bab ii pachyrhizus erosus) berasal dari amerika xicama...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Bengkuang
Bengkuang atau bengkoang (Pachyrhizus erosus) berasal dari Amerika
tropis yang termasuk dalam suku polong-polongan atau Fabaceae. Di tempat
asalnya, tumbuhan ini dikenal sebagai xicama atau jícama. Orang Jawa
menyebutnya sebagai besusu. Tumbuhan yang dikenal dari umbi (cormus)
putihnya yang bisa dimakan sebagai komponen rujak dan asinan atau
dijadikan masker untuk menyegarkan wajah dan memutihkan kulit.
Tanaman bengkuang merupakan tanaman jenis umbi yang memiliki
klasifikasi sebagai berikut :
Kerajaan : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Fabales
Familia : Fabaceae
Super Familia : Faboidae
Genus : Pachyrizus
Spesies : Pachyrizus erosus
5
6
Bengkuang merupakan tanaman tahunan yang dapat mencapai panjang
4-5 meter, sedangkan akarnya dapat mencapai 2 meter. Tumbuhan ini
membentuk umbi akar (cormus) berbentuk bulat atau membulat seperti
gasing dengan berat dapat mencapai 5 kg. Kulit umbinya tipis berwarna
kuning pucat dan bagian dalamnya berwarna putih dengan cairan segar agak
manis. Umbinya mengandung gula dan pati serta fosfor dan kalsium. Umbi
ini juga memiliki efek pendingin karena mengandung kadar air 86-90%.
Rasa manis berasal dari suatu oligosakarida yang disebut inulin, yang tidak
bisa dicerna tubuh manusia. Sifat ini berguna bagi penderita diabetes atau
orang yang berdiet rendah kalori. (Heyne K, 1987)
Umbi bengkuang sebaiknya disimpan pada tempat kering bersuhu
12°C hingga 16°C. Suhu lebih rendah mengakibatkan kerusakan.
Penyimpanan yang baik dapat membuat umbi bertahan hingga 2 bulan.
(Heyne K, 1987)
Gambar 1. Umbi Bengkuang
7
Walaupun umbinya dapat dimakan, bagian bengkuang yang lain sangat
beracun karena mengandung rotenon, sama seperti tuba. Racun ini sering
dipakai untuk membunuh serangga atau menangkap ikan, terutama yang
diambil dari biji-bijinya.
Gambar 2. Biji Bengkuang
Meski beracun, biji bengkuang pun dapat dijadikan bahan obat. Biji
yang ditumbuk dan dicampur dengan belerang digunakan untuk
menyembuhkan sejenis kudis. Sementara, di Jawa Tengah, setengah butir
biji bengkuang dapat digunakan sebagai obat urus-urus. Keracunan biji
bengkuang biasanya diatasi dengan meminum air kelapa hijau dan dapat
digunakan untuk mempelancar buang air besar karena bengkuang
mengandung serat yang lebih tinggi daripada mangga. (Panji, 2009)
8
Rotenon merupakan insektisida penghambat metabolisme. Aktivitas
kerja rotenon sebagai inhibitor kuat pada oksidasi asam glutamat. Pada otot
yang teracuni rotenon menunjukkan penurunan kemampuan dalam
mensintesis ATP melalui fosforilasi oksidatif. Koenzim Q dan NAD+
berperan penting dalam pertukaran elektron pada reaksi fosforilasi oksidatif.
Penghambatan rotenon terjadi pada titik oksidasi ganda NADH2 dan
flavoprotein. Penghambatan ini terjadi pada substrat yang dioksidasi
melalui sistem NAD seperti glutamat, α-ketoglutarat dan piruvat tapi tidak
terjadi penghambatan pada oksidasi suksinat (Hadi, 1981, dan Kerkut dan
Gilbert, 1985).
B. Larva Aedes sp
a. Klasifikasi Aedes sp
Nyamuk Aedes sp, secara umum mempunyai klasifikasi (Womack,
1993), sebagai berikut :
Kerajaan : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Culicidae
Subfamili : Culicinae
Tribus : Culicini
Genus : Aedes
9
b. Morfologi larva nyamuk Aedes sp
Larva nyamuk Aedes sp tubuhnya memanjang tanpa kaki dengan
bulu-bulu sederhana yang tersusun bilateral simetris. Larva ini dalam
pertumbuhan dan perkembangannya mengalami 4 kali pergantian kulit
(ecdysis), larva yang terbentuk berturut-turut disebut larva instar I, II, III
dan IV. Larva instar I, tubuhnya sangat kecil, warna transparan, panjang
1 - 2 mm, duri - duri (spinae) pada dada (thorax) belum begitu jelas, dan
corong pernapasan (siphon) belum menghitam. Larva instar II bertambah
besar, ukuran 2,5 - 3,9 mm, duri dada belum jelas, corong pernapasan
sudah berwarna hitam. Larva instar IV telah lengkap struktur anatominya
dan jelas tubuh dapat dibagi menjadi bagian kepala (chepal), dada
(thorax), dan perut (abdomen). (Soegijanto, 2006)
Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk, sepasang
antena tanpa duri-duri, dan alat-alat mulut tipe pengunyah (chewing).
Bagian dada tampak paling besar dan terdapat bulu-bulu yang simetris.
Perut tersusun atas 8 ruas. Ruas perut ke-8, ada alat untuk bernapas yang
disebut corong pernapasan. Corong pernapasan tanpa duri-duri,
berwarna hitam, dan ada seberkas bulu-bulu (tulf). Ruas ke-8 juga
dilengkapi dengan seberkas bulu-bulu sikat (brush) di bagian ventral dan
gigi-gigi sisir (comb) yang berjumlah 15 – 19 gigi yang tersusun dalam 1
baris. Gigi - gigi sisir dengan lekukan yang jelas membentuk gerigi.
Larva ini tubuhnya langsing dan bergerak sangat lincah, bersifat
10
fototaksis negatif, dan waktu istirahat membentuk sudut hampir tegak
lurus dengan bidang permukaan air. (Soegijanto, 2006)
Gambar 3. Larva Aedes sp
C. Pengendalian Vektor
Beberapa usaha pencegahan dan pengendalian terhadap serangan
nyamuk demam berdarah dengue tidak akan berjalan jika tidak dilakukan
secara simultan dan terpadu. Jika salah satu lingkungan saja tidak ikut
berpartisipasi, lingkungan tersebut bisa menjadi sumber infeksi serangan
nyamuk demam berdarah. Usaha-usaha pencegahan dan pengendalian yang
bisa dilakukan sebagai berikut (Kardinan, 2007):
1. Pencegahan
Usaha ini dilakukan dengan menggunakan repellent atau
pengusir, misalnya lotion yang digosokkan ke kulit sehingga
nyamuk takut mendekat. Banyak bahan tanaman yang bisa
11
dijadikan lotion anti nyamuk. Hal yang dapat dilakukan untuk
mengusir nyamuk adalah menanam tanaman yang tidak disukai
serangga, termasuk nyamuk Aedes aegypti. Tanaman ini bisa
diletakkan di sekitar rumah atau di dalam.
2. Pengendalian
Pengendalian vektor adalah semua usaha yang dilakukan untuk
menurunkan atau menekan populasi vektor pada tingkat yang tidak
membahayakan kesehatan masyarakat. Menurut data dari
Direktorat Pemberantasan Penyakit Menular, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, keberhasilan pencegahan penyakit
DBD sangat bergantung pada pengendalian vektornya.
Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu :
a. Secara Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut
antara lain dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN),
misalnya sarang nyamuk dengan cara mengeringkan genangan
air yang menjadi tempat berkembangbiaknya, membakar sampah
yang menjadi tempat lalat bertelur dan tempat-tempat
persembunyian serangga pengganggu. Termasuk dalam
pengendalian serangga adalah mencegah terjadinya kontak antara
serangga dengan manusia, misalnya dengan memasang kawat
12
kasa atau kawat nyamuk (insect-screen) di jalan angin, pintu atau
jendela rumah.
Cara yang hingga saat ini masih dianggap paling tepat untuk
mengendalikan penyebaran penyakit demam berdarah adalah
dengan mengendalikan populasi dan penyebaran vektor.
Program yang sering dikampanyekan di Indonesia adalah
3M+1T, yaitu:
Menguras bak mandi, untuk memastikan tidak adanya larva
nyamuk yang berkembang di dalam air dan tidak ada telur
yang melekat pada dinding bak mandi.
Menutup tempat penampungan air sehingga tidak ada nyamuk
yang memiliki akses ke tempat itu untuk bertelur.
Mengubur barang bekas sehingga tidak dapat menampung air
hujan dan dijadikan tempat nyamuk bertelur.
Telungkupkan barang bekas sehingga tidak dapat menampung
air hujan dan dijadikan tempat nyamuk bertelur.
b. Secara Biologi
Pengendalian secara biologi adalah pengendalian serangga
dengan menggunakan predator (binatang pemangsa serangga),
menyebarkan parasit penyebab penyakit pada serangga dengan
tujuan untuk menurunkan populasinya secara alami tanpa
mengganggu ekologi. Contoh predator tersebut terdiri dari ikan
pemakan larva yaitu ikan kepala timah, cupang dan gambus yang
13
sudah semakin banyak digunakan untuk mengendalikan nyamuk
Aedes aegypti di kumpulan air yang banyak atau di kontainer air
yang besar, bakteri penghasil endotoksin yaitu Bacillus
Thuringies serotipe H-14 (Bt: H-14) dan Bacillus sphaericus(Bs)
adalah efektif untuk mengendalikan nyamuk.
c. Secara Kimia
Bahan kimia yang banyak digunakan dalam pemberantasan
Aedes aegypti ialah golongan organophospat. Malathion
digunakan untuk memberantas nyamuk dewasa, sedangkan
temephos digunakan untuk jentiknya. Malathion digunakan
dengan cara pengasapan (fogging), karena kebiasaan beristirahat
Aedes aegypti ialah pada benda yang bergantungan. Temephos
yang biasa digunakan berebentuk butiran pasir (sandgranules)
dan ditaburkan di tempat penampungan air. Penggunaan
larvasida ini dalam posisi 1 ppm mampu mencegah infestasi
jentik Aedes aegypti selama 2 - 3 bulan. Pengaruh residu
temephos ini disebabkan karena bahan aktifnya dilepas secara
perlahan (slow release) dan menempel pada pori – pori dinding
sebelah dalam dari tempat penampungan air.
Upaya lain dalam memutus mata rantai kehidupan nyamuk
yakni dengan perangkap telur (ovitrap). Ovitrap adalah alat
pemancing nyamuk untuk bertelur di dalamnya. Ketika telur
14
berkembang menjadi nyamuk dewasa, nyamuk akan
terperangkap di dalam ovitrap, dan akhirnya mati.
Ovitrap dapat berupa bejana, misalnya, cangkir (cup)
kaleng (seperti bekas kaleng susu atau gelas plastik) yang
dinding sebelah dalamnya di cat hitam, dan ember kemudian
diberi air secukupnya. Ke dalam bejana tersebut dimasukkan
paddle berupa potongan kayu, bilah bambu atau kain yang
tenunannya kasar dan berwarna gelap sebagai tempat meletakkan
telur bagi nyamuk. (Kardinan, 2007)
D. Insektisida Nabati
a. Pengertian Insektisida Nabati
Secara umum, insektisida nabati diartikan sebagai suatu insektisida
yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Insektisida nabati relatif
mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan terbatas. Oleh
karena terbuat dari bahan alami / nabati maka jenis insektisida ini
bersifat mudah terurai (biodegradable) di alam sehingga tidak
mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak
peliharaan karena residunya mudah hilang. Insektisida nabati bersifat
“pukul dan lari” (hit and run), yaitu apabila diaplikasikan akan
membunuh serangga pada waktu itu dan setelah serangganya terbunuh
maka residunya akan cepat menghilang di alam (Kardinan, 2004).
15
Senyawa bioaktif yang terdapat pada tanaman dapat dimanfaatkan
seperti layaknya insektisida sintetik. Perbedaannya adalah bahan aktif
pada insektisida nabati disintesa oleh tumbuhan dan jenisnya dapat lebih
dari satu macam (campuran). Bagian tumbuhan seperti daun, bunga,
buah, biji, kulit, batang, dan sebagainya dapat digunakan dalam bentuk
utuh, ekstraksi (dengan air atau senyawa pelarut organik) ataupun bubuk
(Naria, 2005).
b. Pembuatan Insektisida Nabati
Pembuatan insektisida nabati dapat dilakukan secara sederhana
atau secara laboratorium. Cara sederhana (jangka pendek) dapat
dilakukan dengan penggunaan ekstrak sesegera mungkin setelah
pembuatan ekstrak dilakukan. Cara laboratorium (jangka panjang)
biasanya dilakukan oleh tenaga ahli yang sudah terlatih. Hal tersebut
menyebabkan produk insektisida nabati menjadi mahal. Hasil
kemasannya memungkinkan untuk disimpan relatif lama.
Untuk menghasilkan bahan insektisida nabati dapat dilakukan
dengan teknik sebagai berikut (Kardinan, 2004):
1. Penggerusan, penumbukan, atau pengepresan untuk
menghasilkan produk berupa tepung, abu, atau pasta.
2. Rendaman untuk produk ekstrak.
16
3. Ekstraksi dengan menggunakan bahan kimia pelarut disertai
perlakuan khusus oleh tenaga yang terampil dan dengan peralatan
yang khusus.
c. Keunggulan dan Kelemahan Insektisida Nabati
1. Keunggulan
a. Insektisida nabati tidak atau hanya sedikit meninggalkan residu
pada komponen lingkungan dan bahan makanan sehingga
dianggap lebih aman daripada insektisida sintetis/ kimia.
b. Zat pestisidik dalam insektisida nabati lebih cepat terurai di
alam sehingga tidak menimbulkan resistensi pada sasaran.
c. Dapat dibuat sendiri dengan cara yang sederhana.
d. Bahan pembuat insektisida nabati dapat disediakan di sekitar
rumah.
e. Secara ekonomi tentunya akan mengurangi biaya pembelian
insektisida. (Naria, 2005)
2. Kelemahan
a. Frekuensi penggunaan insektisida nabati lebih tinggi
dibandingkan dengan insektisida sintetis. Tingginya frekuensi
penggunaan insektisida botani adalah karena sifatnya yang
mudah terurai di lingkungan sehingga harus lebih sering
diaplikasikan.
17
b. Insektisida nabati memiliki bahan aktif yang kompleks
(multiple active ingredient) dan kadang kala tidak semua bahan
aktif dapat dideteksi.
c. Tanaman insektisida nabati yang sama, tetapi tumbuh di tempat
yang berbeda, iklim berbeda, jenis tanah berbeda, umur
tanaman berbeda, dan waktu panen yang berbeda
mengakibatkan bahan aktifnya menjadi sangat bervariasi.
(Naria, 2005)
d. Cara Masuk Insektisida
Untuk membunuh serangga, insektisida masuk dalam tubuh
serangga melalui lambung, kontak, dan alat pernapasan (Wudianto,
2004), yaitu:
1. Insektisida dapat meracuni lambung (stomach poisons) bila
insektisida masuk dalam tubuh bersama bagian tanaman yang
dimakannya. Akibatnya alat pencernaan akan terganggu.
Insektisida seperti ini sangat efektif untuk mengendalikan serangga
yang mulutnya bertipe penggigit dan pengunyah.
2. Insektisida kontak (contact poisons) akan masuk ke dalam tubuh
serangga melalui kutikulanya.
3. Insektisida masuk ke tubuhnya melalui pernapasan, misalnya
fumigasi hama gudang dapat mematikan hama yang mengisap gas
beracun dari fumigan. Sedangkan dilihat dari cara kerjanya,
18
insektisida dibedakan atas peracun fisik, peracun protoplasma, dan
peracun pernapasan, yaitu:
1. Insektisida peracun fisik akan menyebabkan dehidrasi, yaitu
keluarnya cairan tubuh dari dalam tubuh serangga.
2. Insektisi peracun protoplasma dapat mengendapkan protein
dalam tubuh serangga.
3. Insektisida peracun pernapasan dapat menghambat aktifitas
enzim pernapasan.
E. Kerangka Teori
F. Kerangka Konsep
Berdasarkan prosedur kerja yang akan dikerjakan, maka kerangka
konsep yang akan digunakan adalah :
Variabel bebas Variabel terikat
Keberadaanlarvasida
dalam mediabiak
Kematian larvaAedes sp
Konsentrasiserbuk bijibengkuang
Konsentrasi SerbukBiji Bengkuang
Jumlah KematianLarva Aedes sp
19
Dalam penelitian ini terdapat dua macam variabel yaitu konsentrasi
serbuk biji bengkuang (Pachyrhizus erosus) sebagai variabel bebas dan
jumlah kematian larva Aedes sp sebagai variabel terikat.
G. Hipotesa
Ada perbedaan jumlah kematian larva Aedes sp pada perlakuan
kontak dengan serbuk biji bengkuang dalam berbagai konsentrasi.