bab ii landasan teori - core

61
15 BAB II LANDASAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Pembelajaran Al-Qur’an Hadits a. Pengertian Pembelajaran Pembelajaran berasal dari kata “belajar” yang mendapat awalan pe- dan akhiran an. Keduanya (pe-an) termasuk konflik nominal yang bertalian dengan perfiks verbal “me” yang mempunyai arti proses. 1 Pembelajaran berasal dari kata belajar yang berarti “suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. 2 Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar . Kata “Pembelajaran” adalah terjemahan dari “instruction”, yang banyak dipakai dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. . 3 1 DEPDIKBUD RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2000), hal. 664 2 Slamet, Belajar dan Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), hal. 2 3 Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Prenada Media, 2005), hal. 78 brought to you by CORE View metadata, citation and similar papers at core.ac.uk provided by Institutional Repository of IAIN Tulungagung

Upload: others

Post on 27-Nov-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

15

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Deskripsi Teori

1. Pembelajaran Al-Qur’an Hadits

a. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran berasal dari kata “belajar” yang mendapat

awalan pe- dan akhiran –an. Keduanya (pe-an) termasuk konflik

nominal yang bertalian dengan perfiks verbal “me” yang mempunyai

arti proses.1 Pembelajaran berasal dari kata belajar yang berarti

“suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh

suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai

hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.2

Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam

berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan, pemahaman, sikap dan

tingkah laku, keterampilan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek

lain yang ada pada individu yang belajar .

Kata “Pembelajaran” adalah terjemahan dari “instruction”,

yang banyak dipakai dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. .3

1 DEPDIKBUD RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2000), hal.

664 2 Slamet, Belajar dan Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003),

hal. 2 3 Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi,

(Jakarta: Prenada Media, 2005), hal. 78

brought to you by COREView metadata, citation and similar papers at core.ac.uk

provided by Institutional Repository of IAIN Tulungagung

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

16

istilah banyak dipengaruhi oleh aliran psikologi kognitif-wolistik,

yang menempatkan siswa sebagai sumber dari kegiatan.

Menurut Degeng dalam Hamzah B. Uno mengemukakan

bahwa:

“Pembelajaran atau pengajaran adalah suatu upaya untuk

membelajarkan siswa”.4

Sedangkan menurut Oemar Hamalik dalam Islmail mengemukakan

bahwa:

Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi

unsur-unsur manusiawi, internal material fasilitas

perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk

mencapai tujuan pembelajaran.5

Pendapat lain yang mendefinisikan pembelajaran yaitu

Syaiful Sagala menyebutkan bahwa:

“Pembelajaran adalah membelajarkan siswa menggunakan

asaz pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu

utama keberhasilan pendidikan.”6

Dari beberapa keterangan di atas disimpulkan bahwa pembelajaran

adalah interaksi pendidik dan peserta didik dalam mempelajari suatu

materi pelajaran. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip

dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda.

Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta

didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai

sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat

4 Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: PT. Bumi

Aksara, 2006), hal. 134 5 Ismail, Strategi Pembelajaran..., hal. 19

6 Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfa Beta, 2005), hal. 61

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

17

mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan

(aspek psikomotorik) seseorang peserta didik. Pengajaran memberi

kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu guru sebagai

“pemeran utama” dalam memberikan informasi. Sedangkan

pembelajaran (instruction) juga menyiratkan adanya interaksi antara

guru dengan peserta didik. Guru lebih banyak berperan sebagai

fasilitator, memanage berbagai sumber dan fasilitas untuk dipelajari

siswa.

Menurut Hilgard dalam Sukmadinata mengemukakan bahwa:

“Belajar adalah suatu proses dimana suatu perilaku muncul

atau berubah karena adanya respon terhadap sesuatu situasi”.7

Sedangkan menurut James O. Wittaker dalam Wasty Soemanto

mengemukakan bahwa:

“Belajar dapat didefinisikan sebagai proses dimana tingkah

laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau

pengalaman”.8

Dengan demikian, perubahan-perubahan tingkah laku akibat

pertumbuhan fisik dan kematangan, kelelahan, penyakit, atau

pengaruh obat-obatan adalah tidak termasuk sebagai belajar. Belajar

merupakan proses dasar dari perkembangan hidup manusia. Dengan

belajar manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu

sebagai tingkah lakunya berkembang.

7 Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya , 2005), hal. 156 8 Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan, (Jakarta:

PT. Rineka Cipta, 2006), hal. 104

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

18

Dari pengertian diatas bila dihubungkan dengan dunia

pendidikan, sangat erat diterapkan dalam dunia pendidikan karena

dalam belajar itu melibatkan seluruh pribadi anak belajar bukanlah

tujuan, melainkan suatu proses mencapai suatu tujuan. Jadi, belajar

merupakan suatu langkah-langkah atau prosedur yang haru

ditempuh.

b. Pengertian Al-Qur’an Hadits

Secara bahasa Al-Qur‟an akar dari kata qara‟a yang berarti

membaca, sesuatu yang dibaca. Membaca yang dimaksud adalah

membaca huruf-huruf dan kata-kata antara satu dengan yang lain.9

Secara istilah Al-Qur‟an didefinisikan dalam ragam

pandangan yang dilatar belakangi oleh bidang ilmu masing-masing.

Ada dua kelompok besar yang ahli dalam Al-Qur‟an tetapi

mempunyai perspektif ilmu yang berbeda, yaitu ahli kalam dan ahli

fiqih.

Menurut sebagian besar ahli kalam, Al-Qur‟an adalah kalam

Allah yang bersifat qadim bukan makhluk, dan bersih dari sifat-sifat

yang baru dan lafal-lafalnya bersifat Azali yang berkesinambungan

tanpa terputus-putus.

Menurut ahli fiqih, Al-Qur‟an adalah kalam Allah yang

mengandung mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad

Saw. yang ditulis dalam bentuk mushaf berdasarkan penukilan

9 Deden Makbuloh, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2012),

hal. 155

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

19

secara mutawati dan dinaggap ibadah bagi orang yang

membacanya.10

Sedangkan Al-Hadits menurut bahasa adalah sesuatu yang

baru. Dikatakan baru karena Hadits ada bersamaan dengan

diangkatnya nabi Muhammad menjadi rasul oleh Allah Ta‟ala.

Kedudukan rasul termasuk baru, walaupun isi ajaran sebelumnya ada

dalam ajaran Nabi Muhammad Saw., hanya saja praktik-praktiknya

tentu baru dalam arti berbeda dengan sebelumnya. Sedangkan

menurut istilah Hadits adalah perkataan, perbuatan, dan taqrir nabi

Muhammad Saw.11

Bagi orang Islam mempelajari syari‟at Islam terus-menerus

yang bersumber pada Al-Qur‟an dan Hadits adalah suatu kewajiban.

Maka mempelajari dan menyampaikan ajaran dari kedua sumber

tersebut adalah termasuk kewajiban pula.12

Di sini Al-Qur‟an Hadits merupakan unsur pelajaran agama

Islam pada Madrasah yang memberikan pemahaman kepada peserta

didik tentang Al-Qur‟an dan Hadits sebagai sumber ajaran agama

Islam.

Maka dari itu, Al-Qur‟an dan Hadits selain sebagai sumber

hukum dan norma, juga sebagai sumber ilmu pengetahuan, baik

pengetahuan umum maupun agama, serta mendorong kepada umat

10

Ibid..., hal. 56 11

Ibid..., ha. 196 12

Muh. Zuhri, Hadits Nabi: Tela‟ah Historis dan Metodologis, (Yogyakarta: PT. Tiara

Wacana Yogya, 2003), hal. 105

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

20

manusia untuk menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan

tersebut.

c. Karakteristik dan Ruang Lingkup Al-Qur’an Hadits

Karakteristik bidang studi merupakan aspek yang dapat

memberikan landasan-landasan yang berguna dalam

mendeskripsikan strategi pembelajaran. Karakteristik bidang studi

Al-Qur‟an Hadits antara lain:

a. Menekankan pada kemampuan baca tulis yang baik dan benar.

b. Memahami makna secara tekstual dan kontekstual.

c. Mengamamlkan kandungannya dalam kehidupan sehari-hari.

Secara umum ruang lingkup pembelajaran Al-Qur‟an

Hadits antara lain :

1) Pengertian Al-Qur‟an menurut para ahli

2) Pengertian Hadits, sunnah, khabar, atsar dan hadits qudsi

3) Bukti keotentikan Al-Qur‟an ditinjau dari segi keunikan

redaksinya, kemukjizatannya, dan sejarahnya

4) Isi pokok ajaran Al-Qur‟an dan pemahaman kandungan ayat-

ayat yang terkait dengan isi pokok ajaran Al-Qur‟an

5) Fungsi Al-Qur‟an dalam kehidupan

6) Fungsi hadits terhadap Al-Qur‟an

7) Pengenalan kitab-kitab yang berhubungan dengan cara-cara

mencari surat dan ayat dalam Al-Qur‟an

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

21

8) Pembagian hadits dari segi kuantitas dan kualitasnya.13

Sedangkan ruang lingkup mata pembelajaran Al-Qur‟an

Hadits di madrasah tsanawiyah adalah sebagai berikut:

a) Membaca dan menulis yang merupakan unsur penerapan ilmu

tajwid

b) Menerjemahkan makna (tafsiran) yang merupakan pemahaman,

interpretasi ayat dan Hadits dalam memperkaya khazanah

intelektual

c) Menerapkan isi kandungan ayat dan Hadits yang merupakan

unsur pengamalan nyata dalam kehidupan sehari-hari.14

Berdasarkan ruang lingkup materi pelajaran Al-Qur‟an

Hadits Madrasah Tsanawiyah kelas VII, VIII, IX, sebagaimana

dipetakan dalam standar kompetensi meliputi:

1. Kelas VII MTs

a. Al-Qur‟an Hadits sebagai pedoman hidup

b. Kusandarkan aktivitasku hanya kepada Allah

c. Kuteguhkan imanku dengan ibadah

d. Sifat toleranku menumbuhkan kedamaian

e. Istiqomah kunci keberhasilanku

f. Kunikmati keindahan Al-Qur‟an dengan tajwid

13

Direktorat Pendidikan Madrasah Direktorat Jendral Pendidikan Islam, Peraturan Materi

Agama RI Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi Pendidikan

Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasah, (Bidang Mapenda Kanwil Departemen Agama

Provinsi Jawa Timur, 2008), hal. 119 14

Mapenda Depag Kabupaten Tangerang, Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia

Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Standar Isi Pendidikan Agama Islam dan Bahasa arab di

Madrasah, (Jakarta: Laksana Mandiri Putra, 2009), ha. 89

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

22

2. Kelas VIII MTs

a. Penerapan hukum tajwid

b. Ketentuan rezeki dari Allah SWT

c. Kepedulian sosial

d. Tolong menolong dan mencintai anak yatim

e. Menimbun harta sedekah

f. Keseimbangan hidup di dunia dan akhirat

3. Kelas IX MTs

a. Hukum Mad Silah, Mad Lazim Mukhafaf Kilmi, Mad Lazim

Mutsaqal Kilmi, dan Mad Farqi

b. Membaca Al-Qur‟an surat pendek pilihan

c. Hukum fenomena alam

d. Menjaga dan melestarikan lingkungan alam

e. Menghargai waktu dan menuntut ilmu.15

d. Tujuan Belajar Al-Qur’an Hadits

Salah satu adanya Pembelajaran Al-Qur‟an Hadits tentunya

bertujuan agar peserta didik gemar untuk membaca Al-Qur‟an

Hadits dengan benar, serta mempelajarinya, memahami, meyakini

kebenarannya, dan mengamalkan ajaran-ajaran dan nilai yang

terkandung di dalamnya sebagai petunjuk dan pedoman dalam

seluruh aspek kehidupannya.

15

Mohammad Abdul Hafidz, et.all., Buku Paket Al-Qur‟an Hadits Kelas VII, VIII, IX,

(Jakarta: Direktorat Pendidikan Madrasah, 2014), hal. 68

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

23

Mengenai tujuan belajar Al-Qur‟an Hadits itu sebenarnya

sangat banyak dan bervariasi. Tujuan yang eksplisit diusahakan

untuk dicapai dengan tindakan instruksional yang biasa berbentuk

pengetahuan dan keterampilan.

Jadi, sebelum kita merangkak lebih jauh lagi, sebaiknya kita

harus mengetahui tujuan belajar terlebih dahulu. Kalau dirangkum

dan ditinjau secara umum, maka tujuan belajar itu ada tiga jenis

yaitu :

1) Untuk mendapatkan pengetahuan

Hal ini ditandai dengan kemampuan berfikir. Pemilikan

pengetahuan dan kemampuan berfikir sebagai yang tidak dapat

dipisahkan. Dengan kata lain, tidak dapat mengembangkan

kemampuan berfikir akan memperkaya pengetahuan. Sebaliknya

kemampuan berfikir akan memperkaya pengetahuan.

2) Penanaman konsep dan keterampilan

Penanaman konsep atau merumuskan konsep, juga

memerlukan suatu keterampilan. Jadi, soal keterampilan yang

bersifat jasmani maupun rohani, keterampilan jasmaniyah

adalah keterampilan-keterampilan yang dapat dilihat, diamati,

sehingga menitikberatkan pada keterampilan gerak atau

penampilan dari anggota tubuh seseorang yang sedang belajar.

Termasuk dalamhal ini masalah-masalah “teknik” dan

“pengulangan” sedangkan keterampilan rohani lebih rumit,

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

24

karena tidak selalu berurusan dengan masalah-masalah

keterampilan yang dapat dilihat sebagaimana ujung pangkalnya,

tetapi lebih abstrak, menyangkut persoalan-persoalan

penghayatan, dan keterampilan berfikir serta kreatifitas untuk

menyelesaikan dan merumuskan suatu masalah atau konsep.

Keterampilan memang dapat dididik, yaitu dengan

banyak melatih kemampuan. Demikian juga mengungkapkan

perasaan melalui tulis atau lisan, bukan soal kosa kata atau tata

bahasa, semua memerlukan banyak latihan.

3) Pembentukan sikap

Dalam menumbuhkan sikap mental, perilaku dan pribadi

anak didik, guru harus lebih bijak dan hati-hati dalam

pendekatannya. Untuk ini dibutuhkan kecakapan dalam

mengarahkan motivasi dan berfikir dengan tidak lupa

menggunakan pribadi guru itu sendiri sebagai contoh atau

model.

Jadi pada intinya, tujuan belajar itu adalah ingin

mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan penanaman sikap,

mental atau nilai-nilai. Pencapaian tujuan belajar berarti akan

menghasilkan hasil belajar.16

Ketiga hasil belajar di atas dalam pengajaran merupakan

suatu hal yang secara perencanaan dan programatik terpisah,

16

Sardiman, Interaksi dan Motivasi..., hal. 25-28

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

25

namun dalam kenyataannya pada diri siswa akan merupakan

suatu kesatuan yang utuh. Ketiganya itu dalam kegiatan belajar

mengajar. Untuk selanjutnya mengenai tujuan mempelajari Al-

Qur‟an Hadits di Madrasah Tsanawiyah diantaranya:

a. Meningkatkan kecintaan peserta didik terhadap Al-Qur‟an

dan Hadits

b. Membekali peserta didik dengan dalil-dalil yang terdapat

dalam Al-Qur‟an dan Hadits sebagai pedoman dalam

menyikapi dan menghadapi kehidupan

c. Meningkatkan pemahaman dan pengamalan isi kandungan

Al-Qur‟an Hadits yang dilandasi oleh dasar-dasar keilmuan

tentang Al-Qur‟an Hadits17

Jadi, pada mata pelajaran Al-Qur‟an Hadits siswa diharapkan

mampu meningkatkan kecitaannya terhadap Al-Qur‟an Hadits dan

bisa menerapkan isi kandungan di dalamnya.

Untuk itu, mata pelajaran Al-Qur‟an Hadits di Madrasah

Tsanawiyah adalah salah satu mata pelajaran Pendidikan Agama

Islam yang merupakan peningkatan dari Al-Qur‟an Hadits yang telah

dipelajari peserta didik di sekolah ibtidaiyah. Peningkatan tersebut

dilakukan dengan cara mempelajari, memperdalam seta memperkaya

kajian Al-Qur‟an Hadits terutama menyangkut daasar-dasar

keilmuannya sebagai persiapan untuk melanjutkan ke pendidikan

17

Mapenda Depag Kabupaten Tangerang, Peraturan Menteri..., hal. 132

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

26

yang lebih tinggi, serta memahami dan menerapkan tema-tema

tentang manusia dan tanggung jawabnya dimuka bumi, demokrasi

serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam

perspektif Al-Qur‟an dan Hadits sebagai persiapan untuk hidup

bermasyarakat.

Mata pelajaran ini memiliki kontribusi dalam memberikan

motivasi kepada peserta didik untuk mempelajari dan

mempraktikkan ajaran dan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-

Qur‟an dan Hadits sebagai sumber utama ajaran Islam dan sekaligus

menjadi pegangan dan pedoman hidup dalam kehidupan sehari-

hari.18

2. Tinjauan Tentang Metode An-Nahdliyah

a. Pengertian Metode

Ditinjau dari segi etimologi, Methode berasal dari bahasa

Yunani, yaituMethodos. Kata ini terdiri dari dua suku kata, yaitu

„„metha‟‟ yang berarti melalui atau melewati, dan „‟hodos‟‟ yang

berarti jalan atau cara. Maka methode memiliki arti suatu jalan yang

dilalui untuk mencapai tujuan. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan

term method dan way yang diterjemahkan dengan metode dan cara.

Sedangkan dalam bahasa Arab , kata metode diungkapkan dalam

berbagai kata seperti al-thariqah, al – manhaj, dan al – wasilah.. Al –

thariqah berarti jalan, al – Manhaj berarti sistem sedangkan al –

18

Model KTSP Madrasah, Direktorat Pendidikan Madrasah, (Direktorat Jendral

Pendidikan Islam: Departemen Agama, 2007), hal. 16

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

27

Wasilah berarti mediator atau perantara. Dengan demikian, kata Arab

yang paling dekat dengan arti methode adalah Al- thariqah.

Sedangkan methode ditinjau dari segi termonolgi (istilah) adalah

“jalan yang ditempuh oleh seseorang supaya sampai pada tujuan

tertentu, baik dalam lingkungan atau perniagaan maupun dalam kaitan

ilmu pengetahuan dan lainnya”.19

Metode merupakan sebuah cara, yaitu cara kerja untuk

memahami persoalan yang akan dikaji. Menurut Peter R. Senn yang

dikutip Mujamil Qomar bahwa:

“Metode merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui

sesuatu, yang mempunyai langkah-langkah yang

sistematis.”20

Metode pembelajaran di definisikan sebagai cara yang digunakan guru

dalam menjalankan fungsinya dan merupakan alat untuk mencapai

tujuan pembelajaran. Metode pembelajaran lebih bersifat prosedural

yaitu berisi tahapan-tahapan tertentu.21

Metode pembelajaran dalam surah An-Nahl ayat 125:

ۦ

Artinya: “(Wahai Nabi Muhammad SAW) Serulah (semua manusia)

kepada jalan (yang ditunjukkan) Tuhan. Pemelihara kamu

dengan hikmah (dengan kata-kata bijak sesuai dengan

19

Ismail SM, “Strategi Pembelajaran Agama Islam berbasis PAIKEM” ( Pembelajaran

Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan, ( Semarang, : Bumi Aksara,2008 ) hal.7. 20

Mujamil Qomar, Epistimologi Pendidikan Islam. (Jakarta: Erlangga, 2005), hal.20 21

Hamzah B. Uno dan Nurdin Mohamad, Belajar dengan..., hal.7

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

28

tingkat kepandaian mereka) dan pengajaran yang baik dan

bantahlah mereka dengan (cara) yang terbaik.

Sesungguhnya Tuhan pemelihara kamu, Dialah yang lebih

mengetahui (tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan

Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang

mendapat petunjuk.”(QS. An-Nahl: 125)22

Metode dalam pembelajaran tidak hanya berfungsi sebagai

cara untuk menyampaikan materi saja, sebab sumber belajar dalam

kegiatan pembelajaran mempunyai tugas cakupan yang luas yaitu

disamping sebagai penyampaian informasi juga mempunyai tugas

untuk mengelola kegiatan pembelajaran sehingga warga belajar dapat

belajar untuk mencapai tujuan belajar secara tepat. Jadi, metode

pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk

mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk

kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Berdasarkan hal tersebut maka kedudukan metode dalam

pembelajaran mempunyai ruang lingkup sebagai cara dalam:

1) Pemberian dorongan, yaitu cara yang digunakan sumber belajar

dalam rangka memberikan dorongan kepada warga belajar untuk

terus mau belajar.

2) Pengungkap tumbuhnya minat belajar, yaitu cara dalam

menumbuhkan rangsangan untuk tumbuhnya minat belajar warga

belajar yang di dasarkan pada kebutuhannya.

22

Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, Jilid V, (Jakarta : Lentera Abadi), hal.

227

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

29

3) Penyampaian bahan belajar, yaitu cara yang digunakan sumber

belajar dalam menyampaikan bahan dalam kegiatan

pembelajaran.

4) Pencipta iklim belajar yang kondusif, yaitu cara untuk

menciptakan suasana belajar yang menyenangkan bagi warga

belajar untuk belajar.

5) Tenaga untuk melahirkan kreativitas, yaitu cara untuk

menumbuhkan kreativitas warga belajar sesuai dengan potensi

yang dimilikinya.

6) Pendorong untuk penilaian diri dalam proses dan hasil belajar,

yaitu cara untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran.

7) Pendorong dalam melengkapi kelemahan hasil belajar, cara untuk

mencari pemecahan masalah yang dihadapi dalam kegiatan

pembelajaran.23

b. Pengertian Istilah An-Nahdliyah

Istilah An- Nahdliyah diambil dari sebuah organisasi sosial

keagamaan terbesar di Indonesia, yaitu Nahdlatul Ulama‟ artinya

kebangkitan ulama‟. Dari kata Nahdlatul Ulama‟ inilah kemudian

dikembangkan menjadi metode pembelajaran Al-Qur‟an, yang diberi

nama “Metode Cepat Tanggap Belajar Al-Qur‟an An-Nahdliyah”

yang dilakukan pada akhir tahun 1990.24

23

Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2010),

hal. 56 24

Taman Pendidikan Al-Qur‟an, Pedoman Pengelolaan...,hal. 2

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

30

Metode ini merupakan metode pengembangan dari metode

Al-Baghdadi maka materi pembelajaran Al-Qur‟an tidak jauh berbeda

dengan metode Qiraati dan Iqra. Dan perlu diketahui bahwa

pembelajaran metode ini lebih ditekankan pada kesesuaian dan

keteraturan bacaan dengan ketukan atau lebih tepatnya pembelajaran

Al-Qur‟an pada metode ini lebih menekankan pada kode “Ketukan”.

Dalam metode ini buku paketnya tidak dijual bebas bagi yang ingin

menggunakannya atau ingin menjadi guru pada metode ini harus

sudah mengikuti penataran calon guru metode An-Nahdliyah.25

Metode ini di kembangkan dengan maksud agar :

1. Tumbuh sikap kebangkitan kembali untuk belajar dan mengajar

Al-Qur‟an

2. Tumbuh sikap cepat dan tanggap dalam belajar dan mengajar Al-

Qur‟an.26

Adapun ciri khusus metode ini adalah :

1) Materi pelajaran disusun secara berjenjang dalam buku paket 6

Jilid.

2) Pengenalan huruf sekaligus diawali dengan latihan dan pemantaban

makhorijul huruf dan sifatul huruf.

3) Penerapan qoidah tajwid dilaksanakan secara praktis dan dipandu

dengan titian murotal.

25

Maksum Farid, dkk, Cepat Tanggap Belajar Al-Qur‟an An-Nahdhiyah, (Tulungagung :

LP. Ma‟arif ,1992), hal. 9 26

Moh. Mungin Arief, Khanan Muhtar, Pedoman Pengelolaan taman Pendidikan Al-Qu‟an

metode An-nahdiyah, (Tulungagung : LP. Ma‟arif NU,1993), hal.9

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

31

4) Santri lebih dituntut memiliki pengertian yang dipandu dengan asas

CBSA melalui pendekatan ketrampilan proses.

5) Kegiatan belajar mengajar dilaksanakan secara klasikal untuk

tutoria dengan materi yang sama agar terjadi proses musafahah.

6) Evaluasi dilaksanakan secara kontinyu dan berkelanjutan.

7) Metode Ini merupakan pengembangan dari Qoidah Baghdadiyah.27

c. Macam-Macam Metode Pembelajaran An-Nahdliyah

1) Metode demonstrasi, yaitu metode mengajar yang menggunakan

peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk

memperlihatkan bagaimana melakukan sesuatu kepada anak didik.

Dalam menggunakan metode demonstrasi untuk belajar Al-

Qur‟an ini memiliki kelebihan, diantaranya adalah:

a. Perhatian anak didik dapat dipusatkan dan titi berat yang

dianggap penting oleh guru dapat diamati secara tajam.

b. Perhatian anak didik akan lebih terpusat kepada apa yang di

demonstrasikan, jadi proses belajar anak didik akan lebih terarah

dan akan mengurangi perhatian anak didik kepada masalah lain.

c. Apabila anak didik sendiri ikut aktif dalam sesuatu percobaan

yang bersifat demonstratif, maka mereka akan memperoleh

pengalaman yang melekat pada jiwanya dan ini berguna dlam

pengembangan kecakapan.28

27

Ibid,... hal. 10 28

Zakiah Drajat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,

2008), hal. 89

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

32

Dalam penggunaan metode demonstrasi untuk belajar Al-

Qur‟an ini memiliki kekurangan, diantaranya adalah:

a. Dalam pelaksanaannya, biasanya memerlukan waktu yang

relatif banyak atau panjang.

b. Apabila tidak ditunjang dengan peralatan dan perlengkapan

yang memadai atau tidak sesuai dengan kebutuhan, maka

metode ini kurang relatif.

c. Metode ini sulit dilaksanakan apabila anak belum matang untuk

mengadakan percobaan.

d. Banyak hal-hal yang tidak dapat didemonstrasikan dan

dicobakan dalam kelas, demikian halnya dengan pendidikan

agama.29

Jadi, pada metode demonstrasi ini guru memberikan contoh

dalam melafalkan huruf dan cara membaca hukum bacaan, agar

santri dapat melafalkan huruf dengan hukum bacaan secara benar

dan tidak menyeleweng dari aturan membaca maupun menulis Al-

Qur‟an melalui metode An-Nahdliyah.

2) Metode drill, adalah cara penyajian bahan pelajaran di mana guru

memberikan latihan agar memiliki ketangkasan dan ketrampilan

lebih tinggi ataupun untuk meramaikan kebiasaan-kebiasaan

29

Acmad Patoni, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Bina Ilmu, 2004), hal.

124

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

33

tertentu, seperti: kecakapan bahasa, atlantik, menulis, dan lain-

lain.30

Dalam penggunaan metode drill untuk belajar Al-Qur‟an ini

memiliki kelebihan, diantaranya adalah:

a. Pembentukan kebiasaan yang dilakukan dengan

mempergunakan metode ini akan menambah ketetapan dan

kecepatan pelaksanaan.

b. Pemanfaatan kebiaaan-kebiasaan tidak memerlukan banyak

konsentrasi dalam pelaksanaannya.

c. Pembentukan kebiasaan membuat gerakan-gerakanyang

kompleks, rumit lebih otomatis.

Dalam penggunaan metode drill untuk belajar Al-Qur‟an ini

memiliki kekurangan, diantaranya adalah:

a. Dapat menghambat bakat dan inisiatif anak didik, karena anak

didik lebih banyak dibawa kepada konformitas dari pada

uniformitas.

b. Kadang-kadang yang dilakukan secara berulang-ulang

merupakan kebiasaan yang monoton dan berulang-ulang.

c. Membentuk kebiasaan yang kalam, karena anak didik lebih

banyak ditunjukkan untuk mendapatkan kecakapan pemberian

respon secara otomatis tanpa penggunaan intelegensi.

30

Annisatul Mufarokah, Strategi Belajar Mengajar, (Yogyakarta: Teras, 2009), hal. 94

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

34

d. Dapat menimnulkan verbalisme karena anak didik lebih banyak

dilatih untuk menghafal soal-soal dan jawabannya secara

otomatis.31

Jadi, pada metode drill ini santri disuruh berlatih melafalkan

sesuai dengan makhraj dan hukum bacaan sebagaimana yang

dicontohkan guru, agar anak didik lebih terlatih dalam membaca

Al-Qur‟an dengan menggunakan hukum bacaan dengan benar.

3) Tanya jawab, adalah penyampaian pesan pengajaran dengan

pengajuan pertanyaan-pertanyaan dan anak didik memberikan

jawaban, ataupun sebaliknya anak didik yang memberikan

pertanyaan guru yang menjawab pertanyaan.32

Dalam penggunaan metode tanya jawab untuk belajar Al-

Qur‟an ini memiliki kelebihan, diantaranya adalah:

a. Kelas menjadi lebih hidup dan lebih aktif sebab anak didik tidak

hanya mendengarkan saja.

b. Memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bertanya

sehingga guru mengetahui hal-hal yang belum dimengerti oleh

anak didik.

c. Guru dapat mengetahui sejauh mana anak didik mengetahui atau

memahami materi yang telah diberikan.

31

Ibid..., hal. 95 32

Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Press,

2002), hal. 43

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

35

d. Komunikasi dan interaksi tidak terjadi satu arah.33

Dalam penggunaan metode tanya jawab untuk belajar Al-

Qur‟an ini memiliki kekurangan, diantaranya adalah:

a. Kadang-kadang pertanyaan menyimpang dari pokok

pembahasan.

b. Memerlukan waktu yang lebih lama.

c. Materi pelajaran yang telah ditentukan tidak selalu dapat

dijlaskan dalam waktu yang telah ditetapkan.

4) Metode ceramah, yaitu penerapan dan penuturan secara lisan oleh

guru terhadap anak didiknya, yang mana dalam pelaksanaannya

guru dapat menggunakan alat bantu mengajar untuk memperjelas

uraian yang disampaikan kepada anak didik.34

Dalam penggunaan metode ceramah untuk belajar Al-Qur‟an

ini memiliki kelebihan, dintaranya adalah:

a. Dalam waktu yang relatif singkat dapat menyampaikan bahan

yang sebanyak-banyaknya.

b. Organisasi kelas lebih sederhana tidak perlu adanya pembagian

kelompok seperti metode yang lain.

c. Guru dapat menguasai kelas dengan mudah walaupun terdapat

anak didik yang cukup besar.

33

Suwarna, Pengajaran Mikro Pendekatan Praktis dalam Menyiapkan Pendidikan

Profesional, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005), hal. 109-110 34

Ibid..., hal. 106

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

36

d. Apabila metode ceramah berjalan dengan baik dapat

merangsang anak didik untuk mengerjakan tugas.

e. Metode ini cukup fleksibel, dalam artian jika waktu yang ada

sedikit pemberian materi dapat dipersingkat, begitu juga jika

terdapat waktu yang cukup banyak pemberian materi juga akan

lebih banyak pula.35

Dalam penggunaan metode ceramah untuk belajar Al-Qur‟an

ini memiliki kekurangan, diantaranya adalah:

a. Guru lebih cenderung menjadi pusat pembelajaran, sehingga

anak didik menjadi pasif.

b. Guru tidak dapat mengetahui secara pasti sejauh mana anak

didik memahami materi yang telah disampaikan.

c. Kurang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk

mengemukakan pendapat sendiri.

d. Kurang memberikan kesempatan pada anak didik untuk berfikir

memecahkan masalah.

e. Anak didik dipaksa mengikuti jalan pikiran guru, meski

dimungkinkan adanya pembentukan konsep yang berbeda pada

anak didik.

f. Terjadinya verbalisme.36

Jadi, pada metode ceramah ini guru memberikan penjelasan

sesuai dengan pokok bahasan yang diajarkan dan sesuai tingkat

35

Zuhairini, Methodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Usaha Offset Prenting,

1981), hal. 83 36

Suwarna, Pengajaran Mikro..., hal. 108

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

37

masing-masing, agar anak didik mengetahui dan memahami

pelajaran yang telah disampaikan oleh guru.

d. Pedoman Pengajaran Metode An-Nahdliyah

a) Ketentuan umum Metode An-nahdliyah untuk pengelolaan

pengajaran santri dikatakan tamat belajar apabila telah

menyelesaikan dua program yang dicanangkan yaitu:

1) Program Buku Paket (PBP), program awal yang dipandu dengan

buku paket Cepat Tanggap Belajar Al-Qur‟an An-Nahdliyah

sebanyak enam jilid yang dapat ditempuh kurang lebih enam

bulan.

2) Program Sorogan Al-Qur‟an (PSQ), yaitu program lanjutan

sebagai aplikasi praktis untuk menghantar santri mampu

membaca Al-Qur‟an sampai khatam 30 juz. Pada program ini

santri dibekali dengan sistem bacaan Gharaibul Qur‟an dan

lainnya untuk menyelesaikan ini diperlukan waktu kurang lebih

24 bulan.

b) Tenaga Edukatif dan Peserta Didik

1) Tenaga Edukatif

Tenaga edukatif sering disebut dengan ustadz/ustadzah.

Menurut tugasnya dibagi menjadi dua yaitu:

a) Ustadz Tutor, bertugas menyampaikan materi pelajaran

kepada santri serta menterjemahkan bahasa ilmiah kedalam

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

38

bahasa peraga yang sederhana yang kiranya mampu dicerna

oleh santri umur 5 tahun.

b) Ustadz Privat, bertugas membimbing dan mengevaluasi

santri, kemudian menentukan tingkat prestasi santri.

2) Peserta didik

Peserta didik pada Metode An-nahdliyah disebut dengan

istilah santri. Ditinjau dari usia, santri dapat dikategorikan

menjadi tiga yaitu:

Tabel 2.1

Usia Peserta Didik

Kategori Usia Umur

Anak-anak 5-13 Tahun

Remaja 13-21 Tahun

Dewasa 21 ahun Keatas

e. Kegiatan Belajar Mengajar

Untuk menyelesaikan program buku paket 6 jilid memerlukan

waktu 180 jam untuk 180 kali tatap muka. Setiap kali tatap muka

dialokasikan waktu 60 menit. Dengan denikian, apabila kegiatan

belajar mengajar berjalan secara normal, 6 jilid buku paket dapat

diselesaikan lebih kurang 7 bulan, termasuk hari libur dan pelaksanaan

evaluasi. Secara rinci pembagian alokasi waktu untuk setiap kali

pertemuan adalah sebagai berikut :

1) Untuk tutorial I : 20 menit

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

39

2) Untuk privat individual : 30 menit

3) Untuk tutorial II : 10 menit37

f. Evaluasi pada program jilid

Ada tiga evaluasi dalam program ini, yaitu:

1) Evaluasi harian

Evaluasi ini dilakukan setiap hari dan di catat pada buku prestasi

masing-masing santri. Penilaian menggunakan simbol A untuk

betul semua, B untuk salah satu, C untuk salah dua atau lebih.

2) Evaluasi akhir jilid

Evaluasi ini dilakukan setiap akhir jilid untuk menentukan lulus

atau tidaknya santri pada setiap satu jilid untuk naik ke jilid

berikutnya.

3) EBTA38

g. Pedoman Sorogan Al-Qur’an Metode An-Nahdliyah

a) Ketentuan umum dan sistem bacaan dalam membaca Al-Qur‟an.

Setelah santri dinyatakan lulus EBTA buku paket jilid 6, maka

sebagai tindak lanjut pembinaan santri diarahkan mengikuti

Program Sorogan Al-Qur‟an. Karena menurut program yang

dicanangkan oleh Metode An-Nahdliyah, santri dapat dinyatakan

selesai dalam kegiatan dan berhak diwisuda setelah santri tersebut

mengikuti kegiatan belajar pada Program Buku Paket 6 Jilid dan

Program Sorogan Al-Qur‟an sampai khatam 30 juz.

37

Ibid..., hal. 33 38

Ibid..., hal. 39

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

40

b) Tenaga Edukatif dan Peserta Didik

1) Tenaga Edukatif

Untuk menjadi ustadz/ustadzah pada Program Sorogan Al-

Qur‟an diperlukan beberapa syarat:

(a) Telah menjadi ustadz pada Program Buku Paket (PBP)

(b) Telah mengikuti penataran ustadz PSQ sebagai berikut:

(1) Pedoman pengelolaan PSQ dan teknik munaqasah

(2) Makharijul huruf dan sifatul huruf

(3) Mengenal sistem bacaan

(4) Gharaibul Qira‟ah

(5) Ahkamul Mad wal Qashr

(6) Ahkamul Waqfi wal Ibtida

(7) Pendalaman

(c) Ustadz dan ustadzah yang mengajar Program Sorogan Al-

Qur‟an/Program Ta‟limul Qur‟an diharapkan secara

bertahap mempunyai sanad yang mustahil sampai kepada

Rasulullah saw.

c) Peserta Didik

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

41

Peserta didik Program Sorogan Al-Qur‟an adalah santri yang telah

dinyatakan lulus Evaluasi Belajar Tahap Akhir (EBTA) Program

Buku Paket.

d) Materi Pengajaran

1) Materi pokok yaitu membaca Al-Qur‟an dengan sistem bacaan

tartil, tahqiq, dan taghani tadarus.

2) Materi Tambahan

(a) Menulis huruf Al-Qur‟an dan angka Arab

(b) Hafalan surat pendek

(c) Hafalan bacaan shalat

(d) Praktek wudlu dan shalat

(e) Akhlak/Tauhid yang disusun dalam bentuk kisah

e) Kegiatan Belajar

1) Pembagian Alokasi Waktu

Waktu yang dibutuhkan untuk mengantarkan santri khatam Al-

Qur‟an 30 juz adalah selama 720 jam untuk 720 kali tatap

muka, sehingga program ini dapat diselesaikan kurang lebih 24

bulan tanpa hari libur.

Dalam 60 menit setiap kali pertemuan kegiatan yang

berlangsung adalah:

(1) Untuk hari pertama ustadz tutor memberi penjelasan

tentang tata cara belajar dalam program sorogan, dan

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

42

memberikan materi sorogan untuk pertama kalinya. Pada

saat ini belum dilaksanakan evaluasi harian.

(2) Untuk hari kedua dan seterusnya kegiatan yang

berlangsung dan pembagian waktu yang dilaksanakan

adalah :

(a) 30 menit untuk pelajaran privat dan evaluasi materi

pelajaran yang telah disampaikan kemarin.

(b) 15 menit untuk kegiatan tutorial dengan memberikan

materi lanjutan.

(c) 15 menit kedua kegiatan yang berlangsung adalah

santri disuruh membaca bersama-sama materi yang

baru saja diberikan oleh tutor.

2) Penyajian Materi Tambahan

Secara garis besar materi dapat dikelompokkan menjadi tiga :

(1) Materi yang bersifat hafalan.

(2) Materi yang bersifat praktek

(3) Materi yang bersifat cerita.39

f) Evaluasi PSQ

1) Evaluasi Harian

2) Evaluasi Bulanan

3) Evaluasi Materi Tambahan

4) Pra Munaqosah

39

Taman Pendidikan Al-Qur‟an, Pedoman Pengelolaan,...., hal. 37

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

43

5) Munaqosah.40

h. Teknik Tahapan Pembelajaran An-Nahdliyah

1) Sistem mengetuk secara keseluruhan pada buku jilid, hanya

dilakukan hingga halaman 9 jilid 6.

2) Setelah itu, proses meninggalkan ketukan tahap demi tahap dimulai

dari halaman 10 sampai halaman 32 (jilid 6). Tidak semua diketuk,

tetapi ketukan hanya dilakukan setiap kali bertemu bacaan

“Ghunnah” (2 harakat = 2 ketukan) dan beberapa hukum bacaan

“mad” yang ukurannya lebih dari 2 harakat meliputi:

a. Mad Wajib Muttasil (5 harakat = 5 ketukan)

b. Mad Jaiz Munfasil (5 harakat = 5 ketukan)

c. Mad Shilah Thawilah (5 harakat = 5 ketukan)

d. Mad Lazim Kilmi Mukhaffaf (6 harakat = 6 ketukan)

e. Mad Lazim Kilmi Mutsaqqal (6 harakat = 6 ketukan)

f. Mad Lazim Harfi Mukhaffaf (6 harakat = 6 ketukan)

g. Mad Lazim Harfi Mutsaqqal (6 harakat = 6 ketukan)

h. Mad Farqi (6 harakat = 6 ketukan)

i. Mad „Arid Lissukun (sebaiknya 4 atau 6 harakat

= 4 atau 6 ketukan)

j. Mad „Iwad (2 harakat = 2 ketukan)

k. Qalqalah Kubro (memantul 2 harakat setelah

jatuhnya huruf)

40

Ibid., hal. 43

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

44

3) Standarisasi irama membca Al-Qur‟an dilakukan agar ada

kesamaan persepsi dan visi antar guru dalam menghilangkan

pengaruh lagu model ketukan agar lebih terarah tahap demi tahap

kedalam bentuk-bentuk lagu baca Al-Qur‟an standar Internasional

(Rast, Nahawand, Bayati, Hijaz, Jiharkah, Sika, dan Shaba). Jika

ada kesamaan visi dan persepsi antar guru dalam mengajarkan

tartil, maka para siswa tidak akan bingung, tidak mudah jemu, dan

akan selalu senang membaca Al-Qur‟an, sehingga akan terasalah

keindahan Al-Qur‟an sebagai mu‟jizat. Standarisasi ini

disosialisasikan dalam bentuk rumus-rumus wazan lagu standar

yang dilakukan melalui tahapan sistematis sebagai berikut:

a. Sebelum dibawa ke lafazh-lafazh Al-Qur‟an para santri diajak

untuk membaca instrumen pengucapan huruf sesuai dengan

bacaannya dengan satu komposisi lagu standar tiga macam

pola irama:

b. Dicontohkan pada lafazh-lafazh Al-Qur‟an misalnya pada

halaman 10 jilid 6 dibaca 3 kali dengan bagian yang ketiga

(terakhir) diwaqafkan, yaitu:

c. Dicontohkan pada potongan-potongan ayat seperti pada

halaman 11, dan setiap barisnya dibaca tiga kali dengan satu

komposisi lagu standar tiga macam pola. Demikian pula cara

mengajarkan pada halaman 13, 15, dan 17, misalnya:

Page 31: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

45

d. Jika point a, b, dan c telah dikuasai maka Insya-Allah para

siswa dapat mentransfer (memindahkan) ke dalam ayat-ayat

atau surat yang lain seperti pada halaman 20 sampai halaman

28 jilid 6.41

e. Dicontohkan pada surat-surat panjang seperti surat Al-Baqarah

ayat 1 sampai dengan ayat 20 pada halaman 28 sampai dengan

halaman 32 jilid 6.

f. Melalui tahapan EBTA Enam Jilid PBP (Buku Jilid),

kemudian siswa memasuki Program Sorogan Al-Qur‟an.

g. Memasuki PSQ ketukan sudah tidak dipergunakan lagi

(ditinggalkan), dan jika terpaksa boleh mengetuk dengan jari

atau dengan isyarah “Usybu‟iyah”.

h. Setelah lagu standar dikuasai dan tajwidnya sudah rata dan

benar, siswa dapat disurug untuk membaca sendiri dengan

sistem tadarus atau asistensi sedangkan guru tinggal

menyemak dan membetulkan jika perlu.42

3. Pembahasan Tentang Motivasi

a. Pengertian Motivasi

Kata motivasi berasal dari kata motiv yaitu dorongan,

kehendak atau kemauan. Dari kata motiv itu kemudian menjadi

motivasi yang berarti tenaga-tenaga (forces) atau energi yang

41

Pimpinan Pusat, Pedoman Pengelola..., hal. 39 42

Ibid..., hal. 40

Page 32: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

46

menimbulkan atau membangkitkan seseorang untuk melakukan

sesuatu.43

Menurut Mc. Donald sebagaimana yang dikutip oleh Oemar

Hamalik mengemukakan:

“Motivasi adalah perubahan energi yang ditandai dengan

munculnya sebuah keinginan atau perasaan dan menimbulkan

sebuah reaksi untuk mencapai sebuah tujuan.”44

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Mc. Donald tersebut,

ada tiga point atau unsur yang penting yang ada dalam motivasi:

1. Terjadinya perubahan energi dalam diri seseorang.

2. Ditandai dengan munculnya perasaan (feeling).

3. Munculnya reaksi-reaksi atau rangsangan untuk mencapai sebuah

tujuan.45

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Gleitment yang dikutip

oleh Muhibbin Syah dalam bukunya psikologi belajar:

“Motivasi juga diartikan sebagai keadaan internal organisme

untuk melakukan sesuatu.”46

Dibawah ini ada beberapa pengertian tentang motivasi antara lain :

(1) Pengertian motivasi menurut James O. Whittaker yang dikutip

oleh Wasti Soemanto motivasi adalah kondisi-kondisi atau

keadaan yang mengaktifkan atau memberi dorongan kepada

43

Mahfudh Shalahuddin, Pengantar Psikologi Pendidikan, (Surabaya: PT. Bina Ilmu,

1990), hal 113 44

Oemar Hamalik, Psikologi Belajar dan Mengajar, (Bandung: Sinar Grafindo Algensindo,

2002), Cet. III, hal 173 45

Sardiman A. M., Interaksi & Motivasi Melajar Mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2000), Cet. IX, hal. 72 46

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hal 151

Page 33: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

47

makhluk untuk bertingkah laku mencapai tujuan yang

ditimbulkan oleh motivasi tersebut.47

(2) Motivasi adalah suatu usaha yang disadari untuk menggerakkan,

mengarahkan, dan menjaga tingkah laku seseorang agar ia

terdorong untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai

hasil atau tujuan tertentu.48

(3) Motivasi adalah segala sesuatu yang menjadi pendorong tingkah

laku yang menuntut atau mendorong seseorang untuk memenuhi

kebutuhan.49

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapatlah ditarik

kesimpulan bahwa motivasi belajar adalah segenap daya yang ada

dalam diri siswa yang memberikan dorongan untuk melakukan suatu

kegiatan belajar dengan penuh semangat.

Diatas telah dikatakan bahwa motivasi merupakan suatu daya

atau kekuatan yang ada dalam diri. Untuk itu adakalanya kekuatan itu

meningkat dan adakalanya menurun. Keadaan yang demikian perlu

diupayakan pemecahannya terutama dikala daya tersebut sedang

menurun, yaitu dengan cara memberikan rangsangan dari luar supaya

kekuatan itu meningkat kembali.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, pada intinya motivasi

adalah keinginan untuk melakukan sesuatu dalam proses mencapai

47

Wasti Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998), hal. 205 48

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hal. 73 49

Abdul Rohman Shaleh, Psikologi Suatu Pengantar Dalam Perspektif Islam, (Jakarta:

Prenada Media, 2004), hal. 132

Page 34: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

48

tujuan. Tujuan tersebut sekaligus sebagai landasan atau dasar

munculnya sebuah reaksi atau usaha untuk mencapainya.

b. Macam-Macam Motivasi

Secara garis besar, motivasi dapat dibedakan menjadi dua

macam yaitu motivasi instrinsik dan ekstrinsik.

1. Motivasi Instrinsik

Motivasi Instrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam

diri siswa yang dapat mendorong siswa untuk belajar. S. Nasution

dalam bukunya berpendapat bahwa:

“Motivasi instrinsik merupakan semangat atau dorongan

untuk mencapai tujuan yang terkandung di dalam perbuatan

belajar siswa.”50

Pendapat kedua sekaligus menegaskan bahwa motivasi instrinsik

merupakan motivasi yang berasal dari kesadaran dan kemauan

siswa itu sendiri, sehingga motivasi ini sifatnya lebih kuat.

Motivasi instrinsik merupakan motivasi belajar yang murni

karena siswa mempunyai kemauan dan keinginan untuk

mengetahui dan menguasai ilmu yang diinginkannya. Kemauan

siswa untuk belajar tidak disebabkan oleh faktor-faktor lain yang

berasal dari luar dirinya seperti karena nilai, hadiah atau perkara-

perkara lainnya. Motivasi instrinsik merupakan faktor yang sangat

berharga dan penting untuk mengembangkan dan mengantarkan

siswa mncapai tujuan atau cita-cita yang dicapainya.

50

S. Nasution, Didaktik Asas-Asas Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), Cet. II, hal. 77

Page 35: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

49

2. Motivasi ekstrinsik

Dalam bukunya S. Nasution mengemukakan bawa:

“Motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang muncul karena

adanya tujuan-tujuan di luar perbuatan atau aktivitas murid.”51

Sedangkan dalam bukunya Muhibbin Syah mengatakan bahwa:

Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang datang dari luar

individu siswa yang dapat mendorongnya untuk belajar.

Motivasi ini bisa berasal dari guru, orang tua, lingkungan dan

dari yang lainnya.

Motivasi ekstrinsik merupakan motivasi yang tidak bertahan

lama. Keberadaannya akan sangat tergantung pada faktor-faktor

yang mempengaruhinya. Jika stimulus atau rangsangan dari luar

hilang maka motivasi ini juga akan menghilang. Sehingga motivasi

ekstrinsik harus sering diciptakan agar motivasi belajar siswa tetap

terpelihara. Peran guru juga sangat penting untuk menimbulkan dan

menciptakan motivasi ini.

c. Fungsi Motivasi

Motivasi merupakan awal mula mengapa seseorang melakukan

suatu perbuatan. Motivasi selalu berkaitan dengan sebuat tujuan.

Keinginan untuk mencapai dan mewujudkan sebuah tujuan akan

menimbulkan semangat dan dorongan yang disebut dengan motivasi.

Ada banyak fungsi atau kegunaan dari motivasi.

a. Mendorong manusia untuk melakukan sesuatu hal atau sebagai

motor penggerak dari perbuatan yang akan dilakukan manusia.

51

Ibid

Page 36: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

50

b. Menentukan arah perbuatan manusia yaitu sesuai dengan tujuan

yang ingin dicapai.

c. Menyeleksi perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan untuk

mewujudkan tujuan yang ingin dicapai.52

d. Tujuan Motivasi

Dalam bukunya Ngalim Purwanto mengemukakan bahwa:

Tujuan motivasi secara umum adalah untuk menggerakkan atau

merangsang seseorang agar dia punya semangat dan dorogan

untuk melakukan suatu hal guna mencapai sebuah tujuan yang

diinginkan.53

Tujuan motivasi selalu berbeda antara satu perbuatan dengan

perbuatan yang lain. Siswa yang belajar dengan rajin maka siswa

tersebut mempunyai motivasi yang tinggi, tetapi antara siswa yang

satu dengan yang lain belum tentu tujuan motivasinya sama. Sebagian

ada yang tujuan motivasinya adalah agar menjadi pandai, adapula

yang ingin mendapat nilai bagus, mendapat hadiah dari orang tua,

bersaing dengan teman-temannya dan tujuan-tujuan yang lainnya.

Tujuan motivasi sangat berkaitan dengan besar kecilnya

dorongan atau semangat seseorang. Semakin jelas tujuan yang ingin

dicapai maka semakin jelas pula bagaimana tindakan memotivasi itu

dilakukan. Tindakan memotivasi itu juga akan lebih berhasil jika

tujuannya jelas, karena tujuan akan mengarahkan bagaimana

52

N. Nasution, op.cit., hal. 76-77 53

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), cet.

18

Page 37: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

51

seharusnya individu berbuat dan bertindak untuk mencapai sebuah

tujuan.

Siswa hendaknya menentukan sebuah tujuan belajar dengan

pasti dan terencana. Hal itu bisa dilakukan dengan mematok target

pencapaian dalam belajar, sehingga siswa bisa mengukur sampai

seberapa besar dia mampu mencapai tujuan tersebut. jika pencapaian

masih di bawah target maka siswa meningkatkan motivasi belajarnya.

e. Teori tentang Motivasi

Teori tentang motivasi merupakan kajian tentang bagaimana

mempelajari motivasi manusia. Teori ini sekaligus memberikan

gambaran bagaimana cara memberikan motivasi kepada seseorang

atau siswa dan bagaimana cara memulai dan merangsang individu

untuk melakukan suatu perbuatan belajar. Sehingga pembahasan teori

ini lebih menekankan pada kaedah umum kenapa sebuah motivasi itu

timbul dan darimana motivasi itu berasal. Menurut Ngalim Purwanto

ada beberapa teori tentang motivasi yang dijadikan dasar untuk

menumbuhkan motivasi.

(a) Teori hedonisme

Hedonisme merupakan sebuah aliran dari filsafat yang

memandang bahwa tujuan hidup yang utama manusia adalah untuk

mencapai kesenangan. Menurut teori ini motivasi bisa ditimbulkan

dari berbagai macam kesenangan. Ini berarti bahwa untuk

Page 38: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

52

menumbuhkan motivasi siswa, maka diperlukan situasi belajar

mengajar yang menyenangkan dan juga tidak membosankan.

Berdasarkan teori hedonisme, siswa akan termotivasi untuk

belajar jika materi-materi pelajaran yang disampaikan dengan

kemasan yang menyenangkan dan menarik bagi siswa, sehingga

siswa merasa senang dan enjoy menikmati dalam menjalankan

kegiatan belajar mengajar. Untuk menciptakan suasana belajar

seperti itu, guru tentunya dituntut harus mampu menyusun sebuah

strategi yang cocok dan metode yang tepat dalam menyampaikan

materi pelajarannya. Guru juga harus mengetahui kemauan dan

karakter siswa sehingga guru dapat dengan mudah mengetahui

kesenangan dan kemauan siswanya.

(b) Teori naluri

Pada dasaranya manusia memiliki tiga naluri yaitu naluri

untuk mempertahankan diri, naluri untuk mengembangkan diri dan

naluri untuk mempertahankan jenis. Dalam teori ini dijelaskan

bahwa motivasi dapat dirangsang dan dimunculkan berdasarkan

naluri-naluri yang dominan pada diri seseorang.

Siswa dapat dirangsang untuk giat dan semangat dalam

belajar melalui naluri yang dominan pada diri siswa tersebut.

berdasarkan teori ini maka terlebih dahulu harus diketahui naluri

apa yang dominan dalam diri seorang siswa, sehingga bisa

diketahui bagaimana dan darimana kita seharusnya memberikan

Page 39: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

53

motivasi pada siswa tersebut. misalnya jika siswa mempunyai

naluri untuk mengembangkan diri maka guru harus memberikan

rangsangan melalui naluri tersebut. misalnya dengan mengajukan

bagaimana cara untuk mengembangkan bakat tersebut sekaligus.

(c) Teori reaksi yang dipelajari

Teori ini mengatakan bahwa tindakan seseorang selalu

didasarkan pada apa yang telah diperolehnya dari lingkungan

dimana dia berada. Sehingga teori ini disebut juga teori lingkungan

kebudayaan. Berdasarkan teori ini, untuk memberikan motivasi

peserta didik maka seorang pendidik harus mengetahui latar

belakang dan kebudayaan seorang murid.

(d) Teori daya pendorong

Teori ini merupakan perpaduan antara teori naluri dan teori

lingkungan kebudayaan. Teori ini menyatakan tindakan seseorang

dipengaruhi oleh dua hal yaitu naluri yang dimiliki dan

kebudayaan lingkungan dimana seseorang tersebut berada.

Berdasarkan teori ini untuk memotivasi peserta didik, guru harus

mengetahui naluri yang dimiliki siswa sekalius mengetahui latar

belakang kebudayaan atau lingkungan siswa tersebut. kedu-duanya

merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap perilaku

manusia termasuk kegiatan belajar bagi siswa.

(e) Teori kebutuhan

Page 40: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

54

Teori kebutuhan adalah teori yang paling populer dalam

permasalahan motivasi, karena teori ini paling banyak digunakan

untuk memberikan motivasi kepada seseorang. Paradigma yang

ditawarkan yaitu tindakan yang dilakukan oleh manusia merupakan

proses untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik kebutuhan

fisik maupun psikisnya. Sehingga pemberian motivasi yang lebih

efektif dan berhasil adalah melalui pemenuhan kebutuhan dasar

pada siswa.

Berdasarkan teori ini, sebelum memberikan motivasi siswa,

pendidik terlebih dahulu harus mengetahui kebutuhan-kebutuhan

anak didiknya. Setiap siswa mempunyai kebutuhan-kebutuhan

yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya, sehingga motivasi

lebih optimal jika diberikan secara individu walaupun bisa

diberikan secara kelompok.

Menurut Morgan, anak peserta didik mempunya beberapa

kebutuhan yaitu:

1) Kebutuhan untuk berbuat sesuatu demi kegiatan itu sendiri.

2) Kebutuhan untuk menyenangkan hati orang lain.

3) Kebutuhan untuk mencapai hasil.

4) Kebutuhan untuk mengatasi kesulitan.

Moslow mengatakan ada susunan kebutuhan-kebutuhan

(secara hierarkis) pada individu. Kebutuhan-kebutuhan tersebut

meliputi:

Page 41: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

55

1) Kebutuhan fisiologis

Kebutuhan ini merupakan pendorong untuk

merealisasikan kebutuhan-kebutuhan berikutnya, jika

seseorang sudah mendapatkan kepuasan pada kebutuhan

fisiologis ini.

2) Kebutuhan akan rasa aman

Dorongan untuk menyelamatkan diri dan merasa aman

akan muncul jika kebutuhan fisiologis seseorang telah

terpenuhi. Pada anak hal ini bisa dikembangkan dengan

kedisiplinan dan kerapian dalam hidup, sehingga anak menjadi

nyaman dan merasa hikmat dalam melakukan segala

aktivitasnya termasuk belajar.

3) Kebutuhan untuk diterima dan dicintai

Peserta didik sangatlah memerlukan kasih sayang dan

cinta kasih dari orang-orang sekelilingnya. Guru sebagai orang

yang menjadi panutan siswa harus bisa bersikap aktif dan

responsif kepada siswa siswinya, dehingga anak merasa

diperhatikan dan mendapatkan kasih sayang gurunya.

4) Kebutuhan akan harga diri

Page 42: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

56

Seorang siswa tentu memiliki kebutuhan untuk diterima

dan dihargai dalam lingkungannya. Sehingga guru harus

mampu menggali kemampuan atau potensi yang dimiliki anak.

Hal tersebut bisa membuat siswa menjadi kompeten dan akan

memunculkan perasaan bahwa dia dihargai atau diterima oleh

lingkungannya.

5) Kebutuhan untuk merealisasikan diri

Kebutuhan ini berkaitan dengan pengembangan atau

aktualisasi diri bakat dan potensi yang dimiliki oleh seseorang.

Siswa akan semakin termotivasi jika apa yang dipelajarinya

sesuai dengan bakat atau potensi yang dimilikinya. Tugas guru

dalam hal ini adalah mencari bakat apa yang dimiliki oleh

siswa baru kemudian menjembatani pengembangan diri potensi

atau bakat tersebut.54

f. Prinsip Motivasi

Prinsip ini merupakan hasil dari sebuah penelitian dalam

memberikan dorongan motivasi bagi siswa di sekolah. Ada beberapa

prinsip yang berhasil diperoleh yang dapat digunakan sebagai acuan

atau prinsip dalam memberikan motivasi kepada siswa untuk belajar.

a. Pujian lebih efektif daripada hukuman.

b. Semua siswa mempunyai kebutuhan psikologis (yang bersifat

dasar) yang harus mendapat kepuasan.

54

Hamalik, Psikologi..., hal. 176-177

Page 43: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

57

c. Motivasi yang berasal dari individu lebih efektif daripada motivasi

yang dipaksakan dari luar.

d. Jawaban (perbuatan) yang serasi (sesuai dengan keinginan)

memerlukan usaha penguatan (reinforcement).

e. Motivasi mudah menjalar dan menyebar luas terhadap orang lain.

f. Pemahaman yang jelas tentang motivasi belajar akan merangsang

motivasi siswa.

g. Tugas-tugas yang bersumber dari diri sendiri akan menimbulkan

minat yang lebih besar untuk mengerjakan ketimbang bila tugas-

tugas itu dipaksakan oleh guru.

h. Pujian yang datangnya dari luar (eksternal reward) kadang kadang

diperlukan dan cukup efektif untuk merangsang minat yang

sebenarnya.

i. Teknik dan prosedur yang bermacam-macam itu lebih efektif untuk

memelihara minat siswa.

j. Minat khusus yang dimiliki oleh siswa dapat digunakan juga untuk

mempelajari yang lainnya.

k. Kegiatan-kegiatan yang dapat merangsang minat siswa yang

kurang pandai tidak dpat digunakan untuk siswa yag tergolong

pandai.

l. Motivasi yang berasal dari kelompok siswa umumnya lebih efektif

dibandingkan dengan motivasi yang berasal dari orang dewasa.

m. Tinggi rendahnya motivasi sangat terkait dengan kreativitas siswa.

Page 44: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

58

n. Kecemasan akan menimbulkan kesulitan belajar.

o. Kecemasan dan frustasu dapat membantu siswa berbuat lebih baik.

g. Kedudukan Motivasi dalam Pendidikan Islam

Dalam bukunya Ahmad Tafsir mengemukakan bahwa:

“Pendidikan Islam adalah “Bimbingan yang diberikan oleh

seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara

maksimal sesuai dengan ajaran Islam”.55

Dari definisi tersebut begitu jelas bahwa di dalam pendidikan Islam

bertujuan untuk membimbing manusia yang di dasarkan atas ajaran

Islam, yang bersumber pada Al-Qur‟an dan Hadits. Keduanya

pegangan setiap muslim sebagai referensi dalam cara berfikir dan

tingkah laku, termasuk dalam merencanakan dan melaksanakan

kegiatan pendidikan. Sedangkan di lain pihak pendidikan Islam

memerlukan dukungan motivasi baik di kalangan pendidik maupun

terdidik.

Sebagaimana diketahui, motivasi berkait dengan fungsi psikis,

menyangkut kejiwaan manusia. Jiwa yang menjadi penggerak tingkah

laku seseorang termasuk dalam wujud motivasi utuk mengerjakan

perbuatan. Dari sumber pokok Islam pun dihubungkan dengan

motivasi. Hal ini sesuai dalam Al-Qur‟an surat Al-Zalzalah 7-8:

55

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung:Remaja Rosda Karya,

2004), hal. 32

Page 45: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

59

ذرة مثقال يعمل ومن يره خيرا ذرة مثقال يعمل فمن

يره شرا

Artinya:“Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat

dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya, Dan

barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar

dzarrahpun niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula”.

(QS. Al-Zalzalah: 7-8)56

Jika dihubungkan dengan motivasi sebagai faktor yang

menyebabkan seseorang memulai dan melaksanakan aktivitas dengan

semangat dan penuh ketekunan, maka janji ayat tersebut di atas,

secara teoritis akan menjadi pendorong yang kuat bagi pihak pendidik

maupun anak didik untuk giat melaksanakan kewajiban dan tugas

masing-masing. Oleh karena itu, keterlibatan mereka dalam kegiatan

pendidikan, pada dasarnya merupakan. Setiap pekerjaan yang baik

walaupun sebutir debu ibaratnya Allah SWT menyediakan pahala

kebaikan pula bagi pelakunya demikian sebaliknya.

Selanjutnya juga ditegaskan dalam metode pengajaran

Rasulullah SAW adalah dengan memberikan dorongan (motivasi)

bagi para pengikutnya untuk melaksanakan amal perbuatan baik dan

menjauhkan diri dari perbuatan kejahatan.

“Dalam memberikan dorongan (untuk berbuat kebajikan),

biasanya beliau menyebutkan pahala dan manfaat-manfaat yang akan

diperoleh apabila kebajikan itu dilaksanakan, kebalikannya dalam hal

memberi peringatan (agar mejauhi tercela), beliau juga yang

56

Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur‟an, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Jakarta:

Departemen Agama RI, 1983), hal.1079

Page 46: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

60

menyebutkan siksa dan bahaya yang akan diterima bila perbuatan keji

yang dilakukan”.57

Selain itu, dalam sebuah hadits yang amat popular, Rasulullah

S.A.W. memberi petunjuk, bahwa sebelum melakukan pekerjaan,

seseorang hendaklah berniat lebih dahulu karena niat tersebut

mempengaruhi hasil dan proses atau nilai pekerjaannya. Ini juga

memiliki makna motivasi. Setiap kali menjalanjakan tugas, mereka

terlihat dalam kegiatan pendidikan Islam mestilah mengawalinya

dengan niat yang baik, bersungguh-sungguh, tekat selurus mungkun

agar tidak tergoda di tengah jalan.

Dari uraian diatas terlihat begitu jelas bahwa motivasi tidak

lepas dari ajaran Islam. Karena motivasi mempunyai peranan yang

penting bagi pelaksanaan pendidikan Islam. Demikianlah secara

teoritis sumber pokok Islam mempunyai sejumlah konsep yang jelas

tentang motivasi.

4. Kajian tentang Kemampuan Membaca Al-Qur’an

a. Pengertian Kemampuan Membaca Al-Qur’an

Kegiatan membaca menjadi suatu hal yang sangat penting

dalam Al-Qur‟an, sampai-sampai ayat yang pertama kali diturunkan

dalam sejarah turunnya al-Qur‟an adalah perintah membaca yang

tertuang alam surat Al „Alaq ayat 1-5 sebagai berikut:

57

Abd Al-Fatah, Strategi Pembelajaran Rasulullah S.A.W, (Yogyakarta: Tiara Wacana,

2005) hal. 180-181

Page 47: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

61

Artinya :

1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,

2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.

3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah,

4. Yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam (baca tulis),

5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

(QS. Al-Alaq: 1-5)58

Dalam kamus umum bahasa Indonesia kemampuan mempunyai

arti kesanggupan; kecakapan; kekuatan.59

Kemampuan juga dapat

dikatakan kompetensi. Kompetensi yaitu “kemampuan berperilaku

rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan

kondisi yang diharapkan.”60

Sedangkan pengertian membaca di dalam

kamus umum bahasa Indonesia yaitu “melihat tulisan dan mengerti

atau dapat melisankan apa yang tertulis itu.”61

Dari pengertian tersebut dapat difahami bahwa membaca

merupakan salah satu aktivitas belajar. Hakikat membaca adalah suatu

proses yang kompleks dan rumit karena dipengaruhi oleh faktor

internal dan eksternal yng bertujuan untuk memahami arti atau makna

yang ada dalam tulisan tersebut.

58

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan terjemahnya. (Jakarta: CV. Penerbit J-ART.

Anggota IKAPI,t.t.,), hal. 597 59

WJS. Poerwodarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia. (Jakarta: PT. Balai Pustaka,

2013), hal. 742 60

Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional. (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,

2006), hal. 14 61

Poerwodarminta, Kamus Umum..., hal. 75

Page 48: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

62

Menurut Neburut Lerner yang dikutip oleh Mulyono

Abdurrahman mengemukakan bahwa:

Kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai

berbagai bidang studi. Jika anak pada usia sekolah permulaan

tidak segera memiliki kemampuan membaca, maka ia akan

mengalami banyak kesulitan dalam mempelajari berbagai

bidang studi pada kelas-kelas berikutnya. Oleh karena itu, anak

harus belajar membaca agar ia dapat membaca untuk belajar.62

Sebagaimana yang dikatakan oleh Crawley dan Mountain yang

dikutip oleh Farida Rahim mengemukakan bahwa:

Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang

melibatkan banyak hal, tidak hanya melafalkan tulisan, tetapi

juga melibatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan

metakognitif. Sebagai proses visual membaca merupakan proses

penerjemahan simbol tulis (huruf) kedalam kata-kata lisan,

sebagai suatu proses berpikir, membaca mencakup aktivitas

pengenalan kata, pemahaman literar, interpretasi, membaca

kritis, dan pemahaman kreatif.63

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa membaca

adalah suatu kegiatan didalam mengolah bacaan secara kritis dan

kreatif dari apa yang tertulis agar memperoleh pemahaman yang

menyeluruh tentang bacaan itu.

Dalam membaca Al-Qur‟an melafalkan apa yang tertulis adalah

termasuk melafalkan huruf hijaiyah, melafalkan Al-Qur‟an

berdasarkan kaidah tajwid, dan semua yang berkaitan dengan

membaca Al-Qur‟an. Membaca Al-Qur‟an dalam arti luas bukan

hanya melisankan huruf, akan tetapi mengerti apa yang diucapkan,

diresapi isinya serta mengamalkannya.

62

Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: PT.

Rineka Cipta, 2003), hal. 200 63

Farida Rahim, Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. (Jakarta: Bumi Aksara, 2005),

hal. 2

Page 49: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

63

Secara keseluruhan yang dimaksudkan dengan kemampuan

membaca Al-Qur‟an yaitu kecakapan atau kemampuan melafalkan

apa yang tertulis dalam Al-Qur‟an serta memahami isi yang

terkandung didalamnya. Kemampuan membaca Al-Qur‟an dalam

penelitian ini lebih ditekankan kepada kemampuan dalam melafalkan

huruf Al-Qur‟an berdasarkan kaidah tajwid dengan baik dan benar.

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Membaca Al-

Qur’an

Agar berhasil sesuai dengan tujuan yang harus dicapai, perlu

memperhatikan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil

belajar. Adapun hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah hasil belajar membaca, sehingga anak mampu membaca Al-

Qur‟an dengan baik dan benar.

Mulyono Abdurrahman mengutip pendapat Kirk Kliebhan, dan

Lerner, mengemukkan bahwa:

Ada 8 faktor yang memberikan sumbangan bagi keberhasilan

belajar membaca, yaitu: (1) Kematangan mental, (2)

Kemampuan visual, (3) Kemampuan mendengarkan, (4)

Perkembangan motorik, (7) Kematangan sosial dan emosional,

(8) Motivasi dan minat.64

Ahmad Thantowi dalam bukunya Psikologi Pendidikan

menggolongkan faktor-faktor tersebut sebagai berikut:

a. Faktor Internal

64

Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak..., hal. 201

Page 50: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

64

Faktor internal adalah semua faktor yang ada dalam diri anak

atau siswa. Karena itu pada garis besarnya meliputi faktor fisik

(jasmaniah) dan faktor-faktor psikis (mental).65

1) Faktor-faktor fisik atau jasmaniah, faktor ini berkaitan dengan

kesehatan tubuh dan kesempurnaannya, yaitu tidak terdapat

atau mengalami cacat atau kekurangan yang ada pada anggota

tubuh siswa atau santri, yang dapat menjadi hambatan dalam

meraih keberhasilannya atau kemampuannya membaca Al-

Qur'an d‟ngan baik dan benar menurut kaidah ilmu Al-Qur‟an.

2) Faktor-faktor psikis atau mental, faktor yang mempengaruhi

keberhasilan membaca Al-Qur‟an antara lain, adanya motivasi,

proses berpikir, intelegensi, sikap, perasaan dan emosi.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor-faktor yang ada atau

berasal dari luar siswa atau santri. Sifat faktor ini ada dua, yaitu

bersifat sosial dan non sosial.66

1) Sosial, yaitu yang berkaitan dengan manusia, misalnya perilaku

guru dalam kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan

metode sebagai strategi yang tepat dalam penyampaian materi

guna pencapaian keberhasilan atau kemampuan anak membaca

Al-Qur‟an.

65

Ahmad Thantowi, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Angkasa, 1993), hal. 105 66

Ibid.., hal. 103

Page 51: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

65

2) Non sosial, seperti bahan pelajaran, alat bantu atau media

pendidikan, metode mengajar dan situasi lingkungan, yang

semuanya itu berpengaruh terhadap keberhasilan atau

kemampuan anak membaca Al-Qur‟an.

Melihat dari faktor-faktor di atas, keberhasilan membaca tidak

hanya dipengaruhi dari dalam diri saja, tidak menutup kemungkinan

dapat dipengaruhi dari luar diri, atau disebut dengan lingkungan.

Lingkungan diartikan segala sesuatu yang berada diluar diri yang

memberikan pengaruh terhadap perkembangan dan pendidikannya.

Terdapat tiga lingkungan pendidikan, yaitu lingkungan keluarga,

lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.67

Jadi, kemampuan membaca termasuk hasil belajar yang baik

dan dapat dipengaruhi dari berbagai faktor, diantaranya dengan faktor

sosial maupun non sosial (eksternal) yang dijalankan oleh guru

sebagai pembimbing dan penyampai materi, sehingga seorang guru

diharapkan mempunyai cara (metode) untuk mencapai tujuan

pengajarannya, dengan menggunakan metode An-Nahdliyah

diharapkan anak mampu membaca Al-Qur‟an dengan baik dan benar

sesuai dengan kaidah yang ada.

B. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan penelusuran pustaka berupa hasil

penelitian, karya ilmiah, ataupun sumber lain yang digunakan peneliti sebagai

67

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers,

2002), hal. 76

Page 52: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

66

perbandingan terhadap penelitian yang dilakukan. Dalam skripsi penulis akan

mendeskripsikan beberapa penelitian yang ada relevansinya dengan judul

penelitian antara lain:

a. Penelitian yang dilakukan oleh Fathur Rochim tahun 2008, yang berjudul

“Peningkatan Kemampuan Baca Tulis Al-Qur‟an dengan Metode

Karimah Siswa Kelas VII D SMPN 1 Ngemplak Boyolali Tahun

Pelajaran 2008/2009”.

Peneliti ini menggunakan metode eksperimen tindakan kelas melalui 4

siklus dan melalui 4 tahapan. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk

meningkatkan kemampuan siswa dalam membaca Al-Qur‟an dengan

baik dan benar melaui tahapan pelajaran Al-Qur‟an. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa presentase siswa yang dapat membaca Al-Qur‟an

mengalami peningkatan pada setiap siklus. Pada siklus I yang dapat

membaca Al-Qur‟an 20% dan yang dapat atau faham membaca Al-

Qur‟an 15%. Siklus II yang dapat membaca Al-Qur‟an 42,5 % dan yang

dapat atau faham membaca Al-Qur‟an 37,5 %. Siklus III yang dapat

membaca Al-Qur‟an 70 % dan yang dapat atau faham membaca Al-

Qur‟an 62,5 %. Siklus VI yang dapat membaca Al-Qur‟an 92,5 % dan

yang dapat atau faham membaca Al-Qur‟an 97,5 %. Jadi, secara

keseluruhan siswa yang dapat membaca Al-Qur‟an mengalami

peningkatan 87,5 %.68

68

Fathur Rochim, Peningkatan Kemampuan Baca Tulis Al-Qur‟an dengan Metode

Karimah Siswa Kelas VII D SMPN I Ngemplak Boyolali Tahun Pelajaran 2008/2009, PTK.

Page 53: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

67

b. Penelitian yang dilakukan oleh Siti Fatimah tahun 2010, yang berjudul “

Pengaruh Penggunaan Metode Cepat Tanggap Belajar Al-Qur‟an

terhadap Peningkatan Kemampuan Belajar Al-Qur‟an Siswa di TPQ Al-

Falah Aryojeding Rejotangan Tulungagung Tahun 2009/2010”.

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa ada peranan antara penggunaan

metode Cepat Tanggap Belajar Al-Qur‟an dengan peningkatan

kemampuan belajar Al-Qur‟an Siswa di TPQ Al-Falah Aryojeding,

Rejotangan, Tulungagung. Tingkat peranannya positif dan signifikan,

pada kemampuan membaca huruf-huruf Al-Qur‟an yaitu sebesar 0,87,

berada pada level 0,70-0,90 yang berarti tinggi tingkat korelasinya, pada

kemampuan belajar membaca ayat-ayat dalam Al-Qur‟an sebesar 0,42,

berada pada level 0,40-0,70 yang berarti cukup tingkat korelasinya, serta

pada kemampuan menghafal ayat-ayat dalam Al-Qur‟an sebesar 0,25,

berada pada level 0,20-0,40 yang berarti rendah tingkat korelasinya. Hal

ini disebabkan antara lain penggunaan metode Cepat Tanggap Belajar

Al-Qur‟an merupakan faktor yang sangat berhubungan dengan

peningkatan kemampuan belajar Al-Qur‟an siswa.69

c. Penelitian yang dilakukan oleh Atik Adiana Kholisoh tahun 2015, yang

berjudul “ Upaya Ustadz dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Baca

Tulis Al-Qur‟an di TPQ An-Nahdliyah Banjarejo Rejotangan

(Boyolali.tp. 2008) dalam http:/hasfarfathurrrochim.blogspot.com/2012/05/peningkatan-

kemampuan-baca-tulis-al.html

69 Siti Fatimah, Pengaruh Penggunaan Metode Cepat Tanggap Belajar Al-Qur‟an terhadap

Peningkatan Kemampuan Belajar Al-Qur‟an Siswa di TPQ Al-Falah Aryojeding Rejotangan

Tulungagung Tahun 2009/2010, (Tulungagung, Skripsi Tidak Diterbitkan, 2010)

Page 54: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

68

Tulungagung Tahun Pelajaran 2014/2015”. Hasil Penelitian dari skripsi

ini:

a. Metode pembelajaran yang digunakan dalam meningkatkan motivasi

belajar baca tulis Al-Qur‟an di TPQ An-Nahdliyah Banjarejo, yaitu:

a) Menggunakan metode demonstrasi, pemberian contoh (tugas),

dan drill, untuk pengajaran surat-surat pendek menerapkan sistem

hafalan secara bersama-sama dengan menggunakan sistem

sambung ayat.

b) Sistem ulih-ulihan atau pulang duluan dengan cara memberikan

soal secara lisan ataupun mengerjakan soal yang ada di papan

tulis.

c) Mengadakan sayembara pada akhir pertemuan.

b. Upaya ustadz memberikan solusi pada wali santri untuk memotivasi

anaknya di TPQ An-Nahdliyah Banjarejo, yaitu:

a) Menerapkan rasa tanggung jawab dalam segala hal yang

dilakukan.

b) Memberikan kesan yang menyenangkan dalam belajar.

c. Faktor pendukung dan penghambat ustadz dalam meningkatkan

motivasi belajar baca tulis Al-Qur‟an di TPQ An-Nahdliyah

Banjarejo, yaitu:

a) Faktor pendukung hanya sekedar mengingatkan anak-anak untuk

belajar di rumah, dan memberikan nasihat-nasihat untuk

Page 55: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

69

meningkatkan belajar dan nasihat untuk mematuhi kedua orang

tua.

b) Faktor penghambat biasanya anak-anak sering tidak masuk yang

menyebabkan hujan, sakit, ketinggalan pelajaran dan kurangnya

pemahaman tentang pelajaran, terkadang kegaduhan yang

disebabkan oleh kelas sebelah, dan ketidak disiplinan anak ketika

masuk kelas.70

d. Penelitian yang dilakukan oleh M Khafizdh Amrul Fadloli tahun

2015, yang berjudul “Penerapan metode An-Nahdliyah untuk

Meningkatkan Kemampuan Baca Tulis Al-Qur‟an di TPQ Tarbiyatul

Ishlah Karang Talang Sendang Tulungagung 2014-2015”. Hasil

penelitian dari skripsi ini:

a. Proses pembelajaran penerapan metode An-Nahdliyah untuk

meningkatkan kemampuan baca tulis Al-Qur‟an di TPQ

Tarbiyatul Ishlah.

a) Pembelajaran di TPQ ini diawali dengan do‟a (Kalamun)

dilanjutkan dengan nderes bareng (membaca bersama-sama)

semua santri membaca sendiri-sendiri di depan ustadz, ustadz

membacakan dan santri mengikuti, santri membaca bersama

di depan ustadz, diakhiri dengan doa (allohummar hamna bil

Qur‟an).

70

Atik Adiana Kholisoh, Upaya Ustadz dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Baca Tulis

Al-Qur‟an di TPQ An-Nahdliyah Banjarejo Rejotangan Tulungagung Tahun Pelajaran

2014/2015, (Tulungagung, Skripsi Tidak Diterbitkan, 2015)

Page 56: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

70

b) Penyampaian materi tambahan dilakukan di sela-sela waktu

saat mengajar jild, dan sesuai dengan tingkatan jilid masing-

masing.

b. Pendekatan guru untuk meningkatkan kemampuan baca tulis Al-

Qur‟an di TPQ Tarbiyatul Ishlah, yaitu:

a) Melakukan pendekatan tingkah laku.

b) Melakukan pemahaman dan pendekatan tertentu tidak bisa

dipukul rata.

c. Evaluasi yang dilakukan guru untuk meningkatkan kemampuan

baca tulis Al-Qur‟an di TPQ Tarbiyatul Ishlah, yaitu:

a) Cara penilaian menggunakan A, B, C. Kalau A itu untuk

yang sudah lancar dan salahnya hanya satu, B kurang lancar,

dan C salahnya banyak.

b) Menggunakan prestasi harian santri dan hasil evaluasi akhir

jilid.71

e. Penelitian yang dilakukan oleh Asrofatu Laili tahun 2014, yang

berjudul “Penerapan Metode An-Nahdliyah dalam Belajar

Membaca Al-Qur‟an di TPQ Pondok Pesantren MIA Moyokaten

Boyolangu Tulungagung”. Hasil penelitihan dari skripsi ini:

71

M. Khafizdh Amrul Fadloli, Penerapan metode An-Nahdliyah untuk Meningkatkan

Kemampuan Baca Tulis Al-Qur‟an di TPQ Tarbiyatul Ishlah Karang Talang Sendang

Tulungagung 2014-2015, (Tulungagung, Skripsi Tidak Diterbitkan, 2015)

Page 57: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

71

a. Pelaksanaan penerapan metode An-Nahdliyah dalam belajar

membaca Al-Qur‟an di TPQ Pondok Pesantren MIA

Moyokaten Boyolangu Tulungagung, yaitu:

a) Sebelum pelajaran dimulai, santri berjabat tangan dengan

ustadz/ustadzah untuk masuk ke kelas kemudian berdo‟a.

b) Ustadz/ustadzah menuliskan potongan ayat dari jilid, santri

menulis ulang dan mencari hukum bacaannya dan ditutor

kemudian dibaca bersama-sama dan mencari hukum

bacaan dari potongan ayat tersebut.

c) Sebelum pulang berdo‟a dan berjabat tangan. Khusus bagi

santri yang akan naik ke kelas yang lebih atas lagi misalnya

dari jilid 6 ke Juz Amma, maka diberi jam tambahan

karena untuk pendalaman.

b. Proses evaluasi penerapan metode An-nahdliyah dalam belajar

membaca Al-Qur‟an di TPQ Pondok Pesantren MIA

Moyokaten Boyolangu Tulungagung, yaitu:

a) Santri yang belum pernah sekolah madrasah pasti akan

diletakkan dijilid pertama.

b) Penilaian kartu prestasi santri dinilai sesuai kemampuan

membaca. Nilai A diartikan sudah lancar, nilai B diartikan

kurang lancar, nilai C diartikan kelancaran kurang dan

kesalahan banyak.

Page 58: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

72

c) Evaluasi jilid, Al-Qur‟an dan materi tambahan dilakukan

setiap 3 bulan sekitaran a bulan sekali.72

Tabel 2. 2

Penelitian Terdahulu

No. Judul Penelitian Persamaan Perbedaan

1. Peningkatan Kemampuan

Baca Tulis Al-Qur‟an

dengan Metode Karimah

Siswa Kelas VII D SMPN 1

Ngemplak Boyolali Tahun

Pelajaran 2008/2009

1. Jenis penelitian

kuantitatif

2. Kemampuan

membaca Al-

Qur‟an

3. Menggunakan

metode

Eksperimen

1. Metode

Karimah

2. Tempat

penelitian

2. Pengaruh Penggunaan

Metode Cepat Tanggap

Belajar Al-Qur‟an terhadap

Peningkatan Kemampuan

Belajar Al-Qur‟an Siswa di

TPQ Al-Falah Aryojeding

Rejotangan Tulungagung

Tahun 2009/2010”.

1. Jenis penelitian

kuantitatif

2. Kemampuan

membaca Al-

Qur‟an

1. Menggunakan

metode korelasi

2. Jenjang TP

3. Tempat

penelitian

4. Metode cepat

tanggap belajar

Al-Qur‟an

3. Upaya Ustadz dalam

Meningkatkan Motivasi

Belajar Baca Tulis Al-

Qur‟an di TPQ An-

Nahdliyah Banjarejo

Rejotangan Tulungagung

Tahun Pelajaran 2014/2015

1. Motivasi

membaca Al-

Qur‟an

1. Jenis penelitian

kualitatif

2. Jenjang TPQ

3. Tempat

penelitian

4. Penerapan metode An-

Nahdliyah untuk

Meningkatkan Kemampuan

Baca Tulis Al-Qur‟an di

TPQ Tarbiyatul Ishlah

Karang Talang Sendang

Tulungagung 2014-2015

1. Metode An-

Nahdliyah

2. Kemampuan

membaca Al-

Qur‟an

1. Jenis penelitian

kualitatif

2. Jenjang TPQ

3. Tempat

penelitian

5. Penerapan Metode An-

Nahdliyah dalam Belajar

Membaca Al-Qur‟an di TPQ

Pondok Pesantren MIA

Moyokaten Boyolangu

Tulungagung

1. Metode A-

Nahdliyah

2. Membaca

Al-Qur‟an

1. Jenis penelitian

kualitatif

2. Jenjang TPQ

3. Tempat

penelitian

72

Asrofatu Laili, Penerapan Metode An-Nahdliyah dalam Belajar Membaca Al-Qur‟an di

TPQ Pondok Pesantren MIA Moyokaten Boyolangu Tulungagung, (Tulungagung, Skripsi Tidak

Diterbitkan, 2014)

Page 59: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

73

Dalam penelitian ini, posisi peneliti terhadap penelitian terdahulu

ini adalah untuk meneliti kembali tentang pengaruh metode cepat tanggap

belajar Al-Qur‟an metode An-Nahdliyah terhadap peningkatan kemampuan

membaca Al-Qur‟an siswa, hanya saja dalam penelitian ini lebih ditekankan

pada penerapan metode An-Nahdliyah terhadap motivasi dan kemampuan

membaca Al-Qur‟an siswa.

Adanya persamaan dan perbedaan yang terdapat dalam penelitian

ini dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya tentu membawa konsekuensi

pada hasil penelitian yang akan diperoleh. Bila pada hasil-hasil penelitian

sebelumnya metode An-Nahdliyah ditujukan untuk meningkatkan

kemampuan membaca Al-Qur‟an, maka pada penelitian ini diharapkan

metode An-Nahdliyah tidak hanya meningkatkan kemampuan siswa tetapi

juga mampu meningkatkan motivasi membaca Al-Qur‟an siswa.

C. Kerangka Berfikir

Gambar 2.1

Kerangka Berfikir

X

Y1

Y2

Y

Page 60: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

74

Keterangan:

X : Treatmen yang dilakukan menggunakan Metode An-Nahdliyah

Y1 : Motivasi membaca Al-Qur‟an

Y2 : Kemampuan membaca Al-Qur‟an

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis berasal dari kata “hypo” yang artinya di bawah dan “thesa”

artinya kebenaran.73

Pengertian hipotesis adalah jawaban sementara terhadap

rumusan masalah penelitian.74

Hipotesis dalam penelitian ini, sebagai berikut:

Ho

= (𝜇1 ≤ 𝜇2) Tidak ada pengaruh yang signifikan penggunaan model

pembelajaran Al-Qur‟an Hadits dengan metode An- Nahdliyah

terhadap motivasi membaca Al- Qur‟an siswa kelas VII di MTs As-

Syafi‟iyah Pogalan Trenggalek tahun ajaran 2017/2018.

Ha = (𝜇1 > 𝜇2) Ada pengaruh yang signifikan penggunaan model

pembelajaran Al- Qur‟an Hadits dengan metode An- Nahdliyah

terhadap motivasi membaca Al- Qur‟an siswa kelas VII di MTs As-

Syafi‟iyah Pogalan Trenggalek tahun ajaran 2017/2018.

73

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT Rineka

Cipta, 2010), hal. 110 74 Sugiyono, Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,

(Bandung : Alfabeta, 2015), hal. 96

Page 61: BAB II LANDASAN TEORI - CORE

75

Ho

= (𝜇1 ≤ 𝜇2) Tidak ada pengaruh yang signifikan penggunaan model

pembelajaran Al-Qur‟an Hadits dengan metode An- Nahdliyah

terhadap kemampuan membaca Al- Qur‟an siswa kelas VII di MTs

As- Syafi‟iyah Pogalan Trenggalek tahun ajaran 2017/2018.

Ha = (𝜇1 > 𝜇2) Ada pengaruh yang signifikan penggunaan model

pembelajaran Al- Qur‟an Hadits dengan metode An- Nahdliyah

terhadap kemampuan membaca Al- Qur‟an siswa kelas VII di MTs

As- Syafi‟iyah Pogalan Trenggalek tahun ajaran 2017/2018.

H0 = Tidak adanya pengaruh metode An-Nahdliyah terhadap motivasi dan

kemampuan membaca Al-Qur‟an siswa kelas VIII MTs As-Syafi‟iyah

Pogalan Trenggalek

Ha = Adanya pengaruh metode An-Nahdliyah terhadap motivasi dan

kemampuan membaca Al-Qur‟an siswa kelas VIII MTs As-Syafi‟iya

Pogalan Trenggalek

Keterangan:

𝜇1 = rata-rata motivasi atau kemampuan membaca siswa dengan model

pembelajaran Al- Qur‟an Hadits dengan metode An- Nahdliyah (kelas

eksperimen).

𝜇2 = rata-rata motivasi atau kemampuan membaca siswa dengan

pembelajaran konvensional (kelas kontrol).