bab ii landasan teori a. dukungan sosial …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17670/4/chapter...

35
BAB II LANDASAN TEORI A. DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA 1. Pengertian dukungan sosial Pierce (dalam Kail & Cavanaugh 2000) mendefinisikan dukungan sosial sebagai sumber emosional, informasional atau pendampingan yang diberikan oleh orang-orang disekitar individu untuk menghadapi setiap permasalahan dan krisis yang terjadi sehari-hari dalam kehidupan. Diamtteo (1991) mendefinisikan dukungan sosial sebagai dukungan atau bantuan yang berasal dari orang lain seperti teman, keluarga, tetangga, teman kerja dan orang –orang lainnya. Gottlieb (dalam Smet, 1994) menyatakan dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal maupun non verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang didapat karena kehadiran orang lain dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima. Sarafino (2006) menyatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada memberikan kenyamanan pada orang lain, merawatnya, atau menghargainya. Pendapat senada juga diungkapkan oleh Saroson (dalam Smet, 1994) yang menyatakan bahwa dukungan sosial adalah adanya transaksi interpersonal yang ditunjukkan dengan memberikan bantuan pada individu lain, dimana bantuan itu umumnya diperoleh dari orang yang berarti bagi individu yang bersangkutan. Dukungan sosial dapat berupa pemberian informasi, bantuan tingkah laku, ataupun materi yang didapat dari hubungan sosial akrab yang dapat membuat individu merasa diperhatikan, bernilai dan dicintai. Universitas Sumatera Utara

Upload: vonhan

Post on 30-Jan-2018

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI A. DUKUNGAN SOSIAL …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17670/4/Chapter II.pdf · A. DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA 1. ... ataupun materi yang didapat dari

BAB II

LANDASAN TEORI

A. DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA

1. Pengertian dukungan sosial

Pierce (dalam Kail & Cavanaugh 2000) mendefinisikan dukungan sosial

sebagai sumber emosional, informasional atau pendampingan yang diberikan oleh

orang-orang disekitar individu untuk menghadapi setiap permasalahan dan krisis

yang terjadi sehari-hari dalam kehidupan. Diamtteo (1991) mendefinisikan

dukungan sosial sebagai dukungan atau bantuan yang berasal dari orang lain

seperti teman, keluarga, tetangga, teman kerja dan orang –orang lainnya.

Gottlieb (dalam Smet, 1994) menyatakan dukungan sosial terdiri dari

informasi atau nasehat verbal maupun non verbal, bantuan nyata, atau tindakan

yang didapat karena kehadiran orang lain dan mempunyai manfaat emosional atau

efek perilaku bagi pihak penerima. Sarafino (2006) menyatakan bahwa dukungan

sosial mengacu pada memberikan kenyamanan pada orang lain, merawatnya, atau

menghargainya. Pendapat senada juga diungkapkan oleh Saroson (dalam Smet,

1994) yang menyatakan bahwa dukungan sosial adalah adanya transaksi

interpersonal yang ditunjukkan dengan memberikan bantuan pada individu lain,

dimana bantuan itu umumnya diperoleh dari orang yang berarti bagi individu

yang bersangkutan. Dukungan sosial dapat berupa pemberian informasi, bantuan

tingkah laku, ataupun materi yang didapat dari hubungan sosial akrab yang dapat

membuat individu merasa diperhatikan, bernilai dan dicintai.

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI A. DUKUNGAN SOSIAL …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17670/4/Chapter II.pdf · A. DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA 1. ... ataupun materi yang didapat dari

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial

adalah dukungan atau bantuan yang berasal dari orang yang memiliki hubungan

sosial akrab dengan individu yang menerima bantuan. Bentuk dukungan ini dapat

berupa informasi, tingkah laku tertentu, atapun materi yang dapat menjadikan

individu yang menerima bantuan merasa disayangi, diperhatikan, dan bernilai.

2. Dimensi dukungan sosial

House (dalam Smet, 1994) membedakan empat jenis atau dimensi

dukungan sosial, antara lain :

a. Dukungan emosional, mencakup ungkapan empati, kepedulian dan

perhatian terhadap orang yang bersangkutan.

b. Dukungan penghargaan, terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan)

positif untuk orang itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan

atau perasaan individu, dan perbandingan positif orang itu dengan orang-

orang lain, contohnya dengan membandingkannya dengan orang lain yang

lebih buruk keadaannya.

c. Dukungan instrumental, mencakup bantuan langsung, seperti kalau orang-

orang memberi pinjaman uang kepada orang itu.

d. Dukungan informatif, mencakup memberikan nasehat, petunjuk-petunjuk,

saran-saran atau umpan balik.

3. Sumber-sumber dukungan sosial

Sumber-sumber dukungan sosial menurut Kahn & Antonoucci (dalam

Orford, 1992) terbagi menjadi 3 kategori, yaitu:

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI A. DUKUNGAN SOSIAL …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17670/4/Chapter II.pdf · A. DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA 1. ... ataupun materi yang didapat dari

a. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu yang selalu ada

sepanjang hidupnya, yang selalu bersama dan mendukungnya. Misalnya

keluarga dekat, pasangan (suami/istri) atau teman-teman dekat

b. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sedikit

berperan dalam hidupnya dan cenderung berubah sesuai dengan waktu.

Sumber ini meliputi teman kerja, tetangga, sanak keluarga dan sepergaulan

c. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sangat jarang

memberi dukungan sosial dan memiliki peran yang sangat cepat berubah.

Sumber dukungan yang dimaksud meliuputi supervisor, tenaga

ahli/profesional dan keluarga jauh.

Teori konvoi sosial menyatakan bahwa perubahan dalam kontak sosial

saat seseorang pensiun umumnya akan mempengaruhi lingkar luar mereka yang

dekat dengan orang tersebut, bukan yang berada di lingkar dalam. Setelah

pensiun, ketika teman kerja dan teman biasanya menjauh, sebagian besar individu

akan mempertahankan lingkar dalam konvoi sosial yang stabil : teman dekat dan

anggota keluarga, yang dapat mereka andalkan kesinambungan dukungannya dan

yang amat mempengaruhi kesejahteraan mereka untuk menjadi lebih baik atau

lebih buruk (Papalia, 2008).

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial

Sarafino (2006) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi apakah seseorang akan menerima dukungan sosial atau tidak.

Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah :

a. Faktor dari penerima dukungan (recipient)

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI A. DUKUNGAN SOSIAL …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17670/4/Chapter II.pdf · A. DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA 1. ... ataupun materi yang didapat dari

Seseorang tidak akan menerima dukungan sosial dari orang lain jika ia

tidak suka bersosial, tidak suka menolong orang lain, dan tidak ingin orang

lain tahu bahwa ia membutuhkan bantuan. Beberapa orang terkadang tidak

cukup asertif untuk memahami bahwa ia sebenarnya membutuhkan

bantuan dari orang lain, atau merasa bahwa ia seharusnya mandiri dan

tidak mengganggu orang lain, atau merasa tidak nyaman saat orang lain

menolongnya, atau tidak tahu kepada siapa dia harus meminta

pertolongan.

b. Faktor dari pemberi dukungan (providers)

Seseorang terkadang tidak memberikan dukungan sosial kepada orang lain

ketika ia sendiri tidak memiliki sumberdaya untuk menolong orang lain,

atau tengah menghadapi stres, harus menolong dirinya sendiri, atau kurang

sensitif terhadap sekitarnya sehingga tidak menyadari bahwa orang lain

membutuhkan dukungan darinya.

5. Dukungan Sosial Keluarga

Menurut Gunarsa (1995), keluarga adalah kelompok sosial yang bersifat

abadi, dikukuhkan dalam hubungan nikah yang memberikan pengaruh terhadap

keturunan dan lingkungan. Menurut Fadly (2009), Keluarga adalah unit/satuan

masyarakat yang terkecil yang sekaligus merupakan suatu kelompok kecil dalam

masyarakat. Keluarga biasanya terdiri dari suami, istri, dan juga anak-anak yang

selalu menjaga rasa aman dan ketentraman ketika menghadapi segala suka duka

hidup dalam eratnya arti ikatan luhur hidup bersama. Gunarsa & Gunarsa (1995),

menyatakan bahwa fungsi keluarga adalah sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI A. DUKUNGAN SOSIAL …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17670/4/Chapter II.pdf · A. DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA 1. ... ataupun materi yang didapat dari

a. Mendapatkan keturunan dan membesarkan anak

b. Memberikan afeksi/kasih sayang, dukungan, dan keakraban

c. Mengembangkan kepribadian

d. Mengatur pembagian tugas, menanamkan kewajiban, hak, dan tanggung

jawab

e. Mengajarkan dan meneruskan adat istiadat, kebudayaan, agama, dan

sistem moral pada anak

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan

pusat utama dalam kehidupan manusia yang senantiasa mendampingi dan

mengiringi seorang manusia sepanjang hidupnya. Oleh karena itu, keluarga kerap

kali menjadi sorotan saat seseorang berhasil atau gagal dalam menghadapi

masalahnya. Keluarga adalah pendukung utama bagi individu yang mengalami

masalah.

Berdasarkan beberapa literatur diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

dukungan sosial keluarga adalah bantuan yang berasal dari keluarga individu yang

menerima bantuan. Bentuk bantuan dapat berupa informasi, tingkah laku tertentu,

atapun materiil yang dapat menjadikan individu yang menerima bantuan merasa

disayangi, diperhatikan, dan bernilai. Dukungan sosial yang berasal dari keluarga

merupakan dukungan yang sangat penting artinya bagi para pensiunan. Hal ini

dikarenakan keluarga merupakan kumpulan orang-orang yang dapat diandalkan

kesinambungan dukungannya di saat seorang pensiunan mulai terpisah dari

lingkungan luarnya, seperti dari teman sekerja, rekan bisnis, ataupun orang

lainnya di luar keluarga.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI A. DUKUNGAN SOSIAL …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17670/4/Chapter II.pdf · A. DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA 1. ... ataupun materi yang didapat dari

B. PENYESUAIAN DIRI

1. Pengertian penyesuaian diri

Kartono (2000) menyatakan bahwa penyesuaian diri adalah kegiatan

adaptasi, atau mengakomodasi diri. Calhoun dan Acocella (1995) mengatakan

bahwa penyesuaian dapat didefinisikan sebagai interaksi seseorang yang kontiniu

dengan diri sendiri, dengan orang lain, dan dengan lingkungannya. Ketiga faktor

ini secara konstan mempengaruhi seseorang, dan hubungan tersebut bersifat

timbal balik.

Menurut Lazarus (1976) penyesuaian diri merupakan usaha mencocokkan

kemampuan untuk mengatasi secara efektif, merubah tingkah laku yang lebih

sesuai dan juga terdiri dari proses-proses psikologis untuk mengatasi berbagai

tuntutan atau tekanan yang berasal dari lingkungannya. Hurlock ( dalam Gunarsa,

1986) ,menyatakan bahwa subjek yang mampu menyesuaikan diri kepada

kelompoknya akan memperlihatkan sikap dan perilaku yang menyenangkan,

sehingga ia dapat diterima oleh kelompok dan lingkungannya. Sedangkan

menurut Schneider (1964), penyesuaian diri melibatkan respon-respon mental dari

tingkah laku, dimana individu berusaha untuk menanggulangi kebutuhan-

kebutuhan dalam dirinya. Tujuannya adalah untuk mendapatkan keharmonisan

antara tuntutan dari dalam diri, dan tuntutan dari lingkungan dimana individu

tersebut berada. Jadi untuk melakukan penyesuaian diri dibutuhkan adanya

kecakapan seseorang dalam memberi reaksi yang efisien kepada diri sendiri

maupun kepada lingkungan.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI A. DUKUNGAN SOSIAL …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17670/4/Chapter II.pdf · A. DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA 1. ... ataupun materi yang didapat dari

Dari beberapa teori di atas dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri

adalah suatu bentuk perubahan tingkah laku individu yang dilakukan agar sesuai

dengan keadaan dan keinginan lingkungan.

2. Aspek – aspek penyesuaian diri

Menurut Mutadin (2002), penyesuaian diri memiliki dua aspek yaitu:

penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial.

a) Penyesuaian Personal

Penyesuaian pribadi adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya

sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan

lingkungan sekitarnya. Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya,

apa kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak obyektif sesuai

dengan kondisi dirinya tersebut. Keberhasilan penyesuaian pribadi

ditandai dengan tidak adanya rasa benci, lari dari kenyataan atau

tanggungjawab, dongkol, kecewa, atau tidak percaya pada kondisi dirinya.

Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan tidak adanya kegoncangan atau

kecemasan yang menyertai rasa bersalah, rasa cemas, rasa tidak puas, rasa

kurang dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya.

Sebaliknya, kegagalan penyesuaian pribadi ditandai dengan keguncangan

emosi, kecemasan, ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib yang

dialaminya, sebagai akibat adanya jarak antara individu dengan tuntutan

yang diharapkan oleh lingkungan. Jarak inilah yang menjadi sumber

terjadinya konflik yang kemudian terwujud dalam rasa takut dan

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI A. DUKUNGAN SOSIAL …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17670/4/Chapter II.pdf · A. DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA 1. ... ataupun materi yang didapat dari

kecemasan, sehingga untuk meredakannya individu harus melakukan

penyesuaian diri.

b) Penyesuaian Sosial

Setiap individu hidup di dalam masyarakat. Proses saling mempengaruhi

satu sama lain ada di dalam masyarakat, sehingga timbul suatu pola

kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan sejumlah aturan, hukum, adat

dan nilai-nilai yang mereka patuhi, demi untuk mencapai penyelesaian

bagi persoalan-persoalan hidup sehari-hari. Bidang ilmu psikologi sosial,

mengenal proses ini dengan sebutan proses penyesuaian sosial.

Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu

hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan tersebut

mencakup hubungan dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya,

keluarga, sekolah, teman atau masyarakat luas secara umum. Kedua unsur

tersebut, individu dan masyarakat, sebenarnya sama-sama memberikan

dampak bagi komunitas. Individu menyerap berbagai informasi, budaya

dan adat istiadat yang ada, sementara komunitas (masyarakat) diperkaya

oleh eksistensi atau karya yang diberikan oleh individu.

Proses interaksi yang diserap atau dipelajari individu dalam masyarakat

saja masih belum cukup untuk menyempurnakan penyesuaian sosial yang

memungkinkan individu untuk mencapai penyesuaian pribadi dan sosial

dengan cukup baik. Proses berikutnya yang harus dilakukan individu

dalam penyesuaian sosial adalah kemauan untuk mematuhi norma-norma

dan peraturan sosial kemasyarakatan. Proses penyesuaian sosial ini

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI A. DUKUNGAN SOSIAL …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17670/4/Chapter II.pdf · A. DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA 1. ... ataupun materi yang didapat dari

mengharuskan individu untuk mulai berkenalan dan mematuhi kaidah-

kaidah dan peraturan-peraturan tersebut sehingga menjadi bagian dari

pembentukan jiwa sosial pada dirinya dan menjadi pola tingkah laku

kelompok. Hal ini perlu dilakukan untuk mencapai penyesuaian bagi

persoalan-persoalan hidup, agar tetap sehat dari segi kejiwaan maupun

sosial.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri

Hurlock (1994) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa kondisi yang

mempengaruhi penyesuaian pada masa pensiun, yaitu :

a. Para pekerja yang pensiun secara sukarela akan menyesuaikan diri lebih

baik dibandingkan dengan mereka yang merasa pensiun dengan terpaksa

terutama bagi mereka yang masih ingin melanjutkan bekerja

b. Kesehatan yang buruk pada waktu pensiun memudahkan penyesuaian

sedangkan orang sehat mungkin cenderung melawan untuk melakukan

penyesuaian diri.

c. Banyak pekerja yang merasa bahwa berhenti dari pekerjaan secara

bertahap ternyata lebih baik efeknya dibandingkan dengan mereka yang

tiba-tiba berhenti dari kebiasaan bekerja karena mereka tidak bisa

mengatur persiapan pola hidup tanpa pekerjaan.

d. Bimbingan dan perencanaan pra pensiun akan membantu penyesuaian diri.

e. Pekerja yang mengembangkan minat tertentu guna menggantikan aktivitas

kerja rutin, yang sangat bermanfaat bagi mereka, dan menghasilkan

kepuasan yang dulu diperoleh dari pekerjaannya, tidak akan menemukan

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI A. DUKUNGAN SOSIAL …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17670/4/Chapter II.pdf · A. DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA 1. ... ataupun materi yang didapat dari

penyesuaian terhadap masa pensiun, yang secara emosional

membingungkan seperti mereka janggal mengembangkan minat

pengganti.

f. Kontak sosial, sebagaimana diketemukan dalam rumah-rumah jompo,

membantu mereka dalam penyesuaian diri terhadap masa pensiun. Apabila

mereka tinggal dalam rumah mereka sendiri, atau di rumah anak yang

sudah menikan atau anggota keluarga lainnya, yang memutuskan orang

pensiunan untuk melakukan kontak sosial.

g. Semakin sedikit perubahan yang harus dilakukan terhadap kehidupan

semasa pensiun semakin baik penyesuaian diri dapat dilakukan.

h. Status ekonomi yang baik, yang memungkinkan seseorang untuk hidup

dengan nyaman dan dapat menikmati yang menyenangkan, adalah penting

untuk penyesuaian yang baik pada masa pensiun.

i. Status perkawinan yang bahagia sangat membantu penyesuaian diri

terhadap masa pensiun sedangkan perkawinan yang banyak diwarnai

percekcokan cenderung menghambat.

j. Semakin para pekerja menyukai pekerjaan mereka, semakin buruk

penyesuaian terhadap pensiun, Terdapat hubungan yang bertolak belakang

antara kepuasan kerja dengan kepuasan pensiun.

k. Tempat tinggal seseorang mempengaruhi penyesuaian terhadap masa

pensiun, Semakin besar masyarakat menawarkan berbagai kekompakan

dan pelbagai kegiatan bagi orang usia lanjut, semakin lebih baik

menyesuaikan terhadap masa pensiun.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI A. DUKUNGAN SOSIAL …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17670/4/Chapter II.pdf · A. DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA 1. ... ataupun materi yang didapat dari

l. Sikap anggota keluarga terhadap masa pensiun mempunyai pengaruh yang

amat besar terhadap sikap pekerja, terutama sikap terhadap pasangan

hidupnya.

4. Bentuk-bentuk penyesuaian diri

Kamalfachri (2009) mengungkapkan terdapat dua bentuk penyesuaian diri,

yaitu penyesuaian diri positif dan penyesuaian diri yang salah.

a. Penyesuaian diri positif

Saat seseorang berhasil menyesuaikan dirinya secara positif, maka akan

muncul beberapa tanda-tanda berikut ini :

1) Tidak menunjukkan ketegangan emosi.

2) Tidak menujukkan adanya mekanisme-mekanisme psikologis.

3) Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi.

4) Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri.

5) Mampu dalam belajar.

6) Menghargai pengalaman.

7) Bersikap realistik dan obyektif.

b. Penyesuaian diri yang salah

Berkebalikan dengan diatas, saat seseorang salah dalam menyesuaikan

dirinya, maka akan muncul beberapa tiga reaksi, dimana tiap-tiap reaksi

tersebut akan menunjukkan tanda-tanda tertentu yaitu :

1) Reaksi bertahan (defence reaction)

Tanda-tandanya :

a) Rasionalisasi

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI A. DUKUNGAN SOSIAL …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17670/4/Chapter II.pdf · A. DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA 1. ... ataupun materi yang didapat dari

b) Represi

c) Proyeksi

2) Reaksi menyerang (aggressive reaction)

Tanda-tandanya :

a) Selalu membenarkan diri

b) Mau berkuasa dalam setiap situasi

c) Mau memiliki segalanya

d) Senang mengganggu orang lain

e) Menggertak

f) Menunjukan sikap permusuhan

g) Menyerang dan merusak

h) Keras kepala

i) Balas dendam

j) Memperkosa hak orang lain

k) Bertindak serampangan

l) Marah secara sadis

3) Reaksi melarikan diri (escape reaction)

Tanda-tandanya :

a) Berfantasi

b) Banyak tidur

c) Minum - minuman keras

d) Bunuh diri

e) Menjadi pecandu narkotika

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI A. DUKUNGAN SOSIAL …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17670/4/Chapter II.pdf · A. DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA 1. ... ataupun materi yang didapat dari

f) Regresi

Menurut Santrock (2002), lansia yang memiliki penyesuaian diri yang

lebih baik pada fase pensiun adalah orang-orang lansia yang sehat, memiliki

pendapatan yang layak, aktif, berpendidikan baik, memiliki relasi sosial yang luas

baik keluarga maupun teman-teman, dan biasanya merasa puas dengan

kehidupannya sebelum pensiun. Sementara itu penyesuaian diri lansia yang buruk

adalah orang-orang yang tidak mengontrol hidup dan emosinya setelah pensiun,

kesulitan membuat transisi dan penyesuaian memasuki usia lanjut, berpikir negatif

tentang pensiun, mengalami stress selama pensiun seperti layaknya stres saat

menghadapi kematian pasangan hidupnya.

5. Karakteristik penyesuaian diri yang efektif

Selama rentang kehidupan, manusia akan selalu mengalami perubahan.

Penyesuaian diri yang efektif terukur dari seberapa baik seseorang mengatasi

perubahan dalam hidupnya. Menurut Habber dan Runyon (1984), penyesuaian

diri yang efektif adalah menerima keterbatasan-keterbatasan yang tidak bisa

berubah dan secara aktif memodifikasi keterbatasan yang masih bisa diubah.

Berikut akan dijelaskan karakteristik penyesuaian diri yang efektif menurut

Habber dan Runyon (1984):

a. Persepsi akurat terhadap realita

Persepsi terkait dengan keinginan dan motivasi pribadi, sehingga

terkadang persepsi tersebut tidak murni sama dengan realita dan lebih

merupakan keinginan individu. Penyesuaian diri individu dianggap baik

apabila ia mampu untuk mempersepsikan dirinya sesuai dengan realita.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI A. DUKUNGAN SOSIAL …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17670/4/Chapter II.pdf · A. DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA 1. ... ataupun materi yang didapat dari

Selain itu, ia juga mempunyai tujuan yang realistis, mampu memodifikasi

tujuan tersebut apabila situasi dan kondisi lingkungan menuntutnya untuk

itu, serta menyadari konsekuensi tindakan yang diambil dan mengarahkan

tingkah laku sesuai dengan konsekuensi tersebut.

b. Kemampuan mengatasi stres dan kecemasan

Halangan yang dialami individu disetiap proses pemenuhan kebutuhan

atau pencapaian tujuan, dapat menimbulkan kegelisahan dan stres.

Penyesuaian diri dikatakan baik apabila mampu mengatasi halangan,

masalah, dan konflik yang timbul dengan baik.

c. Citra diri yang positif

Individu harus mempunyai citra diri yang positif dengan tetap menyadari

sisi negatif dari dirinya, dimana individu menyeimbangkan persepsinya

dengan persepsi orang lain.

d. Kemampuan mengekpresikan perasaan

Individu yang sehat secara emosional mampu untuk merasakan dan

mengekspresikan seluruh emosinya. Pengekspresian emosi dilakukan

secara realistis, terkendali dan konstruktif, serta tetap menjaga

keseimbangan antara kontrol ekspresi yang berlebihan dengan kontrol

ekspresi yang kurang.

e. Mempunyai hubungan interpersonal yang baik

Individu yang penyesuaian dirinya baik, mampu untuk saling berbagi

perasaan dan emosi. Mereka mempunyai kompetensi menjalin hubungan

dengan orang lain, mampu untuk mencapai kadar keintiman yang layak

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI A. DUKUNGAN SOSIAL …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17670/4/Chapter II.pdf · A. DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA 1. ... ataupun materi yang didapat dari

dalam hubungan sosial, dan menyadari bahwa suatu hubungan tidaklah

selalu mulus.

Menurut Septanti (2009), penyesuaian diri di masa pensiun terjadi saat

seorang lansia baru saja menginjak 1-4 tahun usia pensiun. Pada masa ini,

perhatian dari keluarga sangat berarti dan penting, namun saat menginjak tahun

ke-5, umumnya lansia sudah mampu menganggap pensiun sebagai suatu hal yang

biasa, bukan suatu hal yang istimewa. Dengan kata lain, lansia yang sudah

menjalani pensiun lebih dari lima tahun dapat dianggap sudah terbiasa dengan

situasi pensiun.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa penyesuaian

diri di masa pensiun adalah suatu bentuk perubahan perilaku individu di masa

pensiun yang memenuhi karakteristik seperti, persepsi akurat terhadap realita,

kemampuan mengatasi stres dan kecemasan, citra diri yang positif, kemampuan

mengekpresikan perasaan, dan mempunyai hubungan interpersonal yang baik,

agar terjalin hubungan yang lebih sesuai antara diri individu dengan

lingkungannya. Penyesuaian diri dilakukan oleh setiap orang yang memasuki

masa pensiun. Adapun baik-buruknya penyesuaian diri akan mempengaruhi

kondisi psikologis seorang pensiunan. Ketika seorang pensiunan mampu

menyesuaikan dirinya dengan baik, maka ia akan terhindar dari gangguan

psikologis maupun fisiologis seperti stres, sakit, tidak mampu membentuk

hubungan personal yang baik, dan sebagainya. Sebaliknya saat seseorang

memiliki penyesuaian diri yang buruk, maka akan timbul berbagai masalah

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI A. DUKUNGAN SOSIAL …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17670/4/Chapter II.pdf · A. DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA 1. ... ataupun materi yang didapat dari

meliputi gangguan-gangguan psikologis dan fisiologis seperti stres, cemas, sakit,

mudah marah, dan sebagainya.

C. PENSIUN

1. Pengertian pensiun

Pengertian pensiun jika ditinjau dari sistem pensiun antara instansi swasta

dengan negeri sedikit berbeda. Jika ditinjau dari sistem pensiun pada pegawai

negeri sipil, maka pensiun adalah bentuk jaminan hari tua yang diberikan negara

kepada pegawai sebagai bentuk balas jasa untuk pengabdian diri selama bertahun-

tahun kepada Negara (Badan Kepegawaian Nasional, 2009). Sedangkan jika

pengertian pensiun ditinjau dari sistem pensiun pada perusahaan swasta dapat

diartikan sebagai suatu istilah yang kurang lebih bermakna purna bhakti atau

tugas selesai atau berhenti (retire). Pensiun merupakan suatu masa dimana

seseorang berhenti bekerja dari pekerjaan formal dan rutin yang diberikan oleh

perusahaan milik orang lain (Wicaksana, 2008).

2. Sistem pensiun

a. Sistem pensiun pada pegawai negeri sipil

Menurut Buku Saku PNS Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (2010),

peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 tahun 1979 tentang

pemberhentian pegawai negeri sipil pasal 3 dan pasal 4 menyebutkan bahwa

pegawai negeri sipil yang telah mencapai batas usia pensiun, diberhentikan

dengan hormat sebagai pegawai negeri sipil, dimana batas usia pensiun yang

dimaksud adalah 56 tahun. Adapun usia tersebut dapat diperpanjang bagi pegawai

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI A. DUKUNGAN SOSIAL …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17670/4/Chapter II.pdf · A. DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA 1. ... ataupun materi yang didapat dari

negeri sipil yang memangku jabatan tertentu. Adapun peraturan mengenai

perpanjangan tersebut sebagaimana dimuat dalam pasal 4 adalah sebagai berikut :

a. 65 tahun bagi pegawai negeri sipil yang memangku jabatan :

1. Ahli peneliti dan peneliti yang ditugaskan secara penuh di bidang

penelitian;

2. Guru besar, Lektor kepala, Lektor yang ditugaskan secara penuh

pada perguruan tinggi;

3. Jabatan lain yang ditentukan oleh presiden;

b. 60 tahun bagi pegawai negeri sipil yang memangku jabatan :

1. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Anggota Mahkamah

Agung;

2. Jaksa Agung;

3. Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara;

4. Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen;

5. Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, Direktur Jenderal, dan Kepala

Badan di Departemen;

6. Eselon I dalam jabatan strukturil yang tidak termasuk dalam angka 2,

3, dan 4;

7. Eselon II dalam jabatan strukturil;

8. Dokter yang ditugaskan secara penuh pada Lembaga Kedokteran

Negeri sesuai dengan profesinya;

9. Pengawas Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dan Pengawas Sekolah

Lanjutan Tingkat Pertama;

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI A. DUKUNGAN SOSIAL …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17670/4/Chapter II.pdf · A. DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA 1. ... ataupun materi yang didapat dari

10. Guru yang ditugaskan secara penuh pada Sekolah Lanjutan Tingkat

Atas dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama;

11. Penilik Taman Kanak-kanak, Penilik Sekolah Dasar, dan Penilik

Pendidikan Agama;

12. Guru yang ditigaskan secara penuh pada Sekolah Dasar;

13. Jabatan lain yang ditentukan oleh presiden;

c. 58 tahun bagi pegawai negeri sipil yang memangku jabatan :

1. Hakim pada Mahkamah Pelayanan

2. Hakim pada Pengadilan Tinggi

3. Hakim pada Pengadilan Negeri;

4. Hakim Agama pada Pengadilan Agama Tingkat Banding;

5. Hakim Agama pada Pengadilan Agama;

6. Jabatan lain yang ditentukan oleh presiden.

Menurut Agusset (2006), seorang pensiunan pegawai negeri akan

mendapatkan uang pensiun setiap bulan dan asuransi kesehatan. Fasilitas ini

diperoleh melalui sistem pemotongan gaji yang dilakukan terhadap mereka

semasa mereka bekerja. Semakin tinggi gaji si PNS, semakin besar pula uang

potongannya. Uang potongan gaji ini kemudian akan disalurkan ke dua pengelola,

dimana uang untuk asuransi kesehatan dikelola oleh PT. ASKES, sementara untuk

dana pensiun oleh PT. TASPEN. Menurut Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun

1966 (1966), besarnya jumlah pensiun yang diterima oleh pensiunan setiap

bulannya adalah 75% dari jumlah gaji pokoknya terakhir.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI A. DUKUNGAN SOSIAL …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17670/4/Chapter II.pdf · A. DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA 1. ... ataupun materi yang didapat dari

Menurut Young (2009), jumlah pensiun yang diterima setiap bulan oleh

seorang pensiunan pegawai negeri sipil sangat tergantung pada golongan terakhir

yang didudukinya saat ia masih bekerja. Pada sistem pegawai negeri, golongan

merupakan penentu berapa besar jumlah gaji pokok yang mereka terima setiap

bulannya. Adapun daftar gaji pokok Pegawai Negeri Sipil beserta perkiraan

jumlah pensiun setiap bulannya dapat dilihat di tabel lampiran.

Menurut BPKSDM (2008), jika ditinjau berdasarkan golongannya, jumlah

pegawai negeri sipil terbanyak umumnya berada di golongan III, dilanjutkan

dengan golongan II, dan kemudian golongan IV. Namun, saat memasuki masa

pensiun, golongan terakhir yang dipegang oleh seorang pegawai negeri sipil

umumnya adalah golongan III atau golongan IV (SetdaProv Biro Humas, 2009).

Hal ini terjadi dikarenakan adanya peraturan mengenai kenaikan golongan pada

pegawai negeri sipil yang salah satu syaratnya adalah mengharuskan pegawai

tersebut duduk di golongan sebelumnya selama 4 tahun terlebih dahulu sebelum

mengajukan kenaikan golongan (Badan Kepegawaian Daerah, 2008). Sebagai

contoh, seorang pegawai negeri berusia 35 tahun dengan golongan III A, dapat

naik golongan sebanyak empat kali (jika ditinjau hanya dari syarat lamanya

menduduki golongan terakhir, syarat-syarat lainnya tidak dipertimbangkan), maka

diperkirakan yang bersangkutan dapat pensiun saat ia menduduki golongan IV A.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI A. DUKUNGAN SOSIAL …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17670/4/Chapter II.pdf · A. DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA 1. ... ataupun materi yang didapat dari

b. Sistem pensiun pada pegawai swasta

Pada pegawai swasta, penentuan batas usia pensiun agak berbeda dengan

pegawai negeri sipil. Menurut Rei (2009), batas usia pensiun normal pada

pegawai swasta adalah 55 tahun, sedangkan usia pensiun maksimum adalah 60

tahun.

Berbeda pula dengan pegawai negeri yang mendapatkan uang pensiun

setiap bulan, pegawai swasta menerima sejumlah uang yang disebut dengan istilah

pesangon di akhir masa kerjanya. Berdasarkan UU ketenagakerjaan no. 13 tahun

2003 pasal 156 (dalam Riyadi, 2008), pesangon adalah uang penghargaan yang

diberikan kepada karyawan yang mengalami pemutusan hubungan kerja karena

memasuki usia pensiun ataupun karena sebab-sebab lainnya. Besarnya jumlah

pesangon yang diterima oleh pensiunan swasta adalah tergantung pada lamanya

masa kerja yang telah ia lalui di instansinya. Sebagai contoh, bagi pegawai yang

memiliki masa kerja selama 4 tahun tapi kurang dari 5 tahun akan mendapatkan

pesangon senilai 5 bulan upah.

3. Reaksi-reaksi dalam menghadapi pensiun

Menurut Isnaini (2009), dalam menghadapi masa pensiun, individu

umumnya mengeluarkan berbagai macam reaksi. Hal ini tergantung dari kesiapan

di dalam menghadapinya. Secara garis besar, ada tiga sikap ataupun reaksi yang

umumnya dikeluarkan seseorang, yaitu :

a. Menerima

Sikap menerima akan dimiliki oleh seseorang jika ia telah mempersiapkan

diri menghadapi pensiun dan merasa dirinya masih produktif.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI A. DUKUNGAN SOSIAL …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17670/4/Chapter II.pdf · A. DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA 1. ... ataupun materi yang didapat dari

b. Terpaksa Menerima

Sikap terpaksa akan muncul saat seseorang merasa terpaksa

mempersiapkan dirinya meskipun hal itu sebenarnya tidak diinginkannya.

c. Menolak

Sikap penolakan terhadap masa pensiun umumnya terjadi karena yang

bersangkutan tidak mau mengakui bahwa dirinya sudah harus pensiun.

D. Pegawai Negeri Sipil

1. Pengertian Pegawai Negeri Sipil

Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 8 Tahun 1974 tentang

pokok-pokok kepegawaian pasal 1, pegawai negeri sipil adalah mereka yang

setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-

undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas

dalam sesuatu jabatan negeri atau diserahi tugas negara lainnya yang ditetapkan

berdasarkan sesuatu peraturan perundang-undangan dan digaji menurut peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Menurut pasal 2 Undang-undang Republik Indonesia nomor 8 Tahun

1974, pegawai negeri sipil terdiri dari :

a. Pegawai negeri sipil pusat

b. Pegawai negeri sipil daerah

c. Pegawai negeri sipil lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI A. DUKUNGAN SOSIAL …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17670/4/Chapter II.pdf · A. DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA 1. ... ataupun materi yang didapat dari

2. Kewajiban Pegawai Negeri Sipil

Berdasarkan Buku Saku PNS Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (2008),

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1980 Tentang

Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil Bab II Pasal 2, setiap Pegawai Negeri

Sipil wajib :

a. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-undang Dasar 1945,

Negara dan Pemerintah;

b. Mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan golongan atau diri

sendiri, serta menghindarjab segala sesuatu yang dapat mendesak

kepentingan negara oleh kepentingan golongan, diri sendiri, atau pihak

lain;

c. Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Negara, Pemerintah, dan

Pegawai Negeri Sipil;

d. Mengangkat dan mentaati sumpah/janji jabatan berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku;

e. Menyimpan rahasia Negara dan atau rahasia jabatan dengan sebaik-

baiknya;

f. Memperhatikan dan melaksanakan segala ketentuan pemerintah baik yang

langsung menyangkut tugas kedinasannya maupun yang berlaku secara

umum;

g. Melaksanakan tugas kedinasan dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh

pengabdian, kesadaran dan tanggungjawab;

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI A. DUKUNGAN SOSIAL …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17670/4/Chapter II.pdf · A. DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA 1. ... ataupun materi yang didapat dari

h. Memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakan, persatuan dan

kesatuan Korps Pegawai Negeri Sipil;

i. Segera melaporkan kepada atasannya, apabila mengetahui ada hal yang

dapat membahayakan atau merugikan Negara/Pemerintah, terutama di

bidang keamanan, keuangan dan materiil;

j. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan

negara;

k. Mentaati ketentuan jam kerja;

l. Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik;

m. Menggunakan dan memelihara barang-barang milik Negara dengan

sebaik-baiknya;

n. Memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat

menurut bidang tugasnya masing-masing;

o. Bertindak dan bersikap tegas, tetapi adil dan bijaksana terhadap

bawahannya;

p. Membimbing bawahannya dalam melakukan tugasnya;

q. Menjadi dan memberikan contoh serta teladan yang baik terhadap

bawahannya;

r. Mendorong bawahannya untuk meningkatkan prestasi kerjanya;

s. Memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan

kariernya;

t. Mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perpajakan;

Universitas Sumatera Utara

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI A. DUKUNGAN SOSIAL …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17670/4/Chapter II.pdf · A. DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA 1. ... ataupun materi yang didapat dari

u. Berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku sopan santun

terhadap masyarakat, sesama pegawai negeri sipil, dan terhadap atasan;

v. Hormat-menghormati antara sesama warganegara yang memeluk

agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esam yang berlainan;

w. Menjadi teladan sebagai warga negara yang baik dalam masyarakat;

x. Mentaati perintah kedinasan dari atasan yang berwenang;

y. Memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-baiknya setiap laporan

yang diterima mengenai pelanggaran disiplin.

3. Hak pegawai negeri

Berdasarkan Undang-undang negara Republik Indonesia nomor 8 Tahun

1974 pasal 7 – pasal 10, hak-hak seorang pegawai negeri sipil adalah sebagai

berikut :

a. Setiap pegawai negeri berhak memperoleh gaji yang layak sesuai dengan

pekerjaan dan tanggungjawabnya

b. Setiap pegawai negeri berhak atas cuti

c. Setiap pegawai negeri yang ditimpa oleh sesuatu kecelakaan dalam dan

karena menjalankan tugas kewajibannya, berhak memperoleh perawatan

d. Setiap pegawai negeri yang menderita cacat jasmani atau cacat rohani

dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya yang

mengakibatkannya tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapunjuga,

berhak memperoleh tunjangan

e. Setiap pegawai negeri yang tewas, keluarganya berhak memperoleh uang

duka

Universitas Sumatera Utara

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI A. DUKUNGAN SOSIAL …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17670/4/Chapter II.pdf · A. DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA 1. ... ataupun materi yang didapat dari

f. Setiap pegawai negeri yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan,

berhak atas pensiun

E. DEWASA MADYA

1. Pengertian dewasa madya

Hurlock (2004) mengemukakan bahwa usia dewasa madya umumnya

dipandang sebagai masa usia antara 40 sampai 60 tahun. Usia dewasa madya ini

dibagi ke dalam dua subbagian, yaitu : usia madya dini yang membentang dari

usia 40 hingga 50 tahun dan usia madya lanjut yang berbentang antara usia 50

hingga 60 tahun. Selama usia madya lanjut, perubahan fisik dan psikologis yang

pertama kali mulai selama 40-an awal menjadi lebih kelihatan.

2. Ciri-ciri dewasa madya

Hurlock (2004) mengemukakan bahwa seperti halnya setiap periode dalam

rentang kehidupan, usia madya pun diasosiasikan dengan karakteristik tertentu

yang membuatnya berbeda. Berikut ini akan diuraikan sepuluh karakteristik yang

amat penting.

1. Usia madya merupakan periode yang sangat ditakuti

Ciri pertama dari usia madya adalah bahwa masa tersebut merupakan

periode yang sangat menakutkan. Diakui bahwa semakin mendekati usia

tua, periode usia madya semakin terasa lebih menakutkan jika dilihat dari

seluruh kehidupan manusia. Oleh karena itu orang-orang dewasa tidak

akan mau mengakui bahwa mereka telah mencapai usia tersebut, sampai

kalender dan cermin memaksa mereka untuk mengakui hal itu.

Universitas Sumatera Utara

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI A. DUKUNGAN SOSIAL …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17670/4/Chapter II.pdf · A. DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA 1. ... ataupun materi yang didapat dari

Pria dan wanita mempunyai banyak alasan yang kelihatannya berlaku

untuk mereka, untuk takut memasuki usia madya. Beberapa di antaranya

adalah banyaknya stereotip yang tidak menyenangkan tentang usia madya,

yaitu kepercayaan tradisional tentang rusaknya mental dan fisik yang

diduga disertai dengan berhentinya reproduksi kehidupan serta berbagai

tekanan tentang pentingnya masa muda. Semua ini memberi pengaruh

yang kurang menguntungkan terhadap sikap orang dewasa pada saat

memasuki usia madya dalam kehidupan mereka. Sementara mereka

ketakutan pada usia madya, kebanyakan orang dewasa menjadi rindu pada

masa muda mereka dan berharap dapat kembali ke masa itu.

2. Usia madya merupakan masa transisi

Ciri keuda dari usia madya adalah bahea usia ini merupakan masa transisi.

Usia madya merupakan masa di mana pria dan wanita meninggalkan ciri-

ciri jasmani dan perilaku masa dewasanya dan memasuki suatu periode

dalam kehidupan yang akan diliputi oleh ciri-ciri jasmani dan perilaku

baru. Seperti yang telah diuraikan, bahwa periode ini merupakan masa di

mana pria mengalami perubahan keperkasaan dan wanita dalam

kesuburan.

Pada masa ini terjadi pula perubahan-perubahan peran dalam kehidupan

individu. Pria perlu menyesuaikan dirinya dengan berubahnya kondisi

pekerjaan, dimana pria harus menyesuaikan jenis pekerjaan dengan

kondisi fisiknya yang menurun, sedangkan wania juga harus

menyesuaikan perubahan perannya di pekerjaan ataupun di rumah.

Universitas Sumatera Utara

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI A. DUKUNGAN SOSIAL …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17670/4/Chapter II.pdf · A. DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA 1. ... ataupun materi yang didapat dari

Penyesuaian diri di rumah umumnya berkaitan dengan penyesuaian pada

perginya anak-anak yang sering dikenal dengan istilah “sarang kosong”.

Setiap perubahan peran yang penting mungkin mengakibatkan suatu krisis

yang besar atau kecil. Selama usia madya, terjadi tiga bentuk krisis

pengembangan yang umum dan hampir universal, yaitu :

Pertama, krisis sebagai masa orangtua ditandai dengan sindrom “di mana

kesalahan kami?”. Krisis ini terjadi apabila anak-anak gagal memenuhi

harapan orangtua dan para orangtua kemudian bertanya apakah mereka

telah menggunakan metode yang tepat dalam mendidik anak, dan

menyalahkan diri mereka sendiri karena kegagalan anak-anak untuk

memenuhi harapan mereka.

Kedua, krisis yang timbul karena orangtua berusia lanjut, sehingga sering

timbuk reaksi dari anak-anaknya : “Saya benci menempatkan ibu di situ”.

Akibatnya banyak orangtua berusia madya yang berusaha memecahkan

permasalahan mereka tentang lanjut usia, merasa bersalah ketika anak-

anak mereka tidak dapat atau tidak mau menerima orangtua mereka yang

berusisa lanjut tinggal bersama dalam rumah mereka.

Ketiga, krisi yang berhubungan dengan kematian, khususnya pada suami-

istri. Umumnya krisis ini ditandai dengan sikap “Bagaimana saya dapat

terus hidup?”. Sikap ini akan terus mewarnai penyesuaian pribadi dan

sosial mereka dan hanya terpecahkan ketika individu mencapai tahap puas

dalam hidupnya.

3. Usia madya adalah masa stres

Universitas Sumatera Utara

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI A. DUKUNGAN SOSIAL …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17670/4/Chapter II.pdf · A. DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA 1. ... ataupun materi yang didapat dari

Ciri ketiga dari usia madya adalah bahwa usia ini merupakan masa stres.

Penyesuaian secara radikal terhadap peran dan pola hidup yang berubah,

khususnya bila disertai dengan berbagai perubahan fisik, selalu cenderung

merusak homostasis fisik dan psikologis seseorang dan membawa ke masa

stres, suatu masa bila sejumlah penyesuaian yang pokok harus dilakukan

di rumah, bisnis, dan aspek sosial kehidupan mereka.

4. Usia madya adalah usia yang berbahaya

Ciri keempat dari usia madya adalah bahwa umumnya usia ini dianggap

atau dipandang sebagai usia yang berbahaya dalam rentang kehidupan.

Intrepretasi “usia berbahaya” ini umumnya berlaku di kalangan pria,

dimana mereka cenderung melakukan pelampiasan dengan menggunakan

kekerasan.

Usia madya menjadi berbahaya dalam beberapa hal lain juga. Saat ini

merupakan suatu masa dimana seseorang mengalami kesusahan fisik

sebagai akibat dari terlalu banyak bekerja, rasa cemas yang berlebihan,

ataupun kurang memperhatikan kehidupan.

5. Usia madya adalah usia “canggung”

Ciri kelima dari usia madya dikenal dengan istilah “usia serba canggung”.

Usia ini merupakan usia dimana seseorang bukan lagi “orang muda”,

namun bukan pula “orang tua”. Franzblau mengatakan bahwa orang yang

berusia madya seolah-olah berdiri diantara generasi pemberontak yang

lebih muda dan generasi warga senior. Mereka secara terus menerus

Universitas Sumatera Utara

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI A. DUKUNGAN SOSIAL …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17670/4/Chapter II.pdf · A. DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA 1. ... ataupun materi yang didapat dari

menjadi sorotan dan menderita karena hal-hal yang tidak menyenangkan

dan memalukan yang disebabkan ooleh kedua generasi tersebut.

Merasa bahwa keberadaan mereka dalam masyarakat tidak dianggap,

orang-orang yang berusia madya sedapat mungkin berusaha untuk tidak

dikenal oleh orang lain. Hal ini terlihat dari cara mereka berpakaian, yang

umumnya diusahakan sesederhana mungkin agar tidak terlalu menarik

perhatian orang lain. Semakin mereka kurang menarik perhatian, semakin

mereka merasa di luar masyarakat yang memuja kaum muda.

6. Usia madya adalah masa berprestasi

Ciri keenam dari usia madya adalah bahwa usia tersebut adalah masa

berprestasi. Usia ini adalah usia dimana seseorang memiliki

kecenderungan untuk menghasilkan. Pada masa ini orang akan memiliki

kemauan yang kuat untuk menghasilkan, dan akan mencapai puncaknya

pada usia ini dan memungut hasil dari masa-masa persiapan dan kerja

keras yang dilakukan sebelumnya.

Usia madya seyogianya tidak hanya menjadi masa untuk meraih

keberhasilan keuangan dan prestise. Biasanya pria meraih puncak karir

antara usia 40 – 50 tahun, yaitu setelah mereka puas terhadap hasil yang

diperoleh dan menikmati hasil dari kesuksesan mereka. Usia madya

merupakan masa dimana seseorang mendapatkan peran pemimpin.

Kebanyakan organisasi khususnya organisasi yang sudah lama, umumnya

memilih direkturnya yang berumur lima puluh tahun atau lebih.

7. Usia madya merupakan masa evaluasi

Universitas Sumatera Utara

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI A. DUKUNGAN SOSIAL …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17670/4/Chapter II.pdf · A. DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA 1. ... ataupun materi yang didapat dari

Ciri ketujuh dari usia madya adalah bahwa usia ini terutama sebagai masa

evaluasi diri. Karena usia madya pada umumnya merupakan saat pria dan

wanita mencapai puncak prestasinya, maka logislah apabila masa ini juga

merupakan saat mengevaluasi prestasi tersebut berdasarkan aspirasi

mereka semula dan harapan-harapan orang lain, khususnya anggota

keluarga dan teman.

8. Usia madya dievaluasi dengan standar ganda

Ciri kedelapan dari usia madya adalah bahwa masa itu dievaluasi dengan

standar ganda. Pertama mereka harus tetap merasa nuda serta aktif, namun

kedua, mereka juga harus menua dengan anggun semakin lambat dan hati-

hati, dan menjalani hidup dengan nyaman.

9. Usia madya merupakan masa sepi

Ciri kesembilan dari usia mmadya adalah bahwa masa ini dialami sebagai

masa sepi (empty nest), masa ketika anak-anak tidak lama lagi tinggal

bersama orangtua. Setelah bertahun-tahun hidup dalam sebuah rumah

yang berpusat pada keluarga (family-centered home), umumnya orang

dewasa menemui kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan rumah yang

berpusat pada pasangan suami-istri (pair-centered home). Pada masa ini

individu juga mengalami tekanan batin karena dipensiunkan (retirement

shock).

10. Usia madya merupakan masa jenuh

Ciri kesepuluh usia madya adalah bahwa seringkali periode ini merupakan

masa yang penuh dengan kejenuhan. Banyak atau hampir seluruh pria dan

Universitas Sumatera Utara

Page 31: BAB II LANDASAN TEORI A. DUKUNGAN SOSIAL …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17670/4/Chapter II.pdf · A. DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA 1. ... ataupun materi yang didapat dari

wanita mengalami kejenuhan pada akhir usia tigapuluhan atau

empatpuluhan. Para pria menjadi jenuh dengan kegiatan rutin sehari-hari

dan kehidupan bersama keluarga yang hanya memberikan sedikit hiburan.

Wanita, yang hanya menghabiskan waktunya untuk memelihara dan

membesarkan anak-anaknya, bertanya-tanya apa yang akan mereka

lakukan pada usia setelah dua puluh atau tiga puluh yahun kemudian.

Wanita yang tidak menikah atau yang mengabdikan hidupnya untuk

bekerja atau karir, menjadi bosan dengan alasan yang sama dengan pria.

3. Tugas perkembangan dewasa madya

Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 2004), individu dewasa madya

mempunyai tugas perkembangan sebagai berikut:

a) Mencapai tanggung jawab sosial dan dewasa sebagai warga negara

b) Membantu anak-anak remaja belajar untuk menjadi orang dewasa yang

bertanggung jawab dan bahagia

c) Mengembangkan kegiatan-kegiatan pengisis waktu senggang untuk orang

dewasa

d) Menghubungkan diri sendiri dengan pasangan hidup sebagai suatu

individu

e) Menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan fisiologis

yang terjadi pada tahap ini

f) Mencapai dan mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam karir

pekerjaan

g) Menyesuaikan diri dengan orang tua yang semakin tua

Universitas Sumatera Utara

Page 32: BAB II LANDASAN TEORI A. DUKUNGAN SOSIAL …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17670/4/Chapter II.pdf · A. DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA 1. ... ataupun materi yang didapat dari

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dewasa madya adalah

individu yang berusia diatas 39 tahun. Dewasa madya merupakan suatu periode

panjang dalam kehidupan manusia. Pada periode ini individu umumnya

mengalami sejumlah masalah yang berkaitan dengna penyesuaian terhadap peran

yang baru, mulai menurunnya kondisi fisik, pensiun, berubahnya keluarga, adanya

stereotip masyarakat, dan lain sebagainya.

F. PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP

PENYESUAIAN DIRI DI MASA PENSIUN

Didalam kehidupan manusia, perubahan-perubahan baik yang disengaja

maupun tidak disengaja selalu dihadapi. Tanggapan manusia terhadap perubahan

itu beraneka ragam. Perubahan ada yang dipersepsikan sebagai ancaman, dan ada

pula yang dipersepsikan sebagai tantangan. Salah satu bentuk perubahan manusia

yang terjadi jika ia bekerja di dalam suatu organisasi adalah dengan berakhirnya

masa bakti atau pensiun (Helmi, 2006).

Pensiun seringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan,

sehingga menjelang masanya tiba sebagian orang sudah merasa cemas karena

tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapinya kelak. Dalam era modern

seperti sekarang ini, pekerjaan merupakan salah satu faktor terpenting yang bisa

mendatangkan kepuasan (karena uang, pekerjaan, dan memperkuat harga diri).

Oleh karena itu, sering terjadi orang yang pensiun bukannya bisa menikmati masa

tua dengan hidup santai, sebaliknya ada yang malahan mengalami problem serius

(kejiwaan ataupun fisik), (Rini 2001).

Universitas Sumatera Utara

Page 33: BAB II LANDASAN TEORI A. DUKUNGAN SOSIAL …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17670/4/Chapter II.pdf · A. DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA 1. ... ataupun materi yang didapat dari

Menurut Munandar (1991), masalah-masalah yang dihadapi seseorang

yang mengalami pensiun bermacam-macam, seperti merasa tidak dihargai, takut,

dan sebagainya. Karena itu seseorang harus mampu belajar untuk menyesuaikan

diri dengan kondisi dirinya dan berbagai situasi yang dihadapinya pada saat

setelah dia pensiun.

Menurut Hurlock (2004), dari sekian banyak tugas perkembangan pada

masa lanjut usia, dua yang paling sulit adalah yang berkaitan dengan pekerjaan

dan kehidupan keluarga. Pada umumnya, para usia lanjut mempunyai masalah

dalam menyesuaikan diri terhadap kedua bidang tersebut, yang juga mereka

hadapi pada masa kehidupan sebelumnya, sekalipun pada masa sekarang sifatnya

lebih unik. Misalnya, mereka tidak hanya menyesuikan diri dengan kondisi

pekerjaan saja, tetapi mereka juga harus menyadari bahwa manfaat dirinya bagi

majikan semakin berkurang sesuai dengan semakin bertambahnya usia.

Akibatnya, statusnya dalam kelompok kerja semakin berkurang. Dan lagi, mereka

juga mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri terhadap masa pensiun,

dimana bagi sebagian besar para usia lanjut, pensiun tersebut terasa datang lebih

cepat setelah memasuki masa usia lanjut.

Perlu juga dipahami, bahwa penyesuaian diri pada masa pensiun ini

berbeda berdasarkan jenis kelamin. Hurlock (2004) mengemukakan bahwa

masalah penyesuaian diri di masa pensiun ini ini berbeda antara pria dan wanita.

Secara umum, wanita menyesuaikan diri dengan lebih baik daripada pria terhadap

masa pensiun. Dalam hal ini ada beberapa alasan. Pertama, perubahan peran yang

terjadi tidak begitu radikal karena dalam berbagai hal wanita selalu memainkan

Universitas Sumatera Utara

Page 34: BAB II LANDASAN TEORI A. DUKUNGAN SOSIAL …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17670/4/Chapter II.pdf · A. DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA 1. ... ataupun materi yang didapat dari

peran domestik entah ketika mereka masih belum menikah ataupun sudah

menikah, sepanjang hidup mereka. Kedua, karena pekerjaan menghasilkan lebih

sedikit manfaat psikologis dan dukungan sosial bagi wanita, pensiun kurang

menimbulkan trauma bagi wanita ketimbang bagi pria. Ketiga, karena lebih

sedikit wanita memegang posisi eksekutif mereka tidak merasa bahwa mereka

tiba-tiba kehilangan kuasa dan prestis. Pria hanya mempunyai sedikit sumber

pengganti yang dapat menggantikan sarana yang biasa diperoleh dari

pekerjaannya dahulu daripada yang dipunyai oleh wanita. Akibatnya bagi mereka

pensiun dirasa lebih sebagai beban mental (traumatic) dan mereka kurang dapat

menyesuaikan diri dengan baik terhadap perubahan peran yang dijumpainya

selama pensiun.

Menurut Kim, J. E. dan Moen, P., (dalam Rini, 2001), terdapat juga

pengaruh peran pasangan terhadap depresi yang diderita oleh pensiunan. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa wanita yang baru pensiun umumnya menunjukkan

tingkat depresi yang lebih tinggi dibandingkan wanita yang sudah lama pensiun,

terutama jika suami masih bekerja. Pria yang baru pensiun cenderung mengalami

konflik perkawinan yang lebih tinggi dibandingkan pria yang belum pensiun; pria

yang baru pensiun cenderung mengalami konflik perkawinan yang lebih tinggi

jika istri masih bekerja dibandingkan dengan pria yang sama-sama baru pensiun

namun istri tidak bekerja.

Septanti (2009) menyebutkan, bahwa salah satu hal yang dapat

mempengaruhi penyesuaian diri di masa pensiun adalah dukungan sosial dari

keluarga. Berdasarkan hasil penelitian Jattuningtias (2003), dukungan sosial

Universitas Sumatera Utara

Page 35: BAB II LANDASAN TEORI A. DUKUNGAN SOSIAL …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17670/4/Chapter II.pdf · A. DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA 1. ... ataupun materi yang didapat dari

keluarga memiliki hubungan yang positif terhadap penyesuaian diri di masa

pensiun. Ketika seorang pensiunan mendapatkan dukungan sosial dari

keluarganya, maka akan semakin baiklah penyesuaian yang dilakukannya.

Hurlock (2004) juga mengungkapkan bahwa salah satu hal yang paling

mempengaruhi penyesuaian diri individu terhadap masa pensiun adalah sikap

anggota keluarga, dimana kesulitan dalam menyesuaikan diri akan semakin besar

ketika perilaku keluarga tidak menyenangkan seperti mengabaikan atau tidak

memberikan perhatian. Jattuningtias (2003) dalam penelitiannya juga

menyebutkan bahwa seseorang yang memperoleh dukungan sosial dari

keluarganya akan dapat menyesuaikan dirinya dengan lebih baik saat menghadapi

masa pensiun dibandingkan orang yang tidak mendapatkan dukungan sosial dari

keluarganya.

Berdasarkan apa yang telah diuraikan diatas maka dapat diambil

kesimpulan bahwa terdapat pengaruh dukungan sosial dari keluarga terhadap

penyesuaian diri di masa pensiun, dimana dukungan sosial dari keluarga

cenderung memberikan pengaruh positif terhadap penyesuaian diri di masa

pensiun.

H. HIPOTESIS

Berdasarkan landasan teori yang dikemukakan dan analisa atas teori-teori

tersebut maka diajukan hipotesa yaitu ada pengaruh dari dukungan sosial keluarga

terhadap penyesuaian diri di masa pensiun. Hipotesis ini mengandung pengertian

bahwa dukungan sosial keluarga memberikan kontribusi atau sumbangan efektif

terhadap terbentuknya penyesuaian diri di masa pensiun.

Universitas Sumatera Utara