bab ii perkembangan kuliner di surakarta pada tahun … · berbagai jenis masakan daerah, seperti...

34
13 BAB II PERKEMBANGAN KULINER DI SURAKARTA PADA TAHUN 1987-2012 A. Budaya Kuliner Di Indonesia Pada Masa Kolonial Tahun 1870-1942 Ratusan tahun Indonesia hidup dalam penjajahan bangsa Eropa, khususnya Belanda. Meski merekam banyak kisah pedih kemanusiaan, penjajahan ini juga menyisakan banyak hal lain yang bisa dikenang dan bahkan tanpa disadari masih dirasakan oleh masyarakat Indonesia hingga kini. Dari banyaknya hal diungkap kenangan historis tersebut, belum semuanya mampu menjadi tulisan sejarah. Salah satu yang menarik dari masa penjajahan adalah persentuhan budaya pribumi dengan Eropa. Persentuhan itu terasa sekali dalam pengaruh cita rasa Belanda terhadap khazanah kuliner pribumi yang dipandang tradisional. Kini, elemen cita rasa itu bahkan dianggap menjadi bagian dari kuliner Indonesia. Misalnya, saat ini masyarakat Indonesia bisa dengan leluasa bisa menikmati berbagai jenis masakan daerah, seperti selat solo, sop buntut, galantine, gadon daging, perkedel, semur, sate, dan asinan. Padahal jika ditelusuri sejarah atau asal- usulnya, makanan-makanan yang umumnya diteruskan secara turun-temurun baik secara lisan maupun tulisan melalui resep-resep keluarga ini sebenarnya bukan murni masakan Indonesia. 1 1 Fadly Rahman, Rijsttafel Budaya Kuliner Di Indonesia Masa Kolonial Tahun 1870-1942. (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2011) Hlm. 4.

Upload: donhi

Post on 17-Aug-2019

236 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II PERKEMBANGAN KULINER DI SURAKARTA PADA TAHUN … · berbagai jenis masakan daerah, seperti selat solo, sop buntut, galantine, gadon daging, perkedel , semur, sate, dan asinan

13

BAB II

PERKEMBANGAN KULINER DI SURAKARTA PADA TAHUN 1987-2012

A. Budaya Kuliner Di Indonesia Pada Masa Kolonial Tahun 1870-1942

Ratusan tahun Indonesia hidup dalam penjajahan bangsa Eropa, khususnya

Belanda. Meski merekam banyak kisah pedih kemanusiaan, penjajahan ini juga

menyisakan banyak hal lain yang bisa dikenang dan bahkan tanpa disadari masih

dirasakan oleh masyarakat Indonesia hingga kini. Dari banyaknya hal diungkap

kenangan historis tersebut, belum semuanya mampu menjadi tulisan sejarah.

Salah satu yang menarik dari masa penjajahan adalah persentuhan budaya

pribumi dengan Eropa. Persentuhan itu terasa sekali dalam pengaruh cita rasa

Belanda terhadap khazanah kuliner pribumi yang dipandang tradisional. Kini,

elemen cita rasa itu bahkan dianggap menjadi bagian dari kuliner Indonesia.

Misalnya, saat ini masyarakat Indonesia bisa dengan leluasa bisa menikmati

berbagai jenis masakan daerah, seperti selat solo, sop buntut, galantine, gadon

daging, perkedel, semur, sate, dan asinan. Padahal jika ditelusuri sejarah atau asal-

usulnya, makanan-makanan yang umumnya diteruskan secara turun-temurun baik

secara lisan maupun tulisan melalui resep-resep keluarga ini sebenarnya bukan

murni masakan Indonesia.1

1 Fadly Rahman, Rijsttafel Budaya Kuliner Di Indonesia Masa Kolonial

Tahun 1870-1942. (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2011) Hlm. 4.

Page 2: BAB II PERKEMBANGAN KULINER DI SURAKARTA PADA TAHUN … · berbagai jenis masakan daerah, seperti selat solo, sop buntut, galantine, gadon daging, perkedel , semur, sate, dan asinan

14

Dalam Serat Centhini2 diceritakan bahwa makanan tidak hanya

dihidangkan pada saat makanan utama saja, tetapi juga pada peristiwa-peristiwa

penting lainnya. Sajian makanan khusus juga diberikan kepada tetamu yang

datang ke rumah. Hidangan ini terdiri dari makanan pokok, Lauk pauk, minuman

dan aneka buah. Makanan utama yang biasanya disajikan bisa berupa nasi liwet,

nasi tumpeng, nasi uduk, nasi goreng, nasi ketan, nasi megana, nasi kebuli dan

nasi jagung.

Kuliner di Kraton Surakarta merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

berbagai rangkaian kebiasaan pola konsumsi maupun yang berhubungan dengan

adat dan tata upacara yang berada dilingkungan Kraton Surakarta sendiri.

berbicara mengenai kuliner di Kraton Surakarta, maka awal dari perkembangan

kuliner di Kraton Surakarta pada masa Paku Buwana II, karena pada masa Paku

Buwana I, pemerintahannya hanya berlangsung singkat, sehingga tidak dapat

diketahui secara pasti kuliner-kuliner yang berkembang pada masa tersebut. Pada

masa Paku Buwana II, ketika terjadi perpindahan Kraton Surakarta disebutkan

beberapa peralatan dapur yang dibawa. Hal ini menunjukkan, bahwa pada masa

pemerintahan Paku Buwana II telah ada teknologi dan cara memasak untuk

hidangan keluarga Kraton dan abdi dalem-nya.3

2 Serat Centhini sebagai karya masterpiece Sunan Paku Buwana V (1820-

1823) memberikan data-data penting tentang makanan tradisional Jawa tempo

dulu. Berbagai macam nama makanan dan minuman yang disebutkan

menunjukkan betapa kayanya makanan tradisional dan teknik pengolahan

makanan Jawa Tempo dulu. http://gastroina.blogspot.com (diakses tanggal 8

Agustus 2015). 3 Ardi Baskoro., Kuliner di Keraton Surakarta (Kesinambungan dan

perubahannya)., Tesis Program Studi Kajian Budaya, Program Pasca Sarjana

Universitas Sebelas Maret, 2012, hlm. 45.

Page 3: BAB II PERKEMBANGAN KULINER DI SURAKARTA PADA TAHUN … · berbagai jenis masakan daerah, seperti selat solo, sop buntut, galantine, gadon daging, perkedel , semur, sate, dan asinan

15

Perkembangan kuliner di Kraton Surakarta sendiri tidak bisa dilepaskan

dari adanya ruang masak (dapur) yang memang telah dibangun bersamaan dengan

berdirinya Kraton Surakarta sendiri. Kraton Surakarta memiliki beberapa dapur

yang fungi tugasnya berbeda-beda. Dapur ini berada dalam sebuah lembaga

Kraton yang bernama Lembaga Keputren yang dikepalai oleh keluarga Raja

bergelar Gusti Kanjeng Ratu (G.K.R). Dapur-dapur yang berada di bawah

lembaga keputren ini terdiri atas dapur Gondorasan, dapur Sekul Langgen, dapur

Utama (Koken), dan Pawon Ageng yang berada di dalam Keputren.4 I dua tempat

yaitu dapur utama (Koken) dan Pawon Ageng yang berada di kompleks keputren.

Juru masak atau koki di dapur umata (Koken) dan Pawon Ageng sebagian besar

adalah abdi dalem laki-laki. Beras untuk raja dipilihkan khusus dan setiap hari

seseorang abdi dalem bertugas memilihi beras itu satu per satu, jagan sampai ada

yang cacat, sehingga semuanya merupakan butir-butir yang utuh.5

Alat makan yang dipakai juga menunjukkan adanya perbedaan

berdasarkan hirarki, demikian pula mengenai macam menu yang dihidangkan.

Untuk raja, lauk pauk itu ditempatkan di pinggan-pinggan ukuran kecil berbentuk

ayam kate. Sambal yanhg dihidangkan macamnya setengah dosin, dan berbagai

variasi masakan telor serta daging tidak ketinggalan. Menu makanan Barat juga

dihadirkan, akan tetapi kesukaan sunan adalah masakan seperti sayur loncom, sate

penthul, dhendheng age, blenyik, gembrot, cabuk, balur ikan jambal yang

digoreng dengan telor. Kadang-kadang sunan memerintahkan priyantun dalem

untuk membuat nasi tumpang, nasi pecel lumbu, lothong gudheg pakis, dan cara

4Fadly Rahman, Op Cit., hlm. 47

5 Darsiti Soeratman, 2000, Kehidupan Dunia Keraton Surakarta 1830-

1939, Yogyakarta: Yayasan Utama Indonesia. Hlm. 356-357.

Page 4: BAB II PERKEMBANGAN KULINER DI SURAKARTA PADA TAHUN … · berbagai jenis masakan daerah, seperti selat solo, sop buntut, galantine, gadon daging, perkedel , semur, sate, dan asinan

16

menghidangkannya harus dibungkus dengan daun pisang. Macam buah yang

dihidangkan cukup banyak. Ratu Mas sering menyiapkan buah itu, sehari-harinya

macam yang disediakan sampai setengah dosin.6

Perkembangan khazanah kuliner Indonesia tidak dapat dilepaskan dari

persentuhannya dengan berbagai kebudayaan, Masyarakat berada di dua kondisi:

mempertahankan budaya asli atau menerima unsur baru lalu menyesuaikannya ke

dalam kebudayaan sendiri. Dalam hal ini, local genius memegang peranan amat

penting.7

Sepanjang perjalanan sejarah kuliner di Indonesia masa kolonialisme

merupakan babakan yang amat penting dengan memberikan berbagai sentuhan

kebudayaannya. Abad ke-16 merupakan awal masuknya pengaruh budaya

kolonial ke Indonesia yang ditandai dengan persentuhan budaya, hingga abad ke-

19 sebagai puncaknya. Di Indonesia terutama di Jawa, kebudayaan kolonial jelas

lebih terlihat, hal ini karena Jawa merupakan lokus penting ragam gaya hidup

kolonial. Meski kehidupan masyarakat kolonial hanya terfokus pada sosial, politik

dan ekonomi, interaksi antara masyarakat pribumi dengan masyarakat kolonial

menciptakan berbagai keragaman budaya, hingga pada abad ke-19 menjadi

puncak dari perkembangan kebudayaan kolonial muncul istilah kebudayaan Indis.

Pada masa kolonial Belanda ada satu budaya makan yang dikenal dengan

istilah rijsttafel, istilah yang disematkan orang-orang Belanda untuk jamuan

hidangan Indonesia yang ditata komplet di atas meja makan. Menurut seorang

penulis roman Belanda, Victor Ido (1948: 31), rijsttafel diartikan sebagai “…eten

6 Ibid., hlm. 357

7 Ardi Baskoro, Op Cit., hlm. 7

Page 5: BAB II PERKEMBANGAN KULINER DI SURAKARTA PADA TAHUN … · berbagai jenis masakan daerah, seperti selat solo, sop buntut, galantine, gadon daging, perkedel , semur, sate, dan asinan

17

van de rijsmaaltijd een special tafel gebruikt” (suatu sajian makan nasi yang

dihidangkan secara special). Hal spesial rijsttafel adalah perpaduan budaya makan

pribumi dan Eropa sebagaimana tampak dalam pelayanan dan tata cara makan

serta jenis hidangannya.8

Orang-orang Belanda yang pernah tinggal di Indonesia selalu menganggap

rijsttafel adalah sebuah kemewahan dan kemasyhuran, anggapan tersebut

merupakan suatu hal yang unik dan menarik sebagai konsep budaya makan

tradisional pertama di Indonesia yang disajikan secara modern dengan tampilam

yang memikat. Jejak rijsttafel sudah dapat dilihat sejak pada kurun 1870 hingga

1942 sejalan dengan perkembangan kebudayaan Indis di Indonesia ketika politik

dan ekonomi liberal juga mempengaruhi persentuhan budaya Barat dan pribumi.

Rijsttafel merupakan simbol kemewahan gaya hidup kolonial di Hindia

Belanda. Rijsttafel juga merupakan konsep wisata kuliner pertama kali yang ada

di Indonesia yang berkembang pesat pada awal abad ke-20 yang dalam

penyajiannya yang mewah dan memikat di ruang-ruang makan hotel terkemuka.

Berdasarkan tatanan masyarakat di tanah koloni, orang Eropa dikenal sebagai

kelas sosial tertinggi yang selalu menjaga eksklusivitas atau membatasi hubungan

dengan kelas sosial yang lebih rendah. Namun, pengaruh yang diberikan dari

tanah jajahan begitu nyata deras mempengaruhi kehidupan mereka. Begitu dengan

tanah yang dijajah dalam kehidupannya turut ikut terpengaruh dan menyerap

unsur-unsur kebudayaan barat dalam kehidupan sehari-hari dan mentalitas

mereka.

8 Fadly Rahman, Op Cit., hlm. 7-8

Page 6: BAB II PERKEMBANGAN KULINER DI SURAKARTA PADA TAHUN … · berbagai jenis masakan daerah, seperti selat solo, sop buntut, galantine, gadon daging, perkedel , semur, sate, dan asinan

18

Hidangan daging (vleeschgerechten) pada kuliner barat terdiri atas daging

ayam, daging babi dan daging cacah yang diolah menjadi Frikadel. Daging ayam

dapat diolah dengan berbagai cara seperti digoreng, dicampur kari (kari ayam),

atau dicampur dengan berbagai bumbu masak lainnya. bagian daging ayam (atau

bisa juga diganti dengan daging bebek) dapat dipotong tebal dan dikombinadsi

dengan bumbu-bumbu kuah dan kemudian diolah menjadi ayam besengek. Ayam

besengek adalah makanan popular dan disukai dikalangan orang Belanda,

terutama di daerah Jawa Tengah pada awal abad ke-20.9 Daging ayam selain

diolah sebagai masakan ayam besengek, juga diolah menjadi masakan ayam

betutu. Selain daging ayam, olahan daging sapi, kerbau dan rusa yang diiris tipis,

diramu dengan bumbu, dikeringkan dengan sinar matahari, kemudian digoreng

dengan minyak atau mentega.

Keraton Surakarta adalah salah satu Kerajaan yang memiliki hubungan

dekat dengan Belanda. Keraton Surakarta sebagai lembanga politik selalu

dihadapkan pada persinggungan-persinggungan dan relasi-relasi politik ekonomi

dengan masyarakat Eropa. Hal ini memberi pengaruh baru dalam tata cara

menjamu tamu-tamu kraton terutama orang Eropa. Tata cara jamuan tamu dengan

menggelar acara makan-makan ala Eropa, yang juga menghidangkan menu-menu

Eropa sesuai dengan selera tamu-tamu tersebut. Acara bersulang minum bersama

atau disebut tos dengan minuman Eropa yang biasanya berupa minuman anggur

menjadi budaya baru di lingkungan keraton. Muncul pula jamuan makan yang

disebut tabel manner, jamuan ala gaya Eropa dengan tata cara, hidangan, dan

diadakan sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan.

9 Ibid., hlm. 73

Page 7: BAB II PERKEMBANGAN KULINER DI SURAKARTA PADA TAHUN … · berbagai jenis masakan daerah, seperti selat solo, sop buntut, galantine, gadon daging, perkedel , semur, sate, dan asinan

19

Budaya kolonial begitu besar pengaruhnya terhadap nuansa kuliner di

Indonesia, selain menyumbangkan resep-resep dan bumbu-bumbu, budaya kuliner

Eropa juga terlihat dari teknik pengolahan bahan makanan yang berupa teknik

memanggang (barbeque), memasak dengan menggunakan oven terutama dalam

pembuatan roti atau cake. Selain itu, budaya Eropa yang diadaptasiakan, yaitu

dalam penggunaan alat-alat makanan secara modern seperti penggunaan sendok,

garpu, pisau yang menjadi prioritas utama dalam pelayanan makanan bagi orang-

orang Eropa.

Persinggungan kebudayaan terutama dalam bidang kuliner di Jawa tidak

hanya dengan masyarakat Eropa tetapi masyarakat Asia telah lama berinteraksi

dengan masyarakat Jawa. Interaksi ini membawa pengaruh yang cukup besar

dalam perkembangan kuliner bagi masyarakat Jawa terutama Kraton Surakarta.

Komposisi hidangan kuliner Jawa biasanya terdiri dari hidangan nasi yang

disajikan dengan banyak kuah. Kuah yang biasa digunakan adalah beberapa jenis

sayuran utama, yaitu sayur lodeh, sayur asem, sayur kloeak, dan kari

(karriesaus).10

Budaya Asia menyumbang berbagai macam bumbu-bumbu khas terutama

penggunaan rempah-rempah sebagai bumbu memasak makanan, seperti cabai,

jahe, kunyit, lengkuas, pala, merica dan penggunaan santan dalam pengolahan

makanannya. Penggunaan rempah-rempah dan santan merupakan pengaruh dari

budaya India. Pengaruh budaya India sangat jelas terlihat dalam makanan yang

berbumbu kuah terutama dalam kari (karriesaus) atau dalam masakan Arab

dikenal dengan gulai. Kari (karriesaus) menggunakan kompsisi rempah-rempah,

10

Ibid., hlm. 70.

Page 8: BAB II PERKEMBANGAN KULINER DI SURAKARTA PADA TAHUN … · berbagai jenis masakan daerah, seperti selat solo, sop buntut, galantine, gadon daging, perkedel , semur, sate, dan asinan

20

antara lain ketumbar, jintan, kapulaga, adas, jahe, kunyit, cabai, kayu manis,

cengkih, dan pala. Kari (karriesaus) India beraroma sangat tajam dan bercitarasa

pedas karena menggunakan bahan lombok dan lada (seperti yang terdapat pada

jenis kari di daerah Sumatera), tetapi kari Jawa lebih identik dengan penggunaan

bahan-bahan dasar beraroma wangi dan penggunaan lombok-pun tidak begitu

dominan, justru yang dominan adalah penggunaan bahan tumbukan bubuk kemiri

dan santan. Sajor Kerry Jawa umumnya berbahan misoa (javaanse vermicelli atau

mie laksa), bawang putih, bawang merah, jahe, kemiri, kunyit, gula, ketumbar,

jintan, serai, salam daun jeruk dan santan kelapa.11

Tidak adanya cita rasa pedas dalam kari Jawa disebabkan karena santan

lebih disukai dibanding lombok (cabai), mengingat cita rasa pedas sudah

dipisahkan dalam hidangan sambal. Kari tidak pernah absen dalam hidangan

menu rijsttafel, bukan hanya di Hindia Belanda namun juga di restoran-restoran

Indis di Belanda.

Selain India yang menyumbang penggunaan bumbu-bumbu yang berasal

dari rempah-rempah dan santan, budaya China memberikan sumbangan berupa

penggunaan kecap, pengolahan tahu serta masakan yang berbahan mie dan soun

serta bihun. Selain pada bumbu, pengruh China juga terlihat jelas dalam

penggunaan daging babi ke dalam sajian kuliner. Daging babi ini bisa dibuat sate

dengan dipotong seperti dadu, ditusuk dengan bumbu kemudian di bakar.

Sedangkan kebudayaan Timur Tengah menyumbang penggunaan daging kambing

dalam pengolahan bahan makanan.

11

Fadly Rahman, op.cit., hlm. 72-73.

Page 9: BAB II PERKEMBANGAN KULINER DI SURAKARTA PADA TAHUN … · berbagai jenis masakan daerah, seperti selat solo, sop buntut, galantine, gadon daging, perkedel , semur, sate, dan asinan

21

Budaya dapur Nusantara banyak sekali dipengaruhi oleh budaya kuliner

Tionghoa dan Belanda. Pengaruh dari dua kebudayaan asing ini kuat mengakar

dan bertransformasi menjadi salah satu identitas baru sama sekali. Kuliner

Indonesia hasil alkulturasi dengan budaya Tionghoa dan Belanda ini kemudian

menemukan bentuknyta sendiri yanhg tidak dapat ditemui baik di dapur Tiongkok

ataupun Belanda yang asli.

Interaki bangsa Indonesia dengan bangsa Tionghoa memiliki sejarah yang

sangat panjang. Kepulauan Nusantara yang disebut dengan istilah Nan Yang oleh

bangsa Tionghoa sudah dikenal sebagai satu mitra penting oleh hampir setiap

kerajaan yang berkuasa di Tiongkok dari waktu ke waktu. Nan Yang secara

harfiah berarti “Lautan Selatan” mengacu kepada kawasan di selatan Tiongkok,

yang notabene adalah kawasan Asia Tenggara dimana Indonesia termasuk

didalamnya. Sementara itu, kepulauan Nusantara sejak zaman dulu dengan sejarah

panjang kerajaan-kerajaannya sudah menjadi melting pot dan hub penting di

kawasan Asia Tenggara.12

Kuliner peranakan tidak dapat menghindari pemakaian santan yang

memberikan sentuhan perpaduan rasa dengan spektrum cita rasa yang luas untuk

indera pengecap kita. Specialties mulai dari Medan, Aceh, Jakarta, Semarang,

Yogyakarta, Surabaya, Bali, Malaka, Penang, Singapura, dan Thailand tidak ada

yang luput dari pemakaian santan. Selain itu, santan juga dapat ditemukan dalam

kuliner India beberapa di antarnya diadopsi juga di Indonesia. Karakteristiknya

yang machting (rich and tasty-Dutch) memberikan kekhasan luar biasa dalam

12

Aji Chen Bromokusumo, Peranakan Tionghoa Dalam Kuliner

Nusantara, (Jakarta: Kompas, 2013), hlm. XX-XXI.

Page 10: BAB II PERKEMBANGAN KULINER DI SURAKARTA PADA TAHUN … · berbagai jenis masakan daerah, seperti selat solo, sop buntut, galantine, gadon daging, perkedel , semur, sate, dan asinan

22

sajian yang menggunakannya sehingga sering diistilahkan dengan „signature

dish‟.13

Jawa sendiri memiliki cara pengolahan dalam masakannya dan juga

memiliki bumbu asli yang berupa bawang merah dan bawang putih, garam, daun

salam dan kencur. Bumbu-bumbu ini tidak pernah ketinggalan dalam setiap

pengolahan makanan.

Terkait kuliner Jawa identik dengan makanan yang manis, menurut Hadi

Hinzler, di Jawa kuno, manis memang dikenal sebagai salah satu rasa yang wajib

ada dalam makanan, tapi itu tidak dominan. Dalam teks-teks Jawa kuno sering

disebut ajaran Hindu tentang enam rasa atau sad rasa, yaitu manis, asin, asam,

pedas, pahit dan sepat. Hidangan baru akan nikmat kalau mengandung enam rasa

itu dengan perimbangan yang harmonis. Selain itu menurut Joe Arijanto dari

bagian Research and Culinary Culture di Komunitas Aku Cinta Masakan

Indonesia berpendapat, rasa manis dalam masakan Jawa mungkin bisa dikaitkan

dengan banyaknya suplai gula di Jawa akibat didirikannya banyak pabrik gula.14

B. Budaya Kuliner Pada Masa Jepang Tahun 1942-1945

Secara resmi invasi Jepang dimulai sejak 5 Maret 1942 dan sejak itulah

Indonesia berada di bawah pendudukan Jepang. Dalam struktur pemerintahan

Jepang di Indonesia, kekuasaan tertinggi berada di tangan Saiko Sikikan,

statusnya sebagai panglima tentara pendudukan. Khusus daerah swapraja di Jawa

diganti namanya menjadi daerah Kooti. Status Kasunanan Surakarta Hadiningrat

13

Ibid., hlm. 18. 14

Antropologi Kuliner Nusantara, 2015, Jakarta: PT. Gramedia, Hlm. 68.

Hal ini juga dikuatkan oleh buku Semerbak Bunga Di Bandung Raya karangan

Haryoto Kunto yang terbit pada tahun 1986.

Page 11: BAB II PERKEMBANGAN KULINER DI SURAKARTA PADA TAHUN … · berbagai jenis masakan daerah, seperti selat solo, sop buntut, galantine, gadon daging, perkedel , semur, sate, dan asinan

23

pada 31 Maret 1942 disahkan sebagai pemerintahan kerajaan Solo-Ko. Raja tetap

berkuasa atas wilayahnya dan secara administratif berada di bawah birokrasi

militer Jepang di Jakarta.15

Memasuki kekuasan masa Jepang tahun 1942-1945 dari Belanda nyata-

nyata telah menurunkan derajat kesejahteraan fisik bagi kehidupan rakyat. Salah

satunya terlihat dari kebijaksanaan Jepang dalam masalah pangan. Sebagai sesama

“bangsa konsumen beras” Jepang juga mendorong produksi beras tetap stabil.

Sepanjang tahun 1942-1945 produksi pangan di Jawa dan Madura masih terk

onsentrasi pada beras lalu singkong. Pada masa sebelum Jepang, program

diversifikasi pangan pernah diusahakan untuk ditingkatkan produksi dan

konsumsinya.

Keadaan pun menjadi kian parah ketika Jepang dengan kebijakan

ekstremnya berusaha memusnahkan segala bentuk pengaruh barat diantaranya

melarang pemakaian bahasa Belanda dan bahasa Inggris. Kebijakan itu

berdampak pada pelarangan buku-buku bahasa Belanda dan bahasa Inggris lalu

diganti dengan memajukan pemakaian bahasa Jepang dan bahasa Indonesia.

Kebijakan pada pelarangan buku-buku bahasa Belanda dan bahasa Inggris

berdampak salah satunya peredaran buku-buku masak yang jadi melangka. Praktis

hal itu mempengaruhi kemunduran aktifitas boga yang pada masa sebelumnya

kental dengan selera serba Eropa. Jepang berhasil mematikan selera masak dan

makan Eropa yang dalam pandangannya termasuk dari wujud sikap “kemewah-

15

http://www.solopos.com/2015/12/16/gagasan-historiografi-thengkleng-

671435, (diakses pada tanggal 30 Januari 2016).

Page 12: BAB II PERKEMBANGAN KULINER DI SURAKARTA PADA TAHUN … · berbagai jenis masakan daerah, seperti selat solo, sop buntut, galantine, gadon daging, perkedel , semur, sate, dan asinan

24

mewahan tiada terpuji” itu sebagaimana istilah itu disebut dalam pembaharuan

negeri.16

Sebuah kisah menarik terkait bukti matinya aktivis boga warisan eropa

sebagai akibat dari kebijakan jepang dikisahkan seoraang perempuan berdarah

china kelairan Lasem (tahun 1922) bernama Julie. Pada 1941, ia menjadi guru

sekolah dasar di pati. Namun pada masa jepang, Julie berhenti mengajar dan

kemudian mendapatkan tambahan belajar bahasa Jepang. salah satu hobinya sejak

kecil adalah memasak. Mengingat tengah hidup di masa Jepang, ia pun

mengoleksi resep-resep masak yang ditulis dalam bahasa Jepang. Apa yang

dilakukannya itu mungkin lebih sebagai strategi agar lebih aman dari kontrol

Anti-Belanda yang gencar dilancarkan Jepang. Sebagai seorang anak perempuan

yang hidup di bawah kekuasaan Jepang, ia dan keluarganya pun memang harus

waspada. Pasalnya banyak perempuan saat itu dipaksa menjadi jygun ianfu atau

perempuan penghibur. Kekhawatiran pun menyergap orang tua Julie. Untuk

menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, ia pun didandani seperti layaknya

anak laki-laki dan rambutnya dipotong pendek.

Strateginya mengumpulkan resep-resep berbahasa Jepang pun berubah

keberuntungan baginya. Ketika ia dan keluarganya harus mengungsi dari Lasem

ke Surabaya, para tentara Jepang memeriksa barang bawaannya. Tentara Jepang

menemukan resep-resep berbahasa Jepang koleksi Julie dan wajah mereka merasa

senang melihatnya. Walhasil, berkat resep-resep bertuliskan huruf Kanji itu Julie

16

Fadly Rahman., Sejarah Makanan di Indonesia Dalam Perspektif

Global., Tesis Program Studi Sejarah, Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah

Mada Yogyakarta, 2014, hlm. 301.

Page 13: BAB II PERKEMBANGAN KULINER DI SURAKARTA PADA TAHUN … · berbagai jenis masakan daerah, seperti selat solo, sop buntut, galantine, gadon daging, perkedel , semur, sate, dan asinan

25

pun bisa lepas dari pemeriksaan Jepang. Tentu nasibnya akan menjadi lain jika

yang disimpannya adalah resep-resep masak berbahasa Belanda.

Pengalaman Julie itu kiranya mewakilli kenyataan umum padahal

absennya buku masak sepanjang masa perang. Hal itu disinggung jelas dalam

pengantar penerbit Balai Pustaka untuk edisi cetakan keempat buku masak

berbahasa Sunda masakan djeung amis-amis terbit pada 1951.

Apabila dihubungkan dengan masa situasi Jepang, maka maksud "berbagai

hal yang jadi penghalang" terbitnya buku masak itu, seperti disinggung penerbit,

lebih disebabkan juga oleh perubahan sosial budaya yang anti-barat. Dari

pernyataan penerbit itu tersirat, buku masak adalah produk penerbitan yang begitu

laris pada masa normal, sebagaimana itu ditunjukkan dari buku Masakan djeung

Amis-Amis yang mengalami cetak ulang ketiga. Permintaan atas buku masak itu

sebenarnya terus mengalir pada masa sulit tapi penerbit tidak bisa memenuhinya

karena situasi yang tidak memungkinkan. Ini menandakan adanya kalangan

pribumi tentu dari kalangan menengah ke atas yang merindukkan masa-masa

berseminya selera makan pada masa sebelum Jepang berkuasa.

Jepang melalui Hodoka (lembaga yang mengawasi penerbitan media)

sangat ketat memindai layak atau tidaknya media apapun terbit. Buku-buku masak

yang memuat citra selera Eropa pun tidak luput dari sensornya. Jangankan buku

masak karya orang Belanda, buku masak karya orang pribumi pun tidak lepas dari

sensornya jika di dalamnya memuat resep-reep bercitra Eropa. Perlakuan itu

misalnya menjerat Boekoe Masak-Masakan karya Chailan Sjamsu yang memuat

unsur resep-resep Eropa. Tidak heran jika buku masak itu tidak dicetak ulang

Page 14: BAB II PERKEMBANGAN KULINER DI SURAKARTA PADA TAHUN … · berbagai jenis masakan daerah, seperti selat solo, sop buntut, galantine, gadon daging, perkedel , semur, sate, dan asinan

26

pada masa Jepang. Bukunya baru dicetak ulang pada 1948. Kekuasaan jepang

berakhir pada 1945. Indonesia pun baru bisa mengecap kemerdekaannya.17

C. Masa Revolusi Kemerdekaan Tahun 1945-1950

Lepas dari kekuasaan Jepang dan masuk masa kemerdekaan bukan berarti

situasi menjadi membaik dan mendukung hidupnya kembali aktifitas boga,

situasinya justru lebih pelik. Apabila kekuasaan Jepang begitu anti pada segala

unsur barat, maka pada masa awal kemerdekaan, bergelora gerakan radikal anti

Jepang sekaligus anti kolonial dan feodal dalam kehidupan sosial sebagai balasan

rakyat terhadap para pangreh praja yang dahulu dianggap menindasnya.

Selain itu penghalang lainnya adalah belum stabilnya bahan-bahan

makanan. Hal itu terungkap dalam buku masak karya W. C. Keijner cetakan

kesembilan dan kesepuluh yang baru terbit pada tahun 1948 terakhir terbit tahun

1939. Meski terkesan berusaha menyiasati tingginya harga bahan-bahan makanan,

tap pada dasarnya buku masak Keijner ini mengesankan usaha untuk

mereproduksi citra selera masak kolonial yaitu menampilkan hegemoni citra rasa

Eropa. Hal itu terasa dari bagaimana penerbit menyinggung kenaikan harga

boncis dan wortel sebagai jenis sayuran yang notabene identik dengan bahan

makanan Belanda.18

Pada masa kemerdekaan Gastronom seperti Sjamsu justru berusaha

mengubur segala gaya hidup kolonial dalam hal kemewahan makanannya. Secara

tidak langsung justru ia ingin menyadarkan rakyat Indonesia di berbagai daerah

untuk bangga terhadap makanannya sendiri. Kesadarannya menampilkan resep-

17

Ibid., hlm. 301-304. 18

Ibid., hlm. 306.

Page 15: BAB II PERKEMBANGAN KULINER DI SURAKARTA PADA TAHUN … · berbagai jenis masakan daerah, seperti selat solo, sop buntut, galantine, gadon daging, perkedel , semur, sate, dan asinan

27

resep makanan daerah di Indonesia pun mungkin tidak lepas dari pemikirannya

bahwa setiap makanan mulanya adalah makanan daerah (regional dish). Makanan

daerah sendiri lahir sebagai respon terhadap iklim, sumber daya, dan kebiasaan

setiap kelompok orang di daerahnya masing-masing. Dengan kata lain, ia ingin

menyadarkan pembacanya di berbagai daerah agar mampu memberdayakan

potensi sumber daya bahan makanan untuk dapat di olah menjadi olahan-olahan

yang lezat dan sehat. Tujuan pokok lainnya adalah menseleksi beberapa makanan

di setiap daerah agar dapat hadir dalam lingkup “hidangan makanan Indonesia”.19

D. Perkembangan Kuliner Di Surakarta Tahun 1987-2012

Kuliner sebagai penegas stratifikasi sosial menunjukkan bahwa perbedaan

makanan tidak hanya menyangkut selera dan alat-alat yang digunakan oleh

masyarakat tetapi juga bagaimana aktifitas makan menunjukkan hubungan sosial

dan politik dalam masyarakat. Hubungan sosial dan politik dalam keraton

Surakarta yang ditunjukkan dalam aktifitas makan banyak mengalami perubahan

sesuai dengan kondisi masyarakat. Pada masa kolonial tampak jelas hubungan

aktifitas makan ini menggambarkan jurang stratifikasi sosial dalam masyarakat

baik dalam dilingkungan dalam keraton sendiri maupun diluar lingkungan

keraton. Perubahan yang mendasar dalam hal ini adalah dengan semakin

memudarnya kekuasaan keraton maka aktifitas makan di keraton tidak lagi

menunjukkan perbedaan yang jelas antara Raja, bangsawan dan wong cilik. Jenis

makanan yang biasa dimakan oleh Raja dan kaum bangsawan keraton sekarang

dapat dinikmati oleh lapisan masyarakat lain tidak terkecuali wong cilik. Banyak

jenis makanan yang dahulu hanya bisa dinikmati di dalam lingkungan keraton

19

Ibid., hlm. 310-311.

Page 16: BAB II PERKEMBANGAN KULINER DI SURAKARTA PADA TAHUN … · berbagai jenis masakan daerah, seperti selat solo, sop buntut, galantine, gadon daging, perkedel , semur, sate, dan asinan

28

sekarang telah beredar luas di masyarakat. Masyarakat tidak lagi menganggap

makanan yang dimakan oleh Raja dan bangsawan adalah makanan yang berkelas.

Masyarakat telah menganggap sama dalam hal selera maupun penggunaan alat-

alat makan.

Bila melihat lebih jauh semakin menipisnya stratifikasi yang didasarkan

pada selera dan kuliner di keraton Surakarta dikarenakan lingkungan keraton

sendiri yang membuat kuliner-kuliner tersebut turun derajatnya menjadi makan

biasa. Semakin hilangnya keberadaan koken keraton dan semakin hilangnya

budaya jamuan makan yang didasarkan oleh keraton Surakarta sendiri. Semakin

besarnya arus globalisasi membawa keraton hanya mempertahankan tradisi-tradisi

budaya yang berkaitan dengan wilujengan dan sesaji serta ubo rampenya.

Sedangakan jamuan makan dan makan bersama keluarga keraton yang

menunjukkan sebagai bagian dari kekuatan politik keraton Surakarta telah

hilang.20

Dalam perkembangannya, kuliner tidak hanya menyangkut seni memasak,

tapi juga sebuah bisnis yang memerlukan manajerial agar bisa bertahan dan

berkembang dari waktu ke waktu. Berbeda dengan konsep pemahaman dalam

industri pangan, dalam kuliner lingkupnya lebih detail sehingga beberapa hal

berikut perlu diperhatikan, antara lain:

Cara memasak, di dalamnya melibatkan variasi dan teknik memasak yang

akan menghasilkan rasa, penampilan, dan bentuk yang bisa mengundang selera.

Kedua cara saji, merupakan seni menghidangkan masakan agar terlihat cantik dan

20

Ardi Baskoro., op.cit., hlm. 147-148.

Page 17: BAB II PERKEMBANGAN KULINER DI SURAKARTA PADA TAHUN … · berbagai jenis masakan daerah, seperti selat solo, sop buntut, galantine, gadon daging, perkedel , semur, sate, dan asinan

29

menarik perhatian. Cara saji biasanya lekat dengan pendukung makanan semacam

seni mangukir buah, sayur atau peranti saji yang sesuai. Ketiga cara makan, cara

makan tiap masakan sangat spesifik. Cara makan yang berbeda akan

menghasilkan rasa dan plesuare yang berbeda saat dimakan. Beberapa komponen

pelengkap semacam makanan pendamping, sambal, saos atau lalapan menjadi

sangat penting. Teknik pencampuran hidangan utama, pelengkap atau urutan

menyantap makanan menjadi sangat penting karena akan menghasilkan rasa

berbeda. Keunikan terletak pada paduan atau urutan menikmatinya. Keempat cara

memilih bahan, merupakan salah satu teknik yang tidak boleh dilewatkan karena

dengan memilih bahan yang cocok dan benar, maka hasil masakan menjadi sangat

menarik dan sempurna. Kelima tujuan makanan, merupakan bagian yang penting

untuk diperhatikan karena beberapa masakan memiliki fungsi sendiri juga dalam

konsumsi setiap hari. Bukan hanya menjadi pengisi perut tapi juga memiliki arti

sosial dan religious. Beberapa masakan dibuat untuk tujuan sosial misalnya untuk

pesta, untuk tujuan ritual tradisional untuk perkawinan. Beberapa masakan

diciptakan untuk mencapai fungsi kebersamaan dalam keluarga. Masakan yang

demikian biasanya disantap bersama-sama. Dalam konteks ini, kuliner tidak

hanya sekedar seni memasak tapi juga merupakan hasil nyata dari sebuah gaya

hidup yakni bagian dari sebuah kebudayaan bangsa.

Industri pangan yang dimotori oleh korporasi besar dapat melintas batas

wilayah Negara mana pun. Mereka mengusung konsep budaya makan yang

terpola pada keseragaman. Melakukan propaganda dan promosi besar untuk

mengubah budaya dan kebiasaan makan disatu Negara menjadi bisnis besar yakni

permintaan akan produksi yang diciptakannya. Dengan pola franchise atau aneka

Page 18: BAB II PERKEMBANGAN KULINER DI SURAKARTA PADA TAHUN … · berbagai jenis masakan daerah, seperti selat solo, sop buntut, galantine, gadon daging, perkedel , semur, sate, dan asinan

30

bentuk kerja sama lainnya, mereka mengusung satu merek yang disebarkan ke

seluruh dunia. Di setiap Negara berdiri ratusan outlet mereka yang menjadi

pencetak uang. Orang berduyun-duyun antri membelinya, tanpa sadar mereka

sudah diarahkan untuk mengkonsumsi makanan yang sama di seluruh penjuru

dunia.

Kuliner, memiliki keunikan tersendiri karena merupakan hasil dari

interaksi budaya dalam sebuah komunitas. Tiap daerah akan memiliki jenis

masakan khas tersendiri. Masakan bisa khas karena dipengaruhi oleh letak

geografis daerah. Masakan daerah empat musim akan berbeda dengan daerah

tropis. Kondisi sosial ekonomi juga mempengaruhi masakan yang dihasilkan. Di

daerah pantai yang banyak pedagangnya memiliki ciri masakan yang cepat saji

(fast cook), sementara kelompok petani (pegunungan) cenderung mamasak slow

cook (butuh waktu lama). Kondisi alam sekitar juga mempengaruhi jenis masakan

yang dihasilkan. Kekayaan alam yang dimiliki satu daerah menjadi penyumbang

terbesar jenis masakan yang dihasilkan.

Bisnis masakan tradisional tidak pernah mati meski perkembangannya

mengalami pasang surut. Tidak dapat dipungkiri pola makan kita sekarang adalah

kontribusi pelestarian masakan tradisional dalam keluarga dari generasi ke

generasi. Gaya hidup dan kebiasaan makan orang Indonesia sebenarnya tidak

mengalami perubahan yang terlalu signifikan dengan seiring masuknya pengaruh

luar dan perkembangan industri pangan. Perubahan gaya hidup yang paling

terlihat adalah di kota besar saja. Keaslian kuliner tradisional relative lebih terjaga

Page 19: BAB II PERKEMBANGAN KULINER DI SURAKARTA PADA TAHUN … · berbagai jenis masakan daerah, seperti selat solo, sop buntut, galantine, gadon daging, perkedel , semur, sate, dan asinan

31

di desa namun dari sisi bisnis kulinernya kurang memberikan peluang karena

masyarakatnya cenderung mandiri dalam menyediakan masakan.

Menurut teori kebutuhan Maslow, pangan merupakan salah satu

kebutuhan dasar manusia atau basic needs. Karena termasuk kebutuhan dasar,

maka pemenuhan terhadap pangan menjadi hal mutlak jika manusia ingin tetap

bisa menjaga keberlangsungan hidupnya. Setelah kebutuhan dasar terpenuhi,

manusia baru akan bisa memikirkan untuk mencapai kebutuhan lainnya.

Kebutuhan bersosialisasi (social needs), percaya diri (self esteem) dan aktualisasi

diri (self actualization) merupakan tiga teratas kebutuhan manusia.

Namun, hal tersebut tampaknya tidak berlaku lagi sekarang. Pangan bukan

lagi produk konsumsi untuk memenuhi kebutuhan biologis manusia semata.

Pangan saat ini menjadi sebuah gaya hidup baru di kalangan masyarakat. Pangan

berubah menjadi sebuah industri kuliner yang memberikan tidak hanya cita rasa

tapi juga kebutuhan lain manusia untuk bersosialisasi maupun beraktualisasi.

Sebab, industri kuliner yang berkembang saat ini juga menyediakan ruang bagi

konsumen untuk bisa berkumpul dengan komunitasnya melalui layanan ruangan

maupun jasa lainnya.

Tidak mengherankan jika industri kuliner saat ini tumbuh sangat subur.

Ada beberapa hal yang mengindikasikan hal tersebut. Hal ini setidaknya terlihat

dari pola konsumsi masyarakat yang mulai bergeser ke masakan dan minuman

Page 20: BAB II PERKEMBANGAN KULINER DI SURAKARTA PADA TAHUN … · berbagai jenis masakan daerah, seperti selat solo, sop buntut, galantine, gadon daging, perkedel , semur, sate, dan asinan

32

jadi (BPS, 2012). Selain itu, dari tahun ke tahun, usaha makanan atau restoran

terus meningkat.21

Industri kuliner di wilayah Surakarta makin ramai. Pelaku industri ini

menilai pesatnya bisnis kuliner terutama kuliner modern didukung dengan adanya

peningkatan gaya hidup masyarakat. Selain itu menjamurnya mall juga turut serta

mendukung bisnis ini. Investor dari luar kota gencar invasi ke wilayah Surakarta

dan ikut mengembangkan bisnis kuliner.22

Surakarta sebagai salah satu kota di Tanah Air yang merupakan “gudang”-

nya makanan lezat. Berbagai makanan minuman maupun jajanan yang khas dapat

dengan mudah dijumpai di Surakarta. Pedagang kaki lima (PKL) di sepanjang

jalan Slamet Riyadi boleh dibilang memiliki hubungan erat dengan dunia

kepariwisataan di kota Bengawan. Boleh disebut nama besar dan pamor Surakarta

sebagai gudangnya makanan-makanan khas, tak lepas dari andil PKL yang saban

hari “hinggap” di kanan kiri jalan utama kota ini.23

Para PKL itu bersanding

dengan Notosuman, Kalilarangan, Gading, Keprabon maupun beberapa kawasan

lain yang selama ini dikenal sebagai tempat yang menjual makanan khas.

Notosuman misalnya, dikenal sebagai sentral serabi, Kalilarangan marak penjual

bakso, Keprabon dengan sega liwetnya dan Gading terkenal dengan sotonya. Di

21

http://gopanganlokal.miti.or.id/index.php/peran-strategis-industri-

kuliner-bagi-pertumbuhan-ekonomi, (diakses pada tanggal 15 Oktober 2014). 22

http://www.solopos.com/2013/11/03/bisnis-kuliner-solo-makin-ramai-

462099, (diakses pada tanggal 15 Oktober 2014). 23

Solo Pos, 4 Oktober 1997. Ini diakui pengamat pariwisata Drs. Tundjung

Wahadi Sutirto, M. si. Staf pengajar Fakultas Sastra UNS yang telah mengkaji

secara khusus kepariwisataan di Solo lewat penelitiannya berjudul Analisis

Potensi Pariwisata di Kota Surakarta itu berpendapat, makanan khas yang

disajikan PKL memang menjadi daya tarik wisatawan tersendiri.

Page 21: BAB II PERKEMBANGAN KULINER DI SURAKARTA PADA TAHUN … · berbagai jenis masakan daerah, seperti selat solo, sop buntut, galantine, gadon daging, perkedel , semur, sate, dan asinan

33

sepanjang jalan Slamet Riyadi penjaja kue serabi banyak dijumpai berderet di

pinggir jalan, selain sejumlah pedagang lesehan. Makanan khas di Solo amat

potensial untuk disajikan sebagai daya tarik wisatawan, khususnya dari sektor

boga. Sepanjang pengamatannya, di Solo ini fenomena makanan tradisional dalam

pemasarannya mengenal waktu. Pagi hari banyak dijumpai penjaja jamu Jawa,

dawet, bubur kacang hijau, dan jajanan yang dikenal masyarakat dengan jajanan

pasar (gethuk, thiwul, gathot, urap ketan) dan lainnya. Pada siang hari, ada penjaja

gendongan yang menyajikan makanan lotis, rujak, brambang asem, uli cabuk dan

lainnya. Sedang di sore hari, sangat mudah ditemui penjaja makanan srabi, bakso

dan klepon. Menjelang malam bermunculan penjaja hik yang bertempat di

perempatan-perempatan jalan. Makanan yang digelar di hik ini adalah minuman

antara lain wedang kopi, wedang jahe dan wedang tape di samping aneka

makanan yang namanya terkesan lucu dan khas, semacam nasi sega kucing, sega

oseng-oseng serta makanan lainnya. Pada saat malam dapat dijumpai penjaja

minuman yang dikenal dengan nama wedang ronde yang dijajakan berkeliling.24

Sebagai daerah Kerajaan, Surakarta selain memiliki kekayaan budaya juga

memiliki beragam kekayaan kuliner tradisional. Nama-nama kuliner tradisional

dapat dilihat di dalam Serat Centhini. Berikut ini kuliner tradisional di Surakarta

antara lain;

24

Ibid.,

Page 22: BAB II PERKEMBANGAN KULINER DI SURAKARTA PADA TAHUN … · berbagai jenis masakan daerah, seperti selat solo, sop buntut, galantine, gadon daging, perkedel , semur, sate, dan asinan

34

1. Nasi Liwet

Kuliner di Kota Surakarta memiliki tempatnya masing-masing, seperti

Keprabon yang terkenal dengan nasi liwet.25

Nasi liwet merupakan makanan

klasik buatan tangan-tangan ahlinya, yaitu warga Baki, yang lestari hingga

berabad-abad lamanya. Paku Buwana IX (1861-1893) pernah memborong nasi

liwet demi memanjakan lidah dan mengenyangkan perut para pangrawit yang

bersedia memainkan gamelan menghibur raja semalam suntuk. Setiap pagi dan

malam, penjual nasi liwet bertebaran menjajakan dagangan mereka. Fenomena ini

membuktikan adanya keinambungan sejarah wirausaha kuliner nasi liwet, sama

halnya sejarah wirausaha batik di Laweyan.26

Nasi Liwet terdiri dari nasi putih gurih, irisan daging ayam, sambal goreng

labu siam, kumut (santan kental) dan telur kukus ini, pada awalnya adalah menu

hidangan Raja-raja Keraton Surakarta. Resepnya diwariskan turun-temurun dan

telah berusia ratusan waktu. Terkait kemunculannya nasi liwet tidak diketahui

sejak kapan mulai dikonsumsi. Seiring berjalannya waktu, nasi liwet bisa

dinikmati oleh masyarakat luas. Nasi Liwet disajikan dalam pincuk daun pisang

lengkap dengan potongan daun yang berfungsi sebagai sendok.

25

Dalam buku kumpulan kolomnya, Mangan Ora Mangan Ngumpul

(2012: 55), UK menyatakan: sega liwet Malioboro itu’kan tiruan Solo. Itu pun

tiruan yang jelek. Tidak gurih, tanpa areh yang putih mumpluk ditaruh di atas

sambel goreng jipang. Sing asli itu ya sega liwet Baki itu, Pak. Lha, kalo tindak

Solo mau mencicipi itu di Keprabon. 26

http://www.solopos.com/2014/02/18/gagasan-kuliner-solo-menurut

umar-kayam-490558, (diakses pada tanggal 30 Januari 2016).

Page 23: BAB II PERKEMBANGAN KULINER DI SURAKARTA PADA TAHUN … · berbagai jenis masakan daerah, seperti selat solo, sop buntut, galantine, gadon daging, perkedel , semur, sate, dan asinan

35

Gambar. 1

Nasi Liwet

Sumber: www.google.com

2. Thengkleng

Hidangan thengkleng muncul seabad silam dari aksi para buruh Laweyan

yang memunguti sisa-sisa daging kambing dari mbok mase, juragan batik

perempuan yang kaya raya. Sekelompok buruh tidak mampu menjangkau

makanan berkelas itu, lantas mengolah tulang dan jeroan kambing untuk disantap.

Selain dangkal dan mengabaikan peristiwa sejarah lokal yang memuat jiwa

zaman, analisis tersebut tanpa bersandar data. Jika ditengok dari lembaran sejarah

kuliner Nusantara, kelompok penyuka makanan berbahan daging kambing ialah

kaum etnis Arab dan keturunannya. Beberapa perayaan agama Islam dan hajatan

komunitas keturunan etnis Arab menempatkan kambing sebagai bahan pokok.

Tidak mengherankan bila kemudian bertebaran warung satai kambing di daerah

yang ditinggali komunitas keturunan Arab. Thengkleng lahir dari buah kreativitas

wong Solo dalam menghadapi situasi yang mencekik, tepatnya masa penjajahan

Jepang. Thengkleng bukan hanya citarasa, namun juga filosofi tidak mudah takluk

Page 24: BAB II PERKEMBANGAN KULINER DI SURAKARTA PADA TAHUN … · berbagai jenis masakan daerah, seperti selat solo, sop buntut, galantine, gadon daging, perkedel , semur, sate, dan asinan

36

oleh penderitaan hidup. Bukan hanya urusan teknis, tapi juga nilai pengetahuan

kuliner yang diwariskan puluhan tahun.27

Penjual thengkleng di Surakarta yang terkenal salah satunya adalah Bu

Edi. Bu Edi bersama penjual thengkleng lainnya membuat tulang-belulang dan

jeroan kambing yang senantiasa diabaikan di ruang dapur oleh tukang masak atau

koki, alih-alih disantap di meja makan. Sejak tahun 1970-an Bu Edi setia

mengolah dan menjajakan thengkleng, mulai dari cara berjualan keliling hingga

menetap di bawah gapura Pasar Klewer. Berjubelnya pembeli yang rela dhempet-

dhempetan (berimpitan) di dhingklik panjang sebelum warung dibuka dan

seringnya kewalahan meladeni pesanan di rumah merupakan secuil bukti

thengkleng Surakarta memang sanggup menggoyang lidah. Kuliner thengkleng

hanya dapat dijumpai di Kota Surakarta. Meski penjual thengkleng dapat dijumpai

di kota lain, tetapi rasanya berbeda dengan thengkleng yang ada di Kota

Surakarta.

3. Cabuk Rambak

Cabuk rambak bisa dikatakan hampir punah. Dahulu, penjual cabuk

rambak berjalan mengelilingi kota Surakarta di pagi hari melayani pembelinya. Di

Pasar Gede, Cabuk Rambak seakan menemukan panggungnya kembali, selalu

saja ada pembeli yang datang menyicipi hidangan ini. Cabuk Rambak adalah

hidangan sederhana yang kaya citarasa. Sederhana karena hanya potongan tipis

ketupat yang diberi bumbu yang dihidangkan bersama semacam kerupuk. Kaya

rasa, karena bahan yang digunakan tidaklah biasa. Walaupun terlihat seperti

27

http://www.solopos.com/2015/12/16/gagasan-historiografi-thengkleng-

671435, (diakses pada tanggal 30 Januari 2016).

Page 25: BAB II PERKEMBANGAN KULINER DI SURAKARTA PADA TAHUN … · berbagai jenis masakan daerah, seperti selat solo, sop buntut, galantine, gadon daging, perkedel , semur, sate, dan asinan

37

bumbu kacang, namun yang dipakai terbuat dari wijen, kemiri, daun jeruk yang

dicampur parutan kelapa yang sudah di sangrai. Rasa bumbunya lebih ringan

dengan tekstur lebih encer dibanding bumbu kacang, dominasi bumbunya ada di

citarasa kemiri yang sedikit menyengat. Untuk melengkapi tekstur yang lembut

dari ketupat, disajikan sejenis kerupuk yang biasa disebut Karak. Karak terbuat

buat dari nasi yang dipadatkan. Cabuk Rambak disajikan diatas pincuk daun

pisang dan diberi tusuk sate sebagai alat makan. Cabuk rambak sudah ada sejak

tahun 1923, hal ini dibuktikan dari literatur kuliner Serat Centhini, cabuk rambak

terdapat didalam salah satu makanan yang ditemukan di Mataram.28

Gambar. 2

Cabuk Rambak

Sumber: www.google.com

28

Pada saat perhelatan dilengkapi dengan pertunjukan wayang dan banyak

penjualmakanan yang berada di sana. Makanan yang dijual oleh para penual pada

saat pertunjukan wayang sangat beraneka ragam. Yaitu;bakmi ayam, saoto

kambangan, cokoten, rondhe cemoe, wedang teh, dhawet, srebat, cao, bir manis,

beras kencur, semelak, legen aren arum, panganan goreng, babasahan,

wuwungkusan, pala pendem, kasimpar, gegonhongan, gegorengan, criping,

jenang dodol, pondhoh, wajik, jadah, jadah gedhang, ketan ore, gethuk, juwadah

pohung, cethot, juruh, ledre, surabi, jenang cocoh bang, pethak, puli, awung-

awung, cabuk rambak, pecel, sega liwet, dll. (Wahjudi Pantja Sunjata, dkk. 2014,

Kuliner Jawa Dalam Serat Centhini, Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya

(BPNB), Hlm. 34-35).

Page 26: BAB II PERKEMBANGAN KULINER DI SURAKARTA PADA TAHUN … · berbagai jenis masakan daerah, seperti selat solo, sop buntut, galantine, gadon daging, perkedel , semur, sate, dan asinan

38

4. Pecel Ndesa

Pecel ndesa29

berbeda dengan pecel pada umumnya, nasi yang digunakan

dari beras merah. Nasi beras merah itu dipadukan dengan berbagai jenis sayuran

yang direbus seperti kenikir, taoge, daun pepaya, daun bayam, jantung pisang,

kacang panjang, dan daun ketela. Kuah bumbu pecel ndesa juga berbeda dengan

pada umumnya pecel di daerah lain. Kuah bumbu itu merupakan sambal wijen

yang dicairkan.

Gambar. 3

Pecel Ndesa

Sumber: www.google.com

5. Brambang Asem

Brambang asem adalah daun ketela rambat yang direbus dan disajikan di

pincuk daun pisang. Namun memang yang membuat spesial adalah bumbu yang

disiramkan bumbunya yang terbuat dari asem jawa, gula jawa, cabai dan bawang

merah. Potongan ketela yang segar, bercampur dengan rasa asem manis pedas

bumbunya. Tak lupa lauk pendamping sebongkah tempe gembus yang manis

29

Ibid.,

Page 27: BAB II PERKEMBANGAN KULINER DI SURAKARTA PADA TAHUN … · berbagai jenis masakan daerah, seperti selat solo, sop buntut, galantine, gadon daging, perkedel , semur, sate, dan asinan

39

terbuat dari ampas tahu. Tidak ada literatur yang menjelaskan kapan kuliner

brambang asem mulai dikonsumsi.

Gambar. 4

Brambang Asem

Sumber: www.google.com

6. Gethuk Lindri

Gethuk lindri30

terbuat dari singkong rebus yang digiling kemudian

ditambah dengan gula dan pewarna makanan. Panganan khas Soloraya ini biasa

disajikan bersama ketan hitam, cenil, klepon, gendar, gatot, lalu ditaburi parutan

kelapa dan disiram larutan gula merah.

30

Ibid.,

Page 28: BAB II PERKEMBANGAN KULINER DI SURAKARTA PADA TAHUN … · berbagai jenis masakan daerah, seperti selat solo, sop buntut, galantine, gadon daging, perkedel , semur, sate, dan asinan

40

Gambar. 5

Gethuk lindri

Sumber: www.google.com

7. Lenjongan

Lenjongan adalah kumpulan jajanan pasar khas Surakarta, Lenjongan

terdiri dari Gatot, Thiwul, Klepon, Sawut, Jagung manis (Grontol), Cenil, Gendar

Puli, Ketan Hitam dan masih banyak lagi. Makanan ini juga terdapat pada Serat

Centhini, lokasi penemuannya di Mataram. Sehingga makanan ini sudah ada dan

dikonsumsi sejak tahun 1923.

Gambar. 6

Lenjongan

Sumber: www.google.com

Page 29: BAB II PERKEMBANGAN KULINER DI SURAKARTA PADA TAHUN … · berbagai jenis masakan daerah, seperti selat solo, sop buntut, galantine, gadon daging, perkedel , semur, sate, dan asinan

41

8. Dawet Selasih

Dawet selasih berisikan bubur sumsum, ketan hitam, cendol, tape ketan,

selasih yang kemudian disiram dengan santan dan ditambah es batu. Di dalam

Serat Centhini dawet ditemukan di wilayah Mataram, selain sesaji saat memasang

tarub dawet juga dijajakan dalam acara pertunjukan wayang.31

Gambar. 7

Dawet Selasih

Sumber: www.google.com

9. Gempol Pleret

Gempol pleret32

berisikan bola-bola yang terbuat dari tepung beras yang

biasa disebut warga Surakarta sebagai gempol. Gempol biasa disajikan bersama

31

Sesaji saat memasang tarub yang disediakan adalah berbagai makanan,

sirih dan pisang. Macam kuliner itu antara lain; sega lulut, sega wuduk, sega

basahan, sega golong, jajan pasar, dhawet, rujak, pecel pitik, jangan menir, ayam

lembaran, jenag abang, jenang putih, jenang baro-baro, jonglong, inthil, pisang

ayu, suruh ayu. (Ibid., Hlm. 28-29). 32

“Jayengwesti memerintahkan kepada istrinya yang bernama Turiga

untuk membuat nasi senandung. Dengan perasaan gugup Ni Turida menyiapkan

makanan. Bersama adiknya ia menata berbagai makanan yang berupa buah-

buahan, antara lain: jambu, pisang mas, kelampok arum, salak, pakel, kueni,

duren, manggis, pijetan, duku, pundung, srikaya, serta mangga dodol. Selain itu,

juga disajkan buah nanas, tebu, semangka, papaya jingga. Sajian yang berupa

makanan jajanan antara lain: randhakeli, raramendut, pipis tuban, pipis kopyor,

sempurna, lemat pasung, lemper, semar tindu, gempol pleret, jadah dan jenang

Page 30: BAB II PERKEMBANGAN KULINER DI SURAKARTA PADA TAHUN … · berbagai jenis masakan daerah, seperti selat solo, sop buntut, galantine, gadon daging, perkedel , semur, sate, dan asinan

42

irisan buah nangka, cendol, yang ditambah beberapa lembaran tipis dari tepung

ketan yang disebut pleret. Racikan itu selanjutnya disiram dengan kuah santan

yang dicampur dengan gula merah dan es batu.

Gambar. 8

Gempol Pleret

Sumber: www.google.com

10. Timlo Sastro

Timlo merupakan makanan khas Surakarta. Timlo sastro adalah timlo

yang pertama ada di Surakarta, berdiri sejak tahun 1952, awalnya berupa

angkringan di depan toko Alus Pasar Gede. Timlo sastro berkembang degan pesat

hingga pada tahun 1958 pindah ke Balong (sebelah Timur pojokan pasar gede).

Timlo merupakan makanan yang menyerupai soto yang diberi kuah daging dan

tambahan berupa sosis , rempelo ati, dan telur.33

dodol. Setelah semuannya tersedia, Jayengwesti mempersilahkan Seh Amongraga

untuk menyantapnya. Hanya karena anugrah Allah SWT ia dapat memberi

jamuan seperti yang disajikan. Seh Amongraga pun berterima kasih dan hanya

mengambil pisang mas satu biji” (Wahjudi Pantja Sunjata, dkk. Op cit., Hlm. 42). 33

Solopos, 21 September 2002, Koleksi Monumen Pers Nasional

Surakarta.

Page 31: BAB II PERKEMBANGAN KULINER DI SURAKARTA PADA TAHUN … · berbagai jenis masakan daerah, seperti selat solo, sop buntut, galantine, gadon daging, perkedel , semur, sate, dan asinan

43

Gambar. 9

Timlo Sastro

Sumber: www.google.com

Kuliner di Kota Surakarta mengalami perkembangan. Hal ini dapat dilihat

mulai tahun 1997 pemerintah kota Surakarta mengangkat kuliner sebagai daya

tarik wisata. Kota Barat menjadi salah satu destinasi wisata boga di Surakarta.

Kota Barat tumbuh jadi “Malioboro”-nya Solo. Solo tidaklah salah bila disebut

sebagai kota malam. Kawasan Kota Barat telah tumbuh menjadi semacam obyek

wisata boga menarik. Kalau boleh membandingkan dengan Yogyakarta, maka

Kota Barat adalah “Malioboro”-nya Solo. Julukan ini bukannya tanpa alasan.

Setidaknya, gambaran kehidupan yang muncul di sepanjang Jalan Dr. Muwardi,

tepatnya mulai pertigaan Lapangan Kota Barat hingga Gereja St. Antonius,

Gendengan memang tidak akan membohonginya. Di sana aneka macam hidangan,

baik makanan hingga minuman tersaji dengan berbagai cara penyajian. Sebagian

besar menampilkan gaya lesehan. Sangat mirip dengan Malioboro di Yogyakarta.

Pada awalnya kawasan Kota Barat hanya terdapat beberapa pedagang saja, seperti

Gudeg Yu Landip, Tisada Burger dan warung bubur kacang hijau di ujung

pertigaan Jalan Dr. Muwardi dan Jalan Yosodipuro. Kotabarat kini benar-benar

Page 32: BAB II PERKEMBANGAN KULINER DI SURAKARTA PADA TAHUN … · berbagai jenis masakan daerah, seperti selat solo, sop buntut, galantine, gadon daging, perkedel , semur, sate, dan asinan

44

jadi kawasan sentra boga paling popular di Surakarta. Lebih dari 30 kios (warung)

yang menampilkan berbagai jenis makanan berderet di sana.34

Gladag Langen Bogan merupakan wisata kuliner malam di Kota Surakarta

yang diresmikan pada Minggu malam 13 april 2008. Kehadiran tempat wisata

kuliner malam Gladag Langen Bogan semakin memperkuat Surakarta sebagai

kota terkenal dengan sebutan kota yang tidak pernah tidur. Gladag Langen Bogan

Surakarta adalah arena kuliner yang hanya dibuka pada malam hari, berlokasi di

sebelah timur bundaran Gladag, tepatnya di JL. Mayor Sunaryo depan Beteng

Trade Center dan Pusat Grosir Solo. Jika siang hari tetap sebagai jalan raya,

sedangkan pada malam hari jalan ditutup untuk menjadi arena kuliner. Setiap

malam selalu dipenuhi pengunjung baik dari masyarakat Surakarta maupun yang

datang dari luar Kota Surakarta yang penasaran dengan wisata kuliner malam ini,

Gladag Langen Bogan merupakan salah satu pilihan baru sebagai salah satu

tujuan wisata di Kota Surakarta. Pusat jajanan malam hari ini menawarkan aneka

macam makanan dan minuman khas tradisional yang sudah legendaris di Kota

Surakarta. Masyarakat dan wisatawan dapat menemukan dengan mudah berbagai

makanan dan minuman seperti thengkleng, sate kere, mie thoprak, wedang ronde,

wedang dongo, dan masih banyak lagi di Gladag Langen Bogan yang digelar di

sepanjang jalan utama depan Pusat Grosir Solo dan Beteng Trade Center Gladag.

Pada akhir pekan, tak hanya makanan dan minuman khas yang ditawarkan disini,

34

Solopos, 4 Oktober 1997, Koleksi Monumen Pers Nasional Surakarta.

Page 33: BAB II PERKEMBANGAN KULINER DI SURAKARTA PADA TAHUN … · berbagai jenis masakan daerah, seperti selat solo, sop buntut, galantine, gadon daging, perkedel , semur, sate, dan asinan

45

sajian musik live dapat pula dinikmati para pengunjung dengan cuma-cuma dan

adanya fasilitas hotspot.35

Perkembangan kuliner di Surakarta semakin mengalami peningkatan, hal

ini karena adanya dukungan dari pemerintah dalam memberikan ruang untuk

menjajakan kuliner di Kota Surakarta. Wisata Kuliner yang menjadi tren

dikalangan masyarakat juga memberi dampak pada perkembangan kuliner Di

Kota Surakarta.

Gambar. 10

Gladag Langen Bogan

Sumber: www.google.com

Perkembangan kuliner di Kota Surakarta semakin berkembang dengan

bertambahnya jumlah rumah makan dan restoran di kota ini. Jumlah rumah makan

dan restoran di Surakarta terus berkembang selama 2011-2012. Berdasarkan data

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Surakarta jumlah restoran

dan rumah makan naik masing-masing 10,53% dan 2,92%. Hingga Desember

2012 terdapat 21 restoran dan 247 rumah makan di Kota Surakarta. Angka

tersebut tumbuh dari tahun sebelumnya yaitu 19 restoran dan 240 rumah makan.

35

http://www.surakarta.go.id/konten/gladag-langen-bogan-galabo,

(diakses pada tanggal 15 Oktober 2014).

Page 34: BAB II PERKEMBANGAN KULINER DI SURAKARTA PADA TAHUN … · berbagai jenis masakan daerah, seperti selat solo, sop buntut, galantine, gadon daging, perkedel , semur, sate, dan asinan

46

Pertumbuhan industri kuliner di Kota Surakarta ini didukung oleh permintaan dari

konsumen yang cukup banyak. Selain itu, keberadaan restoran dan rumah makan

ini juga berpengaruh terhadap minat wisatawan berkunjung. Jumlah rumah makan

dan restoran yang ada masih minim jika dibandingkan dengan realitas di

lapangan. Pasalnya, sejumlah rumah makan dan restoran yang ada tidak mengurus

perizinan sesuai ketentuan Peraturan Daerah (Perda) Kota Solo No 4 Tahun 2002

tentang Hiburan Umum. Berdasarkan peraturan itu setiap usaha harus memiliki

izin usaha. Sebuah usaha dikategorikan sebagai rumah makan salah satunya

adalah hanya menyajikan makanan jadi. Sedangkan kategori restoran adalah usaha

kuliner yang menyajikan makanan lengkap dengan proses pembuatan.36

36

m.solopos.com/2013/02/13/wah-solo-dipenuhi-restoran-dan-rumah-

makan-378815, (diakses pada tanggal 19 Oktober 2014).