bab ii landasan teori subjektif. perasaan nyeri pada

21
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Nyeri 1. Definisi nyeri. Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan, bersifat sangat subjektif. Perasaan nyeri pada setiap orang berbeda dalam hal skala maupun tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Tetty, 2015). Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan sebagai akibat dari kerusakan jaringan yang actual dan potensial, yang menyakitkan tubuh serta diungkapkan oleh individu yang mengalaminya. Ketika suatu jaringan mengalami cedera, atau kerusakan mengakibatkan dilepasnya bahan-bahan yang dapat menstimulus reseptor nyeri seperti serotonin, histamine, ion kalium, bradikinin, prostaglandin, dan substansi P yang akan mengakibatkan respon nyeri (Kozier dkk, 2009). Definisi keperawatan menyatakan bahwa nyeri adalah sesuatu yang menyakitkan tubuh yang diungkapkan secara subjektif oleh individu yang mengalaminya. Nyeri dianggap nyata meskipun tidak ada penyebab fisik atau sumber yang dapat diidentifikasi. Meskipun ada sensasi nyeri yang ddihubungkan dengan status mental atau status

Upload: others

Post on 05-Apr-2022

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI subjektif. Perasaan nyeri pada

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Nyeri

1. Definisi nyeri.

Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan, bersifat sangat

subjektif. Perasaan nyeri pada setiap orang berbeda dalam hal skala maupun tingkatannya,

dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang

dialaminya (Tetty, 2015).

Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan

sebagai akibat dari kerusakan jaringan yang actual dan potensial, yang menyakitkan tubuh

serta diungkapkan oleh individu yang mengalaminya. Ketika suatu jaringan mengalami

cedera, atau kerusakan mengakibatkan dilepasnya bahan-bahan yang dapat menstimulus

reseptor nyeri seperti serotonin, histamine, ion kalium, bradikinin, prostaglandin, dan

substansi P yang akan mengakibatkan respon nyeri (Kozier dkk, 2009).

Definisi keperawatan menyatakan bahwa nyeri adalah sesuatu yang menyakitkan

tubuh yang diungkapkan secara subjektif oleh individu yang mengalaminya. Nyeri

dianggap nyata meskipun tidak ada penyebab fisik atau sumber yang dapat diidentifikasi.

Meskipun ada sensasi nyeri yang ddihubungkan dengan status mental atau status

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI subjektif. Perasaan nyeri pada

psikologis, pasien secara nyata merasakan sensasi nyeri dalam banyak hal dan tidak hanya

membayangkannya saja. Kebanyakan sensasi nyeri adalah akibat dari stimulus fisik dan

mental atau stimuli emosional (Potter dan Perry, 2005).

Nyeri merupakan fenomena multidimensional sehingga sulit untuk didefinisikan.

Nyeri merupakan pengalaman personal dan subjektif, dan tidak ada dua individu yang

merasakan nyeri dalam pola yang identik. Nyeri dapat didefinisikan dengan berbagai cara.

Nyeri biasanya dikaitkan dengan beberapa jenis kerusakan jaringan, yang merupakan tanda

peringatan, namun pengalaman nyeri lebih dari satu. International Association for the

Study of Pain (IASP) memberikan definisi medis nyeri yang sudah diterima sebagai

pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan

kerusakan jaringan, actual ataupun potensial, atau digambarkan sebagai kerusakan yang

sama.

Margo McCaffery, salah seorang penggagas dalam keperawatan nyeri,

mendefinisikan nyeri sebagai segala sesuatu yang dikatakan oleh individu tersebut

mengatakan ada. Definisi ini membuat masing-masing individu adalah ahli dari nyeri yang

mereka alami sendiri. Oleh karena nyeri merupakan hal yang subjektif, satu-satunya

individu yang dapat dengan akurat mendefinisikan nyeri mereka sendiri adalah mereka

yang mengalami nyeri tersebut. Terlepas dari subjektifnya, perawat memiliki tanggung

jawab untuk mengkaji secara akurat dan menolong meredakan atau menurunkan nyeri,

serta definisi McCaffery membantu perawat mencapai tujuan tersebut. Semua nyeri adalah

nyata walaupun penyebabnya belum bias dipastikan. Perawat tidak boleh berasumsi dalam

memutuskan apakah nyeri tersebut ada atau tidak.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI subjektif. Perasaan nyeri pada

Beberapa nyeri menjelasakan respons terhadap nyeri dan berbagai pengalaman

individu terhadap nyeri. Makna atau persepsi nyeri dapat dimodifikasi melalui pengalaman

masa lalu, motivasi, perhatian, saran, kepribadian, dan budaya. Teori spesifitas dan pola

menjelasakn impuls saraf berbagai intensitas diakhiri dipusat nyeri di otak depan. Teori ini

memberikan penjelasan mengenai dasar neurofisiologis nyeri. Selanjutnya, pada tahun

1965, Melzack dan Wall mengeluarkan teori control gerbang (gate control theory) (Helms

& Barone, 2012 dalam Bunner & Suddarth, 2014). Menurut teori ini, aktivasi diameter

besar, serat pemicu yang lebih cepat oleh stimulus taktil (misal memijat siku setelah

memukul benda tajam) mengaktivasi mekanisme gerbang yang kemudian menghambat

impuls dari serat nyeri yang lebih kecil (Porth & Matfin, 2010 dalam Bunner & Suddarth,

2014).

Penelitian yang berkelanjutan menunjukkan bahwa control dan medulasi nyeri jauh

lebih kompleks dibandingkan penjelasan mengenai teori kontrol gerbang, yang berperan

sebagai dasar untuk riset lebih lanjut tentang informasi sistem Taktil pemodulasi nyeri yang

saat ini diketahui ditransmisikan melalui serat berdiameter besar dan kecil, dan interaksi

diantara neuron sensori yang diketahui terjadi pada berbagai tingkat sistem saraf pusat.

Melzack mengembangkan teori nyeri neuromatriks secara berurutan untuk

mengintegrasikan faktor budaya dan genetik dengan fungsi neoruofisiologis dasar. Teori

ini sesuai, tetapi lebih kompleks disbanding teori kontrol gerbang. Berdaarkan teori

neuromatriks, otak berisi neuromatriks dari tubuh, yang mendistribusikan jaringan neuron

secara luas yang dipengaruhi oleh faktor genetik dan pengalaman sensori. Neuromatriks

mengintegrasikan berbagai sumber input selain stimulus nyeri dan sentuhan. Pengalaman

nyeri bagi individu dipengaruhi oleh input dari system sensori lain yang membantu

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI subjektif. Perasaan nyeri pada

mengintepretasikan stimulus (misal melihat luka); faktor-faktor seperti perhatian, harapan,

kepribadian, dan budaya; system modulasi nyeri utama; dan komponen system regulasi

stress (Porth & Matfin, 2010 dalam Bunner & Suddarth, 2014). Mekanisme ini diyakini

ada pada level medulla spinalis yang terdiri dari beberapa bagian, komponen medulla

spinalis pada teori gerbang control. Transmisi nyeri oleh serat berdiameter kecil dihambat

ketika serat berdiameter besar membawa impuls sentuhan yang mendominasi, menutup

gerbang dalam kornu dorsalis pada medua spinalis.

Salah satu teori nyeri yang signifikan dalam istilah klinis menjelaskan efek

sensabilitas system saraf pusat dan perifer terhadap stimulus nyeri. Berdasarkan teori ini,

tanda penyebab nyeri membuat rangkaian perubahan pada system saraf yang meningkatkan

responsivitas neuron perifer dan sentral. Perubahan tersebut pada akhirnya meningkatkan

respon terhadap tanda nyeri selanjutnya dan menguatkan rasa nyeri. Studi tentang prosedur

penimbul nyeri yang dilakukan pada bayi menunjukkan bahwa mereka yang mendapatkan

analgesia mengalami penurunan sensitivitas terhadap kejadian penimbul nyeri yang akan

dating, sedangkan mereka yang tidak mendapatkan analgesia mengalami sensitivitas yang

lebih besar (Taddio & Katz, 2015 dalam Joyce M Black, 2014). Sensabilitas terjadi akibat

serangan nosiseptif dan inflamasi sehingga mengakibatkan cedera atau membutuhkan

tindakan insisi. Pada orang dewasa, teori ini menunjukkan nilai pencegahan sensabilitas

dan penanganan nyeri yang dirasakan dengan berbagai terapi modalitas nyeri. Anestesi

local dan regional digunakan dengan dikombinasikan bersama anestesi sentral sebelum

tindakan insisi untuk mengurangi sensabilitas alur ini sebagai akibat dari oenurunan

konsumsi morfin intravena yang sangat banyak dengan menggunakan PCA dalam 5 hari

setelah pembedahan (Hartrick, 2000 dalam Joyce M Black, 2014).

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI subjektif. Perasaan nyeri pada

2. Klasifikasi nyeri.

Dalam buku ajar fundamental keperawatan konsep, proses dan praktik.

1) Klasifikasi nyeri berdasarkan durasi.

a. Nyeri akut (nyeri nosiseptif).

Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit, atau intervensi

bedah dan memiliki proses yang cepat dengan intensitas yang bervariasi (ringan

sampai berat), dan berlangsung untuk waktu yang singkat.

Nyeri akut berdurasi singkat (kurang lebih 6 bulan) dan akan menghilang tanpa

pengobatan setelah area yang rusak pulih kembali.

Pada penelitian ini termasuk nyeri akut karena nyeri pemasangan infus adalah

nyeri yang berdurasi singkat atau kurang dari enam bulan.

b. Nyeri kronik (nyeri neuropatik).

Nyeri kronik adalah nyeri konstan yang intermitan yang menetap sepanjang

suatu periode waktu, nyeri ini berlangsung lama dengan intensitas yang

bervariasi dan biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan.

2) Klasifikasi nyeri berdasarkan lokasi.

a. Supervicial atau kutaneus.

Nyeri supervicial adalah nyeri yang disebabkan stimulus kulit. Karakteristik dari

nyeri berlangsung sebentar dan berlokalisasi. Nyeri biasanya terasa sebagai

sensasi yang tajam. Contohnya seperti tertusuk jarum suntik dan luka potong

kecil atau laserasi.

b. Visceral dalam.

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI subjektif. Perasaan nyeri pada

Nyeri visceral adalah nyeri yang terjadi akibat stimulus organ-organ internal.

Nyeri ini bersifat difusi dan dapat menyebar ke beberapa arah. Nyeri ini

menimbulkan rasa tidak menyenangkan dan berkaitan dengan mual dan gejala-

gejala otonom. Contohnya sensasi pukul (crushing) seperti angina pectoris dan

sensasi terbakar seperti pada ulkus lambung.

c. Nyeri alih (referred pain).

Nyeri alih merupakan venomena umum dalam nyeri visceral karena banyak

organ yang tidak memiliki reseptor nyeri. Karakteristik nyeri dapat terasa di

bagian tubuh yang terpisah dari sumber nyeri dan dapat terasa dengan berbagai

karakteristk. Contohnya nyeri yang terjadi pada infark miokard, yang

menyebabkan nyeri alih ke rahang, lengan kiri, batu empedu, yang mengalihkan

nyeri ke selangkangan.

d. Radiasi.

Nyeri radiasi merupakan sensi nyeri yang meluas dari tempat awal cedera ke

bagian tubuh yang lain. Karakteristik nyeri terasa seakan menyebar ke bagian

tubuh bawah atau sepanjang kebagian tubuh. Contoh nyeri punggung bagian

bawah akibat diskusi interavertebral yang rupture disertai nyeri yang meradiasi

sepanjang tungkai dari iritasi saraf skiatik.

3) Factor-faktor yang mempengaruhi nyeri

Nyeri merupakan hal yang kompleks, banyak faktor yang mempengaruhi

pengalaman terhadap nyeri. Seorang perawat harus memperhatikan hal-hal tersebut

dalam menghadapi pasien yang nyeri. Hal ini sangat penting dalam pengkajian nyeri

yang akurat dalam memilih terapi nyeri.

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI subjektif. Perasaan nyeri pada

a. Usia.

Usia merupakan hal yang terpenting dalam mempengaruhi nyeri pada individu.

Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan memahami nyeri dan prosedur

yang dilakukan perawat yang menyebabkan nyeri, sedang pada lansia untuk

menginterpretasi nyeri dapat mengalami komplikasi dengan keberadaan

berbagai penyakit disertai gejala samar-samar yang mungkin mengenai tubuh

yang sama (Potter & Perry, 2006).

b. Jenis kelamin.

Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam berespon

terhadap nyeri, toleransi terhadap nyeri dipengaruhi oleh factor-faktor biokimia

tanpa memperhatikan jenis kelamin (Nugroho, 2010).

c. Kebudayaan.

Individu mempelajari apa yang diharapkan dan diterima oleh kebudayaan

mereka, hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Potter & Perry,

2006).

d. Makna nyeri.

Dikaitkan secara dekat dengan latar belakang budaya individu yang akan

mempersepsikan nyeri secara berbeda-beda.

e. Perhatian.

Perhatian yang meningkat dikaitkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan

upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun.

f. Ansietas.

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI subjektif. Perasaan nyeri pada

Seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan

suatu perasaan ansietas, pola bangkitan otonom adalah sama dalam nyeri dan

ansietas, sulit untuk memisahkan dua sensasi.

g. Keletihan.

Rasa lelah menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan

kemampuan koping.

h. Pengalaman.

Klien yang tidak pernah merasakan nyeri, maka persepsi pertama nyeri dapat

mengganggu koping terhadap nyeri.

i. Gaya koping.

Klien yang memiliki focus kendali internal mempersepsikan diri mereka sebagai

individu yang dapat mengendalikan lingkungan mereka dan hasil akhir suatu

peristiwa, seperti nyeri (Potter & Perry 2006).

j. Dukungan sosial dan keluarga.

Klien dari kelompok sosio-budaya yang berbeda memiliki harapan yang berbeda

tentang orang, tempat mereka menumpahkan keluhan mereka tentang nyeri,

klien yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau

teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan atau perlindungan. Apabila

tidak ada keluarga atau teman, seringkali pengalaman nyeri membuat klien

semakin tertekan (Potter & Perry 2006).

3. Nyeri pemasangan infus.

a. Transduksi.

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI subjektif. Perasaan nyeri pada

Merupakan proses dimana suatu stimulus nyeri (noxious stimuli) dirubah menjadi

suatu aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf. Stimulus ini dapat berupa

stimulus fisik (tekanan), suhu (panas) atau kimia (substansi nyeri). Terjadi perubahan

patofisiologis karena mediator-mediator nyeri mempengaruhi juga nosiseptor diluar

daerah trauma sehingga lingkaran nyeri meluas. Selanjutnya terjadi proses

sensitivisasi perifer yaitu menurunnya nilai ambang rangsang nosiseptor karena

pengaruh mediator tersebut dan penurunan Ph jaringan. Akibatnya nyeri dapat timbul

karena rangsang yang sebelumnya tidak menimbulkan nyeri misalnya rabaan

(Bunner & Suddarth, 2014).

b. Transmisi.

Merupakan proses penyampaian impuls nyeri dari nosiseptor saraf perifer melewati

korda dorsalis, dari spinalis menuju korteks serebri. Transmisi sepanjang akson

berlangsung karena proses polarisasi, sedangkan dari neuron presinaps ke pasca

sinaps melewati neurotransmitter (Bunner & Suddarth, 2014).

c. Persepsi.

Adalah proses terakhir saat stimulasi tersebut sudah mencapai korteks sehingga

mencapai tingkat kesadaran, selanjutnya diterjemahkan dan ditindaklanjuti berupa

tanggapan terhadap nyeri tersebut (Bunner & Suddarth, 2014).

d. Modulasi.

Adalah proses modifikasi terhadap rangsang. Modifikasi ini dapat terjadi pada

sepanjang titik dari sejak transmisi pertama sampai ke korteks serebri. Modifikasi ini

dapat berupa augmentasi (peningkatan) ataupun inhibisi (penghambatan) (Bunner &

Suddarth, 2014).

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI subjektif. Perasaan nyeri pada

4. Pengkajian nyeri.

1. Subyektif (self report).

a. NRS (Numeric Rating Scale).

Merupakan alat penunjuk laporan nyeri untuk mengidentifikasi tingkat nyeri

yang sedang terjadi dan menentukan tujuan untuk fungsi kenyamanan bagi klien

dengan kemampuan kognitif yang mampu berkomunikasi atau melaporkan

informasi tentang nyeri (Kuntono, 2011).

Gambar 2.1 Numeric Rating Scale (NRS)

b. Faces Analog Scale.

Skala ini digunakan untuk mengetahui tingkat nyeri, terdiri dari enam wajah

kartun yang diurutkan dari seorang yang tersenyum (tidak ada rasa sakit),

meningkat wajah yang kurang bahagia hingga ke wajah yang sedih, wajah penuh

air mata (rasa sakit yang paling buruk) (Kuntono, 2011).

Gambar 2.2 Faces Analog Scale

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI subjektif. Perasaan nyeri pada

c. Deskriptif / VRS (Verbal Rating Scale).

Pasien dapat diminta untuk membuat tingkat nyeri pada skala verbal (misal:

tidak nyeri, sediit nyeri, nyeri hebat, atau sangat hebat; atau 0 sampai 10; 0 =

tidak ada nyeri, 10 = nyeri sangat hebat), nomor yang menerangkan tingkat nyeri

yang dipilih oleh pasien akan mewakilkan tingkat intensitas nyerinya (Kuntono,

2011).

Gambar 2.3 Verbal Rating Scale (VRS)

Keterangan:

1-3 : Nyeri ringan (secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik).

4-6 : Nyeri sedang (secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat

menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah

dengan baik).

7-9 : Nyeri berat (secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah

tetapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak

dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi, nafas panjang

dan distraksi).

10 : Nyeri sangat berat (klien tidak dapat lagi berkomunikasi, memukul).

d. Visual analog scale (VAS).

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI subjektif. Perasaan nyeri pada

Cara lain untuk menilai intensitas nyeri yaitu dengan menggunakan Visual

Analog Scale (VAS). Skala berupa suatu garis lurus yang panjangnya biasanya

10cm, dengan penggambaran verbal pada masing-masing ujungnya, seperti

angka 0 (tanpa nyeri) sampai angka 10 (nyeri terberat). Nilai VAS 0 - <4 = nyeri

ringan, 4 - <7 = nyeri sedang dan 7 – 10 = nyeri berat (Kuntono, 2011).

Gambar 2.4 Visual Analog Scale (VAS)

2. Obyektif.

Pada pasien yang tidak dapat mengkomunikasikan rasa nyerinya, yang perlu

diperhatikan adalah perubahan perilaku pasien. CPOT (Critical Care Pain

Observation Tool) dan BPS (Behavioral Pain Scale) merupakan instrument yang

dapat digunakan untuk menilai adanya perubahan perilaku tersebut.

a. Behavioral pain scale (BPS).

BPS digunakan untuk menilai rasa nyeri yang dialami pasien pada prosedur yang

menyakitkan seperti tracheal suctioning ataupun mobilisasi tubuh. BPS terdiri

dari tiga penilaian yaitu ekspresi wajah, pergerakan ekstremitas, dan komplians

dengan mesin ventilator. Setiap sub skala di skoring dari 1 (tidak ada respon)

hingga 4 (respon penuh). Karena itu skor berkisar dari 3 (tidak nyeri) hingga 12

(nyeri maksimal). Skor BPS sama dengan 6 atau lebih dipertimbangkan sebagai

nyeri yang tidak dapat diterima (unacceptable pain) (Kuntono, 2011).

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI subjektif. Perasaan nyeri pada

Tabel 2.1 The Behavioral Pain Scale (BPS)

b. Critical care pain observation tool (CPOT)

CPOT dapat dilakukan pada pasien dengan kondisi antara lain: mengalami

penurunan kesadaran dengan GCS >4, tidak mengalami brain injury, memiliki

fungsi motoric yang baik. CPOT terdiri dari empat domain yaitu ekspresi wajah,

pergerakan, tonus otot dan toleransi terhadap ventilator atau vokalisasi 9 pada

pasien yang tidak menggunakan ventilator). Penilaian CPOT menggunakan skor

0-8, dengan total skor ≥ 2 menunjukkan adanya nyeri (Kuntono, 2011).

Tabel 2.2 Critical Care Pain Observation Tool (CPOT)

Indikator Kondisi Skor Keterangan

Rileks 0Tidak ada

ketegangan otot

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI subjektif. Perasaan nyeri pada

Ekspresiwajah

Kaku 1Mengerutkan

kening

Meringis 2Menggigitselang ETT

GerakanTidak adagerakan

0 Tidak bergerak

5. Manajemen Nyeri.

Tujuan dari penatalaksanaan nyeri adalah menurunkan nyeri sampai tingkat yang dapat

ditoleransi. Upaya farmakologis dan non-farmakologis diseleksi berdasarkan pada

kebutuhan dan tujuan pasien secara individu. Semua intervensi akan sangat berhasil bila

dilakukan sebelum nyeri menjadi parah dan jika diterapkan secara simultan (Kuntono,

2011).

a. Intervensi farmakologis.

Menurut Kuntono (2011), dilakukan melalui kolaborasi dengan dokter atau pemberi

perawatan utama lainnya dan pasien. Sebelum memberikan obat apa saja, pasien

ditanyai mengenai alergi sebelumnya. Pereda nyeri farmakologis dibagi menjadi tiga

yaitu golongan opioid, nin opioid dan anestetik. Anestesi local yang bekerja dengan

memblok konduksi saraf, dapat diberikan langsung ke tempat yang cadera, atau

langsung ke serabut saraf melalui suntikan atau pada saat pembedahan. Golongan

opioid (narkotika) dapat diberikan melalui berbagai rute, yang karenanya efek

samping pemberian harus dipertimbangkan dan diantisipasi, diantaranya adalah

depresi pernafasan, sedasi, mual dan muntah, konstipasi, pruritus dan peningkatan

risiko toksik pada penderita hepar atau ginjal. Jenis opioid diantaranya adalah morfin,

kodein, meperidine. Sedang golongan non-opioid diantaranya adalah obat-obatan

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI subjektif. Perasaan nyeri pada

antiinflamasi nonsteroid (NSAID) yang menurunkan nyeri dengan menghambat

produksi prostaglandin dari jaringan yang mengalami trauma atau inflamasi. Jenis

NSAID diantaranya adalah ibuprofen.

b. Intervensi non-farmakologis.

Saat nyeri hebat berlangsung selama berjam-jam atau berhari-hari,

mengkombinasikan teknik non-farmakologis dengan obat-obatan mungkin cara yang

efektif untuk menghilangkan nyeri. Beberapa teknik non farmakologis yang dapat

dilakukan untuk mengatasi nyeri adalah massage kutaneus, terapi es dan panas,

stimulasai saraf elektris transkutan, distraksi, teknik relaksasi, imajinasi terbimbing

dan hypnosis.

Stimulasi kutaneus dan massage bertujuan menstimulasi serabut-serabut yang

menstransmisikan sensasi tidak nyeri, memblok atau menurunkan transmisi impuls

nyeri. Massage dapat membuat pasien lebihnyaman karena massage membuat

relaksasi otot.

Terapi es dan panas bekerja dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri dalam bidang

reseptor yang sama seperti pada cedera, terapi es dapat menurunkan prostaglandin

dengan menghambat proses inflamasi. Penggunaan panas mempunyai keuntungan

meningkatkan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurunkan

nyeri dengan mempercepat penyembuhan. Terapi panas dan es harus digunakan

dengan hati-hati dan dipantau dengan cermat untuk menghindari cedera kulit.

Stimulasi saraf elektris transkutan (TENS) menggunakan unit yang dijalankan oleh

baterai dengan elektroda yang dipasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi

kesemutan, menggetar atau mendengung pada area nyeri. TENS menurunkan nyeri

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI subjektif. Perasaan nyeri pada

dengan stimulasi reseptor tidak nyeri dalam area yang sama seperti pada serabut yang

menstransmisikan nyeri.

Distraksi yang memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain nyeri merupakan

mekanisme yang bertanggung jawab terhadap teknik kognitif. Distraksi menurunkan

persepi dengan menstimulasi system control desenden, yang mengakibatkan lebih

sedikit stimulasi nyeri yang ditransmisikan ke otak, keefektifan distraksi tergantung

kemampuan pasien untuk menremia dan membangkitkan input sensori selain nyeri,

distraksi berkisar dari hanya pencegahan monoton hingga menggunakan aktifitas

fisik dan mental seperti misalnya kunjungan keluarga dan teman, menonton film,

melakukan permainan catur.

Teknik relaksasi dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan ketegangan otot yang

menunjang nyeri. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas napas abdomen

dengan frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernapas

dengan perlahan dan nyaman, irama yang konstan dapat dipertahankan dengan

menghitung dalam hati dan lambat bersama setiap inhalasi dan ekhalasi. Pada saat

mengajarkan teknik ini, akan sangat membantu bila menghitung dengan keras

bersama pasien pada awalnya.

Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara

yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu. Imajinasi

terbimbing untuk meredakan nyeri dan relaksasi dapat terdiri atas menggabungkan

napas berirama lambat dengan suatu bayangan mental relaksasi dan kenyamanan.

Dengan mata terpejam, individu diinstruksikan untuk membayangkan bahwa dengan

setiap napas yang diekhalasi secara lambat, ketegangan otot dan ketidaknyamanan

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI subjektif. Perasaan nyeri pada

dikeluarkan, menyebabkan tubuh rileks dan nyaman. Setiap kali napas dihembuskan,

pasien diinstruksikan untuk membayangkan bahwa udara yang dihembuskan

membawa pergi nyeri dan ketegangan. Pasien harus diinformasikan bahwa imajinasi

terbimbing dapat berfungsi hanya pada beberapa orang.

Hipnosis efektif dalam meredakan nyeri dan menurunkan jumlah analgesic yang

dibutuhan pada nyeri akut dan kronis, mekasisme kerja hipnosis tampak diperantarai

oleh sistem endorphin, keefektifan hipnosis tergantung pada kemudahan hipnotik

individu, bagaimanapun pada beberapa kasus teknik ini tidak akan bekerja.

Relaksasi genggam jari menghasilkan impuls yang dikirim melalui serabut saraf

aferon non noniseptor sebagai counter stimulasi dari rasa nyeri dikorteks serebri,

menyebabkan intensitas nyeri berubah atau mengalami modulasi akibat stimulasi

relaksasi genggam jari yang terlebih dahulu dan lebih banyak mencapai otak.

6. Lokasi Pemasangan Infus.

Menurut Perry dan Potter (2005), tempat atau lokasi vena perifer yang sering digunakan

pada pemasangan infus adalah vena supervisial atau perifer kutan terletak di dalam fasia

subcutan dan merupakan akses paling mudah untuk terapi intaravena. Daerah tempat

infus yang memungkinkan adalah permukaan punggung tangan (Vena supervisial

dorsalis, vena basalika, vena sefalika), lengan bagian dalam (vena basalika, vena

sefalika, vena kubital median, vena median lengan bawah, dan vena radialis), permukaan

dorsal (Vena safena magna, ramus dorsalis).

Pada penelitian ini lokasi yang digunakan untuk pemasangan infus adalah pada

permukaan punggung tangan.

2.2 Relaksasi Genggam Jari

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI subjektif. Perasaan nyeri pada

1. Definisi relaksasi genggam jari.

Teknik relaksasi genggam jari membantu tubuh, pikiran dan jiwa untuk mencapai

relaksasi. Dalam keadaan relaksasi secara alamiah akan memicu pengeluaran horomon

indorfin. Hormone ini merupakan analgesic alami dari tubuh sehingga nyeri akan

berkurang (Sofiyah, Ma’rifah, Susanti, 2014).

Relaksasi genggam jari menghasilkan impuls yang dikirim melalui serabut saraf aferon

non-nosiseptor. Serabut saraf non-nosiseptor mengakibatkan “gerbang” tertutup sehingga

stimulus pada kortek serebri dihambat atau dikurangi akibat counter stimulasi relaksasi

dan menggenggam jari. Sehingga intensitas nyeri akan berubah atau mengalami modulasi

akibat stimulasi relaksasi genggam jari yang lebih dahulu dan lebih banyak mencapai otak

(Pinandita, 2012).

Relaksasi genggam jari dapat mengendalikan dan mengembalikan emosi yang akan

membuat tubuh menjadi rileks. Adanya stimulasi pada luka bedah menyebabkan

keluarnya mediator nyeri yang akan menstimulasi transmisi impuls disepanjang serabut

aferon noniseptor ke substansi gelatinosa (pintu gerbang) di medula spinalis untuk

selanjutnya melewati thalamus kemudian disampaikan ke kortek serebri dan

diinterpretasikan sebagai nyeri (Pinandita, 2012).

Relaksasi genggam jari adalah sebuah teknik relaksasi yang sangat sederhana dan mudah

dilakukan oleh siapapun yang berhubungan dengan jari tangan serta aliran energy didalam

tubuh kita. Di sepanjang jari-jari tangan kita terdapat saluran atau meridian energy yang

terhubung dengan berbagai organ dan emosi. Titik-titik reflek pada tangan memberikan

rangsangan secara reflek (spontan) pada saat genggaman.

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI subjektif. Perasaan nyeri pada

Rangsangan tersebut akan mengalirkan semacam gelombang kejut atau listrik menuju

otak. Gelombang tersebut diterima otak dan diproses dengan cepat diteruskan menuju

saraf pada organ tubuh yang emngalami gangguan, sehingga sumbatan dijalur energy

menjadi lancar (Puwahang, 2011).

Teknik menggenggam jari bagian dari teknik Jin Shin Jyutsu. Jin Shin Jyutsu adalah

akupresur Jepang. Bentuk seni yang menggunakan sentuhan sederhana tangan dan

pernafasan untuk menyeimbangkan energy di dalam tubuh. Tangan (jari dan telapak

tangan) adalah alat abntuan sederhana dan ampuh untuk menyelaraskan dan membawa

tubuh menjadi seimbang. Setiap jari tangan berhubungan dengan sikap sehari-hari, ibu

jari berhubungan dengan perasaan khawatir, jari telunjuk berhubungan dengan ketakutan,

jari tengah berhubungan dengan kemarahan, jari manis berhubungan dengan kesedihan,

dan jari kelingking berhubungan dengan rendah diri dan kecil hati (Hill, 2011).

2. Tujuan relaksasi genggam jari.

Terapi teknik relaksasi genggam jari sebagai pendamping terapi farmakologi yang

bertujuan untuk mengurangi nyeri pada saat pemasangan infus. Dilakukan saat nyeri tidak

dirasakan pasien. Terapi relaksasi bukan sebagai pengganti obat-obatan tetapi diperlukan

untuk mempersingkat episode nyeri yang berlangsung beberapa menit atau detik.

Kombinasi teknik ini dengan obat-obatan yang dilakukan secara simultan merupakan cara

efektif untuk menghilangkan nyeri, tujuannya untuk mengurangi nyeri, takut dan cemas.

Dapat juga mengurangi perasaan panik, khawatir dan terancam. Relaksasi genggam jari

juga dapat menenangkan pikiran dan mengontrol emosi, juga melancarkan aliran darah

(Smeitzer, 2003).

3. Teknik relaksasi genggam jari.

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI subjektif. Perasaan nyeri pada

Teknik ini dilakukan pada klien saat pemasangan infus, klien dalam keadaan sadar saat

dilakukan tindakan. Lakukan pengkajian relaksasi genggam jari dan tunjukkan gambar

skala nyeri terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan. Langkah prosedurnya adalah

sebagai berikut:

- Jelaskan tindakan dan tujuan dari tindakan yang akan dilakukan pada klien serta

menanyakan ketersediaannya.

- Posisikan klien dengan berbaring lurus di tempat tidur, minta klien untuk mengatur

nafas dan merilekskan semua otot.

- Perawat mengidentifikasi lengan atau lokasi daerah pemasangan infus.

- Peneliti berada disamping klien, relaksasi dimulai dengan mengajarkan dan

menganjurkan menggenggam jari klien selama kurang lebih 3-5 menit dengan

bernapas secara teratur, kemudian perawat melakukan pemasangan infus.

- Setelah selesai pemasangan infus peneliti melakukan pengukuran nyeri dengan

skala nyeri Verbal Rating Scale.

4. Mekanisme relaksasi genggam jari dalam menurunkan nyeri.

Jenis relaksasi ini sangat sederhana dan mudah dilakukan oleh siapapun yang

berhubunagn dengan jari tangan serta aliran energy di dalam tubuh kita. Apabila individu

mempersiapkan sentuhan sebagai stimulus untuk rileks, kemudian akan muncul respon

relaksasi (Potter & Perry, 2005).

Mekanisme relaksasi genggam jari dijelaskan melalui teori gate-control yang menyatakan

bahwa stimulasi kutaneous mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori A-beta yang

lebih besar dan cepat. Proses ini menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C dan delta-

A yang berdiameter lebih kecil. Proses ini terjadi dalam kornu dorsalis medulla spinalis

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI subjektif. Perasaan nyeri pada

yang dianggap sebagai tempat memproses nyeri. Sel-sel inhibitori dalam kornu dorsalis

medulla spinalis mengandung enkefalin yang menghambat transmisi nyeri, gerbang

sinaps menutup transmisis impuls nyeri sehingga bila tidak ada informasi nyeri yang

disampaikan melalui saraf asenden menuju otak, maka tidak ada nyeri yang dirasakan

(Pinandita, 2012).

Gambar 2.5 Finger Hold Relaxation