bab ii rawat gabung.pdf

19
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Rawat Gabung 1.1 Pengertian Rawat gabung adalah suatu cara perawatan dimana ibu dan bayi yang baru dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan di tempatkan dalam sebuah ruangan kamar atau tempat bersama-sama selama 24 jam penuh dalam seharinya (Maryuni, 2009; Rukiyah, 2010). 1.2 Tujuan rawat gabung Tujuan rawat gabung adalah agar ibu dapat menyusui bayinya sedini mungkin kapan saja dibutuhkan, ibu dapat melihat dan memahami cara perawatan bayi yang benar seperti yang dilakukan oleh petugas, ibu mempunyai pengalaman dalam merawat bayinya sendiri selagi ibu masih di rumah sakit dan ibu memperoleh bekal keterampilan merawat bayi serta menjalankannya setelah pulang dari rumah sakit. Rawat gabung juga memungkinkan suami dan keluarga dapat terlibat secara aktif untuk mendukung dan membantu ibu dalam menyusui dan merawat bayinya secara baik dan benar, selain itu ibu mendapatkan kehangatan emosional karena ibu dapat selalu kontak dengan buah hati yang sangat dicintainya, demikian pula sebaliknya bayi dengan ibunya (Maas, 2004; Mappiwali, 2008). Universitas Sumatera Utara

Upload: feri-fadli

Post on 16-Nov-2015

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

    1. Konsep Rawat Gabung

    1.1 Pengertian

    Rawat gabung adalah suatu cara perawatan dimana ibu dan bayi yang baru

    dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan di tempatkan dalam sebuah ruangan kamar

    atau tempat bersama-sama selama 24 jam penuh dalam seharinya (Maryuni, 2009;

    Rukiyah, 2010).

    1.2 Tujuan rawat gabung

    Tujuan rawat gabung adalah agar ibu dapat menyusui bayinya sedini mungkin

    kapan saja dibutuhkan, ibu dapat melihat dan memahami cara perawatan bayi

    yang benar seperti yang dilakukan oleh petugas, ibu mempunyai pengalaman

    dalam merawat bayinya sendiri selagi ibu masih di rumah sakit dan ibu

    memperoleh bekal keterampilan merawat bayi serta menjalankannya setelah

    pulang dari rumah sakit. Rawat gabung juga memungkinkan suami dan keluarga

    dapat terlibat secara aktif untuk mendukung dan membantu ibu dalam menyusui

    dan merawat bayinya secara baik dan benar, selain itu ibu mendapatkan

    kehangatan emosional karena ibu dapat selalu kontak dengan buah hati yang

    sangat dicintainya, demikian pula sebaliknya bayi dengan ibunya (Maas, 2004;

    Mappiwali, 2008).

    Universitas Sumatera Utara

  • 1.3 Syarat ibu dan bayi yang dapat di rawat gabung

    Bayi dan ibunya yang dapat dirawat gabung harus memenuhi syarat atau

    kriteria antara lain : usia kehamilan >34 minggu dan berat lahir >1800 gram

    (berarti berarti refleks menelan dan menghisapnya sudah membaik), nilai APGAR

    pada lima menit pertama minimal 7, tidak ada kelainan kongenital yang

    memerlukan perawatan khusus, tidak ada trauma lahir atau morbiditas lain yang

    berat, dan bayi yang lahir dengan sectio caesarea yang menggunakan pembiusan

    umum, rawat gabung dilakukan setelah ibu dan bayi sadar, misalnya 4-6 jam

    setelah operasi selesai. Apabila pembiusan secara spinal, bayi dapat segera

    disusui. Apabila ibu masih mendapat infus, bayi tetap dapat disusui dengan

    bantuan petugas, dan ibu dalam keadaan sehat (Prawirohardjo, 2008; Maryuni,

    2009).

    1.4 Kontraindikasi Rawat Gabung

    Kegiatan rawat gabung dimulai sejak ibu bersalin di kamar bersalin dan di

    bangsal perawatan pasca persalinan. Akan tetapi, tidak semua bayi atau ibu dapat

    segera dirawat gabung. Ibu yang tidak dapat melaksanakan rawat gabung adalah

    ibu dengan kelainan jantung yang ditakutkan menjadi gagal jantung, ibu dengan

    preklamsia dan eklamsia berat, ibu dengan penyakit akut yang berat, ibu dengan

    karsionoma payudara, dan ibu dengan psikosis. Sedangkan bayi yang tidak dapat

    di rawat gabung adalah bayi dengan berat lahir sangat rendah, bayi dengan

    kelainan kongenital yang berat, bayi yang memerlukan observasi atau terapi

    khusus (bayi kejang, sakit berat) (Prawirohardjo, 2008).

    Universitas Sumatera Utara

  • 1.5 Manfaat Rawat Gabung

    Kontak dini antara ibu dan bayi yang telah dibina sejak dari kamar bersalin

    seharusnya tetap dipertahankan dengan merawat bayi bersama ibunya. Secara

    fisik, rawat gabung bermanfaat memudahkan ibu untuk menjangkau bayinya

    untuk melakukan perawatan sendiri dan menyusui setiap saat, kapan saja bayinya

    menginginkan. Perawatan sendiri dan menyusui sedini mungkin, akan

    mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi silang dari pasien lain atau petugas

    kesehatan (Mappiwali, 2008; Suradi dan Kristina, 2004).

    Secara fisiologis, rawat gabung memberikan kesempatan pada ibu untuk

    dekat dengan bayinya, sehingga bayi dapat segera disusui dan frekuensi ibu

    memberi ASI akan lebih sering. Proses ini merupakan proses fisiologis yang

    alami, di mana bayi mendapat nutrisi alami yang paling sesuai dan baik. Hal ini

    akan menimbulkan refleks prolaktin yang akan memacu proses produksi ASI.

    Selain itu, ibu dengan menyusui akan mengalami refleks oksitosin yang akan

    membantu proses fisiologis involusi rahim (Mappiwali, 2008; Suradi dan

    Kristina, 2004).

    Secara psikologis, Ibu dan bayi akan segera terjalin proses lekat (early

    infant-mother bonding) karena adanya sentuhan badan antara ibu dan bayinya.

    Hal ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan psikologis bayi

    karena kehangatan tubuh ibu merupakan stimulasi mental yang mutlak

    dibutuhkan oleh bayi (Mappiwali, 2008; Suradi dan Kristina, 2004). Rawat

    gabung juga akan memberikan kepuasan pada ibu karena ibu dapat

    melaksanakan tugasnya sebagai seorang ibu dalam memenuhi kebutuhan nutrisi

    bagi bayinya dan keadaan ini akan memperlancar produksi ASI karena seperti

    Universitas Sumatera Utara

  • telah diketahui, refleks let-down bersifat psikosomatis. Sebaliknya bayi akan

    mendapatkan rasa aman dan terlindung, merupakan dasar bagi terbentuknya rasa

    percaya pada diri anak. Ibu akan merasa bangga karena dapat menyusui dan

    merawat bayinya sendiri dan bila suaminya berkunjung, akan terasa adanya suatu

    ikatan kesatuan keluarga (Prawirohardjo, 2008).

    Secara edukatif, ibu akan diajari cara menyusui yang benar, cara merawat

    payudara, merawat tali pusat, memandikan bayi (Mappiwali, 2008).

    Keterampilan ini diharapkan dapat menjadi modal bagi ibu untuk merawat bayi

    dan dirinya sendiri setelah pulang dari rumah sakit dan di samping pendidikan

    bagi ibu, dapat juga dipakai sebagai sarana pendidikan bagi keluarga, terutama

    suami, dengan cara mengajarkan suami cara merawat ibu dan bayi. Suami akan

    termotivasi untuk memberi dorongan moral bagi istrinya agar mau menyusui

    bayinya (Prawirohardjo, 2008).

    Secara ekonomi, rawat gabung memungkinkan ibu untuk memberikan ASI

    sedini mungkin. Bagi rumah bersalin terutama rumah sakit pemerintah, hal

    tersebut merupakan suatu penghematan anggaran pengeluaran untuk pembelian

    susu formula, botol susu, dot serta peralatan lain yang dibutuhkan. Lama

    perawatan ibu menjadi lebih pendek karena involusi rahim terjadi lebih cepat dan

    infeksi nosokomial dapat dicegah atau dikurangi, berarti penghematan biaya bagi

    rumah sakit maupun keluarga ibu (Mappiwali, 2008; Suradi dan Kristina, 2004).

    Secara medis, pelaksanaan rawat gabung akan menurunkan terjadinya

    infeksi nosokomial pada bayi serta menurunkan angka morbiditas dan mortalitas

    ibu maupun bayi (Mappiwali, 2008; Prawirohardjo, 2008).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2. Konsep Pasca Salin

    2.1 Defenisi Pasca Salin

    Pasca salin atau yang sering disebut masa nifas (puerperium) adalah masa

    pulih kembali seperti sebelum hamil, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat

    kandungan kembali seperti sebelum hamil dan lama masa nifas yaitu 6-8 minggu

    (Mochtar, 1998). Bobak (2004) menyatakan bahwa periode pasca salin adalah

    masa enam minggu sejak bayi baru lahir sampai organ-organ reproduksi kembali

    ke keadaan normal sebelum hamil.

    2.2 Adaptasi Fisiologis Pasca Salin

    Perubahan fisiologis yang terjadi sangat jelas, walaupun dianggap normal,

    dimana proses proses pada kehamilan berjalan terbalik. Perubahan fisiologis

    yang terjadi antara lain (Bobak, 2004) :

    2.2.1. Sistem reproduksi

    Uterus akan mengalami suatu proses kembali ke keadaan sebelum hamil

    setelah melahirkan yang disebut involusi. Proses ini dimulai segera setelah

    plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos. Uterus yang pada waktu hamil

    penuh beratnya 11 kali berat sebelum hamil, berinvolusi menjadi kira-kira 500

    gram dalam satu minggu setelah melahirkan dan berada di dalam panggul sejati

    lagi.

    Servik menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. Delapan belas (18)

    jam pascapartum, servik memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan

    kembali ke bentuk semula.

    Universitas Sumatera Utara

  • Estrogen pascapartum yang menurun berperan dalam penipisan mukosa

    vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat teregang akan kembali

    secara bertahap ke ukuran sebelum hamil, 6-8 minggu setelah bayi lahir..

    Apabila wanita memilih untuk tidak menyusui dan tidak menggunakan

    obat antilaktogenik, kadar prolaktin akan turun dengan cepat. Sekresi dan ekskresi

    colostrum menetap selama beberapa hari pertama setelah wanita melahirkan.

    Ibu yang menyusui ketika laktasi terbentuk, teraba suatu masa (benjolan),

    tetapi kantong susu yang terisi berubah posisi dari hari ke hari. Sebelum laktasi

    dimulai, payudara teraba lunak dan suatu cairan kekuningan, yakni colostrum

    dikeluarkan dari payudara.

    2.3 Adaptasi Psikologis Pasca Salin

    Periode pasca salin menggambarkan suatu waktu stress emosional bagi ibu

    baru dan menjadi lebih sulit dengan perubahan fisiologis besar yang terjadi.

    Adaptasi psikologis setelah melahirkan menurut Rubin (1997, dalam Stright,

    2004; Maryuni, 2009) mengatakan bahwa ibu akan melalui fase-fase sebagai

    berikut :

    a. Fase Taking-In

    Fase ini merupakan periode ketergantungan dimana ibu mengharapkan

    segala kebutuhannya dipenuhi orang lain. Fase ini berlangsung 1-2 hari setelah

    melahirkan, ibu biasanya lebih mudah tersinggung dan cenderung bersifat pasif

    terhadap lingkungannya disebabkan faktor kelelahan; energi difokuskan pada

    Universitas Sumatera Utara

  • perhatian tubuhnya. Ibu akan sering mengulang kembali pengalaman persalinan

    dan melahirkan.

    b. Fase Taking-Hold

    Fase ini berlangsung 3-10 hari setelah melahirkan, ibu menaruh perhatian

    pada kemampuannya untuk menjadi orangtua yang berhasil dan menerima

    peningkatan tanggung jawab terhadap bayinya. Ibu berfokus pada pengembalian

    kontrol terhadap fungsi tubuhnya, fungsi usus, kandung kemih, kekuatan, dan

    daya tahan. Ibu juga berusaha untuk terampil dalam perawatan bayi baru lahir

    (misalnya, memeluk, menyusui ASI atau dengan botol, memandikan, atau

    mengganti popok).

    c. Fase Letting-Go

    Fase ini umumnya terjadi setelah ibu baru kembali ke rumah. Ibu sudah

    menerima tanggung jawabnya untuk merawat bayinya dan ibu sudah harus

    mampu beradaptasi terhadap kebutuhan ketergantungan bayinya dan beradaptasi

    terhadap penurunan otonomi, kemandirian dan interaksi sosial.

    3. Konsep Air Susu Ibu (ASI)

    3.1 Defenisi

    Air Susu Ibu adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktose dan

    garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu, sebagai

    makanan utama bagi bayi (Kristiyanasari, 2009).

    Universitas Sumatera Utara

  • 3.2 Fisiologi Laktasi

    Laktasi atau menyusui adalah suatu proses produksi/pembentukan ASI

    (refleks prolaktin) dan pengeluaran ASI (refleks let down) (Suradi dan Kristina,

    2004). Pembentukan ASI (refleks prolaktin) dimulai sejak kehamilan. Pada masa

    kehamilan terjadi perubahan-perubahan payudara terutama besarnya payudara,

    yang disebabkan oleh adanya proliferasi sel-sel duktus laktiferus dan sel-sel

    kelenjar pembentukan ASI serta lancarnya peredaran darah pada payudara. Proses

    proliferasi ini dipengaruhi oleh hormon-hormon yang dihasilkan oleh plasenta

    yaitu laktogen, prolaktin, kariogona dotropin, estrogen dan progesteron (Maryuni,

    2009). Selama kehamilan, hormon prolaktin dari plasenta meningkat tetapi ASI

    biasanya belum keluar karena dihambat oleh kadar estrogen yang tinggi (Suradi

    dan Kristina, 2004).

    Setelah persalinan, kadar estrogen dan progesteron menurun dengan

    lepasnya plasenta, sedangkan prolaktin tetap tinggi sehingga tidak ada lagi

    hambatan terhadap prolaktin oleh estrogen. Hormon prolaktin ini merangsang sel-

    sel alveoli yang berfungsi untuk membuat air susu (Maryuni, 2009).

    Produksi prolaktin yang berkesinambungan disebabkan oleh bayi yang

    selalu menyusui. Prolaktin akan berada di peredaran darah selama 30 menit

    setelah dihisap, sehingga prolaktin dapat merangsang payudara menghasilkan ASI

    untuk minum berikutnya. Sedangkan untuk minum yang sekarang, bayi

    mengambil ASI yang sudah ada. Makin banyak ASI yang dikeluarkan dari gudang

    ASI (sinus laktiferus), makin banyak produksi ASI atau dengan kata lain, makin

    sering bayi menyusui makin banyak ASI diproduksi (IDAI, 2008).

    Universitas Sumatera Utara

  • Pengeluaran ASI merupakan suatu interaksi yang kompleks antara

    rangsangan mekanik, saraf dan bermacam-macam hormon. Proses pelepasan ASI

    atau refleks letdown dikendalikan oleh neuroendokrin, dimana bayi yang

    menghisap payudara ibu akan merangsang produksi oksitosin yang menyebabkan

    kontraksi sel-sel mioepitel. Kontraksi dari sel-sel mioepitel akan memeras air susu

    yang telah dibuat dan keluar dari alveoli, masuk ke sistem duktulus yang

    selanjutnya mengalir melalui duktus laktiferus dan masuk ke mulut bayi sehingga

    ASI tersedia bagi bayi (Maryuni, 2009).

    Faktor-faktor yang memicu peningkatan refleks letdown yaitu pada saat

    ibu melihat bayi, mendengar suara bayi, mencium bayi, dan memikirkan untuk

    menyusui bayi. Sementara faktor-faktor yang menghambat refleks letdown adalah

    kondisi ibu yang stress, keadaan bingung (psikis kacau), takut, cemas, lelah, malu

    dan merasakan nyeri (Maryuni, 2009).

    Oksitosin juga memacu kontraksi otot rahim sehingga involusi rahim

    makin cepat dan membantu mengurangi terjadinya perdarahan. Tidak jarang,

    perut ibu akan terasa sangat mulas pada hari-hari pertama menyusui. Hal ini

    merupam mekanisme alamiah yang baik untuk kembalinya uterus ke bentuk

    semula (Maryuni, 2009 ; Suradi dan Krsitina, 2004).

    3.3 Manfaat ASI bagi Bayi

    Manfaat ASI bagi bayi adalah ASI mengandung protein yang spesifik

    untuk melindungi bayi dari alergi, secara alamiah ASI memberikan kebutuhan

    yang sesuai dengan usia kelahiran bayi (seperti untuk bayi prematur), ASI

    Universitas Sumatera Utara

  • memiliki kandungan protein lebih tinggi, bebas kuman karena diberikan secara

    langsung, suhu ASI sesuai dengan kebutuhan bayi, lebih muda dicerna dan

    diserap oleh usus bayi, mengandung banyak kadar selenium yang melindungi gigi

    dari kerusakan dan menyusui akan melatih daya isap bayi dan membantu

    membentuk otot pipi yang baik serta memberikan keuntungan psikologis

    (Maryuni, 2009).

    3.4 Manfaat Menyusui Bagi Ibu

    Manfaat menyusui bagi ibu antara lain mengurangi perdarahan setelah

    melahirkan, mengurangi terjadinya anemia karena kekurangan zat besi akibat

    perdarahan, menjarangkan kehamilan, mengecilkan rahim, ibu lebih cepat

    langsing kembali, mengurangi kemungkinan menderita kanker pada ibu yang

    memberikan ASI eksklusif dan lebih ekonomis serta mudah karena menghemat

    pengeluaran untuk susu formula, perlengkapan untuk menyusui dan persiapan

    untuk pembuatan susu formula (Roesli, 2000).

    3.5 Masalah-Masalah yang Dihadapi Ibu Menyusui

    Adapun masalah yang sering terjadi pada saat menyusui adalah sebagai

    berikut :

    a. Puting Susu Datar/ Terbenam

    Pada awalnya bayi akan mengalami kesulitan, tetapi setelah beberapa

    minggu dengan usaha yang ekstra, putting susu yang datar akan menonjol keluar

    sehingga bayi dapat menyusu dengan mudah. Usaha untuk mengeluarkan puting

    Universitas Sumatera Utara

  • susu yang terbenam ini dapat dilakukan dengan cara menyusui bayi segera setelah

    lahir. Menyusui bayi sesering mungkin (misal 2-2 jam) akan menghindarkan

    payudara terisi terlalu penuh dan memudahkan bayi untuk menyusu.

    Mengeluarkan ASI secara manual sebelum menyusui dapat membantu bila

    kandungan payudara dan puting susu tertarik ke dalam. Pompa ASI yang efektif

    (bukan yang berbentuk terompet atau bentuk squeeze dan bulb) dapat dipakai

    untuk mengeluarkan putting susu pada waktu menyusui (Depkes RI, 2001).

    b. Puting Susu Nyeri

    Pada umumnya ibu akan mengalami sakit pada waktu awal menyusui.

    Rasa nyeri ini akan berkurang setelah ASI keluar dan bila posisi mulut bayi pada

    saat menyusui benar, perasaan nyeri ini akan menghilang. Cara menanganinya

    adalah dengan memastikan posisi menyusui sudah benar dan memulai menyusui

    pada puting susu yang tidak sakit untuk membantu mengurangi rasa sakit pada

    puting susu yang sedang sakit. Segera setelah minum, keluarkan sedikit ASI,

    oleskan di puting susu dan biarkan payudara terbuka untuk beberapa waktu

    sampai puting susu kering dan jangan membersihkan puting susu dengan sabun.

    Hindarkan puting susu menjadi lembab (Depkes RI, 2001).

    c. Puting Susu Lecet

    Puting susu yang nyeri, bila tidak segera ditangani dengan benar akan

    menjadi lecet, sehingga menyusui akan terasa menyakitkan dan dapat

    mengeluarkan darah. Puting susu yang lecet dapat disebabkan oleh posisi

    menyusui yang salah, tapi dapat pula disebabkan oleh thrush (candidiasis) atau

    dermatitis. Hal ini dapat diatasi dengan cara mengobati puting susu yang lecet dan

    Universitas Sumatera Utara

  • memperhatikan posisi menyusui. Apabila sangat menyakitkan, berhenti menyusui

    pada payudara yang sakit untuk sementara untuk memberi kesempatan lukanya

    sembuh dan keluarkan ASI dari payudara yang sakit dengan tangan (jangan

    dengan pompa ASI) untuk tetap mempertahankan kelancaran pembentukan ASI

    serta berikan ASI perah dengan sendok atau gelas tetapi jangan dengan dot.

    Setelah terasa membaik, mulai menyusui kembali dan mula-mula dengan waktu

    yang lebih singkat. Apabila lecet tidak sembuh dalam 1 minggu, rujuk ke

    Puskesmas (Depkes RI, 2001).

    d. Payudara Bengkak

    Pada hari pertama (sekitar 2-4 jam), payudara sering terasa penuh dan

    nyeri disebabkan bertambahnya aliran darah ke payudara bersamaan dengan ASI

    yang mulai diproduksi dalam jumlah banyak. Penyebab payudara bengkak adalah

    posisi mulut bayi dan puting susu ibu yang salah, poduksi ASI berlebih, terlambat

    menyusui, pengeluaran ASI yang jarang, dan waktu menyusui yang terbatas. Cara

    mengatasinya adalah dengan menyusui bayi sesering mungkin tanpa terjadwal

    tanpa batas waktu. Bila bayi sukar menghisap, keluarkan ASI dengan bantuan

    tangan/ pompa ASI yang efektif sebelum menyusui. Sebelum menyusui dapat

    dilakukan dengan kompres hangat untuk mengurangi rasa sakit dan setelah

    menyusui dikompres dengan air dingin untuk mengurangi oedema (Depkes RI,

    2001).

    Universitas Sumatera Utara

  • 4. Konsep Motivasi

    4.1 Pengertian

    Kata motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu movere, yang berarti

    bergerak (move). Motivasi menjelaskan apa yang membuat orang melakukan

    sesuatu, membuat mereka tetap melakukannya, dan membantu mereka dalam

    menyelesaikan tugas-tugas atau dapat dikatakan motivasi adalah keinginan yang

    terdapat pada seorang individu yang merangsangnya untuk melakukan sesuatu

    (Terry, 1986) atau disebut juga sebagai penggerak perilaku (Irwanto, 2008). Hal

    ini berarti bahwa konsep motivasi digunakan untuk menjelaskan keinginan

    berperilaku, arah perilaku (pilihan), intensitas perilaku (usaha, berkelanjutan), dan

    penyelesaian yang sesungguhnya (Pintrich, 2003).

    Menurut Stevenson (dalam Sunaryo, 2004) motivasi adalah semua hal

    verbal, fisik, atau psikologi yang membuat seseorang melakukan sesuatu sebagai

    respon. Motivasi menunjuk pada proses gerakan termasuk situasi yang mendorong

    diri individu, tingkah laku yang ditimbulkan oleh situasi tersebut dan tujuan atau

    akhir dari pada gerakan atau perbuatan (Sarwono, 2000) sehingga motivasi dapat

    dikatakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu,

    sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila tidak suka, maka

    akan berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu

    (Sadirman, 2007).

    Defenisi motivasi yang lain adalah suatu proses psikologi. Namun

    demikian bukan berarti bahwa motivasi adalah satu-satunya unsur yang bisa

    menjelaskan adanya perilaku seseorang. Banyak unsur lain yang dapat

    Universitas Sumatera Utara

  • menerangkan terjadinya perilaku, dimana persepsi, kepribadian dan lingkungan

    adalah unsur-unsur lain yang dapat mempengaruhi terjadinya perilaku tersebut

    (Mifthah, 2003).

    4.2 Fungsi Motivasi

    Dalam memahami peranan motivasi serta fungsinya, maka akan

    dikemukakan beberapa fungsi motivasi sebagai berikut (Sadirman, 2007) :

    a. Mendorong manusia untuk berbobot, jadi fungsi motivasi sebagai penggerak.

    b. Menentukan gerak perbuatan yaitu dapat mencapai tujuan yang hendak

    dicapai.

    c. Menyeleksi perbuatan yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus

    dijalankan dengan serasi guna mencapai tujuan.

    4.3 Jenis-Jenis Motivasi

    Achmad (2006), mengklasifikasikan motivasi menjadi dua jenis motivasi

    instrinsik dan ekstrinsik. Motivasi instrinsik adalah motivasi internal yang timbul

    dari dalam diri pribadi seseorang itu sendiri, seperti sistem nilai yang dianut,

    harapan, minat, cita-cita, dan aspek lain yang secara internal melekat pada

    seseorang. Sedangkan motivasi ekstrinsik yaitu motivasi eksternal yang muncul

    dari luar diri pribadi seseorang, seperti kondisi lingkungan, adanya ganjaran

    berupa hadiah (reward) bahkan karena merasa takut oleh hukuman (punishment)

    merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi.

    Universitas Sumatera Utara

  • Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan

    terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar,

    bekerja maupun dalam kehidupan lainnya. Motivasi yang timbul dari dalam diri

    individu sendiri tanpa ada paksaan, dorongan orang lain, tetapi atas dasar

    kemauan sendiri disebut motivasi intrinsik. Sedangkan motivasi yang berasal dari

    luar yaitu perangsang ataupun stimulus dari luar (sebagai contohnya ialah nilai,

    hadiah serta bentuk-bentuk penghargaan lainnya) adalah motivasi ekstrinsik. Jenis

    motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena

    adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan

    demikian seseorang mau melakukan sesuatu atau belajar (Muba, 2009).

    4.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Ibu dalam Menyusui

    Menurut Handoko (1998), ada dua faktor yang dapat mempengaruhi

    motivasi yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal atau intrinsik adalah

    motivasi yang timbul dari diri manusia, biasanya timbul dari perilaku yang dapat

    memenuhi kebutuhan sehingga manusia menjadi puas, sedangkan faktor eksternal

    atau ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari luar yang merupakan pengaruh dari

    orang lain atau lingkungan.

    Faktor internal atau intrinsik meliputi :

    a. Fisik

    Faktor fisik adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan kondisi fisik atau

    kelainan seputar menyusui misal, puting lecet karena digigit, payudara bengkak,

    Universitas Sumatera Utara

  • mastitis atau abses. Selain itu juga status kesehatan dan status gizi ibu menyusui

    akan mempengaruhi kondisi fisik ibu (Bobak,dkk., 2004).

    b. Proses mental

    Motivasi merupakan suatu proses yang tidak terjadi begitu saja, tetapi ada

    kebutuhan yang mendasari munculnya motivasi tersebut. Ibu menyusui yang

    mengalami gangguan pada proses mental akan sulit untuk memberikan ASI pada

    bayinya. Hal ini karena proses laktasi akan berhasil bila hormon oksitosin keluar,

    hormon ini sangat mempengaruhi kinerja myoepitel dalam memompa ASI keluar

    dari alveoli sedangkan oksitosin keluar jika secara mental dan psikologis ibu

    merasa tenang, mampu dan mendapatkan dukungan.

    c. Faktor kematangan usia

    Kematangan usia akan mempengaruhi proses berpikir dan pengambilan

    keputusan dalam pemberian ASI. Ibu usia muda akan cenderung untuk tidak

    memberikan ASI, karena takut bentuk payudara akan rusak apabila menyusui dan

    kecantikannya akan hilang, serta takut ditinggalkan oleh pergaulan teman

    sebayanya sedangkan ibu yang berhasil menyusui anak sebelumnya, dengan

    pengetahuan dan pengalaman cara pemberian ASI secara baik dan benar akan

    menunjang laktasi berikutnya. Sebaliknya, kegagalan menyusui di masa lalu akan

    mempengaruhi pula sikap seorang ibu terhadap penyusuan sekarang (Bobak,

    2004).

    Universitas Sumatera Utara

  • d. Keinginan dalam diri sendiri

    Setiap individu memiliki kemampuan, keterampilan, kebiasaan yang akan

    menunjukkan kondisi orang untuk melaksanakan pekerjaan yang mungkin

    dimanfaatkan sepenuhnya atau mungkin tidak.

    e. Tingkat Pengetahuan

    Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang

    lain. Tingkat pengetahuan seseorang mempengaruhi perilaku individu, semakin

    tinggi pengetahuan seseorang maka akan memberikan respon yang lebih rasional

    dan makin tinggi kesadaran untuk berperan serta, dalam hal ini memberikan ASI.

    Thaib et. al (dalam Afifah, 2007) menyatakan bahwa tingkat pengetahuan,

    pendidikan, status kerja ibu, dan jumlah anak dalam keluarga berpengaruh positif

    pada frekuensi dan pola pemberian ASI.

    Sedangkan faktor eksternal atau ekstrinsik meliputi :

    a. Lingkungan

    Lingkungan saat berpengaruh terhadap motivasi ibu menyusui terutama

    lingkungan yang tidak mendukung dan kurang kondusif akan membuat stress

    bertambah misalnya lingkungan fisik, konstruksi bentuk bangunan, penataan

    ruangan akan meningkatkan ataupun mengurangi stress dan lingkungan sosial

    yaitu dukungan keluarga khususnya dukungan suami.

    b. Budaya

    Budaya adalah hasil cipta manusia dan terkandung kebiasaan. Kebiasaan

    adalah perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama, kebiasaan

    mempunyai kekuatan mengikat, kebiasaan diperoleh dari budaya yang

    Universitas Sumatera Utara

  • mengandung nilai-nilai kepercayaan tentang segala sesuatu (Tripranoto, 2004).

    Banyak ibu-ibu yang mempunyai kebiasaan malu-malu serta sembunyi-sembunyi

    menyusui bayinya karena mereka menganggap menyusui tidak sopan. Hal ini

    mempengaruhi tabiat gadis-gadis disekitarnya untuk berbuat sama, dan menyusui

    anak merupakan sesuatu hal yang harus dihindarkan (Siregar, 2004).

    c. Dukungan sosial suami

    Dukungan sosial suami sangat berpengaruh dalam memotivasi ibu untuk

    menyusui karena suami merupakan bagian yang vital dalam keberhasilan atau

    kegagalan menyusui. Banyak suami yang berpendapat bahwa menyusui adalah

    urusan ibu dan bayinya. Mereka menganggap cukup menjadi pengamat yang pasif

    saja. Sebenarnya suami mempunyai peran yang sangat menentukan dalam

    keberhasilan menyusui karena suami akan turut menentukan kelancaran refleks

    pengeluaran ASI yang sangat dipengaruhi oleh keadaan emosi atau perasaan ibu.

    Dukungan ini bisa berwujud perhatian, informasi, finansial dan emosional.

    (Roesli, 2000).

    d. Petugas kesehatan

    Petugas kesehatan adalah orang yang mengerjakan suatu pekerjaan di

    bidang kesehatan atau orang yang mampu melakukan pekerjaan di bidang

    kesehatan (Dani, 2002). Pada umumnya para ibu mau patuh dan menuruti nasehat

    petugas kesehatan, oleh karena itu petugas kesehatan diharapkan untuk

    memberikan informasi tentang kapan waktu yang tepat memberikan ASI

    eksklusif, manfaat ASI eksklusif dan resiko yang dialami jika tidak memberikan

    ASI eksklusif pada bayi (Roesli, 2005).

    Universitas Sumatera Utara

  • 4.5 Klasifikasi Motivasi

    Menurut Irwanto (2008) motivasi diklasifikasikan atas tiga kelompok

    yaitu :

    1. Motivasi kuat

    Motivasi dikatakan kuat apabila dalam diri seseorang dalam kegiatan-

    kegiatan sehari-hari memiliki keinginan yang positif, mempunyai harapan yang

    tinggi, dan memiliki keyakinan yang tinggi dalam melakukan aktivitasnya

    berkaitan dengan persoalan-persoalan yang dihadapi.

    2. Motivasi sedang

    Motivasi dikatakan sedang apabila dalam diri manusia memiliki keinginan

    yang positif, mempunyai harapan yang tinggi, namun memiliki keyakinan yang

    rendah bahwa dirinya dapat bersosialisasi dan mampu menyelesaikan persoalan

    yang dihadapi.

    3. Motivasi lemah

    Motivasi dikatakan lemah apabila di dalam diri manusia memiliki harapan

    dan keyakinan yang rendah, bahwa dirinya dapat berprestasi.

    Universitas Sumatera Utara