bab ii landasan teori a. keterangan terdahulueprints.umm.ac.id/39177/3/bab ii.pdf8 bab ii landasan...
TRANSCRIPT
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian yang terkait dengan topik ini dapat dilihat pada table
berikut :
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No. Penelitian
Terdahulu
Keterangan
1 Judul Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap
Produktivitas Kerja Karyawan Pada PT. Pos
Cabang Malang (Aulia, 2007)
Tujuan Penellitian Untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan
terhadap produktivitas kerja karyawan
Metode Penelitian Regresi linier berganda dengan uji F dan uji t
Hasil Penelitian Hasil koefisien determinasi (R2) yaitu sebesar 0,654,
dengan demikian berarti bahwa produktivitas kerja
karyawan pada PT. Pos Cabang Malang dipengaruhi
oleh gaya kepemimpinan yang meliputi perilaku tugas
dan perilaku hubungan sebesar 65,4%.
2 Judul Pengaruh gaya kepemimpinan situasional terhdap
kinerja karyawan dan kepuasan kerja
(Studi Pada Karyawan Divisi Tower &
Approach Terminal (TWR&APP-TMA)
AirNav Indonesia Kantor Cabang Aero Traffic
Control Soekarno Hatta ) (Hidayati, S., dkk, 2015)
Tujuan Penellitian Untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan
situasional diantaranya gaya instruksi, gaya
konsultasi, gaya partisipasi, dan gaya delegasi
terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan pada
divisi Tower & Approach Terminal AirNav
Indonesia Kantor Cabang Aero Traffic Control
Bandara Soekarno Hatta.
Metode Penelitian Teknik analisis deskriptif, dan analisis jalur (path
analysis)
Hasil Penelitian
variabel gaya kepemimpinan situasional
diantaranya gaya instruksi, gaya konsultasi, gaya
partisipasi, dan gaya delegasi berpengaruh
signifikan terhadap kepuasan kerja dengan nilai
signifikan t < 0.05. variabel gaya Instruksi, gaya
konsultasi, gaya partisipasi, dan gaya delegasi
tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja
karyawan dengan nilai signifikan t > 0.05. Variabel
9
No. Penelitian
Terdahulu
Keterangan
kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap
kinerja karyawan dengan nilai signifikan t 0.009 <
0.05.
Judul Pengaruh gaya kepemimpinan situasional terhadap
kinerja guru SMK 1 Wanareja Kabupaten Cilapap.
(Hendarto, 2009)
Tujuan Penellitian untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan
pada kinerja guru di SMA Negeri 1 Wanareja
kabupaten Cilacap
Metode Penelitian Regresi Berganda, Uji t dan Uji F
Hasil Penelitian Gaya kepemimpinan berpengaruh siignifikan
terhadap kinerja guru
Sumber: Jurnal Penelitian Terdahulu
Berdasarkan tabel 2.1 maka diketahui bahwa persamaan yang diteliti
adalah pada tema yang diteliti mengenai gaya kepemimpinan. Kedua
penelitian di atas menggambarkan keadaan kinerja/produktivitas yang
samasama dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan dalam perusahaan. Beberapa
penelitian terdahulu mendukung penelitian tersebut dilakukan. Perbedaannya
dari penelitian terdahulu ada yang menggunakan analisis path, regresi
berganda dan regresi linier berganda sedangkan peneliti sekarang
menggunakan rentang skala serta regresi linier berganda, selain itu
perbedaannya pada obyek yang diteliti. Penelitian terdahulu digunakan dalam
referensi dan penunjangan penelitian tersebut dalam mencapai hasil penelitian
yang diinginkan oleh peneliti. Maka dari itu penelitian lebih lanjut terkait
pengaruh analisis penerapan gaya kepemimpinan model hersey dan
Blanchard dengan obyek berbeda menarik dilakukan.
10
B. Teori Kepemimpinan
1. Kepemimpinan
a. Pengertian Kepemimpinan
Definisi kepemimpinan menurut Robbins (2008) adalah
kemampuan untuk mempengaruhi sebuah kelompok untuk mencapai
suatu visi atau serangkaian tujuan tertentu. Sumber pengaruh ini bisa
jadi bersifat formal, seperti yang diberikan oleh pemangku jabatan
manajerial dalam sebuah organisasi. Karena posisi manajemen
memiliki tingkat otoritas yang diakui secara formal, seseorang bisa
memperoleh peran pemimpin hanya karena posisinya dalam organisasi
tersebut.
Sedangkan Hadari Nawawi dan M. Martini Hadari (2004)
mengatakan bahwa kepemimpinan merupakan proses atau rangkaian
kegiatan yang saling berhubungan satu dengan yang lain, meskipun
tidak mengikuti rangkaian yang sistematis. Rangkaian itu berisi
kegiatan menggerakan, membimbing dan mengarahkan serta
mengawasi orang lain dalam berbuat sesuatu, baik secara perseorangan
maupun bersama-sama.
C. Pola Dasar Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan memiliki tiga pola dasar, yang secara terinci
dijabarkan lagi menjadi delapan pola. Ketiga pola dasar dalam gaya
kepemimpinan menurut Hadari Nawawi dan M. Martini (2004) adalah :
11
a. Gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan pelaksanaan tugas secara
efektif dan efisien, agar mampu mewujudkan tujuan secara maksimal.
b. Gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan pelaksanaan hubungan
kerja sama
c. Gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan hasil yang dapat dicapai
dalam rangka mewujudkan tujuan kelompok/organisasi
Ketiga pola dasar mencerminkan gaya kepemimpinan seperti tersebut
diatas, dalam proses kepemimpinan secara operasional tidaklah terspisah
secara deskrit. Dalam kenyataannya satu dengan yang lain saling isi-mengisi
dan saling menunjang, namun terlihat kecendrungan atau titik beratnya yang
berbeda.
D. Pentingnya Kepemimpinan Dalam Organisasi
Dalam organisasi, pemimpin dan efektifitas kepemimpinan itu sangat
penting. Pentingnya kepemimpinan dalam organisasi tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut (Mohyi 2005:162)
1. Sebagai pengantar, pengarah organisasi untuk mencapai tujuan.
2. Penanggung jawab dan pembuat kebijakan-kebijakan organisasi.
3. Pemersatu dan memotivasi para bawahannya dalam melaksanakan
aktivitas organisasi.
4. Pelopor dalam menjalankan aktivitas manajemen, yaitu perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan pengolahan sumber daya
yang ada.
5. Sebagai pelopor memajukan organisasi.
12
E. Sifat-sifat Kepemimpinan
Untuk memperoleh kemampuan kepemimpinan diperlukan sejumlah
sifat-sifat yang baik dan tepat. Menurut Terry dalam Siswanto (2005:158)
sifat-sifat penting seorang pemimpin adalah:
a. Penuh energi (energyc)
Untuk tercapainya kepemimpinan yang baik memang dibutuhkan
eneri yang baik pula, jasmani maupun rokhani. Seorang pemimpin harus
sanggup bekerja dalam rangka jangka panjang dan dalam waktu yang tidak
tertentu. Karena itu kesehatan fisik dan mental benar-benar diperlukan bagi
seorang pimpinan.
b. Memiliki stabilitas emosi
Seorang memimpin yang efektif harus melepaskan diri dari
purbasangka, kecurigaan atau berapriori jelek terhadap bawahan-
bawahannya dan tidak boleh cepat naik pitam.
c. Memiliki pengetahuan tentang hubungan antara manusia (human relation)
Mengingat tugas yang penting dan seorang pemimpin adalah
memimpin dan memajukan orang bawahannya, maka seorang pemimpin
harus mengetahui benar tentang hal ikhwal manusia dan hubungan antara
manusia tersebut.
d. Motivasi pribadi
Keinginan untuk dapat memimpin harus datang dari dorongan batin
pribadinya sendiri dan bukan paksaan dari luar dirinya. Kekuatan dari luar
hanya bersifat menstimulir saja terhadap keinginan-keinginan untuk menjadi
pemimpin.
13
e. Kemahiran mengadakan komunikasi
Seorang pemimpin harus mampu dan cakap dalam mengutarakan
gagasan baik secara lisan maupun tulisan. Hal ini sangat penting bagi
pemimpin untuk dapat mendorong maju bawahannya, memberikan atau
menerima informasi bagi kemajuan organisasi dan kepentingan bersama.
f. Kecakapan mengajar
Pemimpin yang baik adalah guru yang baik. Mengajar adalah jalan
yang terbaik untuk memajukan orang-orang ataupun menyadarkan orang-
orang atas pentingnya tugas-tugas yang dibebankan dan sebagainya.
g. Kecakapan sosial
Seorang pemimpin harus mengetahui benar-benar tentang manusia
atau masyarakat, kemampuan-kemampuannya maupun kelemahan-
kelemahannya. Ia harus memiliki kemampuan bekerja sama dengan orang-
orang dengan berbagai ragam sifat, sehingga mereka benar-benar dengan
penuh kemauan dan kesetiaan bekerja di bawah kepemimpinannya.
h. Kemampuan teknis
Dengan dimilikinya kemampuan teknis seorang pemimpin akan
lebih mudah mengadakan koreksi bila terjadi kesalahan pelaksanaan tugas
dan bawahannya.
F. Teori Kepemimpinan situasional
Kemampuan mengendalikan sumber daya manusia dan dana serta
factor lain untuk mencapai tujuan organisasi merupakan usaha yang harus
dilakukan dalam setiap organisasi. Menurut Arifin Dkk (2005:125) fungsi
14
tersebut adalah merupakan fungsi yang harus dilaksanakan atau merupakan
beban dan pemimpin. Keberhasilan untuk mencapai tujuan organisasi adalah
merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap pemimpin. Hersey
dan Blanchard dalam Gitosudarmo (2005:165), mengatakan ada empat jenis
kepemimpinan dalam kepemimpinan situasional yaitu:
1) Telling Style Pada saat bawahan pertama kali memasuki organisasi,
orientasi tugas yang tinggi dan orientasi hubungan yang rendah adalah yang
paling tepat. Bawahan harus lebih banyak diberi perintah dalam
melaksanakan tugasnya dan diperkenalkan dengan aturan-aturan dan
prosedur organisasi.
2) Selling Style Pada tahap kedua ini, bawahan mulai mempelajari tugasnya.
Kepemimpinan orientasi tugas yang tinggi masih diperlukan kerena
bawahan belum bersedia menerima penuh. Tetapi kepercayaan dan
dukungan pemimpin terhadap bawahan dapat meningkat.
3) Participating Style Pada tahap ketiga, kemampuan dan motivasi prestasi
bawahan meningkat, dan bawahan mulai aktif mencari tanggung jawab yang
lebih besar. Pada tahap ini, gaya kepemimpinan yang tepat adalah orientasi
hubungan tinggi dan orientasi tugas rendah.
4) Delegating Style Pada tahap keempat, dimana bawahan secara berangsur-
angsur menjadi lebih percaya diri sendiri, cukup berpengalaman, dan
tanggungjawabnya dapat diandalkan. Pada tahap ini gaya pendelegasian
yang tepat yaitu orientasi tugas dan hubungna yang rendah. Melanjutkan
teori yang telah dikemukakan
15
Menurut Arifin (2005:128) di dalam kotak segi empat yang
menggambarkan kwadran kepemimpinan situasional, perilaku tugas digambarkan
dengan garis mendatar, sedang perilaku hubungan di gambarkan dengan garis
tegak. Dengan empat buah segi empat yang dibentuk dan dua garis tersebut akan
terlihat empat gaya kepemimpinan perilaku pemimpin. Untuk lebih jelasnya
tentang model teori kepemimpinan situasional,disajikan pada gambar berikut:
Gambar 2.1
Model Gaya Kepemimpinan Situasional
Berdasarka gambar di atas, dapat dilihat titik potong terjadi dalam
kuadran tugas tinggi dan hubungan rendah. Oleh karena itu hendaknya
pemimpin yang bekerja dengan karyawan yang mendemonstrasikan
kematangan rendah harus memakai gaya kepemimpinan yang banyak
mengarahkan kepada bawahan.
Kontinum bawahan menurut Hersey dan Blanchard (dalam Rivai,
2013:161) dibagi atas empat kategori dan masing-masing tingkatan
dilambangan dengan huruf 14 (maturity) yaitu, M1, M2, M3, dan M4. Untuk
mengetahui arti tingkatan kematangan masing-masing, maka dibuat gambar
sebagai berikut:
16
Tabel 2.2
Tingkat Kematangan Bawahan Dalam Organisasi
Mampu dan
Mau
(Yakin)
Mampu
Tetapi Tidak
mau
(Tidak Yakin)
Tidak
Mampu tetapi
Mau
(Yakin)
Tidak Mampu
dan Tidak Mau
(Tidak Yakin)
M4 M3 M2 M1
Sumber: Rivai (2013:161)
Tingkat kematangan masing-masing karyawan berbeda berdasarkan
pengalaman kerja, pendidikan, kepangkatan dan latar belakang sosial. Karena
itu variasi gaya kepemimpinan harus memerhatikan kemampuan dan
kemauan karyawan. Karyawan yang mempunyai kemampuan dan kemauan
yang rendah dan tidak yakin akan berhasil dilambangkan huruf M1.
Karyawan yang mempunyai kemampuan sedang dan kemauan rendah (M2).
Karyawan yang mempunyai kemampuan tinggi tetapi kemauan rendah (M3).
Sedangkan karyawan yang mempunyai kemampuan dan kemauan tinggi dan
yakin berhasil dalam menjalankan tugas dilambangkan huruf M4.
Gaya kepemimpinan merupakan norma yang digunakan sewaktu mencoba
mempengaruhi perilaku orang lain. Menurut Thoha (2003:13) pada hakekatnya
perilaku dasar pemimpin yang mendapatkan tanggapan para pengikutnya, sewaktu
pemimin tersebut melakukan proses pemecahan masalah dan pembuatan keputusan,
maka empat gaya kepemimpinan dasar situasional, dapat diaplikasikan dengan suatu
proses pengambilan keputusan tersebut. Gaya kepemimpinan dalam pembuatan
keputusan disajikan pada gambar berikut:
Table 2.3
Empat Gaya Kepemimpinan Dalam Pengambilan Keputusan
Partisipasi (G3) Konsultasi (G2)
Delegasi (G4) Instruksi (G1)
Sumber: Toha (2003:14)
17
Perilaku pemimpin yang tinggi pengarahan dan rendah dukungan (G1)
dirujuk sebagai instruksi, karena gaya kepemimpinan ini dicirikan dengan
kemunikasi satu arah. Pemimpin memberikan batasan peranan pengikutnya
dan memberi mereka tentang apa, bagaimana, bilamana, dan di mana
melaksanakan berbagai tugas. Inisiatif pemecahan masalah semata-mata
dilakukan oleh pemimpin. Pemecahan masalah dan keputusan diumumkan
dan pelaksanaanna diawasi secara ketat oleh pemimpin.
Perilaku pemimpin yang tinggi pengarahan dan tinggi dukungan (G2)
dirujuk sebagai konsultasi., karena dalam menggunakan gaya ini, pemimpin
masih banyak memberikan pengarahan dan masih membuat hamper sama
dengan keputusan, tetapi hal ini diikuti dengan meningkatkan banyaknya
komunikasi dua arah dan perilaku mendukung, dengan berusaha mendengar
perasaan pengikut tentang keputusan yang dibuat, serta ide-ide dan saran-
saran mereka. Meskipun dukungan ditingkatkan, pengendalian (control) atas
pengambilan keputusan tetap pada pemimpin.
Perilaku pemimpin yang tinggi dukungan dan rendah pengarahan (G3)
dirujuk sebagai partisipasi, karena posisi kontrol atas pemecahan masalah dan
pembuatan keputusan dipegang secara bergantian. Dengan penggunaan gaya
kepemimpinan ini, pemimpin dan pengikut saling tukar menukar ide dalam
pemecahan masalah dan pembuatan keputusan, komunikasi dua arah
ditingkatkan dan peranan pemimpin adalah secara aktif mendengar.
Tanggung jawab pemecahan masalah-masalah dan pembuatan keputusan
sebagian besar berada pada pihak pengikut. Hal ini sudah sewajarnya karena
pengikut memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas.
18
Perilaku pemimpin yang rendah dukungan dan rendah pengarahan
(G4) dirujuk sebagai delegasi, karena pemimpin mendiskusikan masalah
bersama-sama dengan bawahan, sehingga tercapai kesepakatan mengenai
definisi masalah yang kemudian proses pembuatan didelegasikan secara
keseluruhan kepada bawahan. Bawahan memiliki control untuk memutuskan
tentang bagaimana cara pelaksanaan tugas. Pemimpin memberikan
kesempatan yang luas bagi bawahan untuk melaksanakan pertunjukan mereka
sendiri karena mereka memiiki kemampuan dan keyakinan untuk memikul
tanggung jawab dalam pengarahan perilaku mereka sendiri.
G. Model Kepemimpinan Paul Hersey and Ken Blanchard
Perilaku kepemimpinan seseorang menghadapi kelompok secara
keseluruhan harus berbeda- beda dengan menghadapi individu anggota
kelompok, demikian pula perilaku kepemimpinan manajer dalam menghadapi
tiap- tiap individu harus berbeda- beda tergantung kematangannya. Masing-
masing punya perbedaan tingkat kematangan.
Menurut teori ini pemimpin haruslah situasional, setiap keputusan yang
dibuat didasarkan pada tingkat kematangan anak buah, ini berarti keberhasilan
seorang pemimpin adalah apabila mereka menyesuaiakan gaya kepemimpinanya
dengan tingkat kedewasaan atau kematangan anak buah. Tingkat kedewasaan atau
kematangan anak buah dapat dibagi menjadi empat tingkat yaitu:
Pertama intruksi adalah untuk pengikut yang rendah kematangannya,
orang yang tidak mampu dan mau memiliki tanggung jawab untuk
melaksanakan sesuatu adalah tidak kompeten atau tidak memiliki keyakinan.
19
bawahan seperti ini masih sangat memerlukan pengarahan dan dukungan,
masih perlu bimbingan dari atasan tentang bagaimana, kapan dan dimana
mereka dapat melaksakanya tanggung jawab/tugasnya.
Kedua konsultasi adalah untuk tingkat kematangan rendah ke sedang,
orang yang tidak mampu tetapi berkeinginan untuk memikul tanggung jawab
memiliki keyakinan tetapi kurang memiliki keterampilan. pimpinan/pemimpin
perlu membuka komunikasi dua arah (two way communications), yaitu untuk
membantu bawahan dalam meningkatkan motivasi kerjanya.
Ketiga partisipasi adalah bagi tingkat kematangan dari sedang
kerendah, orang-orang pada tingkat perkembangan ini memiliki kemampuan
tetapi tidak berkeinginan untuk melakukan sesuatu tugas yang diberikan.
Untuk meningkatkan produktivitas kerjanya, dalam hal ini pemimpin harus
aktif membuka komunikasi dua arah dan mendengarkan apa yang diinginkan
oleh bawahan.
Keempat delegasi adalah bagi tingkat kematangan yang tinggi, orang-
orang pada tingkat kematangan seperti ini adalah mampu dan mau, atau
mempunyai keyakinan untuk memikul tanggung jawab. Dalam hal ini
pemimpin tidak perlu banyak memberikan dukungan maupun pengarahan,
karena dianggap bawahan sudah mengetahui bagaimana, kapan dan dimana
mereka barus melaksanakan tugas/tangung jawabnya (Thoha, 1983:74-76).
20
Gambar 2.2
Gaya Kepemimpinan Situasional
H. Kerangka Pikir Penelitian
Kerangka pikir dapat digunakan untuk mempermudah alur pemikiran
yang akan dilakukan dalam penelitian. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui gaya kepemimpinan di PT.KAI Daop 8 Surabaya.
Menurut Harsey and Blanchard (2004:114), gaya kepemimpinan
terdiri dari kombinasi perilaku tugas dan perilaku hubungan. Perilaku tugas
dimaksudkan sebagai kadar menjelaskan aktivitas setiap anggota serta kapan,
dimana dan bagaimana cara menyelesaikannya, dicirikan dengan pemimpin
memberikan instruksi, memberikan dorongan kerja, memberikan penjelasan
detail tentang tugas yang diberikan, pengendalian atas pekerjaan, dan
penetapan batas waktu penyelesaian pekerjaan kepada bawahannya yang
diberikan oleh pemimpinnya.
21
Sedangkan perilaku hubungan merupakan kadar upaya pemimpin
membina hubungan dengan pegawai, dengan pemimpin memberikan
dorongan dalam menjaga hubungan, memberikan perhatian, melakukan
diskusi, mengkomunikasikan dan mendelegasikan tanggungjawab secara adil
kepada pegawainya, dan pimpinan berusaha untuk berkomunikasi dengan
baik kepada pegawainya.
Menurut teori ini pemimpin haruslah situasional, setiap keputusan
yang dibuat didasarkan pada tingkat kematangan anak buah, ini berarti
keberhasilan seorang pemimpin adalah apabila mereka menyesuaiakan gaya
kepemimpinanya dengan tingkat kedewasaan atau kematangan anak buah.
Tingkat kedewasaan atau kematangan anak buah dapat dibagi menjadi empat
tingkat yaitu:
Pertama intruksi adalah untuk pengikut yang rendah
kematangannya, orang yang tidak mampu dan mau memiliki tanggung jawab
untuk melaksanakan sesuatu adalah tidak kompeten atau tidak memiliki
keyakinan. bawahan seperti ini masih sangat memerlukan pengarahan dan
dukungan, masih perlu bimbingan dari atasan tentang bagaimana, kapan dan
dimana mereka dapat melaksakanya tanggung jawab/tugasnya.
Kedua konsultasi adalah untuk tingkat kematangan rendah ke
sedang, orang yang tidak mampu tetapi berkeinginan untuk memikul
tanggung jawab memiliki keyakinan tetapi kurang memiliki keterampilan.
pimpinan/pemimpin perlu membuka komunikasi dua arah (two way
communications), yaitu untuk membantu bawahan dalam meningkatkan
motivasi kerjanya.
22
Ketiga partisipasi adalah bagi tingkat kematangan dari sedang
kerendah, orang-orang pada tingkat perkembangan ini memiliki kemampuan
tetapi tidak berkeinginan untuk melakukan sesuatu tugas yang diberikan.
Untuk meningkatkan produktivitas kerjanya, dalam hal ini pemimpin harus
aktif membuka komunikasi dua arah dan mendengarkan apa yang diinginkan
oleh bawahan.
Keempat delegasi adalah bagi tingkat kematangan yang tinggi, orang-
orang pada tingkat kematangan seperti ini adalah mampu dan mau, atau
mempunyai keyakinan untuk memikul tanggung jawab. Dalam hal ini
pemimpin tidak perlu banyak memberikan dukungan maupun pengarahan,
karena dianggap bawahan sudah mengetahui bagaimana, kapan dan dimana
mereka barus melaksanakan tugas/tangung jawabnya (Thoha, 1983:74-76).
Berdasarkan kajian teori, konsep kematangan bawahan menurut
Harsey and Blanchard, mendefinisikan bahwa kematangan bawahan atau
pegawai adalah kemampuan dan kemauan pegawai dalam memikul tugas
pekerjaan yang menjadi wewenang dan tanggungjawab untuk mengarahkan
perilaku tugas dan perilaku hubungan sehingga dapat digambarkan kerangka
pikir sebagai berikut:
23
Kematangan Bawahan
1. Pengetahuan pegawai
2. Keterampilan pegawai
3. Pengalaman pegawai
4. Kemauan pegawai untuk
bekerja sesuai prosedur
yang ditetapkan
5. Kemauan pegawai untuk
menyelesaikan tugas
sesuai dengan target waktu
yang ditetapkan
Perilaku Tugas
1. Tingkat pemberian
instruksi pimpinan
kepada pegawai
2. Tingkat pemberian
dorongan kerja
3. Tingkat penjelasan
detail tentang
tugas
4. Tingkat
pengendalian atas
pekerjaan
5. Tingkat
penetapam batas
waktu
Perilaku Hubungan
1.Pimpinan
memberikan
dorongan
2.Tingkat perhatian
pimpinan
3.Pimpinan
melakukan diskusi
4.Pimpinan
mengkomunikasikan
dan mendelegasikan
tanggung jawab
secara adil
5.Pimpinan berusaha
untuk
berkomunikasi
dengan baik
Gaya
Kepemimpinan
Instruksi
Konsultasi
Partisipasi
Delegasi
Gambar 2.3
Kerangka Pikir Penelitian
Perilaku Pemimpin