada wilayah
sungai sehingga tidak tercemar limbah yang membahayakan kesehatan
masyarakatnya.
Menurut Kodoatie dan Sjarief (2005) menyatakan bahwa wewenang dan
tanggung jawab pemerintah Kabupaten/Kota meliputi:
a. Menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air diwilayahnya
berdasarkan kebijakan nasional sumber daya air;
b. Menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
dalam satu kabupaten/kota;
c. Menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber daya air pada
wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota;
d. Mengatur, menetapkan dan memberi izin penyediaan, peruntukan,
penggunaan dan pengusahaan air tanah di wilayahnya;
e. Membentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkat
kabupaten/kota;
50
f. Memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari atas air bagi
masyarakat di wilayahnya; dan
g. Menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas dan keterlibatan pelaksanaan
pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu
kebupaten/kota.
2.10 Standar Kualitas Air
Menurut Joko (2010) menyatakan bahwa air bersih adalah air yang
dipergunakan sehari-hari dalam rumah tangga, seperti mencuci, memasak, mandi,
minum, dan keperluan lain sebagainya yang memebuhi kualitas syarat kesehatan.
Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok kehidupan bagi makhluk hidup
yang ada di bumi untuk kelangsungan proses metabolisme tubuh, baik bagi
manusia maupun makhluk hidup lainnya.
Persyaratan dalam Penyediaan Air Bersih Sistem penyedian air bersih harus
memenuhi beberapa persyarakat utama. Persyarakat tersebut meliputi persyaratan
kualitatif, persyaratan kuantitatif dan persyaratan kontinuitas.
a. Persyaratan Kualitatif.
Persyaratan kualitas menggambarkan mutu atau kualitas dari air baku air
bersih. Persyaratan ini meliputi persyaratan fisik, persyaratan kimia,
persyaratan biologis dan persyaratan radiologis. Syarat-syarat tersebut
berdasarkan Permenkes Nomor 492/Menkes/PER/IV/2010 dinyatakan
bahwa persyaratan kualitas air bersih adalah sebagai berikut:
1. Syarat-syarat fisik.
Secara fisik air bersih harus jernih, tidak berbau dan tidak berasa.
Selain itu juga suhu air bersih sebaiknya sama dengan suhu udara
51
atau kurang lebih 25oC, dan apabila terjadi perbedaan maka batas
yang diperbolehkan adalah 25oC ± 3oC.
2. Syarat-syarat Kimia.
Air bersih tidak boleh mengandung bahan-bahan kimia dalam jumlah
yang melampaui batas. Beberapa persyaratan kimia antara lain
adalah : pH, total solid, zat organik, CO2 agresif, kesadahan, kalsium
(Ca), besi (Fe), mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn), chlorida
(Cl), nitrit, flourida (F), serta logam berat.
3. Syarat-syarat bakteriologis dan mikrobiologis.
Air bersih tidak boleh mengandung kuman patogen dan parasitik
yang mengganggu kesehatan. Persyaratan bakteriologis ini ditandai
dengan tidak adanya bakteri E. coli atau Fecal coli dalam air.
4. Syarat-syarat Radiologis.
Persyaratan radiologis mensyaratkan bahwa air bersih tidak boleh
mengandung zat yang menghasilkan bahan-bahan yang mengandung
radioaktif, seperti sinar alfa, beta dan gamma.
b. Persyaratan Kuantitatif (Debit).
Persyaratan kuantitas dalam penyediaan air bersih adalah ditinjau dari
banyaknya air baku yang tersedia. Artinya air baku tersebut dapat digunakan
untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan kebutuhan daerah dan jumlah
penduduk yang akan dilayani. Persyaratan kuantitas juga dapat ditinjau dari
standar debit air bersih yang dialirkan ke konsumen sesuai dengan jumlah
kebutuhan air bersih.
52
c. Persyaratan Kontinuitas.
Air baku untuk air bersih harus dapat diambil terus menerus dengan
fluktuasi debit yang relatif tetap, baik pada saat musim kemarau maupun
musim hujan. Kontinuitas juga dapat diartikan bahwa air bersih harus
tersedia 24 jam per hari, atau setiap saat diperlukan, kebutuhan air tersedia.
Akan tetapi kondisiideal tersebut hampir tidak dapat dipenuhi pada setiap
wilayah di Indonesia, sehingga untuk menentukan tingkat kontinuitas
pemakaian air dapat dilakukan dengan cara pendekatan aktifitas konsumen
terhadap prioritas pemakaian air.Prioritas pemakaian air yaitu minimal
selama 12 jam per hari, yaitu pada jam-jam aktifitas kehidupan, yaitu pada
pukul 06.00 – 18.00 WIB.
Kontinuitas aliran sangat penting ditinjau dari dua aspek. Pertama adalah
kebutuhan konsumen. Sebagian besar konsumen memerlukan air untuk kehidupan
dan pekerjaannya, dalam jumlah yang tidak ditentukan. Karena itu, diperlukan
pada waktu yang tidak ditentukan.Karena itu, diperlukan reservoir pelayanan dan
fasilitas energi yang siap setiap saat. Kedua adalah sistem jaringan perpipaan
didesain untuk membawa suatu kecepatan aliran tertentu. Kecepatan dalam pipa
tidak boleh melebihi 0,6–1,2 m/dt. Ukuran pipa harus tidak melebihi dimensi yang
diperlukan dan juga tekanan dalam sistem harus tercukupi. Dengan analisis
jaringan pipa distribusi, dapat ditentukan dimensi atau ukuran pipa yang
diperlukan sesuai dengan tekanan minimum yang diperbolehkan agar kuantitas
aliran terpenuhi.
53
Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan bahwa kesinambungan dan
keberlanjutan persediaan air bersih perlu mendapatkan perhatian yang lebih besar.
Satu dari sepuluh rumah tangga mengalami kekurangan persediaan air bersih,
khususnya pada musim kemarau. Optimalisasi kualitas, kuantitas dan
kesinambungan air bersih memerlukan pengelolaan sumber air yang melibatkan
berbagai pemangku kepentingan. Pemerintah telah memulai diskusi kebijakan
tentang Rencana Keamanan Air Bersih yang bertujuan untuk memastikan kualitas,
kuantitas, kontinuitas dan keterjangkauan pelayanan air bersih (Jurnal Unicef
Indonesia, 2012).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492 / Menkes / Per / IV /
2010 Tanggal 19 April 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum dinyatakan
sebagai berikut:
Tabel 2.2 Parameter Wajib untuk Kualitas Air Minum
I. Parameter Wajib
No Jenis Parameter Satuan Kadar maksimum yang diperbolehkan
1 Parameter yang berhubungan langsung dengan kesehatan
a. Parameter Mikrobiologi
1 ) E. Coli Jumlah per 100 ml sampel
0
2 ) Total Bakteri Koliform
Jumlah per 100 ml sampel
0
No Jenis Parameter Satuan Kadar maksimum yang diperbolehkan
b. Kimia an – organic 1 ) Arsen mg / l 0,01 2 ) Flourida mg / l 1,5 3 ) Total Kromium mg / l 0,05 4 ) Kadmium mg / l 0,003 5 ) Nitrit, ( sebagai NO2-
) mg / l 3
6 ) Nitrat, ( sebagai NO3- )
mg / l 50
54
7 ) Sianida mg / l 0,07 8 ) Selenium mg / l 0,1
2 Parameter yang tidak langsung berhubungan dengan kesehatan
1 ) Bau Tidak berbau 2 ) Warna TCU 15 3 ) Total Zat Padat
Terlarut (TDS) mg / l 500
4 ) Kekeruhan NTU 5 5 ) Rasa Tidak berasa 6 ) Suhu 0C Suhu udara ± 3 b. Parameter Kimiawi 1 ) Aluminium mg / l 0,2 2 ) Besi mg / l 0,3 3 ) Kesadahan mg / l 500 4 ) Khlorida mg / l 250 5 ) Mangan mg / l 0,4 6 ) Ph 6,5 – 8,5 7 ) Seng mg / l 3 8 ) Sulfat mg / l 250 9 ) Tembaga mg / l 2 10 ) Amonia mg / l 1,5 Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/Menkes/Per/IV/
2010 Tanggal 19 April 2010 Mengikuti perkembangan jaman maka standar kualitas untuk air minum dan
Pengawasannya mengalami revisi dua kali yaitu dengan keputusan menteri
kesehatan No.907/MENKES/SK/VIII/2002 dan Permenkes Nomor
492/Menkes/Per/IV/2010. Kedua-duanya merevisi untuk masalah air minum
55
Tabel 2.3 Parameter Tambahan untuk Kualitas Air Minum
II. Parameter Tambahan
No Jenis Parameter Satuan Kadar maksimum yang diperbolehkan
1 Kimiawi a. Bahan Anorganik Air Raksa mg / l 0,001 Antimon mg / l 0,02 Barium mg / l 0,7 Boron mg / l 0,5 Molybdenum mg / l 0,07 Nikel mg / l 0,07 Sodium mg / l 200 Timbal mg / l 0,01 Uranium mg / l 0,015 b. Bahan Organik Zat Organik (KMnO4) mg / l 10 Deterjen mg / l 0,05 Chlorinated alkanes Carbon tetrachloride mg / l 0,004 Dichloromethane mg / l 0,02 1,2-Dichloroethane mg / l 0,05 Chlorinated ethenes 1,2-Dichloroethene mg / l 0,05 Trichloroethene mg / l 0,02 Tetrachloroethene mg / l 0,04 Aromatic hydrocarbons Benzene mg / l 0,01 Toluene mg / 0,7 Xylenes mg / l 0,5 Ethylbenzenes mg / l 0,3 Styrene mg / l 0,02 Chlorinated benzenes 1,2-Dichlorobenzene (1,2-
DCB ) mg / l 1
1,4-Dichlorobenzene (1,4-DCB )
mg / l 0,3
Lain – lain Di ( 2 – ethylhexyl )
phthalate
mg / l 0,008
56
No Jenis Parameter Satuan Kadar maksimum yang diperbolehkan
Acrylamide mg / l 0,0005 Epichlorohydrin mg / l 0,0004 Hexachlorobutadiene mg / l 0,0006 Ethylenediaminetetraacetic
acid (EDTA) mg / l 0,6
Nitrilotriacetic acid (NTA) mg / l 0,2 c. Pestisida Alachlor mg / l 0,02 Aldicarb mg / l 0,01 Aldrin dan dieldrin mg / l 0,0003 Atrazine mg / l 0,002 Carbofuran mg / l 0,007 Chlordane mg / l 0,0002 Chlortoluran mg / l 0,03 DDT mg / l 0,001 1,2-Dibromo-3-
chloropropane ( DBCP ) mg / l 0,001
2,4 Dichloropenoxyacetic acid ( 2,4-D )
mg / l 0,03
1,2-Dichloropropane mg / l 0,04 Isoproturon mg / l 0,009 Lindane mg / l 0,002 MCPA mg / l 0,002 Methoxychlor mg / l 0,02 Metolachlor mg / l 0,01 Molinate mg / l 0,006 Pendimethalin mg / l 0,02 Pentachlorophenol ( PCP ) mg / l 0,009 Permethrin mg / l 0,3 Simazine mg / l 0,002 Trifluralin mg / l 0,02 Chlorophenoxy herbicides
selain 2,4-D dan MCPA
2,4-DB mg / l 0,090 Dichlorprop mg / l 0,10 Fenoprop mg / l 0,009 Mecoprop mg / l 0,001 2,4,5-Trichlorophenoxyacetic
acid mg / l 0,009
57
d. Desinfektan dan Hasil
Sampingannya
Desinfektan Chlorine mg / l 5 Hasil Sampingan Bromate mg / l 0,01 Chlorate mg / l 0,7 Chlorite mg / l 0,7 Chlorophenols 2,4,6-Trichlorophenol (
2,4,6-TCP ) mg / l 0,2
Bromoform mg / l 0,1 Dibromochloromethane (
DBCM ) mg / l 0,1
Bromodichloromethane ( BDCM )
mg / l 0,06
Chloroform mg / l 0,3 Chlorinated acetic acid Dichloroacetic acid mg / l 0,05 Trichloroacetic acid mg / l 0,02 Chloral hydrate Halogenated acetonitrilies Dichloroacetonitrile mg / l 0,02 Dibromoacetonitrile mg / l 0,07 Cyanogen Chloride (sebagai
CN ) mg / l 0,07
2 Radioaktifitas
Gross alpha activity Bq / l 0,1 Gross beta activity Bq / l 1 Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/Menkes/Per/IV/
2010 Tanggal 19 April 2010
2.11 Sistem Penyediaan Air Bersih
Menurut Noerbambang dan Morimura (1985) dalam Safitri (2015)
menyatakan bahwa ada empat komponen utama penyediaan air bersih yaitu unit
pengumpul/intake air baku, unit pengelolaan air/sistem produksi, jaringan
transmisi dan jaringan distribusi. Untuk lebih jelasnya lihat Gambar 2.1 berikut
ini.
58
Sumber :Noerbang dan Morimura , (1985) dalam Safitri (2015)
Gambar 2.1 Sistem penyedian air bersih
Keterangan :
a) Jaringan transmisi
b) Jaringan distribusi
c) Pelanggan
1. Intake (badan pengambil air baku)
2. IPA (instalasi pengolah air)
3. Reservoir
Adapun fungsi dari keempat komponen utama jaringan air bersih itu, yaitu :
1. Unit Pengumpul/Intake Air Baku
Unit pengumpul/intake air baku berguna untuk menangkap/mengumpulkan
air yang berasal dari sumber air baku untuk dapat dimanfaatkan, ada lima sumber
mata air diperkotaan, yaitu:
a. Air hujan, yaitu air hasil kondensasi uap air yang jatuh ke tanah
b. Air tanah, yaitu air yang mengalir dari mata air, sumur artesis atau diambil
melalui sumur buatan
c. Air permukaan, yaitu air sungai atau danau
d. Pengolahan air laut, atau air tanah payau/asin
e. Hasil pengolahan air limbah
Sumber Air
Baku
1
2 3 a a a b
c
59
Air tanah dan air permukaan merupakan pilihan sumber air yang utama
dimanfaatkan diantara kelima sumber tersebut. Penyebabnya adalah kedua sumber
tersebut mudah didapat, jumlahnya besar dan secara kualitas relative lebih baik
dan memenuhi syarat untuk dimanfaatkan sebagai air bersih.
2. Instalasi Pengolahan Air (IPA)/Water Treatment Plant (WTP)
Berfungsi untuk mengolah sumber air baku (air sungai, danau, mata air
dsb) menjadi air bersih yang layak dikonsumsi oleh masyarakat. Hal-hal yang
perlu dikontrol di sistem ini adalah kualitas air, konsumsi bahan-bahan kimia,
penggunaan listrik dan pasokan air secara kontiyu (Kodoatie dan Sjarief, 2005)
Menurut Sutrisno dan Suciati (2006) dalam Syafitri (2015) unit-unit dalam IPA
adalah:
a. Bangunan Pengendap Pertama
Berfungsi mengendapkan partikel-pertikel padat dari sumber air baku
dengan gaya gravitasi. Bila air bakunya cukup jernih dan sadah maka
bangunan ini tidak diperlukan
b. Pembubuhan Koagulant
Koagulant adalah bahan kimia yang berguna untuk membantu
pengendapan partikel-partikel kecil yang tidak dapat mengendap dengan
sendirinya. Bahan yang dipergunakan sebagai koagulant adalah
alumunium sulfat (tawas)
c. Bangunan Pengaduk Cepat
Berfungsi meratakan bahan kimia (koagulant) yang ditambahkan agar
dapat bercampur dengan air secara baik, sempurna dan cepat
60
d. Bangunan Pembentuk Flok
Flok adalah partikel padat yang lebih besar dan bisa mengendap secara
gravitasi
e. Bangunan Pengendap Kedua
Berfungsi mengendapkan flok yang terbentuk pada bangunan pembentuk
flok
f. Filter (Saringan)
Bak filter berfungsi menyaring air dari kemungkinan masih terdapatnya
flok-flok maupun bahan tersuspensi lainnya
3. Sistem Jaringan Transmisi
Merupakan sistem transportasi air baku ke sistem pengolahan atau sistem
transportasi air bersih dari sistem pengolahan air baku (IPA) ke tempat
penampungan (reservoir). Cara pengangkutannya dengan cara gravitasi atau
dengan pemompaan
4. Sistem Jaringan Distribusi
Adalah sistem penyaluran air bersih dari reservoir sampai ke daerah-daerah
pelayanan. Sistem distribusi merupkan sistem yang paling penting dalam
penyediaan air bersih.hal ini mengingat baik buruknya sistem pelayanan air bersih
dinilai dari baik tidaknya sistem distribusi, artinya masyrakat hanya tahu air
sampai ke pelanggan dan masyrakat tidak melihat prosesnya.
Dalam sistem distribusi ini beberapa hal harus diperhatikan Noerbambang
dan Morimura (1985) dalam Syafitri (2015) yaitu :
61
a. Sampai ke pengguna dengan kualitas baik dan tidak terkontaminasi
(kulaitas air)
b. Memenuhi kebutuhan pelanggan setiap saat dan dalam jumlah cukup
( kontinuitas dan kuantitas air)
c. Sistem tersebut dirancang untuk menghindari kebocoran. Menyangkut
efektifitas pelayanan dan efisiensi pengolahan (tingkat kehilangan air
dan kebocoran)
d. Tekanan air menjangkau daerah pelayanan walau kondisi air bersih
sangat kritis (kondisi topografi/karateristik fisik)
Penyediaan air bersih sangat krusial dalam kehidupan mahluk hidup,
khususnya manusia. Untuk memenuhi kebutuhan primer manusia, perlu dilakukan
penyediaan air bersih secara berkesinambungan agar tidak kekurangan persediaan
air bersih. Sistem transmisi air bersih dimulai dari pengambilan air baku,
penyaringan dan pendistribusiannya dari instalasi pengelolaan air hingga sampai
ke pemukiman warga masyarakat yang sesuai dengan standarisasi air bersih atau
air layak pakai.
Menurut Naway (2013) menyatakan bahwa sistem jaringan air bersih adalah
suatu sistem untuk menyalurkan air bersih yang berawal dari pengambilan air
baku, hingga sampai dipelanggan sebagai air bersih yang memenuhi standar air
bersih. Sistem transmisi air bersih adalah sistem pengaliran air dari sumber air dan
instalasi pengolahan air ke titik awal jaringan distribusi atau reservoir pembagi.
Sistem transmisi menghubungkan antara instalasi pengolahan air dan sistem
distribusi.
62
Lebih lanjut, Naway (2013) menyatakan bahwa bentuk jaringan pipa
transmisi ditentukan oleh kondisi topografi, lokasi penempatan resevoir dan
jaringan pipa yang akan dipasang. Sistem distribusi adalah sistem jaringan
perpipaan yang berfungsi untuk mengalirkan air bersih dari titik akhir pipa
transmisi menuju ke rumah pelanggan konsumen. Denah (Layout) kawasan dan
topografi mempengaruhi bentuk dari denah dan desain dari sitem distribusi.
Sedangkan Fitriani dan Hadi (2010) menyatakan bahwa untuk daerah
perkotaan, teknologi inovatif dalam penyediaan sanitasi dan air bersih perlu
dikaji. Sistem sanitasi dan pembuangan kotoran di perkotaan memberikan
tantangan yang lebih besar, karena teknologi sanitasi standar tidak dapat bekerja
karena kepadatan penduduk yang berlebihan, kurangnya ruang, dan dekatnya
jarak sumber air. Dalam penyediaan air, desentralisasi teknologi dan pendekatan,
seperti pengolahan tempat penggunaan air bersih, akan jauh lebih efektif
dibandingkan dengan sistem sentralisasi, karena berbagai sumber yang berbeda
dan banyaknya penyedia.
Penyaluran air bersih kepada warga masyarakat sangat dipengaruhi oleh
sistem distribusi air bersih. Sistem distribusi air bersih ini mesti langsung
berhubungan dengan masyarakat konsumen melalui perpipaan. Hal ini sejalan
dengan yang dikemukakan oleh Damanhuri (2010) bahwa sistem distribusi adalah
sistem yang langsung berhubungan dengan konsumen, yang mempunyai fungsi
pokok mendistribusikan air yang telah memenuhi syarat ke seluruh daerah
pelayanan. Sistem ini meliputi unsur sistem perpipaan dan perlengkapannya,
hidran kebakaran, tekanan tersedia, sistem pemompaan, dan reservoir distribusi.
63
Sistem distribusi air minum terdiri atas perpipaan, katup-katup, dan pompa
yang membawa air yang telah diolah dari instalasi pengolahan
menujupemukiman, perkantoran dan industri yang mengkonsumsi air. Juga
termasuk dalam sistem ini adalah fasilitas penampung air yang telah diolah
(reservoir distribusi), yang digunakan saat kebutuhan air lebih besar dari suplai
instalasi, meter air untuk menentukan banyak air yang digunakan, dan keran
kebakaran.
Dua hal penting yang harus diperhatikan pada sistem distribusi adalah
tersedianya jumlah air yang cukup dan tekanan yang memenuhi (kontinuitas
pelayanan), serta menjaga keamanan kualitas air yang berasal dari instalasi
pengolahan. Tugas pokok sistem distribusi air bersih adalah menghantarkan air
bersih kepada para pelanggan yang akan dilayani, dengan tetap memperhatikan
faktor kualitas, kuantitas dan tekanan air sesuai dengan perencanaan awal. Faktor
yang didambakan oleh para pelanggan adalah ketersedian air setiap waktu.
Pendistribusian air minum kepada konsumen dengan kuantitas, kualitas dan
tekanan yang cukup memerlukan sistem perpipaan yang baik, reservoir, pompa
dan dan peralatan yang lain. Metode dari pendistribusian air tergantung pada
kondisi topografi dari sumber air dan posisi para konsumen berada.
Menurut Haris (2010) menyatakan bahwa sistem pengaliran yang dipakai
adalah sebagai berikut:
a. Cara Gravitasi.
Cara pengaliran gravitasi digunakan apabila elevasi sumber air
mempunyai perbedaan cukup besar dengan elevasi daerah pelayanan,
64
sehingga tekanan yang diperlukan dapat dipertahankan. Cara ini dianggap
cukup ekonomis, karena hanya memanfaatkan beda ketinggian lokasi.
b. Cara Pemompaan.
Pada cara ini pompa digunakan untuk meningkatkan tekanan yang
diperlukan untuk mendistribusikan air dari reservoir distribusi ke konsumen.
Sistem ini digunakan jika elevasi antara sumber air atau instalasi pengolahan
dan daerah pelayanan tidak dapat memberikan tekanan yang cukup.
c. Cara Gabungan.
Pada cara gabungan, reservoir digunakan untuk mempertahankan
tekanan yang diperlukan selama periode pemakaian tinggi dan pada kondisi
darurat, misalnya saat terjadi kebakaran, atau tidak adanya energi. Selama
periode pemakaian rendah, sisa air dipompakan dan disimpan dalam
reservoir distribusi. Karena reservoir distribusi digunakan sebagai cadangan
air selama periode pemakaian tinggi atau pemakaian puncak, maka pompa
dapat dioperasikan pada kapasitas debit rata-rata.
Menurut Kodoatie dan Sjarief (2005) menyatakan bahwa unit
pengolahan air (water treatment plant) berfungsi untuk mengolah air sungai
menjadi air bersih yang layak didistribusikan kepada pelanggan. Beberapa
hal yang perlu dikontrol diantaranya adalah kualitas air, konsumsi bahan-
bahan kimia, penggunaan listrik dan pasokan air secara kontinyu. Jaringan
pipa transmisi yang menghubungkan water treatment plant dan stasiun
pompa booster. Jaringan pipa distribusi yang merupakan jaringan pipa yang
langsung tersambung kepada pelanggan.
65
Lebih lanjut, Kodoatie dan Sjarief (2005) menyatakan bahwa dalam
pengoperasiannya tekanan air yang mengalir melalui pipa distribusi diatur
sesuai dengan konsumsi pelanggan sewaktu konsumsi air meningkat pada
siang hari (pada pukul 08.00 hingga pukul 16.00) tekanannya ditingkatkan
aliran air di keran pelanggan. Sebaliknya, waktu penggunaan air rendah pada
malam hari (pukul 16.00 hingga pukul 08.00) tekanannya dilakukan untuk
melindungi jaringan dari tekanan yang berlebihan. Penurunan tekanan
dilakukan dengan mengalirkan ke reservoir sehingga sehingga tekanan air
dari water treatment plant ke stasiun pompa booster selalu tetap sepanjang
hari dan malam.
Tabel 2.4 Distribusi Air Bersih Berdasarkan Waktu
No Rentang Waktu Keterangan 1 00.00 – 04.00 Konstan 15 meter kolom air 2 04.00 – 07.00 Secara bertahap ditingkatkan menjadi 30 meter kolom air 3 07.00 – 20.00 Konstan 30 meter kolom air 4 20.00 – 22.00 Secara bertahap diturunkan menjadi 15 meter kolom air 5 22.00 – 00.00 Konstan 15 meter kolom air
Sumber: Kodoatie dan Sjarief (2005)
2.12 Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini adalah: “Analisis Kualitas Pelayanan Penyediaan Air
Bersih oleh PDAM Tirta Siak di Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru”, maka
penelitian ini hanya terdiri dari satu (1) variabel , namun variabel ini terdiri dari
dua (2) indikator. Indikator penelitian ini, yaitu: (1) Kualitas Pelayanan; dan (2)
kualitas Air Bersih.
Untuk menentukan sub indikator penelitian ini penulis perlu mengemukakan
teori-teori yang relevan dengan kedua indikator tersebut. Untuk indikator Kualitas
66
Pelayanan, penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Tjiptono dalam
Herdiyansyah (2011) bahwa kualitas pelayanan memiliki ciri-ciri, yaitu:
(1) ketepatan waktu pelayanan, yang meliputi waktu tunggu dan waktu proses;
(2) akurasi pelayanan, yang meliputi bebas dari kesalahan; (3) kesopanan dan
keramahtamahan dalam memberikan pelayanan; (4) kemudahan mendapatkan
pelayanan, misalnya banyaknya petugas yang melayani dan banyaknya fasilitas
pendukung; (5) Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, berkaitan dengan
lokasi, ruang tempat pelayanan, tempat parkir, ketersediaan infiormasi dan lain-
lain; dan (6) atribut pendukung pelayanan lainnya, seperti ruang tunggu ber-AC,
kebersihan dan lain-lain.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Kualitas Pelayanan
ditentukan oleh 6 faktor, yaitu:
a. ketepatan waktu pelayanan;
b. akurasi pelayanan;
c. kesopanan dan keramahtamahan dalam memberikan pelayanan;
d. kemudahan mendapatkan pelayanan;
e. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan; dan
f. Atribut pendukung pelayanan lainnya.
Selanjutnya, untuk indikator Penyediaan Air Bersih, penulis menggunakan
teori yang berasal dari Perda Kota Pekanbaru Nomor 5 Tahun 2005 tentang
Pengawasan dan Retribusi Pemeriksaan Kualitas Air, Pasal 9 Ayat 1 dinyatakan
bahwa: parameter yang berhubungan dengan kesehatan yang meliputi persyaratan
Mikrobiologi, Fisika, Kimia dan Radiaktif. (a) Mikrobiologi, air bersih tidak
boleh mengandung kuman patogen dan parasitik yang mengganggu kesehatan.
67
Persyaratan bakteriologis ini ditandai dengan tidak adanya bakteri E. coli atau
Fecal coli dalam air; (b) Fisika, meliputi bau, warna, jumlah zat padat terlarut
(TDS), kekeruhan, rasa dan suhu; (c) Kimia, meliputi tidak terdapat zat
aluminium, Ph, zat besi, seng, kesadahan, sulfat, khlorida, tembaga, mangan, sisa
khlor dan amonia; dan (d) Radioaktif, meliputi tidak terdapat sinar alfa, beta dan
gamma.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Penyediaan Air Bersih
ditentukan oleh 4 faktor parameter, yaitu: (a) Parameter Mikrobiologi; (b)
Parameter Fisika; (c) Parameter Kimia; dan (d) Parameter Radioaktif. Namun
dalam penelitian ini dianjurkan untuk difokuskan pada “parameter fisika “ saja.
Oleh sebab itu, item angket untuk kualitas air bersih berisikan pertanyaan yang
berkaitan dengan parameter fisika saja, meliputi bau, warna, jumlah zat padat
terlarut (TDS), kekeruhan , rasa dan suhu
Berdasarkan teori tentang Kualitas Pelayanan dan tentang Penyediaan Air
Bersih, penulis merancang item angket dengan mengecu pada poin-poin yang
berkaitan dengan kedua indikator tersebut sesuai dengan uraian teori diatas yang
akan ditampilkan di Bab III pada teknik angket
2.13 Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang penyediaan air bersih ini bukanlah penelitian perdana,
namum sejumlah penelitian sebelumnya sudah ada yang dilakukan oleh para
peneliti terdahulu. Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian
ini dapat dikemukakan sebagai berikut:
68
Tabel 2.5 Beberapa Penelitian Terdahulu yang Relevan
No Peneliti/
Tahun Judul Permasalahan Metode Hasil Penelitian Kritik
1 Lazarus (2010)
Evaluasi Kinerja PDAM Kabupaten Sintang
Kinerja yang kurang dan kemampuan yang masih rendah oleh pegawai PDAM dan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai dalam memberikan pelayanan air yang dibutuhkan masyarakat.
Metode penelitian ini yaitu kualitatif deskriptif, yaitu analisis datanya melalui uraian-uraian
Kinerja pegawai PDAM Sintang sudah optimal yang diberiakan kepada masyarakat. Faktor yang mempengaruhi kinerja pegawainya adalah kurangnya promosi jawaban dan penghargaan
Mengukur kinerja lebih cocok menggunakan pendekatan kuantitatif
2 Yani Yuliani (2015)
Kinerja Pelayanan Air Bersih Berbasis Masyarakat Di Kelurahan Tugurejo Kota Semarang
Permintaan akan penyambungan baru oleh calon pelanggan terus bertambah, namun sejak tahun 2012 permintaan menjadi pelanggan menjadi berkurang dan sejak awal tahun 2013 sampai bulan November 2013 permintaan pelanggan dihentikan oleh pengelola karena kapasitas dengan dua sumur dalam kurang memungkinkan untuk penambahan pelanggan. Kapasitas pelayanan air bersih belum menjangkau seluruh warga RW I dan RW V, karena masih belum dapat memenuhi permintaan
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini pendekatan positivistik rasionalistik. Pendekatan positivistik, yaitu pendekatan yang memandang suatu fenomena itu konkrit, teramati, terukur, dan hubungan gejalanya bersifat sebab akibat
1. Pengelolaan pelayanan berbasis masyarakat berlangsung karena keterbatasan kemampuan sistem pelayanan jaringan air bersih perkotaan. Koordinasi dengan pemerintah sebagai penanggung jawab prasarana publik, harus tetap dilakukan, sehingga kualitas pelayanan tetap terjaga.
2. Peningkatan kontinuitas distribusi air, langkah yang harus dilakukan adalah meningkatkan sumber daya manusia untuk pelaksanaan pelayanan atau distribusi air bersih, baik menambah jumlah petugas dan meningkatkan kemampuannya melalui pelatihan-pelatihan
Penelitian ini tidak membahas kualitas air nya melainkan penilaian kinerja dari sisi pelanggan, dinilai dengan kepuasan pelanggan dari kualitas pelayanan air
69
No Peneliti/ Tahun Judul Permasalahan Metode Hasil Penelitian Kritik
3 Sidiq Sudibyo (2006)
Pelayanan air bersih melalui kemitraan Pemerintah-Swasta (Studi Kasus PDAM Kabupaten Semarang dan P.T. Sarana Torta Unggaran)
Pendapatan belum mampu menutupi biaya operasional dan rendahnya minat industri dalam berlangganan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei jenis eksplanatory, yaitu jenis penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan antara variabel melalui pengujian hipotesis
Minat berlangganan air bersih air bersih oleh industrin dan besaran tarif dengan mempertimbangkan prinsip biaya pemulihan melalui kemitraan Pemerintah-swasta yang saling menguntungkan dan berkelanjutan.
Sasaran penelitian ini adalah minat industri untuk berlangganan tetapi tidak masyrakat.
4
Dyah Nastiti
Proborini (2007)
Evaluasi Kinerja
Pelayanan Penyedia
Air Bersih Sistem
Perpipaan Di Kota
Kecil (Studi
Kasus Kota Serang Dan Banjaran)
Kurangnya Optimalisasi Ketersedian Air Bersih Yang Ada
Di Kota Serang Dan Banjaran
Metode Penelitian Menggunakan
Analisis Kualitatif Deskriptif
Perlu Adanya Usaha-Usaha Peningkatan Ketersediaan Air Bersih
Melalui Kerjasama Pemerintah-Swasta Dan Partisipasi Masyarakat Kota
Serang Dan Banjaran
Penelitian Ini Tidak
Membahas Parameter
Untuk Mengukur
Kualitas Air Bersih. Lebih Menekakankan Pada Kinerja
PDAM Dan Pengelola Air Bersih Sistem
Komunal
70
No Penelitian/Tahun
Judul Permasalahan Metode Hasil Penelitian Kritik
5
Ridwan Naway (2013)
Pengembangan Sistem Pelayanan Air Bersih
Pelayanana air bersih oleh PDAM untuk perumahan di Manado baru mencapai 33,8% sementara jumlah
penduduk bertambah, sisanya 66,2% masih menggunakan sumur
bor juga terbatas pada anggota masyarakat tertentu.
Bagi pelanggan PDAM yang sampai ke wilayah tersebut belum
lancar dan ada kalanya tidak ada air yang mengalir, namun jika ada air
yang mengalir biasanya hanya pada saat tengah malam. Hal ini
menyebabkan minat masyarakat untuk menyambung jaringan lewat
PDAM berkurang
Metode penelitian menggunakan
analisis kualitatif deskriptif
1. Perencanaan sistim penyediaan air bersih direncanakan berdasarkan
kebutuhan debit penduduk perumahan Wale Manguni Indah pada jam puncak sampai dengan tahun 2031 yaitu sebesar 3,8703
liter/detik. 2. Sistim penyediaan air bersih melalui
reservoir dengan pendistribusian melalui pipa transmisi dari PDAM
yang ditampung terlebih dahulu pada bak penampung
(bronkaptering) dan kemudian disalurkan dengan mengunakan pompa melalui pipa transmisi
berdiameter 150 mm menuju ke reservoir pembagi yang selanjutnya disebarkan ke hidran-hidran umum
pada daerah layanan dengan menggunakan sistem gravitasi
melalui pipa distrbusi berdiameter 50 mm – 100 mm.
3. Kapasitas reservoir sebesar 47,77
Penelitian ini lebih
ditekankan untuk
memprediksi kebutuhan air
dan tergantung
pada penduduk sedangkan
indikator tidak dibahas
71
No Penelitian/Tahun
Judul Permasalahan Metode Hasil Penelitian
Kritik
6 Novitri Astuti (2014)
Penyediaan Air Bersih Oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Sangatta Kabupaten Kutai Timur
Masyarakat Sangatta semakin sulit mendapatkan air bersih, dimana kualitas air yang dialirkan PDAM tidak sesuai harapan pelanggan karena air yang dialirkan mempunyai warna keruh dan berbau sehingga air tidak layak dikonsumsi dan akan menganggu kesehatan masyarakat; dan pendistribusian air bersih yang dialirkan oleh pihak PDAM belum maksimal dikarenakan masih seringnya terjadi pengaliran bergilir dari rumah satu kerumah lainnya
Metode penelitian menggunakan analisis kualitatif deskriptif
1. Dalam kualitas, kuantitas dan kontinuitas air bersih mendapati permasalahan diantaranya air bahan baku telah tercemar oleh limbah tambang dan tingkat kekeruhan atau lumpur cukup tinggi.
2. Air mengalir kerumah pelanggan tidak 24 jam setiap harinya dan terdapat pula kebocoran pipa dan kemacetan meter yang cukup tinggi.
Metodologi penelitian menggunakan deskriftif kualitatif yaitu hanya memaparkan, mengambarkan, menganalisis, seharusnya menggunakan deskriptif kuantitatif
7
Ridho Adiputra Tambunan (2014)
Peran PDAM dalam Pengelolaan Bahan Air Baku Air Minum sebagai Perlindungan Kualitas Air Minum di Kota Yogyakarta
PDAM Kota Yogyakarta sebagian besar hanya mengandalkan sumber air dari mata air Umbulwadon, sumur dalam, sumur dangkal, maupun air permukaan. Mata air Umbulwadon merupakan salah satu sumber air baku PDAM Kota Yogyakarta dengan kapasitas air baku sebesar 350-550 l/dtk. PDAM Kota Yogyakarta memanfaatkan kurang lebih sebesar 80 l/dtk untuk melayani kawasan tengah Kota Yogyakarta.Hal ini diperparah dengan lemahnya PDAM dalam menyalurkan air bersih sehingga
Metode penelitian ini dengan pendekatan hukum yuridis empiris yang merupakan penelitian dengan fokus pada perilaku masyarakat hukum (law action), dan memerlukan data primer yang diperoleh secara
Peran Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtamarta dalam pengelolaan bahan air baku air minum sebagai perlindungan kualitas air minum di Kota Yogyakarta sudah berjalan dengan baik dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) sangat berperan penting dalam penyediaan air baku air minum sesuai dengan Pasal 2 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 yang mencukupi kebutuhan pelanggan dengan sistem pendistribusian air
Penelitian ini membahas peran PDAM dalam pengelolaan air baku dan kendala-kendala, tetapi kualitas air bersih tidak dibahas
72
No
Penelitian/Tahun
Judul Permasalahan Metode Hasil Kritikan
penyedotan air tanah secara individual oleh masyarakat pun tidak terelakkan dalam rangka memenuhi kebutuhan air tersebut.
langsung dari responden dan nara sumber sebagai data utama
bersih yang berlaku. PDAM juga telah melakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan dalam kaitannya dengan pengawasan kualitas air baku air minum yang dikelola Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtamarta, koordinasi dengan Dinas 11 PU terkait dalam pemberian bantuan sarana dan prasarana pendukung dalam melindungi kualitas air minum, koordinasi dengan Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) kaitannya dengan pengelolaan air sebagai usaha dalam melindungi kualitas air minum serta koordinasi dengan BLH dalam kaitannya dalam melindungi kualitas air baku tidak lepas dari prasarana perkotaan lain yang dapat menimbulkan kualitas air menurun
8
Muhammad Ismail (2014)
Analisis Keseimbangan Pelayanan Air Bersih Pdam Kota Makassar Dengan
Tingginya permintaan akan pelayanan air bersih saat ini di Kota Makassar, sepenuhnya belum tertangani dengan optimal, baik segi pelayanan yang ada saat ini, maupun kapasitas produksi yang tersalurkan sampai ke konsumen. Kuantitas air yang dialirkan oleh IPA Panaikang ke Kecamatan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif studi ketersediaan, studi dan kebutuhan air bersih pada Kota
1. Ketersediaan air baku Kanal Lekopancing untuk IPA Antang dan IPA Panaikang saat ini mencukupi untuk pengoperasian masing-masing IPA dan tidak dapat lagi dikembangkan kapasitas produksinya. Berbeda halnya dengan Sungai Jeneberang, Sungai Jeneberang mempunyai debit air
Pembahasan tidak pada kualitas pelayanan melainkan studi ketersedian air bersih dan studi
73
No Penelitian/Tahun
Judul Permasalahan Metode Hasil
Kritikan
Menggunakan Program Realm
Tamalanrea masih memerlukan pasokan air bersih tambahan sekitar 30,01 liter/detik. Permasalahan yang terjadi adalah ketersediaan air baku di Sungai Lekopancing yang berkurang pada musim kemarau dari kurang lebih 30,90 m3 /s menjadi 0,986 m3 /s (Silaban, 2005). Begitu pula dengan IPA Antang belum memberikan pelayanan yang optimal dan merata kepada semua pelanggan
Makassar
yang melimpah yakni ratarata 33 m3 /detik, sehingga tidak mempunyai masalah apabila pengembangan kapasitas produksi IPA. Kondisi prasarana penyediaan air bersih Kota Makassar saat ini dalam kondisi baik kecuali jaringan transmisi kondisi kurang baik dan jaringan pipa distribusi ke pelanggan kondisi tidak baik. Pasokan untuk kebutuhan air bersih penduduk wilayah pelayanan IPA PDAM Kota Makassar belum cukup dalam pemenuhan kebutuhan air bersih penduduk.
2. Instalasi Pengolahan Air (IPA) Kota Makassar mempunyai lima IPA yakni IPA Ratulangi 50 liter/detik, IPA Panaikang 1.000 liter/detik, IPA Antang 85 liter/detik, IPA Maccini Sombala 200 liter/detik dan IPA Somba Opu 1.000 liter/detik.
kebutuhan air bersih di kota makasar
74
No Penelitian/Tahun
Judul Permasalahan Metode Hasil Kritikan
9 Swesti Ari Donya (2014)
Studi Perencanaan Sistem Penyediaan Air Bersih di Desa Serang Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar
Penyediaan air bersih untuk masyarakat di Desa Serang Kecamatan Panggungrejo masih dihadapkan pada beberapa permasalahan yang cukup kompleks dan sampai saat ini masih belum dapat diatasi sepenuhnya. Salah satu masalah yang masih dihadapi sampai saat ini yakni masih rendahnya tingkat pelayanan air bersih untuk masyarakat. Sumber mata air Gemplah dan pada saat musim kemarau selalu mengalami kekeringan, maka pengadaan penyediaan air minum di daerah ini sangat mendesak.
Metode penelitian menggunakan analisis kualitatif deskriptif
1. Dari hasil perhitungan kebutuhan air bersih dapat diketahui dengan menggunakan tandon mampu melayani penduduk sebesar 82,43% dengan kehilangan air 25%. Sehingga besarnya debit sumber yang tersedia sangat mencukupi kebutuhan air bersih sampai dengan tahun 2029.
2. Untuk daerah distribusi RD Sumber Gemplah, alternatif 2 yang paling sesuai untuk pola operasi karena menggunakan 1 pompa dan lama operasi pompa yang paling pendek sehingga memperingan kerja pompa. Meskipun sama-sama sanggup memenuhi kebutuhan air bersih penduduk, heda yang di butuhkan pompa pada alternatif 2 lebih kecil dibandingkan alternatif 1 dan alternatif 3 sehingga lebih efisien dalam pembangunan.
3. Tekanan pada semua junction memenuhi persyaratan batas tekan maksimum HDPE (0-16 bars).
Tujuan penelitian ini tidak membahas kualitas pelayanan air bersih dan kualitas air bersih tetapi membahas debit kebutuhan air bersih, perencanaan jaringan distribusi air bersih, kondisi jaringan distribusi air bersih.