bab ii tinjauan pustakarepo.poltekkesbandung.ac.id/665/7/bab ii.pdfrantai globin dengan...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
Pemeriksaan hematologi merupakan salah satu pemeriksaan yang dipakai
sebagai penunjang diagnosis. Untuk mendapatkan diagnosis yang tepat,
diperlukan hasil pemeriksaan hematologi yang teliti dan cepat. Pemeriksaan
hematologi terdiri dari pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan darah lengkap,
pemeriksaan darah khusus, dan faal hemostasis. Pemeriksaan darah lengkap
terdiri dari pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, hitung jumlah eritrosit,
hitung jumlah leukosit, hitung jumlah trombosit, dan indeks eritrosit (MCV,
MCH, dan MCHC).(1)
2.1.1 Hemoglobin
Hemoglobin merupakan senyawa kompleks yang mengikat zat besi (Fe) dan
terdapat di dalam eritrosit. Hemoglobin berfungsi untuk mengangkut oksigen (O2)
dari paru-paru ke seluruh tubuh dan menukarkannya dengan karbondioksida
(CO2) dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru-paru. Pada darah orang
dewasa normal terdapat tiga jenis hemoglobin yaitu HbA (adult hemoglobin)
sebanyak 96-98%, HbF (fetal hemoglobin) 0,5-0,8%, dan HbA2 (minor adult
hemoglobin) sebanyak 1,5-3,2%. HbA terdiri atas empat rantai polipeptida α2β2,
sedangkan HbF terdiri dari rantai α dan rantai γ (α2γ2), dan HbA2 mengandung
rantai α dan rantai δ (α2δ2).(7,8)
Pembentukan hemoglobin melibatkan dua jalur sintesis yaitu sintesis heme
dan sintesis rantai globin. Sintesis heme terjadi di dalam mitokondria dimulai
dengan kondensasi glisin dan suksinil koenzim A di bawah aksi enzim kunci
delta-amino laevulinic acid (ALA)-sintetase yang membatasi kecepatan.
Piridoksal fosfat (vitamin B6) adalah koenzim untuk reaksi ini yang dirangsang
oleh eritropoietin dan dihambat oleh haem. Akhirnya protoforfirin bergabung
dengan besi untuk membentuk haem yang masing-masing molekulnya bergabung
dengan rantai globin yang terbuat pada poliribosom. Kemudian tetramer empat
rantai globin dengan masing-masing gugus haem nya sendiri terbentuk dalam
“kantong” untuk membangun molekul haemoglobin.(7,8)
Hemoglobin mempunyai kadar yang berbeda-beda pada setiap orang,
tergantung jenis kelamin dan umur manusia. Nilai rujukan kadar hemoglobin pada
pria adalah 13-18 g/dL, sedangkan untuk wanita yaitu 12-16 g/dL. Kadar
hemoglobin didapat dengan melakukan pemeriksaan hemoglobin. Pemeriksaan
hemoglobin bisa dilakukan dengan berbagai cara, ada yang menggunakan cara
manual dengan metode visual (Hb Sahli) dan metode sianmet-hemoglobin.
Metode visual (Hb Sahli) sudah tidak di anjurkan lagi karena memiliki banyak
kekurangan diantaranya alat tidak bisa distandarisasi dan tidak semua jenis
hemoglobin dapat diubah menjadi asam hematin. International Committee for
Standardization in Haematology (ICSH) menganjurkan pemeriksaan hemoglobin
dengan metode sianmet-hemoglobin karena mudah, memiliki standar, dan dapat
mengukur semua jenis hemoglobin kecuali sulf-hemoglobin. Selain itu, saat ini
pemeriksaan hemoglobin bisa dengan menggunakan alat hematology analyzer
karena memiliki tingkat kecepatan dan keakuratan yang cukup tinggi. Alat ini
menghitung secara otomatis kadar hemoglobin dalam eritrosit.(1,2)
2.1.2 Hematokrit
Hematokrit atau Packed Cell Volume merupakan jumlah seluruh volume
eritrosit terhadap volume darah yang dinyatakan dalam %. Kadar hematokrit juga
digunakan untuk menghitung nilai eritrosit rata-rata. Nilai ini ditentukan dengan
darah vena atau darah kapiler. Nilai rujukan untuk hematokrit adalah 40%-50%
untuk pria dan 35%-45% untuk wanita.(1,9,10)
Terdapat dua metode pemeriksaan hematokrit, yaitu makrohematokrit dan
mikrohematokrit. Pada metode makrohematokrit, digunakan darah vena yang
dimasukkan ke dalam tabung Wintrobe kemudian diputar dengan kecepatan
tertentu sehingga eritrosit terpisah dari plasmanya secara sempurna. Pada metode
mikrohematokrit, spesimen darah bisa menggunakan darah vena atau darah
kapiler yang dimasukkan ke dalam tabung mikrohematokrit yang memiliki ukuran
7 cm dengan diameter 1 mm, kemudian diputar dengan kecepatan tinggi pada
waktu tertentu sehingga eritrosit terpisah dari plasmanya.(7)
2.1.3 Eritrosit
Eritrosit atau sel darah merah merupakan sel yang berbentuk bikonkaf, tidak
berinti, tidak bergerak, berwarna merah karena mengandung hemoglobin, dan
berdiameter 7-8 µm. Bentuk bikonkaf tersebut menyebabkan eritrosit bersifat
fleksibel sehingga melewati lumen pembuluh darah yang sangat kecil dengan
lebih baik. Eritrosit memiliki jumlah di dalam tubuh paling banyak dibandingkan
dengan sel-sel lainnya, yaitu 4,4-5,6 juta sel/mm3 pada pria dan 3,8-5,0 juta
sel/mm3 pada wanita. Jika dilihat pada mikroskop, eritrosit tampak bulat,
berwarna merah, dan di bagian tengahnya tampak lebih pucat yang disebut central
pallor dimana diameternya kira-kira sepertiga dari keseluruhan diameter eritrosit.
Eritrosit memiliki fungsi utama yaitu untuk pertukaran gas, dimana eritrosit akan
membawa oksigen (O2) dari paru-paru menuju ke jaringan tubuh dan membawa
karbon dioksida (CO2) dari jaringan tubuh ke paru.(1,7,11)
Sumber : H. Loffler. 2005
Gambar 2.1 Eritrosit
Cara menghitung jumlah eritrosit dapat dilakukan dengan metode manual dan
otomatis. Metode manual dilakukan dengan mengencerkan darah dengan
menggunakan larutan isotonik lalu dihitung di dalam kamar hitung, sedangkan
metode otomatis adalah menghitung jumlah eritrosit menggunakan alat
penghitung otomatis yaitu Hematology Analyzer. Metode manual adalah metode
yang paling umum digunakan karena lebih murah, sedangkan metode otomatis
lebih cepat tetapi harga alat otomatis relatif mahal, memerlukan pemakaian dan
pemeliharaan yang sangat cermat, serta perlu adanya program jaminan mutu
untuk menjamin ketepatan alat bekerja.(12,13)
2.1.4 Leukosit
Leukosit atau sel darah putih memiliki ciri khas sel yang berbeda-beda,
memiliki ukuran yang lebih besar dari eritrosit, tidak berwarna, dan dapat
melakukan pergerakan dengan adanya kaki semu (pseudopodia) dengan masa
hidup 13-20 hari. Leukosit berjumlah paling sedikit di dalam tubuh, yaitu sekitar
3.200-10.000/mm3.(1,7)
Leukosit dihitung jumlahnya per satuan volume darah dengan terlebih dahulu
membuat pengenceran dari darah yang akan diperiksa. Darah diencerkan dalam
pipet leukosit kemudian dimasukkan ke dalam kamar hitung, lalu dihitung jumlah
leukosit yang terdapat dalam keempat “bidang besar” pada sudut-sudut kotak
“seluruh permukaan yang dibagi”. Pada laboratorium besar yang beban kerjanya
juga besar, hitung leukosit dilakukan dengan menggunakan alat hitung elektronik.
Pada dasarnya alat semacam itu lazim dipakai bersama alat pengencer otomatik
yang dapat memberi hasil yang sangat teliti dan tepat. Alat penghitung elektronik
ini harganya mahal serta mengharuskan pemakaian dan pemeliharaan yang sangat
cermat. Selain itu, perlu adanya upaya untuk menjamin tepatnya alat itu bekerja
dengan melakukan “quality control”.(11)
Leukosit pada umumnya dibagi menjadi seri granulosit dan agranulosit,
dimana granulosit memiliki granula yang khas sedangkan agranulosit tidak.
Granulosit terdiri dari neutrofil, eosinofil, dan basofil, sedangkan agranulosit
terdiri dari limfosit dan monosit.(11)
Sumber : Budi Santosa. 2010
Gambar 2.2 Jenis Leukosit
2.1.4.1 Neutrofil
Neutrofil merupakan sel yang paling banyak dibandingkan dengan jenis-jenis
leukosit lainnya yaitu sekitar 36-73% untuk neutrofil segmen dan 0%-12% untuk
neutrofil batang. Neutrofil berukuran sekitar 14µm. Ada dua macam neutrofil
yaitu neutrofil batang (stab) dan neutrofil segmen. Perbedaanya terletak pada
bentuk intinya. Neutrofil segmen mempunyai inti sel yang terdiri atas beberapa
segmen (lobus) yang bentuknya bermacam-macam dan dihubungkan dengan
benang kromatin, sedangkan neutrofil batang mempunyai inti yang padat dengan
bentuk batang seperti tapal kuda. Neutrofil batang merupakan bentuk muda dari
neutrofil segmen. Neutrofil berfungsi sebagai fagositosis, pada umumnya terhadap
bakteri. Satu sel neutrofil dapat memfagosit 5-20 bakteri dengan masa hidup
sekitar 6-10 jam.(1,7,11)
2.1.4.2 Eosinofil
Eosinofil merupakan sel yang serupa dengan neutrofil tetapi granula
sitoplasmanya lebih kasar dan berwarna lebih merah gelap karena mengandung
protein basa, serta jarang terdapat lebih dari tiga lobus inti. Jumlah eosinofil
dalam tubuh yaitu 0%-6%. Eosinofil berfungsi sebagai fagositosis dan
menghasilkan antibodi terutama terhadap antigen yang dikeluarkan oleh parasit.
Masa hidup eosinofil lebih lama daripada neutrofil yaitu sekitar 8-12 jam.(1,7,8,11)
2.1.4.3 Basofil
Basofil merupakan jenis leukosit yang jumlahnya paling sedikit yaitu sekitar
0%-2% dari jumlah keseluruhan leukosit. Basofil mempunyai ukuran sekitar
14µm, sedangkan granula nya memiliki ukuran yang bervariasi dengan susunan
tidak teratur hingga menutupi nukleus dan bersifat basofilik sehingga berwarna
gelap jika dilakukan pewarnaan Giemsa. Granula pada basofil mengandung
heparin (antikoagulan), histamin, dan substansi anafilaksis. Basofil berperan
dalam reaksi hipersensitivitas yang berhubungan dengan imunoglobulin E
(IgE).(1,7,11)
2.1.4.4 Limfosit
Limfosit merupakan jenis leukosit yang jumlahnya kedua paling banyak
setelah neutrofil (15%-45% dari total leukosit). Jumlah limfosit pada anak-anak
relatif lebih banyak dibandingkan dengan orang dewasa, dan jumlah limfosit ini
akan meningkat bila terjadi infeksi virus. Limfosit merupakan sel kecil yang
mempunyai diameter 10µm, mempunyai inti yang gelap berbentuk bulat atau agak
berlekuk dengan kelompok kromatin kasar dan berbatas tidak tegas,
sitoplasmanya berwarna biru langit dan dalam kebanyakan sel, terlihat sebagai
bingkai halus sekitar inti. Terdapat dua jenis limfosit, yaitu limfosit B dan limfosit
T. Limfosit B matang pada sumsum tulang, sedangkan limfosit T matang di dalam
timus. Kedua jenis limfosit tersebut memiliki morfologi yang sama.(1,7,8,11)
2.1.4.5 Monosit
Monosit merupakan sel leukosit yang memiliki ukuran paling besar yaitu
sekitar 18µm, inti padat dan melekuk seperti ginjal atau bulat seperti telur,
sitoplasma tidak mengandung granula dengan masa hidup 20-40 jam dalam
sirkulasi. Jumlah monosit kira-kira 0%-11% dari total jumlah leukosit. Monosit
mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai fagosit mikroorganisme (khususnya jamur
dan bakteri) dan benda asing lainnya, serta berperan dalam reaksi imun.(1,7,11)
2.1.5 Trombosit
Trombosit atau platelet merupakan fragmen atau potongan-potongan kecil
dari sitoplasma megakariosit, suatu sel muda besar yang berada dalam sumsum
tulang. Megakariosit matang ditandai oleh proses replikasi endomiotik inti dan
makin besarnya volume plasma, sehingga pada akhirnya sitoplasma menjadi
granular dan terjadi pelepasan trombosit. Trombosit berukuran sangat kecil yaitu
sekitar 2-4µm dengan bentuk bulat atau lonjong, sitoplasmanya berwarna biru
dengan granula ungu-kemerahan, umurnya sekitar 10 hari, jumlahnya di dalam
tubuh orang dewasa yaitu sekitar 170.000-380.000/mm3.(1,7,11)
Sumber : H. Theml. 2004
Gambar 2.3 Trombosit
Trombosit dibagi dalam tiga daerah (zona), yaitu zona daerah tepi yang
berperan sebagai adhesi dan agregasi, zona “sol gel” untuk menunjang struktur
dan mekanisme interaksi trombosit, dan zona organel yang berperan dalam
pengeluaran isi trombosit. Trombosit melekat pada lapisan endotel pembuluh
darah yang robek (luka) dengan membentuk plug trombosit. Trombosit
merupakan komponen penting dalam respon hemostasis yang saling berkaitan erat
dengan komponen-komponen hemostasis lainnya.(7,11)
Trombosit dapat dihitung dengan cara langsung maupun tidak langsung. Cara
langsung yaitu dengan cara manual menggunakan metode Rees Ecker,
Ammonium Oksalat 1%, dan cara otomatis yaitu dengan automatic cell counter.
Cara tidak langsung dapat menggunakan metode Fonio dan Barbara Brown.
Masing-masing metode mempunyai kelemahan dan kelebihan.(14)
2.1.6 Nilai Indeks Eritrosit
2.1.6.1 MCV (Mean Corpuscular Volume)
MCV (Mean Corpuscular Volume) adalah indeks untuk menentukan ukuran
sel darah merah. MCV menunjukkan ukuran sel darah merah tunggal apakah
sebagai normositik (ukuran normal antara 80-100 fL), mikrositik (ukuran kecil
<80 fL), atau makrositik (ukuran besar >100 fL). Penurunan nilai MCV terlihat
pada pasien anemia defisiensi besi, anemia pernisiosa dan talasemia, disebut juga
anemia mikrositik. Peningkatan nilai MCV terlihat pada penyakit hati, alcoholism,
terapi antimetabolik, kekurangan folat/vitamin B12, dan terapi valproat, disebut
juga anemia makrositik.(1)
2.1.6.2 MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin)
Indeks MCH adalah nilai yang mengindikasikan berat Hb rata-rata di dalam
sel darah merah, sehingga dapat menentukan kuantitas warna (normokromik,
hipokromik, hiperkromik) sel darah merah. MCH dapat digunakan untuk
mendiagnosa anemia. Nilai normal MCH adalah 28-34 pg/sel. Peningkatan MCH
mengindikasikan anemia makrositik, sedangkan penurunan MCH
mengindikasikan anemia mikrositik.(1)
2.1.6.3 MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration)
Indeks MCHC mengukur konsentrasi hemoglobin rata-rata dalam sel darah
merah. Semakin kecil sel, semakin tinggi konsentrasinya. Perhitungan MCHC
tergantung pada hemoglobin dan hematokrit. Indeks ini adalah indeks hemoglobin
darah yang lebih baik, karena ukuran sel akan mempengaruhi nilai MCHC, hal ini
tidak berlaku pada MCH. Nilai normal MCHC adalah 32-36 g/dL. MCHC
menurun pada pasien kekurangan besi, anemia mikrositik, anemia karena
piridoksin, talasemia, dan anemia hipokromik. MCHC meningkat pada
sferositosis, bukan anemia pernisiosa.(1)
2.1.7 Hematology Analyzer
Hematology analyzer merupakan alat yang digunakan secara in vitro untuk
melakukan pemeriksaan hematologi secara otomatis, menggunakan reagen
maupun cleaning yang sesuai dengan manual book. Hematology analyzer
mempunyai tingkat kecepatan dan keakuratan yang cukup baik, serta memerlukan
waktu pemeriksaaan yang singkat dibandingkan dengan metode manual, dan
dapat mengurangi kesalahan. Terdapat banyak jenis hematology analyzer yang
mempunyai prinsip pengukuran yang berbeda-beda, seperti electrical impedance,
dan flowcytometry.(2)
2.1.7.1 Electrical Impedance
Electrical impedance merupakan suatu prinsip dimana sel darah digunakan
sebagai penghambat arus listrik, hambatan yang semakin besar berbanding lurus
dengan ukuran sel. Electrical impedance bekerja dengan cara mengukur dan
menghitung partikel yang didasarkan pada perubahan resistensi saat partikel
melewati celah kecil antara dua elektroda. Karena setiap sel diklasifikasikan
berdasarkan ukuran, maka tidak semua leukosit dapat dibedakan satu sama lain.
Eritrosit yang berinti dan trombosit yang berkelompok mempunyai ukuran
yang relatif sama dengan leukosit, sehingga dapat salah diklasifikasikan sebagai
leukosit dan trombosit yang besar, atau gumpalan kecil trombosit dapat dihitung
sebagai eritrosit. Masalah lain yang terjadi adalah alat yang menggunakan prinsip
electrical impedance memerlukan penggunaan reagen untuk siklus instrumen
normal dan memerlukan perawatan dan pembersihan yang besar sehingga dapat
meningkatkan harga per tes. Alat yang menggunakan prinsip electrical impedance
diberi harga sedang dan dapat memberikan hasil tes yang cepat, namun tidak
dapat memberikan hasil 5 diff yang benar atau jumlah retikulosit.(2,15)
2.1.7.2 Flowcytometry
Flowcytometry adalah teknologi analisa sel otomatis yang akurat dan
merupakan metode yang digunakan di sebagian besar laboratorium rujukan untuk
menentukan hitung jenis leukosit. Saat sel melewati sinar laser, pola cahaya
tersebar oleh sel-sel individual mencatat ukuran sel dan 5 diff leukosit. Sinar
cahaya dengan panjang gelombang tunggal akan diarahkan ke aliran kontinu pada
partikel tersuspensi yang ditandai dengan fluoresence. Setiap partikel yang
melewati berkas cahaya akan menyebarkan cahaya dalam bentuk yang berbeda
yang akan ditangkap oleh sensor dengan sinar cahaya dan tegak lurus
terhadapnya. Teknologi seperti ini mungkin sedikit lebih mahal dibandingkan
dengan metode yang lainnya dan sebelumnya terbatas hanya digunakan untuk
laboratorium rujukan saja.(15,16)
Komponen utama dari alat yang menggunakan prinsip flowcytometry adalah
flow chamber, sumber cahaya, detektor, dan digital analogical converter yang
menghasilkan ukuran parameter fluoresence, kompleksitas dan sinyal, sistem
amplifikasi linear atau sinyal logaritmik, dan komputer untuk analisis sinyal.(16)
2.1.8 Verifikasi Metode
Verifikasi metode uji merupakan suatu tindakan yang bertujuan untuk
memastikan bahwa laboratorium yang bersangkutan mampu melakukan pengujian
dengan metode uji serta dapat memberikan hasil yang valid dan sesuai dengan
tujuan penggunaannya. Verifikasi metode uji juga dapat digunakan untuk
membuktikan bahwa laboratorium memiliki data kinerja. Hal ini dikarenakan
setiap laboratorium mempunyai kondisi dan kompetensi personil serta
kemampuan peralatan yang berbeda, sehingga kinerja antara satu laboratorium
dengan laboratorium lainnya berbeda.(17)
Pengukuran kesalahan pemeriksaan dalam laboratorium terbagi ke dalam dua
kategori, yaitu kesalahan sistematik (systematic error) dan kesalahan acak
(random error). Kesalahan sistematik (systematic error) merupakan kesalahan
dimana masalah yang ada dapat diprediksi dan permasalahannya konsisten,
sedangkan kesalahan acak (random error) merupakan kesalahan yang tidak dapat
diprediksi. Kesalahan sistematik (systematic error) dinilai oleh akurasi yang
didapatkan dari bias, sedangkan kesalahan acak (random error) dinilai oleh
impresisi yang didapatkan dari nilai Coefficient of Variation (CV).(18)
2.1.8.1 Trueness
Trueness adalah tingkatan kedekatan hasil uji yang didapatkan terhadap nilai
sebenarnya. Trueness dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu :
1. CRM (Certified Reference Material), yaitu menggunakan sampel yang
telah diketahui nilainya dan mengecek metode pengukuran yang
digunakan untuk menganalisis sampel tersebut, sehingga dapat diketahui
akurasi dari prosedur yang diujikan.
2. Membandingkan dengan metode lain.
3. Penambahan sejumlah standar (spiking).
4. True value bahan kontrol.(17,19,22)
Trueness dapat diukur secara kuantitatif, dalam ukuran inakurasi. Inakurasi
dilakukan dengan cara melakukan pengukuran terhadap bahan kontrol yang telah
diketahui kadarnya. Perbedaan antara hasil pengukuran dengan nilai bahan kontrol
merupakan indikator inakurasi pemeriksaan. Perbedaan ini disebut sebagai bias
(d%). Bias adalah penyimpangan rata-rata dari nilai sebenarnya (true value). Bias
juga bisa diartikan sebagai perkiraan pengukuran kesalahan sistematik. Bias dapat
diukur dengan persamaan :
Keterangan :
x = rata-rata hasil pemeriksaan bahan kontrol
NA = nilai benar bahan kontrol
d% = nilai bias(17,19,20)
Semakin kecil d(%), maka semakin tinggi akurasi pemeriksaan yang
dilakukan. Nilai d(%) dapat positif atau negatif. Nilai positif menunjukkan nilai
yang lebih tinggi dari nilai benar, sedangkan nilai negatif menunjukkan nilai yang
lebih rendah dari nilai benar.(20)
2.1.8.2 Presisi
Presisi merupakan kedekatan antara sekumpulan hasil analisa. Presisi juga
dapat diartikan sebagai tingkat kesaksamaan nilai beberapa hasil pengujian yang
dilakukan secara berulang-ulang. Presisi dibagi ke dalam dua kategori yaitu :
1. Keterulangan (repeatability), yaitu nilai presisi yang diperoleh jika seluruh
pengukuran dihasilkan oleh satu orang analis dalam satu periode tertentu,
menggunakan contoh yang sama, serta pereaksi dan peralatan yang sama
dalam laboratorium yang sama.
2. Ketertiruan (reproducibility), yaitu nilai presisi yang diperoleh pada
kondisi yang berbeda. Misalnya, analis yang berbeda pada laboratorium
yang sama atau periode dan laboratorium yang berbeda dengan analis yang
sama. Ketertiruan dari analis tidak akan lebih baik hasilnya dari nilai
keterulangan karena ketertiruan dapat memperbanyak sumber variasi.(17,19)
Menurut CLSI EP15-A3, presisi di ukur dengan cara melakukan pengulangan
pemeriksaan sebanyak 5 kali setiap hari dan dilakukan selama 5 hari berturut-
turut. Sampel yang digunakan untuk pengukuran presisi bisa dari sampel pasien,
bahan referensi, sampel uji profisiensi, atau bahan kontrol. Pengukuran presisi
harus dilakukan terhadap dua atau lebih bahan sampel pada konsentrasi yang
berbeda.(22)
Presisi diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien
variasi). Simpangan baku atau standar deviasi (SD) merupakan pengukuran
variasi dalam serangkaian hasil pemeriksaan. SD sangat berguna untuk
laboratorium dalam menganalisa hasil pengendalian mutu. Rumus untuk
menghitung standar deviasi adalah :
√
Keterangan :
SD = Standar deviasi
Ʃ(Xi-X)2 = Jumlah kuadrat dari selisih antara nilai individu dengan nilai
rata-rata
n = Jumlah sampel
Selain standar deviasi (SD), presisi juga dapat diukur sebagai koefisien
variasi (CV). Koefisien variasi (CV) merupakan standar deviasi (SD) yang
dinyatakan sebagai persentase mean. CV menggambarkan perbedaan hasil yang
diperoleh dari pengulangan pemeriksaan pada sampel yang sama. Idealnya, nilai
CV harus kurang dari 5%. Rumus untuk menghitung CV adalah :
Keterangan :
CV = Koefisien variasi (%)
SD = Standar deviasi
mean = Nilai rata-rata(20)
2.1.8.3 Akurasi
Akurasi merupakan gabungan dari kesalahan sistematik dan kesalahan acak
(bias+impresisi). Akurasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Perbedaan akurasi antara hasil pemeriksaan dan true value telah diketahui,
dan apabila hasil pemeriksaan dibawah TEa dari true value (TE < TEa), maka
hasil dapat diterima.(23)
2.1.8.4 Six Sigma
Six Sigma adalah suatu metode untuk menilai kualitas dari setiap proses pada
skala Sigma. Six Sigma merupakan jumlah ketidaksesuaian dalam satu juta
kemungkinan. Kualitas Sigma pada dasarnya adalah memastikan tidak ada
kesalahan yang melampaui persyaratan kualitas yang ditentukan. Biasanya,
kinerja Sigma dinilai dengan menghitung cacat, kemudian dengan mengubah
jumlah tersebut ke dalam tingkat Defects Per Million Opportunities (DPM atau
DPMO). Namun, untuk hasil tes laboratorium, menentukan dan mendeteksi cacat
lebih sulit. Untungnya, ada cara lain untuk menentukan Sigma metric yaitu
dengan mengukur variasi melalui penggunaan kontrol. Kontrol merupakan nilai
yang diketahui, sehingga variasi dari hasil tes yang diamati dapat diukur. Dengan
hasil kontrol yang multiple, maka didapatkan Standar Deviasi (SD) dan impresisi
(%CV). Inakurasi (bias) didapatkan dengan membandingkan hasil antara metode
yang diuji dengan metode referensi, atau dengan menganalisa hasil metode yang
diuji pada uji profisiensi, peer group, atau yang lainnya.(24,25)
Idealnya, data untuk memperoleh impresisi dan inakurasi didapatkan pada
waktu yang sama dan critical level yang sama (medical decision level). Hubungan
antara impresisi dan inakurasi terhadap Sigma metrics dapat diringkas secara
matematis dengan rumus berikut :
Setelah didapatkan nilai Sigma, kinerja suatu metode dapat diilustrasikan
secara grafis menggunakan Method Evaluation Decision chart (MEDx) dengan
garis Sigma metric dikenakan terhadapnya. Pada Method Decision chart,
inakurasi digambarkan pada sumbu y, sedangakan impresisi pada sumbu x. Pada
Method Decision chart yang normal, setiap sumbu masing-masing diatur ke 100%
serta nilai x dan y ditentukan dengan menghitung persentase dari persyaratan
kualitas (quality requirement).(25)
Sumber : Sten Westgard. 2009
Gambar 2.4 Normalized Method Decision Chart
Koordinat sumbu x dan y menggambarkan performa dari pengujian dan
tempat dari panah “mendarat” yaitu bisa pada daerah unacceptable, poor,
marginal, good, excellent, atau world class.
1. Unacceptable performance : metode tidak memenuhi persyaratan mutu,
sehingga tidak dapat diterima untuk operasi rutin.
2. Poor performance : metode sebelumnya dianggap diterima, namun setelah
pengenalan baru dari prinsip-prinsip manajemen mutu enam sigma, dan
benchmark industri sekarang menetapkan standar kinerja minimum 3
Sigma untuk proses produksi rutin, sehingga kinerja di daerah antara 2
Sigma dan 3 Sigma dianggap tidak memuaskan.
3. Marginal performance : metode membutuhkan strategi Total QC dan
menekankan operator yang terlatih, rotasi operator terbatas, statistik QC
lebih mahal, pemeliharaan preventif yang lebih aktif, kehati-hatian
pemantauan terhadap hasil pemeriksaan pasien, dan upaya untuk
meningkatkan kinerja metode.
4. Good performance : metode dapat dikelola dengan baik dalam operasi
rutin jika merencanakan prosedur statistik QC dengan berhati-hati dan
bersedia untuk menerapkan prosedur multirule dengan 4-6 pengukuran
kontrol per run.
5. Excellent performance : metode mudah untuk dikelola dalam operasi rutin
dengan rotasi luas dari banyak operator dan dapat dikontrol dengan biaya
yang minim, biasanya dengan prosedur QC single-rule dan minimum 2
kontrol per run.
6. World class performance : metode lebih mudah dikelola dan dikendalikan,
biasanya membutuhkan hanya 1 atau 2 pengukuran kontrol per run dan
aturan kontrol tunggal.(26)
2.1.9 Total Error Allowable (TEa)
Total Error Allowable (TEa) merupakan persyaratan kualitas yang
menetapkan batas untuk menggabungkan impresisi (kesalahan acak) dan bias
(inakurasi atau kesalahan sistematik) yang dapat di toleransi dalam pengukuran
tunggal atau hasil pengujian tunggal untuk memastikan kegunaan klinis. Total
Error Allowable (TEa) adalah sebuah konsep kualitas komparatif sederhana yang
digunakan untuk mendefinisikan kinerja analitik yang dapat diterima. Total Error
Allowable (TEa) didefinisikan sebagai bias(%) + 2CV. Total error (TE) dapat
dibandingkan dengan TEa untuk mengevaluasi klaim produsen, instrumen baru,
External Quality Assurance (EQA) atau uji profisiensi, uji komparibilitas, dan
komponen potensial lain dari Quality Assurance (QA). Jika TE < TEa, maka
instrumen dapat diterima dan dapat berfungsi sesuai pedoman yang
direkomendasikan. Namun, jika TE > TEa, maka harus dilakukan pemecahan
masalah dari hal tersebut.(27)
Nilai Total Error Allowable (TEa) bisa didapatkan dari berbagai sumber,
diantaranya dari Clinical Laboratory Improvement Amendments (CLIA) dan
Biological Variation (BV). BV dipertimbangkan dalam persyaratan kualitas untuk
beberapa analit. Persyaratan kualitas berdasarkan BV terlalu ketat untuk
menganalisis kinerja analitik yang saat ini dimungkinkan dengan sebagian besar
instrumen diagnostik. Namun, peningkatan kinerja instrumen atau metode di masa
depan dapat memunginkan peningkatan persyaratan kualitas berdasarkan BV.
Kriteria hasil analitik menjelaskan kesalahan total analitik yang akan
menyebabkan hasil pengujian dinilai tidak dapat diterima secara analitis.
Contohnya, CLIA pada tahun 1988 menetapkan kriteria kesalahan total untuk uji
profisiensi untuk digunakan dalam penilaian kinerja laboratorium. Mengingat
bahwa asal-usul kriteria CLIA tidak didokumentasikan dengan baik, tapi hal ini
penting untuk dipahami bagaimana CLIA membandingkannya dengan kriteria
hasil klinis.(27,28)
Berikut adalah nilai Total Error Allowable (TEa) berdasarkan CLIA dan BV
untuk parameter hematologi lengkap :
Tabel 2.1 Nilai Total Error Allowable (TEa)
Parameter Total Error Allowable (TEa)
CLIA BV
Leukosit 15 14,6
Eritrosit 6 4,4
Hemoglobin 7 4,1
Hematokrit 6 4,1
Trombosit 25 13,4
MCV - 2,3
MCH - 2,7
MCHC - 2,2
2.1.10 Investigasi
Investigasi dilakukan jika hasil yang didapat jelek dan tidak memuaskan.
Investigasi bertujuan untuk perbaikan dan mencari akar masalahnya. Akar
masalah penyebab terjadinya hasil yang tidak memuaskan bisa dari bahan kontrol,
metode pengujian, human error, reagen, atau alat dan kalibrasinya. Investigasi
kegagalan dalam verifikasi metode adalah sebagai berikut :
1. Lihat kembali preparasi sampel dan pengujian.
2. Cek bahwa bahan kontrol sudah dilakukan pengujian pada metode alat yang
benar.
3. Lihat hasil QC sebelumnya.
4. Lihat kembali kinerja QC, kalibrasi alat, dan kinerja reagen sebelum, selama,
dan setelah pemeriksaan bahan kontrol.
5. Hubungi produsen alat atau reagen untuk meminta bantuan.
6. Periksa kembali bahan kontrol jika memungkinkan atau membeli kembali
bahan kontrol yang baru.(29)
Selain langkah-langkah tersebut, untuk memudahkan investigasi, maka dibuat
diagram tulang ikan (fish bone) untuk menentukan akar penyebab ketidaksesuaian
yang terjadi. Berikut adalah contoh diagram tulang ikan (fish bone) :
Sumber : Masoud Hekmatpanah. 2011
Gambar 2.5 Contoh Diagram Tulang Ikan (Fish Bone)
Setelah seluruh proses potensial dapat diidentifikasi melalui diagram tulang
ikan (fish bone), maka penetapan akar penyebab ketidaksesuaian dapat dilakukan
sehingga langkah selanjutnya berupa tindakan perbaikan dapat dipertimbangkan.
Berikut adalah tindakan perbaikan yang dapat dilakukan :
1. Memverifikasi alat atau metode.
2. Melatih personel agar melakukan prosedur yang tepat untuk preparasi sampel,
pengujian, dan pelaporan.
3. Memodifikasi (mempersempit) rentang penerimaan QC untuk mendeteksi
masalah lebih cepat.
4. Mengevaluasi atau meningkatkan frekuensi kalibrasi.
5. Melakukan verifikasi fungsi instrumen/alat.
6. Memperbaiki prosedur untuk mencerminkan tindakan perbaikan.(29,30)
2.2 Kerangka Konsep
Adapun kerangka konsep dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 2.6 Kerangka Konsep
2.3 Definisi Operasional
Adapun definisi operasional dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
Tabel 2.2 Definisi Operasional
Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
Pemeriksaan
Hematologi
Lengkap
Pemeriksaan
hematologi
yang
digunakan
untuk
menunjang
diagnosis
yang berkaitan
dengan terapi
Flowcytometry Hematology
Analyzer
g/dL, %,
sel/mm3
Rasio
Hasil Pemeriksaan
Hematologi Lengkap
dengan Menggunakan
Alat Hematology
Analyzer
Verifikasi Metode
(Presisi, Trueness,
Akurasi, Nilai
Sigma)
Kinerja Metode
Diterima
Kinerja Metode
Tidak Diterima
dan prognosis
Verifikasi
Metode
Suatu
tindakan
penilaian
terhadap
parameter
tertentu
berdasarkan
percobaan
laboratorium
untuk
membuktikan
bahwa metode
tersebut
memenuhi
persyaratan
untuk
penggunaanya
Parameter mutu
(akurasi, presisi,
total error, nilai
sigma)
Menggunak
an formula
dari
parameter
yang diukur
Diterima, tidak
diterima
Rasio
Trueness Tingkatan
kedekatan
hasil uji yang
didapatkan
terhadap nilai
sebenarnya
Metode
Flowcytome
try
Kinerja metode
diterima
apabila tidak
terdapat
perbedaan bias
Rasio
Presisi Kedekatan
antara
sekumpulan
hasil analisa
√
Metode
Flowcytome
try
Presisi
diterima jika
nilai CV <
0,33TEa
Rasio
Akurasi Gabungan dari
kesalahan
sistematik dan
kesalahan
acak
Metode
Flowcytome
try
Kinerja
diterima jika
akurasi < TEa
Rasio
Nilai Sigma Suatu metode
untuk menilai
kualitas dari
setiap proses
pada skala
Sigma
Metode
Flowcytome
try
Metode
diterima jika
nilai Sigma >
3,0
Rasio
2.4 Hipotesis
Kinerja setiap parameter mutu dapat diterima.