bab ii landasan teori -...

26
7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Manajemen Pembelajaran Proses pembelajaran dalam institusi pendidikan memerlukan manajemen yang baik sehingga bisa berlangsung dengan efektif dan efisien. Pelaksanaan yang efektif diharapkan mampu menghasilkan out put yang berkualitas. Oleh karenanya, manajemen pem- belajaran baik dari tahap perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi kegiatan yang berkaitan dengan proses pembelajaran guna mencapai tujuan pengajaran se- orang guru. 1. Perencanaan Pembelajaran Perencanaan pembelajaran adalah suatu proses dan cara berpikir mengenai sesuatu hal yang akan dilakukan dengan tujuan agar diri seseorang dapat berubah. Perubahan tersebut mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik (Suwardi, 2007: 30). Perencanaan dalam sebuah pembelajaran sangatlah penting dipersiapkan oleh guru di SDN Bergaskidul 03 pada awal, supaya pembelajaran benar-benar terenca- na dan terprogram dengan baik. Seorang guru harus mempersiapkan program tahunan (prota), program semester (promes), silabus

Upload: hoangduong

Post on 02-Apr-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6009/2/T2_942012090_BAB II.pdfSecara struktural rencana pembelajaran menca-kup komponen-komponen

7

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Manajemen Pembelajaran

Proses pembelajaran dalam institusi pendidikan

memerlukan manajemen yang baik sehingga bisa

berlangsung dengan efektif dan efisien. Pelaksanaan

yang efektif diharapkan mampu menghasilkan out put

yang berkualitas. Oleh karenanya, manajemen pem-

belajaran baik dari tahap perencanaan, pelaksanaan

serta evaluasi kegiatan yang berkaitan dengan proses

pembelajaran guna mencapai tujuan pengajaran se-

orang guru.

1. Perencanaan Pembelajaran

Perencanaan pembelajaran adalah suatu proses

dan cara berpikir mengenai sesuatu hal yang akan

dilakukan dengan tujuan agar diri seseorang dapat

berubah. Perubahan tersebut mencakup aspek

kognitif, afektif dan psikomotorik (Suwardi, 2007: 30).

Perencanaan dalam sebuah pembelajaran sangatlah

penting dipersiapkan oleh guru di SDN Bergaskidul 03

pada awal, supaya pembelajaran benar-benar terenca-

na dan terprogram dengan baik.

Seorang guru harus mempersiapkan program

tahunan (prota), program semester (promes), silabus

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6009/2/T2_942012090_BAB II.pdfSecara struktural rencana pembelajaran menca-kup komponen-komponen

8

dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Pemi-

lihan metode pembelajaran juga menjadi prioritas awal

yang harus dicermati oleh guru supaya pembelajaran

bisa berjalan dengan baik, lancar serta tepat sasaran

(Hamalik, 2011: 45). Menyesuaikan RPP yang telah

dibuat guru SDN Bergaskidul 03 juga memilih metode

pembelajaran yang mencerminkan pendidikan karak-

ter yang telah dipilih dalam RPP.

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

adalah rancangan pembelajaran mata pelajaran per

unit yang akan digunakan guru dalam pembelajaran

di kelas. Bagi guru, rencana pengajaran ini berfungsi

sebagai acuan untuk melaksanakan proses belajar

mengajar di kelas agar lebih efisien dan efektif (Uzer

Usman, 2008: 61). Berdasarkan RPP seorang guru

diharapkan dapat menerapkan pembelajaran secara

terprogram dan terperinci. Dengan demikian, RPP

harus mempunyai daya terap (aplicable) yang tinggi.

Tanpa perencanaan yang matang, target pembelajaran

tidak dapat tercapai dengan maksimal. Dengan kata

lain, melalui RPP dapat diketahui kadar kemampuan

guru dalam menjalankan profesinya.

Secara struktural rencana pembelajaran menca-

kup komponen-komponen berikut: (1) Standar kom-

petensi, kompetensi dasar, dan indikator pencapaian

hasil belajar; (2) Tujuan pembelajaran; (3) Materi pem-

belajaran; (4) Pendekatan dan metode pembelajaran;

(5) Langkah-langkah kegiatan pembelajaran; (6) Alat

dan sumber bahan belajar; (7) Evaluasi pembelajaran.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6009/2/T2_942012090_BAB II.pdfSecara struktural rencana pembelajaran menca-kup komponen-komponen

9

Persiapan pembelajaran ini dikenal dengan

perencanaan, yaitu salah satu cara untuk membuat

kegiatan pembelajaran dapat berjalan dengan baik.

Persiapan ini juga harus disertai dengan berbagai

langkah antisipatif guna memperkecil kesenjangan

yang terjadi sehingga kegiatan tersebut mencapai

tujuan yang telah ditetapkan (Uno, 2008: 2). Kegiatan

pembelajaran merupakan kegiatan yang disadari dan

direncanakan. Perencanaan pembelajaran ini berkait-

an dengan suatu program yang isinya mengenai

bagaimana mengajarkan pendidikan karakter yang

sudah dirumuskan dalam kurikulum. Perencanaan

pembelajaran ini harus sesuai dengan konsep pendi-

dikan dan pembelajaran yang dianut dalam kurikulum

(Syaodih dan Ibrahim, 2003: 51).

Uno (2008: 3) menyatakan upaya perencanaan

pembelajaran dilakukan dengan asumsi:

(1) Untuk memperbaiki kualitas pembelajaran dapat diawali dengan perencanaan pembelajaran

yang diwujudkan dengan adanya sekenario pem-

belajaran; (2) Untuk merancang suatu pembelajar-an perlu dilakukan pendekatan sistem; (3) Peren-

canaan desain pembelajaran diacukan bagaimana

seseoarang belajar; (4) Untuk merencanakan suatu desain pembelajaran ditujukan pada siswa secara

perorangan; (5).Tujuan akhir dari perencanaan

pembelajaran adalah mudahnya siswa untuk memahami pembelajaran.

Dari uraian tersebut bisa dikatakan bahwa

perencanaan pembelajaran merupakan suatu proses

persiapan awal guru mengenai sesuatu hal yang akan

dilakukan dalam pembelajaran dengan tujuan peru-

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6009/2/T2_942012090_BAB II.pdfSecara struktural rencana pembelajaran menca-kup komponen-komponen

10

bahan peserta didik pada aspek kognitif, afektif dan

psikomotorik.

2. Pelaksanaan Pembelajaran

Prayudi (2007: 1) mengemukakan bahwa proses

pembelajaran adalah sebuah upaya bersama antara

guru dan siswa untuk berbagi dan mengolah informasi

dengan tujuan agar pengetahuan yang terbentuk

terinternalisasi dalam diri peserta didik dan menjadi

landasan belajar secara mandiri dan berkelanjutan.

Menurut Dimyati dan Mudjiono (dalam Syaiful Sagala,

2011: 62) pembelajaran adalah kegiatan guru secara

terprogram dalam desain instruksional, untuk mem-

buat belajar secara aktif, yang menekankan pada

penyediaan sumber belajar. Lebih lanjut menurut

Corey (dalam Syaiful Sagala, 2011: 61) pembelajaran

adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang

secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia

turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-

kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap

situasi tertentu. Pembelajaran merupakan subset

khusus dari pendidikan.

Dari pendapat tersebut bisa dikatakan bahwa

kriteria keberhasilan sebuah proses pembelajaran

adalah adanya interaksi antar guru dan siswa sehing-

ga muncul perubahan tingkah laku dan kemampuan

belajar berkelanjutan secara mandiri pada siswa.

Dalam proses pembelajaran, seorang guru selain

berkewajiban menyampaikan materi pelajaran sebagai-

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6009/2/T2_942012090_BAB II.pdfSecara struktural rencana pembelajaran menca-kup komponen-komponen

11

mana yang telah tersusun dalam RPP, guru juga

memiliki tugas mengkontrol perilaku siswa dalam

pembelajaran dengan mengacu pada aspek pendidikan

karakter.

Pada tahap pelaksanaan pembelajaran, guru

hendaknya mengelola pembelajaran secara sistematis

melalui tahap kegiatan awal pembelajaran, kegiatan

inti pembelajaran dan diakhiri dengan kegiatan akhir

pembelajaran sehingga menjadi lebih efektif dan

efisien. Pertama, tahap kegiatan awal, guru memberi-

kan salam, memeriksa kesiapan siswa, menjelaskan

tujuan pembelajaran, memberi penjelasan tentang

materi yang akan dipelajari. Kedua, tahap kegiatan inti

meliputi: eksplorasi, elaborasi, konfirmasi (EEK).

Dalam kegiatan eksplorasi, guru melibatkan peserta

didik dalam mencari dan menghimpun informasi,

menggunakan media untuk memperkaya pengalaman

mengelola informasi, memfasilitasi peserta didik

berinteraksi sehingga peserta didik aktif, mendorong

peserta didik mengamati berbagai gejala, menangkap

tanda-tanda yang membedakan dengan gejala pada

peristiwa lain, mengamati objek di lapangan dan

labolatorium.

Dalam kegiatan elaborasi, guru mendorong

peserta didik membaca dan menuliskan hasil eksplo-

rasi, mendiskusikan, mendengar pendapat, untuk

lebih mendalami sesuatu, menganalisis kekuatan atau

kelemahan argumen, membangun kesepakatan mela-

lui kegiatan kooperatif dan kolaborasi, membiasakan

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6009/2/T2_942012090_BAB II.pdfSecara struktural rencana pembelajaran menca-kup komponen-komponen

12

peserta didik membaca dan menulis, menguji prediksi

atau hipotesis, menyimpulkan bersama, dan menyu-

sun laporan atau tulisan, menyajikan hasil belajar.

Dalam kegiatan konfirmasi, guru memberikan

umpan balik terhadap apa yang dihasilkan peserta

didik melalui pengalaman belajar, memberikan apre-

siasi terhadap kekuatan dan kelemahan hasil belajar

dengan menggunakan teori yang dikuasai guru, me-

nambah informasi yang seharusnya dikuasai peserta

didik, mendorong peserta didik untuk menggunakan

pengetahuan lebih lanjut dari sumber yang terpercaya

untuk lebih menguatkan penguasaan kompetensi

belajar agar lebih bermakna. Setelah memperoleh

keyakinan, maka peserta didik mengerjakan tugas-

tugas untuk mengasilkan produk belajar yang konkrit

dan kontekstual. Guru membantu peserta didik

menyelesaikan masalah dan menerapkan ilmu dalam

kehidupan sehari-hari. Ketiga, tahap kegiatan akhir.

Pada tahap ini pendidik dan peserta didik membuat

rangkuman dari materi pelajaran yang telah diajarkan.

Dari uraian tersebut bisa dikatakan bahwa pada

tahap pelaksanaan pembelajaran guru harus melaksa-

nakan dan menguasai tahap awal, inti dan evaluasi

dengan efektif dan efisien.

3. Evaluasi Pembelajaran

Evaluasi merupakan komponen dalam sistem

pembelajaran. Fungsi utama evaluasi dalam kelas

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6009/2/T2_942012090_BAB II.pdfSecara struktural rencana pembelajaran menca-kup komponen-komponen

13

adalah untuk menentukan hasil-hasil urutan penga-

jaran. Tujuan evaluasi untuk memperbaiki pengajaran

dan penguasaan tujuan tertentu dalam kelas (Oemar

Hamalik, 2011: 145-146). Evaluasi merupakan sebuah

proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh

mana, dalam hal apa, dan bagaimana tujuan pendi-

dikan dapat tercapai. Menurut Mardia Hayati (2009:

51) evaluasi adalah proses untuk melihat apakah

perencanaan yang sedang dibangun berhasil, sesuai

dengan harapan awal atau tidak.

Pembelajaran yang terjadi di sekolah atau khu-

susnya di kelas, guru adalah pihak yang bertanggung

jawab atas hasil belajar siswa. Dengan demikian, guru

patut dibekali dengan evaluasi sebagai ilmu yang

mendukung tugasnya, yakni mengevaluasi hasil

belajar siswa. Dalam hal ini guru bertugas mengukur

apakah siswa sudah menguasai ilmu yang dipelajari

oleh siswa atas bimbingan guru sesuai dengan tujuan

yang dirumuskan (Arikunto, 2006: 3-4).

Berdasarkan pendapat tersebut bisa disimpul-

kan bahwa evaluasi adalah suatu proses yang siste-

matis untuk mengetahui keberhasilan suatu program

sesuai dengan kriteria tertentu.

2.1.2 Pendidikan Karakter

1. Pengertian Pendidikan Karakter

Karakter merupakan nilai perilaku manusia

yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6009/2/T2_942012090_BAB II.pdfSecara struktural rencana pembelajaran menca-kup komponen-komponen

14

sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan bangsa

yang terwujud dalam pikiran, perasaan, sikap, perka-

taan, dan perbuatan dalam norma-norma agama,

hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.

Menurut Vishalache (2010: 90):

Education is expected to integrate the nation and aims to create a harmonious environment between

the different ethnic groups. Character Education

(2011: 151) Character education is a national movement creating schools that foster ethical, responsibleand caring young people by modeling and teaching good character through emphasis on universal values that we all share.

Lebih lanjut Marvin (2005: 2) mengemukakan:

Character education is a national movement creating schools that foster ethical, responsible, and caring young people by modeling and teaching good character through emphasis on universal values that we all share. It is the intentional, proactive effort by schools, districts, and states to instill in

their students important core, ethical values such as caring, honesty, fairness, responsibility, and respect for self and others (Character Education Partnership).

Pendidikan karakter adalah suatu sistem

penanaman nilai karakter pada warga sekolah yang

meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau

kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-

nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa

(YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun

kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.

Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua

komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6009/2/T2_942012090_BAB II.pdfSecara struktural rencana pembelajaran menca-kup komponen-komponen

15

komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu: isi

kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kuali-

tas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata

pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas

atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana

prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga

dan lingkungan sekolah.

Endang (2012: 4) menyatakan, pembinaan

karakter harus terus-menerus dilakukan secara holis-

tik dari semua lingkungan pendidikan yaitu keluarga,

sekolah, dan masyarakat. Pendidikan karakter pada

usia dini di keluarga bertujuan untuk pembentukan,

pada usia remaja di sekolah bertujuan untuk pengem-

bangan, sedangkan pada usia dewasa di bangku

kuliah bertujuan untuk pemantapan. Tugas-tugas

pendidik adalah menyediakan lingkungan belajar yang

baik untuk membentuk, mengembangkan dan me-

mantapkan karakter peserta didiknya. Pendidikan

karakter yang utuh dan menyeluruh tidak sekedar

membentuk anak-anak muda menjadi pribadi yang

cerdas dan baik, melainkan juga membentuk mereka

menjadi pelaku bagi perubahan dalam hidupnya

sendiri, yang pada gilirannya akan menyumbangkan

perubahan dalam tatanan sosial kemasyarakatan agar

menjadi lebih adil, baik, dan manusiawi (Doni

Koesoema, 2003: 25).

Dari pendapat di atas bisa disimpulkan bahwa

pendidikan karakter siswa hendaknya dimulai sejak

dini, terbentuk secara berkelanjutan dengan dukung-

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6009/2/T2_942012090_BAB II.pdfSecara struktural rencana pembelajaran menca-kup komponen-komponen

16

an berbagai lingkungan, baik lingkungan keluarga,

lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat

sehingga berpengaruh bagi diri sendiri dan orang lain.

2. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Karakter

Sesuai dengan fungsi Pendidikan Nasional yang

tertuang dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang

Sisdiknas dinyatakan bahwa:

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan

kemampuan dan membentuk watak serta per-adaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan

untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,

sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan men-jadi warga negara yang demokratis serta ber-

tanggung jawab.

Pendidikan karakter dimaksudkan untuk me-

ngembangkan kemampuan dan membentuk watak

serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan

karakter berfungsi: (1) mengembangkan potensi dasar

agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku

baik; (2) memperkuat dan membangun perilaku

bangsa yang multikultur; (3) meningkatkan peradaban

bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.

Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media

yang mencakup keluarga, satuan pendidikan, masya-

rakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia

usaha, dan media massa.

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6009/2/T2_942012090_BAB II.pdfSecara struktural rencana pembelajaran menca-kup komponen-komponen

17

DIKTI (2010) menyatakan bahwa secara khusus

pendidikan karakter memiliki tiga fungsi utama, yaitu:

1. Pembentukan dan Pengembangan Potensi

Pendidikan karakter berfungsi membentuk dan

mengembangkan potensi manusia atau warga negara Indonesia agar berpikiran baik, berhati

baik, dan berperilaku baik sesuai dengan fal-

safah hidup Pancasila;

2. Perbaikan dan Penguatan

Pendidikan karakter berfungsi memperbaiki

karakter manusia dan warga negara Indonesia yang bersifat negatif dan memperkuat peran

keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, dan

pemerintah untuk ikut berpartisipasi dan ber-tanggung jawab dalam pengembangan potensi

manusia atau warga negara menuju bangsa

yang berkarakter, maju, mandiri, dan sejah-tera;

3. Penyaring

Pendidikan karakter bangsa berfungsi memilah

nilai-nilai budaya bangsa sendiri dan menya-ring nilai-nilai budaya bangsa lain yang positif

untuk menjadi karakter manusia dan warga

negara Indonesia agar menjadi bangsa yang bermartabat.

Menurut salah seorang pakar pendidikan

Darmawan Iskandar (2010), bahwa:

Pendidikan merupakan proses yang terjadi secara

terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkem-

bang secara fisik dan mental, yang bebas dan

sadar kepada Tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanu-

siaan dari manusia.

Nilai-nilai pendidikan sendiri adalah suatu

makna dan ukuran yang tepat dan akurat yang

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6009/2/T2_942012090_BAB II.pdfSecara struktural rencana pembelajaran menca-kup komponen-komponen

18

mempengaruhi adanya pendidikan itu sendiri. Di

antara nilai-nilai dalam Pendidikan Karakter Bangsa,

ada 18 unsur dan nilai yang mana di antaranya

adalah: 1. Religius; 2. Jujur; 3. Toleransi; 4. Disiplin;

5. Kerja Keras; 6. Kreatif; 7. Mandiri; 8. Demokratis; 9.

Rasa Ingin Tahu; 10. Semangat Kebangsaan; 11. Cinta

Tanah Air; 12. Menghargai Prestasi; 13. Bersahabat

atau Komuniktif; 14. Cinta Damai; 15. Gemar

Membaca; 16. Peduli Lingkungan; 17. Peduli Sosial,

dan 18. Tanggung Jawab.

Menurut UU No 20 tahun 2003 pasal 3 menye-

butkan pendidikan nasional berfungsi mengembang-

kan kemampuan dan membentuk karakter bangsa

yang bermartabat. Ada 9 pilar pendidikan berkarakter,

di antaranya adalah:

1. Cinta Tuhan dan segenap ciptaannya

2. Tanggung jawab, kedisiplinan dan kemandirian

3. Kejujuran/amanah dan kearifan

4. Hormat dan santun

5. Dermawan, suka menolong dan gotong royong/

kerjasama

6. Percaya diri, kreatif dan bekerja keras

7. Kepemimpinan dan keadilan

8. Baik dan rendah hati

9. Toleransi kedamaian dan kesatuan

Pendidikan karakter pada intinya bertujuan

membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, ber-

akhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong,

berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi

ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6009/2/T2_942012090_BAB II.pdfSecara struktural rencana pembelajaran menca-kup komponen-komponen

19

dijiwai oleh iman dan taqwa kepada Tuhan yang Maha

Esa berdasarkan Pancasila.

DIKTI (2010) menyatakan bahwa:

Pendidikan karakter dilakukan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional yaitu untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi

warga negara yang demokratis serta bertanggung

jawab.

Pendidikan karakter bertujuan untuk mening-

katkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di

sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentuk-

an karakter atau akhlak mulia peserta didik secara

utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompe-

tensi lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan

peserta didik SMP mampu secara mandiri mening-

katkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji

dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-

nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud

dalam perilaku sehari-hari.

Pendidikan karakter pada tingkatan institusi

mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu

nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan

keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh

semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar

sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas,

karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di

mata masyarakat luas.

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6009/2/T2_942012090_BAB II.pdfSecara struktural rencana pembelajaran menca-kup komponen-komponen

20

Menurut Mochtar Buchori (2007), pendidikan

karakter seharusnya membawa peserta didik ke

pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai

secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai

secara nyata. Pendidikan karakter yang selama ini ada

di SD perlu segera dikaji, dan dicari altenatif-alternatif

solusinya, serta perlu dikembangkannya secara lebih

operasional sehingga mudah diimplementasikan di

sekolah.

Pendidikan karakter pada dasarnya dapat diinte-

grasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pela-

jaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan

norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran

perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan

konteks kehidupan sehari-hari.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada

tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi,

dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik

sehari-hari di masyarakat yang berfungsi untuk

pembentukan dan pengembangan potensi, perbaikan

dan penguatan, dan penyaringan dengan 18 indikator

utama.

3. Materi Pendidikan Karakter

Pendidikan bukan sekedar berfungsi sebagai

media untuk mengembangkan kemampuan semata,

melainkan juga berfungsi untuk membentuk watak

dan peradaban bangsa yang bermatabat. Dari hal ini

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6009/2/T2_942012090_BAB II.pdfSecara struktural rencana pembelajaran menca-kup komponen-komponen

21

maka sebenarnya pendidikan watak (karakter) tidak

bisa ditinggalkan dalam berfungsinya pendidikan.

Oleh karena itu, sebagai fungsi yang melekat pada

keberadaan pendidikan nasional untuk membentuk

watak dan peradaban bangsa, pendidikan karakter

merupakan manifestasi dari peran tersebut. Untuk itu,

pendidikan karakter menjadi tugas dari semua pihak

yang terlibat dalam usaha pendidikan (pendidik).

Secara umum materi tentang pendidikan karak-

ter dijelaskan oleh Berkowitz, Battistich, dan Bier

(2008: 442) yang melaporkan bahwa materi pendidik-

an karakter sangat luas. Dari hasil penelitiannya

dijelaskan bahwa paling tidak ada 25 variabel yang

dapat dipakai sebagai materi pendidikan karakter.

Namun, dari 25 variabel tersebut yang paling umum

dilaporkan dan secara signifikan hanya ada 10, yaitu:

1. Perilaku seksual

2. Pengetahuan tentang karakter (Character knowledge)

3. Pemahaman tentang moral social

4. Ketrampilan pemecahan masalah

5. Kompetensi emosional

6. Hubungan dengan orang lain (Relationships)

7. Perasaan keterikan dengan sekolah (Attachment to school)

8. Prestasi akademis

9. Kompetensi berkomunikasi

10. Sikap kepada guru (Attitudes toward teachers).

Otten (2000) menyatakan bahwa pendidikan

karakter yang diintegrasikan ke dalam seluruh masya-

rakat sekolah sebagai suatu strategi untuk memban-

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6009/2/T2_942012090_BAB II.pdfSecara struktural rencana pembelajaran menca-kup komponen-komponen

22

tu mengingatkan kembali siswa untuk berhubungan

dengan konflik, menjaga siswa untuk tetap selalu

siaga dalam lingkungan pendidikan, dan menginves-

tasikan kembali masyarakat untuk berpartisipasi

aktif sebagai warga negara.

4. Metode Pendidikan Karakter

Diperlukan beberapa pendekatan agar PK dapat

berjalan dengan baik nantinya yang di antaranya

adalah: (1) Keteladanan; (2) Kegiatan; (3) Penugasan

(pendampingan); (4) Pembiasaan; (5) Ko-kreasi (keter-

libatan aktif siswa). Pendidikan karakter akan lebih

mudah diterap-kan pada siswa jika dilaksanakan

dengan pendekatan dan metode-metode khusus yang

diperlukan, sebagai berikut:

a. Metode Percakapan

Metode percakapan (hiwar) ialah percakapan

silih berganti antara dua pihak atau lebih melalui

tanya jawab mengenai susatu topik, dan dengan

sengaja diarahkan kepada satu tujuan yang dikehen-

daki. Dalam proses pendidikan, metode percakapan

mempunyai dampak yang sangat mendalam terhadap

jiwa pendengar atau pembaca yang mengikuti topik

percakapan dengan seksama dan penuh perhatian.

b. Metode Cerita (Qishah)

Kisah sebagian metode pendukung pelaksanaan

pendidikan memiliki peranan yang sangat penting,

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6009/2/T2_942012090_BAB II.pdfSecara struktural rencana pembelajaran menca-kup komponen-komponen

23

karena dalam kisah-kisah terdapat berbagai ketela-

danan dan edukasi.

c. Metode Perumpamaan

Metode perumpamaan baik digunakan dalam

menanamkan karakter kepada peserta didik. Cara

penggunaan metode ini adalah dengan berceramah

(berkisah atau menbacakan kisah), atau membacakan

teks.

d. Metode Keteladanan

Dalam penanaman karakter keteladanan meru-

pakan metode yang lebih efektif dan efisien, karena

peserta didik pada umumnya cenderung meneladani

(meniru) guru atau pendidiknya. Hal ini karena secara

psikologis peserta didik senang meniru, tidak saja

yang baik, bahkan terkadang yang jeleknya pun ditiru.

Karena itu orang tua perlu memberikan keteladanan

yang baik kepada anak-anaknya.

e. Metode Pembiasaan

Pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dila-

kukan secara berulang-ulang agar sesuatu dapat men-

jadi kebiasaan. Metode pembiasaan (habituation) ini

berintikan pengalaman, karena yang dibiasakan itu

ialah sesuatu yang diamalkan. Inti kebiasaan adalah

pengulangan. Pembiasaan menempatkan manusia

sebagai sesuatu yang istimewa, yang dapat menghe-

mat kekuatan karena akan menjadi kebiasaan yang

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6009/2/T2_942012090_BAB II.pdfSecara struktural rencana pembelajaran menca-kup komponen-komponen

24

melekat dan spontan, agar kegiatan ini dapat dilaku-

kan dalam setiap pekerjaaan. Menurut para pakar

metode ini sangat efektif dalam rangka pembinaan

karakter dan kepribadian anak. Orang tua membia-

sakan anak-anaknya untuk bangun pagi, maka

bangun pagi itu akan menjadi kebiasaan.

Dari pendapat tersebut bisa dikatakan bahwa

agar proses penerapan pendidikan karakter berlang-

sung baik dan lancar memerlukan metode yang tepat

seperti: metode percakapan, metode cerita (qishah),

metode perumpamaan, metode keteladanan, dan

metode pembiasaan.

5. Strategi Pelaksanaan Pendidikan Karakter

Melakukan sesuatu jangan diawali dengan hal

yang besar karena hanya akan menambah beban.

Mulailah dengan hal yang sederhana dan merasakan

bahwa Penerapan Pendidikan Karakter di sekolah

adalah hal yang menyenangkan. Berikut beberapa

strategi yang diperlukan (Abidinsyah, 2011: 15):

1. Kegembiraan baru, bukan beban baru;

2. Mulai dengan yang mudah, murah dan meng-gembirakan;

3. Mulai dari diri sendiri;

4. Berbagi dan berbagi;

5. Apresiasi dan apresiasi.

Lebih lanjut Soedarsono (dalam Abidinsyah,

2011: 25) mengemukakan bahwa untuk membangun

karakter tidak mungkin hanya dengan diajarkan akan

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6009/2/T2_942012090_BAB II.pdfSecara struktural rencana pembelajaran menca-kup komponen-komponen

25

tetapi harus melalui empat koridor yang dijalankan

sepanjang berlangsungnya kurikulum, yaitu:

(1) menginternalisasikan nilai moral dari luar yang

dipadukan dengan nilai-nilai dari dalam, (2) mem-

beritahukan apa yang boleh dan tidak boleh dipa-hami sehingga peserta didik dengan senang hati

akan melakukan yang boleh dan meninggalkan

yang tidak boleh, (3) membentuk kebiasaan yang harus selalu dipantau, dan (4) Mendapat suri

teladan dari guru secara berkesinambungan dan

berkelanjutan.

6. Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan Karakter

Kementerian Pendidikan Nasional mengembang-

kan grand design pendidikan karakter untuk setiap

jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand

design menjadi rujukan konseptual dan operasional

pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada

setiap jalur dan jenjang pendidikan. Konfigurasi

karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan

sosial-kultural tersebut dikelompokkan dalam: Olah

Hati (Spiritual and emotional development), Olah Pikir

(intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik

(Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa

dan Karsa (Affective and Creativity development).

Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter

perlu dilakukan dengan mengacu pada grand design

tersebut.

Emilia (dalam Maylan Saleh, 2012) mengemuka-

kan bahwa karakter peserta didik akan terbentuk

sedikitnya oleh 5 faktor, yaitu: (1) temperamen dasar,

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6009/2/T2_942012090_BAB II.pdfSecara struktural rencana pembelajaran menca-kup komponen-komponen

26

(2) keyakinan, (3) pendidikan, (4) motivasi hidup, dan

(5) perjalanan. Menurut UU No 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 13 Ayat 1

menyebutkan bahwa Jalur pendidikan terdiri atas

pendidikan formal, nonformal, dan informal yang

dapat saling melengkapi dan memperkaya.

Pendidikan informal adalah jalur pendidikan

keluarga dan lingkungan. Pendidikan informal sesung-

guhnya memiliki peran dan kontribusi yang sangat

besar dalam keberhasilan pendidikan. Peserta didik

mengikuti pendidikan di sekolah hanya sekitar 7 jam

per hari, atau kurang dari 30%. Selebihnya (70%),

peserta didik berada dalam keluarga dan lingkungan

sekitarnya. Jika dilihat dari aspek kuantitas waktu,

pendidikan di sekolah berkontribusi hanya sebesar

30% terhadap hasil pendidikan peserta didik.

Selama ini, pendidikan informal terutama dalam

lingkungan keluarga belum memberikan kontribusi

berarti dalam mendukung pencapaian kompetensi dan

pembentukan karakter peserta didik. Kesibukan dan

aktivitas kerja orang tua yang relatif tinggi, kurangnya

pemahaman orang tua dalam mendidik anak di ling-

kungan keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan

sekitar, dan pengaruh media elektronik ditengarai bisa

berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan

pencapaian hasil belajar peserta didik. Salah satu

alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut

adalah melalui pendidikan karakter terpadu, yaitu

memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6009/2/T2_942012090_BAB II.pdfSecara struktural rencana pembelajaran menca-kup komponen-komponen

27

informal lingkungan keluarga dengan pendidikan

formal di sekolah. Dalam hal ini, waktu belajar peserta

didik di sekolah perlu dioptimalkan agar peningkatan

mutu hasil belajar dapat dicapai, terutama dalam

pembentukan karakter peserta didik.

Melalui program ini diharapkan lulusan-lulusan

dari peserta didik dapat memiliki keimanan dan

ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, berkarakter mulia, kompetensi akademik yang

utuh dan terpadu, sekaligus memiliki kepribadian

yang baik sesuai norma-norma dan budaya Indonesia.

Pada tataran yang lebih luas, pendidikan karakter

nantinya diharapkan menjadi budaya sekolah dengan

karakter yang berkualitas.

Keterkaitan dengan pendidikan quality character,

Jacques S. Benninga (2003) dalam The Relationship Of

Character Education Implementation And Academic

Achievement In Elementary Schools, mengungkapkan

bahwa:

The argument that quality character education is good academic education is bolstered by findings that educational interventions with character-related themes produce a range of effects that are linked to effective schooling.

Pendidikan karakter yang berkualitas adalah

pendidikan akademik yang baik didukung oleh temuan

bahwa intervensi pendidikan dengan tema karakter

yang berhubungan dengan menghasilkan berbagai

efek yang terkait dengan sekolah yang efektif. Sehingga

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6009/2/T2_942012090_BAB II.pdfSecara struktural rencana pembelajaran menca-kup komponen-komponen

28

bisa dikatakan bahwa untuk mencapai keberhasilan

pembinaan pendidikan karakter siswa perlu memper-

hatikan temperamen dasar, keyakinan, motivasi

hidup, dan proses pembelajaran.

7. Pendidikan Karakter yang Berhasil

Keberhasilan program pendidikan karakter

dapat diketahui melalui pencapaian indikator oleh

peserta didik sebagaimana tercantum dalam Standar

Kompetensi Lulusan SD, yang antara lain meliputi

sebagai berikut:

1. Mengamalkan ajaran agama yang dianut

sesuai dengan tahap perkembangan remaja;

2. Memahami kekurangan dan kelebihan diri

sendiri;

3. Menunjukkan sikap percaya diri;

4. Menunjukkan kemampuan berpikir logis,

kritis, kreatif, dan inovatif;

5. Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimili-

kinya;

6. Memanfaatkan lingkungan secara bertang-gung jawab;

7. Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara demi terwujudnya persatuan dalam negara kesatuan Republik Indonesia;

8. Menghargai karya seni dan budaya nasional;

9. Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya;

10. Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar,

aman, dan memanfaatkan waktu luang dengan baik.

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6009/2/T2_942012090_BAB II.pdfSecara struktural rencana pembelajaran menca-kup komponen-komponen

29

Pada tataran sekolah, kriteria pencapaian pen-

didikan karakter adalah terbentuknya budaya sekolah,

yaitu perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan

simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga

sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah harus berlan-

daskan nilai-nilai tersebut. Keterkaitan dengan

pendidikan karakter yang berkualitas, Jacques S.

Benninga (2003) dalam The Relationship Of Character

Education Implementation And Academic Achievement

In Elementary Schools mengungkapkan:

The argument that quality character education is good academic education is bolstered by findings that educational interventions with character-related themes produce a range of effects that are linked to effective schooling.

(Pendidikan karakter yang berkualitas adalah pen-

didikan akademik yang baik didukung oleh temu-

an bahwa intervensi pendidikan dengan Tema karakter yang berhubungan dengan menghasilkan

berbagai efek yang terkait dengan sekolah yang

efektif).

Dalam hal ini Kevin Ryan and Karen Bohlin

dalam Ainur Phala (2011) mengungkapkan have

defined people of good character as individuals who

know the good, love the good, and do the good.

Mempelajari pendidikan karakter yang berhasil,

menumbuhkan rasa semangat untuk SDN Bergaskidul

03 menekankan lebih spesifik tentang perilaku siswa

dalam pendidikan karakter pada diri siswa.

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6009/2/T2_942012090_BAB II.pdfSecara struktural rencana pembelajaran menca-kup komponen-komponen

30

2.2 Kerangka Pikir

Pelaksanaan pendidikan karakter di Sekolah

dasar bisa dilihat sebagaimana skema gambar berikut:

1. Dalam rumusan tujuan Pendidikan Karakter

Bangsa peserta didik dapat mengembangkan seba-

gai manusia yang berperilaku terpuji dan sejalan

dengan nilai dan tradisi budaya karakter bangsa

dan melatih tanggung jawab yang mandiri, kreatif

dan berwawasan kebangsaan;

2. Persoalan Karakter siswa SD adalah belum terbia-

sanya menjalankan disiplin dalam melaksanakan

pendidikan karakter bangsa dalam keseharian di

SDN Bergaskidul 03;

3. Dari beberapa persoalan tersebut maka dilakukan

perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program

pendidikan karakter di SDN Bergaskidul 03 yang

terdiri dari: Pembiasaan rutin, pembiasaan

spontan, pembiasaan keteladan.

Perencanaan Pendidikan

Karakter Bangsa

Evaluasi

Pendidikan

Karakter

Bangsa

Pelaksanaan Pendidikan

Karakter Bangsa

Feed back

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6009/2/T2_942012090_BAB II.pdfSecara struktural rencana pembelajaran menca-kup komponen-komponen

31

2.3 Penelitian Relevan

Supaya berkesinambungan dengan penelitian

terdahulu dan agar tidak terjadi tumpang tindih fokus

penelitian, maka peneliti perlu membandingkan

dengan beberapa penelitian sebelumnya. Penelitian

terdahulu yang relevan adalah sebagai berikut:

Ismail, Syarof Nursyah (2010), Penerapan

Pembelajaran berbasis pendidikan karakter Pada Mata

Pelajaran PKn pada Kelas 6 di SDN 1 Malang. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa selama ini penerapan

pendekatan pendidikan berbasis karakter pada Mata

Pelajaran PKn telah dapat meningkatkan prestasi

belajar dan moral siswa khususnya pada kelas VI.

Untuk mengatasi berbagai macam kendala yang meng-

hambat, maka guru menggunakan beberapa solusi di

antaranya adalah dengan melengkapi sarana yang

dibutuhkan atau dengan melakukan perbaikan

program pendidikan dan peraturan sikap guru.

Persamaan dengan penelitian di atas adalah

peneliti ingin membahas tentang perencanaan serta

pelaksanaan program pendidikan karakter siswa di

sekolah sehingga memudahkan sekolah dalam menge-

valuasi pelaksanaan pendidikan karakter di SDN

Bergaskidul 03 Kec. Bergas Kab. Semarang.

Isroah, Sukanti, Ani Widayat (2009). Implemen-

tasi Pendidikan Karakter Dalam Perkuliahan Perpajak-

an Pada Mahasiswa Jurusan Pendidikan Akuntansi

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6009/2/T2_942012090_BAB II.pdfSecara struktural rencana pembelajaran menca-kup komponen-komponen

32

Fise Universitas Negeri Yogyakarta. Hasil penelitian

menunjukkan:

(1) Model pemberian tugas mandiri dalam Per-

kuliahan Perpajakan belum mampu mendorong

sikap/perilaku jujur mahasiswa Jurusan Pendi-dikan Akuntansi FISE UNY. Hal ini terbukti pada

siklus pertama bahwa mahasiswa mengerjakan

dan mengumpulkan tugas mandiri dengan menya-lin pekerjaan teman, mahasiswa tidak mengerja-

kan tugasnya sendiri artinya tidak bertanggung

jawab pada tugas yang dibebankannya; (2) Model kerja praktik (simulasi) berkelompok dalam per-

kuliahan perpajakan mampu mendorong sikap/

perilaku tanggung jawab mahasiswa jurusan pen-didikan akuntansi FISE UNY.

Berdasarkan angket tertutup yang diberikan

diketahui bahwa sebagian besar mahasiswa memiliki

nilai kejujuran akademik dan non akademik yang

bagus (rata-rata nilai 90) dan memiliki tanggung

jawab akademik dan non akademik yang tinggi (nilai

rata-rata 85).

Persamaan dengan penelitian ini adalah diper-

lukan adanya kejujuran untuk melaksanakan dan

mengerjakan tugas sendiri dengan guru memberikan

tugas terstruktur supaya siswa memiliki kesadaran

untuk melaksanakan dengan penuh tanggung jawab.