bab ii landasan teori - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2007-3-00006-ak bab 2.pdf ·...

22
8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Tinjauan Pustaka II.1.1 Definisi dan Unsur Pajak Kian pesatnya pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur memerlukan dana yang besar. Peran serta masyarakat dalam membiayai pembangunan dan penyelenggaraan roda pemerintahan sangat diperlukan, antara lain dengan melakukan kewajibannya dalam membayar pajak sebagai sumber penerimaan negara yang dominan. Suatu tugas dan tanggung jawab yang cukup berat namun didukung oleh kesadaran dan kepedulian masyarakat, khususnya para Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan, maka rencana penerimaan pajak bagi negara diharapkan dapat tercapai. Untuk memperjelas pengertian tentang pajak itu sendiri, maka di bawah ini akan diberikan definisi-definisi pajak yang dikemukakan oleh beberapa ahli dalam bidang perpajakan, di antaranya: Menurut Soemitro, yang disitir oleh Waluyo (2000) mendefinisikan "Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum." (h.2). Menurut Djajadiningrat, yang disitir oleh Resmi, S (2005) menyatakan bahwa "Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan

Upload: tranlien

Post on 17-Mar-2019

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00006-AK Bab 2.pdf · Suatu tugas dan tanggung jawab yang cukup berat ... berdasarkan norma-norma hukum,

8

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1 Tinjauan Pustaka

II.1.1 Definisi dan Unsur Pajak

Kian pesatnya pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat

yang adil dan makmur memerlukan dana yang besar. Peran serta masyarakat dalam

membiayai pembangunan dan penyelenggaraan roda pemerintahan sangat diperlukan,

antara lain dengan melakukan kewajibannya dalam membayar pajak sebagai sumber

penerimaan negara yang dominan. Suatu tugas dan tanggung jawab yang cukup berat

namun didukung oleh kesadaran dan kepedulian masyarakat, khususnya para Wajib

Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan, maka rencana penerimaan pajak bagi

negara diharapkan dapat tercapai.

Untuk memperjelas pengertian tentang pajak itu sendiri, maka di bawah ini akan

diberikan definisi-definisi pajak yang dikemukakan oleh beberapa ahli dalam bidang

perpajakan, di antaranya:

Menurut Soemitro, yang disitir oleh Waluyo (2000) mendefinisikan "Pajak

adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi), yang langsung dapat

ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum." (h.2).

Menurut Djajadiningrat, yang disitir oleh Resmi, S (2005) menyatakan bahwa

"Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara

yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00006-AK Bab 2.pdf · Suatu tugas dan tanggung jawab yang cukup berat ... berdasarkan norma-norma hukum,

9

tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah

serta dapat dipaksakan, tapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung,

untuk memelihara kesejahteraan umum. " (h.1).

Kemudian Soemahamidjaja yang disitir oleh Waluyo (2000) menyatakan bahwa

"Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh Penguasa

berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan

jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum." (h.5).

Dari beberapa definisi di atas, seperti yang diuraikan oleh B.Ilyas,W (2005),

dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur:

1. Iuran rakyat kepada negara.

Yang berhak memungut pajak hanyalah negara (baik pemerintah pusat maupun

pemerintah daerah), dan iuran tersebut berupa uang bukan barang.

2. Dipungut berdasarkan undang-undang.

Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan

pelaksanaannya (dapat dipaksakan).

3. Tanpa jasa timbal balik atau kontra prestasi yang dapat ditunjukkan secara langsung.

Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual

oleh pemerintah.

4. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum pemerintah

(rutin dan pembangunan) bagi kepentingan masyarakat umum.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00006-AK Bab 2.pdf · Suatu tugas dan tanggung jawab yang cukup berat ... berdasarkan norma-norma hukum,

10

Selain itu, dijelaskan pula oleh Gema (2000), mengenai ciri-ciri yang melekat

pada pengertian pajak, yaitu:

1. Suatu pemungutan yang dapat dipaksakan karena wewenang yang dimilki

pemerintah.

2. Harus berdasarkan norma-norma umum atau undang-undang.

3. Prestasi pemerintah diberikan secara umum dan sulit untuk ditunjukkan.

4. Pajak dipungut oleh negara (pemerintah pusat maupun daerah).

5. Pajak diperuntukkan membiayai pengeluaran pemerintah dan apabila pemasukannya

masih surplus, dipergunakan sebagai tabungan pemerintah.

6. Merupakan iuran kepada pemerintah secara insidentil/ periodik, oleh rakyat baik

perseorangan maupun badan.

II.1.2 Fungsi Pajak

B.Ilyas,W (2004) mengungkapkan adanya keterkaitan antara pajak dan

pembangunan sehingga dapat tercapainya masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera

secara merata, maka pajak mempunyai 2 fungsi, yaitu:

1. Fungsi Budgeter

Fungsi yang letaknya di sektor publik, yaitu sebagai alat (sumber) untuk

memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke dalam Kas Negara dengan tujuan untuk

membiayai pengeluaran negara, yaitu pengeluaran rutin (misalnya, gaji pegawai baik

sipil maupun angkatan bersenjata), pengeluaran pembangunan, dan bila masih ada

sisa (surplus) digunakan sebagai tabungan pemerintah untuk investasi pemerintah.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00006-AK Bab 2.pdf · Suatu tugas dan tanggung jawab yang cukup berat ... berdasarkan norma-norma hukum,

11

2. Fungsi Regulerend (Mengatur)

Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah

dalam bidang sosial dan ekonomi, dan mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang

keuangan. Misalnya:

a) Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan, supaya pihak yang memperoleh

penghasilan tinggi dapat memberikan kontribusi (membayar pajak) yang tinggi

pula, sehingga terjadi pemerataan pendapatan.

b) Atas transaksi jual beli barang mewah dikenakan tarif PPnBM yang cukup

tinggi. Semakin mahal harga barang mewah tersebut, maka akan semakin tinggi

pula tarif pajaknya. Agar rakyat tidak berlomba-lomba untuk mengkonsumsi

barang mewah (mengurangi gaya hidup mewah).

II.1.3 Jenis dan Macam Pajak

Seperti yang dijelaskan oleh B.Ilyas,W (2004), jenis-jenis pajak yang dapat

dikenakan, dapat digolongkan dalam 3 golongan, yaitu:

1. Menurut sifatnya

Pajak langsung adalah pajak-pajak yang bebannya harus dipikul sendiri oleh

Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain serta dikenakan

secara berulang-ulang pada waktu-waktu tertentu. Misalnya: PPh, PBB.

Pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dilimpahkan kepada

orang lain dan hany dikenakan pada hal-hal tertentu atau peristiwa-peristiwa

tertentu saja. Misalnya: PPN dan PPnBM, Bea Meterai.

2. Menurut Sasarannya/ Objeknya

Pajak subjektif adalah jenis pajak yang dikenakan dengan pertama-tama

memperhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak (subjeknya). Setelah diketahui

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00006-AK Bab 2.pdf · Suatu tugas dan tanggung jawab yang cukup berat ... berdasarkan norma-norma hukum,

12

keadaan subjeknya, barulah diperhatikan keadaan objektifnya, apakah dapat

dikenakan pajak atau tidak. Misalnya: PPh.

Pajak objektif adalah jenis pajak yang dikenakan dengan pertama-tama

memperhatikan objeknya, baik berupa keadaan perbuatan atau peristiwa yang

menyebabkan timbulnya kewajiban membayar pajak. Setelah diketahui

objeknya, barulah dicari subjeknya yang mempunyai hubungan hukum dengan

objek yang telah diketahui. Misalnya: PPN, PPnBM, Bea Meterai, PBB.

3. Menurut Lembaga Pemungutnya

Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat, yang dalam

pelaksanaannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Hasil dari pemungutan

pajak pusat dikumpulkan dan dimasukkan sebagai bagian dari penerimaan

APBN. Misalnya: PPh, PPN & PPnBM, PBB, BPHTB, Bea Meterai.

Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah, yang dalam

pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda). Hasil dari

pemungutan pajak daerah dikumpulkan dan dimasukkan sebagai bagian dari

penerimaan APBD.

Pajak daerah terdiri dari:

a) Pajak daerah Tk.I (Propinsi)

Misalnya: PKB, BBN KB.

b) Pajak daerah Tk.II (Kotamadya/ Kabupaten)

Misalnya: pajak hotel dan restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak

penerangan jalan.

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00006-AK Bab 2.pdf · Suatu tugas dan tanggung jawab yang cukup berat ... berdasarkan norma-norma hukum,

13

II.1.4 Tata Cara Pengenaan Pajak

Bagaimana cara pengenaan utang pajak juga dikemukakan oleh Resmi, S (2005),

yakni dapat dilakukan dengan 3 stelsel, yaitu:

1. Stelsel Nyata (Riil Stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga

pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah

penghasilan yang sesungguhnya diketahui.

Kebaikan stelsel ini: pajak yang dikenakan lebih realistis.

Kelemahan stelsel ini: pajak baru dapat dikenakan setelah akhir periode (setelah

penghasilan riil diketahui. Misalnya: PPh Pasal 24 untuk SPT Tahunan.

2. Stelsel Anggapan (Fiktif Stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang.

Misalnya: PPh Pasal 25

Kebaikan stelsel ini: pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus

menunggu pada akhir tahun.

Kelemahan stelsel ini: pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang

sesungguhnya.

3. Stelsel Campuran

Cara pengenaan pajak yang didasarkan pada kombinasi antara stelsel nyata dan

stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu

anggapan, kemudian di akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang

sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada pajak

menurut anggapan, maka Wajib Pajak harus menambah kekurangannya. Sebaliknya,

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00006-AK Bab 2.pdf · Suatu tugas dan tanggung jawab yang cukup berat ... berdasarkan norma-norma hukum,

14

jika ternyata lebih kecil maka dapat diminta kembali. Misalnya: PPh Pasal 25 dan

PPh Pasal 29.

II.1.5 Sistem Pemungutan Pajak

Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan, pertentangan atau

perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat-syarat berikut ini:

1. Syarat keadilan

Pemungutan pajak harus adil, sesuai dengan tujuan hukum, yakni undang-undang

dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan di

antaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan

kemampuan masing-masing. Sedangkan adil dalam pelaksanaannya, yakni dengan

memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam

pembayaran, dan mengajukan banding.

2. Syarat Yuridis

Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang. Di Indonesia, pajak diatur

dalam UUD 1945 Pasal 23 ayat 2, yang berbunyi "Segala pajak untuk keperluan

Negara berdasarkan undang-undang." Hal ini memberikan jaminan hukum untuk

menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya.

3. Syarat Ekonomis

Pemungutan pajak tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun

perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perrekonomian masyarakat.

4. Syarat Financial

Sesuai fungsi budgeter, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih

rendah dari hasil pemungutannya (biaya pemungutan harus efisien).

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00006-AK Bab 2.pdf · Suatu tugas dan tanggung jawab yang cukup berat ... berdasarkan norma-norma hukum,

15

5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Sistem pemungutan pajak yang sederhana tentunya akan memudahkan dan

mendorong masyarakat untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.

Berdasarkan syarat-syarat tersebut, berdasarkan Gema (2000), maka sistem

pemungutan pajak dapat dilakukan dengan sistem:

1. Self Assessment

Adalah suatu sistem pemungutan pajak di mana Wajib Pajak diberikan kepercayaan

dan wewenang untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang sesuai dengan

ketentuan undang-undang perpajakan. Wajib Pajak dianggap diberikan kepercayaan

untuk:

a) Menghitung sendiri pajak yang terutang.

b) Memperhitungkan sendiri pajak yang terutang.

c) Membayar sendiri jumlah pajak yang terutang.

d) Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang.

e) Mempertanggung jawabkan jumlah pajak yang terutang.

Berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak dengan sistem ini berada di

tangan Wajib Pajak sendiri.

2. Official Assessment

Adalah suatu sistem pemungutan pajak di mana aparatur perpajakan (fiskus)

menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Dalam sistem

ini, inisiatif dan kegiatan dalam menghitung dan memungut pajak sepenuhnya ada

pada aparatur perpajakan. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak

dengan sistem ini berada di tangan aparatur perpajakan.

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00006-AK Bab 2.pdf · Suatu tugas dan tanggung jawab yang cukup berat ... berdasarkan norma-norma hukum,

16

3. With Holding System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak di mana penghitungan besarnya jumlah pajak

yang terutang oleh Wajib Pajak dilakukan oleh pihak ketiga. Misalnya: Pemotong

Pasal 21, Pemungut Pasal 22.

II.1.6 Tarif Pajak Penghasilan

Salah satu unsur yang menentukan rasa keadilan dalam pemungutan pajak bagi

Wajib Pajak adalah tarif pajak yang besarnya harus dicantumkan dalam undang-undang

perpajakan. Untuk penghitungan PPh di Indonesia, diterapkan tarif progresif, yakni tarif

pajak dengan persentase semakin besar bila dasar pengenaan pajaknya semakin besar.

PPh bagi Wajib Pajak Dalam Negeri dalam setahun dihitung dengan cara

mengalikan Penghasilan Kena Pajak dengan tarif pajak yang telah ditetapkan. Sesuai

dengan UU PPh No.17 Tahun 2000 Pasal 17, dijelaskan oleh Waluyo (2000) maka

besarnya tarif PPh adalah sebagai berikut:

a. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut:

Lapisan Penghasilan Kena Pajak

Tarif Pajak

Sampai dengan Rp 25.000.000,00

5 %

Di atas Rp 25.000.000,00 s.d Rp 50.000.000,00

10 %

Di atas Rp 50.000.000,00 s.d Rp 100.000.000,00

15 %

Di atas Rp 100.000.000,00 s.d Rp 200.000.000,00 25 %

Di atas Rp 200.000.000,00 35 %

Tabel 2.1

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00006-AK Bab 2.pdf · Suatu tugas dan tanggung jawab yang cukup berat ... berdasarkan norma-norma hukum,

17

b. Wajib Pajak dalam negeri dan BUT adalah sebagai berikut :

Lapisan Penghasilan Kena Pajak

Tarif Pajak

Sampai dengan Rp 50.000.000,00 10 %

Di atas Rp 50.000.000,00 s.d Rp 100.000.000,00 15 %

Di atas Rp 100.000.000,00 30 %

Tabel 2.2

II.1.7 Kredit Pajak PPh Pasal 23

Kredit pajak yang telah dipotong atau dipungut pihak lain, dalam transaksi yang

telah dilakukan merupakan salah satu usaha untuk meringankan beban pajak, karena

kredit pajak merupakan pembayaran pajak di muka.

Sesuai dengan Pasal 23 UU No.17 Tahun 2000, PPh Pasal 23 adalah pajak yang

dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri dan

Bentuk Usaha Tetap dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berasal dari modal,

penyerahan jasa atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.

Karena PPh pasal 23 langsung dipotong dari penghasilan bruto, maka mengurangi

jumlah yang diterima oleh penerima penghasilan.

Pemotongan PPh Pasal 23 disebut juga pemotongan pendahuluan dan final,

sebesar 15% dari jumlah penghasilan bruto atau perkiraan penghasilan neto. Namun

adapula penghasilan lain yang dikenakan tarif pemotongan yang besarnya selain 15%,

yaitu:

1. Persewaan tanah dan atau bangunan yang dimiliki oleh Wajib Pajak Badan

dikenakan pajak 10% final.

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00006-AK Bab 2.pdf · Suatu tugas dan tanggung jawab yang cukup berat ... berdasarkan norma-norma hukum,

18

2. Imbalan jasa teknik, manajemen, konsultan, perancang bangunan, perancang

interior, perancang pertamanan, akuntansi dan pembukuan dan jasa penebangan

hutan dipotong pajak sebesar 6%.

3. Imbalan jasa atas pembasmian hama, kontruksi dan jasa lainnya yang

pembayarannya dibebankan kepada APBN/APBD dikenakan pajak sebesar 1,5%.

4. Penghasilan dari kontrak kerjasama bagi hasil dengan PT Telkom, dikenakan pajak

sebesar 5%.

II.1.8 Hambatan Pemungutan Pajak

Menurut penjelasan Gema (2000), terdapat pula hambatan terhadap pemungutan

pajak, yang dapat dikelompokkan menjadi:

1. Perlawanan Pasif

Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang disebabkan antara lain:

a) Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami oleh masyarakat.

b) Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.

2. Perlawanan Aktif

Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung

ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak. Bentuknya antara

lain:

a) Tax Avoidance, yakni usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar

undang-undang perpajakan yang berlaku.

b) Tax Evasion, yakni usaha meringankan beban pajak dengan cara yang

melanggar undang-undang perpajakan yang berlaku (menggelapkan pajak).

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00006-AK Bab 2.pdf · Suatu tugas dan tanggung jawab yang cukup berat ... berdasarkan norma-norma hukum,

19

II.1.9 Kompensasi Rugi

Menurut Setiawan (2004), berdasarkan Pasal 6 ayat (2) UU PPh, "bahwa

kompensasi kerugian merupakan pengurang penghasilan netto (laba bersih sebelum

pajak). Masa kompensasi kerugian maksimal 5 tahun berturut-turut, lewat 5 tahun maka

kompensasi tersebut dianggap hangus." (h.55).

II.2 Pengertian Penghasilan, Objek PPh, Subjek PPh, Definisi PPh Pasal 25 dan

Pasal 29

II.2.1 Pengertian Penghasilan dan Objek PPh

Menurut Standar Akuntansi Keuangan Indonesia, penghasilan adalah kenaikan

manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi, dalam bentuk pemasukan atau

penambahan aktiva atau penurunan kewajiban, yang mengakibatkan kenaikan ekuitas

yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal.

Menurut UU PPh No.17 Tahun 2000, Pasal 4 ayat (1), yang dijelaskan oleh

Waluyo (2000), penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima

atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar

Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib

Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Menurut Pasal 4 ayat (1) UU No.17 Tahun 2000, yang dijelaskan oleh Waluyo

(2000), maka Objek PPh adalah penghasilan. "Yang termasuk penghasilan sebagai objek

pajak adalah:

a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima

atau diperoleh termasuk gaji, tunjangan, upah, honorarium, komisi, bonus,

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00006-AK Bab 2.pdf · Suatu tugas dan tanggung jawab yang cukup berat ... berdasarkan norma-norma hukum,

20

gratifikasi, uang pensiun dan atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali

ditentukan lain dalam undang-undang;

b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan;

c. Laba usaha;

d. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta;

e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya;

f. Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan lain karena jaminan

pengembalian utang;

g. Dividen, dengan nama dan bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan

asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;

h. Royalti;

i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;

k. Keuntungan karena pembebasan utang;

l. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;

m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;

n. Premi asuransi;

o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari

Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;

p. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan

pajak." (h.114).

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00006-AK Bab 2.pdf · Suatu tugas dan tanggung jawab yang cukup berat ... berdasarkan norma-norma hukum,

21

II.2.2 Subjek PPh

Yang termasuk subjek pajak menurut Pasal 2 ayat (1) UU No.17 Tahun 2000,

dijelaskan oleh Waluyo (2000), adalah sebagai berikut:

a. 1) orang pribadi;

2) warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak;

b. badan;

c. bentuk usaha tetap.

Subjek pajak terdiri dari Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri.

Dalam pasal 2 ayat (3) disebutkan yang dimaksud subjek pajak dalam negeri adalah:

a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari (tidak harus

berturut-turut dalam jangka waktu 12 bulan, orang pribadi yang dalam suatu tahun

pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia.

b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.

c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.

Dalam pasal 2 ayat (4) disebutkan yang dimaksud subjek pajak luar negeri adalah:

a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak

lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan badan yang tidak didirikan atau

tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan

kegiatan melalui bentuk badan usaha tetap di Indonesia.

b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia

tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan badan yang tidak

didirikan atau tidak bertempat keududkan di Indonesia yang dapat menerima atau

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00006-AK Bab 2.pdf · Suatu tugas dan tanggung jawab yang cukup berat ... berdasarkan norma-norma hukum,

22

memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau

melakukan kegiatan melalaui bentuk usaha tetap di Indonesia.

II.2.3 Definisi PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 29

Menurut Resmi, S (2005) definisi "pajak penghasilan Pasal 25 adalah merupakan

angsuran Pajak Penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap

bulan dalam tahun pajak berjalan." (h.297).

Menurut Setiawan, A (2004), "pajak penghasilan Pasal 25 yaitu angsuran pajak

yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setiap bulan, yakni sebesar selisih antara pajak

penghasilan yang terutang tahun pajak yang lalu dikurangi PPh yang telah dibayar sesuai

Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 24, kemudian dibagi dengan banyaknya masa

pajak dalam suatu tahun pajak." (h.165).

1) Batas waktu pembayaran/ penyetoran PPh Pasal 25 paling lambat adalah tanggal

15 bulan takwim berikutnya. (Jika telat bayar dikenakan sanksi administrasi berupa

bunga sebesar 2% per bulan yang dihitung dari saat jatuh tempo pembayaran,

sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu)

bulan).

2) Batas waktu pelaporan PPh Pasal 25 paling lambat adalah tanggal 20 bulan takwim

berikutnya. (Jika telat lapor dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar

Rp 50.000,00).

Mengacu pada Resmi, S (2005), PPh Pasal 29 adalah hasil perhitungan pajak

terutang selama tahun pajak dikurangi dengan total kredit pajak dan angsuran pajak

penghasilan yang telah dilakukan selama tahun pajak tersebut.

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00006-AK Bab 2.pdf · Suatu tugas dan tanggung jawab yang cukup berat ... berdasarkan norma-norma hukum,

23

1) Batas waktu pembayaran/ penyetoran PPh Pasal 29 paling lambat adalah tanggal

25 bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir. (Jika telat bayar dikenakan sanksi

administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan yang dihitung dari saat jatuh

tempo pembayaran, sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan

dihitung penuh 1 (satu) bulan).

2) Batas waktu pelaporan PPh Pasal 29 paling lambat adalah tanggal 31 bulan ketiga

setelah tahun pajak berakhir. (Jika telat lapor dikenakan sanksi administrasi berupa

denda sebesar Rp 100.000,00).

II.3 Pengertian Biaya dan Beban, Biaya Yang Dapat Dikurangkan Dari

Penghasilan Bruto serta Biaya Yang Bukan Merupakan Pengurang

Penghasilan Bruto

II.3.1 Pengertian Biaya dan Beban

Biaya adalah uang cash atau equivalent uang cash yang dikeluarkan untuk

memperoleh harta/ jasa tertentu. Sedangkan beban adalah biaya yang telah dipakai

dalam proses untuk menghasilkan pendapatan.

II.3.2 Biaya Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto

Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2000, yang dijelaskan oleh

Waluyo (2000), maka "biaya yang dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan

bruto, yang terkait dengan pengusaha Wajib Pajak adalah:

a. Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, termasuk: biaya

pembelian bahan, biaya berkenaan pekerjaan atau termasuk upah, gaji, honorarium,

bonus, gratifikasi dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa,

royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00006-AK Bab 2.pdf · Suatu tugas dan tanggung jawab yang cukup berat ... berdasarkan norma-norma hukum,

24

administrasi dan pajak, kecuali pajak penghasilan. (disebut juga sebagai biaya yang

berhubungan langsung dengan kegiatan usaha);

b. Penyusutan dan amortisasi;

c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan;

d. Kerugian karena penjualan/ pengalihan harta yang dimiliki dalam perusahaan;

e. Kerugian karena selisih kurs mata uang asing;

f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;

g. Biaya beasiswa, magang dan pelatihan untuk meningkatkan SDM;

h. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih." (h.126).

II.3.3 Biaya Yang Bukan Merupakan Pengurang Penghasilan Bruto

Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2000, yang dijelaskan oleh

Setiawan, A (2004), maka "biaya yang bukan merupakan pengurang penghasilan bruto,

yang terkait dengan pengusaha Wajib Pajak adalah:

a. Pembagian laba dalam bentuk apapun, termasuk pembayaran deviden;

b. Biaya untuk kepentingan pribadi;

c. Pembentukan atau pemupukan cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih

untuk usaha bank dan sewa;

d. Premi asuransi yang dibayar oleh pegawai;

e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan

dalam bentuk natura dan kenikmatan;

f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau

kepada yang mempunyai hubungan istimewa;

g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan dan warisan yang tidak ada

hubungan dengan usaha, kecuali zakat;

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00006-AK Bab 2.pdf · Suatu tugas dan tanggung jawab yang cukup berat ... berdasarkan norma-norma hukum,

25

h. PPh yang treutang oleh WP yang bersangkutan, meliputi PPh Pasal 21, Pasal 22,

Pasal 23, Pasal 25 Pasal 26 dan PPh Final;

i. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi, orang pribadi

yang menjadi tanggungannya;

j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan yan modalnya tidak terbagi atas

saham;

k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan serta sanksi pidana berupa

denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang

perpajakan." (h.12).

II.4 Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Biaya Pemakaian Telepon Seluler dan

Kendaraan Perusahaan

II.4.1 No.KEP-220/PJ./2002, Tanggal 18 April 2002, Pasal 1 Ayat (2) Tentang

Biaya Pemakaian Telepon Seluler

Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak No.KEP-220/PJ./2002, tanggal

18 April 2002, Pasal 1 ayat (2) maka atas biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa

dan perbaikan telepon seluler yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai

tertentu karena jabatan atau pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan

sebesar 50% dari jumlah biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan

dalam tahun pajak yang bersangkutan.

II.4.2 No.KEP-220/PJ./2002, Tanggal 18 April 2002, Pasal 3 Ayat (2) Tentang

Kendaraan Perusahaan

Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak No.KEP-220/PJ./2002, tanggal

18 April 2002, Pasal 3 ayat (2) maka atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00006-AK Bab 2.pdf · Suatu tugas dan tanggung jawab yang cukup berat ... berdasarkan norma-norma hukum,

26

kendaraan yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena

jabatan atau pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% dari

jumlah biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin dalam tahun pajak yang bersangkutan.

II.5 Pengertian Rekonsiliasi fiskal, Pengertian SPT Tahunan PPh Badan,

Fungsi, Bentuk dan Isi SPT Tahunan PPh Badan

II.5.1 Pengertian Rekonsiliasi Fiskal

Wajib Pajak perlu melakukan rekonsiliasi fiskal, karena terdapat perbedaan

perhitungan, khususnya laba menurut akuntansi (komersial) dengan laba menurut

perpajakan (fiskal). Laporan keuangan komersial ditujukan untuk menilai kinerja

ekonomi dan keadaan finansial dari sektor privat, sedangkan dalam laporan keuangan

fiskal lebih ditujukan untuk menghitung pajaknya, agar beban pajak yang ditanggung

oleh WP dapat menjadi lebih efisien.

Dasar penyusunan laporan keuangan komersial yaitu Standar Akuntansi

Keuangan (SAK), sedangkan dasar penyusunan untuk laporan keuangan fiskal yaitu

peraturan perpajakan (UU PPh). Perbedaan kedua dasar panyusunan laporan keuangan

tersebut mengakibatkan perbedaan perhitungan laba (rugi) entitas (Wajib Pajak).

II.5.2 Pengertian SPT Tahunan PPh Badan

Salah satu kewajiban WP adalah menyampaikan SPT Tahunan PPh yang

merupakan sarana bagi WP untuk melaporkan dan mempertanggung-jawabkan

penghitungan dan atau pembayran pajaknya. Sesuai ketentuan Undang-undang No.6

Tahun 1983 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah

diubah dengan Undang-undang No. 9 Tahun 1994 sebagaimana telah diubah terakhir

dengan Undang-undang No.16 Tahun 2000 Pasal 1 butir 10, dijelaskan oleh Waluyo

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00006-AK Bab 2.pdf · Suatu tugas dan tanggung jawab yang cukup berat ... berdasarkan norma-norma hukum,

27

(2000), maka "Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan

untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan

objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan Undang-undang

perpajakan." (h.30).

Menurut undang-undang No.16 Tahun 2000 Pasal 1 butir 12, yang diuraikan oleh

Waluyo (2000), Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu

tahun pajak atau bagian tahun pajak.

Surat Pemberitahuan Tahunan Wajib Pajak adalah Surat Pemberitahuan yang

digunakan oleh Wajib Pajak Badan untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak.

Menurut Mardiasmo (2001), "Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib

Pajak digunakan untukmelaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang

menurut ketentuan peraturan Undang-undang perpajakan." (h.20).

II.5.3 Fungsi SPT Tahunan PPh Badan

Sesuai dengan ketentuan UU KUP Pasal 3 ayat (1), "SPT berfungsi sebagai

sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak

yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:

1) Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau

melalaui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 tahun pajak atau bagian

tahun pajak;

2) Penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak;

3) Harta dan kewajiban;

4) Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan

pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 masa pajak, yang ditentukan peraturan

perundang-undangan perpajakan." (h.36).

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00006-AK Bab 2.pdf · Suatu tugas dan tanggung jawab yang cukup berat ... berdasarkan norma-norma hukum,

28

Fungsi SPT Tahunan PPh menurut Mardiasmo (2001), yakni:

a) Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung-jawabkan perhitungan

jumlah pajak yang sebenarnya terutang.

b) Untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan

sendiri dan atau melalui pemotongan pajak atau pemungutan pajak laindalam 1

tahun pajak atau bagian tahun pajak.

c) Untuk melaporkan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan

atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 masa pajak, yang

ditentukan peraturan perundang-undangan perpajakan.

II.5.4 Bentuk dan Isi SPT Tahunan PPh Badan

Secara garis besar, kode serta nama formulir yang tercantum dalam SPT

Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan, adalah sebagai berikut:

No Kode formulir Perincian nama formulir Keterangan

1 1771 SPT Tahunan PPh WP Badan Induk SPT

2 1771-I Penghitungan Penghasilan Neto Fiskal Lampiran I

3 1771-II Perincian HPP, Biaya usaha lainnya dan

biaya dari luar usaha

Lampiran II

4 1771-III Kredit pajak dalam negeri Lampiran III

5 1771-IV PPh final

Penghasilan yang tidak termasuk

objek pajak

Lampiran IV

6 1771-V Daftar pemegang saham atau Lampiran V

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00006-AK Bab 2.pdf · Suatu tugas dan tanggung jawab yang cukup berat ... berdasarkan norma-norma hukum,

29

pemilik modal dan jumlah

dividen yang dibagikan

Daftar susunan pengurus dan

komisaris

7 1771-VI Daftar penyertaan modal pada

perusahaan afiliasi

Daftar pinjaman dari atau

kepadapemegang saham atau

perusahaan afiliasi

Lampiran VI

Tabel 2.3