bab ii tambahan

10
2.2 EPIDURAL HEMATOM A. DEFINISI Epidural hematoma adalah perdarahan akut pada lokasi epidural. Fraktur tulang kepala dapat merobek pembuluh darah, terutama arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara duramater dan tulang di permukaan dalam os temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan epidural hematoma. Desakan oleh hematom akan melepaskan duramater lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom bertambah besar. 1,3 Hematoma epidural (EDH) merupakan kumpulan darah di antara duramater dan tabula interna karena trauma (Gambar-1). Pada penderita traumatic hematoma epidural, 85-96% disertai fraktur pada lokasi yang sama. Perdarahan berasal dari pembuluh darah -pembuluh darah di dekat lokasi fraktur. 15 Sebagian besar hematoma epidural (EDH) (70-80%) berlokasi di daerah temporoparietal, di mana bila biasanya terjadi fraktur calvaria yang berakibat robeknya arteri meningea media atau cabang-cabangnya, sedangkan 10% EDH berlokasi di frontal maupun oksipital. Volume EDH biasanya stabil, mencapai volume maksimum hanya beberapa menit setelah trauma, tetapi

Upload: ayu-assa-chua

Post on 09-Apr-2016

217 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

satu

TRANSCRIPT

Page 1: Bab II Tambahan

2.2 EPIDURAL HEMATOM

A. DEFINISI

           Epidural hematoma adalah perdarahan akut pada lokasi epidural. Fraktur

tulang kepala dapat merobek pembuluh darah, terutama arteri meningea media

yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara

duramater dan tulang di permukaan dalam os temporale.

            Perdarahan yang terjadi menimbulkan epidural hematoma. Desakan oleh

hematom akan melepaskan duramater lebih lanjut dari tulang kepala sehingga

hematom bertambah besar.1,3

Hematoma epidural (EDH) merupakan kumpulan darah di antara

duramater dan tabula interna karena trauma (Gambar-1). Pada penderita traumatic

hematoma epidural, 85-96% disertai fraktur pada lokasi yang sama. Perdarahan

berasal dari pembuluh darah -pembuluh darah di dekat lokasi fraktur. 15

Sebagian besar hematoma epidural (EDH) (70-80%) berlokasi di daerah

temporoparietal, di mana bila biasanya terjadi fraktur calvaria yang berakibat

robeknya arteri meningea media atau cabang-cabangnya, sedangkan 10% EDH

berlokasi di frontal maupun oksipital. Volume EDH biasanya stabil, mencapai

volume maksimum hanya beberapa menit setelah trauma, tetapi pada 9%

penderita ditemukan progresifitas perdarahan sampai 24 jam pertama 8,15,16

Page 2: Bab II Tambahan

B. INSIDEN  DAN EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat, 2% dari kasus trauma kepala mengakibatkan

hematoma epidural dan sekitar 10%  mengakibatkan koma. Secara Internasional

frekuensi kejadian hematoma epidural hampir sama dengan angka kejadian di

Amerika Serikat.Orang yang beresiko mengalami EDH adalah orang tua yang

memiliki masalah berjalan dan sering jatuh.(2,9)

60 % penderita hematoma epidural adalah berusia dibawah 20 tahun, dan

jarang terjadi pada umur kurang dari 2 tahun dan di atas 60 tahun. Angka

kematian meningkat pada pasien yang berusia kurang dari 5 tahun dan lebih dari

55 tahun. Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding perempuan dengan

perbandingan 4:1. (9)

Tipe- tipe : (6)

1. Epidural hematoma akut (58%) perdarahan dari arteri

2. Subacute hematoma ( 31 % )

3. Cronic hematoma ( 11%) perdarahan dari vena

Page 3: Bab II Tambahan

C. PATOFISIOLOGI

Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan

dura meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu

cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur

tulang tengkorak di daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah

frontal atau oksipital.(8)

Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen

spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale.

Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma

akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom

bertambah besar. (8)

Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada

lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian

medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini

menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim

medis.(1)

Tekanan dari herniasi unkus pda sirkulasi arteria yang mengurus formation

retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini

terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini

mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan

kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan

respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda

babinski positif.(1)

Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan

terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar.

Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan

deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.(1)

Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus

keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur

mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu

beberapa jam , penderita akan merasakan nyeri kepala yang progersif memberat,

Page 4: Bab II Tambahan

kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran

ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di sebut interval lucid.

Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada Epidural

hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hamper selalu berat

atau epidural hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid interval

karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase

sadar. (8)

Sumber perdarahan : (8)

Artery meningea ( lucid interval : 2 – 3 jam )

Sinus duramatis

Diploe (lubang yang mengisis kalvaria kranii) yang berisi a.

diploica dan vena   diploica

Epidural hematoma merupakan kasus yang paling emergensi di bedah

saraf karena progresifitasnya yang cepat karena durameter melekat erat pada

sutura sehingga langsung mendesak ke parenkim otak menyebabkan mudah

herniasi trans dan infra tentorial.Karena itu setiap penderita dengan trauma kepala

yang mengeluh nyeri kepala yang berlangsung lama, apalagi progresif memberat,

harus segera di rawat dan diperiksa dengan teliti.(8,10)

Arteri meningea media

2.5 ETIOLOGI

           Hematoma Epidural dapat terjadi pada siapa saja  dan umur berapa saja,

beberapa keadaan yang bisa menyebabkan epidural hematom adalah misalnya

benturan pada kepala pada kecelakaan motor. Hematoma epidural terjadi akibat

trauma kepala, yang biasanya berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak dan

laserasi pembuluh darah.(2,9)

Page 5: Bab II Tambahan

Pada keadaan yang normal, sebenarnya tidak ada ruang epidural pada

kranium. Dura melekat pada kranium. Perdarahan biasanya terjadi dengan fraktur

tengkorak bagian temporal parietal yang mana terjadi laserasi pada arteri atau

vena meningea media. Pada kasus yang jarang, pembuluh darah ini dapat robek

tanpa adanya fraktur. Keadaan ini mengakibatkan terpisahnya perlekatan antara

dura dengan kranium dan menimbulkan ruang epidural. Perdarahan yang berlanjut

akan memaksa dura untuk terpisah lebih lanjut, dan menyebabkan hematoma

menjadi massa yang mengisi ruang.

Oleh karena arteri meningea media terlibat, terjadi perdarahan yang tidak

terkontrol,  maka akan mengakibatkan  terjadinya akumulasi yang cepat dari darah

pada ruang epidural, dengan peningkatan tekanan intra kranial (TIK) yang cepat,

herniasi dari unkus dan kompresi batang otak.1,4,5,6

D. GEJALA KLINIS

            Pada anamnesa didapatkan riwayat cedera kepala dengan penurunan

kesadaran. Pada kurang lebih 50 persen kasus kesadaran pasien membaik dan

adanya lucid interval diikuti adanya penurunan kesadaran secara perlahan

sebagaimana peningkatan TIK. Pada kasus lainnya, lucid interval tidak dijumpai,

dan penurunan kesadaran berlangsung diikuti oleh detoriasi progresif. Epidural

hematoma terkadang terdapat pada fossa posterior yang pada beberapa kasus

dapat terjadi sudden death sebagai akibat kompresi dari pusat kardiorespiratori

pada medulla. Pasien yang tidak mengalami lucid interval dan mereka yang

terlibat pada kecelakaan mobil pada kecepatan tinggi biasanya akan mempunyai

prognosis yang lebih buruk.1

            Gejala neurologik yang terpenting adalah pupil mata anisokor, yaitu pupil

ipsilateral melebar. Pada perjalanannya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal

dan reaksi cahaya yang pada permulaan masih positif akan menjadi negatif.

Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardia. Pada tahap akhir kesadaran

akan menurun sampai koma yang dalam, pupil kontralaterak juga akan mengalami

pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi,

yang merupakan tanda kematian.3

Tanda Diagnostik Klinik Epidural Hematoma :7

Page 6: Bab II Tambahan

1. Lucid interval (+)

2. Kesadaran makin menurun

3. Late hemiparese kontralateral lesi

4. Pupil anisokor

5. Babinsky (+) kontralateral lesi

6. Fraktur daerah temporal

Gejala dan Tanda Klinis Epidural Hematoma di Fossa Posterior :7

1. Lucid interval tidak jelas

2. Fraktir kranii oksipital

3. Kehilangan kesadaran cepat

4. Gangguan serebellum, batang otak, dan pernafasan

5. Pupil isokor

E. DIAGNOSIS

            Diagnosis epidural hematoma didasarkan gejala klinis serta pemeriksaan

penunjang seperti foto Rontgen kepala dan CT scan kepala. Adanya garis fraktur

yang menyokong diagnosis epidural hematoma bila sisi fraktur terletak ipsilateral

dengan pupil yang melebar garis fraktur juga dapat menunjukkan lokasi

hematoma.3           

Computed tomografi (CT) scan otak akan memberikan gambaran

hiperdens (perdarahan) di tulang tengkorak dan dura, umumnya di daerah

temporal dan tampak bikonveks.

DAPUS

1. Gilroy J. Basic Neurology. USA: McGraw-Hill, 2000. p. 553-5

2. Japardi I. Penatalaksanaan Cedera Kepala Secara Operatif. Bagian Bedah

Fakultas Kedokteran USU. [serial online] 2004. [cited 20 Mei 2008].

Didapat dari : http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar

%20japardi61.pdf

3. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC,

2003. p. 818-9

Page 7: Bab II Tambahan

4. Waxman SG. Correlative Neuroanatomy. USA: Lange Medical Books,

2000. p. 183-5

5. Duus P. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala.

Jakarta: EGC, 1994. p. 329-30

6. Agamanolis DP. Traumatic Brain Injury and Increased Intracranial

Pressure. Northeastern Ohio Universities College of Medicine. [serial

online] 2003. [cited 20 Mei 2008]. Didapat dari :

http://www.neuropathologyweb.org/chapter4/chapter4aSubduralepidural.h

tml

7. PERDOSSI. Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma

Spinal. Jakarta: PERDOSSI Bagian Neurologi FKUI/RSCM, 2006. p. 9-11

8. Ekayuda I. Radiologi Diagnostik edisi kedua. Jakarta: Gaya Baru, 2006. p.

359-65, 382-87

9. Evans RW. Neurology and Trauma. Philadelphia: W.B. Saunders

Company, 1996. p. 144-5