bab ii landasan teori ii.1 kerangka teori ii.1.1 definisi...

50
8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti Investasi Menurut International Accounting Standard 40 paragraf 5 (2005) menjelaskan bahwa: Properti investasi atau investment property adalah properti (tanah atau bangunan atau bagian dari suatu bangunan atau kedua-duanya) yang dikuasai (oleh pemilik atau lessee / penyewa melalui sewa pembiayaan) untuk menghasilkan rental atau untuk kenaikan nilai atau kedua-duanya, dan tidak untuk: (a) digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa atau untuk tujuan administratif; atau (b) dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari. Dengan demikian, properti investasi tersebut menghasilkan arus kas yang sebagian besar tidak tergantung pada aset lain yang dikuasai oleh entitas. Hal ini membedakan properti investasi dari properti yang digunakan sendiri. Proses produksi atau pengadaan barang atau jasa (atau penggunaan properti untuk tujuan administratif) dapat menghasilkan arus kas yang diatribusikan tidak hanya ke properti, tetapi juga ke aset lain yang digunakan dalam proses produksi atau persediaan. IAS 16: Property, Plant and Equipment berlaku untuk properti yang digunakan sendiri. Berikut adalah contoh properti investasi: a) Tanah yang dikuasai dalam jangka panjang untuk kenaikan nilai dan bukan untuk dijual jangka pendek dalam kegiatan usaha sehari-hari. b) Tanah yang dikuasai saat ini yang penggunaannya di masa depan belum ditentukan. Apabila entitas belum menentukan penggunaan tanah sebagai properti yang

Upload: phunghanh

Post on 09-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

  8

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1 Kerangka Teori

II.1.1 Definisi Properti Investasi

Menurut International Accounting Standard 40 paragraf 5 (2005) menjelaskan

bahwa:

Properti investasi atau investment property adalah properti (tanah atau bangunan atau bagian dari suatu bangunan atau kedua-duanya) yang dikuasai (oleh pemilik atau lessee / penyewa melalui sewa pembiayaan) untuk menghasilkan rental atau untuk kenaikan nilai atau kedua-duanya, dan tidak untuk: (a) digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa atau untuk tujuan administratif; atau (b) dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari. Dengan demikian, properti investasi tersebut menghasilkan arus kas yang

sebagian besar tidak tergantung pada aset lain yang dikuasai oleh entitas. Hal ini

membedakan properti investasi dari properti yang digunakan sendiri. Proses produksi

atau pengadaan barang atau jasa (atau penggunaan properti untuk tujuan administratif)

dapat menghasilkan arus kas yang diatribusikan tidak hanya ke properti, tetapi juga ke

aset lain yang digunakan dalam proses produksi atau persediaan. IAS 16: Property,

Plant and Equipment berlaku untuk properti yang digunakan sendiri.

Berikut adalah contoh properti investasi:

a) Tanah yang dikuasai dalam jangka panjang untuk kenaikan nilai dan bukan untuk

dijual jangka pendek dalam kegiatan usaha sehari-hari.

b) Tanah yang dikuasai saat ini yang penggunaannya di masa depan belum ditentukan.

Apabila entitas belum menentukan penggunaan tanah sebagai properti yang

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

 

digunakan sendiri atau akan dijual jangka pendek dalam kegiatan usaha sehari-hari,

maka tanah tersebut diakui sebagai tanah yang dimiliki dalam rangka kenaikan nilai.

c) Bangunan yang dimiliki oleh entitas (atau dikuasai oleh entitas melalui sewa

pembiayaan) dan disewakan kepada pihak lain melalui satu atau lebih sewa operasi.

d) Bangunan yang belum terpakai tetapi tersedia untuk disewakan kepada pihak lain

melalui satu atau lebih sewa operasi.

Berikut adalah contoh aset yang bukan merupakan properti investasi dan dengan

demikian tidak termasuk dalam ruang lingkup pernyataan ini:

a) Properti yang dimaksudkan untuk dijual dalam kegiatan sehari-hari atau sedang

dalam proses pembangunan atau pengembangan untuk dijual (IAS 14: Inventory),

sebagai contoh properti yang diperoleh secara eksklusif dengan maksud untuk dijual

dalam waktu dekat atau untuk pengembangan dan dijual kembali.

b) Properti dalam proses pembangunan atau pengembangan atas nama pihak ketiga

(IAS 11: Construction Contract).

c) Properti yang digunakan sendiri (IAS 16: Property, Plant and Equipment), termasuk

properti yang dikuasai untuk digunakan di masa depan sebagai properti yang

digunakan sendiri, properti yang dimiliki untuk pengembangan di masa depan dan

penggunaan selanjutnya sebagai proeprti yang digunakan sendiri, properti yang

digunakan oleh karyawan (dengan atau tanpa karyawan tersebut membayar rental

sesuai harga pasar) dan properti yang digunakan sendiri yang menunggu untuk

dijual.

d) Properti yang disewakan kepada entitas lain dengan cara sewa pembiayaan.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

10 

 

II.1.1.1 Metode Penggunaan Properti Investasi

Bagi entitas yang menggunakan sebagian dari properti dan menyewakan bagian

lainnya, jika kedua bagian itu bisa dijual terpisah, tiap-tiap bagian

dipertanggungjawabkan dan dihitung sendiri-sendiri. Jika tidak dapat dipisah,

keseluruhan properti dapat diperlakukan sebagai properti investasi jika bagian yang

digunakan sendiri tidak signifikan. Dalam hal ini, ukuran signifikansi adalah sebesar 2%

dan ini dapat juga ditentukan menggunakan jasa appraisal.

Kadang entitas menyediakan jasa di properti yang disewakannya. Jika nilai jasa

ini tidak signifikan dibandingkan nilai perjanjian sewa secara keseluruhan, maka

properti diperlakukan sebagai properti investasi. IAS 40 (2007) menjelaskan salah satu

syarat dari properti investasi yaitu, aliran kas (cash-flow) yang dihasilkan dari properti

investasi ini dapat diatribusikan langsung (directly attributable) ke properti investasi

tersebut. Sebagai contoh, gedung yang disewakan menghasilkan aliran masuk kas. Kas

yang dihasilkan dapat diatribusikan langsung ke gedung tersebut. Namun, gedung yang

disewakan ditambah jasa-jasa lain (seperti misalnya, jasa layanan kamar, resepsionis,

kebersihan, dan keamanan), aliran kas yang dihasilkan tidak dapat diatribusikan

langsung ke gedung karena aliran kas tersebut juga berasal dari jasa-jasa lain. Kecuali

nilai jasa-jasa tersebut signifikan, properti tersebut diakui sebagai properti investasi.

Bagi entitas yang menyewakannya ke grupnya sendiri, maka diakui sebagai aset tetap,

sedangkan dalam laporan entitas sendiri, diakui sebagai properti investasi. Syarat

konsolidasi adalah bila ada dalam satu kendali, sesuai prinsip kesatuan usaha (entity).

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

11 

 

II.1.1.2 Kepemilikan Properti Investasi

Properti investasi dikuasai oleh entitas melalui kepemilikan, financial lease dan

operating lease. Untuk memperoleh properti investasi melalui financial lease, maka

transaksi tersebut secara substansi menunjukkan pindahnya penguasaan dari lessor ke

lessee dan harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Ada pengalihan risiko dari lessor ke lessee;

2. Masa manfaat hampir sama dengan masa ekonomis;

3. Pada akhir perjanjian ada opsi untuk membeli.

Properti investasi yang dikuasai dengan cara operating lease harus memenuhi kriteria

properti investasi (tidak digunakan sendiri oleh lessee). Bila penguasaan dengan cara ini,

maka property interest (hak atas kepemilikan) harus diukur menggunakan fair value.

II.1.1.3 Pengakuan dan Pengukuran Properti Investasi

Properti investasi diakui sebagai aset jika dan hanya jika:

a) besar kemungkinan manfaat ekonomis di masa depan dari aset yang tergolong

properti investasi akan mengalir ke dalam entitas; dan

b) biaya perolehan properti investasi dapat diukur dengan andal.

Entitas mengevaluasi sesuai dengan prinsip pengakuan atas seluruh biaya

perolehan properti investasi pada saat terjadinya. Biaya perolehan termasuk biaya yang

terjadi pada saat memperoleh properti investasi dan biaya yang terjadi setelahnya untuk

penambahan, penggantian bagian properti atau perbaikan properti.

Entitas tidak mengakui dalam jumlah tercatat properti investasi sehubungan

dengan biaya harian penggunaan properti. Biaya tersebut lebih tepat diakui dalam

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

12 

 

laporan laba rugi pada saat terjadinya. Biaya harian penggunaan properti yang utama

adalah biaya tenaga kerja serta bahan habis pakai dan termasuk biaya suku cadang kecil.

Tujuan pengeluaran ini sering digambarkan sebagai ‘perbaikan dan pemeliharaan’ dari

properti.

Bagian dari suatu properti investasi dapat diperoleh melalui penggantian.

Contoh, interior dinding bangunan mungkin merupakan penggantian dinding aslinya.

Berdasarkan prinsip pengakuan, entitas mengakui jumlah tercatat properti investasi atas

biaya penggantian properti investasi pada saat terjadinya biaya, jika kriteria pengakuan

terpenuhi.

II.1.1.4 Pengukuran Pada Saat Pengakuan Awal

Properti investasi pada awalnya diukur sebesar biaya perolehan. Biaya transaksi

termasuk dalam pengukuran awal tersebut. Biaya perolehan dari properti investasi yang

dibeli meliputi harga pembelian dan setiap pengeluaran yang dapat diatribusikan secara

langsung, misalnya biaya jasa, hukum, pajak penjualan dan biaya transaksi lainnya.

Biaya perolehan dari properti investasi yang dibangun sendiri adalah biaya sampai

dengan saat pembangunan atau pengembangan selesai, dimana sampai dengan tanggal

tersebut entitas menggunakan IAS 16.

Biaya perolehan investasi tak bertambah dengan:

a) biaya perintisan (kecuali biaya-biaya yang diperlukan untuk membawa properti ke

kondisi yang diinginkan sehingga dapat digunakan sesuai dengan maksud

manajemen);

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

13 

 

b) kerugian operasional yang terjadi sebelum properti investasi mencapai tingkat

hunian yang direncanakan; atau

c) pemborosan bahan baku, buruh atau sumber daya lain yang terjadi selama masa

pembangunan atau pengembangan properti.

Biaya perolehan awal hak atas properti yang dikuasai dengan cara sewa dan

dikelompokkan sebagai properti investasi yang harus dicatat sebagai sewa pembiayaan,

dalam hal ini aset harus diakui pada jumlah mana yang yang lebih rendah antara nilai

wajar dan nilai kini dari pembayaran sewa minimum.

Nilai wajar suatu aset di mana transaksi pasar yang serupa tidak tersedia, dapat

diukur secara andal jika:

a) variabilitas dalam range estimasi nilai wajar untuk aset tersebut tidak signifikan;

atau

b) probabilitas dari beragam estimasi dalam kisaran dapat dinilai secara rasional dan

digunakan dalam mengestimasi nilai wajar.

Jika entitas dapat menentukan nilai wajar secara andal, baik dari aset yang diterima atau

diserahkan, maka nilai wajar dari aset uang diserahkan digunakan untuk mengukur biaya

perolehan dari aset yang diterima kecuali jika nilai wajar aset yang diterima lebih jelas.

II.1.1.5 Pengukuran Setelah Pengakuan Awal

IAS 40 (2005) paragraf 30 mengatur bahwa suatu entitas dapat:

a) memilih apakah model nilai wajar atau model biaya untuk seluruh properti investasi

yang menjadi agunan kewajiban yang menghasilkan imbalan yang terkait langsung

dengan nilai wajar dari, atau imbalan dari, aset tertentu termasuk properti investasi.

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

14 

 

b) memilih apakah model nilai wajar atau model biaya untuk seluruh properti investasi

lain, tanpa memperhatikan pilihan sebagaimana dimaksud diatas.

Model Nilai Wajar

Definisi nilai wajar mengacu pada transaksi wajar. Transaksi wajar adalah

transaksi antara pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan tertentu atau khusus, yang

membuat harga transaksi tidak mencerminkan karakteristik dari kondisi pasar. Transaksi

tersebut dianggap terjadi di antara pihak-pihak yang tidak memiliki hubungan istimewa,

yang masing-masing bertindak secara independen.

Nilai wajar properti investasi merupakan harga yang mana properti dapat

dipertukarkan antara pihak-pihak yang memiliki pengetahuan memadai dan

berkeinginan dalam suatu transaksi yang wajar. Nilai wajar tidak mencakup estimasi

kenaikan atau penurunan harga karena kondisi khusus yang diberikan oleh pihak terkait

dengan penjualan. Berikut merupakan penjelasan nilai wajar secara spesifik:

Dilakukan setelah pengukuran awal

Setelah pengakuan awal, entitas yang memilih menggunakan model nilai wajar

mengukur seluruh properti investasi berdasarkan nilai wajar, kecuali dalam kasus

nilai wajar tak dapat diestimasikan.

Apabila hal atas properti yang dimiliki oleh lessee melalui sewa operasi diklasifikasi

sebagai properti investasi maka model nilai wajar harus diterapkan.

Keuntungan / kerugian dari pengukuran nilai wajar masuk ke laporan laba-rugi

(P&L).

Nilai wajar diukur pada saat tanggal neraca, atau harus mencerminkan kondisi pasar

pada tanggal neraca.

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

15 

 

Nilai wajar properti investasi mencerminkan, antara lain, penghasilan rental dari

sewa yang sedang berjalan dan asumsi-asumsi yang layak dan rasional yang

mencerminkan keyakinan pihak-pihak yang berkeinginan bertransaksi dan memiliki

pengetahuan memadai mengenai asumsi tentang penghasilan rental dari sewa di masa

depan dengan mengingat kondisi sekarang. Dengan dasar pemikiran yang sama, nilai

wajar juga mencerminkan arus kas keluar (termasuk pembayaran rental dan arus kas

keluar lainnya) yang dapat diperkirakan sehubungan dengan properti tersebut. Sebagian

arus kas keluar tersebut dicerminkan dalam kewajiban, sementara arus kas keluar

lainnya tidak diakui dalam laporan keuangan sampai dengan tanggal tersebut.

Pedoman nilai wajar terbaik mengacu pada harga kini dalam pasar aktif untuk

properti serupa dalam lokasi dan kondisi yang sama dan berdasarkan pada sewa dan

kontrak lain yang serupa. Entitas harus memerhatikan adanya perbedaan dalam sifat,

lokasi atau kondisi properti, atau ketentuan yang disepakati dalam sewa dan kontrak lain

yang berhubungan dengan properti.

Menurut IAS 40 (2005), tidak tersedianya harga kini dalam pasar yang aktif yang

sejenis, suatu entitas harus mempertimbangkan informasi dari berbagai sumber,

termasuk:

a) harga kini dalam pasar aktif untuk properti yang memiliki sifat, kondisi dan lokasi

berbeda (atau berdasarkan pada sewa atau kontrak lain yang berbeda), disesuaikan

untuk mencerminkan perbedaan tersebut;

b) harga pasar terakhir properti serupa dalam pasar yang kurang aktif, dengan

penyesuaian untuk mencerminkan adanya perubahan dalam kondisi ekonomi sejak

tanggal transaksi terjadi pada harga tersebut;

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

16 

 

c) proyeksi arus kas diskontoan berdasarkan estimasi arus kas di masa deoan yang

dapat diandalkan, didukung dengan syarat yang terdapat dalam sewa dan kontrak

lain yang ada dengan bukti eksternal seperti pasar kini rental untuk properti serupa

dalam lokasi dan kondisi yang sama, dan penggunaan tarif diskonto yang

mencerminkan penilaian pasar kini dari ketidakpastian dalam jumlah atau waktu

arus kas.

Dalam menentukan nilai wajar properti investasi, entitas tidak melakukan

penghitungan ganda atas aset atau kewajiban yang diakui terpisah. Sebagai contoh:

a) peralatan seperti lift atau pendingin ruangan sering kali menjadi satu kesatuan yang

tidak terpisahkan dari bangunan dan biasanya dimasukkan ke dalam nilai wajar

properti investasi, daripada diakui secara terpisah sebagai aset tetap.

b) jika kantor disewakan termasuk dengan furniturnya, nilai wajar kantor umumnya

memasukkan nilai wajar furnitur, karena penghasilan rental juga terkait dengan

furnitur yang digunakan. Apabila furnitur termasuk dalam nilai wajar properti

investasi, entitas tidak mengakuinya sebagai aset terpisah.

c) nilai wajar properti investasi tidak termasuk biaya dibayar dimuka atau penghasilan

accrued operating lease income, karena entitas mengakui hal tersebut secara

terpisah sebagai aset atau kewajiban;

d) nilai wajar properti investasi yang dikuasai dengan cara sewa mencerminkan adanya

arus kas yang diharapkan (termasuk rental kontijen yang diperkirakan menjadi

utang). Selaras dengan itu, jika penilaian yang diperoleh atas properti adalah nilai

neto dari pembayaran keseluruhan yang diperkirakan terjadi.

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

17 

 

Jika tidak memungkinkan menggunakan nilai wajar, diukur at cost dengan nilai

residu nol.

Model Biaya

Mengikuti IAS 16 (aset tetap), menggunakan historical cost dikurangi depresiasi dan

impairment.

Jika properti investasi memenuhi kriteria dimiliki untuk dijual maka entitas:

a) mengukur aset tersebut sebesar nilai yang lebih rendah antara jumlah tercatat dan

nilai wajar setelah dikurangi dengan biaya penjualan dan tidak disusutkan

b) menyajikan aset tersebut dan hasil operasinya secara terpisah di neraca dan

laporan laba rugi.

II.1.1.6 Ketidakmampuan Menetapkan Nilai Wajar yang Andal

Jika perusahaan menentukan nilai wajar properti investasi dalam konstruksi tidak

dapat ditentukan secara reliabel tetapi mengharapkan nilai wajar properti investasi dalam

konstruksi dapat ditentukan secara reliabel ketika konstruksi selesai, maka perusahaan

akan mengukur properti investasi dengan model biaya sampai nilai wajar dapat

ditentukan secara reliabel atau konstruksi selesai (yang terjadi lebih dahulu).

Ketidakmampuan menetapkan nilai wajar yang andal terjadi jika transaksi pasar

serupa jarang terjadi dan alternatif estimasi andal nilai wajar (sebagai contoh,

berdasarkan proyeksi arus kas diskontoan) tidak tersedia. Dalam kasus tersebut properti

investasi harus menerapkan model biaya berdasarkan IAS 16. Nilai residu dari properti

investasi harus diasumsikan nol. Entitas harus menerapkan IAS 16 hingga pelepasan

properti investasi tersebut.

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

18 

 

Jika sebelumnya entitas telah mengukur properti investasi berdasarkan nilai

wajar, maka entitas harus melanjutkan pengukuran properti tersebut berdasarkan nilai

wajar hingga pelepasan bahkan jika transaksi pasar yang sejenis menjadi jarang terjadi

dan harga pasar menjadi tidak banyak tersedia.

II.1.1.7 Transfer Properti Investasi

Transfer ke atau dari properti investasi dilakukan jika terdapat perubahan

penggunaan yang ditujukan dengan:

a) dimulainya penggunaan oleh pemilik, ditransfer dari properti investasi menjadi

properti yang digunakan sendiri.

b) dimulainya pengembangan untuk dijual, ditransfer dari properti investasi menjadi

persediaan.

c) berakhirnya pemakaian oleh pemilik, ditransfer dari properti yang digunakan sendiri

menjadi properti investasi.

d) dimulainya sewa operasi ke pihak lain, ditransfer dari persediaan ke properti

investasi.

Untuk properti investasi yang dicatat dengan menggunakan nilai wajar dan

kemudian ditransfer menjadi properti yang digunakan sendiri atau sebagai persediaan,

nilai properti untuk akuntansi berikutnya sesuai dengan ketentuan dalam IAS 16 atau

IAS 2: Inventory adalah nilai wajar pada tanggal perubahan penggunaan.

Jika properti yang digunakan sendiri oleh pemilik berubah menjadi properti

investasi dan akan dicatat dengan menggunakan nilai wajar, entitas harus menerapkan

IAS 16 sampai dengan saat tanggal terakhir perubahan penggunaannya. Entitas

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

19 

 

memperlakukan perbedaan antara jumlah tercatat berdasarkan IAS 16 dan nilai wajar

dengan cara yang sama seperti revaluasi menurut IAS 16.

Untuk transfer dari persediaan ke properti investasi yang akan dicatat pada nilai

wajar, perbedaan yang ada antara nilai wajar, perbedaan yang ada antara nilai wajar

properti pada tanggal tersebut dan jumlah tercatatnya diakui dalam laporan laba rugi.

Ketika entitas menyelesaikan pembangunan atau pengembangan properti investasi yang

dibangun sendiri dan yang akan dicatat pada nilai wajar, perbedaan yang ada anatara

nilai wajar properti pada tanggal tersebut dan jumlah tercatatnya diakui laporan laba-

rugi.

II.1.1.8 Pelepasan Properti Investasi

Pelepasan properti investasi terjadi ketika properti investasi tidak digunakan lagi

secara permanen dan tidak memiliki manfaat ekonomis di masa depan yang dapat

diharapkan pada saat pelepasannya. Pelepasan ini dapat dilakukan dengan cara dijual

atau disewakan secara sewa pembiayaan.

Pelepasan properti investasi dapat dilakukan dengan cara dijual atau disewakan

secara sewa pembiayaan. Untuk menentukan tanggal pelepasan properti investasi, entitas

menggunakan kriteria yang diatur dalam IAS 18: Revenue pada pengakuan pendapatan

dari penjualan barang dan jasa. IAS 17: Leases berlaku untuk pelepasan yang dilakukan

dengan cara sewa pembiayaan dan dengan cara jual dan sewa-balik.

Untuk properti investasi yang dicatat dengan menggunakan model nilai wajar,

nilai wajar dari properti investasi tersebut bisa jadi telah mencerminkan keadaan bahwa

bagian yang akan diganti sudah tidak memiliki nilai lagi. Suatu alternatif yang dapat

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

20 

 

digunakan untuk menentukan nilai wajar yang harus dikurangi sehubungan dengan biaya

yang diganti, jika tidak dapat dilakukan secara praktis adalah dengan memasukkan biaya

pengganti ke dalam jumlah tercatat aset tersebut dan kemudian menentukan kembali

nilai wajar dari aset tersebut, sebagaimana yang diharuskan dalam hal terjadi

penambahan yang tidak memerlukan penggantian.

Laba atau rugi yang timbul dari penghentian atau pelepasan properti investasi

ditentukan dari selisih antara hasil neto dari pelepasan dan jumlah tercatat aset, dan

diakui dalam laporan laba rugi kecuali ada syarat lain dalam periode terjadinya

pelepasan. Kompensasi dari pihak ketiga yang diberikan sehubungan dengan penurunan

nilai, kehilangan atau pengembalian properti investasi harus diakui dalam laporan laba

rugi ketika kompensasi tersebut menjadi piutang.

II.1.1.9 Pengungkapan terkait Properti Investasi

IAS 40 (2005) menjelaskan pengungkapan untuk Model Nilai Wajar dan Model Biaya:

a) apakah entitas tersebut menerapkan model nilai wajar atau model biaya;

b) jika menerapkan model nilai wajar, apakah dan dalam keadaan bagaimana, hak atas

properti yang dikuasai dengan cara sewa operasi diklasifikasikan dan dicatat sebagai

properti investasi;

c) apabila pengklasfikasikan ini sulit dilakukan, kriteria yang digunakan untuk

membedakan properti investasi dengan properti yang digunakan sendiri dan dengan

properti yang dimiliki untuk dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari;

d) metode dan asumsi signifikan yang diterapkan dalam menentukan nilai wajar dari

properti investasi, yang mencakup pernyataan apakah penentuan nilai wajar tersebut

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

21 

 

didukung oleh bukti pasar atau lebih banyak berdasarkan faktor lain (yang harus

diungkapkan oleh entitas tersebut) karena sifat properti tersebut dan keterbatasan

data pasar yang dapat diperbandingkan;

e) sejauh mana penentuan nilai wajar properti investasi (yang diukur atau diungkapkan

dalam laporan keuangan) didasarkan atas penilaian oleh penilai independen yang

diakui dan memiliki kualifikasi profesional yang relevan serta memiliki pengalaman

mutakhir di lokasi dan kategori properti investasi yang dinilai. Apabila tidak ada

penilaian seperti itu, hal tersebut harus diungkapkan.

Jumlah yang diakui dalam laporan laba-rugi untuk:

f) penghasilan rental dari properti investasi;

g) beban operasi langsung (mencakup perbaikan dan pemeliharaan) yang timbul dari

properti investasi yang tidak menghasilkan pendapatan rental selama periode

tersebut;

h) perubahan kumulatif dalam nilai yang wajar yang diakui dalam laporan laba rugi

atas penjualan properti investasi dari sekelompok aset yang mana model biaya

digunakan ke kelompok yang menggunakan model nilai wajar;

i) eksistensi dan jumlah pembatasan atas realisasi dari properti investasi atau

pembayaran penghasilan dan hasil pelepasan;

j) kewajiban kontraktual untuk membeli, membangun atau mengembangkan properti

investasi atau untuk perbaikan, pemeliharaan atau peningkatan.

IAS 40 (2005) menjelaskan pengungkapan untuk Model Nilai Wajar:

Rekonsiliasi antara jumlah tercatat properti investasi pada awal dan akhir

periode, yang menunjukkan hal-hal berikut:

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

22 

 

a) penambahan, pengungkapan terpisah untuk penambahan yang dihasilkan dari

akuisisi dan penambahan yang dihasilkan dari pengeluaran setelah perolehan yang

diakui dalam jumlah tercatat aset;

b) penambahan yang dihasilkan dari akuisisi melalui penggabungan usaha;

c) aset yang diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual atau masuk dalam kelompok

aset yang akan dilepaskan yang diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual dan

pelepasan lain;

d) laba dan rugi neto penyesuaian terhadap nilai wajar;

e) perbedaan nilai tukar neto yang timbul pada penjabaran laporan keuangan dari mata

uang fungsional menjadi mata uang penyajian yang berbeda, termasuk penjabaran

dari kegiatan usaha luar negeri menjadi mata uang penyajian dari entitas pelapor;

f) transfer ke dan dari persediaan dan properti yang digunakan sendiri;

g) perubahan lain.

IAS 40 (2005) menjelaskan pengungkapan untuk Model Nilai Biaya:

a) Metode penyusutan yang digunakan;

b) Masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan;

c) Jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutan ( agregat dengan akumulasi rugi

penurunan nilai) pada awal dan akhir periode;

d) Rekonsiliasi jumlah tercatat properti investasi pada awal dan akhir periode, yang

menunjukkan:

i. penambahan, pengungkapan terpisah untuk penambahan yang dihasilkan dari

akuisisi dan penambahan pengeluaran setelah perolehan yang diakui sebagai aset;

ii. penambahan yang dihasilkan dari akuisisi melalui penggabungan usaha;

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

23 

 

iii. aset yang diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual atau masuk dalam

kelompok yang akan dilepaskan yang diklasifikasi sebagai dimiliki untuk dijual

yang dinilai dengan jumlah tercatat atau nilai jual yang dinilai dengan jumlah

tercatat atau nilai jual dikurangi beban penjualan, mana yang lebih rendah dan

pelepasan lain;

iv. penyusutan;

v. jumlah dan rugi penurunan nilai yang diakui, dan jumlah pemulihan rugi

penurunan nilai, selama satu periode sesuai IAS 36: Impairment of Asset;

vi. perbedaan nilai tukar neto yang timbul pada penjabaran laporan keuangan dari

mata uang fungsional menjadi mata uang penyajian yang berbeda, termasuk

penjabaran dari kegiatan usaha luar negeri menjadi mata uang penyajian dari

entitas pelapor;

vii. transfer ke dan dari persediaan dan properti yang digunakan sendiri;

viii. perubahan lain.

e) Nilai wajar properti investasi. Jika entitas tidak dapat menentukan nilai wajar

properti investasi secara andal, entitas mengungkapkan:

i. uraian properti investasi;

ii. penjelasan mengapa nilai wajar tidak dapat ditentukan secara andal;

iii. apabila mungkin, kisaran estimasi di mana nilai wajar kemungkinan besar berada.

II.1.2 Pengungkapan (disclosure) dalam Laporan Keuangan

Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi, yaitu proses

pengkomunikasian laporan. Laporan keuangan merupakan mekanisme yang penting bagi

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

24 

 

manajer untuk berkomunikasi dengan pihak investor luar, yaitu investor publik diluar

lingkup manajemen serta tidak terlibat dalam pengelolaan perusahaan.

Dasar perlunya praktek pengungkapan laporan keuangan oleh manajemen

kepada pemegang saham dijelaskan dalam agency theory. Menurut Jensen dan Meckling

(1976), agency relationship (hubungan keagenan) ada bilamana satu atau lebih individu

yang disebut dengan prinsipal bekerja dengan individu atau organisasi lain yang disebut

agent, prinsipal akan menyediakan fasilitas dan mendelegasikan kebijakan pembuatan

keputusan kepada agen.

II.1.2.1 Luas Pengungkapan

Imhoff (1992) dalam Amun dan Fuad (2000) menyatakan kualitas tampak

sebagai atribut yang penting dari suatu informasi akuntansi. Meskipun kualitas akuntansi

masih memiliki makna ganda (ambigous), banyak penelitian yang menggunakan indeks

of disclosure methodology mengemukakan bahwa kualitas pengungkapan dapat diukur

dan digunakan untuk menilai manfaat potensial dari sisi laporan tahunan. Dengan kata

lain Imhoff mengatakan bahwa tingginya kualitas informasi akuntansi sangat berkaitan

dengan tingkat kelengkapan.

Seberapa banyak informasi tersebut harus diungkapkan tidak hanya tergantung

pada keahlian pembaca, tetapi juga pada standar yang dibutuhkan (Hendriksen, 1997).

Ada tiga konsep pengungkapan yang umumnya diusulkan, yaitu :

1. Adequate disclosure (pengungkapan cukup)

Merupakan pengungkapan minim yang disyaratkan oleh peraturan yang berlaku, di

mana angka-angka yang disajikan dapat diinterpretasikan dengan benar oleh investor.

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

25 

 

2. Fair disclosure (pengungkapan wajar)

Pengungkapan yang wajar secara tidak langsung merupakan tujuan etis agar

memberikan perlakuan yang sama kepada semua pemakai laporan dengan menyediakan

informasi yang layak terhadap pembaca potensial.

3. Full Disclosure (Pengungkapan Penuh)

Pengungkapan penuh menyangkut kelengkapan penyajian informasi yang diungkapkan

secara relevan. Pengungkapan penuh memiliki kesan penyajian informasi secara

melimpah, sehingga beberapa pihak menganggapnya tidak baik (Ainun dan Fuad, 2000).

Damough (1993) dalam Ainun dan Fuad (2000) mengemukakan ada dua jenis

pengungkapan dalam hubungannya dengan persyaratan yang ditetapkan standar, yaitu:

1. Pengungkapan Wajib (mandated disclosure)

Merupakan pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh standar akuntansi yang

berlaku. Jika perusahaan tidak bersedia untuk mengungkapkan informasi secara

sukarela, pengungkapan wajib akan memaksa pemsahaan untuk mengungkapkannya.

2. Pengungkapan sukarela (voluntary disclosure)

Merupakan pengungkapan butir-butir yang dilakukan sukarela oleh perusahaan tanpa

diharuskan oleh peraturan yang berlaku. Healy dan Palepu (1993) mengemukakan

meskipun semua perusahaan publik diwajibkan untuk memenuhi pengungkapan

minimum, mereka berbeda secara substantial dalam hal jumlah tambahan informasi yang

diungkap ke pasar modal. Salah satu cara meningkatkan kredibilitas pemsahaan adalah

melalui pengungkapan sukarela secara lebih luas dan membantu investor dalam

memahami strategi bisnis manajemen.

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

26 

 

II.1.3 Pengertian Laporan Keuangan

Laporan keuangan merupakan suatu instrumen yang sangat penting untuk

menilai kinerja keuangan perusahaan maupun instansi tertentu dalam satu periode

akuntansi. Laporan keuangan berisi informasi-informasi berkaitan dengan kinerja

keuangan, pengungkapan non-keuangan, serta informasi lainnya yang bernilai bagi

pengguna laporan keuangan.

Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 1 (Revisi 2009) per 21 April

2009 menjelaskan bahwa:

Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan

kinerja keuangan suatu entitas. Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi

mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi

sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi.

Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas

penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. (h: 1.05)

Menurut PSAK 1 (Revisi 2009) laporan keuangan yang lengkap terdiri dari

komponen-komponen berikut ini:

(a) laporan posisi keuangan pada akhir periode;

Laporan posisi keuangan terdiri dari:

a. aset yang diklasifikasikan menjadi aset lancar dan aset tidak lancar;

b. liabilitas yang diklasifikasikan menjadi liabilitas jangka pendek dan jangka

panjang;

c. ekuitas yang diklasifikasikan menjadi hak non pengendali dan ekuitas yang dapat

diatribusikan ke pemilik entitas induk.

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

27 

 

(b) laporan laba rugi komprehensif selama periode;

Entitas menyajikan seluruh pos pendapatan dan beban yang diakui dalam satu

periode:

a. dalam bentuk satu laporan laba rugi komprehensif,atau

b. dalam bentuk dua laporan:

(i) laporan yang menunjukkan komponen laba rugi (laporan laba rugi terpisah);

(ii) laporan yang dimulai dengan laba rugi dan menunjukkan komponen

pendapatan komprehensif lain (laporan pendapatan komprehensif).

(c) laporan perubahan ekuitas selama periode;

Entitas menyajikan laporan perubahan ekuitas yang menunjukkan:

a. total laba rugi komprehensif selama suatu periode, yang menunjukkan secara

terpisah total jumlah yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk dan

kepada kepentingan non-pengendali;

b. untuk tiap komponen ekuitas, pengaruh penerapan retrospektif atau penyajian

kembali secara retrospektif yang diakui sesuai dengan PSAK 25;

c. untuk setiap komponen ekuitas, rekonsiliasi antara jumlah tercatat pada awal dan

akhir periode, secara terpisah mengungkapkan masing-masing perubahan yang

timbul dari:

(i) laba rugi;

(ii) masing-masing pos pendapatan komprehensif lain; dan

(iii)transaksi dengan pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik, yang

menunjukkan secara terpisah kontribusi dari pemilik dan distribusi kepada pemilik

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

28 

 

dan perubahan hak kepemilikan pada entitas anak yang tidak menyebabkan hilang

pengendalian.

(d) laporan arus kas selama periode;

Informasi arus kas memberikan dasar bagi pengguna laporan keuangan untuk menilai

kemampuan entitas dalam menghasilkan kas dan setara kas dan kebutuhan entitas

dalam menggunakan arus kas tersebut. PSAK 2 mengatur persyaratan penyajian dan

pengungkapan informasi arus kas.

(e) catatan atas laporan keuangan

a. menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan

akuntansi tertentu yang digunakan

b. mengungkapkan informasi yang disyaratkan SAK yang tidak disajikan di bagian

manapun dalam laporan keuangan; dan

c. memberikan informasi yang tidak disajikan di bagian manapun dalam laporan

keuangan, tetapi informasi tersebut relevan untuk memahami laporan keuangan.

II.1.3.1 Pelaporan keuangan

Bagi perusahaan terdaftar di Bursa Efek maka terdapat ketentuan mengenai

batas waktu pelaporan keuangan yang harus dipatuhi perusahaan-perusahaan terdaftar,

dimana ketentuan batas waktu tersebut berbeda di setiap negara. Seluruh perusahaan

terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) memiliki ketentuan yang diatur PERATURAN

NOMOR X.K.2: KEWAJIBAN PENYAMPAIAN LAPORAN KEUANGAN

BERKALA sebagai berikut:

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

29 

 

1. Laporan keuangan berkala yang dimaksud dalam peraturan ini adalah laporan

keuangan tahunan dan laporan keuangan tengah tahunan;

2. Laporan keuangan tahunan harus disertai dengan laporan Akuntan dengan pendapat

yang lazim dan disampaikan kepada Bapepam selambat-lambatnya pada akhir bulan

ketiga setelah tanggal laporan keuangan tahunan

3. Laporan keuangan tengah tahunan disampaikan kepada Bapepam dalam jangka

waktu sebagai berikut:

a) selambat-lambatnya pada akhir bulan pertama setelah tanggal laporan keuangan

tengah tahunan, jika tidak disertai laporan Akuntan;

b) selambat-lambatnya pada akhir bulan kedua setelah tanggal laporan keuangan

tengah tahunan, jika disertai laporan Akuntan dalam rangka penelaahan terbatas;

dan

c) selambat-lambatnya pada akhir bulan ketiga setelah tanggal laporan keuangan

tengah tahunan, jika disertai laporan Akuntan yang memberikan pendapat tentang

kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan.

Perusahaan terdaftar di Bursa Efek Singapura (ASX) memiliki ketentuan

mengenai batas waktu pelaporan keuangan yang tercantum dalam tabel sebagai berikut:

Tabel II.1

Batas Waktu Pelaporan Keuangan di Bursa Efek Singapura(ASX)

Perode Berakhir Jenis Laporan Batas waktu Berakhir tanggal 31 Desember

Preliminary Final Report 28 Februari tahun depan Annual Report 31 Maret tahun depan

Berakhir tanggal 31 Desember(setengah tahun)

Half-year Financial Statement

28 Februari tahun depan

Half-year Financial Statement- explorers

16 Maret tahun depan

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

30 

 

  Sedangkan laporan keuangan di Singapura paling lambat diterbitkan pada

tanggal 31 Maret dan 31 Desember. 

II.1.3.2 Pilar Standar Akuntansi Keuangan (SAK)

Menurut Martani (2011) terdapat empat pilar standar akuntansi di Indonesia yang

dikembangkan saat ini yaitu:

1) Standar Akuntansi Keuangan

Standar Akuntansi Keuangan adalah SAK yang telah berlaku sekarang dan

nantinya akan dikonvergensikan ke IFRS (International Financial Reporting Standard).

SAK yang telah terkonvergensi ke IFRS diharapkan akan memberikan perspektif

pemahaman yang sama bagi investor asing dalam membaca laporan keuangan

perusahaan Indonesia ataupun investor Indonesia yang ingin ekspansi ke luar negeri.

2) Standar Akuntansi Entitas tanpa Akuntabilitas Publik (ETAP)

Standar ini akan membantu perusahaan kecil menengah dalam menyediakan

pelaporan keuangan yang tetap relevan dan andal dengan tanpa terjebak dalam

kerumitan standar akuntansi berbasis IFRS yang akan kita adopsi di dalam PSAK. SAK

ETAP ini akan khusus digunakan untuk perusahaan tanpa akuntabilitas publik yang

signifikan dan diterapkan di Indonesia mulai 1 Januari 2011.

3) Standar Akuntansi Syariah.

Standar Akuntansi Syariah akan diluncurkan dalam tiga bahasa yaitu bahasa

Indonesia, bahasa Inggris dan bahasa Arab. Standar ini diharapkan dapat mendukung

industri keuangan syariah yang semakin berkembang di Indonesia.

4) Standar Akuntansi Pemerintahan.

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

31 

 

Instansi Pemerintah menggunakan Standar Akuntansi Pemerintahan, PP 24 tahun

2005 dan diperbaharui menjadi PP 71 tahun 2010. Standar disusun oleh Komite

Akuntansi Pemerintahan kemudian ditetapkan dengan PP. Diterapkan untuk entitas

pemerintah dalam menyusun LKPP dan LKPD:

• Instansi pemerintah pusat

• Instansi pemerintah daerah

• BLU (digabung), BUMN (sebagai investasi) menggunakan PSAK

• Entitas sektor publik selain pemerintah menggunakan PSAK 45.

Dari keempat pilar yang disebutkan diatas, tak menutup kemungkinan terjadi

perubahan standar akuntansi seiiring dengan berkembangnya perkembangan dunia

akuntansi.

II.1.3.3 Properti investasi dalam SAK UMUM dan SAK ETAP

Perlakuan properti investasi dalam kedua standar ini memang berbeda. SAK

ETAP menyatakan setelah pengakuan awal, seluruh properti investasi harus diukur pada

biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan kerugian penurunan nilai. Hal ini

sesuai dengan aturan SAK ETAP dalam Bab 14 mengenai Properti Investasi, kecuali ada

ketentuan pemerintah yang mengharuskan model revaluasi diterapkan. Sedangkan SAK

UMUM menyatakan setelah pengakuan awal, seluruh properti investasi dapat diukur

dengan metode nilai wajar ataupun metode biaya perolehan. 

 

 

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

32 

 

II.1.3.4 Sejarah Standar Properti Investasi

a. Sejarah Standar Properti Investasi di Indonesia

Berikut merupakan tabel mengenai perbedaan PSAK 13 sebelum adopsi dari

International Financial Reporting Standard (IFRS) dan sesudah adopsi.

Tabel II.2

Perubahan PSAK 13

Perubahan PSAK 13 (2004) PSAK 13 (2007)

Pengklasifikasian investasi

Investasi diklasifikasikan menja- di 2 berdasarkan likuiditasnya yaitu investasi lancar dan inves- tasi jangka panjang.

Investasi tidak diklasifikasi- kan.

Pengukuran nilai tercatat investasi

Pengukuran nilai tercatat investa-si berdasarkan klasifikasinya.

Entitas bisa memilih untuk mengukur nilai tercatat investasi berdasarkan metode nilai wajar atau model biaya.

Transfer Transfer investasi terjadi dari investasi jangka panjang ke investasi lancar. Sebagai dampaknya, transfer dicatat pada nilai terendah antara historical cost dan nilai pasarnya.

Transfer yang terjadi adalah antara entitas dengan owner atau perubahan asset (misalnya properti investasi menjadi persediaan).Sebagai dampaknya, jika terjadi transfer langsung dicatat berdasarkan nilai pasarnya.

Pengakuan penurunan nilai investasi saat pelepasan

Penurunan nilai investasi lancar saat pelepasan dicatat padayang terendah antara biaya dan nilai pasar pada dasar portofolio dilakukan terhadap biaya perole- han secara agregat; investasi in- dividual tetap dicatat pada biaya.

Penurunan nilai dicatat secara terpisah dan perlakuannya sesuai dengan PSAK 48 (2007) tentang penurunan nilai.

Lingkup pengungkapan dalam laporan keu- angan.

Dalam PSAK 13 (2004) yang harus diungkapkan hanya perlak- uan akuntansi investasinya.

Dalam PSAK 13 (2007), selain perlakuan akuntansinya juga diungkapkan owner. Misalnya lessor dan lesse.

b. Sejarah Standar Properti Investasi di Australia

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

33 

 

Menurut Kemp (2006), AASB 140 merupakan standar baru mengenai properti

investasi di Australia, mulai berlaku sejak awal 1 Januari 2005. Dahulu, Australian

GAAP yang membahas properti investasi termuat dalam AASB 1015, yang menjelaskan

pengakuan awal properti investasi dan AASB 1010 serta 1041 yang mengatur nilai buku

properti investasi jangka panjang. Secara umum, properti investasi pada awalnya diakui

saat harga perolehan dan selanjutnya diukur pada harga perolehan atau nilai wajar sesuai

AASB 1041 dan 1010. Jika properti investasi direvaluasi menurut AASB 1041 maka

kenaikan revaluasi akan dijadikan cadangan. Deloitte (2004) menyajikan tabel

perbandingan mengenai AASB 140 dan Current Australian GAAP.

Tabel II.3

Perbandingan AASB 140 dan Current Australian GAAP

AASB 140 Current Australian GAAP

AASB 140 memperbolehkan penggunaan cost model atau fair value model untuk akuntansi properti investasi. Jika fair value model diadopsi, maka perubahan nilai wajar akan dimasukkan ke laporan laba-rugi dan tidak dimasukkan ke cadangan revaluasi.

Tidak ada pedoman dan praktek yang bervariasi. Ketika fair value model diadopsi, maka perubahan nilai wajar akan dialokasikan ke cadangan revaluasi aset.

c. Sejarah Standar Properti Investasi di Singapura

Singapura memiliki standar FRS 25 tentang Accounting for Investment yang

digantikan oleh FRS 40 tentang Investment Property tanggal 16 Maret 2005. Menurut

KPMG (2005) sejak tahun 1980, banyak perusahaan Singapura mengadopsi model

revaluasi yang ditentukan dalam FRS 25 untuk properti investasi dan FRS 16 untuk aset

tetap. Dibandingkan dengan FRS 25, FRS 40 lebih mempunyai pedoman yang jelas

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

34 

 

mengenai apa itu properti investasi. Di Singapura, sudah menjadi hal umum bahwa

terdapat beberapa properti investasi digunakan untuk kepentingan ganda, yaitu dapat

digunakan untuk menghasilkan pendapatan sewa dan digunakan untuk produksi. Dalam

kasus ini, bagian yang dapat dijual atau disewa melalui finance lease secara terpisah

dapat diklasifikasikan sebagai properti investasi.

Jika bagian tidak bisa dijual atau disewa secara finance lease maka properti

keseluruhan diklasifikasikan sebagai properti investasi, hal ini terjadi jika bagian yang

dimiliki sendiri tidak signifikan dalam keseluruhan properti. Tidak ada pedoman atau

definisi dari kata tidak signifikan yang dijelaskan dalam FRS 40. Dalam menentukan

bagian yang dimiliki sendiri tidak signifikan, entitas perusahaan seharusnya menghitung

tempat yang dimiliki berdasarkan lantai yang digunakan.

II.1.4 Teori Pengukuran

II.1.4.1 Teori Pengukuran Historical Cost

Menurut Sari (2011), berikut ini adalah alasan-alasan yang mendukung historical

cost accounting:

a. Historical cost relevan dalam proses pengambilan keputusan ekonomis, karena

diperlukan data dari masa lalu.

b. Didasarkan pada transaksi yang sudah pasti dan kejadian yang sebenarnya, sehingga

bisa dipertanggungjawabkan.

c. Diperlukan sepanjang sejarah sistem ini masih bermanfaat.

d. Konsep yang paling mudah dipahami.

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

35 

 

e. Lebih diyakini dapat meminimalisasi subjektivitas dan mengurangi kemungkinan

perubahan oleh pihak tertentu.

f. Current cost accounting masih dapat dipertanyakan.

g. Soal perubahan harga dapat dilaporkan melalui penyajian data atau laporan suplemen.

h. Masih belum cukup bukti dan data untuk menolak akuntansi historis.

II.1.4.2 Teori Pengukuran Current Cost

Menurut Godfrey (2006), current cost accounting adalah suatu sistem akuntansi

dimana aset dinilai pada harga beli pasar sekarang dan keuntungan ditentukan dengan

alokasi yang didasarkan pada biaya sekarang. Dalam metode pengukuran ini, Edwards

dan Bell (2006) menyatakan bahwa yang dibutuhkan oleh manajer adalah bagaimana

mereka mengalokasikan sumber-sumber ekonomi yang ada untuk memaksimalkan laba.

Oleh karena itu, diperlukan jawaban terhadap tiga pertanyaan berikut:

a. Berapa jumlah aset yang harus dimiliki pada suatu tanggal tertentu

b. Bagaimana seharusnya bentuk aset;

c. Bagaimana aset didanai.

Untuk membuat keputusan tentang ketiga pertanyaan di atas, maka manajer perlu

merumuskan pengharapan tentang kejadian masa yang akan datang. Manajer biasanya

menghadapi masalah apakah ingin mempertahankan suatu aktiva atau utang atau

menjual atau membayarnya dan bagaimana menggunakan atau mendanai kegiatan

perusahaan. Untuk menjawab ini maka diusulkan perhitungan business profit yang

memiliki dua komponen yaitu:

a. Current operating profit

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

36 

 

Laba dalam komponen ini adalah kelebihan nilai sekarang dari barang atau jasa yang

dijual dengan harga pokoknya.

b. Realizable cost saving (holding Gain)

Laba dalam komponen ini adalah kenaikan harga pokok dari suatu aktiva yang masih

dimiliki sekarang.

Current cost terdiri dari lima bentuk, yaitu:

a. Replacement cost

Yaitu nilai yang diukur saat ini untuk mendapatkan aktiva baru atau menggantinya

dengan kapasitas produksinya yang sama. Metode ini dikritik dalam hal:

1. Subjektivitas penilaian atau taksiran harganya

2. Dalam hal harga suatu aktiva menurun maka penurunan itu akan menimbulkan

pembebanan ke laba rugi lebih rendah dari beban pada historical cost;

3. Perubahan harga umum tidak tergambar dalam metode replacement cost ini, karena

hanya untuk aktiva tertentu;

4. Sukar melakukan perbandingan antar perusahaan yang saling berbeda.

b. Reproduction Cost

Metode ini sama dengan replacement cost.

c. Net Realizable Value

Yaitu suatu metode di mana harga jual dikurangi taksiran biaya penjualan. Pada masa

inflasi NRV lebih besar dari replacement cost karena manajemen tidak mungkin menjual

barangnya tanpa mengharapkan laba marjin general price level. Penyusutan dalam

metode ini dihitung berdasarkan perbedaan harga jual aktiva itu pada awal periode

dibandingkan dengan akhir periode.

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

37 

 

d. Selling Price

Dalam metode ini nilai yang dipakai adalah harga jual tanpa dikurangi biaya penjualan

sehingga laporan keuangan disusun menurut selling price akan lebih besar daripada net

reliazable value dan metode lainnya.

e. Expected value

Metode ini sangat tergantung pada pengharapan seseorang sehingga bisa lebih besar atau

lebih kecil dibanding metode lainnya. Hal ini disebabkan karena expected value ini

merupakan gambaran dari present value kas di masa yang akan datang.

II.1.4.3 Metode Pengukuran Fair Value Model

IFRS 13 (2011) menyatakan nilai wajar sebagai berikut:

“The price that would be received to sell an asset or paid to transfer a liability in an

orderly transaction between market participants at the measurement date”.

Nilai wajar ini digunakan untuk mengukur:

1. Satu aset

2. Sekelompok aset

3. Satu liabilitas

4. Sekelompok liabilitas

5. Konsiderasi bersih dari satu atau lebih aset dikurangi satu atau lebih liabilitas

terkait

6. Satu segmen atau divisi dari sebuah entitas

7. Satu lokasi atau wilayah dari suatu entitas

8. Satu keseluruhan entitas

Page 31: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

38 

 

Yang dimaksud dengan pengukuran di atas bukan merupakan pengukuran awal.

Untuk pengukuran awal (saat aset diakuisisi atau liabilitas muncul), entitas tetap

menggunakan dasar kos pada saat terjadinya transaksi. Setelah pengukuran awal (biasa

disebut sebagai pengukuran setelah pengukuran awal), yaitu saat pelaporan keuangan

(dan untuk pelaporan seterusnya, selama aset masih dikuasai), entitas boleh

memilih model kos (berdasar kos historis) atau model revaluasi (berdasar nilai wajar)

untuk mengukur pos-pos laporan keuangannya.

Dari definisinya, dapat disimpulkan bahwa nilai wajar diukur menggunakan

dasar ketika aset (atau liabilitas) dapat ditukar, bukan ketika aset (liabilitas) benar-benar

ditukar. Cara mengukur ‘ketika aset (liabilitas) dapat ditukar’ dijelaskan dalam

Statement of Financial Accounting Standards (SFAS) 157 (2007) dengan menggunakan:

1. Pendekatan Pasar. Dalam pendekatan ini, nilai wajar diukur berdasarkan harga pasar

atau informasi relevan lain yang dihasilkan dari transaksi di pasar. Hal ini termasuk

harga aset (liabilitas) sejenis yang ada di pasar, dan metode penilaian lain yang

konsisten dengan pendekatan pasar. Urutan yang digunakan jika nilai wajar

menggunakan pendekatan pasar adalah, pertama harga pasar aset (liabilitas) pada

saat pelaporan, jika tidak terdapat harga pasar aset (liabilitas) maka menggunakan

harga pasar aset (liabilitas) sejenis, jika tidak terdapat harga pasar aset (liabilitas)

sejenis maka menggunakan model yang konsisten dengan pendekatan pasar

(contohnya model matrix pricing, dll)

2. Pendekatan Penghasilan. Pendekatan ini menggunakan teknik penilaian untuk

mengubah nilai masa depan (contohnya aliran kas atau laba) ke nilai kininya

terdiskonto (discounted). Pengukuran nilai wajar dalam pendekatan ini

Page 32: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

39 

 

menggunakan dasar nilai yang dilihat dari harapan pasar kini atas nilai aset

(liabilitas) masa depan. Pendekatan ini termasuk menggunakan nilai kini (present

value, option pricing).

3. Pendekatan Kos. Pendekatan kos disebut juga pendekatan kos pengganti kini

(current replacement cost). Kos pengganti ini adalah jumlah yang diperlukan untuk

menggantikan suatu aset.

Menurut Hitz (2007), terdapat tiga hirarki dalam mengestimasi fair value, yaitu

dengan menggunakan nilai pasar, komparasi dengan harga pasar dari item yang dapat

diperbandingkan dengan item yang dinilai, dan dengan menggunakan estimasi.

Penjelasan hirarki tersebut adalah sebagai berikut:

1. Mark to market

Merupakan pengukuran fair value dengan menggunakan current market value untuk

item-item tertentu di dalam laporan keuangan yang berasal dari transaksi yang lazim

terjadi (arm’s length transaction) dan harga-harganya juga dapat dengan mudah diukur

dengan harga pasar.

2. Komparasi dengan harga pasar

Merupakan pengukuran fair value dengan menggunakan tidak menggunakan data pasar

langsung, namun hasil penilaian yang diharapkan tetap menggambarkan nilai pasar yang

ditentukan seorang penilai secara profesional.

3. Mark to model

Merupakan pengukuran fair value dengan menggunakan model penilaian yang

didasarkan atas perhitungan-perhitungan dan estimasi tertentu untuk item-item yang

harga pasarnya tidak tersedia.

Page 33: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

40 

 

Maka Blommaert dalam Verhog (2003) menyatakan bahwa penggunaan fair

value sesungguhnya dapat menimbulkan implikasi yang bersifat subyektif terutama yang

berkaitan dengan penilaian. Selain itu, Gassen & Schwedler (2009) menemukan bahwa

terdapat pemahaman yang berbeda-beda mengenai fair value. Fair value yang

didasarkan atas harga pasar (mark to market) lebih bernilai dan memiliki decision

usefulness lebih tinggi dibandingkan dengan fair value yang didasarkan atas penilaian

(mark to model). Gassen & Schwedler (2009) juga menemukan bahwa fair value yang

berdasarkan pada harga pasar memiliki decision usefulness yang tinggi untuk aset-aset

lancar dan non operasional, dan untuk aset tidak lancar serta aset-aset yang digunakan

untuk kegiatan operasional, tidak ada perbedaan yang siginifikan dari sisi decision

usefulness baik yang menggunakan historical cost maupun menggunakan market based

fair value.

II.1.5 Teori Pengungkapan

Secara konseptual, pengungkapan merupakan bagian integral dari pelaporan

keuangan. Secara teknis, pengungkapan merupakan langkah akhir dalam proses

akuntansi yaitu penyajian informasi dalam bentuk seperangkat penuh statemen

keuangan. Evans (2000) mengartikan pengungkapan sebagai berikut :

Disclosure means supplying information in the financial statements, including the statements themselves, the notes to the statements, and the supplementary disclosures associated with the statements. It doest not extend to public or private statements made by managament or information provided outside the financial statements.

Secara lebih spesifik, Wolk, tearney, dan Dodd (2001) menginterpretasi pengertian

pengungkapan sebagai berikut :

Page 34: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

41 

 

Broadly interpreted, disclosure is concerned with information in both the financial statements and supplementary communications including footnotes, poststatement events, management’s discussion and analysis of operations for the fortcoming year, financial and operating forecasts, and additional financial statements covering segmental disclosure and extentions beyond historical cost.

Evans membatasi pengertian pengungkapan hanya pada hal - hal yang

menyangkut pelaporan keuangan. Pernyataan manajemen dalam surat kabar atau media

masa lain serta informasi di luar lingkup pelaporan keuangan tidak masuk dalam

pengertian pengungkapan. Sementara itu, Wolk, Tearney, dan Dodd memasukkan pula

statemen keuangan segmental dan statemen yang merefleksi perubahan harga sebagai

bagian dari pengungkapan.

Pengungkapan sering juga dimaknai sebagai penyediaan informasi lebih dari apa

yang dapat disampaikan dalam bentuk statemen keuangan formal. Hal ini tampaknya

sejalan dengan gagasan FASB dalam rerangka konseptualnya sebagai berikut :

Although financial reporting and financial statements have essentially the same objectives, some useful information is better provided by financial statements and some is better provided, or can only be provided, by means of financial reporting other than financial statements.

Masalah teoritis pengungkapan dapat dinyatakan dalam bentuk pertanyaan berikut ini:

1. Untuk siapa informasi diungkapkan?

2. Mengapa pengungkapan harus dilakukan?

3. Seberapa banyak dan informasi apa harus diungkapkan?

4. Bagaimana cara dan kapan mengungkapkan informasi?

Siapa Dituju

Kerangka konseptual telah menetapkan bahwa investor dan kreditor merupakan

pihak yang dituju oleh pelaporan keuangan sehingga pengungkapan ditujukan terutama

Page 35: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

42 

 

untuk mereka. FASB misalnya menetapkan tingkat kecanggihan para investor dan

kreditor cukup tinggi sehingga pengungkapan yang diwajibkan dapat dikatakan lebih

sedikit dibanding yang dituntut oleh SEC karena SEC mempertimbangkan pula

kepentingan investor yang naif. SEC menuntut lebih banyak pengungkapan karena

pelaporan keuangan mempunyai aspek sosial dan publik (public interest). Oleh karena

itu, pengungkapan menuntut lebih dari sekedar pelaporan keuangan tetapi meliputi pula

penyampaian informasi kualitatif atau non-kuantitatif. Karena pihak yang dituju lebih

luas dan model pengambilan keputusannya kurang dapat diidentifikasi, pengungkapan

cenderung untuk meluas dan jarang menjadi sempit (spesifik).

Fungsi atau Tujuan Pengungkapan

Secara umum, tujuan pengungkapan adalah menyajikan informasi yang

dipandang perlu untuk mencapai tujuan pelaporan keuangan dan untuk melayani

berbagai pihak yang mempunyai kepentingan berbeda - beda. Telah disinggung bahwa

investor dan kreditor tidak homogen tetapi bervariasi dalam hal kecanggihannya

(sophistication). Karena pasar modal merupakan sarana utama pemenuhan dana dari

masyarakat, pengungkapan dapat diwajibkan untuk tujuan melindungi (protective),

informatif (informative), atau melayani kebutuhan khusus (differential).’

Tujuan Melindungi

Tujuan melindungi dilandasi oleh gagasan bahwa tidak semua pemakai cukup

canggih sehingga pemakai yang naif perlu dilindungi dengan mengungkapkan informasi

yang mereka tidak mungkin memperolehnya atau tidak mungkin mengolah informasi

untuk menangkap substansi ekonomik yang melandasi suatu pos statement keuangan.

Dengan kata lain, pengungkapan dimaksudkan untuk melindungi perlakuan manajemen

Page 36: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

43 

 

yang mungkin kurang adil dan terbuka (unfair). Dengan tujuan ini, tingkat atau voluma

pengungkapan akan menjadi tinggi.

Tujuan melindungi biasanya menjadi pertimbangan badan pengawas yang

mendapat autoritas untuk melakukan pengawasan terhadap pasar modal seperti SEC atau

Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM). Hal ini dapat dipahami karena mereka

bertindak demi kepentingan publik.

Tujuan Informatif

Tujuan informatif dilandasi oleh gagasan bahwa pemakai yang dituju sudah jelas

dengan tingkat kecanggihan tertentu. Dengan demikian, pengungkapan diarahkan untuk

menyediakan informasi yang dapat membantu keefektifan pengambilan keputusan

pemakai tersebut. Tujuan ini biasanya melandasi penyusun standar akuntansi untuk

menentukan tingkat pengungkapan. Dalam kenyataannya, badan pengawas seperti

BAPEPAM bekerja sama dengan penyusun standar (profesi) untuk menentukan

keluasan pengungkapan. Untuk tujuan pengawasan oleh badan kepemerintahan, terdapat

pula pengungkapan yang khusus ditujukan ke badan pengawas melalui formulir-formulir

yang harus diisi oleh perusahaan pada waktu menyerahkan laporan tahunan maupun

kuartalan.

Tujuan Kebutuhan Khusus

Tujuan ini merupakan gabungan dari tujuan perlindungan publik dan tujuan

informatif. Apa yang harus diungkapkan kepada publik dibatasi dengan apa yang

dipandang bermanfaat bagi pemakai yang dituju sementara untuk tujuan pengawasan,

informasi tertentu khusus harus disampaikan kepada badan pengawas berdasarkan

peraturan melalui formulir - formulir yang menuntut pengungkapan secara rinci.

Page 37: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

44 

 

II.1.6 Penelitian Sejenis

Penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi luasnya

pengungkapan laporan keuangan telah banyak dilakukan. Namun, penelitian yang sering

dilakukan adalah penelitian terhadap pengungkapan laporan keuangan secara

keseluruhan dalam suatu industri, baik properti maupun industri lain seperti manufaktur.

Dari penelitian yang sebelumnya, tidak banyak penelitian yang menganalisa

pengungkapan laporan keuangan secara spesifik pada akun atau standar tertentu. Maka

penelitian ini lebih mengacu pada analisis dan perbandingan pengukuran dan

pengungkapan properti investasi dan properti investasi merupakan akun yang spesifik

dalam perusahaan properti.

Panjaitan (2009) melakukan penelitian tentang pengaruh karakteristik spesifik

perusahaan terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan perusahaan real estate dan

properti di BEI. Penelitian ini mengambil 36 sampel selama periode 2005 dan 2006.

Simpulan yang dihasilkan adalah hasil uji hipotesis menunjukkan adanya pengaruh

karakteristik spesifik perusahaan yang mempengaruhi tingkat pengungkapan laporan

keuangan dan dari 8 variabel independen hanya variabel ukuran perusahaan dan Return

On Equity yang memiliki pengaruh signifikan.

Hadi (2001) melakukan penelitian tentang analisis faktor-faktor yang

mempengaruhi pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan perusahaan go publik di

BEJ. Variabel dalam penelitian ini adalah size perusahaan, basis perusahaan, likuiditas,

kepemilikan publik dan solvabilitas. Hasil simpulan dalam penelitian ini adalah secara

bersama-sama proporsi kepemilikan publik, basis perusahaaan, solvabilitas, likuiditas

Page 38: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

45 

 

dan size perusahaan mempunyai kemampuan menjelaskan variabel luas pengungkapan

sukarela dalam laporan tahunan.

Setiawan (2001) melakukan penelitian tentang analisis faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat pengungkapan sukarela informasi laporan tahunan perusahaan di

BEJ. Variabel dependen adalah tingkat pengungkapan sukarela dan variabel

independennya adalah rasio likuiditas, solvabilitas, ukuran perusahaan, umur emiten,

jenis industri dan basis perusahaan. Sampel yang diambil sebanyak 80 perusahaan

dimana analisis data menggunakan analisis regresi linier berganda dengan bantuan SPSS

10.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengungkapan sukarela masih

rendah, dengan nilai minimun 14 dan nilai maksimum 40 serta rata-rata skor 26,73.

Laraswita dan Indrayani (2009) melakukan penelitian yang bertujuan

menganalisis pengaruh karakteristik perusahaan yang diwakili oleh tingkat solvabilitas,

tingkat profitabilitas dan ukuran perusahaan terhadap kelengkapan pengungkapan dalam

laporan tahunan dengan unit analisisnya yaitu laporan tahunan perusahaan sektor

properti dan real estate di BEI. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 30 perusahaan.

Hasil penelitian menunjukkan tingkat profitabilitas memiliki pengaruh signifikan

terhadap kelengkapan pengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan, sedangkan

tingkat solvabilitas dan ukuran perusahaan (total aktiva) tidak memiliki pengaruh

terhadap kelengkapan pengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan.

Irawan (2006) melakukan penelitian untuk menemukan faktor-faktor yang

mempengaruhi kelengkapan pengungkapan laporan keuangan.Penelitian ini

menggunakan 45 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ periode 2001-2004. Alat

analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linear berganda dan t-test.

Page 39: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

46 

 

Hasil penelitian ini mengindikasikan variabel ukuran perusahaan, porsi kepemilikan

saham publik, status perusahaan mempengaruhi kelengkapan pengungkapan, sedangkan

umur perusahaan secara negatif berpengaruh terhadap pengungkapan laporan keuangan.

Variabel lainnya seperti leverage, likuiditas, profitabilitas, operating profit margin, net

profit margin dan return on equity tidak berpengaruh terhadap kelengkapan pengaruh

laporan keuangan.

II.1.7 Ketentuan Perpajakan terkait Properti Investasi

II.1.7.1 Ketentuan Perpajakan terkait Properti Investasi di Indonesia

Properti Investasi diatur berbeda dalam peraturan perpajakan di Indonesia. Hal

ini tertuang dalam PMK No 79/PMK/03/08 yang menyatakan bahwa peraturan

perpajakan di Indonesia tidak mengakui adanya properti investasi, melainkan

mengakuinya sebagai aset tetap. Tentunya pengukuran setelah pengakuan awal yang

diperkenankan adalah metode biaya perolehan sebesar biaya yang dikeluarkan untuk

mendapatkan aset tersebut. Karena properti investasi diperlakukan sebagai aset tetap

maka aspek penyusutan seperti tarif dan metode penyusutannya dilakukan sesuai dengan

ketentuan perpajakan. Berikut ketentuan perpajakan yang tertuang dalam PMK NOMOR

79/PMK.03/2008 mengenai penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan

perpajakan:

Pasal 1

1) Perusahaan dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk

tujuan perpajakan, dengan syarat telah memenuhi semua kewajiban pajaknya

Page 40: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

47 

 

sampai dengan masa pajak terakhir sebelum masa pajak dilakukannya penilaian

kembali.

2) Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Wajib Pajak badan dalam

negeri dan bentuk usaha tetap (BUT), tidak termasuk perusahaan yang memperoleh

izin menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar

Amerika Serikat.

Pasal 2

1) Untuk melakukan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan, perusahaan

mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak.

2) Direktur Jenderal Pajak diberi wewenang untuk menerbitkan surat keputusan

penilaian kembali aktiva tetap perusahaan atas permohonan yang diajukan oleh

perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 3

1) Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan dilakukan terhadap:

a. seluruh aktiva tetap berwujud, termasuk tanah yang berstatus hak milik atau hak

guna bangunan; atau

b. seluruh aktiva tetap berwujud tidak termasuk tanah, yang terletak atau berada di

Indonesia, dimiliki, dan dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan

memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak.

2) Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

tidak dapat dilakukan kembali sebelum lewat jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung

sejak penilaian kembali aktiva tetap perusahaan terakhir yang dilakukan

berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini.

Page 41: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

48 

 

Pasal 4

1) Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan harus dilakukan berdasarkan nilai pasar

atau nilai wajar aktiva tetap tersebut yang berlaku pada saat penilaian kembali

aktiva tetap yang ditetapkan oleh perusahaan jasa penilai atau ahli penilai, yang

memperoleh izin dari Pemerintah.

2) Dalam hal nilai pasar atau nilai wajar yang ditetapkan oleh perusahaan jasa penilai

atau ahli penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ternyata tidak mencerminkan

keadaan yang sebenarnya, Direktur Jenderal Pajak menetapkan kembali nilai pasar

atau nilai wajar aktiva yang bersangkutan.

3) Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan dilakukan dalam jangka waktu paling

lama 1 (satu) tahun sejak tanggal laporan perusahaan jasa penilai atau ahli penilai.

Pasal 5

Atas selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan di atas nilai sisa buku fiskal

semula dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 10% (sepuluh persen).

Pasal 6

Perusahaan yang karena kondisi keuangannya tidak memungkinkan untuk melunasi

sekaligus Pajak Penghasilan yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, dapat

mengajukan permohonan pembayaran secara angsuran paling lama 12 (dua belas) bulan

sesuai ketentuan Pasal 9 ayat (4) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah

terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.

Pasal 7

Page 42: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

49 

 

1) Sejak bulan dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap perusahaan berlaku

ketentuan sebagai berikut:

a) Dasar penyusutan fiskal aktiva tetap yang telah memperoleh persetujuan

penilaian kembali adalah nilai pada saat penilaian kembali.

b) Masa manfaat fiskal aktiva tetap yang telah dilakukan penilaian kembali aktiva

tetap perusahaan disesuaikan kembali menjadi masa manfaat penuh untuk

kelompok aktiva tetap tersebut.

c) Perhitungan penyusutan dimulai sejak bulan dilakukannya penilaian kembali

aktiva tetap perusahaan.

2) Untuk bagian tahun pajak sampai dengan bulan sebelum bulan dilakukannya

penilaian kembali aktiva tetap perusahaan berlaku ketentuan sebagai berikut :

a) Dasar penyusutan fiskal aktiva tetap adalah dasar penyusutan fiskal pada awal

tahun pajak yang bersangkutan.

b) Sisa masa manfaat fiskal aktiva tetap adalah sisa manfaat fiskal pada awal tahun

pajak yang bersangkutan.

c) Perhitungan penyusutannya dihitung secara prorata sesuai dengan banyaknya

bulan dalam bagian tahun pajak tersebut.

3) Penyusutan fiskal aktiva tetap yang tidak memperoleh persetujuan penilaian

kembali aktiva tetap perusahaan, tetap menggunakan dasar penyusutan fiskal dan

sisa manfaat fiskal semula sebelum dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap

perusahaan.

Pasal 8

1) Dalam hal Perusahaan melakukan pengalihan aktiva tetap berupa:

Page 43: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

50 

 

a. Aktiva tetap kelompok 1 (satu) dan kelompok 2 (dua) yang telah memperoleh

persetujuan penilaian kembali sebelum berakhirnya masa manfaat yang baru

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b; atau

b. Aktiva tetap kelompok 3 (tiga), kelompok 4 (empat), bangunan, dan tanah yang

telah memperoleh persetujuan penilaian kembali sebelum lewat jangka waktu 10

(sepuluh) tahun, maka atas selisih lebih penilaian kembali diatas nilai sisa buku

fiskal semula, dikenakan tambahan Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan

tarif sebesar tarif tertinggi Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan dalam negeri

yang berlaku pada saat penilaian kembali dikurangi 10% (sepuluh persen).

2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi:

a. Pengalihan aktiva tetap perusahaan yang bersifat force majeur berdasarkan

keputusan atau kebijakan Pemerintah atau keputusan Pengadilan;

b. Pengalihan aktiva tetap perusahaan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau

pemekaran usaha yang mendapat persetujuan; atau

c. Penarikan aktiva tetap perusahaan dari penggunaan karena mengalami kerusakan

berat yang tidak dapat diperbaiki lagi.

3) Selisih antara nilai pengalihan aktiva tetap perusahaan dengan nilai sisa buku fiskal

pada saat pengalihan merupakan keuntungan atau kerugian berdasarkan ketentuan

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana

telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.

Pasal 9

1) Selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan di atas nilai sisa buku

komersial semula setelah dikurangi dengan Pajak Penghasilan sebagaimana

Page 44: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

51 

 

dimaksud dalam Pasal 5 harus dibukukan dalam neraca komersial pada perkiraan

modal dengan nama "Selisih Lebih Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan

Tanggal ........................".

2) Pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa

penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap

perusahaan, sampai dengan sebesar selisih lebih penilaian kembali secara fiskal

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, bukan merupakan Objek Pajak berdasarkan

Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak

Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-

Undang Nomor 17 Tahun 2000 jo. Pasal 1 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 138

Tahun 2000 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak

Penghasilan Dalam Tahun Berjalan.

3) Dalam hal selisih lebih penilaian kembali secara fiskal sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) lebih besar daripada selisih lebih penilaian kembali secara komersial

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemberian saham bonus atau pencatatan

tambahan nilai nominal saham tanpa penyetoran yang bukan merupakan Objek

Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), hanya sampai dengan sebesar selisih

penilaian kembali secara komersial.

II.1.7.2 Ketentuan Perpajakan terkait Properti Investasi di Australia

Berdasarkan Accounting News BDO (2011), diketahui bahwa pengukuran

deferred tax liabilities dan deferred tax assets tergantung dari perusahaan, apakah akan

menggunakan atau menjual properti investasi. Perlakuan yang berbeda akan

Page 45: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

52 

 

menimbulkan tarif pajak yang berbeda juga. Ketika entitas perusahaan memilih

menggunakan fair value model untuk properti investasi maka, entitas mengharapkan:

• Menyewakan properti investasi sehingga mendapatkan pendapatan sewa.

• Menjual properti investasi di masa yang akan datang untuk mendapatkan

kenaikan modal.

Tanpa ada rencana spesifik mengenai pelepasan properti investasi, ini akan

menjadi sulit dan subjektif untuk mengestimasikan berapa nilai carrying amount

properti investasi yang akan diperoleh kembali melalui arus kas pendapatan sewa dan

berapa nilai yang diperoleh kembali dari arus kas atas penjualan aset. AASB 112 Income

Taxes (2009) dikeluarkan untuk memberi pengenalan bahwa terdapat asumsi tentang

properti investasi yang akan diperoleh kembali melalui penjualan. Asumsi ini dapat

disanggah apabila properti investasi dilakukan dalam model bisnis bertujuan untuk

mengkonsumsi keuntungan ekonomis properti investasi secara substantif sepanjang

waktu dan bukan untuk dijual.

International Accounting Standard Board (2011) memperjelas bahwa asumsi

pemulihan melalui penjualan tidak dapat disanggah jika aset tidak dapat disusutkan,

karena hal itu berarti tidak ada bagian carrying amount aset yang akan dikonsumsi

selama penggunaan. Properti investasi berupa tanah akan selalu mempunyai dasar pajak

karena diasumsikan diperoleh kembali melalui penjualan.

Implikasi bagi entitas perusahaan di Australia

Dalam Accounting News BDO (2011) dijelaskan bahwa sarana investasi untuk

properti investasi yang cukup dikenal di Australia adalah dengan property trust dimana

karakteristiknya secara umum tidak membayar pajak, sehingga tidak perlu mengakui

Page 46: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

53 

 

adanya kewajiban pajak tertangguh. Sebab itu, AASB 112 Income Taxes tidak terlalu

berdampak terhadap property trust dalam mengukur properti investasinya menggunakan

nilai wajar.

Sejarah pajak mengenai properti investasi yang dirangkum dalam Accounting News

BDO (2011):

1) Sebelum Capital Gain Tax dan sebelum September 1999

• Amandemen ini tidak memiliki dampak bagi properti investasi.

• Properti investasi dibeli sebelum 20 September 1985 karena tidak perlu

mengakui adanya keuntungan (capital gain) penjualan, sehingga tak perlu

mengakui adanya kewajiban pajak tertangguh.

• Properti dibeli sejak 20 September 1999 karena peraturan untuk keuntungan

dalam tujuan perpajakan telah dicabut dan dasar pajak harus sama, baik ketika

entitas perusahaan mau menggunakan properti investasi atau menjualnya.

2) Properti dibeli tanggal 20 September 1985 sampai 19 September 1999

Amandemen ini mempengaruhi properti karena kewajiban pajak tertangguh

harus dihitung dengan asumsi terdapat recovery melalui penggunaan atau penjualan.

Dasar pajak mengasumsikan penjualan yang termasuk dalam peraturan sampai dengan

19 September 1999, sedangkan dasar pajak untuk penggunaan properti investasi belum

termasuk dalam peraturan. Dalam prakteknya, dampak ini tidak material karena banyak

properti yang akan mendekati akhir umur manfaatnya, dalam hal ini model bisnis

membantah asumsi recovery of sale.

Page 47: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

54 

 

II.1.7.3 Ketentuan Perpajakan terkait Properti Investasi di Singapura

Deloitte (2007) menjelaskan bahwa entitas berukuran kecil dan sedang dapat

memilih model depresiasi biaya atau model penurunan nilai (impairment), dimana nilai

wajarnya dapat dilakukan sesuai standar FRS 40: Investment Property.

Deloitte (2007) menjelaskan karena adanya adopsi FRS 40 mengenai properti

investasi tahun 2007, perusahaan di Singapura diperbolehkan untuk mengkreditkan

keuntungan nilai wajarnya pada akun properti investasi yang diukur dengan nilai wajar.

Maka, tak ada beban pajak tangguhan yang berasal dari keuntungan yang dapat

dibebankan ke laporan laba-rugi. FRS 12 (2004) mensyaratkan adanya kewajiban pajak

tangguhan yang harus diakui pada keuntungan nilai wajar pada properti investasi karena

kenaikan nilai properti menunjukkan peningkatan yang diharapkan di arus sewa yang

akan datang dan atau keuntungan karena pelepasan properti yang dapat dikenakan pajak.

Di Singapura, dimana keuntungan penjualan properti investasi tidak dikenakan

pajak, maka kewajiban pajak tangguhan tidak akan ada jika properti tersebut akan dijual

tetapi dengan pertimbangan waktu penjualan. Meskipun begitu, jika manajemen tetap

ingin menyewakan properti investasi, maka kewajiban pajak tertangguh harus dihitung

berdasarkan keuntungan nilai wajar dikalikan dengan tarif pajak yang berlaku.

Manajemen yang tetap mempertahankan properti investasi untuk disewa pada akhirnya

tetap menjual properti investasi. Namun untuk periode dimana properti investasi

disewakan maka kewajiban pajak tertangguh harus diperhitungkan. Walaupun INT FRS

21: Income Taxes- Recovery of Revalued Non-Depreciable Asset mempunyai interpretasi

untuk memperbolehkan aset yang tidak disusutkan untuk dipulihkan melalui penjualan

untuk perhitungan akuntansi pajak tertangguh, namun perlakuan ini hanya terbatas untuk

Page 48: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

55 

 

tanah yang masih belum diperuntukkan untuk apapun karena umurnya tak terbatas.

Sedangkan properti investasi lainnya, seperti tanah yang disewa, bangunan yang sudah

disewa ataupun belum digunakan untuk apapun harus disusutkan sehingga INT FRS 21

tidak dapat dipakai dalam hal ini.

ICPAS Singapore Accountant (2007) menyatakan bahwa perusahaan di

Singapura tidak menghitung pajak penghasilan tertangguh atas keuntungan revaluasi

properti investasi. Keuntungan revaluasi dari properti investasi dimasukkan dalam

cadangan revaluasi menurut FRS 12 dan pajak tertangguh yang berkaitan akan

berlawanan dengan cadangan revaluasi.

FRS 40 (2005) menyatakan perubahan nilai wajar disyaratkan untuk dimasukkan

dalam laporan laba rugi dan secara umum jumlahnya merupakan pembagian net asset

value dari banyak perusahaan properti. Tentunya beban pajak tertangguh atas

keuntungan nilai wajar akan semakin material dalam adopsi FRS 40.

Dan menurut ICPAS Singapore Accountant (2007) terdapat beberapa argumen

yang menyanggah akuntansi pajak tertangguh. Pertama, adanya kenaikan nilai wajar

yang dinamakan capital gain sehingga capital gain (yang tidak berlaku di Singapura)

akan dikenakan tarif pajak. Kedua, nilai wajar properti dapat ditentukan berdasarkan net

of tax.

FRS 40 (2005) menyatakan segala perubahan nilai wajar properti investasi akan

dimasukkan ke dalam laba rugi, sebagai pengganti dari cadangan revaluasi yang berada

di neraca yang sebelumnya diperbolehkan. Dengan kata lain, revaluasi yang meningkat

akan ditambahkan ke bottomline dan revaluasi yang menurun akan dimasukkan menjadi

earning. Dan atas hal tersebut akan berpengaruh terhadap pengenaan pajak. Ketika

Page 49: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

56 

 

perusahaan menjual properti investasi maka akan mengakui adanya capital gain.

Sehingga menjadi kewajiban bagi mereka untuk mengakui pajak tertangguh sebagai

beban dalam laporan keuangan selama tidak ada rencana untuk menjual properti yang

dimiliki.

Menurut Yeoh (2007) sebelum FRS 40, perusahaan properti di Singapura tidak

menghitung pajak tertangguh akibat keuntungan revaluasi properti investasi karena

dampak pada laporan keuangan sesungguhnya tidak material. Namun semenjak

keuntungan revaluasi dari properti investasi dimasukkan dalam cadangan revaluasi,

menurut FRS 12, pajak tertangguh yang terkait akan dihitung berlawanan dengan

cadangan revaluasi. Hal ini yang menyebabkan jumlah pajak tertangguh menjadi kurang

signifikan dan tidak material.

Choy (2007) menjelaskan bahwa tidak ada perbedaan dalam standar akuntansi di

Singapura mengenai pajak tertangguh. Yang berubah hanyalah FRS 40 saat ini

menganggap keuntungan revaluasi atas properti investasi dapat dijadikan sebagai laba.

Jika dijadikan laba maka atas hal ini dapat dikenakan pajak.

Menurut Yeoh (2007) saat ini perusahaan properti di Singapura tidak membayar

pajak atas keuntungan penjualan properti, karena tidak ada capital gain tax di Singapura.

Dan kebanyakan perusahaan properti menganggap keuntungan revaluasi atas properti

investasi sebaiknya diperlakukan sebagai capital gain dan tidak berhubungan dengan

pajak. FRS 12 (2004) menyatakan bahwa pajak penghasilan tertangguh diakui dalam

pembukuan perusahaan, namun perusahaan dikenai pajak hanya ketika keuntungan

direalisasikan. Sejak keuntungan karena penjualan properti tidak dikenakan pajak

Page 50: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00031-AK BAB II.pdf8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori II.1.1 Definisi Properti

 

57 

 

walaupun properti dijual (karena tidak ada capital gain tax), maka banyak perusahaan

menganggap pajak tangguhan tak seharusnya diperhitungkan.

Tham (2007) menyatakan beberapa akuntan menginterpretasikan standar ini

bahwa kewajiban pajak tangguhan harus dicatat segera setelah ada hutang pajak karena

penghasilan sewa masa depan. Ketika penghasilan sewa benar-benar diterima maka

kewajiban pajak akan diperhitungkan kembali. Pajak terhutang hanya sekali namun

kewajiban akan ditetapkan dua kali. Padahal ketika aset dijual dan diasumsikan tidak ada

capital gain tax, maka akan jelas bahwa tidak ada kewajiban pajak yang harus dibayar

karena pelepasan ini. Keuntungan tercatat sebagai hasil dari pembalikan kewajiban pajak

tangguhan yang sebelumnya sudah diakui. Melakukan pencatatan atas kewajiban pajak

tangguhan yang belum terhutang dimaksudkan kewajiban dibalikkan ketika properti

dijual sehingga menghasilkan keuntungan artifisial. Jika harga properti turun, reverse

tetap dilakukan dan menghasilkan kerugian artifisial ketika dijual.