bab ii landasan teori dan tinjauan pustaka 2.1...

37
1 BAB II LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Jalan Perkotaan Masalah kota telah sangat meningkat akibat keadaan yang menyulitkan seperti, perpindahan penduduk luar kota ke daerah perkotaan, dimana banyak kelompok yang minoritas dan yang kurang mampu terperangkap di dalam daerah kumuh di sekitar distrik pusat perdagangan. Perpindahan orang-orang yang lebih makmur, berikut pelayanan untuk mereka, ke lingkungan baru di pinggiran kota, tekanan ekonomi termasuk harga tanah, biaya transportasi dan beberapa kebijakan pemerintah telah mengakibatkan penyebaran penduduk. Pemerintah relatif tidak efektif dalam menghadapi masalah-masalah ini dan masalah perkotaan yang kompleks. Kekuasaan telah dibagi-bagi pada berbagai tingkatan. Selanjutnya pendekatan yang tidak masuk akal, penundaan yang lama, atau pembiayaan proyek yang tidak layak telah cenderung meremehkan semua usaha yang demikian (Oglesby dan Hicks 1999). Kemacetan merupakan ketidak nyamanan pada daerah perkotaan. Kemacetan bukanlah sebuah fenomena baru. Perbaikan berturut-turut dalam sistem transportasi, seperti trem listrik yang diikuti kemudahan oleh mobil dan bis dan jalan bebas hambatan dan skema pengendalian lalu-lintas yang canggih telah sedikit meringankan persoalan ini. Sekarang semua kota besar baik di negara maju maupun yang sedang berkembang masih menghadapi masalah kemacetan, paling sedikit pada jam-jam sibuk waktu pagi dan sore hari. (Hendarsin 2000). Peraturan menteri pekerjaan umum tentang persyaratan teknis jalan dan kriteria perencanaan jalan No:19/PRT/M/2011 menyatakan. 1. Persyaratan teknis jalan dan kriteria perencanaan teknis jalan ini dimaksudkan sebagai panduan bagi para penyelenggara jalan dalam penyelenggaraan jalan.

Upload: vanthuy

Post on 07-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB II

LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perencanaan Jalan Perkotaan

Masalah kota telah sangat meningkat akibat keadaan yang menyulitkan

seperti, perpindahan penduduk luar kota ke daerah perkotaan, dimana banyak

kelompok yang minoritas dan yang kurang mampu terperangkap di dalam

daerah kumuh di sekitar distrik pusat perdagangan. Perpindahan orang-orang

yang lebih makmur, berikut pelayanan untuk mereka, ke lingkungan baru di

pinggiran kota, tekanan ekonomi termasuk harga tanah, biaya transportasi dan

beberapa kebijakan pemerintah telah mengakibatkan penyebaran penduduk.

Pemerintah relatif tidak efektif dalam menghadapi masalah-masalah ini

dan masalah perkotaan yang kompleks. Kekuasaan telah dibagi-bagi pada

berbagai tingkatan. Selanjutnya pendekatan yang tidak masuk akal, penundaan

yang lama, atau pembiayaan proyek yang tidak layak telah cenderung

meremehkan semua usaha yang demikian (Oglesby dan Hicks 1999).

Kemacetan merupakan ketidak nyamanan pada daerah perkotaan.

Kemacetan bukanlah sebuah fenomena baru. Perbaikan berturut-turut dalam

sistem transportasi, seperti trem listrik yang diikuti kemudahan oleh mobil dan

bis dan jalan bebas hambatan dan skema pengendalian lalu-lintas yang canggih

telah sedikit meringankan persoalan ini. Sekarang semua kota besar baik di

negara maju maupun yang sedang berkembang masih menghadapi masalah

kemacetan, paling sedikit pada jam-jam sibuk waktu pagi dan sore hari.

(Hendarsin 2000).

Peraturan menteri pekerjaan umum tentang persyaratan teknis jalan dan

kriteria perencanaan jalan No:19/PRT/M/2011 menyatakan.

1. Persyaratan teknis jalan dan kriteria perencanaan teknis jalan ini

dimaksudkan sebagai panduan bagi para penyelenggara jalan dalam

penyelenggaraan jalan.

2

2. Persyaratan teknis jalan dan kriteria perencanaan teknis jalan bertujuan

untuk mewujudkan.

a. Tertib penyelenggaraan jalan yang meliputi pengaturan, pembinaan,

pembangunan dan pengawasan jalan.

b. Tersedianya jalan yang mewujudkan keselamatan, keamanan, kelancaran,

ekonomis, kenyamanan dan ramah lingkungan.

2.2 Karakteristik Jalan

Karakteristik utama jalan akan mempengaruhi kinerja jalan jika dibebani

lalu-lintas. Setiap titik pada jalan tertentu dimana tidak terjadi perubahan

penting dalam rencana geometrik, karakteristik lalu-lintas atau aktifitas samping

menjadi batas segmen jalan.

Secara umum, kapasitas dari suatu fasilitas jumlah per jam maksimum di

mana orang atau kendaraan diperkirakan akan dapat melintasi sebuah titik atau

suatu ruas jalan selama periode tertentu pada kondisi jalan, lalu-lintas, dan

pengendalian biasa. Yang dimaksud dengan kondisi-kondisi jalan adalah jenis

fasilitas, karakteristik geometriknya, jumlah lajur (berdasarkan arah), lebar lajur

dan lebar bahu jalan, kecepatan desain, alinyemen horizontal, vertikal dan jarak

ketersediaan antrian dipersimpangan. Kondisi lalu-lintas disini adalah distribusi

jenis kendaraan yang menggunakan fasilitas dan lajur suatu jalan, serta

distribusi arahnya (Khisty dan Lall 2000).

2.2.1 Geometrik

a) Tipe jalan: berbagai tipe jalan akan menunjukkan kinerja berbeda pada

pembebanan lalu-lintas tertentu, misalnya jalan terbagi dan tak terbagi, atau

jalan satu arah. 4/2 T dan 2/2 TT (untuk jalan sekunder. Peraturan Menteri

PU Nomor 19/2011).

b) Kecepatan arus bebas dan kapasitas meningkat dengan pertambahan jalur

lalu-lintas. Lebar jalur jalan ditunjukkan pada Tabel 2.1.

3

Tabel 2.1 Lebar Jalur Jalan (Peraturan Menteri PU Nomor 19/2011).

Spesifikasi Penyediaan

Sarana Jalan Raya

Jalan

Sedang Jalan Kecil

LHR (smp/hari) < 145.900 < 109.400 < 72.900 < 27.100 < 19.500

Fungsi Jalan

Arteri (Kelas I, II, III, Khusus) Lokal

Lingkungan Kolektor (Kelas I, II, III)

(Lokal I, II) (Kelas III)

Lebar Jalur efektif Vr < 80

km/jam

2x(4x3,50) 2x(3x3,50)

2x(2x3,50) 7,00 5,50

Lebar Jalur efektif Vr > 80

km/jam

2x(4x3,60) 2x(3x3,60)

2x(2x3,60) - -

c) Kereb: kereb sebagai batas antara jalur lalu-lintas dan trotoar berpengaruh

terhadap dampak hambatan samping pada kapasitas dan kecepatan.

Kapasitas jalan dengan kereb lebih kecil dari jalan dengan bahu. Selanjutnya

kapasitas berkurang jika terdapat penghalang tetap dekat tepi jalur lalu-

lintas, tergantung jalan mempunyai kereb atau bahu.

d) Bahu: jalan perkotaan tanpa kereb umumnya mempunyai bahu pada kedua

sisi jalur lalu-lintasnya. Lebar dan kondisi permukaannya mempengaruhi

penggunaan bahu, berupa penambahan kapasitas dan kecepatan pada arus

tertentu, akibat pertambahan lebar bahu, terutama akibat pengurangan

hambatan samping yang disebabkan kejadian di sisi jalan seperti kendaraan

angkutan umum berhenti, pejalan kaki dan sebagainya. Lebar bahu jalan

ditunjukkan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Lebar Bahu Jalan (Peraturan Menteri PU Nomor 19/2011).

Spesifikasi Penyediaan Sarana Jalan Raya Jalan Sedang Jalan

Kecil

LHR (smp/hari) < 145.900 < 27.100 < 19.500

Lebar bahu luar (m) 2,00 1,50 1,00

Lebar bahu dalam (m) 0,50 - -

e) Median: median yang direncanakan dengan baik meningkatkan kapasitas.

f) Jalur jalan: semua bagian dari jalur gerak, median dan pemisah luar. Lebar

badan jalan ditunjukkan pada Tabel 2.3.

4

Tabel 2.3 Lebar Badan Jalan (Peraturan Menteri PU Nomor 19/2011).

Spesifikasi Penyediaan Sarana Jalan Raya Jalan

Sedang Jalan Kecil

LHR (smp/hari) < 145.900 < 27.100 < 19.500

Arteri 18,00 11,00 11,00

Kolektor 18,00 9,00 9,00

Badan Jalan lebar

paling kecil (m)

Lokal - - 7,50

Lingkungan - - 6,50

Lingkungan

untuk roda dua - - 3,50

g) Trotoar: bagian jalan disediakan untuk pejalan kaki yang biasanya sejajar

dengan jalan dan dipisahkan dari jalur jalan oleh kereb. Lebar trotoar

ditunjukkan pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Lebar Trotoar (Peraturan Menteri PU Nomor 19/2011).

Spesifikasi Penyediaan Sarana Jalan Raya Jalan Sedang Jalan

Kecil

LHR (smp/hari) < 145.900 < 27.100 < 19.500

Lebar Trotoar (m) 1,00 1,00 1,00

h) Alinyemen jalan: lengkung horisontal dengan jari-jari kecil mengurangi

kecepatan arus bebas. Tanjakan yang curam juga mengurangi kecepatan

arus bebas. Karena secara umum kecepatan arus bebas di daerah perkotaan

adalah rendah maka pengaruh ini diabaikan.

2.2.2 Komposisi Arus Dan Pemisah Arah

a) Pemisahan arah lalu-lintas: kapasitas jalan arah paling tinggi pada

pemisahan arah 50-50, yaitu jika arus pada kedua arah sama pada periode

waktu yang dianalisis (umumnya satu jam).

b) Komposisi lalu-lintas mempengaruhi hubungan kecepatan-arus jika arus dan

kapasitas dinyatakan dalam kend/jam, yaitu tergantung pada rasio sepeda

motor atau kendaraan berat dalam arus lalu-lintas. Jika arus dan kapasitas

dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp), maka kecepatan

kendaraan ringan dan kapasitas (smp/jam) tidak dipengaruhi oleh komposisi

lalu-lintas.

5

2.2.3 Pengaturan Lalu Lintas

Batas kecepatan jarang diberlakukan di daerah perkotaan di Indonesia, dan

karenanya hanya sedikit berpengaruh pada kecepatan arus bebas. Aturan lalu-

lintas lainnya yang berpengaruh pada kinerja lalu-lintas adalah pembatasan

parkir dan berhenti sepanjang sisi jalan, pembatasan akses tipe kendaraan

tertentu, pembatasan akses dari lahan samping jalan dan sebagainya (MKJI

1997).

Menurut UU No 22/2009 lalu-lintas dan angkutan jalan, tentang

penggunaan dan perlengkapan jalan.

1. Setiap jalan memiliki batas kecepatan paling tinggi yang ditetapkan secara

nasional.

2. Batas kecepatan paling tinggi sebagaimana dimaksud pada poin (1)

ditentukan berdasarkan kawasan permukiman, kawasan perkotaan, jalan

antar kota dan jalan bebas hambatan.

3. Atas pertimbangan keselamatan atau pertimbangan khusus lainnya,

Pemerintah Daerah dapat menetapkan batas kecepatan paling tinggi

setempat yang harus dinyatakan dengan rambu lalu-lintas.

4. Batas kecepatan paling rendah pada jalan bebas hambatan ditetapkan dengan

batas absolut 60 (enam puluh) kilometer per jam dalam kondisi arus bebas.

5. Ketentuan lebih lanjut mengenai batas kecepatan sebagaimana dimaksud

pada poin (1) dan poin (2) diatur dengan peraturan pemerintah.

2.2.4 Aktifitas Samping Jalan (Hambatan Samping)

Banyak aktivitas samping jalan di Indonesia sering menimbulkan konflik,

kadang-kadang besar pengaruhnya terhadap arus lalu-lintas. Pengaruh konflik

(hambatan samping), diberikan perhatian utama dalam MKJI 1997, jika

dibandingkan dengan manual negara barat. Hambatan samping yang terutama

berpengaruh pada kapasitas dan kinerja jalan perkotaan adalah.

a. Pejalan kaki

b. Angkutan umum dan kendaraan lain berhenti

c. Kendaraan lambat (misalnya becak, kereta kuda)

6

d. Kendaraan masuk dan keluar dari lahan di samping jalan

Untuk menyederhanakan peranannya dalam prosedur perhitungan, tingkat

hambatan samping telah dikelompokkan dalam lima kelas dari sangat rendah

sampai sangat tinggi sebagai fungsi dari frekwensi kejadian hambatan samping

sepanjang segmen jalan yang diamati, ditunjukkan pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Kelas Hambatan Samping Untuk Jalan Perkotaan (MKJI 1997).

Kelas Hambatan

Samping (SFC)

Kode

Jumlah berbobot

kejadian per 200

m per jam (dua

sisi)

Kondisi Khusus

Sangat rendah VL <100 Daerah pemukiman; jalan

samping tersedia.

Rendah L 100-299 Daerah pemukiman; beberapa

angkutan umum dsb.

Sedang M 300-499 Daerah industry; beberapa

toko sisi jalan.

Tinggi H 500-899 Daerah komersial; aktifitas sisi

jalan tinggi.

Sangat tinggi VH >900 Daerah komersial; aktifitas

pasar sisi jalan.

Kelas hambatan samping adalah dampak terhadap kinerja lalu-lintas dari

aktivitas samping segmen jalan, seperti pejalan kaki (bobot=0,5) kendaraan

umum/kendaraan lain berhenti (bobot=1,0), kendaraan masuk/keluar sisi jalan

(bobot=0,7) dan kendaraan lambat (bobot=0,4).

2.2.5 Perilaku Pengemudi dan Populasi Kendaraan

Pengemudi dari satu kelompok umur memiliki kemampuan yang jauh

berbeda dalam hal penglihatan, informasi proses, kelelahan, frustasi dan

kebosanan. Kemudian usia pengemudi berkisar 16 tahun sampai 80 tahun ke

atas, dan kemampuan akan berubah dengan semakin bertambahnya usia.

Pengemudi yang lebih lanjut usia akan mengadakan kompensasi atas

kekuranganya dengan bertindak lebih berhati-hati (Oglesby Dan Hicks 1999).

7

Menurut UU No 22/2009 lalu-lintas dan angkutan jalan, tentang

persyaratan teknis dan layak kendaraan bermotor.

1. Setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus memenuhi

persyaratan teknis dan layak jalan.

2. Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada poin (1) terdiri atas:

a. Susunan

b. Perlengkapan

c. Ukuran

d. Karoseri

e. Rancangan teknis kendaraan sesuai dengan peruntukannya

f. Pemuatan

g. Penggunaan

h. Penggandengan kendaraan bermotor

i. Penempelan kendaraan bermotor

3. Persyaratan layak jalan sebagaimana dimaksud pada poin (1) ditentukan

oleh kinerja minimal kendaraan bermotor yang diukur sekurang-kurangnya

terdiri atas.

a. Emisi gas buang

b. Kebisingan suara

c. Efisiensi sistem rem utama

d. Efisiensi sistem rem parkir

e. Ekincup roda depan

f. Suara klakson

g. Daya pancar dan arah sinar lampu utama

h. Radius putar

i. Akurasi alat penunjuk kecepatan

j. Kesesuaian kinerja roda dan kondisi ban

k. Kesesuaian daya mesin penggerak terhadap berat kendaraan.

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis dan layak jalan

sebagaimana dimaksud pada poin (2) dan poin (3) diatur dengan peraturan

pemerintah.

8

Ukuran Indonesia serta keanekaragaman dan tingkat perkembangan

daerah perkotaan menunjukkan bahwa perilaku pengemudi dan populasi

kendaraan (umur, tenaga dan kondisi kendaraan, komposisi kendaraan) adalah

beraneka ragam. Karakteristik ini dimasukkan dalam prosedur perhitungan

secara tidak langsung, melalui ukuran kota. Kota yang lebih kecil menunjukkan

perilaku pengemudi yang kurang gesit dan kendaraan yang kurang moderen,

menyebabkan kapasitas dan kecepatan lebih rendah pada arus tertentu, jika

dibandingkan dengan kota yang lebih besar.

Ukuran Kota, adalah penduduk di dalam kota (juta). Lima kelas ukuran

kota ditunjukkan pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Kelas Ukuran Kota (MKJI 1997).

Ukuran Kota

(Juta Penduduk)

Kelas Ukuran Kota (CS)

< 0,1 Sangat kecil

0,1-0,5 Kecil

0,5-1,0 Sedang

1,0-3,0 Besar

> 3,0 Sangat besar

2.3 Kriteria Perencanaan

Perencana jalan raya yang telah berpengalaman menginginkan pemberian

rambu-rambu lalu-lintas pada jalan raya harus direncanakan sebagai satu bagian

integral dari studi perencanaan awal. Apabila pengarahan bagi pengemudi

direncanakan untuk menyampaikan pesan sederhana dengan singkat, dan jika

jalan ini dapat diikuti secara halus, mudah dan tanpa terjadi perubahan

kecepatan, maka rencana fasilitas itu dapat dianggap memenuhi syarat.

Untuk melakukan suatu perencanaan teknik jalan diperlukan beberapa

kriteria sebagai pertimbangan untuk mengoptimalkan hasil perencanaan.

Dampak lingkungan dan tata guna lahan di sepanjang jalan juga merupakan

pertimbangan dalam perencanaan, untuk mengantisipasi masalah yang akan

9

timbul dengan adanya jalan, baik masalah sosial maupun teknis (Oglesby dan

Hicks 1999).

2.3.1 Klasifikasi Jalan

Menurut peraturan pemerintah No 34/2006 tentang jalan bagian kedua

sistem jaringan jalan, sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan sekunder.

1. Sistem jaringan jalan primer disusun berdasarkan rencana tata ruang dan

pelayanan distribusi barang dan jasa untuk meningkatkan semua wilayah di

tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang

berwujud pusat-pusat kegiatan sebagai berikut.

a. Menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan

wilayah, pusat kegiatan lokal sampai kepusat kegiatan lingkungan.

b. Menghubungkan antar pusat kegiatan nasional.

2. Sistem jaringan jalan sekunder disusun berdasarkan rencana tata ruang

wilayah kabupaten/kota dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk

masyarakat di dalam kawasan perkotaan yang menghubungkan secara

menerus kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kesatu,

fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga, dan seterusnya.

Berdasarkan fungsi jalan menurut peraturan pemerintah No 34/2006

tentang jalan bagian kedua sistem jaringan jalan.

1. Jalan arteri primer yaitu menghubungkan secara berdaya guna antara pusat

kegiatan nasional atau antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan

wilayah.

2. Jalan kolektor primer yaitu menghubungkan secara berdaya guna antara

pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal, antara pusat kegiatan

wilayah, atau antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal.

3. Jalan lokal primer yaitu menghubungkan secara berdaya guna pusat kegiatan

nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah dengan

pusat kegiatan lingkungan, antara pusat kegiatan lokal, atau pusat kegiatan

lokal dengan pusat kegiatan lingkungan, serta antara pusat kegiatan

lingkungan.

10

4. Jalan lingkungan primer yaitu menghubungkan antara pusat kegiatan di

dalam kawasan pedesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan perdesaan.

5. Jalan arteri sekunder yaitu menghubungkan kawasan primer dengan

kawasan sekunder kesatu, kawasan sekunder kesatu dengan kawasan

sekunder kesatu, atau kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder

kedua.

6. Jalan lokal sekunder yaitu menghubungkan kawasan sekunder kesatu

dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan

sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan.

7. Jalan lingkungan sekunder yaitu menghubungkan antara persil dalam

kawasan perkotaan.

Kelas jalan menurut UU No 22/2009 lalu-lintas dan angkutan jalan tentang

klasifikasi kelas jalan.

1. Jalan kelas I, yaitu jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui kendaraan

bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus)

milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 (delapan belas ribu)

milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan

muatan sumbu terberat 10 (sepuluh) ton.

2. Jalan kelas II, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat

dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua

ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 (dua belas

ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter,

dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton.

3. Jalan kelas III, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat

dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 (dua

ribu seratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 (sembilan ribu)

milimeter, ukuran paling tinggi 3.500 (tiga ribu lima ratus) milimeter, dan

muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton.

4. Jalan kelas khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor

dengan ukuran lebar melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran

panjang melebihi 18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling

11

tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat

lebih dari 10 (sepuluh) ton.

Sebuah sistem jalan negara serta sebagian besar jalan raya lokal dan jalan-

jalan peghubung terdiri dari beberapa jenis atau kelas jalan. Contoh ekxtrim

adalah jalan untuk kendaraan berkecepatan tinggi dan memiliki volume lalu-

lintas yang tinggi pula, tanpa kaitan dengan lalu-lintas lokal didekatnya. Pada

sisi lain terdapat jalan lokal di luar kota yang menampung volume lalu-lintas

yang rendah, dan kadang-kadang direncanakan untuk kecepatan yang rendah

pula dan fungsi utamanya melayani kepentingan pertanian (Oglesby dan Hicks

1999). Klasifikasi jalan ditunjukkan pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7. Klasifikasi Jalan Menurut Kelas, LHR, Fungsi, Dan Tipe Jalan

(Peraturan Menteri PU Nomor 19/2011).

Spesifikasi Penyediaan

Sarana Jalan Raya

Jalan

Sedang Jalan Kecil

LHR (smp/hari) < 145.900 < 109.400 < 72.900 < 27.100 < 19.500

Fungsi Jalan Arteri (Kelas I II, III, Khusus)

Lokal

Lingkungan

Kolektor (Kelas I, II, III) (Kelas III)

(Lokal I, II)

Tipe Jalan 4/2 T 2/2 TT 2/2TT

2.3.2 Komposisi Lalu-Lintas

Arus atau volume lalu-lintas pada suatu jalan raya diukur berdasarkan

jumlah kendaraan yang melewati titik tertentu selama selang waktu tertentu.

Dalam beberapa hal, lalu-lintas dinyatakan dengan lalu-lintas harian rata-rata

per tahun, yang disebut AADT (Average Annual Daily Traffic) atau Lalu-Lintas

Harian Rata-Rata (LHR) bila periode pengamatannya kurang dari satu tahun. Di

samping itu, volume lalu-lintas juga dapat diukur dan dinyatakan per jam,

seperti volume lalu-lintas yang diamati tiap jam. Beberapa jawatan sekarang

memakai selang waktu 5 menit guna membedakan gerakan lalu-lintas pada

periode puncak yang biasanya terjadi dalam waktu relatif singkat (Oglesby dan

Hicks 1999).

12

Menurut UU No 22 tahun 2009 lalu-lintas dan angkutan jalan tentang

ketentuan umum.

1. Lalu-lintas dan angkutan jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas

lalu-lintas, angkutan jalan, jaringan lalu-lintas dan angkutan jalan, prasarana

lalu-lintas dan angkutan jalan, kendaraan, pengemudi, pengguna jalan, serta

pengelolaannya.

2. Lalu-lintas adalah gerak kendaraan dan orang di ruang lalu-lintas jalan.

3. Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke

tempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu-lintas jalan.

4. Jaringan lalu-lintas dan angkutan jalan adalah serangkaian simpul dan/atau

ruang kegiatan yang saling terhubungkan untuk penyelenggaraan lalu-lintas

dan angkutan jalan.

Volume lalu-lintas harian rata-rata (VLHR), adalah perkiraan volume lalu-

lintas harian pada akhir tahun rencana lalu-lintas dinyatakan dalam smp/hari

(MKJI 1997).

1) Satuan Mobil Penumpang (smp)

Satuan arus lalu-lintas, dimana arus dari berbagai tipe kendaraan telah

diubah menjadi kendaraan ringan (termasuk mobil penumpang) dengan

menggunakan emp.

2) Ekivalen Mobil Penumpang (emp)

Faktor yang menunjukkan berbagai tipe kendaraan dibandingkan dengan

kendaraan ringan sehubungan dengan pengaruhnya terhadap kecepatan

kendaraan ringan dalam arus lalu lintas (untuk mobil penumpang dan kendaraan

ringan, emp= 1,0).

3) Faktor (Fsmp)

Faktor untuk mengubah arus kendaraan lalu-lintas menjadi arus ekivalen

dalam smp untuk tujuan analisis kapasitas.

4) Faktor-LHRT (k)

Faktor untuk mengubah arus LHRT menjadi arus jam puncak.

5) Arus Jam Rencana (QDH)

Arus lalu-lintas yang digunakan dalam perencanaan QDH = k x LHRT.

13

2.3.3 Kendaraan Rencana

Ini adalah jenis dan fungsi kendaraan menurut Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia No 55/2012 tentang kendaraan mengenai ketentuan umum.

1. Kendaraan adalah suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas kendaraan

bermotor dan kendaraan tidak bermotor.

2. Kendaraan bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh

peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan di atas rel.

3. Kendaraan tidak bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh

tenaga manusia dan/atau hewan.

4. Sepeda motor adalah kendaraan bermotor beroda 2 (dua) dengan atau tanpa

rumah-rumah dan dengan atau tanpa kereta samping, atau kendaraan

bermotor beroda tiga.

5. Mobil penumpang adalah kendaraan bermotor angkutan orang yang

memiliki tempat duduk maksimal 8 (delapan) orang, termasuk untuk

pengemudi atau yang beratnya tidak lebih dari 3.500 (tiga ribu lima ratus)

kilogram.

6. Mobil bus adalah kendaraan bermotor angkutan orang yang memiliki tempat

duduk lebih dari 8 (delapan) orang, termasuk untuk pengemudi atau yang

beratnya lebih dari 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram.

7. Mobil barang adalah kendaraan bermotor yang dirancang sebagian atau

seluruhnya untuk mengangkut barang.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 55/2012 kendaraan,

tentang ukuran kendaraan.

Kendaraan bermotor selain sepeda motor harus memenuhi persyaratan.

1. Panjang kendaraan.

a. 12.000 (dua belas ribu) milimeter untuk kendaran bermotor tanpa kereta

gandengan atau kereta tempelan selain mobil bus

b. 13.500 (tiga belas ribu lima ratus) milimeter untuk mobil bus tunggal

c. 18.000 (delapan belas ribu) milimeter untuk kendaraan bermotor yang

dilengkapi dengan kereta gandengan atau kereta tempelan

2. Lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) millimeter.

14

3. Tinggi tidak melebihi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter dan tidak lebih

dari 1,7 (satu koma tujuh) kali lebar kendaraan.

4. Sudut pergi kendaraan paling sedikit 8° (delapan derajat) diukur dari atas

permukaan bidang atau jalan yang datar.

5. Jarak bebas antara bagian permanen paling bawah kendaraan bermotor

terhadap permukaan bidang jalan tidak bersentuhan dengan permukaan

bidang jalan.

6. Panjang bagian kendaraan yang menjulur ke belakang dari sumbu paling

belakang maksimum 62,50% (enam puluh dua koma lima nol persen) dari

jarak sumbunya, sedangkan yang menjulur ke depan dari sumbu paling

depan maksimum 47,50% (empat puluh tujuh koma lima nol persen) dari

jarak sumbunya.

7. Dalam hal kendaraan bermotor memiliki tinggi keseluruhan lebih dari 3.500

(tiga ribu lima ratus) milimeter, wajib dilengkapi dengan tanda.

8. Tanda sebagaimana dimaksud pada poin (3) berupa tulisan yang mudah

dilihat oleh pengemudi di dalam ruang pengemudi.

Kendaraan rencana berdasarkan sistem klasifikasi binamarga.

1) Kendaraan Ringan (LV)

Kendaraan bermotor 2 as beroda 4 dengan jarak as 2,0-3,0 m (termasuk

mobil penumpang, opelet, mikrobis, pick-up dan truk kecil sesuai dengan

klasifikasi bina marga).

2) Kendaraan Berat (HV)

Kendaraan bermotor dengan jarak as lebih dari 3,5 m biasanya beroda lebih

dari 4 (termasuk bis, truk 2 as, truk 3 as dan truk kombinasi sesuai dengan

sistem bina marga).

3) Sepeda Motor (MC)

Kendaraan bermotor beroda dua atau tiga (termasuk sepeda motor dan

kendaraan beroda tiga).

4) Kendaraan Tidak Bermotor (UM)

15

Kendaraan beroda yang menggunakan tenaga manusia atau hewan

(termasuk sepeda, becak, kereta kuda dan kereta dorong sesuai dengan

sistim klasifikasi bina marga).

2.3.4 Penampang Melintang Jalan

Klasifikasi penampang melintang menurut Peraturan Menteri PU No

19/2011 persyaratan teknis jalan dan kriteria perancangan teknis jalan,

ditunjukkan pada Tabel 2.8.

Tabel 2.8 Klasifikasi Penampang Melintang (Peraturan Menteri PU No

19/2011.)

Spesifikasi Penyediaan

Sarana Jalan Raya

Jalan

Sedang Jalan Kecil

LHR (smp/hari) < 145.900 < 109.400 < 72.900 < 27.100 < 19.500

Fungsi Jalan

Arteri (Kelas I,II,III, Khusus) Lokal

Lingkungan Kolektor (Kelas I,II,III)

(Lokal I,II) (Kelas III)

Tipe Jalan 4/2T 2/2 TT 2/2TT

Lebar Jalur Pemisa lajur

dengan rambu (m) 2,00 Tanpa Jalur

pemisah

Tanpa Jalur

pemisah Tanpa rambu dan Untuk

sepeda motor (m) 1,00

Lebar Trotoar 1,00 1,00 1,00

Lebar Median

1,50 ditinggikan setinggi kereb

untuk kecepatan rencana < 60

km/jam

Tanpa

median

Tanpa

median

2,00 ditinggikan 1,01 berupa

penghalang beton untuk

kecepatan rencana .> 60 km/jam

Lebar Bahu (m) Bahu luar 2 dan bahu dalam 0,5 1,5 0,5

Suatu penampang melintang tertentu dapat menentukan tingkat pelayanan

dengan keamanan menjadi pertimbangan utama.

1) Umum

Dokumen standar jalan Indonesia menunjuk pada tipe jalan dan

penampang melintang yang ditetapkan di atas untuk jalan baru tergantung dari

faktor sebagai berikut.

1. Fungsi jalan (arteri, kolektor)

2. Kelas jalan

16

Untuk setiap kelas jalan parameter standar jalur lalu-lintas, lebar bahu dan

alinyemen jalan ditetapkan dengan rentang tertentu. MKJI 1997

mempertimbangkan fungsi jalan dan perencanaan geometrik, tetapi tidak secara

eksplisit mengkaitkan tipe jalan yang berbeda dengan kode kelas jalan.

Tipe jalan dan penampang melintang tertentu dapat dipilih untuk analisis

dengan alasan sebagai berikut.

1. Untuk memenuhi dokumen standar jalan yang ada dan/atau praktek

rekayasa setempat.

2. Untuk memperoleh penyelesaian yang paling ekonomis.

3. Untuk memperoleh perilaku lalu-lintas yang ditentukan.

4. Untuk memperoleh angka kecelakaan yang rendah.

2) Pertimbangan Ekonomi

Ambang arus lalu-lintas tahun 1 untuk perencanaan yang paling ekonomis

dari jalan perkotaan yang baru berdasarkan analisa biaya siklus hidup (BSH)

1. Konstruksi baru asumsi umur rencana 23 tahun.

2. Pelebaran jalan yang ada (peningkatan jalan), asumsi jalan akan

diperlebar dalam beberapa tahap segera setelah layak secara ekonomis,

umur rencana 10 tahun.

Penampang melintang tanpa median ditunjukkan pada Gambar 2.1 dan

penampang melintang menggunakan median ditunjukkan pada Gambar 2.2.

17

Gambar 2.1 Penampang Melintang Jalan Tanpa Median (Hendarasin 2000).

Gambar 2.2 Penampang Melintang Jalan Dengan Median (Hendarasi 2000).

18

Hasil rentang ambang arus lalu-lintas (tahun 1) yang mendefinisikan

penampang melintang dengan biaya siklus hidup yang paling rendah

ditunjukkan pada Tabel 2.9 dan Tabel 2.10.

Tabel 2.9 Ambang Lalu Lintas (tahun 1) Untuk Pemeliharaan Jalan. Ukuran

Kota 1-3 juta, (MKJI 1997) Konstruksi Baru.

KONDISI Rentang Amabang Lalu-lintas Dalam Kendaraan/Jam Tahun 1

Tipe Jalan/Jalur Lalu-Lintas (m)

Tipe

Aliyemen

Hambatan

Samping

2/2 UD 4/2 UD 4/2 D 6/2 D

6m 7m 10m 12m 14m 12m 14m 21m

Datar Rendah

150-200

200-300

350-500

600-800

600-800

650-950 650-1500 > 2000

Tinggi

150-

200

200-

300

300-

400

400-

500

500-

600

550-

700 550-1350 >1600

Tabel 2.10 Pelebaran (Peningkatan Jalan baru).

KONDISI Rentang Amabang Lalu-lintas Dalam Kendaraan/Jam Tahun 1

Tepi Jalan/Pelebaran Jalur Lalu-Lintas, dari ..Ke.. (m)

Tipe

Aliyemen

Hambatan

Samping

2/2 UD 4/2 UD 4/2 D 6/2 D

6 ke 7 7 ke 12 10 ke 14 12UD ke 14 D 14 UD ke 14 D 12 D ke 21 D

Datar Rendah 900 1100 1200 1800 1950 -

Tinggi 800 850 950 1500 1600 3550

3) Pertimbangan Keselamatan Lalu-Lintas

Tingkat kecelakaan lalu-lintas untuk jalan perkotaan telah diestimasi dari

data statistik kecelakaan di Indonesia. Pengaruh perencanaan geometrik

terhadap tingkat kecelakaan dijelaskan sebagai berikut.

1. Pelebaran lajur mengurangi tingkat kecelakaan antara 2-15% per meter

pelebaran (angka yang tinggi menunjuk pada jalan yang sempit).

2. Pelebaran dan perbaikan kondisi permukaan bahu meningkatkan

keselamatan lalu-lintas, walaupun dengan derajat yang lebih kecil

dibandingkan pelebaran jalan.

3. Median mengurangi tingkat kecelakaan sebesar 30%.

4. Median penghalang (digunakan jika tidak ada tempat yang cukup untuk

membuat median yang normal) mengurangi kecelakaan fatal dan luka

berat sebesar 10-30%, tetapi menaikkan kecelakaan kerugian material.

19

4) Pertimbangan Lingkungan.

Emisi gas buang kendaraan dan kebisingan berkaitan erat dengan arus

lalu-lintas dan kecepatan. Pada arus lalu-lintas yang konstan emisi ini berkurang

dengan pengurangan kecepatan selama jalan tidak mengalami kemacetan. Jika

arus lalu-lintas mendekati kapasitas (derajat kejenuhan > 0,75), kondisi turbulen

"berhenti dan berjalan" yang disebabkan kemacetan terjadi dan menyebabkan

kenaikan emisi gas buang dan kebisingan jika dibandingkan dengan kondisi

lalu-lintas yang stabil (MKJI 1997).

Alinyemen jalan yang tidak diinginkan seperti tikungan tajam dan

kelandaian curam menaikkan kebisingan dan emisi gas buang.

Semua penampang melintang diasumsikan mempunyai kereb atau bahu

kerikil yang sesuai untuk kendaraan parkir dan berhenti, tetapi bukan untuk

dilalui arus lalu-lintas (MKJI 1997).

2.3.5 Bagian-Bagian Jalan

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 34/2006 tentang

jalan. Bagian-bagian jalan dan pemanfaatan bagian-bagian jalan.

Bagian-bagian jalan meliputi ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan

ruang pengawasan jalan.

1. Ruang Manfaat Jalan (Rumaja)

1) Ruang manfaat jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan

ambang pengamanannya.

2) Ruang manfaat jalan sebagaimana dimaksud pada poin (1) merupakan

ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman

tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan yang bersangkutan

berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.

3) Ruang manfaat jalan sebagaimana dimaksud pada poin (1) hanya

diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan,

saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman, timbunan dan

galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan, dan bangunan pelengkap

lainnya.

20

4) Trotoar sebagaimana dimaksud pada poin (3) hanya diperuntukkan bagi

lalu-lintas pejalan kaki.

5) Badan jalan hanya diperuntukkan bagi pelayanan lalu-lintas dan

angkutan jalan.

6) Dalam rangka menunjang pelayanan lalu-lintas dan angkutan jalan serta

pengamanan konstruksi jalan sebagaimana dimaksud pada poin (1)

badan jalan dilengkapi dengan ruang bebas.

7) Ruang bebas sebagaimana dimaksud pada poin (2) dibatasi oleh lebar,

tinggi dan kedalaman tertentu.

8) Lebar ruang bebas sebagaimana dimaksud pada poin (3) sesuai dengan

lebar badan jalan.

9) Tinggi dan kedalaman ruang bebas sebagaimana dimaksud pada poin (3)

ditetapkan lebih lanjut oleh penyelenggara jalan yang bersangkutan

berdasarkan pedoman yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

10) Tinggi ruang bebas sebagaimana dimaksud pada poin (3) bagi jalan

arteri dan jalan kolektor paling rendah 5 (lima) meter.

Ambang pengaman jalan berupa bidang tanah dan/atau konstruksi

bangunan pengaman yang berada di antara tepi badan jalan dan batas ruang

manfaat jalan yang hanya diperuntukkan bagi pengamanan konstruksi jalan.

2. Ruang Milik Jalan (Rumija)

1) Ruang milik jalan terdiri dari ruang manfaat jalan dan sejalur tanah

tertentu di luar ruang manfaat jalan.

2) Ruang milik jalan sebagaimana dimaksud pada poin (1) merupakan

ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, kedalaman, dan tinggi

tertentu.

3) Ruang milik jalan diperuntukkan bagi ruang manfaat jalan, pelebaran

jalan, dan penambahan jalur lalu-lintas di masa akan datang serta

kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan.

4) Sejalur tanah tertentu sebagaimana dimaksud pada poin (1) dapat

dimanfaatkan sebagai ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai

lanskep jalan.

21

5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan ruang di atas dan/atau di

bawah ruang milik jalan diatur dalam peraturan menteri.

6) Ruang milik jalan paling sedikit memiliki lebar sebagai berikut.

a. Jalan bebas hambatan 30 (tiga puluh) meter

b. Jalan raya 25 (dua puluh lima) meter

c. Jalan sedang 15 (lima belas) meter

d. Jalan kecil 11 (sebelas) meter.

7) Ruang milik jalan diberi tanda batas ruang milik jalan yang ditetapkan

oleh penyelenggara jalan.

8) Ketentuan lebih lanjut mengenai lebar ruang milik jalan sebagaimana

dimaksud pada poin (1) dan tanda batas ruang milik jalan sebagaimana

dimaksud pada poin (2) diatur dalam peraturan menteri.

Apabila terjadi gangguan dan hambatan terhadap fungsi ruang milik jalan,

penyelenggara jalan wajib segera mengambil tindakan untuk kepentingan

pengguna jalan. Bidang tanah ruang milik jalan sebagaimana dimaksud dikuasai

oleh penyelenggara jalan dengan suatu hak tertentu sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

3. Ruang Pengawasan Jalan (Ruwasja)

1) Ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu di luar ruang milik

jalan yang penggunaannya ada di bawah pengawasan penyelenggara

jalan.

2) Ruang pengawasan jalan sebagaimana dimaksud pada poin (1)

diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi dan pengamanan

konstruksi jalan serta pengamanan fungsi jalan.

3) Ruang pengawasan jalan sebagaimana dimaksud pada poin (1)

merupakan ruang sepanjang jalan di luar ruang milik jalan yang dibatasi

oleh lebar dan tinggi tertentu.

4) Dalam hal ruang milik jalan tidak cukup luas, lebar ruang pengawasan

jalan sebagaimana dimaksud pada poin (1) ditentukan dari tepi badan

jalan paling sedikit dengan ukuran sebagai berikut.

a. Jalan arteri primer 15 (lima belas) meter

22

b. Jalan kolektor primer 10 (sepuluh) meter

c. Jalan lokal primer 7 (tujuh) meter

d. Jalan lingkungan primer 5 (lima) meter

e. Jalan arteri sekunder 15 (lima belas) meter

f. Jalan kolektor sekunder 5 (lima) meter

g. Jalan lokal sekunder 3 (tiga) meter

h. Jalan lingkungan sekunder 2 (dua) meter

i. Jembatan 100 (seratus) meter ke arah hilir dan hulu

5) Setiap orang dilarang menggunakan ruang pengawasan jalan sebagaimana

dimaksud yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan.

6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada poin (1) tidak berlaku bagi jalan

khusus.

7) Dalam pengawasan penggunaan ruang pengawasan jalan, penyelenggara

jalan yang bersangkutan bersama instansi terkait berwenang mengeluarkan

larangan terhadap kegiatan tertentu yang dapat mengganggu pandangan

bebas pengemudi dan konstruksi jalan, dan/atau berwenang melakukan

perbuatan tertentu untuk menjamin peruntukan ruang pengawasan jalan.

2.4 Kecepatan

Kecepatan tempuh sebagai ukuran utama kinerja segmen jalan, karena

mudah dimengerti dan diukur, dan merupakan masukan yang penting untuk

biaya pemakai jalan dalam analisa ekonomi. Kecepatan tempuh didefinisikan

sebagai kecepatan rata-rata ruang dari kendaraan ringan (LV) sepanjang segmen

jalan:

V = L/TT ............................................................................................ (2.1)

di mana:

V = Kecepatan rata-rata ruang LV (km/jam)

L = Panjang segmen jalan (km)

TT = Waktu tempuh rata-rata kendaraan ringan sepanjang segmen (jam)

23

2.4.1 Kecepatan Dan Waktu Tempuh

Kecepatan tempuh adalah kecepatan rata-rata (km/jam) arus lalu-lintas di

hitung dari panjang jalan dibagi waktu tempuh rata-rata kendaraan yang melalui

segmen jalan. Sedangkan waktu tempuh waktu rata-rata yang digunakan

kendaraan menempuh segmen jalan dengan panjang tertentu, termasuk semua

tundaan waktu berhenti (detik) atau jam.

Penentuan kecepatan pada kondisi lalu-lintas, hambatan samping dan

kondisi geometrik sesungguhnya sebagai berikut dengan menggunakan Gambar

2.3 (jalan dua-lajur tak-terbagi) lagkah-langkah sebagai berikut.

a) Masukan nilai derajat kejenuhan pada sumbu horisontal (X) pada bagian

bawah gambar.

b) Buat garis sejajar dengan sumbu vertikal (Y) dari titik tersebut hingga

berpotongan dengan nilai kecepatan arus bebas sesungguhnya.

c) Buat garis horisontal sejajar dengan sumbu (X) sampai berpotongan dengan

sumbu vertikal (Y) pada bagian sebelah kiri gambar dan lihat nilai

kecepatan kendaraan ringan sesungguhnya untuk kondisi yang dianalisis.

Hitung waktu tempuh rata-rata untuk kendaraan ringan dalam jam untuk

kondisi yang diamati dengan rumus.

TT = L/V (jam) ................................................................................... (2.2)

di mana :

TT = Waktu tempuh rata-rata (jam)

L = Panjang segmen jalan (km)

V = Kecepatan (Km/jam)

24

Gambar 2.3 Kecepatan Sebagai Fungsi Dari DS Untuk Jalan 2/2 UD (MKJI

1997).

2.4.2 Hubungan Kecepatan Dan Arus

Prinsip dasar analisis kapasitas segmen jalan adalah kecepatan berkurang

jika arus bertambah. Pengurangan kecepatan akibat penambahan arus adalah

kecil pada arus rendah tetapi lebih besar pada arus yang lebih tinggi. Kapasitas,

pertambahan arus yang sedikit akan menghasilkan pengurangan kecepatan yang

besar (MKJI1997). Data kecepatan arus jalan perkotaan yang terdapat di

Indonesia ditunjukkan pada Gambar 2.4.

25

Gambar 2.4 Hubungan Kecepatan Arus Pada Jalan Dua-Lajur Tak-Terbagi

(MKJI1997).

2.5 Analisis Kecepatan Arus Bebas

Untuk jalan tak terbagi, analisis dilakukan pada kedua arah lalu-lintas.

Untuk jalan terbagi, analisis dilakukan terpisah pada masing-masing arah lalu-

lintas, seolah-olah masing-masing arah merupakan jalan satu arah yang terpisah.

Penentuan kecepatan arus bebas kendaraan ringan berdasarkan kecepatan

arus bebas dasar untuk jalan perkotaan ditunjukkan pada Tabel 2.11.

Tabel 2.11 Kecepatan Arus Bebas Dasar (FVo) Untuk Jalan Perkotaan (MKJI

1997).

Tipe Jalan

Kecepatan Arus

Kendaraan Kendaraan Sepeda Semua

Ringan Berat Motor Kendaraan

LV HV MC (rata-rata)

Enam-lajur terbagi 61 52 48 57

(6/2 D) atau

tiga-lajur satu-arah (3/1)

Empat-lajur terbagi 57 50 47 55 (4/2 D) atau

Dua-lajur satu arah (2/1)

Empat-lajur tak-terbagi 53 46 43 51 (4/2 UD)

Dua-lajur tak terbagi 44 40 40 42

(2/2 UD)

26

Penentuan faktor penyesuaian untuk lebar jalur lalu-lintas ditunjukkan

pada Tabel 2.12.

Tabel 2.12 Penyesuaian Untuk Pengaruh Lebar Jalur Lalu-Lintas (FVw) Pada

Kecepatan Arus Bebas Kendaraan Ringan, Jalan Perkotaan (MKJI

1997).

Tipe jalan Lebar jalur lalu-lintas efektif FVw (km/jam)

(Wc) (m)

Empat-lajur terbagi atau Per lajur

Jalan satu arah 3,00 -4

3,25 -2

3,50 0

3,75 2

4,00 4

Empat-lajur tak-terbagi Per lajur

3,00 -4

3,25 -2

3,50 0

3,75 2

4,00 4

Dua-lajur tak-terbagi Total

5 -9,5

6 -3

7 0

8 3

9 4

10 6

11 7

27

Penentuan faktor penyesuaian untuk hambatan samping ditunjukkan pada

Tabel 2.13.

Tabel 2.13 Faktor Penyesuaian Untuk Pengaruh Hambatan Samping Dan Lebar

Bahu (FFVSF) Pada Kecepatan Arus Bebas Kendaraan Untuk Jalan

Perkotaan Dengan Bahu (MKJI 1997).

Tipe jalan

Kelas

Hambatan Faktor penyesuaian untuk hambatan

samping dan lebar bahu samping

(SFC) Lebar bahu efektif rata-rata Ws (m)

< 0,5 m 1,0 m 1,5 m > 2m

Empat-lajur terbagi Sangat rendah 1,02 1,03 1,03 1,04

(4/2 D) Rendah 0,98 1,00 1,02 1,03

Sedang 0,94 0,97 1,00 1,02

Tinggi 0,89 0,93 0,96 0,99

Sangat tinggi 0,84 0,88 0,92 0,96

Empat-lajur tak-terbagi Sangat rendah 1,02 1,03 1,03 1,04

(4/2 UD) Rendah 0,98 1,00 1,02 1,03

Sedang 0,93 0,96 0,99 1,02

Tinggi 0,87 0,91 0,94 0,98

Sangat tinggi 0,80 0,86 0,90 0,95

Dua-lajur tak-terbagi Sangat rendah 1,00 1,01 1,01 1,01

(22 UD) atau Rendah 0,96 0,98 0,99 1,00

jalan satu arah Sedang 0,91 0,93 0,96 0,99

Tinggi 0,82 0,86 0,90 0,95

Sangat tinggi 0,73 0,79 0,85 0,91

28

Penentuan faktor penyesuaian untuk hambatan samping ditunjukkan pada

Tabel 2.14.

Tabel 2.14. Faktor Penyesuaian Untuk Pengaruh Hambatan Samping dan Jarak

Kereb-Penghalang (FFVsf) Pada Kecepatan Arus Bebas

Kendaraan Ringan Jalan Perkotaan Dengan Kereb (MKJI 1997).

Faktor penyesuaian untuk hambatan

samping dan jarak kereb penghalang Kelas

Hambatan

Tipe jalan samping Jarak kereb-penghalang Wk (m)

(SFC)

< 0,5 m 1,0 m 1,5 m > 2m

Empat-lajur terbagi Sangat rendah 1,00 1,01 1,01 1,02

(4/2 D) Rendah 0,97 0,98 0,99 1,00

Sedang 0,93 0,95 0,97 0,99

Tinggi 0,87 0,90 0,93 0,96

Sangat tinggi 0,81 0,85 0,88 0,92

Empat-lajur tak-terbagi Sangat rendah 1,00 0,99 1,01 1,02

(4/2 UD) Rendah 0,96 0,95 0,99 1,00

Sedang 0,91 0,93 0,96 0,98

Tinggi 0,84 0,87 0,90 0,94

Sangat tinggi 0,77 0,81 0,85 0,90

Dua-lajur tak-terbagi Sangat rendah 0,98 0,99 0,99 1,00

(22 UD) atau Rendah 0,93 0,96 0,96 0,98

jalan satu arah Sedang 0,87 0,92 0,92 0,95

Tinggi 0,78 0,84 0,84 0,88

Sangat tinggi 0,68 0,77 0,77 0,82

Penentuan faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk ukuran kota,

ditunjukkan pada Tabel 2.15.

Tabel 2.15 Faktor Penyesuaian Pengaruh Ukuran Kota Pada

Kecepatan Arus Bebas Kendaraan Ringan (FFVcs),

Jalan Perkotaan (MKJI 1997).

Ukuran Kota (Jumlah Penduduk)

Faktor penyesuaian untuk

ukuran Kota

< 0,1 0,90

0,1 - 0,5 0,93

0,5 - 1,0 0,95

1,0 - 3,0 1,00 > 3,0 1,03

29

2.5.1 Penentuan Kecepatan Arus Bebas

a. Kecepatan arus bebas kendaraan ringan

Rumus kecepatan arus bebas :

FV = (FVO

+ FVW

) × FFVS

× FFVCS

....................................................... (2.3)

di mana:

FV = Kecepatan arus bebas kendaraan ringan (km/jam)

FVo = Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan (km/jam)

FVW = Penyesuaian lebar jalur lalu-lintas efektif (km/jam)

FFVSF

= Faktor penyesuaian kondisi hambatan samping (perkalian)

FFVCS

= Faktor penyesuaian ukuran kota (perkalian)

b. Kecepatan arus bebas tipe kendaraan lain

FFV = FVo – FV ................................................................................ (2.4)

di mana :

FFV = Penyesuaian kecepatan arus bebas LV (km/jam)

FVo = Kecepatan arus bebas dasar LV (km/jam)

FV = Kecepatan arus bebas LV(km/jam)

c. Keceptan arus bebas kendaraan berat

FVHV = FVHV,O – FFV x FVHV,O / FVo .............................................. (2.5)

di mana :

FVHV,o

= Kecepatan arus bebas dasar HV (km/jam)

FVo = Kecepatan arus bebas dasar LV (km/jam)

FFV = Penyesuaian kecepatan arus bebas LV (km/jam)

2.6 Analisis Kapasitas

Kapasitas adalah Arus lalu-lintas (stabil) maksimum yang dapat

dipertahankan pada kondisi tertentu (geometrik, distribusi arah dan komposisi

lalu-lintas, faktor lingkungan).

Definisi lain dari kapasitas adalah kapasitas satu ruas jalan dalam satu

sistem jalan raya adalah jumlah kendaraan maksimum yang memiliki

30

kemungkinan yang cukup untuk melewati ruas jalan tersebut (dalam satu

maupun kedua arah) pada periode waktu tertentu dan dibawah kondisi jalan dan

lalu-lintas umum.

Umumnya kapasitas dinyatakan dalam mobil penumpang per jam, truk

dan bus yang bergerak didalamnya dapat mengurangi besarnya kapasitas.

2.6.1 Penentuan Kapasitas

Penentuan kapasitas segmen jalan pada kondisi lapangan dengan

menggunakan data yang didapat dari lapangan kemudian diformulasikan dengan

rumus kapasitas dibawah.

C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs ....................................................... (2.6)

di mana:

C = Kapasitas (smp/jam)

= Kapasitas dasar (smp/jam)

FCw = Faktor penyesuaian lebar jalur lalu-lintas

FCsp = Faktor penyesuaian pemisahan arah

FCsf = Faktor penyesuaian hambatan samping

FCcs = Faktor penyesuaian ukuran kota

2.6.2 Kapasitas Dasar ( (smp/jam)

Kapasitas suatu segmen jalan pada kondisi geometrik, pada arus lalu-lintas

dan faktor lingkungan yang ditentukan sebelumnya (ideal).

Beberapa faktor penyesuaian untuk menghitung kapasitas:

a) Faktor penyesuaian kapasitas untuk lebar jalur lalu-lintas ( .

b) Faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisah arah, hanya jalan dua arah tak

terbagi ( .

c) Faktor penyusaian kapasitas untuk hambatan samping, sebagai fungsi lebar

bahu atau jarak kerep–penghalang .

d) Faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota .

31

Penentuan kapasitas dasar ( ditunjukkan pada Tabel 2.16.

Tabel 2.16 Kapasitas Dasar Jalan Perkotaan (MKJI 1997).

Tipe jalan Kapasitas

Dasar

(SMP/Jam)

Catatan

Empat-lajur terbagi atau

jalan satu arah

1650 Per lajur

Empat-lajur tak-terbagi 1500 Per lajur

Dua-lajur tak- terbagi 2900 Total dua arah

Penentuan faktor penyesuaian kapasitas untuk lebar jalur lalu-lintas

( , ditunjukkan pada Tabel 2.17.

Tabel 2.17 Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Lebar Jalur

Lalu-Lintas (FCw) (MKJI 1997).

Tipe Jalan Lebar Jalur

Lalu-Lintas

Efektif (Wc)

FCw

(m)

Empat-lajur terbagi atau Jalan

satu arah Per lajur

3,00 0,92

3,25 0,96

3,50 1,00

3,75 1,04

4,00 1,08

Empat-lajur tak-terbagi Per lajur

3,00 0,91

3,25 0,95

3,50 1,00

3,75 1,05

4,00 1,09

Dua-lajur tak-terbagi Total dua arah

5 0,56

6 0,87

7 1,00

8 1,14

9 1,25

10 1,29

11 1,34

32

Khusus untuk jalan tak terbagi, penentuan faktor penyesuaian kapasitas

untuk pemisahan arah ditunjukkan pada Tabel 2.18.

Tabel 2.18 Memberikan Faktor Penyesuaian Pemisahan Arah Untuk

Jalan Dua-Lajur Dua-Arah (2/2) dan Empat-Lajur-Dua-Arah

Tak Terbagi (MKJI 1997).

Pemisah Arah SP % 50-50 55-45 60-40 63-35 70-30

FCsp Dua-lajur 2/2 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88

Empat lajur 4/2 1,00 0,985 0,97 0,955 0,94

Faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping (FCsp).

a) Jalan dengan Bahu

Penentuan faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping

ditunjukkan pada Tabel 2.19.

Tabel 2.19 Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Pengaruh Hambatan Samping

Dan Lebar Bahu (FCsf) Pada Jalan Perkotaan Dengan Bahu

(MKJI1997).

Tipe Jalan Kelas

Faktor Penyesuaian Untuk Hambatan Samping dan

lebar bahu(FCsp)

hambatan Lebar Jalur Efektif Ws

samping ≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0

4/2 D LV 0,96 0,98 1,01 1,-3

L 0,94 0,97 1,00 1,02

M 0,92 0,95 0,98 1,00

H 0,88 0,92 0,95 0,98

VH 0,84 0,88 0,92 0,96

4/2 UD LV 0,96 0,99 1,01 1,03

L 0,94 0,97 1,00 1,02

M 0,92 0,95 0,98 1,00

H 0,87 0,91 0,94 0,98

VH 0,80 0,86 0,90 0,95

2/2 UD LV 0,94 0,96 0,99 1,01

atau L 0,92 0,94 0,97 1,00

jalan satu - M 0,89 0,92 0,95 0,98

Arah H 0,82 0,86 0,90 0,95

VH 0,73 0,79 0,85 0,91

33

Penentuan faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping (FCSF

)

ditunjukkan pada Tabel 2.20..

Tabel 2.20 Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Pengaruh Hambatan Samping

Dan Jarak Kereb-Penghalang (FCsf) Jalan Perkotaan Dengan

Kereb (MKJI 1997).

Tipe Jalan Kelas

Faktor Penyesuaian Untuk Hambatan Samping dan

jarak kereb-penghalang (FCsf)

Hambatan Jarak Kereb Penghalang Wk

Samping ≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0

4/2 D LV 0,95 0,97 0,99 1,01

L 0,94 0,96 0,98 1,00

M 0,91 0,93 0,95 0,98

H 0,86 0,89 0,92 0,95

VH 0,81 0,85 0,88 0,92

4/2 UD LV 0,95 0,97 0,99 1,01

L 0,93 0,95 0,97 1,00

M 0,90 0,92 0,95 0,97

H 0,84 0,87 0,90 0,93

VH 0,77 0,81 0,85 0,90

2/2 UD LV 0,93 0,95 0,97 0,99

atau L 0,90 0,92 0,95 0,97

jalan satu - M 0,86 0,88 0,91 0,94

Arah H 0,78 0,81 0,84 0,88

VH 0,68 0,72 0,77 0,82

Penentuan faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota (FCcs),

ditunjukkan pada Tabel 2.21.

Tabel 2.21 Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Ukran Kota (FCcs) Pada Jalan

Perkotaan (MKJI 1997).

Ukuran Kota(Juta/Penduduk) Faktor Penyesuaian Untuk Ukuran Kota

<1,0 0,86

0,1-0,5 0,90

0,5-1,0 0,94

1,0-3,0 1,00

>3,0 1,04

34

2.7 Perilaku Lalu-Lintas

Untuk jalan tak-terbagi, analisis dilakukan pada kedua arah lalu-lintas.

Untuk jalan terbagi, analisa dilakukan terpisah pada masing-masing arah lalu-

lintas, seolah-olah masing-masing arah merupakan jalan satu arah yang terpisah.

2.7.1 Derajat Kejenuhan

Derajat kejenuhan (DS) didefinisikan sebagai ratio volume (Q) terhadap

kapasitas (C). Derajat kejenuhan sebagai faktor kunci dalam penentuan perilaku

lalu-lintas pada ruas jalan (Alamsyah 2005). Dalam Manual Kapasitas Jalan

Indonesia (MKJI), jika tinjauan DS dilakukan untuk tinjauan tingkat kinerja,

maka volume lalu-lintasnya dinyatakan dalam smp. Faktor yang mempengaruhi

emp adalah.

a. Jenis jalan, seperti jalan luar kota, atau jalan bebas hambatan.

b. Tipe alinyemen, seperti medan datar, berbukit atau pegunungan.

c. Volume jalan.

Nilai derajat kejenuhan menunjukkan apakah ruas jalan akan mempunyai

masalah kapasitas atau tidak. Untuk itu, perlu diperhatikan bahwa nilai derajat

kejenuhan tidak melewati 0,75.

Rumus umum derajat kejenuhan :

DS = Q/C ............................................................................................. (2.7)

di mana:

DS = Derajat kejenuhan

Q = Arus total (smp/jam)

C = Kapasitas (smp/jam)

2.7.2 Tingkat Pelayanan

Peraturan Menteri Perhubungan No.14 Tahun 2006 tentang manajemen

dan rekayasa lalu-lintas di jalan, menjelaskan tingkat pelayanan merupakan

kemampuan ruas jalan atau persimpangan untuk menampung lalu-lintas pada

keadaan tertentu. Karakteristik tingkat pelayanan ditunjukkan pada Tabel 2.22.

35

Tabel 2.22 Karakteristik Tingkat Pelayanan (Peraturan Menteri Perhubungan

No. 14/2006).

Tingkat Pelayanan Karakteristik

Interval

Rasio

Volume

Kapasitas

(DS)

A

(Free flow/arus bebas)

Kondisi arus bebas dengan kecepatan tinggi,

pengemudi dapat memilih kecepatan yang

diinginkan tanpa hambatan sesuai dengan batas

kecepatan yang ditentukan.

0,00 - 0,19

B

(Stable flow/arus stabil)

Arus stabil tetapi kecepatan operasional mulai

dibatasi oleh kondisi lalu-lintas. Pengemudi

memiliki kebebasan yang cukup untuk memilih

kecepatan.

0,20 - 0,44

C

(Stable flow/arus stabil

Arus masih dalam batas stabil tetapi kecepatan dan

gerak kendaraan dikendalikan. Pengemudi dibatasi

dalam memilih kecepatan

0,45 - 0,74

D

(Approching unstable

flow/arus hampir tidak

stabil)

Arus mendekati tidak stabil, kecepatan masih

dikendalikan namun menurun relative cepat akibat

hambatan yang timbul. Pengemudi dibatasi memilih

kecepatan dan kebebasan bergerak relative kecil

0,75 - 0,84

E

(Unstable flow/arus tak

stabil)

Arus tidak stabil karena volume lalulintas

mendekati/berada pada kapasitas dimana kecepatan

lebih rendah dari 40 km/jam dan pergerakan

kendaraan terkadang terhenti

0,85 - 0,99

F

(Forced flow/arus yang

dipaksakan)

Arus yang dipaksakan atau macet, kecepatan

rendah, volume di atas kapasitas. Arus lalulintas

sering terhenti hingga terjadi antrian panjang dan

hambatan-hambatan

yang besar.

≥ 1,00

Kebebasan untuk bermanuver di dalam aliran lalu-lintas dan jarak dengan

kendaraan lain sama pentingnya dan lebih sering digunakan dari pada kecepatan

dalam menjelaskan tingkat pelayanan. Disamping itu, kepadatan meningkat

pada seluruh rentang arus hingga tercapainya kapasitas, sehingga menyediakan

keefektifan yang lebih baik (Khisty dan Lall, 2000).

Tingkat pelayanan (Level of Service) umumnya digunakan sebagai ukuran

dari pengaruh yang membatasi akibat peningkatan volume. Setiap ruas jalan

dapat digolongkan pada tingkat tertentu yaitu antara A dan F yang

mencerminkan kondisinya pada kebutuhan atau tingkat perlayanan tertentu,

tingkat A berarti kondisi yang hampir ideal, tingkat E adalah kondisi lalu-lintas

sesuai kapasitas dan tingkat F adalah pada kondisi arus terpaksa (Forced Flow)

(Ogesby dan Hicks 1999).

36

37