bab ii landasan teori.docx
TRANSCRIPT
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Jaringan Irigasi
Jaringan irigasi terdiri dari petak-petak tersier, sekunder dan primer yang
berlainan antara saluran pembawa dan saluran pembuang terdapat juga bangunan
utama, bangunan pelengkap, yang dilengkapi keterangan nama luas dan debit.
Petak irigasi adalah petak tanah yang memperoleh air irigasi. Sedangkan
kumpulan petak irigasi yang merupakan satu kesatuan yang mendapat air irigasi
melalui saluran tersier yang sama disebut petak tersier. Petak tersier menduduki
menduduki fungsi sentral, luasnya sekitar 50-100 Ha, kadang-kadang sampai 150
Ha. Pemberian air pada petak tersier diserahkan pada petani. Jaringan yang
mengalirkan air ke sawah disebut saluran tersier dan kuarter.
Untuk membawa air dari sumbernya hingga ke petak sawah diperlukan
saluran pembawa. Saluran-saluran ini terdiri dari saluran primer, sekunder, tersier,
dan kuarter. Dengan saluran pembuang, air tidak tergenang pada petak sawah
sehingga tidak berakibat buruk. Kelebihan air ditampung dalam suatu saluran
pembuang tersier dan kuarter dan selanjutnya dialirkan ke jaringan pembuang
primer.
Jaringan irigasi dengan pembuang dipisahkan sehingga keduanya berjalan
sesuai dengan fungsinya masing-masing. Dalam hal-hal khusus dibuat sistem
gabungan saluran pembawa dan pembuang. Keuntungan sistem gabungan adalah
pemanfaatan air lebih ekonomis dan biaya lebih murah. Kelemahannya adalah
saluran semacam ini lebih sulit diatur dan dieksploitasi, lebih cepat rusak dan
menampakkan pembagian air yang tidak merata.
Saluran-saluran dapat dilengkapi bermacam-macam bangunan yang
berfungsi untuk mempermudah pengaturan air yang berada pada saluran yang
lebih kecil atau pada petak sawah.
Pada jaringan irigasi terdapat bangunan-bangunan pelengkap yang terdiri
dari :
1. Tanggul-tanggul untuk melindungi daerah irigasi dari banjir. Biasanya
dibangun disepanjang tepi sungai sebelah hulu bendung atau sepanjang
saluran primer.
2. Kisi-kisi penyaring untuk mencegah tersumbatnya bangunan (pada sipon atau
gorong-gorong).
3. jembatan dan jalan penghubung dari desa untuk keperluan penduduk.
Selain bagunan utama dan pelengkap terdapat bangunan pengontrol yang
terdiri dari bangunan bagi, sadap, bagi sadap, bangunan terjun, talang, got miring.
Sebelum diambil keputusan, terlebih dahulu dicek apakah apakah daerah
ini tidak mungkin diari selamanya atau hanya untuk sementara saja. Jika sudah
pasti tidak bisa ditanami, daerah ditandai pada peta. Daerah semacam ini dapat
digunakan sebagai pemukiman, pedesaan, dan daerah lai selain
persawahan/perkebunan.
Dalam pembagian petak tersier dan kuarter harus diperhatikan keadaan
lapangan dan batas-batas alam yang ada misalnya saluran-saluran lama, sungai,
jalan raya, kereta api dan sebagainya. Perencanaan jaringan irigasi
mempertimbangkan faktor-faktor seperti medan lapangan, ketersediaan air dan
lain-lain. Sebelum merencanakan suatu daerah irigasi terlebih dahulu harus
diadakan penyelidikan mengenai jenis-jenis tanah pertanian yang akan
dikembangkan, bagian yang akan dilewati jaringan irigasi (kontur, sungai, desa,
dan lainnya). Keseluruhan proses tersebut harus mempertimbangkan faktor
ekonomis dan dampak setelah serta sebelum pelaksanaan proyek.
Dasar tiap-tiap sistem adalah membawa air irigasi ke tempat yang
mungkin diairi. Daerah yang tidak dapat diari dapat digunakan sebagai daerah non
persawahan misalnya perumaha. Sistem yang direncanakan harus mudah
dimengerti dan memperhatikan faktor pemberian air serta pemanfaatan daerah
yang lebih efektif. Data yang dibutuhkan untuk daerah perencanaan daerah irigasi
adalah keadaan topografi, gambaran perencanaan atau pelaksanaan jaringan
utama, kondisi hidrometeorologi untuk menentukan kebutuhan air irigasi atau
pembuangan, serta daerah-daerah tergenang atau kering.
Saluran irigasi direncanakan dengan mempertimbangkan garis kontur,
sistem irigasi menggunakan sistem grafitasi, yaitu air mengalir karena gaya tarik
bumi dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah. Sebagai contoh, saluran
pembawa biasanya dibuat sejajar searah dengan kontur yang akan mengalirkan air
dari puncak bagian atas menuju ke bawah melalui lembah kontur.
2.1.1 Gambaran Daerah Rencana
Sistem jaringan irigasi yang akan direncanakan digambar terlebih dahulu.
Hal penting dalam penggambaran adalah pengetahuan tentang peta. Degan
pertolongan peta dapat diketahui daerah irigasi rencana, letak tempat-tempat, jalan
kereta, aliran sungai dan lain-lain. Tahapan dalam perencanaan adalah
pendahuluan dan tahap perencanaan akhir.
Dalam peta tergambar garis kontur daerah ini. Dari garis kontur terlihat
bahwa topografi daerah tidak terlalu datar. Pada beberapa daerah terdapat
cekungan-cekungan dan bukit-bukit. Elevasi tertinggi adalah 110 dan elevasi
terendah adalah 92,5. Pada daerah ini terdapat satu sungai besar yang dapat
dimanfaatkan sebagai sumber air pada daerah irigasi. Daerah tepi sungai adalah
daerah yang potensial untuk daerah persawahan sehingga darah ini sebagian besar
digunakan untuk petak tersier. Jenis tanah daerah ini adalah loam yang sangat baik
untuk pertumbuhan tanaman.
Petak yang diambil sebagai percontohan adalah petak tersier. Petak ini
kemudian digambar detail dengan skala 1 : 2500.
2.1.2 Lay Out Jaringan Irigasi
Lay Out jaringan irigasi adalah suatu cara yang membedakan bagian-
bagian yang terdapat dalam irigasi bentuknya serupa Lay Out Map. Lay Out Map
berisi skema jaringan irigasi. Tujuan pembuatan skema jaringan irigasi adalah
mengetahui jaringan irigasi, bangunan irigasi, serta daerah-daerah yang diairi
meliputi luas, nama dan debit.
1. Bangunan utama (head work).
2. Sistyem saluran pembawa (irigasi).
3. Sistem saluran pembuang (drainase).
4. Primer unit, sekunder unit, tersier unit.
5. Lokasi bangunan irigasi.
6. Sistem jalan.
7. Non irigated area (lading).
8. Non irigatable area (tidak dapat dialiri).
9. Misalnya :
a. daerah dataran tinggi.
b. rawa (daerah yang tergenang).
Saluran pembawa adalah saluran yang membawah air irigasi dari
bangunan utama ke petak-petak sawah. Ada empat macam saluran pembawa,
yaitu saluran primer, sekunder, tersier, dan kuarter.
Prinsip pembuatan saluran primer adalah direncanakan bedasarkan titik
elevasi tertinggi dari daerah yang dapat dialiri. Jika daerah yang dialiri diapit oleh
dua buah sungai, maka saluran dibuat mengikuti garis prmisah air. Saluran
sekunder direncanakan melalui punggung kontur.
Selain saluran pembawa, pada daerah irigasi harus terdapat saluran
pembuang. Saluran pembuang dibuat untuk menampung buangan (kelebihan) air
dari petak sawah. Sistem pembuangan ini disebut sistem drainase. Tujuan sistem
drainase adalah mengeringkan sawah, membuang kelebihan air hujan, dan
membuang kelebihan air irigasi. Saluran pembuangan di buat di lembah kontur.
Tata warna peta adalah :
- Biru untuk jaringan irigasi.
- Merah untuk jaringan pembuang.
- Cokelat untuk jaringan jalan.
- Kuning untuk daerah yang tidak dialiri.
- Hijau untuk perbatasan Kabupaten, Kecamatan, desa dan kampung.
- Merah untuk tata nama bangunan.
- Hitam untuk jalan kereta api.
Skala Lay Out Map
- General Lay Out Map dan Topographic map adalah 1 : 5000.
- Skema irigasi adalah 1 : 10000.
- Skema unti tersier adalah 1 : 5000 atau 1 : 2000.
Standarisasi jaringan ukuran gravitasi :
- Ukuran petak tersier 50 – 100 Ha.
- Ukuran petak kuartier adalah 8 – 15 Ha.
- Panjang saluran tersier adalah 1500 km.
- Panjang saluran kuartier adalah 500 km.
- Jarak saluran kuartier ke pembangan adalah 300 km.
Dasar perencanaan lahan untuk jaringan irigasi adalah unit tersier. Petak
tersier adalah petak dasar disuatu jaringan irigasi yang mendapatkan air irigasi
dari suatu bangunan sadap tersier dan dilayani suatu suatu jaringan tersier. Faktor-
faktor yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan Lay Out tersier adalah :
1. Luas petak tersier.
2. Batas-batas petak.
3. Bentuk yang optimal.
4. Kondisi medan.
5. Jaringan irigasi yang ada .
6. Eksploitasi jaringan.
Batas-batas untuk perencanaan lahan untuk daerah irigasi
1. Batas alam
- Topografi (puncak gunung).
- Sungai.
- Lembah.
2. Batas Administrasi
Untuk perencanaan detail jaringan pembawa dan pembuang diperlukan
peta topografi yang akurat dan bisa menunjukkan gambarangambaran muka tanah
yang ada. Peta topografi tersebut bisa dieroleh dari hasil pengukura topografi atau
dari foto udara. Peta teesebut mencakup informasi yang berhubungan dengan :
- Garis kontur dengan interval
- Batas petak yang akan dicat
- Tata guna tanah, saluran pembuang dan jalan yang sudah ada serta
bangunannya
- Tata guna tanah administratif
Garis kontur pada peta menggambarkan medan daerah yang akan
direncanakan. Topografi suatu daerah akan menentukan Lay 0ut serta konfigurasi
yang paling efektif untuk saluran pembawa atau saluran pembuang. Dari
kebanyakan tipe medan Lay Out yang cocok digambarkan secara sistematis. Tiap
peta tersier yang direncanakan terpisah agar sesuai dengan batas alam dan
topografi. Dalam banyak hal biasanya dibuat beberapa konfigurasi Lay Out
jaringan irigasi dan pembuang.
Klasifikasi tipe medan sehubungan dengan perencanaan daerah irigasi :
1. medan terjal kemiringan tanah 2 %
medan terjal dimasna tanahnya sedikit mengandung lempun rawan erosi
karena aliran yang tidak terkendali. Erosi terjadi jika kecepatan air pada
saluran lebih batas ijin.hal ini menyebabkan berkurangnya debit air yang
lewat, sehingga luas daerah yng dialiri berkurang. Out untuk daerah semacam
ini dibuat dengan dua alternatif. Kemiringan tercuram dijumpai dilereng hilir
satuan primer. Sepasang saluran tersier menggambil air dari saluran primer di
kedua sisi saluran sekunder. Saluran tersier pararel dengan saluran sekunder
pada satu sisi dan memberikan airnya ke saluran kuarter garis tinggi, melalui
boks bagi kedua sisinya.
2. medan gelombang, kemiringan 0,25-2,3%
Kebanyakan petak tersier mengambil airnya sejajar dengan saluran sekunder
yang akan merupakan batas petak tersier pada suatu sisi. Batas untuk sisi yang
lainnya adalah saluran primer. Jika batas-batas alam atau desa tidak ada, batas
alam bawah akan ditentukan oleh trase saluran garis tinggi dan saluran
pembuang. Umumnya saluran yang mengikuti lereng adalah saluran tersier.
Biasanya saluran tanah dengan bangunan terjun di tempat-tempat tertentu.
Saluran kuarter akan memotong lereng tanpa bangunan terjun dan akan
memberikan air karena bawah lereng. Kemungkinan juga untuk memberikan
air ke arah melintang dari sawah satu ke sawah yang lain.
3. Medan berombak, kemiringan tanahnya 0,25-2% umumnya kurang dari 1%
Saluran tersier diatur letaknya di kaki bukit dan memberikan air dari salah satu
sisi. Saluran kuarter yang mengalir paralel atau dari kedua sisi saluran kuarter
yang mungkin mengalir ke bawah punggung medan. Saluran pembuang
umumnya merupakan saluran pembuang alami yang letaknya cukup jauh dari
saluran irigasi. Saluran pembuang alami biasanya akan dilengkapi sistem
punggung medan dan sistem medan. Situasi dimana saluran irigasi harus
melewati saluran pembuang sebaiknya harus dihindari.
4. medan sangat datar, kemiringan tanah 0,25%
Bentuk petak irigasi direncanakan dengan memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
- Bentuk petak sedapat mungkin sama lebar dan sama panjang karena
bentuk yang memanjang harus dibuat saluran tersier yang panjang akan
menyulitkan pemeriksaan pemberian air dan pemeliharaan juga
menyebabkan banyaknya air yang hilang karena rembesan ke dalam tanah
dan bocoran keluar saluran.
- Petak yang panjang dengan saluran tersier ditengah-tengah petak tidak
memberi cukup kesempatan pada air untuk meresap kedalam tanah karena
jarak pengangkut yang terlalu pendek.
- Tiap petak yang dibuat harus diberi batas nyata dan tegas agar tidak terjadi
keraguan dalam pemberian air.
- Tiap bidang tanah dalam petak harus mudah menerima dan membuang air
yang sudah tidak berguna lagi.
- Letak petak berdekatan dengan tempat-tempat pintu pengambilan.
Maksudnya agar pemeriksaan pemberian air pada intake tersier mudah
dijalani petugas.
Di beberapa petak tersier ada bagian-bagian yang tidak diairi karena
berbagai alasan, misalnya :
- Jenis tanah tidak cocok untuk pertanian.
- Elevasi tanah terlalu tinggi.
- Tidak ada petani penggarap.
- Tergenang air.
Daerah semacam ini ditandai dengan warna kuning.
Kecocokan tanah di seluruh daerah dipelajari dan dibuat rencana secara
optimal sehingga dapat diputuskan bentuk jaringan tersiernya.
2.1.2.1. Keadaan Topografi
Untuk perencanaan detail jaringan irigasi tersier dan pembuang,
diperlukan peta topografi yang secara akurat menunjukkan gambaran muka
tanah yang ada. Untuk masing-masing jaringan irigasi dan digunakan titik
referensi dan elevasi yang sama.
Peta-peta ini dapat diperoleh dari hasil-hasil pengukuran topografi
(metode terestris) atau dari foto udara (peta ortofoto). Peta-peta ini harus
mencakup informasi yang berkenaan dengan :
- Garis-garis kontur.
- Batas-batas petak sawah.
- Tata guna lahan.
- Saluran irigasi, pembuang dan jalan-jalan yang ada beserta
bangunannya.
- Batas-batas administratif (desa, kampung).
- Rawa dan kuburan.
- Bangunan .
Skala peta dan interval garis-garis kontur bergantung kepada keadaan
topografi :
Tabel definisi Medan untuk Topografi Makro
Kontur Medan Kemiringan Medan Skala IntervalSangat Datar <0,25 % 1: 5000 0,25Datar 0,25 - 1,0 % 1 : 5000 0,5Bergelombang 1 - 2 % 1 : 2000 0,5Terjal >2 % 1 : 2000 1,0
Selain itu juga akan diperhatikan kerapatan atau densitas titik-titik di
petak-petak sawah agar arah aliran antar petak dapat ditentukan.
Peta ikhtisar harus disiapkan dengan skala 1 : 25000 dengan lay out
jaringan utama dimana petak tersier terletak. Peta ini harus mencakup trase
saluran pembuang, batas-batas petak tersier dan sebagainya. Untuk
penjelasan yang lebih rinci mengenai pengukuran dan pemetaan, lihat
persyaratan teknis untuk Pemetaan Terestris dan pemetaan ortofoto.
2.1.2.2. Gambar-gambar Perencanaan Jaringan yang ada ( As Buildrowing)
Di daerah-daerah yang sudah ada fasilitas irigasinya, diperlukan data-
data perencanaan yang berhubungan dengan daerah-daerah irigasi, kapasitas
saluran irigasi dan duka air maksimum dari saluran-saluran yang ada dan
gambar-gambar purbalaksanan (kalau ada), untuk menentukan tinggi muka
air dan debit rencana.
Jika data-data ini tak tersedia, maka untuk menentukan tinggi muka air
rencana pada pintu sadap dan elevasi bangunan sadap lainnya harus
dilaksanakan pengukuran.
2.1.3. Skema Sistem Jaringan Irigasi
Skema jaringan irigasi merupakan penyederhanaan dari tata letak jaringan
irigasi yang menunjukkan letak bangunan irigasi yang penting. Skema jaringan
irigasi mempertimbangkan hal sebagai berikut :
- Saluarn primer, sekunder dan bangunan sadap menuju saluran tersier
digambar terlebih dahulu dengan lambang sesuai ketentuan.
- Tiap ruas saluran diantara saluran menunjukkan luas daerah yang diairi.
Panjang saluran disesuaikan dengan panjang sesungguhnya dan kapasitasnya.
- Tiap bangunan sadap diberi nama bangunan, luas, kapasitas bangunan serta
saluran yang akan diari.
- Lokasi dan nama pembendung air ditulis.
- Arah aliran sungai ditunjukkan.
- Ditulis juga nama bangunan pelengkap serta bangunan kontrol lainnya.
2.1.4. Petak Tersier Percontohan
Perencanaan jaringan irigasi tersier harus sedemikian sehingga
pengelolaan air dapat dilaksanakan dengan baik. Untuk mendapatkan hasil
perencanaan yang baik prlu diperhatikan hal sebagai berikut :
2.1.4.1. Petak Tersier Ideal
Petak tersier ideal adalah petak yang masing-masing pemilik
sawahnya memiliki pengambilan sendiri dan dapat membuang kelebihan air
langsung ke jaringan pembuang. Para petani dapat mengangkut hasil
pertanian dan peralatan mesin atau ternaknya dari dan kesawah melalui jalan
petani yang ada.
2.1.4.2. Ukuran Petak Tersier dan Kuarter
Ukuran optimum suatu petak tersier adalah 50-100 ha. Ukuran ini
dapat ditambah sehingga 15 ha, jika keadaan topogrfi memaksa. Di petak
tersier yang berukuran kecil, efisiensi irigasi akan lebih tinggi karena :
- Diperlukan titik pembagi yang lebih.
- Saluran-saluran yang lebih pendek menyebabkan kehilangan air yang
kecil.
- Lebih sedikit petani yang terlibat kerja sama lebih baik.
- Pengaturan air yang lebih baik sesuai dengan kondisi tanaman.
- Perencanaan lebih fleksibel sehubungan dengan batas-batas desa.
Kriteria umum untuk pengembangan petak tersier :
Ukuran petak tersier : 5-100 hektar
Ukuran petak kuarter : 8-15 hektar
Panjang saluran tersier : 1500 meter
Panjang saluarn kuarter : 500 meter
Jarak antara saluran kuarter dan pembuang : 300 meter
2.1.4.3. Batas Petak
Batas berdasarkan pada kondisi topografi. Daerah itu hendaknya
diatur sebaik mungkin, sedemikian hingga satu petak tersier terletak dalam
satu daerah administrative desa agar eksploitasi dan pemeliharaan jaringan
lebih baik.
Jika ada dua desa di petak tersier yang sangat luas maka dianjurkan
untuk membagi petak-petak tersebut menjadi dua petak subtersier yang
berdampingan sesuai dengan daerah desa masing-masing.
Batas-batas petak kuarter biasanya akan berupa saluran irigasi dan
pembuangan kuarter yang memotong kemiringan medan dan saluran irigasi
serta pembuangan kuarter yang memotong kemiringan medan. Jika mungkin
batas ini bertepatan dengan batas-batas hak milik tanah.
2.2. Bangunan Utama
Bendung adalah suatu bangunan air dengan kelengkapan yang dibangun
melintang sungai atau sudetan yang sengaja dibuat untuk meninggikan taraf muka
air atau untuk mendapatkan tinggi terjun, sehingga air dapat disadap dan dialirkan
secara gravitasi ke tempat yang membutuhkannya. Sedangkan bangunan air
adalah setiap pekerjaan sipil yang dibangun di badan sungai untuk berbagai
keperluan.
Bendung tetap adalah bendung yang terdiri dari ambang tetap, sehingga
muka air banjir tidak dapat diatur elevasinya. Umumnya dibangun disungai-
sungai ruas hulu dan tengah.
Bendung berfungsi antara lain untuk meninggikan taraf muka air, agar air
sungai dapat disadap sesuai kebutuhan dan untuk mengendalikan aliran, angkutan
sedimen, dan geometri sungai sehingga air dapat dimanfaatkan secara aman,
efektif, efisien, dan optimal.
Bendung sebagai pengatur tinggi muka air sungai dapat dibedakan menjadi
bendung pelimpah dan bendung gerak. Bendung pelimpah terbuat dari pasangan
batu, dibangun melintang di sungai, sehingga akan memberikan tinggi air
minimum kepada bangunan intake untuk keperluan irigasi, dan merupakan
penghalang selama terjadi banjir dan dapat menyebabkan genangan di udik
bendung.
Bendung pelimpah terdiri dari tubuh bendung dan mercu bendung. Tubuh
bendung merupakan ambang tetap yang berfungsi untuk meninggikan taraf muka
air sungai. Mercu bendung berfungsi untuk mengatur tinggi air minimum,
melewatkan debit banjir, dan untuk membatasi tinggi genangan yang akan terjadi
di udik bendung.
Nama bendung, untuk penyebutan suatu bendung, yang biasanya diberi
nama sama dengan nama sungai atau sama dengan nama kampung atau desa di
sekitar bendung tersebut.
Bendung berdasarkan fungsinya dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Bendung penyadap : digunakan sebagai penyadap aliran sungai untuk
berbagai keperluan seperti untuk irigasi, air baku, dan sebagainya.
2. Bendung pembagi banjir : dibangun di percabangan sungai untuk
mengatur muka air sungai, sehingga terjadi pemisahan antara debit banjir
dan debit rendah sesuai dengan kapasitasnya.
3. Bendung penahan pasang : dibangun di bagian sungai yang dipengaruhi
pasang surut air laut antara lain untuk mencegah masuknya air asin.
4. Berdasarkan tipe strukturnya bendung dapat dibedakan atas :
5. Bendung tetap
6. Bendung gerak
7. Bendung kombinasi
8. Bendung kembang kempis.
9. Bendung bottom intake
10. Ditinjau dari segi sifatnya bendung dapat pula dibedakan :
11. Bendung permanent seperti bendung pasangan batu beton, dan kombinasi
beton dengan pasangan batu.
12. Bendung semi permanen seperti bendung bronjong, cerucuk kayu dan
sebagainya.
13. Bendung darurat, yang dibuat oleh masyarakat pedesaan seperti, bendung
tumpukan batu dan sebagainya.
2.2.1 Tata Letak Bendung dan Perlengkapannya
Bendung tetap yang terbuat dari pasangan batu untuk keperluan irigasi
terdiri atas berbagai komponen yang mempunyai fungsi masing-masing.
Komponen utama bendung itu yakni :
1. Tubuh bendung, antara lain terdiri dari ambang tetap dan mercu bendung
dengan bangunan peredam energinya.
2. Bangunan intake, antara lain terdiri lantai / ambang dasar, pintu, dinding
banjir, pilar, penempatan pintu, saringan sampah, jembatan pelayan,
rumah pintu, dan perlengkapan lainnya.
3. Bangunan pembilas, dengan undersluice atau tanpa undersluice, pilar
penempatan pintu, pintu bilas, jembatan pelayan, rumah pintu, saringan
batu, dan perlengkapan lainnya.
4. Bangunan perlengkapan lain yang harus ada pada bendung antara lain
yaitu tembok pangkal, sayap bendung, lantai udik dan dinding tirai,
pengarah arus tanggul banjir dan tanggul penutup atau tanpa tanggul,
penangkap sedimen atau tanpa penangkap sedimen, tangga, penduga muka
air, dan sebagainya.
5. Pengaturan penempatan bagian-bagian bendung tersebut sedemikian rupa
sehingga dapat memenuhi fungsinya. Yang paling penting dalam
menempatkan bagian-bagian bendung ini yaitu bangunan intake dan
pembilas selalu terletak berdampingan atau menjadi satu kesatuan.
Bangunan tubuh bendung ditempatkan tegak lurus aliran sungai dan pilar
pembilas. Selanjutnya pengaturan tata letak bendung dan perlengkapannya
diuraikan sebagai berikut :
6. Tubuh bendung, diletakkan kurang lebih tegak lurus aliran sungai saat
banjir sedang dan sedang. Maksudnya agar aliran utama yang menuju dan
keluar bendung terbagi merata, sehingga tidak menimbulkan pusaran-
pusaran aliran di udik bangunan pembilas dan intake.
7. Intake, selalu merupakan satu kesatuan dengan bangunan pembilas dan
tembok pangkal udiknya. Biasa diletakkan dengan sudut pengambilan arah
tegak lurus (90º) atau menyudut (45º - 60º) terhadap sumbu bangunan
pembilas. Diupayakan berada di tikungan luar aliran sungai, sehingga
dapat mengurangi sedimen yang akan masuk ke intake.
8. Bangunan pembilas, selalu terletak berdampingan dan satu kesatuan
dengan intake, di sisi bentang sungai dan bagian luar tembok pangkal
bendung. Bersama-sama dengan intake dan tembok pangkal bendung yang
diletakkan sehingga sedemikian rupa dapat membentuk suatu tikungan
luar aliran (helicoidal flow).
9. Tembok pangkal, diletakkan dikedua pangkal tubuh bendung yang
umumnya dibuat dengan bentuk tegak, adakalanya lurus atau membuka
kea rah hilir. Berfungsi sebagai penahan tanah, pencegah rembesan
samping pangkal jembatan, pengarah aliran dari udik, dan sebagai batas
bruto bendung.
2.2.2 Bangunan Utama Bendung
A. Mercu Bendung (p)
Mercu bendung yaitu bagian teratas tubuh bendung dimana aliran dari udik
dapat melimpah ke hilir. Fungsinya sebagai penentu tinggi muka air minimum di
sungai bagian udik bendung, Sebagai pengempang sungai dan sebagai pelimpah
aliran sungai. Letak mercu bendung bersama-sama tubuh bendung diusahakan
tegak lurus arah aliran yang menuju bendung terbagi rata.
Tinggi mercu bendung (p) yaitu ketinggian antara elevasi lantai udik dan
elevasi mercu. Dalam penentuan tinggi mercu bendung, belum ada rumus atau
ketentuan yang pasti. Hanya berdasarkan pengalaman dengan stabilitas bendung.
Yang harus diperhatikan dalam menentukan tinggi mercu bendung :
Kebutuhan penyadapan untuk memperoleh debit dan tinggi tekan
Kebutuhan tinggi energi untuk pembilasan
Tinggi muka air genangan yang akan terjadi
Kesempurnaan aliran pada bendung
Kebutuhan pengendalian angkutan sedimen yang terjadi di bending
B. Panjang Mercu Bendung (bb)
Panjang mercu bendung disebut juga lebar bentang bendung, yaitu jarak
antara dua tembok pangkal bendung (abutment), termasuk lebar bangunan
pembilas dan pilar-pilarnya. Dalam penentuan panjang mercu bendung, yang
harus diperhatikan :
Kemampuan melewatkan debit desain dengan tinggi jagaan yang cukup
Batasan tinggi muka air genangan maksimum yang diijinkan pada debit desain
Oleh karena itu, panjang mercu bendung dapat diperkirakan :
Sama lebar dengan rata-rata sungai stabil atau pada debit penuh alur (bank
full dishcharge)
Umumnya diambil sebesar 1,2 kali lebar sungai rata-rata pada ruas sungai
yang stabil
C. Panjang Mercu Bendung Efektif (be)
Panjang mercu bendung efektif adalah panjang mercu bendung bruto (bb)
dikurangi dengan lebar pilar dan pintu pembilas. Artinya panjang mercu bendung
yang efektif melewatkan debit banjir desain.
Panjang mercu bendung efektif dapat diukur dengan cara :
Be = bb – 2 (n kp + ka)H
Ket :
Be : Panjang mercu bendung bruto, m
Bb : Jumlah pilar pembilas
N : Koefisien kontraksi pilar
Kp : Koefisien kontraksi pangkal bendung
Ka : Tinggi energi
H : Tinggi energi diatas mercu bending
2.2.3 Bangunan Intake
Bangunan intake adalah suatu bangunan pada bendung yang berfungsi
sebagai penyadap aliran sungai, mengatur pemasukan air dan sedimen, serta
menghindarkan sedimen dasar sungai dan sampah masuk ke intake.
Intake terdiri dari bermacam jenis, yaitu :
1. Intake biasa, yang umum direncanakan yaitu intake dengan pintu
berlubang satu atau lebih dan dilengkapi dengan pintu dinding banjir.
2. Intake gorong-gorong , tanpa pintu di bagian udik. Pintu diletakkan di
bagian hilir gorong-gorong.
3. Intake frontal, intake diletakkan di tembok pangkal, jauh dari bangunan
pembilas atau bendung.
A. Lantai intake
Lantai intake dirancang datar, tanpa kemiringan. Di hilir pintu lantai dapat
berbentuk kemiringan dan dengan bentuk terjunan sekitar 0,5 m. Lantai intake
bila di awal kantong sedimen bias berbentuk datar dan dengan kemiringan
tertentu. Ketinggian lantai intake, bila intake ditempatkan pada bangunan
pembilas dengan undersluice :
Sama tinggi dengan plat lantai undersluice
Sampai dengan 0,5 m di atas plat undersluice
Tergantung pada keadaan
0,5 m jika sungai mengangkut lanau
1 m jika sungai mengangkut pasir dan kerikil
1,5 m jika sungai mengangkut kerikil dan bongkah
Tergantung keadaan
B. Lebar dan Tinggi Lubang
Lebar lubang intake dapat dihitung dengan rumus pengaliran :
Qi = c b h½
Atau
Qi = μ b a (2gz)½
Ket :
Qi : debit intake, m³/dt
C, μ : koefisien pengaliran
A : tinggi bukaan lubang, m
G : percepatan gravitasi, m²/dt
Z : kehilangan tinggi energi, m
2.2.4 Bangunan Pembilas
A. Definisi dan Fungsi
Bangunan pembilas adalah salah satu perlengkapan pokok bendung yang
terletak di dekat dan menjadi satu kesatuan dengan intake. Berfungsi untuk
menghindarkan angkutan muatan sedimen dasar dan mengurangi angkutan
muatan sedimen layang masuk ke intake.
1. Dimensi Bangunan Undersluice
2. Pembilas undersluice lurus
a. Mulut undersluice diletakkan di udik mulut intake dengan arah tegak
lurus aliran menuju intake atau menyudut 45º terhadap tembok
pangkal. Lebar mulut harus lebih besar daripada 1,2 kaloi lebar intake.
b. Lebar pembilas total diambil 1/6-1/10 dari lebar bentang bendung,
untuk sungai-sungai yang lebarnya kurang dari 100 meter. Lebar satu
lubang maksimum 2,5 m untuk kemudahan operasi pintu, dan jumlah
lubang tidak lebih dari tiga buah.
c. Tinggi lubang undersluice diambil 1,5 m, usahakan lebih tinggi dari
1m tetepi tidak lebih tnggi dari 2m
d. Elevasi lantai lubang direncanakan :
Sama tinggi dengan lantai udik bendung
Lebih rendah dari lantai udik bendung
Lebih tinggi dari lantai udik bendung
3. Pintu pembilas
Fungsi pintu bawah untuk pembilasan sedimen yang terdapat di dalam, di
udik dan di sekitar muluit underesluice. Jenis pintu umumnya pitu sorong,
untuk satu lubang pintu sorong lebar maksimum 2,5m. Sedangkan untuk
pintu yang dioperasikan dengan mesin dibuat antara 2,5-5m.
4. Pilar pembilas
Pilar pembilas berfungsi untuk penempatan pintu-pintu, undersluice dan
perlengkapan lainnya. Lebar pilar sisi bagian luar dapat diambil sampai
dengan 2 m dan sisi bagian dalam antara 1 – 1,5 m.
5. Sponeng dan stang pintu
Berfungsi untuk menahan tekanan air pada pintu.berukuran 0.,25 x 0,25 m
atau 0,25 x 0,3 m. Sedangkan stang pintu berfungsi untuk mengangkat dan
menurunkan pintu.
6. Tembok baya-baya
Berfungsi untuk mencegah angkutan sedimen dasar meloncat dari udik
bendung ke atas plat undersluice. Tinggi mercu tembok baya-baya diambil
antara 0,5 m dan 1 m di atas mercu bendung.
7. Pembilas Shunt Undersluice
Shunt undersluice adalah bangunan undersluice yang penempatannya di
luar bentang sungai dan atau di luar pangkal bendung, di bagian samping
melengkung ke dalam dan terlindung di belakang tembok pangkal.
2.2.5 Bangunan Peredam Energi
A. Definisi dan Fungsi
Bangunan peredam energi bendung adalah struktur dari bangunan di hilir
tubuh bendung yang terdiri dari beberapa tipe, bentuk dan di kanan kirinya
dibatasi oleh tembok pangkal bendung dilanjutkan dengan tembok sayap hilir
dengan bentuk tertentu.
Fungsi Bangunan adalah untuk meredam energi air akibat pembendungan,
agar air di hilir bendung tidak menimbulkan penggerusan setempat yang
membahayakan struktur.
B. Tipe Bangunan Peredam Energi Bendung
Bangunan peredam energi bendung terdiri atas berbagai macam tipe antara
lain yaitu :
1. Lantai hilir mendatar, tanpa atau dengan ambang akhir dan dengan atau
tanpa balok lantai.
2. Cekung masif dan cekung bergigi
3. Berganda dan bertangga
4. Kolam loncat air
5. Olam bantalan air dan lain-lain
Disamping itu bangunan peredam energi dikenal pula dengan istilah lain
yaitu tipe :
Vlughter
USBR
SAF
Schooklitch
MDO, MDS dan MDL
Dll
C. Faktor Pemilihan Tipe
Dalam memilih tipe bangunan peredam energi sangat bergantung kepada
kepada berbagai faktor antara lain :
Tinggi pembendungan,
Keadaan geoteknik tanah dasar misalnya jenis batuan, lapisan, kekerasan
tekan, diameter butir, dsb,
Jenis angkutan sedimen yang terbawa aliran sungai,
Kemungkinan degradasi dasar sungai yang akan terjadi di hilir
bendung,
Keadaan aliran yang terjadi di bangunan peredam energi seperti aliran
tidak sempurna/tenggelam, loncatan aliran yang lebih rendah atau lebih
tinggi dan sama dengan kedalaman muka air hilir (tail water).
D. Prinsip Pemecahan Energi
Prinsip pemecahan energi pada bangunan peredam energi adalah dengan
cara menimbulkan gesekan air dengan lantai dan dinding struktur, gesekan air
dengan air, membentuk pusaran air berbalik vertikal ke atas dan ke bawah serta
pusaran arah horizontal dan menciptakan benturan aliran ke struktur serta
membuat loncatan air di dalam ruang olakan.
E. Design Hidrolik Peredam Energi
1. Peredam energi tipe MDO
Peredam energi lantai hilir datar dengan ambang akhir.
a. Umum
Bangunan peredam energi tipe ini dikenal dengan istilah tipe
vlughter, tipe MDO dan MDS. Tipe yang disebut belakangan
dikembangkan dari hasil percobaan pengaliran oleh Ir. Moh Memed, Dipl.
HE, Dkk. Di laboratoriom hidrolika, DPMA, semenjak tahun 1970-an.
Tipe ini dipilih untuk peredam energi bendung yang berlokasi disungai-
sungai dengan angkutan sedimen dominan fraksi kerikil dan pasir.
Berdasarkan berpuluh-puluh design bendung dengan peredam energi tipe
vlughter, setelah diperiksa dengan uji model fisik ternyata ukurannya tidak
cocok dan harus dimodifikasi. Salah satu tipe penggantinya yaitu tipe
MDO dan MDS. Tipe vlughter harus dimodifikasi menjadi tipe MDO
karena antara lain parameter elevasi dasar sungai dan tinggi air di hilr
peredam energi dalam rumus vlughter belum dimasukan.
b. Definisi dan fungsi
Bangunan peredam energi bendung tipe lantai hilir datar dengan
ambang akhir adalah bagian di hilir bendung yang merupakan kolam olak
terdiri atas lantai hilir mendatar, tanpa lengkungan pada transisi antara
bidang hilir tubuh bendung dan lantai horizontal.
c. Bentuk hidraulik
Bentuk hidraulik bangunan, yaitu :
Mercu bendung bertipe bulat
Tubuh bendung bagian hilir tegak sampai dengan kemiringan 1 : 1
Tanpa lengkungan di pertemuan kaki bendung dan lantai
Lantai hilir berbenntuk datar tanpa kemiringan
Berambang akhir bentuk kotak-kotak di bagian akhir lantai hilir
Harus dilengkapi dengan tembok sayap hilir bentuk miring dan ujungnya
dimasukkan ke dalam tebing
Terdiri atas 2 bentuk, yaitu : lantai datar tanpa olakan (MDO) dan dengan
olakan (MDS)
Untuk menambah keamanan tepat di hilir ambang akhir dan di kaki
tembok sayap dipasang rip-rap dari batu berdiameter antara 0,3 m –
0,4 m.
2. Peredam energi tipe SAF
Kolam Olakan SAF ( Saint Anthony Falls ). Kolam ini disarankan
digunakan pada struktur yang kecil, misalnya, saluran pelimpah, bagian
terluar dan struktur kanal yang kecil, dimana F1 = 1,7 sampai 17.
pengurangan panjang kolam olakan yang diperoleh melalui pemakaian
peralatan yang dirancang untuk kolam yang bersangkutan adalah ±80%
(70 – 90 )%.
Data – data mengenai rancangan Kolam olakan SAF ini yang didapatkan
dari penemuannya Blaseidel adalah sebagai berikut :
a. Panjang kolam olakan LB untuk bilangan Froude antara 1,7 sampai
17, adalh diperoleh dari persamaan LB = 4,5 y2/F10,76.
b. Tinggi blok muka kolam olakan dan blok lantai adalah y1, lebar dan
jaraknya kira-kira 0,75y1.
c. Jarak antara ujung hulu kolam olakan sampai ke lantai blok adalah
LB / 3.
d. Blok dasar harus meliputi antara 40 sampai 55% lebar kolam olakan.
e. Kedalaman air bawah diatas lantai kolam olakan y2’= (1,10 –
F12/120)y2, untuk F1=1,7 sampai 5,5 ; y2 ‘=0,85y2 untuk F1=5,5
sampai 11 ; y2’=(1- F12/800)y2 untuk F1 = 11 sampai 17.
f. Tinggi dinding samping diatas kedalaman air bawah maksimum,
diberikan oleh z = y2/3, berlaku selama struktur digunakan.
g. Dinding penopang, tingginya harus sama dengan tinggi dinding
samping kolam olakan. Puncak dinding penunjang harus mempunyai
kemiringan 1:1.
h. Pengaruh masuknya udara pada perancangan kolam olakan,
diabaikan.
3. Peredam tipe USBR II
Kolam Olakan USBR II. Disarankan untuk digunakan pada
struktur yang besar, misalnya, saluran pelimpah besar, struktur kanal yang
besar, dan lain – lain, juga untuk F1 > 4,5. panjang loncatan dan kolam
olakan terpendek kira-kira 33%, dengan mengunakan alat tambahan.
Aturan – aturan untuk perancangan kolam olakan USBR II :
Tentukan elevasi lantai lindung untuk memanfaatkan seluruh
kedalaman air bawah lanjutan, ditambah faktor keamanan yang
diperlukan. Untuk menambah faktor keamanan, disarankan
ditambahkannya penguatan keamanan minimum sebesar 5% pada
kedalaman lanjutan.
Kolam olakan II mungkin efektif untuk bilangan Froude sampai 4,
tetapi untuk nilai-nilai yang lebih kecil, tidak ada akan efektif lagi.
Untuk bilangan Froude yang lebih rendah, disarankan digunakan
rancangan penekanan gelombang.
Tinggi blok saluran tajam sama dengan kedalaman aliran masuk
kolam olakan D1. lebar dan selang sebaiknya hampir sama dengan
D1. kalau bisa lebar selang 0,5D1 untuk memperkecil semburan dan
mempertahankan tekanan yang diinginkan.
Tinggi ambang gerigi sama denan 0,2 D2, dan lebar serta selang
maksimum yang disarankan adalah ±0,15D2 kemiringan bagian
kontinyu dari ujung ambang adalah 2 :1.
Gambar, Kolam olakan tipe USBR II
4. Peredam tipe USBR IV
Kolam Olakan USBR IV. Kolom ini dianjurkan digunakan untuk
loncatan hidrolik yang nilai F1 = 2,5 sampai 4,5, dan biasanya nilai ini
terjadi pada struktur – struktur kanal dan bendungan pengelak. Rancangan
ini sangat memperkecil gelombang-gelombang yang terbentuk pada
loncatan yang tidak sempurna. Kolam olakan IV hanya dapat digunakan
untuk penampang lintang persegi panjang.
Gambar, Kolam olakan tipe USBR IV
F. Tembok Sayap, Tembok Pangkal dan Pengarah Arus
1. Tembok Sayap Hilir
a) Definisi tembok sayap hilir adalah tembok sayap yang terletak di
bagian kanan dan kiri peredam energi bendung yang menerus ke hilir
dari tembok pangkal bendung dengan bentuk dan ukuran yang
berkaitan dengan ukuran peredam energi. Fungsinya sebagai pembatas,
pengrah arus, penahan gerowongan dan longsoran tebing sungai di
hilir bangunan dan pencegah aliran samping.
b) Ukuran tembok sayap :
Panjang tembok bagian yang lurus, yaitu 1/2Lp + Lx
Dimana : Lp = Panjang lantai datar peredam energi
Lx = Panjang tembok sayap (1,25 – 1,5) x L
Kemiringan tembok sayap dapat diambil denagan kemiringan 1:1½
2. Tembok Pangkal Bendung
Definisi tembok pangkal bendung adalah tembok yang berada di kiri
kanan pangkal bendung dengan tinggi tertentu yang menghalangi luapan
aliran pada debit desain tertentu ke samping kiri dan kanan. Fungsinya
sebagai pengarah arus agar arah aliran sungai tegak lurus (frontal)
terhadap sumbu bendung, sebagai penahan tanah, pencegah rembasan
samping, pangkal jembatan dan sebagainya.
3. Tembok Sayap Udik dan Pengarah Arus
Definisi tembok sayap adalah tembok sayap yang menerus ke udik dari
tembok pangkal dengan bentuk dan ukuran yang disesuaikan dengan
fungsinya sebagai pengarah arus, pelindung tebing dan atau pelindung
tanggul penutup dari arus yang deras. Bentuknya miring dengan
perbandingan 1 : 1 atau 1 : 1½. Pertemuannya dengan tembok pangkal
dibuat menyudut kurang lebih 45º.