bab ii landasan teori pengertian efektivitas · pdf filedengan keberhasilan penggunaan model...
TRANSCRIPT
15
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 PENGERTIAN EFEKTIVITAS
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Efektivitas berarti
keberhasilan. Efektivitas itu sendiri berasal dari kata efektif yang dalam
penelitian ini maksudnya adalah keberhasilan dalam penggunaan metode
pembelajaran tutor sebaya terhadap hasil belajar siswa bila dibandingkan
dengan penggunaan model pembelajaran konvensional. Jadi diharapkan
dengan keberhasilan penggunaan model pembelajaran tutor sebaya dapat
meningkatkan hasil belajar siswa yang lebih baik.
2.2 PENGERTIAN BELAJAR
Menurut Chaplin dalam Muhibbin Syah (2008:90) dalam Dictionary
of Psychology membatasi belajar dengan dua macam rumusan. Rumusan
pertama berbunyi : .... acquisition of any relatively permanent change in
behavior as a result of practice and experience. Belajar adalah perolehan
perubahan tingkah laku yang relative menetap sebagai akibat latihan dan
pengalaman. Rumusan kedua berbunyi: Process of acquiring responses as a
result of special practice, belajar ialah proses memperoleh respons-respons
sebagai akibat adanya latihan khusus.
Menurut Slameto (2010:2) belajar ialah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya.
Ciri-ciri perubahan tingkah laku tersebut antara lain :
1. Perubahan terjadi secara sadar
Ini berarti bahwa seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya
perubahan itu atau sekurang-kurangnya ia merasakan telah terjadi adanya
suatu perubahan dalam dirinya.
16
2. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang
berlangsung secara berkesinambungan, tidak statis. Sau perubahan yang
terjadi akan menyebabkan perubahan beriktnya dan akan berguna bagi
kehidupan ataupun proses belajar berikutnya.
3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan itu senantiasa bertambah
dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya.
Dengan demikian makin banyak usaha belajar itu dilakukan, makin banyak
dan makin baik perubahan yang diperoleh. Perubahan yang bersifat aktif
artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan
karena usaha individu itu sendiri.
4. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau
permanen. Ini berarti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan
bersifat menetap.
5. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang
akan dicapai. Perbuatan belajar terarah kepada perubahan tingkah laku
yang benar-benar disadari.
6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui suatu proses belajar
meliputi perubahan keseluruhan tingah laku. Jika seseorang belajar
sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku
secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan, pengetahuan dan
sebagainya.
2.3 JENIS-JENIS BELAJAR
Menurut Muhibbin Syah (2008:122) dalam proses belajar dikenal
adanya bemacam-macam kegiatan yang memiliki corak yang berbeda antara
satu dengan lainnya, baik dalam aspek materi dan metodenya maupun
17
dalam aspek tujuan dan perubahan tingkah laku yang diharapkan.
Keanekaragaman jenis belajar ini muncul dalam dunia pendidikan sejalan
dengan kebutuhan kehidupan manusia yang juga bermacam-macam.
Jenis-jenis belajar tersebut ialah :
2.3.1 Belajar Abstrak
Ialah belajar yang menggunakan cara-cara berpikir abstrak. Tujuannya
adalah untuk memperoleh pemahaman dan pemecahan masalah-
masalah yang tidak nyata.
2.3.2 Belajar Keterampilan
Adalah belajar dengan menggunakan gerakan-gerakan motorik yakni
yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-
otot/neuromuscular. Tujuannya adalah memperoleh dan menguasai
keterampilan jasmaniah tertentu.
2.3.3 Belajar Sosial
Adalah belajar memahami masalah-masalah dan teknik-teknik untuk
memecahkan masalah tersebut. Tujuannya adalah untuk menguasai
pemahaman dan kecakapan dalam memecahkan masalah/masalah
sosial seperti masalah keluarga, persahabatan, kelompok dan masalah
lain yang bersifat kemasyarakatan.
2.3.4 Belajar Pemecahan Masalah
Adalah belajar menggunakan metode-metode ilmiah atau berpikir
secara sistematis, logis, teratur, dan teliti. Tujuannnya ialah untuk
memperoleh kemampuan dan kecakapan kognitif utnuk memecahkan
masalah secara rasional, lugas dan tuntas.
2.3.5 Belajar Rasional
Ialah belajar dengan menggunakan kemampuan berpikir secara logis
dan rasional (sesuai dengan akal sehat). Tujuannya adalah untuk
memperoleh aneka ragam kecakapan menggunakan prinsip-prinsip
dan konsep-konsep.
18
2.3.6 Belajar Kebiasaan
Adalah proses pembentukan keibiasan-kebiasaan baru atau perbaikan
kebiasaan-kebiasaan yang telah ada. Tujuannya agar siswa
memperoleh sikap-sikap dan kebiasaan perbuatan baru yang lebih
tepat dan positif dalam arti selaras dengan kebutuhan ruang dan
waktu.
2.3.7 Belajar Apresiasi
Adalah belajar mempertimbangkan arti penting atau nilai suatu objek.
Tujuannya adalah agar siswa memperoleh dan mengembangkan
kecakapan ranah rasa yang dalam hal kemampuan menghargai secara
tepat terhadap nilai objek tertentu misalnya apresiasi sastra, apresiasi
musik dan sebagainya.
2.3.8 Belajar Pengetahuan
Ialah belajar dengan cara melakukan penyelidikan mendalam terhadap
objek pengetahuan tertentu. Tujuannya adalah agar siswa memperoleh
atau menambah infromasi dan pemahaman terhadap pengetahuan
tertentu yang biasanya lebih rumit dan memerlukan kiat khusus dalam
mempelajarinya.
2.4 PRINSIP-PRINSIP BELAJAR
Slameto (2010:27) membagi prinsip-prinsip belajar menjadi empat
bagian yaitu :
2.4.1 Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar
a. Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif,
meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan
instruksional.
b. Belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi yang
kuat pada siswa untuk mencapai tujuan instruksional
c. Belajar perlu lingkungan yang menantang di mana anak dapat
mengemabangkan kemampuannya bereksperimen dan belajar
dengan efektif.
19
d. Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya.
2.4.2 Sesuai hakekat belajar
a. Belajar itu proses kontinyu, maka harus tahap demi tahap menurut
perkembangannya
b. Belajar adalah proses organisasi, adaptasi, eksplorasi dan
discovery.
c. Belajar adalah proses kongtinguitas (hubungan antar pengertian
yang satu dengan pengertian yang lain) sehingga mendapatkan
pengertian yang diharapkan. Stimulus yang diberikan menimbulkan
response yang diharapkan.
2.4.3 Sesuai materi/bahan yang harus dipelajari
a. Belajar sifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur,
penyajian yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap
pengertiannya.
b. Belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertntu sesuai
dengan tujuan instruksional yang harus dicapainya.
2.4.4 Syarat keberhasilan belajar
a. Belajar memerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat
belajar denan tenang.
b. Repetisi, dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar
pengertian/keterampilan/sikap itu mendalam pada siswa.
2.5 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BELAJAR
Menurut Muhibbin Syah (2008:132) secara global, faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu :
2.5.1 Factor internal (factor dari dalam siswa), yakni keadaan/kondisi
jasmani dan rohani siswa.
2.5.2 Factor eksternal (factor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan di
sekitas siswa.
20
2.5.3 Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya
belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa
untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.
2.6 STRATEGI PEMBELAJARAN
Menurut Yusuphadi Miarso (2005:530) strategi pembelajaran adalah
pendekatan menyeluruh pembelajaran dalam suatu system pembelajaran,
yang berupa pedoan umum dan kerangka kegiatan untuk mencapai taujuan
umum pembelajaran, yang dijabarkan dari pandangan falsafah dan atau teori
belajar tertentu.
Strategi pembelajaran sebagai suatu pendekatan menyeluruh oleh
Romiszowski (1981) dalam buku Yusuphadi Miarso dibedakan menjadi dua
strategi dasar yaitu :
2.6.1 Strategi ekspositari (penjelasan)
Strategi ini didasarkan pada teori pemrosesan informasi. Pada garis
besarnya teori pemrosesan informasi (information processing learning)
menjelaskan proses belajar sebagai berikut :
a. Pembelajar menerima informasi mengenai prinsip atau dalil yang
dijelaskan dengan memberikan contoh.
b. Terjadi pemahaman pada diri pembelajar atas prinsip atau dalil
yang diberikan.
c. Pembelajar menarik kesimpulan berdasarkan kepentingannya yang
khusus.
d. Terbentuknya tindakan pada diri pembelajar, yang merupakan hasil
pengolahan prinsip/dalil dalam situasi yang sebenarnya.
Penerapan strategi ekspositori ini berlangsung sebagai berikut :
a. Informasi disajikan kepada pembelajar.
b. Diberikan tes penguasan, serta penyajian ulang bilamana dipandang
perlu.
21
c. Diberikan kesempatan penerapan dalam bentuk conth dan soal,
dengan jumlah dan tingkat kesulitan yang bertambah.
d. Diberikan kesempatan penerapan informasi baru dalam situasi dan
masalah yang sebenarnya.
2.6.2 Strategi diskoveri (penemuan)
Strategi ini didasarkan pada teori pemrosesan pengalaman, atau disebut
pula teori belajar berdasarkan pengalaman (experiential learning). Pada
garis besarnya proses belajar menurut teori ini berlangsung sebagai
berikut :
a. Pembelajar bertindak dalam suatu peristiwa
b. Timbul pemahaman pada diri pembelajar atas peristiwa khusus itu.
c. Pembelajar menggeneralisasikan peristiwa khusus itu menjadi
suatu prinsip umum.
d. Terbentuknya tindakan pembelajar yang sesuai dengan prinsip itu
dalam situasi atau peristiwa baru.
Penerapan strategi diskoveri ini berlangsung langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Diberikan kesempatan kepada pembelajar untuk berbuat dan
mengamati akibat suatu tindakan.
b. Diberikan tes pemahaman tentang adanya hubungan sebab-akibat
serta diberikan kesempatan ulang untuk berbuat, bilamana
dipandang perlu.
c. Diusahakan terbentuknya prinsip umum dengan latihan
pendalaman dan pengamatan tindakan lebih lanjut.
d. Diberikan kesempatan untuk penerapan informasi yang baru
dipelajar dalam situasi yang sebenarnya.
22
Pemilihan strategi pembelajaran didasarkan pada pertimbangan berikut:
a. Tujuan belajar: jenis dan jenjangnya
b. Isi ajaran: sifat, kedalaman, dan banyaknya
c. Pembelajar: latar belakang, motivasi, serta kodisi fisik dan mental
d. Tenaga kependidikan: jumlah, kualifikasi dan kompetensinya
e. Waktu: lama dan jadwalnya
f. Sarana yang dapat dimanfaatkan
g. Biaya.
Unsur-unsur dalam strategi pembelajaran yaitu :
a. Tujuan umum pembelajaran yang ingin dicapai
b. Teknik: berbagai macam cara yang dapat dilakukan untuk
mencapai tujuan umum.
c. Pengorganisasian kegiatan belajar-mengajar
d. Peristiwa pembelajaran yaitu penahapan dalam melaksanakan
proses pembelajaran termasuk usaha yang perlu dilakukan dalam
tiap tahap, agar proses itu berhasil.
Secara garis besar meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
d.1 Persiapan
- Memikat perhatian
- Membangkitkan minat
- Memberitahukan tujuan
d.2 Penyajian
- Merangsang ingatan atas pelajaran sebelumnya
- Menyajikan rangsangan baru
- Membimbing pemahaman
- Melatih penguasaan
- Memberikan umpan balik
d.3 Pemantapan
- Menilai penguasaan
- Memberikan penguatan.
23
e. Urutan belajar
Yaitu penahapan isi ajaran yang diberikan agar lebih mudah dipahami.
Kemungkinan urutan adalah sebagai berikut:
e.1 Dari yang mudah ke yang sukar
e.2 Dari yang sudah diketahui ke hal yang baru
e.3 Dari yang konkret ke yang abstrak
e.4 Dari yang sederhana ke yang rumit
e.5 Dari keseluruhan ke rincina
e.6 Dari permulaan sampai akhir
e.7 Dari yang lampau ke yang akan dating
e.8 Dari dalil ke contoh atau sebaliknya
e.9 Dari pengindraan ke pemikiran
f. Penilaian
Yaitu dasar dan alat (instrument) yang digunakan untuk mengukur
usaha atau hasil belajar.
g. Pengelolaan kegiatan belajar/kelas
Yaitu meliputi bagaimana pola pembelajaran dielenggarakan. Secara
konseptual dapat dibedakan beberapa bentuk pengelolaan dalam pola
berikut:
g.1 Pola klasikal guru – siswa saja
g.2 Pola klasikal media: guru – siswa dengan media pembelajaran
g.3 Pola interaksi perorangan
g.4 Pola mandiri
g.5 Pola saling ajar
g.6 Pola media interaktif
h. Tempat atau latar
Adalah lingkungan dimana proses belajar-mengajar berlangsung. Hal
ini meliputi keadaan dan kondisinya, pengaturan tempat duduk,
bentuk kursi, macam perlengkapan yang tersedia serta kaya atau
miskinnya rangsangan yang tersedia.
24
i. Waktu
Ialah jumlah dan saat/jadwal berlangsung proses belajar-mengajar.
Dengan demikian belajar merupakan suatu proses yang ditandai
dengan adanya perubahan perilaku. Perubahan ini dapat ditunjukkan dalam
berbagai bentuk seperti berubahnya penalaran, sikap, kecakapan, kebiasaan,
dan sebagainya.
Peristiwa belajar disertai dengan proses pembelajaran akan lebih
terarah dan sistematik daripada belajar yang hanya semata-mata dari
pengalaman dalam kehidupan sosial di masyarakat. Belajar dengan proses
pembelajaran, di dalamnya terdapat peran guru, bahan belajar, dan
lingkungan kondusif yang sengaja diciptakan, sehingga diharapkan dapat
mencapai hasil belajar yang optimal.
2.7 MODEL PEMBELAJARAN
Menurut Mohamad Surya (2004:57) membagi model pembelajaran
kedalam empat kategori yaitu :
2.7.1 Lectures (ceramah)
Strategi pembelajaran dalam model ini dilakukan dengan
mengikuti ceramah dari pihak pengajar. Ciri utamanya ialah
mendengarkan penjelasan pengajar, kegiatan dan lingkungan di
kendalikan oleh pengajar, pengetahuan yang diperoleh tergantung
penangkapan pembicaraan pengajar, sedikit dukungan teknologi, dan
berlangsung dalam suasana otoriter. Model ini sering dipandang
sebagai model tradiosional dan kurang memberikan kesempatan
pemberdayaan secara positif terhadap pembelajar.
2.7.2 Self study (belajar sendiri)
Dalam model ini strategi pembelajaran dilakukan secara
mandiri oleh pelajar dalam keseluruhan aktivitasnya. Model ini
memiliki ciri-ciri berfokus pada pemikiran sendiri, prosesnya
25
diarahkan sendiri, isi pengetahuan ang berupa refleksi dan integrasi,
dengan menggunakan multimedia, di atas penghargaan diri secara
otonom.
2.7.3 Concurrent learning (pembelajaran berbarengan)
Dalam model ini, pada dasarnya pembelajaran dilakukan atas
dasdar tanggung jawav pembelajar secara mandiri, namun dalam
suasana berbarengan dengan yang lain dan saling berinteraksi baik
langsung maupun tidak langsung. Ciri utama model ini adalah
dilakukan secara partisipatif, dalam satu forum terbuka, dalam suasana
saling menghargai satu dengan lainnya, materi yang berada dalam
perspektif masing-masing, dan suasana demokratis dengan dukungan
teknologi.
2.7.4 Pembelajaran kolaboratif.
Dalam model ini, pembelajaran dilakukan dalam bentuk
kolaboratif, yaitu kerjasama yang saling membantu antar pembelajar
dalam bentuk tim. Karakteristik utama model ini ialah dilakukan
melalui satu bentuk kerjasama, untuk mendapatkan consensus, adanya
berbagai dan saling pemahaman nilai, adanya keputusan yang dibuat
bersama atas dasar nilai yang disepakati bersama.
Sehingga diharapkan dengan adanya model pembelajaran, materi yang
diberikan dapat diserap oleh siswa sehingga dapat meningkatkan hasil belajar
siswa. Model pembelajaran dimaksudkan juga sebagai pola interaksi siswa
dengan guru di dalam kelas yang menyangkut strategi, pendekatan, metode,
dan teknik pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar di kelas.
26
2.8 MODEL PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang
sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan pendidikan. Ini berarti
bahwa berhasil atau gagalnya prncapaian tujuan pendidikan itu amat
bergantung pada proses belajar yang dialami siswa. Proses belajar yang baik,
inovatif yang diterapkan pendidik diharapkan dapat menunjang keberhasilan
suatu program pengajaran. Sehingga apa yang menjadi tujuan pendidikan
nasional dapat terlaksana dan tercapai. Untuk terlaksana dan tercapainya
tujuan tersebut diperlukan sumber-sumber daya yang dapat mempengaruhi
hasil dari proses belajar mengajar. Hasil dari proses belajar mengajar tersebut
tidak hanya disebabkan oleh satu macam sumber daya saja, tetapi dapat
disebabkan oleh berbagai sumber-sumber daya yang saling mendukung.
Jadi dapat disimpulkan sumber belajar tidak harus selalu dari guru.
Sumber belajar dapat berasal dari orang lain yang bukan guru, seperti teman
dari kelas yang lebih tinggi (kakak kelas), teman sekelas, atau keluarganya di
rumah.
Sumber belajar bukan guru dan berasal dari orang yang lebih pandai
disebut tutor.
Ada dua macam tutor yaitu:
1. tutor sebaya
adalah teman sebaya yang lebih pandai
2. Tutor kakak
adalah tutor dari kelas yang lebih tinggi.
Tutor sebaya adalah seorang atau beberapa orang siswa yang ditunjuk
dan ditugaskan untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar.
Tutor tersebut diambil dari kelompok siswa yang memiliki prestasi yang lebih
tinggi daripada siswa-siswa lainnya.
27
Menurut Ischak dan Warji dalam Suherman (2003:276) berpendapat
bahwa tutor sebaya adalah sekelompok siswa yang telah tuntas terhadap
bahan pelajaran, memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami
kesulitan dalam memahami bahan pelajaran yang dipelajarinya.
Mengingat bahwa siswa adalah unsur pokok dalam pengajaran, maka
siswalah yang harus menerima dan mencapai berbagai informasi pengajaran
yang pada akhirnya dapat mengubah tingkah lakunya sesuai dengan yang
diharapkan. Untuk itu, maka siswa harus dijadikan sebagai sumber
pertimbangan di dalam pemilihan sumber pengajaran.
Pembelajaran teman / tutor sebaya adalah pembelajaran yang terpusat
pada siswa, dalam hal ini siswa belajar dari siswa lain yang memiliki status
umur, kematangan / harga diri yang tidak jauh berbeda dari dirinya sendiri.
Sehingga anak tidak merasa begitu terpaksa untuk menerima ide-ide dan
sikap dari “gurunya” yang tidak lain adalah teman sebayanya itu sendiri.
Dalam tutor sebaya, teman sebaya yang lebih pandai memberikan bantuan
belajar kepada teman-teman sekelasnya di sekolah.
Bantuan belajar oleh teman sebaya dapat menghilangkan
kecanggungan. Bahasa teman sebaya lebih mudah dipahami, selain itu dengan
teman sebaya tidak ada rasa enggan, rendah diri, malu, dan sebagainya,
sehingga diharapkan siswa yang kurang paham tidak segan-segan untuk
mengungkapkan kesulitan-kesulitan yang dihadapinya (Suherman, 2003:
277).
Tugas sebagai tutor merupakan kegiatan yang kaya akan pengalaman
dan sebenarnya merupakan kebutuhan anak itu sendiri, karena dalam model
pembelajaran tutor sebaya ini, mereka (para tutor) harus berusaha
mendapatkan hubungan dan pergaulan baru yang mantap dengan teman
sebaya, mencari perannya sendiri, mengembangkan kecakapan intelektual dan
sosial. Dengan demikian, beban yang diberikan kepada mereka akan memberi
kesempatan untuk mendapatkan perannya, bergaul dengan orang– orang lain,
dan bahkan mendapatkan pengetahuan dan pengalaman.
28
Dengan model pembelajaran teman sebaya, maka tidak ada batasan
bagi tiap siswa untuk lebih terbuka dan saling berkomunikasi antara satu
dengan yang lainnya sehingga diharapkan dapat melatih kecakapan
komunikasi siswa. Komunikasi perlu menjadi fokus perhatian dalam setiap
pembelajaran, sebab melalui komunikasi, siswa dapat mengorganisasi dan
mengkonsolidasi cara berpikir, dan siswa dapat meng’explore’ ide-ide
kreatifnya..
Selain itu menurut Atkins dalam Asikin (2002:493) komuniksi secara
verbal (mathematical conversation) merupakan “a tool for measuring growth
in understanding, allow participapants to learn about the mathematical
constructions from others, and give participants opportunities to reflect on
their own mathematical understanding”, yang berarti bahwa komunikasi
secara verbal merupakan alat untuk meningkatkan pemahaman, dengan
membimbing siswa untuk belajar dari siswa lainnya, dan memberikan
kesempatan kepada siswa itu untuk merefleksikan pemahaman mereka.
Adanya model pembelajaran teman sebaya diharapkan dapat
meningkatkan keterampilan komunikasi siswa, karena dalam hal ini siswa
tidak akan merasa canggung, malu, dan lebih leluasa untuk bertanya dengan
temannya (tutor sebayanya) tentang kesulitan-kesulitan yang didapatinya
dalam suatu bahan pelajaran tertentu, sehingga diharapkan dengan
meningkatnya kecakapan komunikasi siswa maka dengan sendirinya siswa
dapat lebih mudah memahami pelajaran yang sedang dipelajarinya karena
selain lebih leluasa, bahasa antar sesama teman sebaya lebih mudah
dipahami, sehingga dapat meningkatkan pemahaman siswa dengan demikian
hasil belajar mereka akan dapat meningkat pula.
Model pembelajaran tutor sebaya ini sangatlah cocok dengan kondisi
pendidikan bangsa kita. Kebanyakan sekolah, terutama di daerah-daerah
terpencil menghadapi kekurangan guru; kekurangan alat pelajaran; dan selain
itu siswa juga perlu mendapat kesempatan untuk bekerja dalam kelompok dan
memperoleh umpan balik padahal waktu guru terbatas. Untuk itu dengan
adanya model pembelajaran tutor sebaya ini diharapkan dapat membantu
29
menanggulangi masalah-masalah yang ada dalam dunia pendidikan di negara
kita ini.
Pelaksanaan model pembelajaran tutor sebaya yang diberikan kepada teman
sekelasnya di sekolah, dapat dilakukan sebagai berikut.
1. Beberapa siswa yang pandai disuruh mempelajari suatu topik.
2. Guru memberi penjelasan umum tentang topik yang akan dibahas.
3. Kelas dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 8 – 10
orang siswa dan diusahakan kelompok yang dibentuk tersebut adalah
kelompok yang heterogen.
4. Siswa yang pandai (para tutor sebaya) disebar ke setiap kelompok untuk
memberikan bantuannya.
5. Guru membimbing siswa yang perlu mendapat bimbingan khusus.
6. Jika ada masalah siswa yang lebih paham memberi tahu siswa yang kurang
paham dan jika ada masalah yang tidak dapat terpecahkan, siswa meminta
bantuan kepada guru.
7. Guru mengadakan evaluasi
Dalam model pembelajaran tutor sebaya terdapat ciri-ciri yang
menjadi kekhasan dari model pembelajaran ini. Ciri-ciri itu antara lain
sebagai berikut.
1. Tujuan pengajaran dari model pembelajaran tutor sebaya ini adalah
memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk mengembangkan
kemampuan memecahkan masalah secara rasional, mengembangkan
sikap sosial dan semangat gotong royong dalam kehidupan,
mendinamiskan kegiatan kelompok dalam belajar sehingga tiap anggota
merasa diri sebagai bagian kelompok yang bertanggung jawab,
mengembangkan kemampuan kepemimpinan ketrampilan pada tiap
anggota kelompok dalam pemecahan masalah kelompok.
30
2. Siswa dalam pembelajaran ini memiliki ciri – ciri :
a. Tiap siswa merasa sadar diri sebagai anggota kelompok
b. Tiap siswa merasa sadar diri memiliki tujuan bersama berupa tujuan
kelompok
c. Memiliki rasa saling membutuhkan dan tergantung
d. Interaksi dan komunikasi antar anggota
e. Ada tindakan bersama sebagai perwujudan tanggung jawab
kelompok
3. Peranan guru terdiri dari pembentukan kelompok, perencanaan tugas
kelompok, pelaksanaan, dan tahap evaluasi hasil belajar kelompok.
Dalam tahap pembentukan kelompok dipertimbangkan antara lain
tujuan yang akan diperoleh siswa dalam kelompok (latihan bergotong-
royong, peningkatan kecepatan dan ketepatan kerja dan lain-lain), latar
belakang pengalaman siswa, minat / pusat perubahan siswa.
Dalam tahap perencanaan tugas kelompok, guru memperhatikan
jenis tugas yang diberikan apakah tugas paralel ataukah tugas
komplementer. Tugas paralel artinya semua kelompok mendapat tugas
yang sama, tugas komplementer artinya kelompok saling melengkapi
pemecahan masalah.
Dalam tahap pelaksanaan mengajar guru berperan antara lain
pemberi informasi umum tentang proses belajar kelompok, guru sebagai
fasilitator pembimbing dan pengendali ketertiban kelompok.
31
2.9 KAJIAN PENELITIAN TERDAHULU TENTANG TUTOR SEBAYA.
1. Menurut Sutamin (2007:9) inti dari metode pembelajaran tutor sebaya
adalah pembelajaran yang pelaksanaannya dengan membagi kelas dalam
kelompok-kelompok kecil, yang sumber belajarnya bukan hanya guru
melainkan juga teman sebaya yang pandai dan cepat dalam menguasai
suatu materi tertentu. Dalam pembelajaran ini, siswa yang menjadi tutor
hendaknya mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan teman lainnya, sehingga pada saat dia memberikan bimbingan ia
sudah dapat menguasai bahan yang akan disampaikan.
Penelitian yang digunakan Sutamin adalah penelitian tindakan kelas
dimana hasil dari penelitiannya adalah:
Pada siklus 1 menunjukkan bahwa nilai rata-rata hasil belajarnya 79,8,
siswa yang tuntas belajar sebesar 60% sebanyak 24 siswa dari jumlah
seluruhnya sebanyak 40 siswa dan aktivitas belajar siswa sebesar 77,5%.
Penelitian pada siklus pertama dikatakan belum berhasil karena :
1. Ketuntasan belajar siswa secara klasikal belum mencapai 75%,
yaitu baru 60%.
2. Aktivitas belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran belum
mencapai 90%, yaitu baru 77,5%.
siswa yang tuntas belajar sebesar 87,5% sebanyak 35 siswa dari jumlah
seluruhnya sebanyak 40 siswa dan aktivitas belajar siswa sebesar 92,5%.
Penelitian pada siklus kedua dikatakan sudah berhasil karena :
1. Nilai rata-rata hasil belajar siswa sudah mencapai > 65.
2. Ketuntasan belajar siswa secara klasikal sudah mencapai > 75%.
3. Aktivitas belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran sudah
mencapai > 90%.
Dari hasil evaluasi akhir siklus 2 diperoleh rata-rata nilai sebesar 89,23
dan presentase siswa yang tuntas belajar sebesar 87,5% sebanyak 35
32
siswa. Hasil ini sudah memenuhi indikator yang ditetapkan yaitu 75%.
Secara umum pelaksanaan pembelajaran siklus 2 lebih baik dibandingkan
dengan siklus 1.
Dengan demikian hipotesis tindakan dan indicator keberhasilan
dapat dicapai sehingga tidak perlu dilakukan pelaksanaan siklus
berikutnya. Berdasarkan hasil tes akhir pada siklus 2 dengan ketuntasan
belajar secara klasikal sebesar 87,5% maka dapat disimpulkan dengan
melalui pembelajaran dengan tutor sebaya dapat meningkatkan hasil
belajar siswa.
2. Menurut Bambang Ribowo dalam penelitiannya yang berjudul “Upaya
meningkatkan hasil belajar siswa kelas IIA SMP Negeri 2 Banjarharjo
Brebes dalam pokok bahasan segiempat melalui model pembelajaran
tutor sebaya dalam kelompok kecil tahun pelajaran 2005-2006”
menyimpulkan bahwa model pembelajaran tutor sebaya dalam kelompok
kecil sangat cocok digunakan dalam pembelajaran matematika dan dapat
meningkatkan hasil belajar siswa sehingga siswa menjadi lebih aktif
dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar dikelas dan siswa menjadi
terampil dan berani mengemukakan pendapatnya dalam proses
pembelajaran.
3. Menurut Riyono dalam penelitiannya yang berjudul “Upaya
meningkatkan hasil belajar siswa kelas III G SMP Negeri Ketanggungan
Brebes pada pokok bahasan operasi pada bentuk aljabar melalui model
pembelajaran tutor sebaya dalam kelompok kecil” menyimpulkan bahwa
model pembelajaran tutor sebaya dalam kelompok kecil dapat
meningkatkan hasil belajar siswa dimana semua siswa aktif, siswa sangat
antusias dalam melaksanakan tugas, semua perwakilan kelompok berani
mengerjakan tugas didepan kelas, siswa berani bertanya dan respon siswa
yang diajar sangat tinggi.
33
4. Menurut Yulitta Radita Kusumasari dalam penelitiannya yang berjudul
“Meningkatkan hasil belajar matematika melalui metode tutor sebaya
dalam pengajaran remedial pada siswa kelas VIII semester II SMP
Negeri 25 Semarang Tahun Pelajaran 2006-2007” menyimpulkan
bahwa melalui pemanfaatan metode tutor sebaya dapat meningkatkan
hasil belajar siswa dalam pengajaran remedial Matematika, hal ini
tampak dari nilai rata-rata kelas yang meningkat dari siklus pertama ke
siklus kedua. Dengan metode tutor sebaya partisipasi aktif siswa dalam
pembelajaran, kekompakan dalam berkelompok dan keberanian siswa
bertanya dapat ditumbuh kembangkan.
5. Menurut Hidir Yakub dan Sunyono dalam penelitiannya yang berjudul
“Peningkatan kualitas pembelajaran mata kuliah ikatan kimia melalui
penerapan metode belajar mahasiswa aktif dan konsistensi pelaksanaan
evaluasi” menyimpulkan bahwa Penerapan metode belajar mahasiswa
aktif yang bervariasi dan pelaksanaan tutorial, serta adanya system
evaluasi yang konsisten cukup efektif digunakan dalam perkuliahan yang
ditunjukkan dengan peningkatan aktivitas belajar dan prestasi belajar
mahasiswa. Pelaksanaan tutorial teman sebaya dapat membantu
mahasiswa dalam mengatasi kesulitan belajar terutama dalam
mengerjakan soal-soal latihan.
6. Menurut Johar Maknun dan Toto Hidajat Soehada dalam penelitiannya
yang berjudul “Efektivitas penerapan model pembelajaran tutor sebaya
dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran gambar
teknik dasar di SMKN 5 Bandung” menyimpulkan bahwa penerapan
model pembelajaran tutor sebaya telah terbukti efektif dalam
meningkatkan hasil belajar siswa yang terbukti signifikan dimana
peningkatan tersebut terlihat dalam setiap siklus belajar. Keunggulan
model pembelajaran tutor sebaya juga ditunjukkan oleh ketuntasan
belajar siswa yang mengalami peningkatan.
34
7. Menurut Ika Marlita Sari dalam penelitiannya yang berjudul “Keefektifan
Model Pembelajaran Tutor Sebaya terhadap hasil belajar matematika
pokok bahasan persamaan garis lurus siswa kelas VIII SMP Negeri 36
Semarang” menyimpulkan bahwa model pembelajaran tutor sebaya lebih
efektif dibandingkan dengan pembelajaran yang menggunakan model
pembelajaran konvensional dalam hal meningkatkan hasil belajar siswa.
Hal ini ditunjukkan dari hasil uji t dengan diperoleh thitung=2,034
>ttabel=1,66 yang berarti Ho ditolak. Rata-rata hasil belajar pada kelompok
eksperimen sebesar 72,8 dan pada kelompok control sebesar 68,7.
Adanya perbedaan hasil belajar ini disebabkan karena pada pembelajaran
tutor sebaya lebih menekankan kerjasama, diskusi, presentasi yang aktif
sehingga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
8. Menurut Akrom dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan Metode
Tutor Sebaya dan Penilaian oleh Teman Sebaya dalam upaya
mengoptimalkan pembelajaran mata pelajaran Ketrampilan Komputer
dan Pengelolaan Informasi pada siswa kelas SMK” menyimpulkan
bahwa Peer tutoring dan peer assessment merupakan solusi termudah
dan solusi dalam menghadapi kendala-kendala dalam pembelajaran
komputer terutama disekolah-sekolah yang belum memiliki sarana dan
prasarana memadai, tenaga pengajar yang kurang, jumlah siswa dikelas
yang sangat besar, dan dana yang terbatas. Pembelajaran dengan
memanfaatkan Peer tutoting dan peer assessment ternyata mampu
mengoptimalkan pembelajaran komputer, yang pada akhirnya mampu
meningkatkan kemampuan siswa sesuai dengan tuntutan kompetensi
sekarang ini.
9. Menurut Ikenandra Mirawati dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa
persentase rata-rata hasil belajar siswa meningkat tiap siklusnya.
35
Berdasarkan hasil observasi aktivitas siswa dikelas pun menjadi lebih
baik, siswa menjadi lebih aktif berdiskusi dan bekerjasama
menyelesaikan lembar kerja siswa, siswa juga tidak malu untuk
mengeluarkan pendapatnya. Tanggapan siswa terhadap pembelajaran
tutor sebaya menunjukkan respon yang positif dan siswa menyenangi
pembelajarn tutor sebaya.
10. Menurut Sitti Rahmawati dalam penelitiannya yang berjudul
“Peningkatan prestasi belajar siswa kelas XII IPA 7 Terhadap Redoks
dan Elektrokimia dengan menggunakan Sistem Tutor Sebaya”
menyimpulkan bahwa penggunaan system tutor sebaya dalam
pembelajaran kimia dapat meningkatkan daya serap dan ketuntasan
klasikal, yang berarti prestasi belajar siswa terbukti meningkatkan. Hal
ini dapat pula dilihat dan dibuktikan berdasarkan peningkatan hasil
belajar siswa.
Dari kajian penelitian terdahulu mengenai tutor sebaya penulis dapat
mengambil kesimpulan bahwa:
1. Tutor sebaya ternyata sangat efektif untuk meningkatkat hasil belajar siswa
2. Dengan tutor sebaya siswa menjadi lebih aktif, terampil dan berani
mengemukakan pendapat, berani mengerjakan tugas didepan kelas, berani
bertanya dan respon siswa yang diajar sangat tinggi.
3. Dengan tutor sebaya partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran, kekompakan
dalam berkelompok dapat ditumbuh kembangkan.
4. Dengan tutor sebaya dapat membantu siswa dalam mengatasi kesulitan
belajar terutama dalam mengerjakan soal-soal latihan.
5. Tutor sebaya merupakan solusi termudah dan solusi dalam menghadapi
kendala-kendala dalam pembelajaran computer terutama disekolah-sekolah
yang belum memiliki sarana prasarana memadai, tenaga pengajar yang
kurang dan dana yang terbatas.
36