bab ii landasan teori ii.1 pengertian dan …thesis.binus.ac.id/doc/bab2/2009-2-00037-ak bab 2.pdf9...
TRANSCRIPT
7
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1 Pengertian dan Jenis Pajak
Ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli perpajakan,
diantaranya :
Menurut Mardiasmo (2006) mendefinisikan, “pajak adalah iuran rakyat kepada
kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat
jasa imbalan (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum” (h.1).
Menurut Prof. Dr. P. J. A. Andriani dalam waluyo (2006) mendefinisikan:
Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan (h.2).
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang
melekat pada pengertian pajak, adalah :
1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang
sifatnya dapat dipaksakan.
2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi
individual oleh pemerintah.
3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
8
4. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari
pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public
investment.
5. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur.
Sebagaimana telah diketahui ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak dari
berbagai definisi, terlihat adanya dua fungsi pajak yaitu Fungsi penerimaan (budgeter)
dan Fungsi mengatur (regulerend).
Jenis-jenis pajak dapat dikelompokan menurut :
1. Menurut Golongan : Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung
2. Menurut Sifat : Pembagian pajak menurut sifat dimaksudkan pembedaan dan
pembagiannya berdasarkan ciri-ciri prinsip : Pajak Subjektif dan Pajak Objektif
3. Menurut Pemungut dan Pengelolanya : Pajak Pusat dan Pajak Daerah
II.2. Pajak Penghasilan
Undang-Undang Pajak Penghasilan No.17 Tahun 2000 Pasal (1) memberikan
definisi “Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas
penghasilan yang diterimanya atau diperolehnya dalam tahun pajak”.
II.2.1. Subjek dan Objek Pajak
Yang menjadi subjek pajak adalah :
1. a. Orang pribadi
9
b. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak.
2. Badan
3. Bentuk Usaha Tetap
Berdasarkan lokasi geografis, Subjek Pajak dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri
Yang menjadi objek penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari
luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan
Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Yang termasuk dalam pengertian penghasilan sesuai dengan pasal 4 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000 adalah :
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, honorarium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali
ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
3. Laba usaha.
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta.
10
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang.
7. Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi.
8. Royalti.
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
12. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
14. Premi asuransi.
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri
dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
16. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak.
11
Sedangkan yang dikecualikan dari objek pajak adalah :
a. 1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil
zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di
Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan
oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak,
yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan
2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil,
yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan
b. warisan;
c. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti
penyertaan modal;
d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari
Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak,
Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang
12
menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15;
e. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi bea siswa;
f. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau
badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha
milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang
memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
modal yang disetor;
g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun
pegawai;
h. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana
dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan;
i. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan,
13
firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi
kolektif;
j. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa
bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan
usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha
tersebut:
1. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan
kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan; dan
2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
k. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
l. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang
bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan
pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang
ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan
dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4
(empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
m. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
14
II.2.2. Biaya Fiskal dan Non Fiskal
Menurut UU Pajak Penghasilan, biaya-biaya dapat digolongkan menjadi dua,
yaitu biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (biaya fiskal/deductable
expense) dan biaya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (biaya non-
fiskal/non-deductable expense).
Biaya-biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebagai
berikut :
1. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk
biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa (upah,
gaji, honorarium, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang), bunga,
sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi,
biaya administrasi, pajak (kecuali pajak penghasilan), dan piutang yang
nyata-nyata tidak dapat ditagih.
2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud, dan
amortisasi atas pengeluaran untuk hak dan atas biaya lain yang mempunyai
masa manfaat lebih dari satu tahun.
3. Iuran kepada Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan.
4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki atau
digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan.
5. Kerugian karena selisih kurs mata uang asing.
15
6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.
7. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan.
8. Kompensasi kerugian tahun-tahun sebelumnya dalam 5 tahun.
9. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan piutang tak tertagih (hanya
untuk usaha bank, leasing, atau pertambangan) yang ketentuan dan syarat-
syaratnya akan ditentukan oleh Menteri Keuangan.
10. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, yang syarat-syaratnya
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Sedangkan biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto
menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah:
1. Pembagian laba dengan nama dan bentuk apapun, termasuk dividen.
2. Biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu,
atau anggota.
3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan piutang tak tertagih.
Kententuan dan syarat-syaratnya akan ditentukan oleh Menteri Keuangan.
4. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham
atau pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan yang dilakukan.
5. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan.
6. Pajak Penghasilan.
7. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.
16
8. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana
berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan peraturan perundang-
undangan di bidang perpajakan.
Menurut UU PPh No 17 tahun 2000 pasal (6) besarnya Penghasilan Kena Pajak
bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan
penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan.
II.2.3. Tarif Pajak Penghasilan
Menurut Undang-undang Nomor 17 tahun 2000 pasal 7 ayat (1) Penghasilan
Tidak Kena Pajak per tahun diberikan paling sedikit sebesar :
1. Rp 13.200.000,- untuk diri wajib pajak orang pribadi.
2. Rp 1.200.000,- tambahan untuk wajib pajak yang kawin.
3. Rp 13.200.000,- tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung
dengan penghasilan suami.
4. Rp1.200.000,- tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga
semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi
tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
Tarif Pajak Penghasilan sesuai UU Nomor 17 Tahun 2000, besarnya tarif Pajak
Penghasilan adalah :
17
a. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp.25.000.000,- 5%
Diatas Rp.25.000.000,- s/d Rp.50.000.000,- 10%
Diatas Rp.50.000.000,- s/d Rp.100.000.000,- 15%
Diatas Rp.100.000.000,- s/d Rp.200.000.000,- 25%
Diatas Rp.200.000.000,- 35%
b. Wajib Pajak Badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap :
Tabel 2.2
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp.50.000.000,- 10%
Diatas Rp.50.000.000,- s/d Rp.100.000.000,- 15%
Diatas Rp.100.000.000,- 30%
Menurut Undang-undang nomor 36 tahun 2008 pasal 7 ayat (1) ( UU PPh terbaru,
berlaku sejak tahun 2009 ) Penghasilan Tidak Kena Pajak per tahun diberikan paling
sedikit sebesar :
1. Rp 15.840.000,- untuk diri wajib pajak orang pribadi.
2. Rp 1.320.000,- tambahan untuk wajib pajak yang kawin.
3. Rp 1.320.000,- tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung
dengan penghasilan suami.
18
4. Rp1.320.000,- tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga
semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi
tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
Tarif Pajak Penghasilan sesuai UU Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh terbaru,
berlaku sejak 2009), besarnya tarif Pajak Penghasilan adalah
Tabel 2.3
a. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp.50.000.000,- 5%
Diatas Rp.50.000.000,- s/d Rp.250.000.000,- 15%
Diatas Rp.250.000.000,- s/d Rp.500.000.000,- 25%
Diatas Rp.500.000.000,- 30%
b. Wajib Pajak Badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap adalah sebesar 28%.
II.3. Pajak Penghasilan Final
Pengenaan PPh Final mengandung pengertian bahwa atas penghasilan tersebut
akan dikenakan PPh dengan tarif tersendiri dan dengan dasar pengenaan tersendiri yang
biasanya dikenakan pada saat penghasilan tersebut diterima atau diperoleh. Penghasilan
19
ini tidak lagi digabungkan dengan penghasilan lainnya di SPT Tahunan dan PPh yan
sudah dibayar/dipotong pada saat diterima atau diperolehnya tidak bisa dikreditkan.
II.4. Kredit Pajak
Kredit pajak adalah pajak yang telah dilunasi setiap bulan atau masa lain yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan dalam tahun berjalan, baik yang dibayar sendiri oleh
Wajib Pajak maupun yang dipotong serta dipungut oleh pihak lain, yang merupakan
angsuran pajak yang boleh dikurangkan dari pajak yang terutang pada akhir tahun pajak
yang bersangkutan, kecuali yang bersifat pembayaran PPh yang bersifat final.
Kredit pajak dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Diperoleh penghasilan oleh Wajib Pajak Dalam Negeri dari pekerjaan atau
kegiatan diatur dalam PPh Pasal 21 . (Pengertian kegiatan adalah ikut serta dalam
suatu rangkaian tindakan termasuk rapat, sidang, seminar, workshop, pendidikan,
pertunjukan, olahraga).
b. Pemungutan pajak oleh pihak lain atas penghasilan dari usaha diatur dalam pasal
22.
c. Diperoleh penghasilan dari modal, jasa dan kegiatan tertentu diatur dalam PPh
Pasal 23.
d. Diperoleh penghasilan oleh Wajib Pajak Luar Negeri dari pekerjaan, jasa,
kegiatan dan modal diatur dalam pasal 26.
e. Pajak yang dipotong atau dipungut, dibayar terutang di luar negeri.
f. Pembayaran pajak oleh Wajib Pajak sendiri diatur dalam Pasal 25.
20
II.5. Fiskal Luar Negeri
Fiskal Luar Negeri adalah Pajak Penghasilan (PPh) yang wajib dibayar oleh
setiap Orang Pribadi yang akan bertolak ke luar negeri.
Undang-undang Pajak Penghasilan yang baru membebaskan fiskal bagi pemilik NPWP.
Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Dirjen Pajak Nomor 53/PJ/2008, besarnya fiskal
luar negeri ini adalah Rp2.500.000,- jika menggunakan pesawat dan Rp1.000.000,- jika
menggunakan angkutan laut.
II.6. Manajemen Pajak
Upaya dalam melakukan penghematan pajak yang sesuai dengan peraturan dapat
dilakukan melalui manajemen pajak. Lumbantoruan seperti dikutip oleh Suandy (2003)
Mendfinisikan. “manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan
dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk
memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan”(h 6).
Tujuan manajemen pajak yaitu menerapkan peraturan perpajakan dengan benar
sebagai usaha efisiensi untuk mencapai laba dan likuiditas yang diharapkan. Tujuan
manajemen pajak dapat dicapai melalui fungsi-fungsinya yaitu perencanaan pajak (tax
planning), pelaksanaan kewajiban pajak (tax implementation), dan pengendalian pajak
(tax control).
II.6.1. Perencanaan Pajak
Perencanaan pajak merupakan langkah awal dalam manajemen pajak. Pada tahap
ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan. Dengan
maksud dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang dilakukan.
21
Tujuan dari perencanaan pajak pada dasarnya adalah untuk meminimalkan beban
pajak yang terutang oleh Wajib Pajak tanpa melanggar ketentuan dan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Suatu perencanaan pajak yang tepat akan
menghasilkan beban pajak yang minimal melalui penghematan pajak (tax saving) dan
atau penghindaran pajak (tax avoidance).
Mengacu pada Suandy (2003), terdapat tiga hal yang harus dipehatikan dalam
melakukan perencanaan pajak, yaitu :
1. Perencanaan pajak yang dilakukan untuk menghemat pajak tidak melanggar
peraturan perundang-undangan perpajakan agar tidak mengancam
keberhasilan perencanaan pajak tersebut.
2. Perencanaan pajak yang dilakukan secara bisnis harus masuk akal agar tidak
memperlemah perencanaan pajak tersebut.
3. Perencanaan pajak yang dilakukan harus mempunyai bukti-bukti pendukung
yang memadai, seperti dukungan perjanjian (agreement), faktur (invoice),
dan perlakuan akuntansinya (accounting treatment) (h.10).
II.6.2. Pelaksanaan Kewajiban Perpajakan
Apabila pada tahap perencanaan pajak telah diketahui faktor-faktor yang akan
dimanfaatkan untuk melakukan penghematan pajak, maka langkah selanjutnya adalah
melaksanakan hasil perencanaan pajak sebaik mungkin dan harus dipastikan bahwa
pelaksanaan kewajiban perpajakan telah memenuhi ketentuan peraturan perpajakan yang
berlaku sejalan dengan tujuan manajemen pajak. Mengacu pada Suandy (2003), untuk
dapat mencapai tujuan manajemen pajak, ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
22
1. Memahami ketentuan peraturan perpajakan seperti undang-undang pajak,
Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan dan peraturan-peraturan
pendukung lainnya, Wajib Pajak dapat mengetahui peluang-peluang dan celah-
celah yang dapat dimanfaatkan untuk menghemat beban pajak.
2. Menyelenggarakan pembukuan yang memenuhi syarat yang telah ditentukan.
Pembukuan merupakan sarana yang penting dalam penyajian informasi
keuangan perusahaan yang disajikan dalam bentuk laporan keuangan dan
menjadi dasar dalam menghitung besarnya jumlah pajak terutang (h.10).
II.6.3. Pengendalian Pajak
Pengendalian pajak bertujuan untuk memastikan bahwa kewajiban pajak telah
dilaksanakan sesuai dengan yang telah direncanakan dan telah memenuhi persyaratan
secara formal dan material. Dalam pengendalian pajak yang penting adalah pengecekan
pembayaran pajak.
Akhir dari prosedur perpajakan adalah pemeriksaan pembayaran dan pelaporan
pajak. Oleh karena itu, pengendalian dan pengaturan arus kas sangat penting dalam
strategi penghematan pajak, misalnya dalam melakukan pembayaran pajak pada saat-
saat terakhir tentu akan lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan membayar lebih
awal. Dalam hal pemeriksaan pajak jika perusahaan telah membayar pajak lebih besar
dari jumlah pajak terutang, maka perusahaan dapat segera mengajukan permohonan
restitusi sebagai pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
23
II.7. Motivasi Pelaksanaan Perencanaan Pajak
Mengacu pada Suandy (2003), banyak motivasi yang mendasari dilakukannya
suatu perencanaan pajak, namun semua itu bersumber dari adanya tiga unsur perpajakan,
yaitu :
1. Kebijakan Perpajakan (Tax Policy)
Faktor-faktor yang mendorong dilakukannya perencanaan pajak antara lain :
a. Pajak yang akan dipungut
Agar tidak menggangu arus kas, perencanaan pajak yang baik harus dapat
menganalisis suatu transaksi akan terkena pajak apa dan berapa dana yang
diperlukan, sehingga dapat diketahui penghasilan bersihnya.
b. Subjek pajak
Indonesia menganut prinsip kesatuan usaha yaitu pemisahan antara badan
usaha dengan pribadi miliknya, sehingga menimbulkan pajak ganda. Hal ini
yang menyebabkan timbulnya usaha perencanaan pajak dengan adanya
pertimbangan penundaan pembayaran dividen dengan cara meningkatkan
jumlah laba yang ditahan bagi perusahaan yang akan menimbulkan
penundaan pembayaran pajak.
c. Objek pajak
Adanya perlakuan pajak yang berbeda atas objek pajak yang secara ekonomis
sama, akan menimbulkan perencanaan pajak untuk mengefisiensikan beban
pajak. Objek pajak merupakan basis perhitungan besarnya pajak, maka
manajemen akan merencanakan pajak yang tidak lebih yang bisa mengurangi
24
optimalisasi alokasi sumber daya dan tidak kurang agar tidak terjadi
pemborosan dana untuk membayar sanksi.
d. Tarif pajak
Adanya penerapan tarif berlapis di Indonesia mengakibatkan seorang
perencana pajak akan berusaha sedapat mungkin dikenakan tarif yang paling
rendah (low bracket).
e. Prosedur yang dilakukan
Adanya self assessment dan payment system mengharuskan suatu
perencanaan pajak dilakukan dengan baik. Sistem pemungutan withholding
yang ditingkatkan di Indonesia akan mengganggu arus kas perusahaan dan
juga bisa mengakibatkan kelebihan pembayaran atas pemungutan terdahulu
hal ini akan memerlukan waktu dan biaya dalam memperoleh restitusi pajak.
2. Undang –undang perpajakan (Tax Law)
Kita menyadari bahwa kenyataannya dimanapun tidak ada Undang-Undang yang
mengatur setiap permasalahan secara sempurna, maka dalam pelaksanaannya
selalu diikuti oleh ketentuan lain (Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden,
Direktur Jendral Pajak dan sebagainya), maka tidak jarang terjadi pertentangan
antara undang-undang dengan ketentuan peraturan lainnya. Akibatnya terbuka
celah bagi wajib pajak untuk memanfaatkannya dalam perencanaan pajak yang
baik.
3. Administrasi Perpajakan (Tax Implementation)
Indonesia sebagai negara yang sedang membangun masih mengalami kesulitan
dalam melaksanakan administrasi perpajakannya secara memadai. Hal ini
25
mendorong perusahaan untuk melakukan perencanaan pajak dengan baik agar
terhindar dari sanksi administrasi maupun pidana karena adanya perbedaan
penafsiran antara fiskus dengan Wajib Pajak akibat luasnya peraturan perpajakan
yang berlaku dan sistem informasi yang belum efektif (h.13).
II.8. Tahap-Tahap Perencanaan Pajak
Dalam era globalisasi dan tingkat persaingan yang ketat sekarang ini, seorang
perencanaan pajak harus memperhatikan adanya kegiatan yang bersifat lokal maupun
internasional. Mengacu pada Suandy (2003), agar perencanaan pajak dapat berhasil
sesuai tujuannya, maka harus melalui tahap-tahap berikut ini :
1. Menganalisa informasi yang ada
Menganalisa komponen yang berbeda atas pajak yang terkait dalam suatu proyek
dan menghitung seakurat mungkin beban pajak yang harus ditanggung Wajib
Pajak secara keseluruahan. Oleh karena itu, seorang perencana pajak harus
memperhatikan faktor-faktor internal maupun eksternal yaitu :
a. Fakta yang relevan
Seorang perencana pajak harus benar-benar menguasai situasi yang dihadapi,
baik dari segi internal maupun eksternal serta perubahan yang terjadi agar
perencanaan pajak dapat dilakukan dengan tepat atas transaksi-transaksi
perusahaan yang berdampak dalam perpajakan.
b. Faktor pajak
Dalam menganalisis setiap permasalahan yang dihadapi seorang perencana
pajak harus mengetahui betul kewajiban perpajakan yang dihadapi baik di
dalam maupun di luar negeri.
26
c. Faktor non – pajak
Ada beberapa faktor non - pajak yang perlu diperhatikan dalam penyusunan
perencanaan pajak yaitu masalah badan hukum, mata uang asing, dan nilai
tukar, masalah pengendalian devisa, masalah program insentif investasi yang
diberikan oleh suatu negara dan masalah faktor non - pajak lainnya seperti
hukum, ekonomi, politik dan lain sebagainya.
2. Membuat satu model atau lebih rencana besarnya pajak.
3. Evaluasi atas perencanaan pajak
Perencanaan pajak merupakan sebagian kecil dari seluruh perencanaan strategik
perusahaan. Oleh karena itu, sangat diperlukan evaluasi untuk melihat
keberhasilan suatu perencanaan pajak dalam mengefisiensikan beban pajak.
4. Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana pajak.
Hasil suatu perencanaan pajak dikatakan baik atau tidak harus melalui evaluasi
atas rencana yang dibuat. Terkadang suatu perencanaan pajak harus diubah
karena adanya perubahan peraturan perundang-undangan perpajakan. Meskipun
diperlukan penambahan biaya dan kemungkinan keberhasilannya sangat kecil,
rencana tersebut tetap dijalankan sepanjang penghematan pajak masih besar dan
akan sangat membantu jika rencana tersebut disertai gambaran keuntungan dan
kerugian atas suatu perencanaan pajak.
5. Memutakhirkan rencana pajak
Memutakhirkan rencana pajak adalah konsekuensi yang perlu dilakukan atas
perkembangan yang akan datang dan saat ini dengan mengikuti setiap perubahan
27
peraturan perundang-undangan perpajakan, dimana seorang perencana pajak
akan mampu memperoleh manfaat yang maksimal (h.14).
II. 9. Strategi Umum Perencanaan Pajak
1. Tax Saving
Merupakan upaya efisiensi beban pajak melalui pemilihan alternatif pengenaan
pajak dengan tariff yang lebih rendah. Misalnya, perusahaan yang memiliki penghasilan
kena pajak lebih dari Rp 100 juta dapat melakukan perubahan pemberian dari natura
menjadi tunjangan dalam bentuk uang kepada karyawan.
2. Tax Avoidance
Merupakan upaya efisiensi beban pajak dengan menghindari pengenaan pajak
melalui transaksi-transaksi yang akan menjadi objek pajak. Misalnya, perusahaan yang
masih mengalami kerugian perlu merubah pemberian tunjangan dalam bentuk uang
menjadi natura karena natura bukan merupakan objek pajak PPh pasal 21.
3. Menghindari Pelanggaran atas Peraturan Perpajakan
Hal ini dapat dilakukan dengan memahami setiap peraturan perpajakan yang
berlaku sehingga perusahaan dapat menghindari timbulnya sanksi perpajakan yang dapat
berupa :
1. Sanksi administrasi berupa denda, bunga, atau kenaikan
2. Sanksi pidana berupa pidana atau kurungan
4. Menunda Pembayaran Kewajiban Pajak
Penundaan pembayaran kewajiban pajak tanpa melanggar peraturan adalah
melalui penundaan pembayaran PPN. Penundaan ini dilakukan dengan menunda
penerbitan faktur pajak keluaran hingga batas waktu yang diperkenankan, khususnya
28
untuk penjualan kredit dimana penjual menerbitkan faktur pajak pada akhir bulan
berikutnya setelah bulan penyerahan barang.
5. Mengoptimalkan Kredit Pajak yang Diperkenankan
Yang dimaksud dengan kredit pajak adalah pajak yg dibayar pada tahun berjalan
yang dapat mengurangi total pajak terutang di akhir tahun pajak. Kredit pajak dalam PPh
meliputi :
1. Kredit Pajak Dalam Negeri: PPh pasal 21 PPh, Pasal 22 dan PPh Pasal 23
2. Kredit Pajak Luar Negeri: PPh Pasal 24
II.10. Kebijakan Perencanaan Pajak Badan
Perencanaan pajak dalam rangka mengefisienkan PPh badan dapat diupayakan
melalui:
1) Menunda Penghasilan
Misalnya pembukuan perusahaan ditutup pada tanggal 31 Desember sedangkan
pada bulan tersebut terjadi lonjakan permintaan. Pajak atas laba akibat lonjakan
permintaan tersebut harus sudah dibayar pada tanggal 25 Maret tahun berikutnya.
Angsuran PPh pasal 25 juga otomatis akan meningkat. Bila memungkinkan maka
perusahaan dapat melakukan pendekatan kepada konsumen dan menjual barangnya pada
awal bulan Januari tahun berikut sehingga pembayaran pajaknya dapat ditunda 1 tahun.
29
2) Mempercepat Pembebanan Biaya
Sebelum berakhirnya tahun fiskal sebaiknya perusahan sudah melakukan review
terhadap biaya-biaya yang dapat dibebankan pada tahun ini. Seperti biaya konsultan
hukum, konsultan pajak, dan auditor. Dengan demikian sama halnya dengan penundaan
penghasilan, langkah ini dapat menunda pembayaran pajak setahun. Pembebanan biaya
seperti ini mengakibatkan kewajiban pemotongan PPh pasal 23 atau PPh Pasal 4 (2)
sudah harus dilakukan. Perusahaan juga harus memperhatikan aspek perpajakan ini.
Dalam hal perusahaan mengalami keuntungan, pembebanan biaya seperti ini lebih
efektif karena PPh Badan dapat diturunkan sebesar 30% dari total biaya yang
dibebankan. Sedangkan untuk PPh pasal 23 atau PPh Pasal 4 (2) perusahaan harus
memotong pajak sebesar masing-masing 6%, 7,5% dan 10%.
3) Pemilihan alternatif dasar pembukuan dan tata cara pembukuan
Dasar pembukuan yang diakui oleh dirjen pajak adalah basis akrual (accrual
basis) dan basis kas yang dimodifikasi (modified cash basis). Pada basis akrual,
pendapatan dan biaya dicatat dan dilaporkan pada saat timbulnya kewajiban, meskipun
uangnya belum diterima atau dibayar. Basis kas yang diakui oleh dirjen pajak bukan
basis kas murni. pada basis kas murni, pendapatan dan biaya dicatat dan dilaporkan pada
saat terjadinya penerimaan dan pengeluaran uang. Pemilihan dasar pembukuan harus
dilakukan secara konsisten. Basis kas yang diakui oleh dirjen pajak atas pelaporan
pendapatan dan biaya dalam rangka menghitung PPh badan sebagai berikut:
30
a. Penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi seluruh
penjualan, baik yang tunai maupun yang bukan.
b. Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat
diamortisasi, biaya-biaya yang dikurangkan dari penghasilan hanya dapat
dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi.
c. Biaya-biaya yang boleh dibebankan adalah biaya-biaya yang telah dibayar.
4) Pengelolaan transaksi yang berhubungan dengan pemberian kesejahteraan
karyawan
Pada biaya-biaya yang berkaitan dengan pemberian kesejahteraan karyawan
terdapat banyak peluang untuk melakukan efisiensi PPh badan. Strategi utama efisiensi
PPh badan yang berkaitan dengan kesejahteraan karyawan sangat tergantung dari
kondisi perusahaan. Peluang-peluang efisiensi beban pajak yang berkaitan dengan
kesejahteraan karyawan adalah biaya yang berkaitan dengan:
a. PPh pasal 21 karyawan
Banyak peluang untuk melakukan efisiensi PPh Badan. Strategi utama efisiensi
PPh Badan yang berkaitan dengan biaya kesejateraan karyawan ini, sangat tergantung
dari kondisi perusahaan sebagai berikut:
1. Pada perusahaan yang memperoleh laba kena pajak diatas 100 juta dan pengenaan
PPh Badannya tidak final, diupayakan seminimal mungkin memberikan
kesejateraan karyawan dalam bentuk natura yang tidak diperkenankan sebagai
31
biaya. Apabila perusahaan sudah terlanjur memberikan rumah dinas/mess masih
ada cara-cara legal yang dapat ditempuh untuk mengatasi hal ini.
2. Pada perusahaan yang dikenakan PPh Badan secara final, diupayakan secara
minimal memberikan kesejateraan kepada karyawan dalam bentuk natura karena
pemberian natura dari pemberi kerja merupakan obyek PPh Pasal 21. Pada sisi
perusahaan, biaya-biaya pemberian natura tersebut tidak mempengaruhi besarnya
PPh Badan karena PPh Badan final dihitung dari persentase atas penghasilan
bruto sebelum dikurangi dengan biaya-biaya.
3. Pada perusahaan yang rugi, merubah pemberian natura menjadi tunjangan hanya
akan menaikkan PPh Pasal 21 sementara PPh Badan tetap nihil.
Peluang-peluang efisiensi beban pajak yang berkaitan dengan kesejateraan
karyawan adalah biaya-biaya yang berkaitan dengan:
PPh 21 karyawan dapat berupa :
1. PPh Pasal 21 merupakan beban pegawai, dalam hal ini perusahaan hanya
perantara pemotong PPh Pasal 21
2. Karyawan diberikan tunjangan PPh Pasal 21, tunjangan ini tercantum
dalam slip/daftar gaji pegawai, sehingga tunjangan tersebut dikenakan
PPh. Dalam perhitungan laba rugi perusahaan, tunjangan PPh Pasal 21 ini
menyatu dalam pos gaji dan tunjangan karyawan. Tunjangan PPh 21 ini
boleh dibebankan sebagai biaya.
PPh Pasal 21 ditanggung oleh perusahaan, PPh pasal 21 ini tidak
tercantum tunjangan. Dalam laporan laba rugi perusahaan akan terlihat biaya
32
PPh 21 terpisah dengan gaji dan tunjangan karyawan. PPh Pasal 21 ini
merupakan kenikmatan dan tidak boleh dibebankan sebagai biaya.
b. Pengobatan/kesehatan karyawan
Pengobatan/kesehatan karyawan dapat diberikan dalam bentuk:
1. Perusahaan mendirikan rumah sakit/klinik berikut dokter.
2. Perusahaan berobat di RS atau dokter langganan dan pengambilan obat dari
apotik langganan.
Nomor 1 dan 2 ini merupakaan natura sehingga tidak boleh dibebankan
sebagai biaya.
3. Karyawan diberikan tunjangan kesehatan, sakit maupun tidak sakit
4. karyawan diperkenankan berobat ke rumah sakit/dokter atas nama karyawan,
membayar terlebih dahulu kemudian oleh perusahaan diberikan penggantian.
Jika penggantian memenuhi syarat-syarat: tidak ada mark up atau mark down,
bukti asli diserahkan ke perusahaan, bukti atas nama perusahaan atau atas nama
karyawan perusahaan, dan diatur dalam kontrak kerja, maka esensinya
merupakan natura dan tidak boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Nomor 3 dan 4 ini boleh dibiayakan tetapi harus ditambahkan ke dalam penghasilan
karyawan.
c. Pembayaran premi asuransi untuk pegawai
Perusahaan sering kali memberikan kesejateraan kepada karyawan dalam bentuk
asuransi disamping Tabungan Hari Tua. Asuransi diberikan dapat berupa asuransi
kesehatan, asuransi dwiguna, asuransi jiwa, asuransi kematian, asuransi kecelakaan
kerja, dan asuransi beasiswa. Premi asuransi yang dibayarkan oleh perusahaan dapat
33
dibebankan sebagai beban, tetapi premi asuransi tersebut harus terlebih dahulu
dimasukkan sebagai unsur penghasilan karyawan.
d. Iuran Pensiun dan iuran JHT yang dibayarkan oleh perusahaan
Iuran pensiun dan tabungan hari tua yang dibayarkan oleh perusahaan
merupakan biaya perusahaan, dan iuran yang dibayarkan oleh pemberi kerja tersebut
bukan penghasilan bagi karyawan sehingga tidak dikenakan PPh Pasal 21, dengan syarat
dana pensiunnya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
e. Perumahan untuk karyawan
Kesejateraan perumahan untuk karyawan dapat diberikan dalam bentuk :
1. Perusahaan menyediakan rumah dinas yang dibuat atau dibeli oleh perusahaan.
2. Perusahaan menyediakan rumah dinas yang disewa oleh perusahaan.
Kelompok 1 dan 2 ini termasuk dalam kategori pemberian natura/kenikmatan
sehingga biaya-biaya terkait seperti biaya penyusutan, biaya eksploitasi/pemeliharan,
biaya sewa, tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Kelompok 1 dapat diupayakan
agar tidak dikategorikan sebagai natura dengan cara: kepada karyawan yang
menempati rumah dinas diberikan tunjangan ini tidak boleh lebih kecil dari biaya
ekspolitasi dan penyusutan rumah tersebut. Dengan demikian biaya ekspolitasi
rumah dan biaya penyusutannya dapat dibebankan sebagai biaya.
3. Perusahaan memberikan penggantian sewa rumah dinas yang dibayar oleh
karyawan, penggantian ini dimasukkan ke dalam tunjangan perumahan bagi
pegawai.
4. Perusahaan memberikan tunjangan perumahan kepada karyawan.
34
Kelompok 3 dan 4 ini boleh dibiayakan sebagai biaya, tetapi tunjangan perumahan
harus dimasukkan sebagai unsur penghasilan karyawan.
f. Transportasi untuk karyawan
Transportasi untuk karyawan dari rumah ke tempat kerja dapat diberikan dalam
bentuk:
1. Karyawan diantar jemput khusus dengan mobil perusahaan. Biaya ekploitasi dan
penyusutan kendaraan boleh dibebankan sebagai biaya dan bukan merupakan
penghasilan karyawan.
2. Karyawan diberikan tunjangan transport, tunjangan transport ini boleh
dibebankan sebagai biaya, tetapi tunjangan tersebut merupakan penghasilan
karyawan yang dikenakan PPh Pasal 21.
3. Kendaraan yang dikuasai oleh karyawan tertentu/dibawa pulang. Biaya
penyusutan dan biaya ekploitasi kendaraan boleh dibiayakan sebagai biaya
perusahaan sebesar 50%. Apabila pada posisi jabatan tertentu diberikan.
kendaraan, agar biaya kendaraan tersebut dapat dibebankan sebagai biaya dapat
diatasi dengan cara: kepada karyawan yang menguasai kendaraan diberikan
pinjaman (car loan) seharga mobil yang diperuntukkan, setiap bulan karyawan
tersebut diberikan tunjangan transport setelah dikurangi PPh Pasal 21,
diperlakukan sebagai unsur pengurang piutang pegawai yang bersangkutan.
Masalah lain yang timbul adalah berkaitan dengan biaya operasional kendaraan
tersebut seperti bensin, penggantian oli dan sebagainya. menurut ketentuan KEP-
220/PJ./2002 tersebut semestinya juga hanya 50% yang dapat dibebankan
sebagai biaya.
35
g. Pakaian seragam untuk karyawan
Pemberian kepada karyawan dalam bentuk natura, dan kenikmatan yang
merupakan keharusan dalam rangka pelaksanaan pekerjaan, keamanan, dan keselamatan
atau yang berkenaan dengan situasi lingkungan kerja, dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto pemberi kerja dan bukan merupakan pengahasilan bagi pegawai
walaupun diberikan bukan di daerah terpencil. Pengertian keharusan dalam pelaksanaan
pekerjaan ini berkaitan dengan keamanan atau keselamatan kerja yang biasanya
diwajibkan oleh Departemen Tenaga Kerja atau Pemda setempat, termasuk pakaian dan
peralatan bagi pegawai pemadam kebakaran, proyek, pakaian seragam pabrik,
hansip/satpam, dan penginapan untuk awak kapal/pesawat, serta antar jemput pegawai.
h. Perjalanan dinas karyawan
Biaya dalam rangka menjalankan tugas perusahaan misalnya biaya transport,
hotel dan sebagainya merupakan biaya perusahaan dan bukan penghasilan karyawan,
sepanjang jumlahnya tidak mengandung unsur-unsur untuk keperluan pribadi.
i. Bonus dan jasa produksi
1. Bonus dan jasa produksi kepada karyawan merupakan biaya perusahaan, apabila
dibebankan dalam biaya tahun berjalan.
2. Apabila bonus, gratifitasi dan jasa produksi yang dibayarkan kepada karyawan dan
direksi dibebankan ke laba ditahan (Retained Earning) bukan merupakan biaya
perusahaan.
3. Tantiem merupakan bagian keuntungan yang diberikan kepada direksi dan
Komisaris dari pemegang saham yang didasarkan pada persentase tertentu dari laba
perusahaan, tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan dan bagi penerimanya
36
merupakan penghasilan dan dikenakan PPh Pasal 21. Pembayaran gaji, bonus, jasa
produksi yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham yang
juga menjadi Komisaris, Direksi, atau Pegawai, tidak dapat dibebankan sebagai
biaya perusahaan dan bagi penerimanya merupakan penghasilan dan dikenakan PPh
Pasal 21 Pembayaran gaji, bonus, jasa produksi yang melebihi kewajaran yang
dibayarkan kepada pemegang saham yang juga menjadi komisaris, Direksi, atau
Pegawai, tidak dibebankan sebagai biaya perusahaan. Pembayaran tersebut
merupakan dividen sehingga dipotong PPh Pasal 23/26.
j. Pemberian natura di daerah terpencil
Pemberian natura dan kenikmatan di daerah terpencil, diatur dalam :
1. Pengertian daerah terpencil:
a. Daerah yang mempunyai potensi ekonomi yang layak dikembangkan, namun
daerah tersebut sulit dijangkau karena sangat terbatasnya saran angkutan umum
baik melalui darat, laut dan udara, serta sarana prasarana lain tidak tersedia,
sehingga untuk menjalankan usahanya para penanam modal harus menyediakan
sendiri sarana prasarana sosial ekonomi dimaksud misalnnya: fasilitas jalan,
perumahan, listrik dan air bersih.
b. Daerah perairan laut dengan kedalaman lebih dari 50 m yang didasar lautnya
memiliki cadangan mineral.
2. Natura dan kenikamatan yang boleh dibebankan sebagai biaya adalah :
a. Tempat tinggal, termasuk perumahan bagi pegawai dan keluarganya
sepanjang di lokasi pekerja tersebut tidak ada tempat tinggal yang dapat
disewa.
37
b. Pelayanan kesehatan, sepanjang dilokasi pekerja tersebut tidak ada
tempatnya.
c. Pendidikan bagi pegawai dan keluarganya sepanjang dilokasi kerja
tersebut tidak ada sarana pendidikan yang setara.
d. Pengangkutan bagi pegawai dilokasi kerja. Untuk pengangkutan bagi
keluarga terbatas pada pengangkutan sehubungan dengan kedatangan
pertama ke lokasi kerja dan kepergian pegawai dan keluarganya karena
terhentinya hubungan kerja.
e. Olahraga bagi pegawai dan keluarganya, sepanjang dilokasi pekerja tidak
ada sarana yang dimaksud. Sarana olahraga ini tidak termasuk boating,
golf, dan pacuan kuda.
3. Pengeluaran perusahaan dalam bentuk natura di atas bukan merupakan
pengahsilan karyawan.
4. Penetapan daerah terpencil diberikan untuk jangka waktu 10 tahun dan dapat
diperpanjang.
5. Permohonan keputusan tentang penerapan daerah terpencil diajukan kepada
Kantor Wilayah DJP yang membawahi tempat Wajib Pajak yang bersangkutan
terdaftar.
5) Pemilihan metode Penyusutan aktiva tetap dan amortisasi atas aktiva tidak
berwujud
Penyusutan dan amortisasi aktiva tetap/aktiva tidak terwujud yang diakui oleh fiskus
terdiri dari dua metode yaitu:
38
a. Metode garis lurus
b. Metode saldo menurun
Penyusutan dengan menggunakan metode garis lurus akan menghasilkan beban
penyusutan yang sama besarnya setiap tahun. Penyusutan dengan menggunakan metode
saldo menurun akan menghasilkan penyusutan lebih besar pada awal pembelian aktiva
dan makin menurun pada tahun-tahun berikutnya, tetapi pada akhir umur ekonomis
aktiva tersebut jumlah akumulasinya penyusutan akan sama. Penyusutan metode saldo
menurun ini menguntungkan bagi Wajib Pajak dari segi likuiditas.
6) Pendanaan Aktiva Tetap melalui Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi
Untuk dapat mengefisiensikan beban pajak, pembiayaan melalui sewa guna
usaha dengan hak opsi sebaiknya dipilih karena jangka waktu leasing umumnya lebih
pendek dari pada umur aktiva dan seluruh pembayaran leasing (bunga dan biaya) dapat
dibiayakan. Dengan demikian aktiva tersebut dapat dibiayakan lebih cepat dibandingkan
melalui penyusutan jika pembelian dilakukan secara langsung.
7) Transaksi yang berhubungan dengan withholding tax
Dalam dunia usaha, tidak jarang perusahaan memiliki transaksi yang
mengharuskan adanya pemungutan pajak dari pihak ketiga dimana pihak yang
bersangkutan tidak bersedia dipotong pajaknya. Apabila perusahaan tidak memotong
withholding tax (PPh Pasal 21, Pasal 23, PPh Pasal 26), maka jika dilakukan
pemeriksaan oleh fiskus, perusahaan akan dikenakan kewajiban untuk membayar
withholding tax dimaksud ditambah denda keterlambatan penyetoran 2% sebulan dari
pokok pajak. Untuk mengatasi hal tersebut dapat ditempuh:
39
a. Perusahaan membayarkan withholding tax, pajak yang dibayarkan ini tidak boleh
dibebankan sebagai biaya
b. Nilai transaksi di-gross-up, sehingga jumlah transaksi dalam kontrak sudah
termasuk pajak yang harus dipungut. Atas jumlah pajak yang dibayarkan boleh
dibebankan sebagai biaya, kecuali untuk PPh final dan deviden.
8) Optimalisasi pengkreditan Pajak Penghasilan yang telah dibayar
Yang dimaksud dengan kredit pajak adalah pajak yg dibayar pada tahun berjalan
yang dapat mengurangi total pajak terutang di akhir tahun pajak.
Pajak penghasilan yang dapat dikreditkan atas PPh Badan yang terutang selain
PPh Pasal 25 adalah Pajak Penghasilan yang dibayar sendiri maupun yang dipungut oleh
pihak lain yang sifatnya tidak final. PPh yang dapat dikreditkan antara lain PPh atas
pengalihan tanah/bangunan bagi perusahaan yang tidak bergerak di bidang real estate,
PPh Pasal 22 atas impor, PPh Pasal 22 pembelian solar dari Pertamina untuk selain
penyalur, PPh fiskal luar negeri karyawan, PPh pasal 23 atas bunga dari non bank,
royalty, PPh Pasal 24 yang dipotong diluar negeri. Agar memenuhi kelengkapan formal,
maka setiap kali dilakukan pemotongan pajak oleh pihak lain sebaiknya langsung
diminta Bukti Pemotongan PPh-nya dan tidak perlu menunggu sampai akhir tahun
pajak.
9) Pengajuan penurunan angsuran masa (lump-sump) PPh Pasal 25
Kenaikan pembayaran lump-sump PPh Pasal 25 disebabkan terdapat SKPKB
(Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar) karena pemeriksaan untuk tahun yang lalu, dan
karena adanya kenaikan laba pada tahun lalu. Akan tetapi, dilain pihak bisa saja terjadi
bahwa dalam tahun pajak yang bersangkutan terjadi penurunan laba. Apabila kita
40
mengangsur PPh Pasal 25 tetap seperti tahun lalu dikawatirkan pada akhir tahun berjalan
akan terjadi kelebihan pembayaran pajak. Untuk mengatasi hal ini, pada bulan juli tahun
yang bersangkutan perusahaan dapat mengajukan permohonan penurunan lump-sum
dengan disertai proyeksi laba pada akhir tahun dan alasan terjadinya penurunan laba.
10) Pengelolaan Transaksi yang Biayanya Tidak Boleh Dikurangkan Secara Fiskal
Seringkali perusaahan menggunakan istilah yang kurang tepat untuk biaya-biaya
tertentu sehingga pada waktu pemeriksaan biaya-biaya tersebut tidak dapat dikurangkan.
Misalnya :
a. Biaya Promosi, biaya Keamanan, dan biaya pemasaran dibukukan dengan nama
sumbangan. Sedangkan sumbangan berdasarkan pasal 9 (1) UU PPh, tidak dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto.
b. Biaya perjalanan dinas dibukukan sebagai biaya perjalanan direksi yang
mengesankan sebagai biaya liburan direksi.
c. Biaya pelatihan pegawai dibukukan sebagai biaya rekreasi pegawai.
d. Pemberian uang tips kepada oknum di institusi tertentu atau dalam rangka
pengurusan dokumen dicatat sebagai biaya lain-lain atau biaya entertainment
yang tidak bisa didukung dengan daftar entertainment.
11) Biaya Entertainment
Untuk dapat menghindari beban pajak yang seharusnya atas biaya entertainment
maka perusahaan harus membuat daftar nominatif dan melampirkannya dalam SPT
Tahunan PPh Badan dan menyimpan bukti pendukung pengeluaran entertainment
tersebut. Dengan demikian perusahaan dapat memperoleh penghematan sebesar 30%
dari biaya entertainment yang boleh dikurangkan.
41
12) Piutang Tak Tertagih
Menurut UU PPh Pasal 6 ayat (1) piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih
dapat dibebankan sebagai biaya dengan syarat :
a. Telah dibebankan sebagai biaya dalam penghitungan rugi-laba komersial
b. Telah diajukan perkaranya ke Pengadilan Negeri atau Badan Urusan
Piutang dan Lelang Negara atau adanya perjanjian tertulis mengenai
penghapusan piutang atau penghapusan utang antara kreditur dan debitur
yang bersangkutan.
c. Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus
d. Wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih
kepada Dirjen Pajak.
Alternatif lain yang dapat dilakukan adalah menjual piutang tersebut kepada
pihak lain (factoring) dengan harga setelah dikurangi penghapusan piutang yang tertagih
tersebut dan mengurangkan kerugian penjualan tersebut sebagai beban.