bab ii landasan teori a. film sebagai media …eprints.unisnu.ac.id/1514/5/bab ii.pdfdi tanah air...
TRANSCRIPT
BAB II
LANDASAN TEORI
A. FILM SEBAGAI MEDIA DAKWAH.
Terdapat dua pembahasan pokok yang menjadi dasar dari teori
penyusunan penelitian ini, yaitu film dan dakwah. Dua teori yang saling
berkaitan dan saling mendukung. Film sebagai alat atau media untuk
menyampaikan pesan dan dakwah sebagai aktifitas dalam menyampaikan nilai-
nilai agama. Karena itu Perlu pemahaman yang mendalam mengenai kedua
teori pokok ini.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia film diartikan sebagai
Lakon (cerita) gambar hidup.1 Gambar hidup adalah bentuk seni yang populer
dari hiburan dan juga bisnis. Produk film dihasilkan dari proses rekaman orang
dan benda (termasuk fantasi dan fitur palsu) dengan kamera dan/atau oleh
animasi.2 Film juga bisa diartikan sebagai sebuah media sosial yang terbentuk
dari proses penggabungan dua indra. Yaitu indra pendengaran dan indra
penglihatan yang mempunyai tema sebuah cerita berdasarkan realita sosial
yang terjadi disekitar lingkungan film itu tumbuh.
Film merupakan sebagian dari media seorang seniman untuk
berekspresi. Menyampaikan ide gagasan melalui sebuah cerita yang dikemas
dalam bentuk audiovisual. Karena dalam setiap karya film terdapat sebuah
pesan moral yang ingin disampaikan oleh seorang pembuat film. Untuk
1 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
2007), ed. 3, hlm. 330. 2 Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2004), cet.1, hlm. 425.
15
mempelajari lebih lanjut tentang film kita perlu mempelajari sejarah film.
Adanya film dimulai dari penemuan pada tahun 1727 bahwa cahaya
menyebabkan nitrat perak menjadi gelap adalah dasar dari perkembangan
teknologi film. Para teoritikus film menyatakan, film yang kita kenal dewasa
ini merupakan perkembangan lanjut dari fotografi yang ditemukan oleh Joseph
Nicephore Niepce dari Prancis. Pada tahun 1826 ia membuat campuran dengan
perak untuk menciptakan gambar pada sebuah lempengan timah yang tebal
yang telah disinari beberapa jam.3 Sejarah perkembangan film ini berlangsung
cukup panjang, hal ini disebabkan karena film juga dihadapkan dengan
masalah-masalah teknik yang cukup rumit seperti optik, lensa, kimia,
proyektor, camera, dan roll film . Menurut Cangara perkembangan sejarah film
baru kelihatan setelah abad ke-18 dengan percobaan kombinasi cahaya lampu
dengan lensa padat.4
Sederet tokoh ternama juga ikut andil dalam perkembangan film,
diantaranya adalah George Estman yang menemukan kamera kodak. Kamera
ini mampu menangkap 40 foto secara berurutan dalam sepersekian detik
dengan alat yang bernama Kinetograph. Pada tahun 1839 salah seorang tokoh
bernama Louis Daguerre memperkenalkan Daguerreotype, yaitu plat logam
yang dapat merekam gambar. Setelah itu ada seorang tokoh yang bernama
William Henry Fox Talbot memperkenalkan sistem film kertas yaitu Calotype,
yang menggunakan film negatif yang hanya membutuhkan waktu pemaparan
gambar hanya beberapa detik. Thomas Edison kemudian memperkenalkan
3 Zeni Zulia Hana, loc. Cit., hlm. 30.
4 Apriadi Tamburaka, loc. cit., hlm. 61.
Kinestokop, yaitu sebuah alat yang mampu memproyeksikan gambar. Itulah
beberapa tokoh dunia yang ikut berperan dalam perkembangan dunia film
dengan ide-ide penemuan mereka.
Awal muncul film ini berawal dari ide seorang tokoh Amerika
Serikat bernama Edward James Muybridge. Pada tahun 1873 ia menciptakan
alat Zoopraxiscope. Sebuah mesin yang berhasil merekam dan menampilkan
gambar sebuah kuda yang sedang berlari. Dalam pembuatannya beliau
menggabungkan 16 frame gambar kuda yang kemudian memunculkan ilustrasi
seakan-akan kuda itu sedang berlari. Konsep kuda berlari itu juga menjadi
gambar gerak animasi pertama yang diciptakan di dunia.5 Pada tahun 1896
Lumiere bersaudara, melalui alat Cinematgrahe sebuah alat yang berfungsi
sebagai fotografi sekaligus alat proyeksi membuat penemuan yang dapat
menampilkan orang yang duduk dalam ruang gelap menonton gambar yang
diproyeksikan ke layar. Setahun kemudian Thomas Edison menemukan
Vitascop yang diputar perdana di New York, sehingga pada tahun inilah
dimulainya industri film.
Setelah kita sedikit menguraikan perkembangan film di dunia, kita
coba memahami perkembangan film di Indonesia. Pada 5 Desember 1900
merupakan waktu yang sangat penting untuk dicatat dalam sejarah
perkembangan film di Indonesia. Pada waktu inilah perusahaan bioskop
belanda Nederlandsche bioscope maatschappij mulai mengoperasikan bioskop
di sebuah rumah di Kebun Jahe, Tanah Abang (Manage) di sebelah pabrik
5 Apriadi Tamburaka, Literasi media, (Depok: PT Rajagrafindo Persada, 2013), hlm. 60.
kereta (bengkel mobil) Maatschappij fucshss. Seiring berkembangnya bioskop
di tanah air yang sering disebut dengan Gambar idoep. Pada tahun 1916
pemerintah kolonial belanda mengeluarkan Ordonasi yang mengatur tentang
film dan cara penyelenggaraan usaha bioskop. Sejalan dengan
perkembangannya, bioskop membawa pengaruh dalam kehidupan masyarakat.
Adapun film pertama kali yang dibuat di tanah Indonesia adalah film
yang diproduksi oleh perusahaan NV Java Film Company berjudul Loetoeng
Kasaroeng pada tahun 1926. Film ini disutradarai oleh dua orang
berkebangsaan Belanda, yaitu G. Kruger dan L. Heuveldrop dan dibintangi
oleh aktris-aktris asli pribumi. Film ini diputar perdana pada 31 Desember
1926 di bioskop Elite dan Oriental Bioscoop di kota Bandung.
Salah satu pelopor kemajuan film ditanah air adalah seorang
sutradara bernama Usmar Ismail yang memproduksi film pertama di Indonesia
berjudul “Darah & Doa”. Film ini merupakan film pertama yang dibuat oleh
orang asli pribumi yang bercirikan Indonesia. Selain itu film ini juga
merupakan film pertama terlahir dari perusahaan film milik orang Indonesia.
Perusahaan film ini bernama Perfini (Perusahaan Film Nasional Indonesia)
dimana pendirinya adalah Usmar Ismail. Sehingga pada 30 Maret ditetapkan
sebagai Hari Film Nasional dengan alasan pada 30 Maret 1950 proses
pembuatan film “Darah & Doa” dimulai.6
Di era kemajuan teknologi seperti saat ini film mengalami
perkembangan yang sangat pesat baik lingkup luar maupun dalam negeri.
6 Ibid.
Munculnya film-film layar lebar diproduksi oleh para sineas profesional
memberikan kontribusi perkembangan film zaman sekarang. Di dalam negeri
sendiri banyak film layar lebar yang diproduksi, mulai dari film yang berisikan
adegan horor, komedi, aksi hingga film yang berisikan tentang nilai-nilai
agama.
Dengan diproduksinya film-film yang bertajuk penyampaian nilai-
nilai agama ini mampu memberikan nuansa baru dalam proses berdakwah.
Seperti beberapa karya insan sineas Indonesia, diantaranya adalah film Ayat-
Ayat Cinta, Wanita Berkalung Sorban, Negeri 5 Menara dan lain sebagainya.
Dari sederet contoh film yang bernuansakan Islam ini, di dalam tayangannya
berisikan penyampaian pesan-pesan dakwah. Penyampaian pesan ini bisa
melalui dialog maupun simbol-simbol yang terdapat dalam adegan film
tersebut. Contoh dalam film Negeri 5 Menara terdapat adegan belajar agama,
adegan tidak bersalaman selain muhrim, dialog untuk bersungguh-sungguh dan
lain sebagainya. Dengan adanya film-film seperti ini membuat dunia dakwah
menjadi lebih kuat lagi. Karena mampu memberikan progeresitas dalam
berdakwah.
Sebagai seorang muslim tentu tak asing lagi dengan istilah dakwah.
Dakwah merupakan sebuah aktifitas yang hanya dilakukan oleh seorang
muslim saja. Pada dasarnya dakwah dapat dipahami sebagai proses komunikasi
yang dilakukan seseorang atau kelompok dalam rangka mengembangkan
ajaran agama Islam. Dalam arti proses ini adalah mengajak orang lain untuk
mendalami dan memahami ajaran agama islam. Dalam istilah mengajak
tersebut, sudah tentu selalu terkandung makna mempengaruhi orang lain agar
orang lain itu mau dan mampu mengubah sikap, sifat, pendapat, dan perilaku
sesuai dengan apa yang dikehendaki orang yang mengajak.7 Dakwah secara
bahasa berasal dari bahasa Arab دعوة –يدعو –دعا yang mempunyai arti sebagai
mengajak/menyeru, memanggil, seruan, permohonan, dan permintaan.8
Untuk mempelajari dakwah, sebenarnya banyak sekali yang perlu
kita ketahui. Dakwah selain makna bahasa yang merujuk pada ajakan, dakwah
juga dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang dapat memberikan
kontribusi untuk mengarah pada perubahan positif. Perubahan kehidupan yang
tertata sesuai dengan nilai-nilai ajaran agama. Seperti pendapat beberapa tokoh
mengenai makna dakwah.
Pertama, Syaikh Ali Mahfudz yang memberikan makna dakwah
adalah mendorong (memotivasi) manusia untuk melaksanakan kebaikan dan
mengikuti petunjuk serta memerintah berbuat ma’ruf dan mencegah dari
perbuatan munkar agar mereka memperoleh kebahagiaan di dunia dan di
akhirat. Kedua, Syukriyadi Sambas memaparkan makna dakwah sebagai proses
internalisasi, transmisi, difusi, institusionalisasi dan transformasi islam yang
melibatkan unsur da’i, pesan, media, metode, mad’u, tujuan dan respons serta
dimensi ruang dan waktu untuk mewujudkan kehidupan yang khazanah, salam
dan nur di dunia dan akhirat. Ketiga, Al-Bahy al-Khuli memaknai dakwah
7 Kustadi Suhandang, Ilmu Dakwah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), cet 1.
hlm. 24. 8Abdul Basit, Filsafat Dakwah, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), cet. 1. hlm. 43.
adalah mengubah situasi kepada yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap
individu maupun masyarakat.9
Dari beberapa definisi dakwah di atas, terdapat beberapa inti gagasan
yang berkenaan dengan hakikat dakwah Islam, yaitu: pertama, dakwah
merupakan suatu aktifitas untuk mengajak kepada jalan Allah. Aktifitas
mengajak tersebut bisa berupa tabligh (menyampaikan), taghyir (perubahan,
internalisasi dan pengembangan), dan uswah (keteladanan). Kedua, dakwah
merupakan proses persuasi (memengaruhi). Proses persuasi ini tidak hanya
sekedar mengajak melainkan membujuk agar objek yang dipengaruhi bersedia
ikut dengan orang yang memengaruhi. Dalam proses persuasi ini tidak ada
unsur keterpaksaan karena memang pada dasarnya dalam menyampaikan nilai-
nilai agama tidak ada unsur memaksa sebagaimana dalam QS. Al-Baqarah ayat
256. Untuk menghindari unsur pemaksaan dalam berdakwah maka dibutuhkan
strategi yang baik agar orang yang didakwahi tertarik dengan apa yang
disampaikan. Ketiga, dakwah merupakan sebuah sistem yang utuh. Paling tidak
ketika berdakwah terdapat tiga sub sistem yang tidak bisa dipisahkan yaitu
da’i, mad’u dan pesan dakwah. Namun, akan lebih efektif dakwah juga
dilakukan dengan menggunakan metode, media dan menyusun tujuan yang
jelas.
Dakwah bisa dilakukan dengan berbagai cara asalkan tidak
melanggar nilai-nilai yang ada. Melakukan dakwah dengan cara dan media
sesuai dengan perkembangan zaman. Dalam kehidupan ini dari masa kemasa
9 Ibid., hlm. 44-45.
mempunyai perkembangan peradaban yang berbeda. Dengan hal ini tentunya
proses kegiatan dakwah juga harus mampu menyesuaikan diri dengan
perkembangan zaman yang semakin berubah. Seperti pendapat Asep Muhiddin
yang memaknai dakwah sebagai upaya untuk memperkenalkan islam yang
merupakan satu-satunya ajaran hidup yang benar dengan cara yang menarik,
bebas, demokratis, dan realistis menyentuh kebutuhan primer manusia.10
Untuk mendukung keberhasilan dalam berdakwah ada beberapa
unsur yang saling berkaitan. Pertama, Da’i (pelaku Dakwah). Secara bahasa
Da’i berasal dari bahasa arab bentuk kalimat isim yang berbentuk fa’il dari fi’il
madli Da’a. Sesuai dari bentuk bahasa da’i berarti orang atau pelaku yang
malakukan dakwah baik individu maupun kelompok. Secara umum da’i sering
disebut dengan sebuatan muballigh (orang yang menyampaikan ajaran islam).
Khattib (orang yang berkhutbah) dan sebagainya. Namun perlu kita pahami
bersama bahwa yang dimaksud dengan da’i disini adalah semua orang yang
mempunyai kemampuan untuk menyampaikan nilai-nilai moral agama Islam.
Bukan hanya seorang ulama’ atau kiyai saja yang disebut sebagai da’i.
Nasaruddin Lathief mendefinisikan da’i sebagai muslim dan muslimat yang
menjadikan dakwah sebagai suatu amaliah pokok bagi tugas ulama’. Ahli
Dakwah adalah wa’ad, Mubaligh Mustami’in (juru pengarang) yang menyeru,
mengajak, memberi pengarahan, dan pelajaran agama Islam.11
Kedua, Mad’u (Penerima Dakwah). Dari segi bahasa Mad’u yang
mempunyai arti obyek sasaran dakwah. Sesorang maupun kelompok yang
10
Moh. Ali Aziz, op. cit., hlm. 16. 11
Ibid., hlm. 22.
menjadi obyek sasaran da’i dalam berdakwah inilah yang disebut dengan
mad’u. Mad’u ini berbagai macam klasifikasinya. Dalam Al-qur’an dijelaskan
ada tiga tipe mad’u yaitu: mukmin, kafir dan munafik.12
Dan pada nantinya
setiap klasifikasi secara garis besar tersebut akan diklasifikasikan lebih detail
lagi. Seperti halnya mukmin. Mukmin ini nanti diklasifikasikan lagi menjadi
tiga, yitu dzalim linafsih, muqtasid dan sabiqun bilkhairat. Kafir di bagi
menjadi kafir zimmi dan kafir harbi. Adanya penggolongan mad’u ini sama
halnya menggolongkan mad’u itu sendiri dari aspek profesi, ekonomi, status
sosial dan lain sebagainya. Muhammad Abduh membagi mad’u menjadi tiga
golongan, yaitu:
1. Golongan cerdik cendikiawan yang cinta kebenaran, dapat berfikir secara
kritis, dan cepat dalam menangkap persoalan.
2. Golongan awam, yaitu orang kebanyakan yang belum dapat berfikir secara
kritis dan mendalam, serta belum dapat menengkap pengertian-pengertian
yang tinggi.
3. Golongan yang berbeda dengan kedua golongan tersebut, mereka senang
membahas sesuatu tetapi hanya dalam batas tertentu saja, dan tidak mampu
membahasnya secara mendalam.13
Ketiga, Maddah (Materi). Dalam aktifitas Dakwah tentu harus ada
pesan yang disampaikan. Dalam dakwah pesan yang disampaikan seorang
da’i disebut juga dengan maddah (materi dakwah). Hal utama yang
disampaikan dalam maddah ini adalah ajaran-ajaran Islam itu sendiri. Secara
12
Muhammad Munir & Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2009),
ed. 1. cet. 2, hlm 22. 13
Ibid., hlm 23.
umum materi dakwah itu dapat di kelompokkan menjadi 4 masalah pokok
atau tema, yaitu: masalah akidah (Keimanan), masalah syariah, masalah
muamalah dan masalah akhlak.14
Dari pokok materi tersebut dapat didapatkan
dari beberapa jenis sumber, yaitu: Ayat-ayat Al-qur’an, hadits Nabi, pendapat
para sahabat nabi, pendapat ulama’, hasil penelitian ilmiah, kisah dan
pengalaman teladan, berita dan peristiwa, karya sastra, karya seni.15
Selain memuat unsur keindahan, karya seni juga mempunyai nilai
yang ingin disampaikan. Pesan karya seni ini lebih mengedepankan simbol
dan tanda yang terbuka untuk ditafsirkan oleh siapapun. Seseorang akan
meneteskan air mata melihat karya lukisan seorang yang sedang sholat diatas
prahu yang diombang-ambingkan oleh ombak yang menggulung-gulung.
Seorang tamu di rumah seorang kiai akan memandang dengan seksama
kearah lukisan kaligrafi yang berlafazdkan Bismillahirrohmaanirrohim.
Semua penonton bisa tercengan meneteskan air mata saat melihat film yang
menggambarkan perjuangan seseorang dalam berdakwah menyampaikan
nilai-nilai agama.
Ke empat, Wasilah (media) Dakwah. Hamzah Ya’qub
menyebutkan ada lima macam wasilah dakwah, yaitu: lisan, tulisan, lukisan,
audiovisual, dan akhlak. Lisan adalah media dakwah yang sangat sederhana
yang menggunakan lidah dan suara. Dakwah melalui media ini dapat
berbentuk pidato, cerama, bimbingan dan lain sebagainya. Tulisan merupakan
media dakwah melalui karya tertulis bisa berbentuk buku, majalah, sepanduk
14
Ibid., hlm 25-28. 15
Moh. Ali Aziz, op. cit., hlm. 133.
dan lain sebagainya. Lukisan, dakwah melalui media ini bisa berbentuk
gambar, karikatur atau karya seni lukis lainnya. Audiovisual, merupakan
media dakwah yang menggunakan media di era modern. Audiovisual ini
dapat merangsang pendengaran, penglihatan atau bahkan keduanya. Media
seperti ini bisa melalui media televisi, radio, film, internet dan lain
sebagainya. Akhlak, media dakwah melalui perbuatan-perbuatan nyata yang
sesuai dengan ajaran agama Islam yang secara langsung dapat dilihat dan
dapat didengar oleh mad’u.16
Kelima, Thariqah (Metode) Dakwah. Dalam Q.S An-Nahl ayat 125
telah dijabarkan beberapa metode yang dapat digunakan seorang da’i dalam
berdakwah. Setidaknya terdapat tiga macam metode dakwah yang dapat
disesuaikan dengan sasaran dakwah. Bagi orang cendekiawan yang memiliki
pengetahuan tinggi diperintahkan untuk menyampaikan dakwah dengan
hikmah, yakni dengan dialog menggunakan kata-kata bijak sesuai dengan
tingkat kepandaian masing-masing. Terhadap kaum awam diperintahkan
untuk menyampaikan dakwah dengan menerapkan mau’idzah, yakni
memberikan nasihat sesuai kemampuan yang dimiliki seorang da’i.
Sedangkan terhadap Ahl al-Kitab dan penganut agama lain diperintahkan
menerapkan jidal, yaitu perdebatan dengan cara yang baik. Menggunakan
logika dan retorika yang halus terlepas dari kekerasan dan umpatan.17
Keenam, Atsar (Efek) Dakwah. Dalam setiap aktifitas yang
dilaksanakan pasti akan menimbulkan efek atau pengaruh dari kegiatan yang
16
Muhammad Munir & Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2009), ed.
1, cet. 2, hlm. 32. 17
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 775.
telah dilaksanakan. dalam berdakwah juga diharapkan nantinya akan
menimbulkan efek yang baik terhadapa pola kehidupan para mad’u sesuai
dengan ajaran yang disampaikan oleh da’i. Dakwah yang telah dilakukan oleh
da’i dengan menyampaikan materi dakwah menggunakan metode tertentu
melalui wasilah yang sesuai dengan kondisi akan menimbulkan Atsar (efek)
pada mad’u. Efek inilah yang sering disebut dengan feed back (umpan balik)
dari proses berdakwah.18
Dari unsur-unsur tersebut yang perlu dipahami secara mendalam
adalah media dalam berdakwah. Dalam perspektif dakwah keberadaan media
sangat diperlukan untuk mengefektifkan kegiatan dakwah. Media yang
digunakan dalam berdakwah tentunya tidaklah sama. Semakin
berkembangnya zaman media yang dapat digunakan dalam berdakwah juga
mengalami perberkembangan. Untuk dapat menyentuh seluruh kalangan
dalam berdakwah, para da’i dituntut untuk menguasai media-media yang
terus berkembang.
Untuk melakukan aktifitas dakwah yang efektif tentunya harus ada
media yang sesuai dengan kondisi dan situasi yang ada. Banyak media
dakwah yang dapat digunakan seorang muslim dalam menyampaikan
dakwahnya. Sebagaimana yang telah dibahas diatas. Seorang muballig di era
modern seperti ini juga dituntut untuk berani mengikuti arus zaman dengan
segala kekuatan dan intelektualitas yang berkembang dalam dunia modern
seperti ini. Tidak hanya pengetahuan dan penguasaan materi yang
18
Zeni Zulia Hana, Analisis Pesan Dakwah Dalam Film “Kehormatan Di Balik
Kerudung” , (Skripsi Fakultas Dakwah Dan Komunikasi UNISNU Jepara, 2013), hlm. 24.
disampaikan saja, tapi juga menguasai media yang sedang berkembang di
zaman modern seperti ini.19
Media dakwah bisa berfungsi efektif jika dapat menyesuaikan diri
dengan unsur dakwah yang ada. Dengan menggunakan media dakwah yang
sesuai ini dapat membuat proses dakwah berjalan dengan baik dan terarah.
Seorang da’i dapat mencari dan menyesuaikan media yang tepat untuk
dijadikan sebagai media untuk menyampaikan dakwahnya tersebut. Seorang
da’i perlu mengetahui karakteristik media agar nantinya dapat menyesuaikan
pesan dakwah yang ingin disampaikan. Semua pesan dakwah bisa
disampaikan lewat media apapun, bisa melalui lisan, tulisan maupun media
yang berbentuk audiovisual. Contoh kecil, seorang yang ingin menyampaikan
pesan agama tentang peristiwa atau kisah zaman perjuangan islam. Pesan
tersebut bisa disampaikan melalui lisan tulisan atau bahkan dengan video atau
film. Tergantung seorang penyampai pesan yang menyesuaikan.
Untuk menyampaikan pesan dakwah agar bisa diterima oleh ummat
kita bisa menggunakan berbagai media yang ada. Salah satu media yang
dapat kita jadikan sebagai media untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah
adalah film. Film sebagai media berdakwah disajikan secara audiovisual,
yaitu perpaduan antara suara dan gambar. Semua proses dakwah dikemas
sedemikian rupa dalam bentuk tayangan film. Dengan bentuk penyampaian
nilai-nilai agama oleh aktor-aktor yang ada dalam film tersebut. Melibatkan
pikiran serta perasaan mad’u yang dalam hal ini adalah penonton, sehingga
19
Acep Aripudin, Sosiologi Dakwah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 33.
nantinya akan melahirkan efek yang sangat kuat terhadap pendapat, sikap dan
perilaku mad’u tersebut.
Kekuatan media film sangatlah baik. Pengaruh yang dilihat maupun
yang didengar oleh penonton mempunyai efek besar terhadap perilakunya.
Hanya dengan sebuah tayangan film dapat merubah karakter pribadi hingga
kegiatan sosial di dalam masyarakat. Contoh film yang bertajuk Islam seperti
Negeri 5 Menara atau yang lainnya, jika terus menerus ditayangkan akan
berimplikasi berpengaruh pada penonton langsung. Tema-tema dan jalan
cerita akan bersifat langsung diserap oleh penonton dalam hal ini adalah
mad’u.20
Apapun yang dilihat dan didengar dalam film sangat berpengaruh
besar terhadap penonton. Perlu kita cermati bersama bahwa di dalam unsur-
unsur film juga sama menggambarkan unsur-unsur dalam dakwah. Dalam
penelitiannya Risnasari menggambarkan kesamaan antara unsur dakwah
dengan unsur film kedalam tabel berikut:21
Tabel: 1
UNSUR DAKWAH UNSUR FILM
Da’i Bintang Film
Pesan Dakwah Isi Film
Metode Dakwah Televisi dan Media lain
Materi Dakwah Dramatisasi Naskah/Skenario
20
Ibid., hlm. 37. 21
Risnasari, Studi Deskripsi Pesan Dakwah Dalam Film Sang Kiai Karya Rako Prijanto,
(Skripsi Fakultas Dakwah Dan Komunikasi UNISNU Jepara, 2015), hlm. 34.
Mad’u Penonton
Dari tabel di atas dapat kita lihat persamaan antara unsur dakwah
dan unsur film yang dapat dijadikan sebagai media dalam berdakwah. Ada hal
yang perlu kita kritisi dari teori yang disebutkan tersebut, yaitu pada Da’i yang
disamakan dengan Bintang Film, metode dakwah yang disamakan dengan
televisi dan materi dakwah yang disamakan dengan dramatisasi
naskah/skenario. Setelah kita memahami betul tentang unsur-unsur dalam
dakwah maupun dalam film. Hal itu perlu kita koreksi lagi untuk memahami
tentang film sebagai media dakwah.
Pertama, da’i sama posisinya dengan seorang sutradara, seorang
sutradara inilah sebagai seorang pembuat film yang mengemas bentuk sebuah
cerita kedalam tayangan film. Sutradara yang menggerakkan seluruh elemen
dalam film, baik alur cerita, konsep hingga peran seorang aktor atau bintang
film yang memerankan isi cerita.
Kedua, metode dakwah. seperti yang telah kita bahas diatas bahwa
metode dakwah dis ini merupakan serangkaian cara dalam menyampaikan
pesan dakwah. Metode dakwah ini jika dikaitkan dengan film maka hal yang
sama adalah terletak pada proses mendramatisir naskah/skenario. Disinilah
peran sutradara yang tuntut mampu untuk mendramatisir sebuah naskah/cerita
agar cerita yang dikemas dalam film ini berkesan dalam pikiran dan hati
penonton.
Ketiga, materi dakwah. Hal pokok yang ada dalam aktifitas dakwah
adalah materi yang disampaiakan. Materi atau pesan yang diangkat dalam film
ini adalah sebuah naskah/skenario cerita yang isinya tentang pesan-pesan
agama. Baik pesan agama itu terdapat dalam sebuah dialog maupun simbol-
simbol yang ditampilkan dalam film tersebut. Unutk lebih jelasnya persamaan
antara unsur dakwah dan unsur film dapat kita lihat dalam tabel sebagai
berikut:
Tabel: 2
UNSUR DAKWAH UNSUR FILM
Da’i Sutradara
Pesan Dakwah Isi Film
Metode Dakwah Dramatisasi
Materi Dakwah Naskah/Sekenario
Mad’u Penonton
Dengan adanya beberapa persamaan unsur antara dakwah dan film
ini membuktikan bahwa dakwah bisa dilakukan melalui media film. Selain itu
juga film mempunyai keunikan sebagai media penyampaian dakwah. Secara
psikologis, film mampu menyuguhkan secara hidup dan tampak yang dapat
berlanjut dengan animation. Film memiliki kecenderungan yang unik dalam
daya efektifnya terhadap penonton. Media film juga mampu menyuguhkan
pesan yang hidup lebih mudah diingat dan dapat dinikmati oleh semua
kalangan. Selain itu film dapat dengan mudah mempengaruhi emosi para
penontonnya.22
Dengan melihat tayangan dalam film ini dapat dengan mudah
membuat hati penonton tergugah.
B. SEMIOTIKA SEBAGAI ANALISA
Manusia menggunakan berbagai alat untuk menyampaikan pesan
pada objek lain. Untuk menyampaikan pesan tersebut manusia dapat
menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Bahasa ini dibentuk dari
berbagai tanda, dan kajian ilmu yang mempelajari tanda ini adalah semiotika.
Semiotika pertama kali diperkanalkan oleh Henry Stubbes pada tahun 1670.
Hal itupun pertama kali digunakan dalam ilmu kedokteran untuk
menginterpretasikan tanda.23
Semiotika sangat berperan penting dalam membantu kita untuk dapat
memahami sebuah pesan. Sebuah pesan yang disampaikan dapat dipahami
maknanya melalui beberapa hal, yaitu: simbol, bahasa, dan juga perilaku
nonverbal. Beberapa tokoh menyebut semiotika dengan istilah lain, seperti:
Barthes yang mengistilahkan semiotika sebagai semiologi, Charles Sander
Pierce mengistilahkan semiotika sebagai semiosis.24
Namun, yang perlu
dipahami bahwa semiotik, semiologi maupun semiosis merujuk pada ilmu yang
sama.
Semiotika merupakan suatu ilmu atau metode analisis untuk
mengkaji tanda. Suatu tanda akan memberikan arti sesuatu yang selain tanda
22
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2004), ed.1, cet. 1, hlm. 153. 23
Alo Liliweri, Komunikasi Serba Ada Serba Makna, (Jakarta: Kencana, 2011), ed. 1,
cet. 1, hlm. 345. 24
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), cet.5,
hlm. 15.
itu sendiri. Dan makna yang terkandung dalam tanda merupakan sebuah
hubungan antara objek dan suatu tanda. Konsep ini mengikat seperangkat teori
yang amat luas yang berurusan dengan simbol, bahasa, wacana dan bentuk-
bentuk nonverbal. Teori-teori yang menjelaskan hubungan antara makna dan
tanda secara umum ini merujuk pada semiotika.25
Semiotika atau penyelidikan
simbol-simbol, membentuk tradisi pemikiran yang penting dalam teori
komunikasi. Tradisi semiotik terdiri atas sekumpulan teori tentang bagaimana
tanda-tanda mempresentasikan benda, ide, kedaan, situasi, perasaan, dan
kondisi diluar tanda-tanda itu sendiri.26
Semiotika berasal dari bahasa Yunani,
semeion yang berarti “tanda”, atau seme, yang berarti penafsiran tanda.
Semiotika berakar dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika, dan
poetika. Charles Sander peirce mendefinisikan semiosis sebagai suatu
hubungan di antara tanda, objek dan makna.
Sebagai ahli filsafat dari abad ke-19 dan pemikir Amerika, Charles
Sander Pheirce dianggap sebagai pendiri semiotika modern.27
Peirce lahir
dalam sebuah keluarga intelektual pada tahun 1839. Ayahnya yang bernama
Benjamin adalah seorang profesor matematika di Harvard.28
Peirce
berpendapat bahwa tanda-tanda yang berkaitan dengan objek yang
menyerupainya, keberadaan objek memiliki hubungan sebab akibat dengan
tanda-tanda tersebut. Teori semiotika Peirce berangkat dari tiga elemen utama
25
Ibid., hlm. 16. 26
Stephen W. Litlejohn dan Karen A. Foss, Teori Komunikasi, (Jakarta: Salemba
Humanika, 2009), ed. 9, hlm.53. 27
Morrisan, Teori Komunikasi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2013), cet. 1, hlm.27. 28
Apriadi Tamburaka, Literasi media, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2013), hlm. 61.
yang disebut dengan pairce teori segi tiga makna (triangle meaning).29
Teori
ini terdiri dari tiga hal pokok yang saling berhubungan, yaitu: Tanda (sign),
Acuan Tanda (objek) dan Pengguna Tanda (interpretant).
Menurut Peirce, salah satu bentuk tanda adalah kata. Sedangkan
objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda. Sementara interpretan adalah sebuah
tanda yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah
tanda.30
Apabila ketiga elemen ini berinteraksi dalam benak seseorang, maka
muncullah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut. Makna
sebuah tanda akan muncul sesuai persepsi orang yang berkomunikasi dengan
latar belakang yang berbeda-beda. Hubungan segi tiga makna Charles Sander
Peirce ini lazimnya digambarkan sebagai berikut:
Sumber: https://komunikasiana.wordpress.com.
a) Tanda (sign). Sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh
panca indera yang merujuk pada hal lain diluar tanda itu sendiri.
b) Acuan tanda (objek). Yaitu konteks social yang menjadi referensi dari
tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda.
29
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm.
266. 30
Alex Sobur, op. cit., cet. 6, hlm. 115.
c) Pengguna tanda (interpretant). Yaitu konsep pemikiran dari orang yang
menggunakan tanda dan menurunkannya kesuatu makna tertentu atau
makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah
tanda.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa semiotika mengkaji
makna yang muncul dari sebuah keadaan, ketika digunakan dalam konteks
tertentu. Metode dalam penelitian yang digunakan dalam analisis semiotik ini
adalah interpretatif. Sesuai dengan paradigma kritis, analisis semiotik bersifat
kualitatif. Jenis penelitian yang memberikan peluang besar yang dibuatnya
sebuah interpretasi-interpretasi alternatif. Analisis semiotik ini menghendaki
pengamatan secara menyeluruh dari sebuah teks. Mulai dari bentuk
penyampainnya maupun istilah yang digunakan dalam teks tersebut.
Pada umumnya terdapat tiga masalah pokok yang diulas dalam
analisi semiotik. Pertama, masalah makna (the problem of meaning).
Bagaimana seseorang memaknai teks yang disampaikan dan informasi apa
yang terkandung dalam pesan tersebut. Kedua, masalah tindakan (the problem
of action) atau tentang pemahaman bagaimana memperoleh sesuatu dari
pembicaraan. Ketiga, masalah koherensi (problem of koherence) yaitu
menggambarkan bagaimana membentuk suatu pola pembicaraan masuk akal
(logic) dan dapat dimengerti (sensible).31
Dalam penyampaian sebuah pesan pasti terdapat hal pokok yang
menjadi tujuan. Tujuan inilah disampaikan melalui berbagai simbol dalam
31
Ibid., cet. 6, hlm. 147-148.
berkomunikasi. Untuk memahami simbol secara tepat dan mengetahui tujuan
yang akan disampaikan dalam simbol, dapat dianalisa melalui analisis
semiotika. Maka dari itu, hal pokok yang dikaji dalam analisis semiotika
adalah sebuah pemahaman tentang pemaknaan simbol yang disampaikan saat
berkomunikasi. Setelah muncul pemahaman maka simbol yang disampaikan
dapat dimengerti dengan tepat dan pada akhirnya dapat dijadikan sebagai
dasar dalam perubahan sikap.