bab ii landasan teori 2.1 manajemen...

17
4 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Proyek Manajemen konstruksi (construction management), adalah bagaimana agar sumber daya yang terlibat dalam proyek konstruksi dapat diaplikasikan oleh Manajer proyek secara tepat. Proyek konstruksi merupakan rangkaian kegiatan yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya berjangka waktu pendek. Dalam rangkaian kegiatan tersebut, terdapat suatu proses yang mengolah sumber daya proyek yang menjadi suatu hasil kegiatan yang berupa bangunan. Karakteristik proyek konstruksi dapat dipandang dalam tiga dimensi yaitu unik, melibatkan sejumlah sumber daya, dan membutuhkan organisasi (Ervianto, 2005). Menurut Husen, (2009) manajemen konstruksi adalah suatu ilmu pengetahuan tentang seni memimpin organisasi atas kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian, terhadap sumber-sumber daya yang terbatas dalam usaha mencapai tujuan dan sasaran yang efektif dan efisien. Tujuan manajemen adalah mendapatkan metode atau cara teknis yang paling baik agar dengan sumber daya yang terbatas diperoleh hasil maksimal dalam hal ketepatan, kecepatan, penghematan, dan keselamatan kerja secara komprehensif. Proyek adalah suatu tugas yang perlu didefinisikan dan terarah ke suatu sasaran yang dituturkan secara konkrit serta harus diselesaikan dalam kurun waktu tertentu dengan menggunakan tenaga manusia terbatas dan dengan alat-alat terbatas pula, dan demikian rumit atau barunya, sehingga diperlukan suatu jenis pimpinan dan bentuk kerjasama yang berlainan dari pada yang biasa digunakan (Koolma dan Van de Schoot, 1988). Menurut Soeharto (1999), tiap proyek memiliki tujuan khusus dan di dalam proses pencapaian tujuan tersebut ada batasan yang harus dipenuhi yaitu besarnya biaya (anggaran) yang dialokasikan, jadwal, serta mutu yang harus dipenuhi. Ketiga hal tersebut merupakan parameter penting bagi penyelenggaraan proyek

Upload: dodan

Post on 13-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Proyekeprints.ung.ac.id/7666/3/2013-2-22201-511407070-bab2... · Manajemen konstruksi (construction management), ... langkah kedua menyusun jaringan

4

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Manajemen Proyek

Manajemen konstruksi (construction management), adalah bagaimana agar

sumber daya yang terlibat dalam proyek konstruksi dapat diaplikasikan oleh

Manajer proyek secara tepat. Proyek konstruksi merupakan rangkaian kegiatan

yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya berjangka waktu pendek. Dalam

rangkaian kegiatan tersebut, terdapat suatu proses yang mengolah sumber daya

proyek yang menjadi suatu hasil kegiatan yang berupa bangunan. Karakteristik

proyek konstruksi dapat dipandang dalam tiga dimensi yaitu unik, melibatkan

sejumlah sumber daya, dan membutuhkan organisasi (Ervianto, 2005).

Menurut Husen, (2009) manajemen konstruksi adalah suatu ilmu

pengetahuan tentang seni memimpin organisasi atas kegiatan perencanaan,

pelaksanaan dan pengendalian, terhadap sumber-sumber daya yang terbatas dalam

usaha mencapai tujuan dan sasaran yang efektif dan efisien. Tujuan manajemen

adalah mendapatkan metode atau cara teknis yang paling baik agar dengan sumber

daya yang terbatas diperoleh hasil maksimal dalam hal ketepatan, kecepatan,

penghematan, dan keselamatan kerja secara komprehensif.

Proyek adalah suatu tugas yang perlu didefinisikan dan terarah ke suatu

sasaran yang dituturkan secara konkrit serta harus diselesaikan dalam kurun waktu

tertentu dengan menggunakan tenaga manusia terbatas dan dengan alat-alat

terbatas pula, dan demikian rumit atau barunya, sehingga diperlukan suatu jenis

pimpinan dan bentuk kerjasama yang berlainan dari pada yang biasa digunakan

(Koolma dan Van de Schoot, 1988).

Menurut Soeharto (1999), tiap proyek memiliki tujuan khusus dan di dalam

proses pencapaian tujuan tersebut ada batasan yang harus dipenuhi yaitu besarnya

biaya (anggaran) yang dialokasikan, jadwal, serta mutu yang harus dipenuhi.

Ketiga hal tersebut merupakan parameter penting bagi penyelenggaraan proyek

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Proyekeprints.ung.ac.id/7666/3/2013-2-22201-511407070-bab2... · Manajemen konstruksi (construction management), ... langkah kedua menyusun jaringan

5

yang sering diasosiasikan sebagai sasaran proyek. Ketiga batasan di atas disebut

tiga kendala (triple konstrain).

Biaya

Anggaran

Jadwal Mutu

Waktu Kinerja

Gambar 2.1 Triple Konstrain

Sumber : Soeharto,1999

2.2 Jaringan Kerja

Metode jaringan kerja diperkenalkan menjelang akhir dekade 1950-an, oleh

suatu tim engineer dan ahli matematika dari perusahaan Du-Pont bekerja sama

dengan Rand Corporation, dalam usaha mengembangkan suatu system kontrol

manajemen. Sistem ini dimaksudkan untuk merencanakan dan mengendalikan

sejumlah besar kegiatan yang memiliki hubungan ketergantungan yang kompleks

dalam masalah desain-engineering, konstruksi, dan pemeliharaan (Soeharto,

1999).

Jaringan kerja (network planning) adalah salah satu model yang digunakan

dalam penyelenggaraan proyek yang produknya adalah informasi mengenai

kegiatan-kegiatan yang ada dalam network diagram proyek yang bersangkutan.

Informasi tersebut mengenai sumberdaya yang digunakan oleh kegiatan yang

bersangkutan dan informasi mengenai jadwal peleksanaannya (Ali, 1998).

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Proyekeprints.ung.ac.id/7666/3/2013-2-22201-511407070-bab2... · Manajemen konstruksi (construction management), ... langkah kedua menyusun jaringan

6

2.3 Critical Path Method (CPM)

Pada metode CPM dikenal adanya jalur kritis, yaitu jalur yang memiliki

rangkaian komponen-komponen kegiatan dengan total jumlah waktu terlama dan

menunjukan kurun waktu penyelesaian proyek paling cepat. Jadi, jalur kritis

terdiri dari rangkaian kegiatan kritis, dimulai dari kegiatan pertama sampai pada

kegiatan terakhir proyek (Soeharto, 1999).

Metode CPM akan menjelaskan beberapa sistematika penyusunan jaringan

kerja dan istilah - istilah, float, dan jalur kritis yang diperlukan di dalam

perhitungan CPM nantinya. Jalur kritis sangat penting bagi pelaksanaan proyek,

karena pada jalur / lintasan ini terletak kegiatan-kegiatan yang bila

pelaksanaannya terlambat akan menyebabkan keterlambatan pada proyek secara

keseluruhan.

Dalam menyusun jaringan kerja dimulai dengan cara mengkaji serta

mengidentifikasi lingkup proyek, lalu menguraikanya menjadi beberapa

komponen. langkah kedua menyusun jaringan yang sesuai dengan logika

ketergantungan yang dilanjutkan dengan memberikan perkiraan waktu masing-

masing kegiatan. Setelah itu mengidentifikasi jalur kitis waktu untuk penyelesaian

proyek.

Beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam menggambar jaringan kerja

adalah sebagai berikut:

1. Buat anak panah dengan garis penuh dai kiri ke kanan dan garis putus-putus

untuk dummy.

Dummy adalah kegiatan fiktif yang tidak memerlukan waktu kegiatan dan

untuk menunjukan hubungan ketergantungan.

A C

dummy

B D

Gambar 2.2: Kegiatan Dummy

Sumber : Soeharto, 1999

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Proyekeprints.ung.ac.id/7666/3/2013-2-22201-511407070-bab2... · Manajemen konstruksi (construction management), ... langkah kedua menyusun jaringan

7

kegiatan C bisa dimulai bila kegiatan A, B selesai sedangkan kegiatan D

dimulai setelah kegiatan B selesai.

2. Usahakan ada bagian untuk tempat keterangan kegiatan dan kurun waktu.

3. Hindari garis yang saling menyilang. Panjang anak panah tidak ada kaitannya

dengan lamanya kurun waktu.

4. Peristiwa atau kejadian dilukis sebagai lingkaran dengan nomor yang

bersangkutan, jika mungkin ditulis didalamnya.

5. Nomor peristiwa disebelah kanan lebih besar dari sebelah kiri.

Setelah mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan, harus diketahui

pula beberapa istilah yang dipakai dalam penyusunan jaringan kerja yaitu sebagai

berikut:

1. EETi (Earliest Event Time) = ES (Earliest Start) = EST (Earliest Start Time),

yaitu waktu mulai paling cepat dari event I atau waktu mulai paling awal suatu

kegiatan.

2. LETi (Latest Event Time) = LS (Latest Start) = LST (Latest Start Time), yaitu

waktu mulai paling lambat dari event I atau waktu mulai paling akhir suatu

kegiatan.

3. EETj (Earliest Event Time) = EF (Earliest Finish) = EFT (Earliest Finish

Time), yaitu waktu mulai paling cepat dari event j atuau waktu selesai paling

awal suatu kegiatan.

4. LETj (Latest Event Time) = LF (Latest Finish) = LFT (Latest Finish Time),

yaitu waktu mulai paling lambat dari event j atau waktu selesai paling akhir

suatu kegiatan.

5. D (i-j), yaitu kurun waktu untuk melaksanakan kegiatan antara event I dan

event j.

6. I dan j adalah Number Event.

Dalam metode CPM digunakan hitungan maju dan hitungan mundur.

Hitungan maju dimaksudkan untuk mengetahui waktu paling awal untuk memulai

dan mengakhiri masing-masing kegiatan tanpa penundaan waktu untuk itu

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Proyekeprints.ung.ac.id/7666/3/2013-2-22201-511407070-bab2... · Manajemen konstruksi (construction management), ... langkah kedua menyusun jaringan

8

diberikan beberapa rumus penyelesaian. Kecuali kegiatan awal, kegiatan baru

dapat di mulai bila kegiatan yang mendahului telah selesai.

........................................................................................................ (2.1)

dimana:

ES : (Earliest start) waktu mulai paling awal.

............................................................................................ (2.2)

.......................................................... (2.3)

Dimana:

EF : (Earliest Finish) waktu selesai paling awal

ES : (Earliest Start) waktu mulai paling awal

D : kurun waktu kegiatan bersangkutan

I : kegiatan awal atau sebelumnya

J : kegiatan selanjutnya setelah i

Bila kegiatan memiliki dua atau lebih pendahulu yang bergabung, maka

waktu mulai paling awal sama dengan waktu selesai paling awal yang terbesar

kegiatan pendahulu. Sebagai contoh diberikan jaringan kerja dan alokasi waktu

sebagai berikut:

a

b d

c

Gambar 2.3. Dua Kegiatan atau Lebih Bergabung

Sumber : Soeharto, 1999

Hitungan mundur dimaksudkan untuk mengetahui waktu paling akhir untuk

dapat memulai dan mengakhiri masing-masing kegiatan tanpa menunda kurun

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Proyekeprints.ung.ac.id/7666/3/2013-2-22201-511407070-bab2... · Manajemen konstruksi (construction management), ... langkah kedua menyusun jaringan

9

waktu penyelesaian proyek secara keseluruhan dari hasil hitungan mundur.

Beberapa rumus yang dipakai dalam hitungan mundur yaitu:

............................................................................................. (2.4)

Dimana ;

LS : (Latest Start) waktu mulai paling akhir suatu kegiatan.

LF : (Latest Finish) waktu selesai paling akhir.

D : kurun waktu kegiatan bersangkutan.

Bila kegiatan pecah menjadi dua kegiatan atau lebih maka waktu selesai

paling akhir (LF) kegiatan sama dengan waktu mulai paling akhir (LS) kegiatan

berikutnya yang terkecil.

b

a c

d

Gambar 2.4. Dua Kegiatan atau Lebih Memecah

Sumber : Soeharto, 1999

2.3.1 Penundaan (Float)

Float (penundaan) adalah waktu yang diperbolehkan kegiatan bisa ditunda,

maka float menunjukan jumlah waktu yang diperbolehkan kegiatan bisa ditunda,

tanpa mempengaruhi jadwal proyek secara keseluruhan. Jumlah waktu tersebut

sama dengan jumlah waktu yang didapat bila semua kegiatan terdahulu dimulai

seawal mungkin, sedangkan kegiatan berikutnya dimulai selambat mungkin. Float

total ini dimiliki bersama oleh semua kegiatan yang ada pada jalur yang

bersangkutan. Ini berarti bila salah satu kegiatan memakainya, maka float total

yang tersedia untuk kegiatan-kegiatan lain yang yang berada pada jalur tersebut

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Proyekeprints.ung.ac.id/7666/3/2013-2-22201-511407070-bab2... · Manajemen konstruksi (construction management), ... langkah kedua menyusun jaringan

10

sama dengan float total semua dikurangi bagian yang telah terpakai. Float total

sangat berguna untuk memecahkan masalah pemerataan penggunaan sumber

daya. Float total dapat berada di bagian awal kegiatan (ES) atau pada waktu

selesai paling akhir (LS), atau bisa dipecah sesuai kebutuhan asal masih dalam

batas L (j) – E (j). Float total dapat dirumuskan sebagai berikut:

................................................................... (2.5)

dimana:

TF : Float total kegiatan

LF : (Latest Finish) waktu selesai paling akhir

EF : (Earliest Finish) waktu selesai paling awal

LF : (Latest Start) waktu mulai paling akhir

ES : (Earliest Start) waktu mulai paling awal

Disamping float total masih ada float lain yang menjadi bagian dari float

total seperti float bebas dan float interferen. syarat adanya float bebas adalah bila

semua kegiatan pada jalur bersangkutan dimulai seawal mungkin.

2.3.2 Penentuan Jalur Kritis Akibat Float (penundaan)

Penentuan jalur kritis sangat penting pada pelaksanaan proyek karena

pada jalur/lintasan ini terletak kegiatan-kegiatan yang bila pelaksanaannya

terlambat akan menyebabkan keterlambatan pada proyek secara keseluruhan

(penyajiannya ditandai dengan garis tebal).

Syarat jalur kritis:

1. Pada kegiatan pertama, ES (Earliest Start) = LS (Latest Start)

2. Pada kegiatan terakhir, LF (Latest Finish) = EF (Earliest Finish)

3. Float total (TF = 0)

Waktu penyelesaian proyek umumnya tidak sama dengan total waktu hasil

penjumlahan kurun waktu masing-masing kegiatan yang menjadi unsur proyek,

karena ada kegiatan paralel. bila jaringan hanya mempunyai satu titik awal dan

titik akhir, maka jalur kritisnya adalah jalur yang memiliki waktu penyelesaian

terlama dan jumlah waktu tersebut adalah waktu proyek yang tercepat. Dalam

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Proyekeprints.ung.ac.id/7666/3/2013-2-22201-511407070-bab2... · Manajemen konstruksi (construction management), ... langkah kedua menyusun jaringan

11

jaringan kerja bisa dijumpai jalur kritis lebih dari satu

(http://eprints.undip.ac.id/34116/5/1642_chaper_II.pdf).

Lintasan kritis dalam jaringan kerja proyek sangatlah penting tidak saja

hanya bersifat menentukan kurun keseluruhan waktu proyek. Lintasan kritis juga

memaparkan serangkaian kejadian-kejadian penting selama berlangsungnya

proyek yang secara individual harus tepat dipenuhi jika keseluruhan waktu proyek

dikehendaki tepat (Dipohusodo, 1996).

2.4 Precedencet diagram method (PDM)

Metode diagram precedence adalah jaringan kerja dengan klasifikasi

Activity On Node (AON) atau ditulis dengan bentuk segi empat sedangkan anak

panah hanya sebagai petunjuk hubungan antara kegiatan bersangkutan. Dengan

demikian dummy yang dalam CPM dan PERT merupakan tanda yang penting

untuk menunjukan hubungan ketergantungan, sedangkan dalam PDM tidak

diperlukan.

Didalam metode PDM ini akan dijelaskan mengenai kegiatan tumpang

tindih, denah penulisan diagram precedence, konstrain (batasan) dan identifikasi

jalur kritis yang digunakan didalam perhitungan PDM nantinya. Jalur kritis sangat

penting bagi pelaksanaan proyek, karena pada jalur / lintasan ini terletak kegiatan-

kegiatan yang bila pelaksanaannya terlambat akan menyebabkan keterlambatan

pada proyek secara keseluruhan.

2.4.1 Kegiatan Tumpang Tindih

Dalam CPM, kegiatan bisa dimulai setelah kegiatan terdahu selesai, maka

untuk proyek dengan rangkaian kegiatan yang tumpang tindih dan berulang akan

memerlukan garis dummy yang banyak sekali, sehingga tidak praktis, contoh pada

proyek memasang pipa dimana kegiatannya adalah menggali tanah, meletakan

pipa dan menimbun kembali. Untuk mempersingkat waktu dilakukan kegiatan

tumpang tindih (tidak perlu menunggu kegiatan terdahulu selesai semua). Bila

proyek tersebut disajikan dalam bentuk diagram precedence akan menghasilkan

diagram yang sederhana. Metode ini banyak dijumpai pada proyek konstruksi

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Proyekeprints.ung.ac.id/7666/3/2013-2-22201-511407070-bab2... · Manajemen konstruksi (construction management), ... langkah kedua menyusun jaringan

12

yang banyak terdapat kegiatan tumpng tindih dan berulang seperti pengaspalan,

gedung bertingkat dan lainnya. Denah penulisan diagram precedence kegiatan

dalam peristiwa ditulis dalam kotak segi empat. Definisi kegiatan dan peristiwa

sama dengan CPM, hanya ditekankan bahwa dalam PDM kotak menandai

kegiatan, maka harus dicantumkan identitas kegiatan dan kurun waktu, peristiwa

adalah ujung kegiatan. Setiap node terdapat peristiwa awal dan akhir.

2.4.2 Konstrain (Batasan)

Karena PDM tidak terbatas pada aturan dasar jaringan kerja seperti pada

CPM (kegiatan dimulai setelah kegiatan mendahului selesai), maka hubungan

antara kegiatan berkembang menjadi beberapa kemungkinan berupa konstrain.

Konstrain menunjukan hubungan antara kegiatan dengan satu garis dari node

pendahulu ke node berikutnya. Satu konstrain hanya menghubungkan dua node.

Ada empat macam konstrain yaitu awal ke awal (SS), awal ke akhir (SF), akhir ke

akhir (FF), dan akhir ke awal (FS). Pada garis kontrain dibubuhkan penjelasan

sebagai berikut :

1. FS (Finish to Start)

Konstrain ini memberikan penjelasan hubungan antara mulainya suatu

kegiatan dengan selesainya kegiatan terdahulu.dirumuskan sebagai FS (i-j) = a

artinya kegiatan (j) mulai a hari setelah kegiatan yang mendahului (i) selesai.

Proyek selalu menginginkan angka a = 0 kecuali bila dijumpai seperti iklim yang

tak bisa dicegah, proses kimia dan fisika saat pengeringan adukan semen.

Konstrain ini identik dengan CPM atau PERT dimana kegiatan bisa dilakukan

bila kegiatan pendahulu selesai.

FS (i-j) = 0

a : waktu terlambat tertunda

Gambar 2.5. Konstrain FS

Sumber : Soeharto, 1999

Kegiatan (i) Kegiatan (j)

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Proyekeprints.ung.ac.id/7666/3/2013-2-22201-511407070-bab2... · Manajemen konstruksi (construction management), ... langkah kedua menyusun jaringan

13

2. SS (Start to Start)

SS (i-j) = b, artinya suatu kegiatan (j) mulai setelah b hari kegiatan

terdahulu (i) mulai. Konstrain ini terjadi bila sebelum kegiatan terdahulu selesai

100% maka kegiatan (j) boleh mulai, atau kegiatan (j) boleh mulai setelah bagian

tertentu kegiatan (i) selesai. Besar b tidak boleh melebihi angka kurun waktu

kegiatan terdahulu.

SS (i-j) = b

b : waktu mendahului

Gambar 2.6 : konstrain SS

Sumber : Soeharto, 1999

3. FF (Finish to Finish)

FF (i-j) = c, artinya kegiatan (i) selesai setelah c hari kegiatan terdahulu (i)

selesai. Konstrain semacam ini mencegah selesainya suatu kegiatan mencapai

100%, sebelum kegiatan yang terdahulu telah sekian c hari selesai. Besar angka c

tidak boleh melebihi angka kurun waktu kegiatan yang bersangkutan (j)

FF (i-j) = c

c : waktu terlambat tertunda

Gambar 2.7 : konstrain FF

Sumber : Soeharto, 1999

Kegiatan (i)

Kegiatan (j)

Kegiatan (i)

Kegiatan (j)

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Proyekeprints.ung.ac.id/7666/3/2013-2-22201-511407070-bab2... · Manajemen konstruksi (construction management), ... langkah kedua menyusun jaringan

14

4. SF (Start to Finish)

Menghubungkan selesainya kegiatan dengan mulainya kegiatan terdahulu.

SF (i-j) = d, artinya kegiatan (j) selesai setelah d hari kegiatan (i) terdahulu mulai.

Sebagian kegiatan terdahulu harus selesai sebelum akhir kegiatan yang dimaksud

boleh diselesaikan.

SF (i-j) = d

d = waktu mendahului

Gambar 2.8 : Konstrain SF

Sumber : Soeharto, 1999

2.4.3 Identifikasi Jalur kritis

Perhitungan untuk jalur kritis semakin komplek karena banyak factor

diperatikan. jalur kritis sangat penting bagi pelaksanaan proyek, karena pada

jalur/lintasan ini terletak kegiatan-kegiatan yang bila pelaksanaanya terlambat

akan menyebabkan keterlambatan pada proyek secara keseluruhan. Untuk itu

dikerjakan analisis yang hampir sama dengan metode CPM. Namun dalam PDM

harus memperhatikan konstrain terkait.

Dalam PDM juga menggunakan hitungan maju dan mundur. fungsi dari

hitungan maju dan mundur juga sama dengan metode CPM dengan

memperhatikan konstrain terkait. Kedua hitungan nantinya juga untuk

menentukan jalur kritis (http://eprints.undip.ac.id/34116/5/1642_chaper_II.pdf).

Kegiatan (i)

Kegiatan (j)

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Proyekeprints.ung.ac.id/7666/3/2013-2-22201-511407070-bab2... · Manajemen konstruksi (construction management), ... langkah kedua menyusun jaringan

15

.

Gambar 2.9 : hitungan maju EF dan ES

Sumber : Soeharto, 1999

Penyelesaian :

SS (i-j) = suatu kegiatan (j) mulai setelah kegiatan terdahulu (i) mulai. FS (i-

j) = kegiatan (j) mulai setelah kegiatan yang mendahului (i) selesai. FF (i-j) ;

kegiatan (j) selesai setelah kegiatan terdahulu (i) selesai. SF (i-j) ; kegiatan (j)

selesai setelah kegiatan terdahulu (i) mulai. Lihat gambar (2.9).

Dalam hitungan maju berlaku hal-hal sbagai berikut (Soeharto,1999) :

1. Menghasilkan ES (Earlist Start), EF (Earlist Finish) dan kurun waktu

penyelesaian proyek

2. Diambil angka ES (Earlist Start) terbesar bila bila lebih satu kegiatan

tergabung.

3. Notasi (i) bagi kegiatan terdahulu dan (j) kegiatan yang ditinjau.

4. Waktu awal dianggap nol, untuk selanjutya dirumuskan sebagai berikut

(Sumber : Soeharto,1999) :

a. ES (j) = ES (i) + SS (i-j) atau ES (i) + SF (i-j) – D (j) atau EF (i) + FS (i-j) atau

EF (i) + FF (i-j) – D (j) (pilih yang terbesar).

Dimana ;

ES (j) = (Earliest Start) waktu mulai paling awal dari dari kegiatan j

ES (i) = (Earliest Start) waktu mulai paling awal dari dari kegiatan i

EF (i) = (Earliest Finish) waktu selesai paling awal dari kegiatan i

D = kurun waktu yang bersangkutan

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Proyekeprints.ung.ac.id/7666/3/2013-2-22201-511407070-bab2... · Manajemen konstruksi (construction management), ... langkah kedua menyusun jaringan

16

b. SS (Start to start), SF (Start to Finish), FS (Finish to Start), FF (Finish to

Finish) = konstrain yang bersangkutan.

EF (j) = ES(j) + D (J) .................................................................................. ( 2.6)

(Sumber : Soeharto, 1999)

Dimana ;

EF(j) = (Earliest Finish) waktu selesai paling awal kegiatan j

ES(j) = (Earliest Start) angka waktu mulai paling awal kegiatan tersebut

D = kurun waktu kegiatan

Sedangkan pada hitungan mundur berlaku hal-hal sebagai berikut ;

1. Menentukan LS (Latest Start), LF (Latest Finish) dan kurun waktu float

2. Jika lebih dari satu kegiatan bergabung diambil LS (Latest Start) terkecil.

3. Notasi (i) bagi kegiatan ditinjau dan (j) kegiatan berikutnya

Gambar 2.10 : Hitungan Mundur LS dan LF

Sumber : Soeharto, 1999

Penjelasan :

SS (i-j) ; suatu kegiatan (j) mulai setelah kegiatan terdahulu (i) mulai. FS (i-

j) ; kegiatan (j) mulai setelah kegiatan yang mendahului (i) selesai. FF (i-j);

kegiatan (j) selesai setelah kegiatan terdahulu (i) selesai. SF (i-j) ; kegiatan (j)

selesai setelah kegiatan terdahulu (i) mulai.

1. LF (i) = LF (j) – FF (i-j) atau LS (j) – FS (i-j) atau

LF (j) – SF (i-j) + D (i) atau LS (j) – SS(i-j) + D (j). (pilih yang terkecil).. (2.7)

(Sumber : Imam Soeharto, 1999).

Dimana ;

LF (i) = (Latest Finish) waktu selesai paling akhir kegiatan i

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Proyekeprints.ung.ac.id/7666/3/2013-2-22201-511407070-bab2... · Manajemen konstruksi (construction management), ... langkah kedua menyusun jaringan

17

LS (j) = (Latest Start) waktu mulai paling akhir kegiatan j

LF (j) = (Latest Finish) waktu selesai paling akhir kegiatan j

D = kurun waktu bersangkutan

SS (Start to start), SF (Start to Finish), FS (Finish to Start), FF (Finish to

Finish) = konstrain yang bersangkutan.

2. S (i) = LF (i) – D (i) ..................................................................................... (2.8)

(Sumber : Imam Soeharto, 1999)

Dimana ;

LS (i) = (Latest Start) waktu mulai paling akhir kegiatan i

LF (i) = (Latest Finish) waktu selesai paling akhir kegiatan i

D = kurun waktu bersangkutan

Dari urutan rumus yang terdapat pada PDM tadi maka jalur dan kegiatan

kritis (kegiatan yang tidak dapat ditunda pekerjaanya). Pada metode PDM bisa

disimpulkan dalam beberapa hal berikt ini :

Waktu mulai paling awal dan akhir harus sama

ES (Earliest Start) = LS (Latest Start)

Waktu selesai paling awal dan akhir harus sama

EF (Earliest Finish) = LF (Latest Finish)

D = LF (Latest Finish) – ES (Earliest Finish)

Walaupun hanya sebagian kegiatan kritis, maka kegiatan dianggap kritis

secara utuh.

2.5 Analisis Optimasi

Untuk menganalisa hubungan antara waktu dan biaya suatu kegiatan,

dipakai definisi sebagai berikut :

1. Kurun waktu normal adalah kurun waktu yang diperlukan untuk melakukan

kegiatan sampai selesai, dengan cara yang efisien tetapi di luar pertimbangan

adanya kerja lembur dan usaha-usaha khusus lainnya, seperti menyewa

peralatan yang lebih canggih.

2. Biaya normal adalah biaya langsung yang diperlukan untuk menyelesaikan

kegiatan dengan kurun waktu normal.

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Proyekeprints.ung.ac.id/7666/3/2013-2-22201-511407070-bab2... · Manajemen konstruksi (construction management), ... langkah kedua menyusun jaringan

18

3. Kurun waktu dipersingkat (crash time) adalah waktu tersingkat untuk

menyelesaikan suatu kegiatan yang secara teknis masih mungkin. Di sini

dianggap sumber daya bukan merupakan hambatan.

Gambar 2.11 : Hubungan waktu-biaya pada keadaan normal dan dipersingkat

untuk satu kegiatan.

Sumber : Soeharto, 1999

4. Biaya untuk waktu dipersingkat (crash cost) adalah jumlah biaya langsung

untuk menyelesaikan pekerjaan dengan kurun waktu tersingkat.

Hubungan antara waktu dan biaya digambarkan seperti grafik pada gambar

2.11. Titik A menunjukan titik normal, sedangkan B adalah titik dipersingkat.

Garis yang menghubungkan titik A dengan B disebut kurva waktu-biaya. Pada

umumnya garis ini dapat dianggap sebagai garis lurus, bila tidak (misalnya,

cekung) maka diadakan pehitungan persegmen yang terdiri dari beberapa garis

lurus. Seandainya diketahui bentuk kurva waktu-biaya suatu kegiatan, artinya

dengan mengetahui berapa slope atau sudut kemiringannya, maka dapat dihitung

berapa besar biaya untuk mempersingkat waktu satu hari dengan rumus :

Slope biaya =

....................... (2.9)

(Soeharto, 1999)

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Proyekeprints.ung.ac.id/7666/3/2013-2-22201-511407070-bab2... · Manajemen konstruksi (construction management), ... langkah kedua menyusun jaringan

19

Pada gambar 2.11, titik A merupakan titik normal. Dari titik awal ini

kemudian dilakukan langkah-langkah mempersingkat waktu dengan pertama-tama

terhadap kegiatan kritis. Pada setiap langkah, tambahan biaya untuk

memperpendek waktu terlihat pada slope biaya kegiatan yang dipercepat. Dengan

menambahkan biaya tersebut, maka pada setiap langkah akan dihasilkan jumlah

biaya proyek yang baru sesuai dengan kurun waktunya. Hal ini ditunjukan dengan

adanya tititk yang memperlihatkan hubungan baru antara waktu dan biaya, seperti

terlihat pada gambar 14.2. bila langkah mempersingkat waktu diteruskan, akan

menghasilkan titik baru yang jika dihubungkan berbentuk garis-garis putus yang

melengkung ke atas (cekung), yang akhirnya langkah tersebut sampai pada titik

proyek dipersingkat (TPD) atau Project crash point. Titik ini merupakan batas

maksimum waktu proyek dapat dipersingkat. Pada TPD ini mungkin masih

terdapat beberapa kegiatan komponen proyek yang belum dipersingkat waktunya,

dan bila ingin dipersingkat juga (berarti mempersingkat waktu semua kegiatan

proyek secara teknis dapat dipersingkat), maka akan menaikan total biaya proyek

tanpa adanya pengurangan waktu.

Gambar 2.12 Titik normal TPD dan TDT

Sumber : Soeharto, 1999

Titik tersebut dinamakan titik dipersingkat total (TDT) atau all crash-point.

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Proyekeprints.ung.ac.id/7666/3/2013-2-22201-511407070-bab2... · Manajemen konstruksi (construction management), ... langkah kedua menyusun jaringan

20