bab ii landasan teori dan kerangka pemikiranthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2009-1-00308-mn bab 2.pdf8...
TRANSCRIPT
8
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Konsep Manajemen
Kata “Manajemen” berasal dari Bahasa Perancis kuno ménagement,
yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Manajemen belum memiliki
definisi yang mapan dan diterima secara universal.
Menurut Stroner yang dikutip dari T.H Handoko (2003,p8) definisi
manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber
daya - sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang
telah diterapkan.
Menurut M.P Follet yang dikutip dari T.H Handoko (2003,p8) manajemen
didefinisikan sebagai seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain.
Definisi ini mengandung arti bahwa para manajer mencapai tujuan-tujuan
organisasi melalui pengaturan-pengaturan orang-orang lain untuk melaksanakan
berbagai tugas yang mungkin diperlukan, atau berarti tidak melakukan tugas-
tugas itu sendiri.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah suatu
ilmu seni yang mengelola, menata, mengatur, dan mengendalikan untuk
mencapai tujuan yang diinginkan perusahaan.
9
2.1.2 Konsep Manajemen Operasional
Menurut Heizer dan Render (2006,p4), manajemen operasi adalah
serangkaian aktivitas yang menghasilkan nilai dalam bentuk barang dan jasa
dengan mengubah input menjadi output.
Menurut Schroeder (2000,p5), operasi bertanggung jawab atas
pengadaan barang dan jasa organisasi. Manajer operasi membuat keputusan
berdasarkan fungsi operasi dan hubungannya dengan fungsi lain. Manajer
operasi juga merencanakan dan mengendalikan sistem produksi dan
hubungannya dalam organisasi dan dengan lingkungan eksternal.
Menurut Chase, Jacobs dan Aquilano (2004,p6), manajemen operasi
didefinisikan sebagai desain, operasi, dan pengembangan sistem yang
menciptakan dan mengantarkan barang dan jasa utama perusahaan.
Maka, dapat disimpulkan bahwa manajemen operasi adalah suatu
aktivitas penambahan nilai barang dan jasa dalam oleh perusahaan dalam
prosesnya untuk mengubah input menjadi output.
Heizer dan Render (2006,p9) mengemukakan bahwa terdapat sepuluh
keputusan manajemen operasional yaitu :
1. Desain barang dan jasa
2. Manajemen mutu
3. Desain proses dan kapasitas
4. Strategi lokasi
5. Desain tata letak
6. Sumber daya manusia dan sistem kerja
7. Manajemen rantai pasokan
8. Manajemen persediaan
10
9. Perencanaan agregat (penjadwalan)
10. Pemeliharaan
Dapat diketahui dalam 10 keputusan manajemen operasi diatas terdapat
keputusan mengenai sumber daya manusia dan perencanaan agregat yang
berhubungan langsung dengan teori kebutuhan tenaga kerja berdasarkan
permintaan.
2.1.2.1 Perencanaan Agregat
Menurut Heizer dan Render (2006,p114), kebanyakan usaha
jasa seperti keuangan, transportasi, dan banyak jasa komunikasi dan
rekreasi memberikan output yang intangible (tidak terlihat).
Perencanaan agregat untuk jasa ini terutama berkaitan dengan
kebutuhan sumber daya manusia dan mengelola permintaan.
Tujuannya adalah menentukan puncak permintaan dan mendesain
metode yang secara penuh memanfaatkan sumber daya tenaga
kerja selama periode permintaan rendah. Para manajer operasi
berusaha menentukan jalan terbaik untuk memenuhi permintaan
yang diprediksi dengan menyesuaikan nilai produksi, tingkat tenaga
kerja, tingkat persediaan, pekerjaan lembur, tingkat subkontrak dan
variabel lain yang dapat dikendalikan. Terdapat 8 strategi
perencanaan agregat yang dibagi menjadi dua, yakni pilihan
kapasitas dan pilihan permintaan.
• Pilihan Kapasitas :
1. Mengubah tingkat persediaan
2. Meragamkan jumlah tenga kerja dengan mengkaryakan atau
11
memberhentikan
3. Meragamkan tingkat produksi melalui lembur dan waktu
kosong
4. Subkontrak
5. Penggunaan karyawan paruh waktu
• Pilihan Permintaan :
1. Mempengaruhi permintaan
2. Tunggakan pesanan selama periode permintaan tinggi
3. Perpaduan produk dan jasa yang counterseasonal
Berdasarkan teori diatas, di dalam lingkup operasional,
terdapat beberapa strategi yang dapat dilakukan dengan didasarkan
pada pilihan kapasitas untuk memenuhi prediksi permintaan yang
terjadi.
2.1.3 Analisis Kapasitas Proses
Menurut Heizer dan Render (2006,p373), kapasitas adalah jumah
maksimum unit yang dapat diproduksi dalam suatu waktu tertentu.
Kapasitas desain adalah output maksimum sistem secara teoritis dalam
suatu periode waktu tertentu. Sedangkan kapasitas efektif adalah kapasitas
yang diharapkan dapat dicapai oleh perusahaan dengan keterbatasan
operasi yang ada sekarang. Sebagian besar organisasi mengoperasikan
fasilitasnya pada tingkat yang lebih rendah dari kapasitas desain. Mereka
melakukannya karena mereka menyadari bahwa mereka dapat beroperasi
lebih efisien bila sumber daya tidak digunakan hingga batas maksimum.
Konsep ini disebut kapasitas efektif.
12
Menurut Cachon dan Terwiesch (2006,p38), kapasitas proses adalah
mengukur seberapa banyak suatu proses dapat memproduksi, dalam
kaitannya dengan berapa banyak jumlah aktual yang diproduksi oleh proses
tersebut. Kapasitas tidak hanya dapat diukur dari tingkat keseluruhan
proses, tetapi juga dapat diukur dari tingkat sumber daya individu yang ikut
serta dalam proses tersebut. Sama halnya dengan menentukan kapasitas
dari suatu proses, menentukan kapasitas sumber daya dilakukan dengan
menghitung jumlah maksimum yang dapat diproduksi sumber daya tersebut
dalam suatu waktu tertentu. Berikut adalah langkah-langkah untuk
menganalisis kapasitas suatu proses.
Gambar 2.1 Langkah Analisis Kapasitas
Sumber : Cachon dan Terwiesch (2006)
In rate adalah jumlah unit yang masuk ke sistem dalam suatu
satuan waktu. Hal ini dapat disimbolkan dengan kecepatan unit tersebut saat
memasuki sistem. Sedangkan Out rate adalah unit yang keluar dari sistem
karena sudah selesai diproses di sistem tersebut. Out rate juga disimbolkan
dengan kecepatan unit tersebut keluar dari sistem.
Out rate harus lebih besar atau sama dengan in rate, untuk
mencegah adanya traffic dalam sistem tersebut. Jika in rate lebih besar dari
out rate, maka pasti terdapat antrian dalam sistem tersebut yang akan
semakin besar jika proses terus berlangsung.
13
Gambar 2.2 In Rate dan Out Rate Normal
Sumber : Cachon dan Terwiesch (2006)
Pada gambar diatas menunjukkan jumlah unit yang sama pada in
rate dan out rate. Tidak ada traffic atau antrian dalam sistem, sehingga
seluruh unit yang masuk kemudian di proses dalam sistem dan keluar tanpa
adanya kendala.
Gambar 2.3 In Rate dan Out Rate Berantrian
Sumber : Cachon dan Terwiesch (2006)
Sedangkan pada gambar diatas menunujukkan adanya antrian atau
traffic dalam sistem, kejadian ini diakibatkan oleh lebih besarnya in rate
dibandingkan out rate pada suatu sistem. Jika tidak ada perbaikan dalam
sistem ini, maka akan mengakibatkan kelebihan beban kapasitas yang akan
membanjiri sistem.
14
Dalam keseluruhan sistem, terdapat beberapa subsistem, dan setiap
subsistem tersebut akan mengalami fenomena in rate dan out rate seperti
yang telah dijelaskan diatas. Subsistem-subsistem ini bekerja secara
berkesinambungan dari satu proses ke proses lainnya. Dan unit-unit ini akan
keluar masuk melewati subsistem-subsistem tersebut sampai akhirnya
selesai diproses. Terdapat beberapa cara untuk meningkatkan kapasitas,
menyeimbangkan garis lini adalah hal yang pertama harus dilakukan.
Menyeimbangkan garis lini adalah aksi untuk mengurangi ketidakseimbangan
suatu sistem. Dengan demikian dapat membuka kesempatan untuk :
a) Meningkatkan efisiensi proses dengan mengembangkan utilisasi dari
masing-masing sumber daya.
b) Meningkatkan kapasitas proses dengan merelokasi pekerja-pekerja yang
sistemnya berutilisasi rendah ke sistem yang mengalami bottleneck, atau
sebaliknya. Jika permintaan tinggi terjadi, maka cara-cara dibawah ini
dapat dijadikan pilihan untuk meningkatkan kapasitas :
1) Meningkatkan kapasitas dengan mereplika garis lini
Selama kapasitas dari keseluruhan operasi berjalan secara
linear maka dapat ditambahkan replika suatu proses untuk
mendapatkan total kapasitas yang baru.
Proses 1 Proses 2 Proses 3
ReplikaProses 2
Gambar 2.4 Replika Proses Sumber : Cachon dan Terwiesch (2006)
15
2) Meningkatkan kapasitas dengan menambah pekerja
Kapasitas dapat ditingkatkan dengan menambah jumlah
pekerja sesuai dengan kebutuhan permintaan yang masuk untuk
mengurangi prosentase utilisasi yang terlalu tinggi. Tetapi jika
kapasitas terlalu besar untuk permintaan, maka dapat dilakukan hal
sebaliknya, yaitu dengan mengurangi jumlah pekerja untuk
meningkatakan prosentase utilisasi yang terlalu rendah.
Jumlah pekerja yang perlu ditambahkan dapat dihitung
dengan rumus berikut :
Jumlah pekerja
Kapasitas permintaan =
Waktu Aktivitas
Proses 1
Proses 2Pekerja 1
Proses 2Pekerja 2
Proses 2Pekerja 3
Proses 2Pekerja 4
Proses 2Pekerja
tambahan
Gambar 2.5 Penambahan Jumlah Pekerja
Sumber : Cachon dan Terwiesch (2006)
3) Meningkatkan kapasitas dengan melakukan spesialisasi tugas
Metode ini dilakukan dengan pendekatan fundamental
sistem yang merubah penugasan yang diberikan ke para staf. Jika
16
dibentuk suatu spesialisasi tugas yang baru, jadi masing-masing
pekerja dalam proses hanya bertanggung jawab pada satu atau dua
tugas saja, maka akan dapat mengurangi waktu aktivitas dan
meningkatkan kapasitas dari kesulurahan proses.
Proses 1
Proses 2
Proses 2
Proses 2
Proses 2
Proses 2.1
Proses 3
Gambar 2.6 Penambahan Spesialisasi Tugas
Sumber : Cachon dan Terwiesch (2006)
2.1.3.1 Utilisasi Kapasitas
Utilisasi kapasitas adalah suatu indikator produktivitas
kapasitas pada suatu sistem. Ini ditujukan pada hubungan antara
output potensial yang dapat diproduksi dengan output aktual yang
diproduksi dengan peralatan yang terpasang, jika kapasitas sudah
dimaksimalkan.
Prosentase yang lebih rendah pada utilisasi kapasitas
menunjukkan dalam subsistem tersebut terdapat banyak sumber
daya yang menganggur dan tidak menggunakan seluruh kapasitas
17
yang ada. Sedangkan prosentase utilitas kapasitas yang terlalu tinggi
menunjukkan sumber daya mengalami kelebihan beban kerja
(workload).
Untuk mengukur utilisasi suatu proses, dapat dilihat dari
jumlah aktual yang diproduksi dibandingkan dengan jumlah yang
dapat diproduksi maksimal.
jumlah aktual yang diproduksi
Utilisasi Proses = jumlah yang dapat diproduksi maksimal (kapasitas)
jumlah aktual yang diproduksi sumber daya Utilisasi Sumber Daya= jumlah maksimal yang dapat diproduksi sumber daya (kapasitas)
Dalam menghitung utilisasi kapasitas, utilisasi tidak dapat
melebihi 100%. Jadi, utilisasi hanya dapat mengakses informasi
sesuai dengan kapasitas yang ada,yang mana prosentase utilisasinya
kurang dari 100%.Oleh karena itu, kita tidak dapat menentukan dari
utilisasi berapa banyak permintaan yang melebihi kapasitas proses.
Maka perlu dilakukan pengukuran tambahan. Berikut adalah rumus
Implied Utilization suatu sumber daya :
Kapasitas berdasarkan permintaan Implied Utilization = Kapasitas yang tersedia
18
Implied Utilization dapat menunjukkan ketidaksesuaian
antara kapasitas berdasarkan permintaan (atau juga disebut beban
kerja) dan kapasitas yang dimiliki oleh sumber daya. Implied
utilization yang tertinggi merupakan bottleneck.
2.1.3.2 Bottlenecks
Kapasitas dari masing-masing sistem berbeda-beda, dalam
satu proses dapat memiliki kapasitas yang tinggi, namun pada
proses lain yang masih dalam satu garis dengan proses sebelumnya
mungkin memiliki kapasitas yang lebih rendah. Proses yang
berkapasitas rendah ini dapat mempengaruhi keseluruhan dari
kapasitas sistem. Bottlenecks juga dapat terjadi ketika proses yang
berantai memiliki out rate lebih rendah, dan akan berdampak pada
output dari sistem keseluruhan.
Gambar 2.7 Bottleneck
Sumber : Cachon dan Terwiesch (2006)
19
Gambar diatas menunjukkan efek kapasitas dan jumlah
output dan input pada sistem terhadap permintaan dan flow rate,
unit maksimal yang diproses dan memenuhi permintaan tidak lebih
besar dari kapasitas terkecil pada sistem, jadi, bottlenecks
merupakan hambatan pada sistem yang harus diperbaiki untuk
meningkatkan out rate keseluruhan sistem.
Bottlenecks pada sistem dapat mengakibatkan
terhambatnya unit-unit yang diproses di keseluruhan sistem,
sehingga antrian unit akan membanjir dan sistem akan kelebihan
beban pesanan. Dengan demikian bottlenecks harus dihilangkan
demi kefektifan dan keefisienan kapasitas proses.
2.1.3.3 Kendala Penawaran dan Kendala Permintaan
2.1.3.3.1 Kendala Penawaran
Gambar 2.8 Kendala Penawaran
Sumber : Cachon dan Terwiesch (2006)
Kendala penawaran adalah kondisi dimana
permintaan tidak dapat terpenuhi karena terbatasnya suatu
sistem, disebut dengan bottlenecks pada sistem.Gambar
20
diatas menjelaskan kondsi permintaan yang lebih besar
daripad penawaran, permintaan disini dapat diasumsikan
sebagai in rate, dan penawaran diasumsikan sebagai
kapasitas sistem.
2.1.3.3.2 Kendala Permintaan
Gambar 2.9 Kendala Permintaan
Sumber : Cachon dan Terwiesch (2006)
Berlawanan dengan kendala penawaran, kondisi
kendala permintaan terjadi ketika permintaan lebih rendah
daripada penawaran, sehingga proses akan memproduksi
sesuai permintaan, kelebihan dari kapasitas proses.
2.1.4 Perencanaan Tenaga Kerja
Menurut Heizer dan Render (2006,p502), perencanaan tenaga kerja
(labor planning) menentukan kebijakan karyawan yang berkaitan dengan (1)
kestabilan tenaga kerja, (2) jadwal kerja.
21
1. Kebijakan Kestabilan Tenaga Kerja
Kestabilan tenaga kerja berkaitan dengan jumlah karyawan yang
dipertahankan oleh sebuah organisasi pada suatu waktu tertentu. Terdapat
dua kebijakan dasar yang berkaitan dengan kestabilan :
1) Ikuti permintaan dengan tepat. Dengan mengikuti permintaan secara
tepat akan menjaga biaya tenaga kerja langsung pada produksi, tetapi
akan menimbulkan biaya yang lain. Biaya yang lain ini meliputi biaya
perekrutan dan pemberhentian karyawan, asuransi pengangguran, dan
upah yang lebih tinggi untuk menarik karyawan agar dapat menerima
pekerjaan yang tidak stabil.
2) Menjaga jumlah karyawan secara konstan. Dengan mempertahankan
jumlah karyawan secara konstan berarti mempertahankan karyawan
yang terlatih, dan menjaga biaya perekrutan, pemberhentian dan
pengangguran menjadi minimum. Tetapi dengan cara ini, mungkin para
karyawan tidak dimanfaatkan sepenuhnya pada saat permintaan rendah,
dan perusahaan mungkin tidak memiliki SDM yang dibutuhkan pada saat
permintaan tinggi.
2. Jadwal Kerja
Terdapat beberapa variasi jadwal kerja, yaitu jadwal kerja standar
(menurut ILO adalah 48 jam seminggu), flexitime yaitu suatu sistem yang
membolehkan karyawan, dengan batasan tertentu, untuk menentukan
jadwal kerja sendiri, dan variasi lainnya adalah flexible workweek yaitu
sebuah jadwal kerja yang berbeda dari jadwal normal atau jadwal standar.
22
Keperluan tenaga kerja dapat ditentukan melalui suatu proses
perencanaan yang terdiri dari 3 macam model (Umar, 1999) :
1. Perencanaan dari Atas ke Bawah
Maksud dari model ini adalah bahwa jumlah tenaga kerja yang
dibutuhkan telah disesuaikan dengan rencana menyeluruh dari
perusahaan baik untuk jangka pendek, menengah, dan jangka panjang.
Peningkatan biaya untuk tenaga kerja dapat disimulasikan agar terlihat
pengaruhnya terhadap laba perusahaan
2. Perencanaan dari Bawah ke Atas
Proses penggunaan model ini bermula dari kelompok kerja yang
terkecil yang menghasilkan taksiran kebutuhan pegawai untuk tahun
berikutnya dalam rangka mencapai target kerja yang ditetapkan. Jumlah
tenaga kerja yang dibutuhkan akan dapat diketahui setelah tenaga kerja
yang ada dihitung kapasitas kerja maksimalnya. Persetujuan akhir
tentang jumlah pegawai yang diperlukan antara perusahaan dengan
divisi yang membutuhkan pegawai, selanjutnya kesepakatan ini
dipegang teguh agar tidak mengalami hambatan-hambatan baru pada
saat realisasi pekerjaan di tahun depan.
3. Ramalan
Cara yang jelas untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja adalah
dengan meningkatkan pendayagunaan orang-orang yang sekarang ada.
Masalahnya sekarang adalah bahwa persediaan tenaga kerja itu tidak
pernah statis, tetap akan dipengaruhi oleh arus keluar (seperti;
penyusutan dan transfer ke luar) serta penumpukan pegawai dengan
kualitas kerja yang juga tidak statis. Untuk mengetahui catatan akurat
23
tentang tenaga kerja yang ada maka perlu diketahui arus pegawai yang
akan pensiun atau mengundurkan diri, yang akan dipromosikan,yang
akan melahirkan, yang akan cuci panjang dan sebagainya.
Menurut Simamora (1997), tersedianya bervariasi teknik
peramalan sumber daya manusia dengan berbagai tingkat
kompleksitasnya. Berbagai teknik peramalan yang dapat dipergunakan :
1. Teknik Peramalan Jangka Pendek
a. Anggaran
b. Beban kerja
2. Teknik Peramalan Jangka Panjang
a. Permintaan unit dan permintaan organisasi
b. Pendapat para pakar
c. Model probabilistik/stokastik
d. Analisis Trend
e. Analisis Markov
f. Model peramalan
2.1.5 Pengukuran Kerja
Yamit (2005), mendefinisikan pengukuran kerja sebagai penaksiran
waktu yang akan digunakan dalam suatu pekerjaan. Pengukuran kerja
digunakan untuk meneliti pekerjaan manusia dalam segala konteksnya, yang
menuntun kepada penyelidikan secara sistematis mengenai segala faktor
yang mempengaruhi efisiensi dan penghematan dalam situasi yang sedang
dipelajari.
24
Menurut Handoko (2000), pengukuran kerja didefinisikan sebagai
suatu metode untuk mengetahui efisiensi operasi perusahaan dalam
membuat suatu produk atau melaksanakan suatu pelayanan (jasa), yang
didasarkan pada “lama waktu” pelaksanaannya.
2.1.5.1 Tujuan Pengukuran Kerja
Kegiatan pengukuran kerja mempunyai maksud sebagai
berikut :
1) Mengevaluasi pelaksanaan kerja karyawan
Dilakukan dengan membandingkan keluaran nyata selama
periode waktu tertentu dengan keluaran standar yang ditentukan
dari pengukuran kerja.
2) Merencanakan kebutuhan tenaga kerja
Untuk setiap tingkat keluaran tertentu di waktu yang akan
datang, pengukuran kerja akan dapat digunakan untuk menentukan
berapa banyak masukan tenaga kerja yang diperlukan.
3) Menentukan tingkat kapasitas
Untuk suatu tingkat tertentu tenaga kerja dan peralatan
yang tersedia, standar-standar pengukuran kerja dapat digunakan
untuk menentukan tingkat kapasitas yang harus tersedia.
4) Menentukan harga atau biaya suatu produk
Berbagai standar tenga kerja yang didapat melalui
pengukuran kerja, adalah salah satu sistem penentuan harga atau
biaya. Dalam banyak organisasi, keberhasilan penetapan harga
produk adalah krusial bagi kelangsungan hidup bisnisnya. Kegiatan
25
ini sangat tergantung pada pengukuran kerja bila biaya merupakan
basis untuk penetapan harga.
5) Memperbandingkan metoda-metoda kerja
Bila berbagai metoda yang berbeda untuk suatu pekerjaan
sedang dipertimbangkan, pengukuran kerja dapat memberikan dasar
pembandingan ekonomik metoda-metoda. Ini merupakan esensi
manajemen ilmiah – menemukan metoda terbaik atas dasar studi
waktu atau gerak yang diteliti.
6) Memudahkan scheduling operasi-operasi
Salah satu masukan data untuk semua sistem scheduling,
estimasi waktu kegiatan-kegiatan kerja. Estimasi–estimasi ini
diperoleh dari pengukuran kerja.
7) Menetapkan upah insentif
Dengan upah intensif, para karyawan menerima
pembayaran lebih untuk keluaran yang lebih besar. Standar waktu
melatarbelakangi rencana-rencana insentif ini dengan menentukan
keluaran 100%.
Karena ada penggunaan pengukuran kerja yang berbeda,
manajemen harus memutuskan mana yang harus dipilih. Bila
pengukuran kerja digunakan untuk insentif, pengukuran dapat
dilakukan dengan cara studi waktu dengan stop watch.
Schroeder (1997,p141), memaparkan bahwa manajemen
mungkin saja untuk tidak menetapakan standar atau untuk tidak
menggunakan pengukuran kerja, dalam arti tradisional, ada dua
alasan; pertama, biaya penatapan dan pemeliharaan standar
26
mungkin lebih tinggi daripada manfaatnya. Kedua, menghindari
gangguan terhadap kinerja perusahaan secara umum. Standar
waktu tidak berguna jika standar waktu tersebut mencampuri sistem
atau strategi produksi yang berguna.
Dengan demikian, pengukuran kerja harus cocok dengan
kebutuhan oragnisasi – organisasi dan pertimbangan tertentu. Jadi,
tujuan pengukuran kerja adalah untuk membantu penyempurnaan
dalam kinerja organisasi secara keseluruhan dan metode yang
digunakan harus sesuai dengan situasi dimana metode tersebut
cocok.
2.1.5.2 Masalah yang Dihadapi Dalam Pengukuran Kerja
2.1.5.2.1 Pemilihan Teknik Pengukuran Kerja
Beberapa masalah teknik pengukuran kerja adalah
seperti studi waktu dan pengembalian sampel, dan
sebagainya. Masalah ini dapat dipecahkan dengan memilih
teknik yang didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan
sebagai berikut :
• Penggunaan
• Biaya
• Keakuratan
• Jenis Pekerjaan (misalnya : berulang)
• Reaksi pekerja
Bagaimana hasil pengukuran kerja ini harus
digunakan adalah suatu pertimbangan dasar. Jika tujuannya
27
adalah untuk menetapkan program intensif upah, teknik
yang sangat cocok digunakan adalah studi waktu. Jika
sasarannya adalah untuk perencanaan dan peramalan atau
analisis pekerjaan, salah satu metode yang kurang akurat
boleh digunakan (misalnya dengan pengambilan sampel
kerja, atau data historis)
Jenis pekerjaan juga merupakan pertimbangan yang
penting. Sebagai contoh; biasanya tidak ada artinya
menetapkan standar kecuali jika pekerjaan itu berulang.
Untuk pekerjaan tidak berulang, pengambilan sampel atau
pendekatan historis cenderung lebih tepat. Selain
pertimbangan penggunaan, keakuratan dan jenis pekerjaan,
biaya pengukuran kerja juga harus dipertimbangkan.
Metode yang menggunakan data historis adalah yang paling
murah digunakan asalkan data sudah tersedia. Dalam
banyak kasus, biaya harus diseimbangkan terhadap
pertimbangan penggunaan dan keakuratan. Artinya, reaksi
pekerja terhadap teknik pengukuran kerja harus
dipertimbangkan penggunaan dan keakuratannya. Biasanya,
para pekerja tidak suka diukur waktunya dengan jam, hal ini
membuat teknik lebih menarik dari segi psikologis.
28
2.1.5.2.2 Siapa yang Menetapkan Standar
Masalah lain yang penting dalam menggunakan
pengukuran kerja adalah siapa yang menetapkan standar. Di
dalam beberapa organisasi, standar ditetapkan oleh
perekayasa industri, dalam organisasi lain ditetapkan oleh
manajer lain.
2.1.5.2.3 Pemeliharaan Standar
Masalah lain yang dihadapi dalam pengukuran kerja
adalah pemeliharaan standar. Setiap kali metode kerja
berubah, standar harus diperbaharui melalui studi lain. Akan
tetapi pembaharuan tidak selalu digunakan karena
memburuknya standar. Akhirnya penggunaan standar
dipertimbangkan jika perusahaan lebih menekankan
perbaikan daripada pengendalian. Ada anggapan bahwa
perekayasa dan manajemenlah yang bertanggung jawab
untuk melakukan perbaikan sedangkan pekerja hanyalah
mengikuti standar. Dengan mengalihkan lebih banyak
tanggung jawab terhadap pekerja, kesuluruhan konsep ini
dihadapkan pada pernyataan; pekerja tetap diminta untuk
mengupayakan produktivitas yang lebih besar.
29
2.1.6 Standar Kerja
Pernyataan khusus tentang jumlah waktu yang harus digunakan
untuk melaksanakan kegiatan tertentu di bawah kondisi kerja normal ini
sering disebut standar kerja (labor standards).
Heizer dan Render (2006,p535) memaparkan bahwa manajemen
operasi yang efektif membutuhkan standar yang dapat membantu
perusahaan untuk menentukan:
1. Proporsi pekerja dari setiap produk yang dihasilkan (biaya pekerja)
2. Kebutuhan staf yaitu menyangkut berapa banyak pekerja yang
dibutuhkan untuk melakukan operasional.
3. Perkiraan biaya dan waktu sebelum operasional dilaksanakan dalam
rangka mengambil berbagai keputusan, dari perkiraan biaya hingga
keputusan make or buy.
4. Jumlah kru dan keseimbangan pekerjaan yaitu siapa mengerjakan apa
dalam satu aktifitas kelompok atau pada satu lini produksi.
5. Tingkat produksi yang diharapkan sehingga pihak manajer maupun
karyawan mengetahui apa saja yang termasuk dalam satu hari kerja
normal.
6. Dasar perencanaan insentif pekerja yang menjadi acuan untuk
memberikan insentif yang tepat.
7. Efisiensi karyawan dan pengawasan untuk mengetahui apa yang
digunakan dalam penentuan efisiensi.
Dengan demikian diharapkan manajer operasional dapat
menetapkan standar pekerja yang benar yaitu secara tepat dapat
30
menentukan rata-rata waktu yang dibutuhkan seorang karyawan untuk
melaksanakan aktifitas tertentu dalam kondisi kerja normal.
2.1.6.1 Penetapan Standar Pekerja
Adapun penetapan standar pekerja dapat menggunakan
cara - cara berikut:
1) Pengalaman Masa Lalu (Historical Experience)
Standar Pekerja dapat diestimasi berdasarkan apa yang
telah terjadi di masa lalu yaitu berapa jam kerja yang dibutuhkan
untuk melaksanakan suatu pekerjaan. Cara ini memiliki kelebihan
karena relatif mudah dan murah didapatkan. Standar seperti ini
lazimnya didapatkan datanya dari kartu waktu pekerja atau dari data
produksi. Akan tetapi kelemahannya adalah tidak obyektif dan tidak
dapat diketahui keakuratannya apakah kecepatan kerjanya layak
atau tidak, dan apakah kejadian yang tidak biasa sudah
diperhitungkan atau belum. Oleh karena itu penggunaan teknik ini
tidak dianjurkan maka tiga cara yang lain adalah yang dianjurkan.
2) Studi Waktu (Time Study)
Meyers dan Stewart (2002,p43) memaparkan bahwa studi
waktu adalah proses untuk menetukan waktu yang disyaratkan
dengan tenaga terampil dan terlatih pada kondisi yang normal dalam
melakukan suatu tugas tertentu. Studi waktu memiliki tujuan
sebagai berikut :
1. Menentukan jumlah mesin/peralatan yang dibeli
2. Menentukan jumlah pekerja yang dibutuhkan
31
3. Menentukan biaya produksi dan harga jual
4. Mengatur jadwal mesin-mesin, operasi, dan pekerja untuk
melakukan pekerjaan tepat waktu
5. Menentukan kinerja pekerja secara individu dan
mengidentifikasikan operasi-operasi yang bermasalah sehingga
masalah-masalah tersebut dapat terpecahkan.
6. Membayar upah insentif untuk kinerja individu atau tim yang
baik
7. Mengevaluasi penurunan biaya dan memilih metode yang paling
ekonomis berdasarkan analisis biaya.
8. Mengevaluasi pembelian peralatan baru
9. Mengembangkan budget operasional personil untuk mengukur
kineja manajemen.
Meyers dan Stewart (2002,p57) mengemukakan 5 tehnik
studi waktu adalah sebagai berikut :
1. Menentukan sistem standar waktu
2. Studi waktu stopwatch
3. Work sampling
4. Standard data
5. Pendapat para ahli
Adapun langkah yang dilakukan dalam melakukan studi
waktu adalah sebagai berikut:
1. Definisikan pekerjaan yang akan diamati.
2. Bagilah pekerjaan menjadi elemen yang tepat.
32
3. Tentukan banyaknya pengamatan yang harus dillakukan (jumlah
siklus atau sampel yang dibutuhkan).
4. Hitung waktu dan catat waktu elemen serta tingkat kinerja.
5. Hitung waktu siklus rata-rata yang disebut waktu siklus
pengamatan rata- rata (average observed cycle time) yang
merupakan rata-rata aritmatika dari waktu setiap elemen yang
diukur, yang disesuaikan dari pengaruh yang tidak biasa untuk
setiap elemen.
Jumlah waktu untuk melaksanakan setiap elemen Waktu siklus rata-rata = Jumlah siklus pengamatan
6. Tentukan tingkat kinerja dan kemudian hiitung waktu normal
(normal time) untuk tiap elemen.
Waktu normal = waktu siklus pengamatan x faktor peringkat rata-rata
7. Tambahkan waktu kinerja normal untuk setiap elemen untuk
mendapatkan waktu normal total untuk pekerjaan tersebut.
8. Hitung waktu standar (standar time) dengan memperhitungkan
kelonggaran seperti waktu untuk kebutuhan pribadi,
keterlambatan, kelelahan.
Waktu normal total Waktu standar = 1 – faktor kelonggaran
3) Standar Waktu yang Telah Ditentukan (Predetermined Time Study)
Merupakan suatu pembagian pekerjaan manual menjadi
elemen dasar kecil yang waktunya telah ditetapkan dan dapat diterima
secara luas. Caranya dengan menjumlahkan faktor waktu bagi setiap
33
elemen dasar dari pekerjaan. Cara ini membutuhkan biaya yang besar.
Metode yang paling umum adalah metode pengukuran waktu (MTM =
Methods Time Measurement).
Standar waktu yang telah ditetapkan merupakan
perkembangan dari gerakan dasar yang disebut sebagai Therblig yang
ditemukan oleh Frank Gilbreth, yang mencakup aktifitas seperti
memilih, mengambil, mengarahkan, merakit, menjangkau, memegang,
beristirahat, meneliti.
Standar waktu yang telah ditetapkan memiliki beberapa
kelebihan dibandingkan dengan studi waktu yaitu:
1. Standar waktu dapat dibuat di laboratorium sehingga prosedur ini
tidak mengganggu aktifitas sesungguhnya.
2. Karena standar dapat ditentukan sebelum pekerjaan benar-benar
dilakukan maka dapat digunakan untuk membuat rencana.
3. Tidak ada pemeringkatan kinerja yang dibutuhkan.
4. Serikat pekerja cenderung menerima metode ini sebagai cara yang
wajar untuk menetapkan standar.
5. Standar waktu yang telah ditentukan biasanya efektif pada
perusahaan yang melakukan sejumlah besar penelitian pada tugas
yang sama.
4) Pengambilan Sampel Kerja (Work Sampling)
Metode ini dikembangkan di Inggris oleh L. Tipper pada tahun 1930.
Pengambilan sampel kerja memperkirakan persentase waktu yang dihabiskan
oleh seorang pekerja pada beragam pekerjaan. Metode ini membutuhkan
pengamatan secara acak untuk mencatat aktifitas yang dilakukan pekerja.
34
Hasilnya terutama digunakan untuk menentukan bagaimana karyawan
mengalokasikan waktu mereka diantara aktifitas yang beragam. Hal ini akan
mendorong adanya perubahan karyawan, penugasan ulang, perkiraan biaya
aktifitas dan kelonggaran keterlambatan bagi standar pekerja. Apabila
pengambilan sampel ini untuk menetapkan kelonggaran keteralambatan,
maka sering disebut penelitian rasio keterlambatan (ratio delay study).
Pengambilan sampel pekerja mempunyai beberapa kelebihan
dibandingkan studi waktu, yaitu:
1. Lebih murah karena cukup seorang pengamat untuk mengamati
beberapan pekerja secara bersamaan.
2. Pengamat tidak perlu latihan khusus dan tidak perlu pengukur waktu
yang khusus.
3. Penelitian dapat ditunda kapan saja karena hanya ada sedikit
dampaknya.
4. Pengambilan sampel secara spontan pada waktu panjang maka hanya
sedikit kesempatan para pekerja untuk mempengaruhi hasil penelitian.
5. Prosedur hanya sedikit dan gangguan hanya sedikit sehingga tidak
menimbulkan keberatan bagi pekerja.
Akan tetapi terdapat kelemahan pada metode ini yaitu:
1. Tidak membagi elemen kerja selengkap studi waktu.
2. Hasilnya bisa bias atau tidak benar.
3. Karena tidak mengganggu, pengambilan sampel kerja cenderung
kurang akurat terutama jika pekerjaan tersebut siklusnya pendek.
35
2.1.7 Model Erlang
EasyErlang (2008) menyatakan bahwa kepadatan, baik mobil,
antrian pelanggan, ataupun line telepon, mempunyai karakteristik yang
sama. Kepadatan bisa saja terjadi sangat sibuk dan bergerak sangat lambat,
atau bahkan berhenti dan menunggu, atau mungkin berjalan tanpa adanya
penundaan. Jalan raya, pos tol, line telepon, dan teller bank dapat juga
berutilisasi rendah, yang akan mengakibatkan biaya waktu menganggur,
atau overload, yang mengakibatkan penundaan yang lama dan
menghasilkan layanan yang buruk. Analis harus menentukan jumlah sumber
daya yang dibutuhkan – pos tol, teller bank, agen pendukung, dan line
telepon untuk menyediakan layanan yang memuaskan pada biaya yang
wajar.
Model kepadatan menganalisis pola kepadatan dan menentukan
sumber daya untuk menangani kepadatan tersebut. Model kepadatan
dimulai pada industri telepon, dan banyak teorinya yang masih dipakai saat
ini, yang dikembangkan antara 1909 dan 1917 oleh Agner Kraup Erlang.
2.1.7.1 Sumber daya dan Server
Model kepadatan melibatkan sumber daya permintaan akan
layanan dan server yang memenuhi permintaan tersebut. Pada
dunia telepon, sumber daya yang dimaksud adalah penelpon dan
server adalah sumber daya perusahaan telepon yang menyediakan
nada sambung dan jaringan telepon ke line tujuan. Pada sebuah
bank, pelanggan merupakan sumber daya, dan teller merupakan
server-nya.
36
Model kepadatan mengasumsikan ada banyak sumber daya
yang meminta pelayanan (R), dan jumlah server yang terbatas (N).
Jumlah sumber daya permintaan secara signifikan lebih besar dari
server yang tersedia, jadi, secara virtual R tidak terbatas. Sebagai
penambahan, dapat diasumsikan bahwa :
• Sumber daya menghasilkan permintaan layanan yang acak ,
tidak bergantung pada yang lain.
• Jumlah rata-rata permintaan layanan per satuan waktu dari
seluruh sumber daya adalah konstan.
• Permintaan layanan datang pada interval yang mengikuti
distribusi Poisson
• Waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan
layanan mengikuti distribusi eksponensial, dan tidak
bergantung pada tingkat kedatangan.
• Layanan dikakukan dengan cara FIFO (yang pertama datang
ialah yang pertama dilayani)
2.1.7.2 Volum Kepadatan dan Intensitas
Volum kepadatan ditentukan oleh jumlah permintaan akan
layanan per satuan waktu dan waktu yang dikonsumsi oleh satu kali
layanan. Untuk lebih mudahnya, dengan tingkat kedatangan sebesar
100 panggilan/jam, dengan masing-masing panggilan menghabiskan
waktu sebanyak 9 menit (0,15 jam), maka volum kepadatan pada 8
jam sehari adalah : 100 * 0,15 * 8 = 120 Call Hours (Ch)
37
Unit Erlang mereperesentasikan intensitas kepadatan atau
beban volum kepadatan per satuan waktu. Satu Erlang sama dengan
satu Ch/hour, jadi beban kepadatan pada contoh yang diajukan
sebelumnya adalah 120/8 = 15 E. Erlang juga dapat didefinisikan
sebagai : satu line telepon melayani kepadatan untuk satu jam dari
satu kepadatan Erlang.
2.1.7.3 Tingkat Kedatangan Pada Call center
Suatu pendekatan naïf untuk menentukan jumlah agen yang
dibutuhkan pada sebuah call center adalah dengan membagi jumlah
panggilan yang diharapkan dalam satu jam dengan lama panggilan
tersebut. Sebagai contoh, 100 panggilan/jam, dan masing-masing
panggilan membutuhkan waktu 15 menit untuk melakukan
pelayanan, maka masing-masing agen dapat melayani 4 panggilan
per-jam. Oleh karena itu, 25 agen dan 25 line telepon dibutuhkan
untuk mengantisipasi beban panggilan yang masuk.
Kekurangan dari pemikiran ini adalah bahwa permintaan
tidak datang pada waktu yang teratur. Seperti pelanggan pada bank,
panggilan telepon datang pada waktu yang acak dan tidak
bergantung pada satu sama lain. Rata-rata kedatangan pada contoh
di atas adalah 15 menit, tapi waktu kedatangan aktual berdistribusi
secara acak : beberapa panggilan akan datang pada waktu yang
bersamaan, sedangkan panggilan lainnya akan datang pada saat
ada panggilan yang sedang dilayani, dan pada waktu tertentu tidak
38
ada satu panggilan pun yang datang. Probabilitas dari tingkat
kedatangan ini di perkirakan dengan proses Poisson :
Dimana ּג adalah rata-rata tingkat kedatangan dan X adalah waktu
kedatangan.
Distribusi probabilitas Poisson sama seperti distribusi
normal, distribusi berbentuk-bel A melengkung ke kanan, dengna
puncak sebelum rata-rata waktu kedatangan. Ini berarti panggilan
yang lebih banyak datang selama periode dimana waktu layanan
lebih pendek dari lama waktu rata-rata layanan, dan sedikit layanan
menghabiskan waktu yang lebih lama dari rata-rata waktu
kedatangan.
Gambar 2.10 Grafik Distribusi Probabilitas Poisson
Sumber : EasyErlang (2008)
Durasi layanan juga tidak diseragamkan. Lama waktu
panggilan didistribusikan secara eksponensial dan seperti gambar
39
dibawah, sebagian besar panggilan menghabiskan waktu lebih
pendek dari panggilan rata-rata, tetapi beberapa lebih lama dari
rata-rata.
Gambar 2.11 Grafik Distribusi Probabilitas Eksponensial
Sumber : EasyErlang (2008) Sekali kapasitas line telepon terisi dan seleuruh server
sibuk, ada probabilitas yang serupa dari pengakhiran panggilan dan
pemulaian panggilan baru, yang mencapai Equilibrium Stokastik –
teori statistik yang menjadi dasar model kepadatan.
2.1.7.4 Model Erlang B
Erlang B adalah sebuah model “kehilangan panggilan yang
ter-blok”, yang mana, ketika server sedang tidak tersedia, pelanggan
yang melakukan panggilan menutup telepon dan mengulangi
panggilannya hingga server akhirnya dapat menjawab panggilan.
Erlang B mengkalkulasikan probabilitas telepon ter-blok
(probabilitas kehilangan) untuk suatu kecenderungan beban
kepadatan dan jumlah server. PB(N,A) adalah probabilitas seorang
penelpon akan menerima sinyal sibuk dengan beban kepadatan A
Erlang dan N line telepon.
40
Mengkalkulasikan probabilitas penolakan dilakukan dengan
menggunakan Tabel Erlang B. Tabel 2.1 menunjukkan beban
kepadatan dimana 15 samapi 25 server dapat men-support
probabilitas kehilangan sebesar 1%, 2%, 5% dan 10%. Sebagai
contoh, jika beban antisipasi adalah 15 Erlang, dan probabilitas
penolakan sebesar 2% atau lebih kecil, jumlah line telepon (dan
agen) yang mendukung adalah sebanyak 23.
2.1 Tabel Parsial Erlang B I
Sumber : EasyErlang (2008)
Tabel Erlang B juga tersedia pada pengaturan yang
berbeda, dengan memberikan probabilitas penolakan untuk beban
kepadatan yang berbeda dan kombinasi server. Sebagai contoh,
gunakan Tabel 2.2, dapat ditentukan dari kecenderungan beban 15
Erlang, 20 staf akan menyediakan pelayanan dengan probabilitas
penolakan sebesar 0.0456 atau lebih rendah dari 5%.
41
2.2 Tabel Parsial Erlang B II
Sumber : EasyErlang (2008)
2.1.7.5 Model Erlang C
Berbeda dengan model Erlang B, dimana layanan yang ditolak
mengakibatkan kehilangan, pada model Erlang C, panggilan yang tidak
dapat dipenuhi (dijawab) akan ditunda samapi server tersedia. Model ini
menentukan probabilitas PC(N,A) dimana permintaan akan menunggu untuk
dilayani jika N agen didelgasikan untuk menangani kepadatan sebesar A
Erlang :
2.1.7.6 Matriks Call center
- Beban panggilan
Volum dan intensitas dari permintaan yang datang
merupakan parameter kunci yang menentukan kebutuhan sumber
daya call center. Beban panggilan diukur dengan unit Erlang, yang
telah dijelaskan sebelumnya.
42
- Peak Hour Traffic (PHT), Busy Hour Traffic (BHT)
Peak hour adalah periode 1 jam tersibuk dalam 1 hari,
ketika panggilan datang lebih banyak tertunda atau tertolak atau
hilang.
- Average Handling Time (AHT)
Average handling time (AHT) mendefinisikan berapa lama
seorang agen sibuk melayani untuk satu pelanggan. AHT adalah
waktu untuk berbicara dditambah dengan wrap up time (aktivitas
tambahan untuk melengkapi layanan dan persiapan untuk melayani
panggilan berikutnya).
- Average Speed of Answer (ASA)
Average speed of answer (ASA) biasanya menggunakan
matriks call center yang mendefinisikan rata-rata waktu yang
diperlukan untuk menjawab telepon. Pada umumnya, rata-rata
dapat diterima untuk mengestimasi dan menlakukan pen-trend-an,
tetapi seperti yang telah kita pelajari, rata-rata tidak dapat
menjelaskan pola kepadatan dengan akurat karena distribusi alami
dari tingkat kedatangnan dan durasi yang telah dijelaskan
sebelumnya, dan banyak penelpon yang akan mengalami
penundaan yang lebih lama dari biasanya. Sebagai contoh, 12 staf
melayani 80 panggilan/jam dengan AHT selama 7 menit dapat
meciptakan rata-rata kecepatan menjawab telepon dalam 50 detik.
Bagaimanapun, seperti yang akan kita lihat selanjutnya, rata-rata ini
hanya dapat menggambarkan 78% panggilan, 22% panggilan akan
43
mengalami penundaan yang lebih lama, dan sisanya akan tidak
terlayani.
- Grade of Service (GoS)
Sebagai ganti menargetkan kecepatan menjawab untuk
menggambarkan suatu mutu, metode yang lebih sesuai dan tepat
adalah dengan menentukan grade of service yang diinginkan, yang
merupakan prosentase panggilan yang akan dijawab selama
beberapa waktu. Contohnya, target Gos adalah 80% panggilan akan
terjawab selama 20 detik, sedangkan 20% sisanya akan berakhir
dengan menunggu, penundaan tidak akan lebih lama dari 2 menit.
Model ini harus membangun level staf dan line telepon yang
diperlukan untuk mensukseskan GoS tersebut
- Telephone Lines
Perhitungan akan line telepon yang dibutuhkan adalah
berdasarkan model Erlang B. Target probabilitas penolakan
bergantung pada model layanan yang dipakai pada suatu call center.
Jika sebuah call center didisain untuk sebuah model “loss”, dimana
panggilan – panggilan yang tidak dapat terlayani akan dihubungkan
dengan layanan voice-mail atau diberikan sinyal sibuk, gunakan
Tabel Erlang B untuk mencari tahu jumlah line telepon yang harus
disediakan untuk mencapai target tingkat layanan.
- Staffing
Pada model Erlang C, panggilan akan selalu dianggap
mengantri, langkah pertama untuk menentukan jumlah staf ialah
dengan membangun target tingkat layanan (GoS). Menghitung
44
banyak staf untuk mensukseskan target merupakan proses yang
berulang dan sangat sesuai jika menggunakan program software
Erlang C. Gambar 2.12 menunjukkan output dari Kalkulator Erlang C.
GoS ditentukan sebesar 80% panggilan akan terjawab dalam 60
detik. Waktu menunggu maksimum yang disetujui adalah 120 detik,
setelah itu diasumsikan penelpon akan keluar dari antrian. Volum
telepon yang diharapkan adalah 100 panggilan/jam, dan AHT
sebesar 540 detik.
Gambar 2.12 Hasil Pengolahan Software EasyErlang
Sumber : EasyErlang (2008)
Dengan menggunakan formula Erlang C, software ini
menghitung GoS untuk 10 line telepon berbeda dan kombinasi staf
yang ditunjukkan pada baris 10 bahwa staf minimum yang dapat
memenuhi GoS yang ditentukan adalah sebanyak 19 staf. Staf ini,
dilengkapi dengan 29 line telepon, yang akan dapat menjawab 86%
panggilan dalam 60 detik, dengan rata-rata kecepatan menjawab
selama 33 detik. Mengingat staf adalah sumber daya yang mahal,
sedikitnya penurunan GoS dapat dilakukan dengan staf berjumlah
45
18, yang kan menjawab 76% panggilan dalam 60 detik, tapi akan
menghasilkan ASA selama 65 detik.
Sebagai penambahan, kalkulator Erlang menunjukkan
parameter berikut :
• % Abandoned – prosentase penelpon yang diperkirakan
mengakhiri panggilan ketika menunggu dalam antrian. Jumlah
ini dikalkulasikan berdasarkan waktu antrian.
• Queue Time – Rata-rata waktu menunggu penelpon untuk
dilayani.
• % Queued – Prosentase panggilan yang tidak terjawab sesuai
target ASA dan masuk ke antrian.
• Queue Depth – Rata-rata jumlahh panggilan yang menunggu di
antrian
• Utilization – Prosentase agen sibuk melayani panggilan
Jika software Erlang tidak tersedia, untuk hasil yang sama,
walaupun tidak terperinci, data dihitung dengan Tabel Erlang C yang
ditunjukkan pada Tabel 2.3 :
Tabel 2.3 Parsial Erlang C
Sumber : EasyErlang (2008)
46
Akan digunakan target GoS 80% panggilan terjawab dalam
60 detik, waktu tunggu maksimal adalah selama 120 detik, dan
intensitas kepadatan 15 Erlang.
1. Hitung Queue Factor (QF), dimana waktu maksimum suatu
panggilan akan dihabiskan di dalam antrian dan masih
memenuhi waktu tunggu maksimum:
QF = MaxWait / AHT
QF = 120 / 540 = 0.222
2. Lokasikan beban kepadatan di Tabel untuk 15 Erlang.
3. Lokasikan baris yang memiliki QF yang sama atau lebih tinggi
untuk menemukan jumlah staf. QF lebih tinggi yang terdekat
adalah 0.25. Lihatlah di baris tersebut, staf yang dibutuhkan
adalah sebanyak 19.
4. Gunakan QF (0.25) dan prosentase panggilan yang mengantri
(Q), dimana di kasus ini adalah 0.244, untuk menghitung ASA :
ASA = AHT * Q * QF
ASA = 540 * 0.244 * 0.25 = 33 detik
2.1.7.7 Kelemahan Model Erlang
Model Erlang C standar mengasumsikan kemampuan
tertentu dan tingkah laku yang tidak selalu ditemui di dunia nyata.
Sebagai contoh, model ini mengasumsikan penelpon akan
menunggu selamanya sampai terjawab oleh agen. Pada
kenyataannya, bagaimanapun, beberapa penelpon akan menutup
teleponnya sesegera mereka diminta menunggu, dan yang lainnya
47
akan menutup telepon setelah menunggu di antrian untuk beberapa
waktu. Beberapa penelpon akan menelpon kembali, berharap akan
dapat langsung terjawab agen. Pola tingkah laku manusia ini akan
mengubah statistik aktual panggilan dan kinerja call center
keseluruhan.
Model standar ini juga mengasumsikan call center memiliki
kapasitas antrian tak terbatas. Pada kenyataannya, sumber daya
antrian call center terbatas dan ketika sistem kelebihan beban,
melampaui kapasitas antrian, penelpon akan menerima sinyal sibuk
atau tersambung denan layanan voice-mail. Sistem Automatic Call
Distribution (ACD) dapat menggunakan berbagai strategi untuk
memperkecil probabilitas untuk kejadian semacam ini dengan
mengalirkan panggilan ke kelompok agen lain atau
mengimplementasikan penundaan dering.
Pertimbangan lain yang memiliki dampak penting adalah
manajemen aliran panggilan call center dan kemampuan pemecahan
masalahnya. Menggunakan sebuah strategi pemberangkatan dimana
pegawai mencatat panggilan yang masuk dan analis masalah akan
memperbaikinya, mengubah berbagai asumsi yang diciptakan oleh
model Erlang. Pendekatan ini memperpendek durasi panggilan yang
masuk dan distribusinya, dan pada saat yang sama menghasilkan
jumlah panggilan keluar yang signifikan.
Model Erlang menganggap seluruh server sebagai bukan-
manusia. Erlang mengasumsikan bahwa server akan selalu tersedia
dan bekerja pada kapasitas maksimum. Walaupun ini sesuai untuk
48
line telepon, sebuah model call center yang dapat dipercaya harus
mengantisipasi waktu untuk berlibur, waktu sakit, atau trainning,
rapat dan aktivitas lainnya, yang dapat mengakibatkan utilisasi
menurun hingga 15%.
Berbagai macam adaptasi dari metode standar Erlang
tercipta menghitung hal tersebut, terutama untuk metode antrian
yang tak terbatas. Namun, karena kompleksitas subjek dan
kurangnya basis teori dan praktik, versi tersebut harus digunakan
dengan hati-hati.
Pada call center yang besar, dimana kesalahan perkiraan
dapat menghasilkan suatu jumlah, simulasi dapat menjadi metode
analisis pengganti atau pelangkap yang baik.
2.1.7.8 Alternatif Model Erlang
Pendekatan yang paling umum untuk menghitung sumber
daya di call center adalah berdasarkan model Erlang. Model ini
adalah alat yang paling berguna untuk mengkalkulasi staf dan line
telepon yang dibutuhkan dan meramalkan matriks kinerja layanan
untuk tingkat staf yang berbeda. Model Erlang memiliki beberapa
kelemahan, tetapi biasanya tepat dan akurat. Namun, beberapa
perencana call center mendapatkan perhitungan Erlang terlalu sulit
dan beberapa alat manajemen tenaga kerja yang menggunakan
model Erlang merasa rumit dan mahal.
49
Alat manajemen tenaga kerja yang sederhana dan berbiaya
rendah telah tersedia; bahkan, terdapat alternatif untuk
memperkirakan jumlah staf yang lebih sederhana.
Suatu perarturan mengatakan bahwa staf call center
meningkat dengan mengakarkan beban panggilan yang meningkat :
Contoh :
Kepadatan dari 100 panggilan/jam dengan rata-rata waktu
penanganan 5 menit menghasilkan beban panggilan R
sebesar 8.33 Erlang (R = 100*5/60=8.33)
Dapat dibulatkan, kepadatan ini membutuhkan 12 agen. Pendekatan
ini bekerja dengan baik untuk berbagai ukuran call center. Namun,
pendekatan ini mengabaikan kedatangan panggilan yang acak, ini
hanya sekedar perkiraan dan biasanya dapat diterapkan jika pola
panggilan seragam dan ketentuan service level tidak terlalu tinggi.
Dengan menambahkan variabel a dapat menyesuaikan hasil kepada
karakteristik dan kebutuhan dari masing-masing call center.
Gunakan a untuk meningkatkan staf call center dengan service
level yang tinggi, atau untuk mengurangi jumlah staf jika service
level rendah.
50
Metode ini berguna untuk menentukan jumlah staf secara
cepat, tapi tidak menyediakan informasi service level, jumlah telepon
yang tak dapat terlayani, utilisasi, dan indikator kinerja lainnya.
Untuk itu, alat seperti EasyErlang masih dibutuhkan.
2.1.8 Call center
Simatupang (2008) mengemukakan bahwa kesadaran perusahaan
akan pentingnya call center semakin meningkat seiring dengan kompetisi
yang semakin sengit. Call center kini bahkan sudah dianggap keharusan
sebagai jembatan yang menghubungkan perusahaan dan pelanggan.
Layanan yang diberikan pun mengalami evolusi. Jika sebelumnya hanya
dimanfaatkan untuk menampung informasi dan keluhan, sekarang call
center juga dimanfaatkan untuk aktivitas selling.
Chan (2007,p32) mendeskripsikan call center sebagai fasilitas
pelayanan pelanggan yang termasuk operasi fisik atau virtual dimana ada
sekelompok orang yang menghabiskan waktunya untuk pelanggan melalui
telepon.
Call center merupakan sarana suatu perusahaan untuk menerima
dan meneruskan sejumlah permintaan lewat telepon. Biasanya, sebuah call
center memiliki kemampuan untuk menangani beberapa panggilan dalam
satu waktu dan meneruskannya kepada seseorang yang dinilai pantas
menanganinya. Kebanyakan perusahaan menggunakan call center sebagai
sarana berkomunikasi dengan pelanggannya. tak jarang juga banyak
perusahaan yang memanfaatkan call center untuk kebutuhan internal,
seperti help desk dan sales support.
51
Tujuan dari dibuatnya call center oleh perusahaan adalah untuk
melayani pelanggan, mengatasi panggilan pelanggan, untuk melayani dan
sebagai sarana penjualan kepada pelanggan, untuk menciptakan kesetiaan
pelanggan (loyalitas) terhadap perusahaan, dan untuk menarik pelanggan
baru. Namun tujuan utama dari pembuatan call center ini adalah untuk
memaksimalkan dan menjaga aset terbesar perusahaan—yaitu pelanggan.
Dengan kata lain, call center berguna untuk mempertahankan pelanggan
sehingga perusahaan tidak terjatuh dalam persaingan yang diakibatkan
pelayanan call center yang buruk.
Fitz-enz dan Davison (2002,p322) mengemukakan bahwa terdapat
beberapa pengukuran umum yang dapat dilakukan pada call center.
Sebagian besar berfokus kepada waktu dan volume dengan data kualitas di
dalamnya. Pengukuran umum selanjutnya adalah kepuasan pelanggan.
Terdapat pula banyak pengukuran yang dapat digunakan untuk mengukur
kinerja agen. Pengukuran – pengukuran tersebut adalah sebagai berikut :
1. Average Time per Call
Biasa dikenal sebagai average handle time (AHT), ini adalah
pengukuran agen yang paling umum. Sisitem yang terotomatisasi
menghitung jumlah menit yang dihabiskan per-agen kemudian
menghitung rata-ratanya. Biasanya operator – operator call center
menentukan waktu optimum untuk menghindari ketidakefisienan.
2. Number of Call Handled per Shift
Ini adalah pengukuran produktivitas. Dihitung dengan
menjumlahkan seluruh panggilan yang dijawab agen. Ini adalah poin
52
dasar untuk melakukan ukuran-ukuran lainnya, seperti rata-rata waktu
per telepon dan beban tertinggi dalam 1 shift.
3. Agent Active Time
Suatu sistem survey telepon merekam setiap saat agen online
ataupun offline. Karena terkadang, agen membutuhkan waktu pribadi
untuk situasi personal yang mana mengharuskan mereka untuk offline
sementara. Jika waktu aktif agen kurang dari batas yang ditoleransikan,
maka manajemen harus mengambil tindakan. Sistem ini dapat
memonitor waktu aktif agen agar dapat mengetahui seberapa sibuk si
agen atau seberapa sulit telepon yang dijawab.
4. Agent Behaviour
Sebagian besar dari kita pasti pernah mendengar bahwa telepon
– telepon yang dilakukan agen dimonitor/direkam untuk tujuan pelatihan
dan menilai kualitas. Sebenarnya, tujuannya bukanlah hanya untuk
menangkap basah agen yang melakukan kesalahan tetapi juga sebagai
bukti untuk melindungi agen jika ada pelanggan yang mengajukan
keluhan dengan menyerang agen atau perusahaan.
5. Quality
Ada yang disebut sebagai remote agent yang memonitor seluruh
data audio maupun video setiap telepon. Ini adalah sebuah Quality
Assurance (QA) staf untuk mengontrol tidak hanya yang diucapkan agen
tetapi juga seluruh percakapan dan aktivitas agen.
6. Holding Time
Incoming calls (panggilan yang masuk) dihitung dengan jam dan
me-review berapa lama pelanggan harus menunggu sebelum agen dapat
53
menjawab telepon. Kepuasan pelanggan adalah alasan dari
penghitungan ini.
7. Abandonment Rate
Ketika penelpon lelah menunggu, biasanya mereka memutuskan
telepon. Dalam beberapa situasi ketika melayani pelanggan, ada
hubungan langsung antara abandonment rate dengan kehilangan
pelanggan. Pelanggan yang kecewa akan memberi tahu teman-
temannya, dan dalam sekejap orang-orang akan mendengar tentang
pelayanan buruk yang diberikan perusahaan. Dalam persaingan yang
ketat, pelanggan – pelanggan yang membatalkan panggilan teleponnya,
akan berpaling ke kompetitor.
8. Staf Loading Costs
Beberapa pengukuran ini membantu manajer untuk menetapkan
jadwal kerja. Manajer akan menyeimbangkan jadwal kerja staf sehingga
didapatkan jumlah staf yang optimum di setiap shift. Jika manajer tidak
dapat menetapkan jumlah agen yang dibutuhkan per shift untuk
menjaga kepuasan pelanggan, beban operasi akan dapat dihilangkan
dan diganti dengan pembayaran insentif yang memuaskan. Tetapi,
jumlah abandonment call akan melewati batas toleransi
9. Queue Size
Sebuah operator harus mengetahui berapa banyak antrian
penelpon yang menunggu untuk dilayani. Semakin lama telepon
dijawab, maka akan semakin banyak uang yang hilang.
54
10. The Effect of Service
Dalam dunia internet, semua orang saling terhubung. Pelanggan
yang tidak terpuaskan akan mencurahkan ketidakpuasan mereka ke
dalam halaman internet, jika seseorang melakukan ini kemudian
mengirimkannya kepada 20 orang. Lalu kemudian 20 orang tersebut
masing-masing mengirimkan kembali ke 20 orang lainnya. Dan begitu
seterusnya, maka keburukan pelayanan perusahaan akan tersebar
kemana-mana. Moral yang didapat dari penghitungan matematika ini
adalah bahwa pelayanan yang baik adalah sesuatu yang sangat
signifikan.
2.1.9 Penelitian Terdahulu
Dalam jurnal yang ditulis oleh Yen(1989), mengenai cara untuk
mengalokasi bottleneck dalam suatu sistem komputer, dikemukakan
pendapat – pendapat sebagai berikut :
• Untuk mengatasi sumber daya yang berkapasitas kecil dan menghasilkan
waktu yang lama untuk bekerja, maka untuk solusinya dapat melakukan
penentuan terhadap sumber daya yang menjadi bottleneck dan
menentukan alternatif untuk meningkatkan waktu respon. Penentuan
bottleneck ini dilakukan dengan menghitung utilisasi dari sumber daya –
sumber daya yang ada. Hal yang pertama harus dilakukan adalah
menghitung beban kerja lalu menghitung utilisasinya.
• Untuk mengatasi penundaan yang terjadi serta agar memnuhi SLA
(Service Level of Agreement) perlu dilakukan peningkatan kapasitas
55
denan cara meng-upgrade kapasitas dari sumber daya yang ada atau
dalam hal ini CPU sistem komputer.
Sedangkan berdasarkan jurnal yang ditulis oleh Reynolds (2004)
tentang cara mengkalkulasi staf call center ialah dengan cara menentukan
beban kerja staf setiap jam atau setiap setengah jamnya per hari. Caranya
ialah dengan mengalikan jumlah rata-rata permintaan (panggilan) dengan
AHT (Average Handle Time) yang terdiri atas waktu aktual percakapan dan
wrap-up time, yaitu waktu yang diperlukan untuk melakukan aktivitas
setelah percakapan seperti misalnya memasukkan data ke dalam komputer.
Ada beberapa model kepadatan telepon yang tersedia dan sesuai dengan
dunia incoming call center. Kebanyakan call center menggunakan model
yang disebut Erlang C yang menghitung bermacam beban kerja serta antrian
yang terjadi dengan mempertimbangkan service level yang ditentukan.
56
2.2 Rerangka Pemikiran
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dibahas pada bab sebelumnya dan
kemudian dihubungkan dengan langkah-langkah penyelesaian yang direncanakan, maka
dapat digambarkan suatu kerangka pemikiran sebagai berikut :
Gambar 2.13 Rerangka Pemikiran
57
2.2.1 Penjelasan Rerangka Pemikiran
Penelitian ini dilakukan akibat adanya keluhan pelanggan akan
layanan call center Taksi Express. Keluhan ini terjadi akibat kapasitas proses
layanan yang terbatas serta jumlah permintaan yang tinggi, sehingga
menyebabkan kinerja call center Taksi Express kurang produktif. Oleh
karena itu perlu dilakukan analisis kapasitas proses untuk mengetahui
apakah peningkatan kapasitas perlu dilakukan, jika ya, maka seberapa
banyak peningkatan tersebut dilakukan.
Langkah pertama untuk melakukan analisis kapasitas adalah dengan
melakukan pengukuran kerja pada setiap aktivitas subsistem dan kemudian
mengumpulkan data permintaan yang datang setiap harinya dari
perusahaan. Langkah selanjutnya adalah dengan mengukur utilitas dan
implied utilization tiap subsistem untuk mengetahui apakah kapasitas
sumber daya yang ada telah dapat memenuhi permintaan aktual. Setelah itu
baru dapat diindikasikan subsistem mana yang menjadi bottleneck dalam
sistem. Untuk dapat melancarkan proses permintaan pelanggan, subsistem
yang menjadi bottleneck haruslah dihilangkan dengan meningkatkan
kapasitasnya.
Setelah itu baru dapat dilakukan desain ulang kapasitas proses
layanan, yang tentunya akan meningkatkan kinerja call center menjadi lebih
efektif dan efisien dan berujung pada kepuasan pelanggan serta
meningkatnya pendapatan perusahaan.