bab ii landasan teori disajikan secara tertulis, sehingga...

22
13 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Deskripsi Teoretik 2.1.1 Modul Modul adalah materi pelajaran yang disusun dan disajikan secara tertulis, sehingga pembaca dapat menggunakannya secara mandiri (Daryanto, 2013). Menurut Dikmenjur (2004) Penyusunan modul memiliki tujuan sebagai berikut: (a) Memperjelas dan mempermudah penyajian pesan pembelajaran; (b) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera, baik peserta pelatihan maupun instruktur; (c) Dapat digunakan secara tepat dan bervariasi; (d) Dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi dan gairah belajar peserta pelatihan; (e) Dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan peserta pelatihan dalam interaksinya dengan lingkungan; (f) Dapat digunakan untuk belajar mandiri sesuai kemampuan dan minat peserta pelatihan; (g) Dapat digunakan untuk mengukur dan mengevaluasi hasil belajar mereka sendiri. Dari beberapa tujuan penyusunan modul tersebut, diharapkan modul dapat menjadi media yang tepat dalam pelatihan, sehingga kebutuhan pembelajar dapat terpenuhi sesuai minat dan kemampuan. Penyusunan modul bertujuan agar dapat mengembangkan kemampuan peserta pelatihan.

Upload: truongdang

Post on 06-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

13

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Deskripsi Teoretik

2.1.1 Modul

Modul adalah materi pelajaran yang disusun dan

disajikan secara tertulis, sehingga pembaca dapat

menggunakannya secara mandiri (Daryanto, 2013).

Menurut Dikmenjur (2004) Penyusunan modul

memiliki tujuan sebagai berikut: (a) Memperjelas dan

mempermudah penyajian pesan pembelajaran; (b)

Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera,

baik peserta pelatihan maupun instruktur; (c) Dapat

digunakan secara tepat dan bervariasi; (d) Dapat

digunakan untuk meningkatkan motivasi dan gairah

belajar peserta pelatihan; (e) Dapat digunakan untuk

mengembangkan kemampuan peserta pelatihan dalam

interaksinya dengan lingkungan; (f) Dapat digunakan

untuk belajar mandiri sesuai kemampuan dan minat

peserta pelatihan; (g) Dapat digunakan untuk

mengukur dan mengevaluasi hasil belajar mereka

sendiri. Dari beberapa tujuan penyusunan modul

tersebut, diharapkan modul dapat menjadi media yang

tepat dalam pelatihan, sehingga kebutuhan pembelajar

dapat terpenuhi sesuai minat dan kemampuan.

Penyusunan modul bertujuan agar dapat

mengembangkan kemampuan peserta pelatihan.

14

Menurut Daryanto (2013), modul memiliki

beberapa karakteristik antara lain: a) Self instruction:

yaitu peserta dimungkinkan dapat belajar secara

mandiri melalui modul; b) Self contained: apabila

seluruh materi pembelajaran yang dibutuhkan tertuang

dalam modul tersebut; c) Stand alone: modul tidak

tergantung dengan media lain, atau tidak digunakan

bersama-sama dengan media lain; d) Adaptif: modul

memiliki penyesuaian yang tinggi terhadap

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; e) User

friendly: modul dirancang untuk dapat membantu

pengguna, sehingga pengguna dapat merespon dan

mengakses sesuai dengan keinginan dalam

kemudahan. Karakter-karakter modul inilah yang

nantinya menjadi perhatian penulis dalam menyusun

modul sehingga dapat menghasilkan modul yang

mampu meningkatkan motivasi dalam pelatihan.

Sebuah modul setidaknya berisi tiga hal utama,

Pendahuluan, Isi dari modul, dan Penutup. Langkah

awal yang perlu dilakukan dalam mengembangkan

sebuah modul adalah membuat rancangan modul.

Rancangan ini berfungsi sebagai petunjuk yang

menjadi dasar dalam memulai pembuatan modul.

2.1.1.1 Prosedur Pengembangan Modul

Dalam bukunya, Daryanto (2013) mengatakan

bahwa modul disusun dalam satu kerangka yang utuh

15

dan sistematis, dimana modul harus berdasarkan

prinsip-prinsip pengambangan suatu modul antara

lain; analisis kebutuhan, pengembangan modul, desain

modul, implementasi, penilaian, evaluasi dan validasi,

serta jaminan kualitas. Selain prinsip, ada tahapan

yang harus dilalui dalam penyusunan modul, yaitu

menetapkan strategi pembelajaran dan media,

memproduksi modul, dan juga mengembangkan

peringkat penilaian. Dalam penelitian ini, modul akan

dikemas menggunakan sistematika seperti yang

diungkapkan menurut Daryanto (2013). Kerangka

modul tersebut disusun sebagai berikut:

Kata Pengantar

Berisi tentang fungsi modul dalam proses

pembelajaran.

Daftar Isi

Berisi tentang outline modul dan dilengkapi

dengan nomor halaman.

Peta Kompetensi

Berisi diagram pencapaian kompetensi bagi

pengguna modul.

Glosarium

Berisi tentang arti dari setiap istilah, kata-kata

sulit maupun kata-kata asing, dan disusun menurut

abjad.

I. PENDAHULUAN

A. Standar Kompetensi

16

Berisi tentang kompetensi dasar yang akan

digunakan sebagai standard dalam keseluruhan

pembelajaran.

B. Deskripsi

Berisi penjelasan singkat tentang nama dan

ruang lingkup isi modul. Hasil belajar yang akan

dicapai setelah menyelesaikan pembelajaran

menggunakan modul serta manfaat kompetensi

dalam pembelajaran juga dipaparkan dalam

deskripsi singkat ini.

C. Petunjuk Penggunaan Modul

Memuat panduan tata cara menggunakan

modul, yaitu:

a. Langkah-langkah yang harus dilakukan

untuk mempelajari modul secara benar

b. Perlengkapan, seperti sarana dan

prasarana, serta fasilitas yang harus

dipersiapkan sesuai dengan kebutuhan

pembelajaran modul.

D. Tujuan Akhir

Pernyataan tujuan akhir yang hendak dicapai

peserta setelah menyelesaikan pembelajaran

suatu modul. Tujuan akhir ini harus memuat:

1. Kinerja yang diharapkan

2. Kriteria keberhasilan

17

II. PEMBELAJARAN

A. Pembelajaran 1:

1. Tujuan

Berisi tentang kemampuan yang harus

dikuasai pengguna modul untuk satu

kesatuan kegiatan pembelajaran modul.

2. Uraian Materi

Berisi tentang uraian pengetahuan/ konsep/

prinsip tentang Pembelajaran 1.

3. Tugas

Berisi instruksi tugas yang bertujuan

untuk penguatan pemahaman terhadap

pengetahuan/ konsep/ prinsip tentang

Pembelajaran 1. Bentuk tugasnya berupa

latihan-latihan.

4. Evaluasi

Berisi tugas-tugas yang dapat

dipraktekkan sebagai bahan evaluasi, untuk

mengetahui sejauh mana penguasaan

pembelajaran yang telah dicapai. Hal ini akan

digunakan sebagai dasar untuk melanjutkan

kegiatan pembelajaran berikutnya.

B. Pembelajaran 2 - pembelajaran n

18

III. EVALUASI

Teknik dan metode evaluasi serta tugas-tugas

yang diberikan harus disesuaikan dengan indikator

keberhasilan yang diacu.

Daftar Pustaka

Berisi daftar referensi yang digunakan sebagai

acuan dalam penyusunan modul.

Berdasarkan analisis kebutuhan guru di SD

Negeri Kroyo 1 Kecamatan Karangmalang Kabupaten

Sragen, maka dalam penyusunan modul ini, penulis

akan memasukkan dua jenis materi pembelajaran,

yaitu pengenalan aplikasi Microsoft Power Point dan

pemanfaatan internet.

2.1.1.2 Pemanfaatan Internet

Menurut Budi Sutedjo Dharma Oetomo, Ester

Wibowo (2007:117) yang dikutip oleh Rivai & Sukadi

(2013), Internet merupakan sekumpulan jaringan yang

terhubung satu dengan lainya, dimana jaringan

menjadikan sambungan menuju global informasi.

Darmawan (2012:267) mengatakan bahwa Internet

merupakan jaringan komunikasi secara elektronik yang

mampu membawa informasi dari satu tempat ke

tempat yang lain melalui perantara relay satelit yang

mampu mengitari dunia. Jika dilihat dari manfaatnya,

internet memiliki kemampuan mengirim dan menerima

19

informasi dengan sangat cepat, bahkan mampu

mengelilingi dunia dalam waktu yang singkat. Dengan

internet, siapapun dapat mengakses informasi untuk

setiap jenis kebutuhan, karena internet menawarkan

kecepatan dan kemudahan tanpa dibatasi oleh ruang

dan waktu, yang memungkinkan untuk mengakses

informasi kapanpun dan dimanapun. Maka dengan

adanya internet ini diharapkan dapat membantu dalam

pencarian informasi yang dibutuhkan oleh tenaga

pendidik di SD Negeri Kroyo 1 Kecamatan

Karangmalang Kabupaten Sragen.

2.1.1.3 Presentasi Power Point

Menurut Sanaky (2009:127), Microsoft Power

Point adalah program aplikasi presentasi yang berada

dibawah naungan Microsoft Office, yang dapat

menampilkan pesan ke layar dengan bantuan LCD

Proyektor. Sedangkan Power Point menurut Nurseto

(2011) adalah salah satu perangkat lunak (software)

yang dirancang khusus untuk mampu menampilkan

presentasi dengan menarik, mudah dalam pembuatan

maupun penggunaan dan memiliki harga yang murah

dan dapat dijangkau, karena hanya membutuhkan alat

untuk menyimpan data yang biasa disebut data

storage. Dengan adanya sarana dan prasarana yang

mendukung penggunaan Power Point seperti komputer,

laptop, dan LCD Proyektor, maka diharapkan

20

penggunaan media presentasi Power Point ini dapat

membantu merancang pembelajaran dan menampilkan

dalam bentuk presentasi dihadapan peserta didik

dengan lebih menarik.

Menurut Jonnes (2003), ada beberapa alasan

menggunakan Power Point diantaranya adalah: (1)

penggunaan Power Point yang tepat dapat

meningkatkan pengalaman belajar mengajar baik bagi

tenaga pendidik maupun peserta didik; (2)

menggunakan Power Point dapat menjadi gaya

mengajar tenaga pendidik yang pada akhirnya dapat

memberi stimulus bagi peserta didik untuk belajar

menggunakan media audiovisual; dan (3) materi

pembelajaran dari Power Point berupa format file,

sehingga materi dapat didistribusikan dan dimodifikasi

dengan mudah. Dari beberapa manfaat penggunaan

Power Point, dapat disimpulkan bahwa Power Point

memberikan banyak keuntungan bagi guru dan siswa,

yaitu dapat meningkatkan pengalaman belajar

mengajar. Bagi guru yang kreatif, penggunaan Power

Point dalam penyampaian materi pembelajaran menjadi

gaya yang khas dalam proses pengajaran, sehingga hal

ini dapat menjadi daya tarik yang dapat menangkap

perhatian siswa dalam proses belajar mengajar. Bagi

guru, penggunaan media presentasi Power Point dalam

penyampaian materi pembelajaran memberikan

kemudahan dalam penyusunan materi, sehingga dapat

21

dengan mudah dilakukan modifikasi maupun

pemindahan file karena materi pembelajaran disimpan

dalam bentuk file.

Sebaliknya, penggunaan Power Point juga

memiliki beberapa kelemahan seperti yang

diungkapkan oleh (Alfian, 2010:6) yaitu: (1) jika

presentasi terdiri dari banyak animasi, grafik, dan

suara-suara yang terlalu banyak dapat mengalihkan

perhatian siswa terhadap materi pembelajaran; (2)

dibutuhkan waktu yang relatif lama dalam

pembuatannya untuk mendapatkan slide presentasi

yang menarik; (3) jika tidak pandai dalam

mengkombinasikan warna, akan mengganggu

penglihatan; (4) pengguna Power Point yang tidak

kreatif, ditakutkan hanya akan membacakan isi slide

saja tanpa menjelaskan isi pembelajaran; dan (5)

penggunaan Power Point dan perangkat penyajiannya

sangat tergantung pada aliran listrik. Jika terjadi

pemadaman aliran listrik, maka penggunaan Power

Point tidak dapat dilaksanakan pada saat itu juga.

Jika melihat dari kelemahan penggunaan Power

Point, beberapa hal tersebut dapat dicarikan solusi,

sehingga dapat meminimalisir kelemahan Power Point.

Apabila membuat materi presentasi, sebisa mungkin

diperhatikan keseimbangan antara design dengan

kebutuhan. Apabila akan menambahkan materi dalam

bentuk audio visual, pastikan komposisinya seimbang.

22

Suara yang dihasilkan disarankan tidak terlalu keras,

sehingga dapat mengganggu pendengaran saat proses

belajar mengajar. hal ini dapat menyebabkan materi

pembelajaran tidak dapat tersampaikan dengan baik.

Apabila hendak menyisipkan gambar, hendaknya

dipilih gambar yang warnanya tidak terlalu mencolok,

sehingga cahaya yang dipancarkan oleh LCD Proyektor

tidak mengganggu pandangan. Pada dasarnya

pembuatan materi dengan menggunakan Power Point

membutuhkan waktu yang relatif lama, terutama jika

pengguna belum terbiasa. Hal ini akan berangsur

menghilang jika pengguna berlatih terus menerus

sehingga menjadi terbiasa. Hal ini akan

mengakibatkan menjadi mudahnya penggunaan Power

Point.

Dalam membuat materi pembelajaran

menggunakan Power Point, hendaknya membuat

dengan sekreatif mungkin, sehingga siswa dapat

menikmati proses belajar dan yang terpenting adalah

materi dapat tersampaikan dengan baik. Yang perlu

diperhatikan adalah, materi yang dibuat hanya terdiri

dari poin-poin atau kata kunci. Jadi diharapkan guru

mampu menjelaskan isi poin-poin tersebut. Apabila

menyisipkan materi yang terlalu banyak hanya akan

membuat guru show and tell (memperlihatkan dan

menyampaikan) semua isi slide tanpa menjelaskan isi

materi. Ketergantungan Power Poiint terhadap arus

23

listrik juga menjadi kelemahan yang utama. Apabila

terjadi pemadaman listrik, materi pembelajaran

menggunakan Power Point hanya akan sia-sia saja.

Akan tetapi, jika sekolah memiliki mesin Generator

akan lebih baik lagi, karena adanya pemadaman listrik

tidak akan menjadi hambatan dalam proses belajar

mengajar. sebaliknya, jika sekolah tidak memiliki

mesin Generator, maka hal ini adalah kelemahan Power

Point yang paling utama, dan guru pun tidak dapat

berbuat apa-apa selain kembali melakukan metode

pengajaran konvensional.

2.1.2 Training

Training (pelatihan) adalah tindakan untuk

meningkatkan pengetahuan dan kecakapan sumber

daya dalam suatu organisasi untuk melaksanakan

suatu pekerjaan tertentu (Flipo, 1961) dalam Sujoko

(2012). Widodo (2015:80) mengutip Instruksi Presiden

No. 15 tahun 1974 yang merumuskan pengertian

pelatihan sebagai bagian dari pendidikan yang

berhubungan dengan proses belajar untuk

meningkatkan ketrampilan dalam waktu yang singkat,

dengan mengedepankan praktek daripada teori. Hal

senada dengan Instruksi Presiden diungkapkan oleh

Andrew E. Sikula dan dikutip oleh Murtoyo (2000:63),

bahwa pelatihan merupakan proses pendidikan yang

mempunyai tujuan untuk memperbaiki ketrampilan

24

dan pengetahuan secara teknis yang diadakan dalam

waktu yang relatif singkat. Hal ini biasanya dilakukan

untuk menghadapi suatu pekerjaan tertentu pada saat

itu.

Sikula mengatakan bahwa pelatihan merupakan

proses pendidikan dalam jangka pendek yang

memanfaatkan prosedur yang sistematis dan

terorganisir (Sedarmayanti, 2016). Dari beberapa teori

tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pelatiha atau

Training merupakan suatu proses pendidikan atau

latihan yang dilaksanakan dalam waktu yang relatif

singkat, yang diselenggarakan untuk meningkatkan

ketrampilan.

Menurut SK Menpan No. 01/Kep/M.Pan/2001,

di lingkungan PNS, pelatihan lebih menekankan pada

praktek daripada teori yang dilakukan dengan

menggunakan pendekatan pelatihan untuk orang

dewasa dan bertujuan untuk meningkatkan dalam satu

atau beberapa jenis keterampilan tertentu. Nawawi

(1983:113) mengatakan bahwa Training adalah suatu

usaha yang dilakukan oleh guru untuk meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan

tugasnya sehingga dapat meningkatkan

produktivitasnya. Menurut Simamora (2004:348 – 350)

manfaat pelatihan antara lain :

1. Meningkatkan kuantitas dan kualitas

produktivitas.

25

2. Menciptakan sikap, loyalitas dan kerjasama yang

lebih menguntungkan.

3. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan perencanaan

sumber daya manusia.

4. Membantu karyawan dalam peningkatan dan

pengembangan pribadi mereka.

Dari beberapa manfaat yang diutarakan oleh Simamora

(2004:348-350) dapat ditarik kesimpulan bahwa

pelatihan dapat meningkatkan kinerja karyawan

sehingga produktivitas dan kerjasama antar karyawan

akan lebih menguntungkan.

Menurut Danim (2010), ada beberapa strategi

yang dapat dilaksanakan dalam pendidikan dan

pelatihan, yaitu: In-house training, program magang,

kemitraaan sekolah, belajar jarak jauh, pelatihan

berjenjang dan pelatihan khusus, kursus singkat di

perguruan tinggi atau lembaga pendidikan lainnya,

pembinaan internal oleh sekolah, dan pendidikan

lanjut.

Dari beberapa strategi yang ada, penulis berfokus

hanya pada In-House Training (IHT) sebagai strategi

untuk meningkatkan kompetensi guru. Menurut

Danim (2010), In-House Training adalah pelatihan yang

dilaksanakan secara internal, dapat dilaksanakan di

lingkungan sekolah maupun di tempat lain yang

ditetapkan untuk menyelenggarakan pelatihan.

Strategi pelatihan melalui In-House Training ini

26

dilakukan berdasarkan pemikiran bahwa untuk

meningkatkan kompetensi dan profesionalisme guru

tidak harus dilakukan dalam lingkungan eksternal

saja, tetapi dapat dilakukan oleh guru yang memiliki

kompetensi yang belum dimiliki oleh guru yang lain.

Dengan begitu, strategi In-House Training diharapkan

dapat lebih menghemat waktu dan biaya.

IHT dipilih karena menurut Danim (2010) dalam

meningkatkan kompetensi dan karir guru tidak harus

dilakukan secara eksternal, tetapi dapat dilakukan

dalam lingkungan internal. IHT dapat dilakukan di

rumah sendiri, dalam hal ini IHT dilakukan di sekolah

sehingga pelatihan menjadi lebih efektif dan efisien.

Pelatihan melalui IHT ini dapat dipimpin oleh sesama

guru yang memiliki keterampilan tertentu yang belum

dimiliki oleh guru lain. Dengan demikian, In-House

Training ini tidak membutuhkan biaya yang banyak.

Pemilihan waktunya juga dapat menyesuaikan dengan

kondisi yang ada.

2.1.3 Kompetensi ICT

Kompetensi adalah “behaviours that individuals

demonstrate when undertaking job-relevant tasks

effectively within a given organizational context”, yang

artinya kompetensi merupakan perilaku yang

dibuktikan oleh individu ketika mendapatkan tugas

yang berhubungan dengan pekerjaan dalam konteks

27

organisasi tertentu (Whiddett & Hollyforde, 2003) dalam

Sopiatin (2010:57). Sebagai pendidik yang professional,

guru tentunya wajib menguasai empat kompetensi

yang diperolehnya melalui pendidikan profesi, yaitu

kompetensi pedagogik, kepribadian, social, dan

professional, seperti yang tertera dalam UU RI No. 4

Tahun 2005 tentang guru dan dosen, dan juga

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 tahun

2007 mengenai Standar Kualifikasi Akademik dan

Kompetensi guru, untuk lebih lengkapnya, dapat

dilihat pada lampiran 1. Dalam UU RI No. 4 tahun

2005, pasal 10 ayat 1 mengatakan bahwa ke-empat

kompetensi tersebut adalah: Kompetensi Pedagogik,

Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Sosial,

Kompetensi Profesional.

Dalam tugasnya sebagai pendidik, guru

diharapkan mampu mengelola pembelajaran, tidak

hanya sekedar memindahkan ilmu pengetahuan yang

dimilikinya kepada murid, tetapi juga harus menguasai

secara teoritis dan proses aplikasinya dalam

pembelajaran. Diantara keempat kompetensi tersebut,

kompetensi yang erat hubungannya dengan

pengelolaan pembelajaran adalah kompetensi

pedagogik.

Dalam kompetensi pedagogik, kompetensi

tersebut berhubungan dengan: (1) menguasai

karakteristik peserta didik, (2) menguasai teori dan

28

prinsip-prinsip pembelajaran, (3) mengembangkan

kurikulum dan merancang pembelajaran, (4)

menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik,

memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi

(TIK) atau Information and Communication Technology

(ICT) untuk kepentingan pembelajaran, (5)

memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik, (6)

berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun

dengan peserta didik, (7) menyelenggarakan evaluasi

dan penilaian proses dan hasil belajar, (8)

memanfaatkan hasil evaluasi dan penilaian untuk

kepentingan pembelajaran, (9) melakukan tindakan

reflektif untuk untuk peningkatan kualitas

pembelajaran (Irwantoro & Suryana, 2016: -4).

Kompetensi pedagogik dinilai sangat penting bagi

guru, karena berhubungan dengan pengelolaan

pembelajaran. Irwantoro & Suryana (2016:292)

menyebutkan beberapa alasan mengapa masih banyak

guru belum sepenuhnya memanfaatkan internet dan

multimedia , yaitu (a) banyak guru yang berusia lanjut

dan menghadapi kesulitan dalam belajar internet dan

multimedia, (b) rendahnya motivasi guru untuk belajar

mengoperasikan internet dan multimedia, (c) belum

adanya instruksi yang kuat untuk mewajibkan guru

untuk memiliki kompetensi ICT bagi pelaksanaan

pembelajaran, (d) minimnya sarana jaringan internet

dan multimedia, serta (e) belum adanya pelaksanaan

29

program pelatihan dan pengembangan yang

berkelanjutan untuk menguasai kompetensi ICT

berbantuan internet bagi kepentingan proses

pembelajaran.

Di era global ini, dalam dunia pendidikan,

internet dan multimedia seperti sesuatu yang tidak

boleh ditawar lagi penggunaannya, apalagi mulai

diterapkan kembali kurikulum 2013. Hal itu akan

sangat diperlukan untuk mendukung pembelajaran,

dimana materi yang diperoleh tidak hanya dari textbook

yang tersedia. Penggunaan ICT diharapkan mampu

mendukung proses pembelajaran, sehingga

pelaksanaan kurikulum 2013 di SD Negeri Kroyo 1

Kecamatan Karangmalang Kabupaten Sragen dapat

berjalan sesuai harapan. Pembelajaran dalam

kurikulum 2013 tanpa menggunakan ICT sebenarnya

dapat ditoleransi, tetapi untuk jangka waktu yang

lama, ditakutkan akan berdampak pada proses belajar

mengajar yang semakin melambat. Hal ini terjadi

karena kemajuan teknologi yang begitu cepat tetapi

tidak diimbangi dengan kompetensi guru yang masih

rendah.

2.2 Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Sujoko (2012:36)

dalam jurnalnya yang berjudul “Peningkatan

Kemampuan Guru Mata Pelajaran melalui In-House

30

Training” menyebutkan bahwa meningkatkan

kemampuan guru mata pelajaran berhasil dilakukan

dengan cara pemberian In-House Training kepada guru

di SMPK BPK Penabur Cimahi dan mendapatkan hasil

yang signifikan. Pada siklus tahap pertama, diperoleh

hasil 50% guru mempunyai kemampuan sama dengan

kategori baik. Setelah dilakukan siklus tahap kedua,

kemampuan guru setelah melakukan IHT meningkat

menjadi 80%. Melihat temuan yang dihasilkan dapat

disimpulkan bahwa kemampuan guru dalam

mengimplementasikan RPP bermuatan PBKB di SMPK

BPK PENABUR Cimahi meningkat secara signifikan.

Selain itu, Turere (2013) mendapatkan temuan

bahwa Pendidikan dan pelatihan mempunyai pengaruh

terhadap peningkatan kinerja karyawan. Pendidikan

dan pelatihan secara bersama berpengaruh terhadap

kinerja karyawan. Hal ini banyak memberikan

sumbangan yang cukup besar terhadap naik-turunnya

kinerja karyawan, meskipun masih banyak diakibatkan

oleh faktor-faktor lain. Dalam hal ini terdapat

hubungan yang sangat erat antara pendidikan dan

pelatihan dengan efektivitas kerja pegawai. Penelitian

lain yang relevan dengan model In House Training

berjudul “In House Training (IHT) Model to Improve the

Abilities of English Teachers in Developing Teaching

Materials” yang ditulis oleh Lengkanawati, dkk (2015).

Dalam penelitian ini didapatkan temuan bahwa Model

31

In House Training dapat menjadi alternatif yang efektif

untuk meningkatkan kemampuan guru Bahasa Inggris

dalam mengembangkan materi belajar mengajar

Bahasa Inggris.

Dalam hal teknologi, penelitian yang dilakukan

oleh Lestari (2012) menunjukan temuan bahwa prestasi

belajar siswa dengan media pembelajaran berbasis ICT

lebih efektif dibandingkan media pembelajaran

konvensional. Hal ini ditunjukan dengan peningkatan

besarnya capaian dan rata-rata post-test kelas yang

menggunakan media pembelajaran berbasis ICT

terhadap prestasi belajar siswa. Maka dari itu,

penggunaan media pembelajaran berbasis ICT (dalam

penelitian tersebut menggunakan Ms.PowerPoint) baik

digunakan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.

Heitinka, dkk (2016) dalam jurnalnya “Teachers’

Professional Reasoning About Their Pedagogical Use of

Technology” menunjukkan temuan bahwa kebanyakan

teknologi yang digunakan bertujuan untuk

menguatkan kedua pedagogi dan subjek, atau hanya

pedagogi saja. Alasan ini ditujukan untuk membuat

pembelajaran menjadi menarik bagi siswa, dengan

memfasilitasi proses belajar mengajar dalam

pendidikan.

Dari beberapa jurnal penelitian yang ada, penulis

menemukan beberapa persamaan, yaitu dalam

pemberian pelatihan melalui In-House Training dapat

32

memberi dampak yang positif dan signifikan dalam

peningkatan kinerja karyawan. Selain itu,

pemanfaatan ICT dalam pendidikan memberikan

dampak positif bagi siswa, yaitu membuat pelajaran

menjadi menarik dan memfasilitasi proses belajar

mengajar di sekolah. Perbedaan yang mendasar

terdapat pada ruang lingkup penelitian. Melihat hasil

dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, penulis

menyimpulkan bahwa pelatihan melalui In-House

Training dan pemanfaatan ICT dalam pendidikan

memberi dampak positif. Berkaca dari beberapa

penelitian terdahulu, dalam penelitian ini penulis akan

memotret penerapan IHT dan penggunaan ICT dalam

pembelajaran

Dalam beberapa penelitian terdahulu, peneliti

tidak menemukan adanya pengembangan modul yang

dapat digunakan sebagai media pelatihan. Yang

membedakan penelitian terdahulu dengan penelitian

sekarang adalah, penelitian ini menghasilkan modul,

yang dapat dimanfaatkan dalam IHT. Pengembangan

modul ini menjadi hal yang mendasar, karena

pelatihan ini memuat banyak materi pembelajaran.

Jika tanpa modul, maka pelatihan akan dirasa sulit

untuk dilakukan. Hal ini didukung fakta bahwa

peserta pelatihan terdiri dari beberapa guru yang

sudah berusia menjelang purna tugas, dimana

beberapa dari mereka akan kesulitan dalam menghafal

33

materi. Dalam penelitian ini, pembuatan modul IHT

untuk meningkatkan kompetensi ICT dinilai perlu agar

dapat dimanfaatkan sebagai pedoman pelaksanaan IHT

di kalangan guru SD Negeri Kroyo 1 Karangmalang.

2.3 Kerangka Berpikir

Alur pemikiran dalam pengembangan ini

menggunakan kerangka berpikir yang dapat dilihat

dalam bagan berikut ini:

Kerangka berpikir di atas menjelaskan bahwa pada

kondisi awal, ditemukan situasi bahwa di Kabupaten

Sragen mulai diterapkan kembali Kurikulum 2013

mulai tahun ajaran 2016/2017. Fakta yang terjadi di

lapangan adalah, bahwa guru-guru masih

menggunakan metode konvensional dalam proses

pengajaran. Pengajaran dilakukan dengan metode

Pengajaran

Konvensional

Reimplementasi

Kurikulum 2013

Kompetensi ICT

rendah

IHT Peningkatan

Kompetensi ICT

Kebutuhan

Peningkatan

Kompetensi ICT

Modul IHT

Peningkatan

Kompetensi ICT

Rancangan

Modul IHT

Peningkatan

Kompetensi

ICT

Uji coba

Modul

IHT

34

ceramah, yakni guru menjelaskan materi pembelajaran

dengan mengacu pada textbook yang tersedia.

Penerapan Kurikulum 2013 dihadapi dengan materi

yang disediakan oleh pemerintah, tetapi tidak didukung

dengan materi-materi yang penting untuk dijelaskan

kepada murid tetapi tidak tersedia di textbook. Karena

rendahnya kompetensi ICT yang dimiliki oleh guru-

guru, maka hal itu menyebabkan terjadinya kendala

dalam reimplementasi kurikulum 2013.

Setelah dilakukan analisis kebutuhan, maka

diketahui bahwa kebutuhan guru adalah peningkatan

kompetensi ICT yang dilaksanakan melalui IHT, yang

mana materi peningkatan kompetensi ICT memuat

tentang pengenalan aplikasi Microsoft Power Point dan

pemanfaatan internet yang disajikan dalam bentuk

Modul. Berangkat dari analisis kebutuhan itulah maka

penulis membuat rancangan modul IHT peningkatan

kompetensi ICT. Sebelum modul digunakan sebagai

media peningkatan kompetensi ICT, rancangan modul

terlebih dahulu dilakukan uji coba. Modul yang telah

layak diuji cobakan tersebut, apabila digunakan

dengan tepat, maka diharapkan dapat dimanfaatkan

untuk meningkatkan kompetensi ICT di kalangan guru

Sekolah Dasar.