bab ii studi pustaka - portal wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/c0912003_bab2.pdf · selama...

28
9 BAB II STUDI PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka Selama ini belum banyak tulisan atau penelitian yang mengkaji motif- motif khas Batik Jambi terutama motif Kapal Sanggat. Tulisan kajian motif Batik Jambi masih sekedar menjelaskan jenis-jenis motif dengan makna-makna yang sebelumnya telah ditetapkan tanpa apa adanya pengkajian yang lebih mendalam. Untuk itu, kajian pustaka ini memilih beberapa buku maupun artikel yang berkaitan dengan motif Kapal Sanggat yang berhubungan dengan latar visual, filosofi dan belakang sosial budaya motif tersebut baik yang dicetak maupun di website. 1. Pola- Pola Arkaik di Indonesia. Untuk memahami motif batik Kapal Sanggat pertama perlu mengetahui mengenai pola-pola arkaik di Indonesia yang merupakan pola pikiran tua sebagai landasan untuk memahami filosofi batik karena harus dihubungkan dengan adat istiadat, pengaturan sistem sosialnya dan budaya wilayah itu sendiri (Sumardjo, 2013:40). Rosnifa dkk mengutip pendapat Boelaars (1971), mengenai mentalitas dasar kelompok-kelompok masyarakat (etnik) di Indonesia berdasarkan mata pencaharian pokoknya. (Desperindag, 2013:40-41), terdapat 4 golongan mentalitas budaya di Indonesia memiliki cara berbeda yaitu diantaranya :

Upload: hoangdiep

Post on 28-Feb-2018

221 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

9

BAB II

STUDI PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

Selama ini belum banyak tulisan atau penelitian yang mengkaji motif- motif

khas Batik Jambi terutama motif Kapal Sanggat. Tulisan kajian motif Batik Jambi

masih sekedar menjelaskan jenis-jenis motif dengan makna-makna yang

sebelumnya telah ditetapkan tanpa apa adanya pengkajian yang lebih mendalam.

Untuk itu, kajian pustaka ini memilih beberapa buku maupun artikel yang

berkaitan dengan motif Kapal Sanggat yang berhubungan dengan latar visual,

filosofi dan belakang sosial budaya motif tersebut baik yang dicetak maupun di

website.

1. Pola- Pola Arkaik di Indonesia.

Untuk memahami motif batik Kapal Sanggat pertama perlu mengetahui

mengenai pola-pola arkaik di Indonesia yang merupakan pola pikiran tua sebagai

landasan untuk memahami filosofi batik karena harus dihubungkan dengan adat

istiadat, pengaturan sistem sosialnya dan budaya wilayah itu sendiri (Sumardjo,

2013:40).

Rosnifa dkk mengutip pendapat Boelaars (1971), mengenai mentalitas dasar

kelompok-kelompok masyarakat (etnik) di Indonesia berdasarkan mata

pencaharian pokoknya. (Desperindag, 2013:40-41), terdapat 4 golongan

mentalitas budaya di Indonesia memiliki cara berbeda yaitu diantaranya :

10

1. Mentalitas atau cara hidup dan cara berpikir masyarakat Peramu adalah

bersifat konsumtif, sikap independent dan percaya diri yang tinggi.

2. Mentalitas kaum Peladang adalah produktif, konsumtif, dependen-

independen (mentalitas ganda), mementingkan hubungan daerah dari pada

lokalitas dan pentingnya peranan perantara dalam interelasi dan interaksi

pihak luar

3. Mentalitas kaum Pesawah adalah produktif, ketergantungan kelompok

yang kuat dari pada kebebasan,mengenal organisasi kerja dalam kelompok

besar, solidaritas tinggi dan pentingnya lokalitas bagi sistem kekerabatan.

4. Mentalitas kaum Maritim adalah mobilitasnya yang tinggi, sangat

independen, percaya diri, persaingan dan harga yang tinggi serta harga

dirinya tinggi.

Mengenai perkembangan historisnya, ciri mentalitas tersebut saling

bertautan sehingga kita dapat melihat apa yang lebih dominan dalam masyarakat.

penggolongan mentalitas tidak dapat menilai karakteristik suku-suku tertentu di

Indonesia. Masyarakat Jambi misalnya masuk dalam kategori masyarakat maritim

namun karakter budaya juga mengandung unsur-unsur peladang dan peramu,

namun mentalitas pesawah masuk juga kedalamnya sebagai pikiran diluar

(Sumardjo, 2013:41).

Menurut Sumardjo (2013 : 43-44), tanda pola dalam mentalitas kaum di

Indonesia ditandai dengan kosmologi atau tatanan keberadaan dunia yang

melibatkan tiga alam yakni mengenai manusia, alam dunia/semesta serta

keillahian (metakosmos) Yang Esa. Sebuah Tanda dari Yang Esa inilah muncul

segala sesuatu yang ada, yakni alam semesta (makrokosmos) dan mikrokosmos

11

(manusia). Berdasarkan golongan mentalitas budaya tersebut di Indonesia

primordial memilki cara yang berbeda, diterangkan sebagai berikut :

1. Pola Tiga: Kaum peramu dan pemburu mereka menganut keberadaan

yang saling bertentangan dalam dinamika persaingan, agar sang Esa

hadir dalam dunia, maka harus ada pasangan yang dihadirkan.

Permasalahan ini ditandai dengan pasangan perang. Kematian yang

merupakan bersifat spontan dari Yang Esa. Pengabungan dari kaum

peladang mengenai pada pasangan dikehidupan harus disatu padukan

yang disebut motif perkawinan dari hal ini dinamai pola tiga kesatuan

tiga dari dua pasangan oposioner, manusia dan kehidupannya serta sang

Pencipta (Sumardjo, 2013:43).

2. Pola Empat: Kaum Maritim memiliki empat pasangan oposioner namun

tidak disatukan dalam satu pusat peleburan. Kaum ini hanya

membiarkan dirinya disatukan dalam dinamika persainagan bukan

kematian (Sumardjo, 2013 :44).

3. Pola Lima: Kaum pesawah tidak hanya menyatukan dua pasangan dalam

perkawinan tetapi empat atau lebih yang merupakan peleburan berbagai

pasangan yang oposioner. Hadir Yang Esa dan hukum spontanistas nya

(seperti lahir/kematian) sebagai siklusnya hal ini dinyatakan dalam pola

lima (Sumardjo, 2013 :44).

Semua hal ini dapat ditujukan dalam bentuk benda budaya dalam

masyarakat pra-modern yang kebanyakan bermuatan magis religius. Salah

satunya membatik, budaya batik merupakan kegiatan yang memiliki hubungan

atau media perantara penghubung terhadap sang Pencipta. Dalam penciptaan batik

12

pun menganut pola–pola yang telah dijelaskan sebelumnya berdasarkan apa yang

terjadi di wilayah pembatikan. Sebagai contoh pola lima berlaku di daerah pulau

Jawa karena adanya kaum pesawah (Sumardjo, 2013: 44). Berbicara mengenai

kategori motif maritim, bahwa makrokosmos pada masyarakat maritim memiliki 4

unsur yaitu langit di atas bumi di bawah, laut di samping kanan dan daratan di

samping kiri. Dua oposioner disatukan dengan dua pasangan oposioner lain,

sehingga menjadi empat dalam satu kesatuan, satu keluarga besar meskipun saling

beroposisi (Sumardjo, 2013:46).

2. Latar Belakang Sejarah Masuknya Batik di Jambi.

Diawali oleh sejarah batik di Indonesia berasal dari beberapa artefak yang

ditemukan dalam situs-situs sejarah. Perkembangan batik dikatakan pada abad ke

7, ditandai dengan munculnya ragam hias kawung pada dinding Candi Syiwa

Prambanan dan pahatan jubah patung Jawa-Hindu dari abad ke 8 Masehi

(Priyono, 2013:31).

Perkembangan batik di Nusantara (Priyono, 2013:32), juga ditandai dalam

ragam hias hias lereng pada pakaian patung emas Dewa Durga di Candi Dieng,

Gamuruh, Wonosobo dari abad ke 9 Masehi. Pengaruh Cina mulai masuk di

Indonesia sejak abad ke 7 s/d 9 Masehi. Bukti ini ditujukan melalui penggunaan

ragam hias Burung Hong, Bunga Teratai, Bunga seruni, Kupu-Kupu dan lainnya.

Bukti lainnya ditemukan di Kediri, Jawa Timur pada detail ukiran kain yang

dikenakan Arca Pradnaparamita. Pada ukiran tersebut dipenuhi pola kembang dan

sulur tanaman yang rumit yang mirip dengan pola batik tradisional Jawa dari

Abad ke 10 Masehi. Pada abad ke 17 Masehi Sultan Surakarta dan Yogyakarta

bahkan mentapkan batik menjadi pakaian wajib Keraton .

13

Masuknya batik hingga ke Jambi masih terus ditelusuri. Menurut Priyono

(2013:32), beberapa hipotesa berkembang bahwa budaya batik dibawa oleh

ekspansi Pamalayu yang dipimpin oleh Raja Singosari, Kartanegara yang

mengirimkan pasukannya pada tahun 1275 Masehi untuk membebaskan Kerajaan

Melayu Jambi dari Kerajaan Sriwijaya. Kedatangan Kerajaan Singosari membawa

dan memperkenalkan akulturasi budaya, termasuk budaya batik didalamnya.

Catatan Hendrik Van Gent memberi indikasi adanya pengaruh atau

pemakaian busana (batik) Jawa di Jambi disaat pertengahan abad 17. Malah Tome

Pires penulis Portugis dalam Suma Oriental menulis konon rakyat Jambi lebih

mirip orang Palembang dan orang Jawa dari pada orang Melayu. Corak Kejawaan

yang tampak dalam Kerajaan Palembang dan Jambi masih tetap terasa pada masa

Islam berabad-abad kemudian (de Graaf,1986).

Sejalan dengan perkembangan penguasaan Belanda atas Jambi, banyak

keluarga Keraton yang pindah ke Huluan Jambi (Muaro Tembesi dan Muaro

Tebo) ataupun ke Seberang Kota Jambi, sehingga pakaian batik boleh-boleh saja

dipakai rakyat kebanyakan walau pada awalnya dilakukan oleh para-para putri

bangsawan dan keluarga kerajaan.

Motif-motif Batik Jambi menurut Novra (2015:46), pada masa Kesultanan

Melayu Jambi didominasi dengan motif khas fauna dan flora yang digunakan

terbatas untuk keluarga dan lingkungan kesultanan atau masyarakat dengan

tingkat sosial tinggi. Peredaran Batik Jambi yang hanya terbatas pada kelompok

kerabat kesultanan atau kaum bangsawan menyebabkan produksinya mengalami

penuruan drastis pasca berakhirnya Kesultanan Jambi. Seperti yang diungkapkan

14

Djoemena (1990:1), ragam hias tiap masing-masing daerah umumnya sangat

dipengaruhi dan erat hubungannya dengan faktor-faktor :

1. Letak geografis daerah pembuat batik.

2. Sifat dan tata penghidupan daerah yang bersangkutan.

3. Kepercayaan dan adat istiadat yang ada di daerah yang bersangkutan.

4. Keadaan alam sekitarnya termasuk flora dan fauna.

5. Adanya kontak atau hubungan antar daerah pembatikan

Faktor tersebutlah yang membuat motif Batik Jambi sarat dengan estetika

dan filosofi akibat adanya pengaruh kearifan lokal, kondisi geografis, kebudayaan,

dan kepercayaan. Mulanya pola motif Batik Jambi dalam sedikit sejarahnya

karena letak geografisnya, memiliki pengaruh dari Arab, India dan Cina. Secara

umum motif Batik Jambi merupakan satu kesatuan dari elemen-elemen yang

terdiri atas titik, garis, bentuk warna dan tekstur. Kesatuan elemen tersebut,

mewujudkan keindahan melalaui pengulangan, pusat perhatian, keseimbangan

dan kekontrasan yang mengandung kebudayaan setempat, opini dan nilai-nilai

filosofis (Novra, 2015:47). Keunikan lain Batik Jambi juga terdapat pada

kesederhanaan motif yang tidak berangkai (ceplok-ceplok) dan berdiri sendiri-

sendiri. Menurut Novra (2015:47), penamaan motif bukan diberikan pada suatu

rangkaian bentuk. Namun dari berbagai unsur atau elemen. yang telah didesain

sedemikian rupa dan telah menjadi satu kesatuan yang utuh.

15

3. Pola Hias Pada Batik di Indonesia.

Kategori motif Batik Jambi dapat dilihat berdasarkan pengelompokan pola

hias pada batik berdasarkan bentuknya, menurut Doellah (2008:20), pola batik

terbagi atas dua kelompok besar yaitu pola geometri dan pola non- geometri.

a). Pola Hias Geometri.

Menurut Doellah (2008 :20), ragam hias yang masuk kedalam pola

geometri secara umum adalah ragam hias yang mengandung unsur-unsur

garis dan bangunan seperti garis miring, bujur sangkar, empat persegi

panjang, trapesium, belah ketupat, jajar genjang, lingkaran dan bentuk

lainnya yang disusun berulang-ulang sehingga membentuk satu kesatuan

pola.

b). Pola Hias Non-geometri.

Pola non geometri, Kusrianto (2013:153) mengutip pendapat Hamzuri

(1981) terdiri dari:

1). Motif Tumbuh-Tumbuhan Menjalar.

Dalam istilah Jawa motif menjalar disebut juga lung-lungan. Ornamen

ini memiliki ciri jenis tumbuh-tumbuhan bertipe menjalar atau merambat

dalam penggambarannya. Dalam batik klasik Jawa contohnya Cangklet

(Kusrianto, 2013:175).

16

2). Motif Tumbuhan Air.

Kelompok ini biasanya disebut motif Ganggong. Sekilas tampak seperti

ceplok namun perbedaanya terdapat pada bentuk isennya terdiri dari garis-

garis yang panjangnya sama (Kusrianto, 2013:186).

3). Motif Bunga.

Motif kelompok Bunga memiliki pola berbentuk ceploka. Ornamen yang

terdapat dalam motif ini menggambarkan bunga dari depan dan daun yang

tersususn dalam lingkaran segi empat. Dalam batik klasik Jawa contohnya

Cakrakusuma (Kusrianto, 2013 :189).

4). Motif Satwa dalam Alam.

Kelompok motif ini terdiri dari satwa/ hewan yang terdiri dari jenis

satwa air, darat maupun udara. Kelompok motif ini biasanya digunakan

dalam jenis batik Petani dimana tidak terlalu banyak filosofi yang

dimasukkan di dalamnya (Kusrianto, 2013:197).

5). Motif Alam Benda.

Alam benda merupakan perpaduan benda dan alam yang menjadi

objek. Kategori ini mengenai kehidupan yang mana meliputi apa yang

tampak dalam pengalaman kehidupan sehari-hari masyarakat yang

divisualkan dalam latar cerita dalam batik (Suciati, 2014 :24).

17

4. Ragam Motif Batik Jambi.

Berbagai penggolongan pola hias tersebut berhubungan dengan kategori

jenis motif yang terdapat di Jambi. Terbentuknya berbagai macam motif batik

Jambi tidak lain karena adanya faktor sosial budaya masyarakatnya. Pada batik

Jambi sering kali ditemukan permaknaan dari setiap visual yang dihasilkan,

biasanya makna tersebut berdasarkan karakteristik sosial, religi dan pemahaman

budaya bagi masyrakat. Dalam permaknaan filosofi Batik Jambi biasanya berisi

tentang nasehat, ajakan dan pantangan. Karakteristik sosial, kepercayaan religi

dan pemahaman budaya masyarakat yang berlaku secara umum sedikit banyak

mampu membantu dalam pemberian makna dari Batik Jambi. Menurut buku

Filosofi Batik Jambi (2013), beberapa motif tradisi lama Batik Jambi yang

memiliki permaknaan yang telah dikenal dimasyarakat Jambi, berikut:

a). Tampuk Manggis

Motif ini terbentuk karena adanya inspirasi dari buah manggis yang

merupakan buah yang memang banyak terdapat di lingkungan masyarakat Jambi.

Pada dasarnya motif yang tercipta tidak lepas dari pengaruh alam (geografis) dan

lingkungan sosial masyarakat tersebut berada. Makna yang terkandung dari motif

ini perlambangan mengenai ketulusan hati.

18

Gambar 1: Motif Tampuk Manggis

Sumber:http://umzaragallery.wordpress.com.

b). Kapal Sanggat

Motif kapal Sanggat dipahami sebagai motif kapal yang tidak dapat

melanjutkan perjalanan karena tersangkut sesuatu benda. Motif ini lebih terlihat

sebagai sebuah peringatan kepada kelompok sosial masyarakat. Berisi nasihat

agar menjadi sesorang hendaknya bersabar dan juga sebagai tanda agar jangan

bertentangan kepada sang Maha Pencipta .

Gambar 2: Motif Kapal Sanggat

Sumber: http://gpswisataindonesia.blogspot.com.

19

c). Durian Pecah

Motif ini digambarkan dengan buah durian yang terbelah dua berbentuk

simetris. Keistimewaan buah durian menjadi sumber inspirasi dan filosofi bagi

hidup dan kehidupan masyarakat Jambi. Permaknaannya adalah hendaknya

menjaga sesuatu yang dahulunya sudah baik agar jangan sampai menjadi rusak.

Kesimpulannya bahwa sebagai manusia jika ia seorang pemimpin maka haruslah

memiliki sifat tegas, amanah, kuat dalam pendirian dan membawa berkah bagi

orang lain, seperti halnya buah durian itu sendiri.

Gambar 3: Motif Durian Pecah

Sumber: http://gpswisataindonesia.blogspot.com.

d). Merak Ngeram

Motif ini digambarkan dengan seekor burung merak yang sedang

mengerami telurnya. Pada motif ini mengandung arti tanggung jawab dan rasa

kasih sayang seorang ibu. Lebih tepatnya sosok seorang ibu adalah hal yang

paling penting dan dihormati bagi seorang anak.

20

Gambar 4: Motif Merak Ngeram.

Sumber: http://gpswisataindonesia.blogspot.com.

e). Angso Duo

Angso Duo merupakan motif yang mengandung nilai historis dalam sejarah

Kota Jambi sendiri. Motif ini digambarkan dengan berbagai variasi dari dua ekor

angsa. Cerita Angso Duo dikisahkan dalam legenda Angso Duo, untuk

menemukan tanah pilih dibutuhkan kesabaran oleh sosok orang Kayo Hitam.

Motif ini memiliki kandungan pesan yang cukup mendalam akan kegigihan dan

kesabaran dalam berusaha serta keselarasan antara sesama mahluk ciptaan Tuhan

Yang Maha Esa.

Gambar 5: Motif Angso Duo.

Sumber: http:// gpswisataindonesia.blogspot.com.

21

f). Kuwau Berhias

Motif ini terinspirasi oleh pengrajin batik dari binatang unggas bernama

Kuwau. Pada penggambarannya Kuwau Berhias tampak seperti burung sedang

bercermin mengepakkan sayap. Motif ini memiliki filosofi sebagai pengenalan

pada diri sendiri dan intropeksi dengan mengetahui kekurangan dan kelebihan

pribadi. Kita bisa memperbaiki kelemahan dan kekurangan yang ada, karena pada

diri manusia tidak ada yang sempurna.

Gambar 6: Motif Kuwau Berhias

Sumber: http://jambiindo.blogspot.com.

g). Riang-Riang

Nama motif Riang-Riang diambil dari nama hewan jenis serangga (Tibicen

linnei). Memiliki bentuknya kecil dan dapat diterbang mengeluarkan suara

nyaring namun memiliki bentuk sayap yang indah. Pesan yang terkandung dari

motif ini adalah sebagai manusia harus biasa memberikan manfaat bagi orang

lain, karena sebagai manusia memberikan adalah hal yang paling sebaik-baiknya

dilakukan.

22

Gambar 7: Motif Riang-Riang.

Sumber: http://batikjambihenslily.blogspot.com.

h). Batanghari

Penggambaran dalam motif ini berdasarkan bentuk bentang alam di wilyah

Jambi yaitu berupa sungai yang bernama Batanghari. Sungai Batanghari

merupakan ikon kebanggaan Jambi karena merupakan sungai yang terpanjang di

pulau Sumatera. Terinspirasi oleh keindahan alam lekuk liku jeram sungai

Batanghari yang penggambarannya visualnya mengambil bentuk sulur-sulur

tanaman. Makna filosofi yang terkandung menunjukkan tentang liku-liku

kehidupan yang mana hendaklah mengikuti sebagaimana keseimbangan alam.

Dalam sebuah kehidupan hendaknya untuk terus berupaya berusaha karena

hidup seseorang berbeda-beda. Berpegang pada poros kehidupan yaitu ditangan

oleh Yang Maha Kuasa.

23

Gambar 8: Motif Batanghari.

Sumber: http://batikjambihenslily.blogspot.com.

i). Bungo Kaco Piring

Motif ini penggambarannya terinspirasi dari pada masa penjajahan Belanda

banyak piring kaca yang beredar diwilayah Jambi. Pada bagian dasar piring

tersebut terdapat motif yang menyerupai Bungo Kaco Piring. Makna filosofi

yang terkandung adalah penggambaran hati yang lapang dan bersih dalam setiap

karya dan karsa sekecil apapun itu.

Gambar 9: Motif Bungo Kaco Piring.

Sumber: http://batikjambihenslily.blogspot.com.

24

j). Daun Keladi

Motif ini penggambarannya terinspirasi alam sekitar yaitu daun keladi atau

daun talas. Makna filosofi yang terkandung di dalamnya adalah mengenai

kerjasama, kuat dan kesetiakawanan. Penggambaran daun keladi juga memiliki

arti agar menjadi orang teguh menepati janji (dapat dipercaya).

Gambar 10: Motif Daun Keladi.

Sumber: http://donydarmawanputra.blogspot.com.

k). Bungo Kangkung

Motif ini penggambarannya terinspirasi dari tumbuhan kangkung yang

hidup menjalar. Makna filosofi yang terkandung di dalamnya adalah tentang

sebuah perjuangan hidup yang pantang menyerah untuk mencapai cita-cita dan

sikap yang arif untuk menyelesaikan setiap persoalan yang datang di kehidupan

agar bisa berjalan semestinya.

25

Gambar 11: Motif Bungo Kangkung.

Sumber: https://sumatfeet.files.wordpress.com.

l). Bungo Tanjung

Motif Bungo Tanjung merupakan jenis tumbuhan yang memiliki ciri khas

bunganya harum semerbak dengaan bentuk pohon yang rindang. Makna filosofi

dari motif ini bahwa menjadi seorang pemimpin hendaknya menjadi seorang

bijaksana dan dapat dipercaya setiap tutur katanya.

Gambar 12: Motif Bungo Tanjung.

Sumber: https://sumatfeet.files.wordpress.com.

26

m). Bungo Melati

Penggambaran motif ini terinspirasi dari bentuk bunga Melati yang dikenal

sebagai lambang kecantikan, kesucian, dan keteguhan hati seorang gadis dalam

kisahnya. Memiliki makna filosofi mengenai kesucian cinta, tentang rasa syukur

dan juga untuk menjadi pribadi yang saling berbagi dan bekerja sama.

Gambar 13: Motif Bungo Melati.

Sumber : https://sumatfeet.files.wordpress.com.

n). Kepak Lepas

Motif ini wujudnya hampir menyerupai motif Garuda. Dalam

penggambarannya bentuknya simetris dan ditengah motif terdapat ornamen lain

seperti dedaunan. Kepak Lepas sendiri merupakan kiasan dalam ungkapan

perasaan. Kandungan makna yang lebih jauh adalah sebuah rekaman gejala

lingkungan masyarakat pada saat itu. pesan yang terkandung di dalamnya adalah

hendaknya kita sebagai manusia haruslah berusaha selalu waspada dalam menjaga

diri dan mensyukuri dari segala apapun yang telah diberikan Allah SWT.

27

Gambar 14: Motif Kepak Lepas.

Sumber: http://artalentalleart.blogspot.com.

5. Penggolongan Batik Jambi

Mengenai penggolongan Batik Jambi berdasarkan sumber data

Desperindag (1990:4), karena adanya perkembangan pada kain Batik Jambi

digolongan menjadi 3 (tiga) golongan yaitu :

1). Kain Batik Tradisional.

Pada kain Batik Tradisional Jambi memiliki ciri dari segi teknik yaitu

batik tulis, pewarnaan dan diisi dengan motif-motif khas Jambi. Motif–motif

yang digunakan dalam batik tradisional merupakan motif khas yang bisa

juga dikatakan motif warisan turun temurun. Menurut Desperindag Kota

Jambi (1990), jenis kain yang dihasilkan pada Batik Jambi terdiri dari Kain

Panjang, Selendang dan Kain Sarung .Pada motif Batik Jambi biasanya

memiliki ciri motif tali air pada pinggirannya dan hiasan motif pucuk

rebung di bagian pembatas kain, maupun kedua ujung kainnya dibuat

berhadapan. Jika diamati secara cermat motif batik tradisional Jambi

memiliki makna yang melatar belakangi proses penciptaanya. Para kreator

28

menciptakan makna filosofi dalam bentuk berupa lambang tetapi

perwujudan makna tersebut sulit untuk dipahami generasi sekarang.

Pewarnaan dalam batik tradisional Jambi memiliki keunikan tersendiri

karena menggunakan zat pewarna alam yaitu Kayu Lambato, Kayu

Ramelang, Nilo dan lain sebagainya. Warna alam di sini memberikan kesan

yang sangat berbeda karena memiliki ciri warna yang lebih tua dan cerah

terlihat pekat karena efek warna bertumpuk seringkali dikatakan warna

klasik oleh orang Jambi. Pada pola komposisi motifnya biasanya memiliki 1

(satu) karakter motif utama dan diikuti motif pendukung maupun isen-isen

khas Batik Jambi.

2). Kain Batik Modern.

Pada Batik Modern Jambi memiliki ciri dari segi teknik pengerjaanya

lebih bebas menggunakan teknik kombinasi tulis dan cap maupun lukis.

Dilihat dari segi pewarnaannya cenderung lebih bebas dan lebih cerah dari

warna tradisional, dalam menggunakan jumlah warna dan sering kali

ditemukan banyak menggunakan zat warna sintetis seperti Indigosol dan

Naptol. Menurut Desperindag Kota Jambi (1990), motif-motif yang

digunakan dalam batik modern Jambi biasanya banyak dijumpai memiliki

motif utama berjumlah 2 hingga 3 yang dikomposisikan menjadi alur cerita,

untuk motif pendukung jenisnya lebih beragam dan bebas berkreasi.

3). Kain Batik Lukis

Kain Batik Tulis Jambi merupakan jenis pengembangan baru yang

ternyata telah lama namun kini masih sulit dijumpai. Ciri batik tulis yang

terlihat jelas dari segi teknik pembatikannya menggunakan media bebas untuk

29

berkreasi seperti canting, kuas dan lainnya yang disatu padukan. Pewarnaan

yang digunakan sama seperti batik modern menggunakan zat warna sintetis

dan dengan jumlah warna yang bebas.

Gambar Bagan 1 : Penggolongan Batik Jambi.

B. Teori dan Kerangka Pikir

1. Teori

Untuk menjawab permasalahan penelitian ini maka teori yang digunakan

sebagai landasan dalam pengkajian visual motif Kapal Sanggat dan permaknaan

motif Kapal Sanggat yang akan dilihat dari sudut pandang latar belakang

Batik Tradisional

Batik Modern

Batik Lukis

-Memiliki ciri khas dengan penggunaan Zat warna Alam

dengan warna terlihat lebih tua dan cerah pekat (klasik) dan

tidak banyak menggunakan jumlah warna.

-Teknik Batik Tulis

- Biasanya terdiri dari 1 tokoh Karakter Motif Utama

Sinettis

-Memiliki ciri khas Zat warna Sintetis, jumlah warna yang

digunakan bebas, warna terlihat cerah dan memiliki warna

yang lebih banyak dalam satu latar.

-Teknik Batik Tulis maupun kombinasi Teknik cap

- Biasanya memiliki lebih dari 2 tokoh Karakter Motif

Utama

Sinettis

- Memiliki ciri khas Zat warna Sintetis, jumlah warna yang

digunakan bebas, warna terlihat cerah dan memiliki warna

yang lebih banyak dalam satu latar.

-Teknik Batik menggunakan media gambar lebih bebas

seperti canting, kuas dan lainnya.

- Memiliki karakter utama lebih bebas dalam kreasinya

Sinettis

30

belakang sosial budaya masyarakat Jambi menggunakan dua jenis teori yaitu teori

desain dan teori antropologi seni.

1). Teori Desain

Teori Desain yang digunakan untuk mengkaji perwujudan dari motif Kapal

Sanggat yang mana dapat dilihat dari segi visual motif Kapal Sanggat yang

terdapat pada batik Jambi yang kini sedang beredar di pasaran. Dikutip dari buku

Tinjauan Desain Tekstil oleh Nanang rizali yaitu mengenai :

Desain mempunyai beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan, sehingga

pada akhirnya akan dicapai suatu kesatuan (unity) secara menyeluruh.

Untuk mencapai suatu kesatuan (unity) organisasi yang baik, sebuah desain

memiliki unsur, kriteria dan prinsip yang perlu mendapat perhatian dari

seorang desainer (Rizali,2006:43).

Desain pada hakikatnya adalah proses usaha kreatif untuk memenuhi

tuntutan kebutuhan manusia. Dalam pemenuhan kebutuhan rohani dan

jasmaninya desain mempunyai hubungan dengan berbagai faktor seperti

ekonomi, sosial ,budaya, teknologi, estetika dan lain-lain. Sehingga suatu

produk diharapkan dapat memenuhi tuntutan pemakai, pasar dan

pembelinya (Rizali,2006 :40)

Kriteria dan prinsip desain adalah irama, keseimbangan, pusat

perhatian/emphasis khususnya pada desain tekstil.

a). Irama, pada bidang seni rupa terbentuk karena adanya pengulangan

(repetition) dan gerakan (movement). Pengualangan diwujudkan melalui

warna dan nada bidang/bentuk, garis dan tekstur (Rizali, 2006: 43).

b). Keseimbangan, suatu kondisi atau kesan optis,t entang kesan berat,

tekanan, tegangan dan kestabilan. Pada sebuah desain terdapat dua

keseimbangan yaitu kesimbangan simetris dan asimetris. Keseimbangan

simetris tipe sederhana dan nyata sedangkan asimetris suatu kontrol visual

dan kontras kesimbangan dirasakan antara bagian bidang gambar (Rizali,

2006: 45).

31

c). Pusat Perhatian, Bagian yang mendominasi pada desain dalam suatu

ukuran susunan akan menciptakan tema pokok. Pada desain tekstil pusat

perhatian ini lebih dikenal dengan eye catchers yang terwujud oleh motif

dan warna serta tekstur (Rizali, 2013: 47).

Adapun unsur-unsur desain tekstil diantaranya, garis, bentuk, warna dan

tekstur :

a). Garis, merupakan pertemuan beberapa titik. Pada dasarnya garis terbagi

dua jenis yaitu Garis yang bersifat grafis (calligraphic mark) dan garis

yang bersifat/menjadi pengikat ruang, massa, warna bentuk (structural line)

(Rizali, 2006: 49).

b). Bentuk, sebuah garis yang dihubungkan-hubungkan akan membentuk

suatu daerah yang disebut bentuk. Pada desain tekstil bentuk dikaitkan pada

motif, pola atau ragam hias (Rizali, 2006: 52).

c). Warna, penggunaan warna memberikan ciri karakter pada sebuah desain

misalnya monokromatik untuk pakaian dengan bahan kain tipis (Rizali,

2006: 54).

d). Tekstur, pada desain tekstil tekstur dibentuk melalui penciptaan dari

desain struktur misalnya melalui proses pertenunan. Adapun teknik lainnya

yang memberikan tekstur pada kain seperti, ikat celup, raster,embos dan

brush stroke.

2). Antropologi Seni

Untuk mengetahui mengenai lebih dalam dari makna filosofi motif Kapal

Sanggat dapat dilihat melalui latar belakang sosial budaya masyarakat Jambi

32

untuk itu menggunakan teori antropologi. Teori antropologi tidak terbatas pada

pembahasan teori secara spesifik, tetapi cakupannya lebih luas, antropologi

membahas tentang siklus kehidupan manusia, alam, budaya dan pada akhirnya

sampai pada kesenian/seni (hasil-hasil karya seni) (Sudira, 2005:69). Meninjau

kembali antropologi dari konteks budaya, bahwa ruang lingkup antropolog

umumnya mencakup juga cara berpikir dan cara berperilaku yang telah

merupakan ciri khas suatu bangsa atau masyarakat tertentu (Ihromi,1969:7).

Khususnya dibidang seni, dalam kajian antropologi budaya akan melihat karya

seni yang dihasilkan oleh manusia, seperti karya-karya seni yang dibuat pada

masa prasejarah, sejarah, primitif, tradisional, termasuk karya yang berhubungan

dengan teknologi ( Sudira, 2005:71).

Antropologi Seni berkembang di dalam disiplin (ilmu) antropologi sebagai

salah satu pendekatan yang digunakan dalam penelitian untuk mengkaji secara

khusus fenomena seni suatu masyarakat (Rahim, 2009:5). Pendekatan antropologi

seni melihat seni sebagai produk karya yang merupakan hasil dari proses teknis

yang dikuasai oleh seseorang dalam suatu masyarakat sebagai seniman. Perhatian

Antropologi seni terutama mengkaji kemampuan dan kemahiran seniman dalam

menuangkan gagasannya melalui media menjadi suatu produk karya seni, yang

baik indah ataupun tidak, adalah menjadi bagian dari satu-kesatuan kegiatan

dalam masyarakatnya. Ada tiga unsur yang terdapat dalam seni secara umum:

unsur karya, unsur seniman dan unsur publik seni. Ketiganya saling berkait dalam

satu kesatuan di dalam konteks tertentu ( Rahim, 2009:6).

33

Gambar Bagan 2 : Kerangka Sederhana Unsur-unsur Seni

Berikut unsur dalam kajian antropologi seni :

1). Unsur benda seni (karya) .

Benda seni merupakan bagian kajian utama dari estetika persoalan

kebentukan, dan persoalan indah-tak indahnya karya tersebut. Menurut

Rahim (2009:50), meskipun demikian, unsur karya seni sebagai sebuah

produk yang mewujud dalam bentuk tertentu juga menjadi penting adanya

dalam antropologi seni, sebab ia menjadi penanda awal dimungkinkannya

kelanjutan proses pengkajian dan analisa dalam suatu penelitian bagi para

antropolog terhadap seniman sebagai pencipta karya tersebut. Benda seni

yang dimaksud dalam penelitian ini adalah motif batik yang mengandung

unsur Kapal Sanggat. Pada kajian ini visual dari motif Kapal Sanggat

akan dikaji dari persoalan estetika bentuknya.

2). Unsur Publik Seni.

yaitu sekumpulan orang yang, baik secara khusus ataupun tidak,

‘mengkonsumsi’ karya seni (Rahim, 2009:50). Unsur ini merupakan

bagian kajian utama dari sosiologi (seni). Tetapi bagaimanapun unsur

publik juga secara tak langsung menjadi aspek lain yang diperhatikan para

antropolog dalam penelitiannya. Publik seni, adalah unsur yang kemudian

menerima, mengapresiasi bahkan memesan suatu karya yang diciptakan

oleh seniman. Dengan demikian ia sedikit-banyak memberi pengaruh bagi

seniman dalam mencipta karya, sehingga menjadi relevan pula dalam

konteks

Seniman Benda Seni Publik

34

kajian antropologi seni. Dalam kajian motif Kapal Sanggat , publik seni

berasal dari para penikmat batik terutama adanya pengaruh suatu karya

seniman tersebut terhadap permintaan konsumen.

3). Unsur Seniman.

Seniman adalah pencipta karya seni yang baik diterima ataupun tidak oleh

masyarakatnya, karya ciptaannya tersebut merupakan bagian dari produk

sosial juga, yang sedikit-banyak dipengaruhi lingkungan serta

masyarakatnya (Rahim, 2009:50). Unsur seniman merupakan kajian utama

dalam antropologi seni, yang tentu saja kaitannya dengan karya seni yang

diciptakannya. Ketiga unsur seni yang tersebut di atas merupakan unsur-

unsur terpenting yang menjadi perhatian antropolog dalam penelitiannya.

Hanya saja perbandingannya tentu berbeda-beda bergantung pada tujuan

dan kepentingan si peneliti dalam penelitian. Hal lain yang juga penting

diperhatikan dalam sebuah penelitian antropologi seni adalah unsur

konteks, yaitu persoalan kapan dan dimana objek penelitian muncul dan

berada, serta kapan dan dimana peneliti seharusnya melakukan kajian yang

tepat.

Dengan teori-teori diatas , penelitian ini diharapkan dapat membawa kajian

motif Kapal Sanggat kedalam kajian visual dengan menggunakan pendekatan

desain dan kajian latar belakang budaya sosialnya yang mana menggunakan teori

antropologi seni. Dalam antropologi seni akan membahas motif Kapal Sanggat

dari 3 unsur yaitu berupa produk batik, kaitannya dengan publik dan seniman

yang membuatnya. Ketiga hal tersebut akan membuahkan temuan-temuan yang

35

terjadi dimasyarakat Jambi khususnya untuk batik dengan motif Kapal Sanggat

ini.

2. Kerangka Pikir

Gambar Bagan 3. Kerangka Pikir

Penggunaan kerangka pikir bertujuan untuk memfokuskan proses kajian

yang akan dilaksanakan atau yang telah dilaksanakan. Kajian motif Kapal Sanggat

kini menjadi latar belakang masalah pada awal penelitian. Setelah menentukan

latar belakang masalah, kemudian dibentuk perumusan masalah. Perumusan

masalah pertama membahas bagaimana latar belakang sosial budaya, perwujudan

motif Kapal Sanggat dan makna motif Kapal Sanggat itu sendiri.

Pada tahapan pertama yaitu berdasarkan latar belakang sosial budaya motif

Kapal Sanggat, sosial budaya disini akan dilakukan analisa menggunakan teori

antropologi seni yang mana kajian antropologi seni terdiri unsur karya nya berupa

motif Batik Kapal Sanggat, kemudian unsur publik seni sebagi penikmat seni dan

Latar Belakang sosial

budaya motif Kapal

Sanggat

Ekonomi

Makna

Motif Kapal

Sanggat

Perwujudan motif

Batik Kapal Sanggat

Teori

Antropologi

Seni

Motif Batik Kapal

Sanggat

Teori

Desain

36

terakhir unsur seniman yaitu sang kreator pencipta karya. Permasalahan kedua

yaitu mengenai perwujudan motif Kapal Sanggat yang akan dilakukan

pengkajian visual menggunakan teori desain yang terdiri dari unsur-unsur desain

dan prinsip desain. Pada permasalahan terakhir yaitu makna dari motif Kapal

Sanggat, makna yang timbul di sini berasal dari apa yang telah dilihat dari sisi

antropologi seni dan hasil yang ditemukan dari penganalisaan terhadap visual

desainnya. Dari hasil dua teori tersebut akan menjadikan suatu hasil kesimpulan

mengenai makna yang terkandung dari motif Kapal Sanggat.