bab ii landasan teori a. dukungan sosial …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17670/4/chapter...
TRANSCRIPT
BAB II
LANDASAN TEORI
A. DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA
1. Pengertian dukungan sosial
Pierce (dalam Kail & Cavanaugh 2000) mendefinisikan dukungan sosial
sebagai sumber emosional, informasional atau pendampingan yang diberikan oleh
orang-orang disekitar individu untuk menghadapi setiap permasalahan dan krisis
yang terjadi sehari-hari dalam kehidupan. Diamtteo (1991) mendefinisikan
dukungan sosial sebagai dukungan atau bantuan yang berasal dari orang lain
seperti teman, keluarga, tetangga, teman kerja dan orang –orang lainnya.
Gottlieb (dalam Smet, 1994) menyatakan dukungan sosial terdiri dari
informasi atau nasehat verbal maupun non verbal, bantuan nyata, atau tindakan
yang didapat karena kehadiran orang lain dan mempunyai manfaat emosional atau
efek perilaku bagi pihak penerima. Sarafino (2006) menyatakan bahwa dukungan
sosial mengacu pada memberikan kenyamanan pada orang lain, merawatnya, atau
menghargainya. Pendapat senada juga diungkapkan oleh Saroson (dalam Smet,
1994) yang menyatakan bahwa dukungan sosial adalah adanya transaksi
interpersonal yang ditunjukkan dengan memberikan bantuan pada individu lain,
dimana bantuan itu umumnya diperoleh dari orang yang berarti bagi individu
yang bersangkutan. Dukungan sosial dapat berupa pemberian informasi, bantuan
tingkah laku, ataupun materi yang didapat dari hubungan sosial akrab yang dapat
membuat individu merasa diperhatikan, bernilai dan dicintai.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial
adalah dukungan atau bantuan yang berasal dari orang yang memiliki hubungan
sosial akrab dengan individu yang menerima bantuan. Bentuk dukungan ini dapat
berupa informasi, tingkah laku tertentu, atapun materi yang dapat menjadikan
individu yang menerima bantuan merasa disayangi, diperhatikan, dan bernilai.
2. Dimensi dukungan sosial
House (dalam Smet, 1994) membedakan empat jenis atau dimensi
dukungan sosial, antara lain :
a. Dukungan emosional, mencakup ungkapan empati, kepedulian dan
perhatian terhadap orang yang bersangkutan.
b. Dukungan penghargaan, terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan)
positif untuk orang itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan
atau perasaan individu, dan perbandingan positif orang itu dengan orang-
orang lain, contohnya dengan membandingkannya dengan orang lain yang
lebih buruk keadaannya.
c. Dukungan instrumental, mencakup bantuan langsung, seperti kalau orang-
orang memberi pinjaman uang kepada orang itu.
d. Dukungan informatif, mencakup memberikan nasehat, petunjuk-petunjuk,
saran-saran atau umpan balik.
3. Sumber-sumber dukungan sosial
Sumber-sumber dukungan sosial menurut Kahn & Antonoucci (dalam
Orford, 1992) terbagi menjadi 3 kategori, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu yang selalu ada
sepanjang hidupnya, yang selalu bersama dan mendukungnya. Misalnya
keluarga dekat, pasangan (suami/istri) atau teman-teman dekat
b. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sedikit
berperan dalam hidupnya dan cenderung berubah sesuai dengan waktu.
Sumber ini meliputi teman kerja, tetangga, sanak keluarga dan sepergaulan
c. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sangat jarang
memberi dukungan sosial dan memiliki peran yang sangat cepat berubah.
Sumber dukungan yang dimaksud meliuputi supervisor, tenaga
ahli/profesional dan keluarga jauh.
Teori konvoi sosial menyatakan bahwa perubahan dalam kontak sosial
saat seseorang pensiun umumnya akan mempengaruhi lingkar luar mereka yang
dekat dengan orang tersebut, bukan yang berada di lingkar dalam. Setelah
pensiun, ketika teman kerja dan teman biasanya menjauh, sebagian besar individu
akan mempertahankan lingkar dalam konvoi sosial yang stabil : teman dekat dan
anggota keluarga, yang dapat mereka andalkan kesinambungan dukungannya dan
yang amat mempengaruhi kesejahteraan mereka untuk menjadi lebih baik atau
lebih buruk (Papalia, 2008).
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial
Sarafino (2006) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi apakah seseorang akan menerima dukungan sosial atau tidak.
Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah :
a. Faktor dari penerima dukungan (recipient)
Universitas Sumatera Utara
Seseorang tidak akan menerima dukungan sosial dari orang lain jika ia
tidak suka bersosial, tidak suka menolong orang lain, dan tidak ingin orang
lain tahu bahwa ia membutuhkan bantuan. Beberapa orang terkadang tidak
cukup asertif untuk memahami bahwa ia sebenarnya membutuhkan
bantuan dari orang lain, atau merasa bahwa ia seharusnya mandiri dan
tidak mengganggu orang lain, atau merasa tidak nyaman saat orang lain
menolongnya, atau tidak tahu kepada siapa dia harus meminta
pertolongan.
b. Faktor dari pemberi dukungan (providers)
Seseorang terkadang tidak memberikan dukungan sosial kepada orang lain
ketika ia sendiri tidak memiliki sumberdaya untuk menolong orang lain,
atau tengah menghadapi stres, harus menolong dirinya sendiri, atau kurang
sensitif terhadap sekitarnya sehingga tidak menyadari bahwa orang lain
membutuhkan dukungan darinya.
5. Dukungan Sosial Keluarga
Menurut Gunarsa (1995), keluarga adalah kelompok sosial yang bersifat
abadi, dikukuhkan dalam hubungan nikah yang memberikan pengaruh terhadap
keturunan dan lingkungan. Menurut Fadly (2009), Keluarga adalah unit/satuan
masyarakat yang terkecil yang sekaligus merupakan suatu kelompok kecil dalam
masyarakat. Keluarga biasanya terdiri dari suami, istri, dan juga anak-anak yang
selalu menjaga rasa aman dan ketentraman ketika menghadapi segala suka duka
hidup dalam eratnya arti ikatan luhur hidup bersama. Gunarsa & Gunarsa (1995),
menyatakan bahwa fungsi keluarga adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
a. Mendapatkan keturunan dan membesarkan anak
b. Memberikan afeksi/kasih sayang, dukungan, dan keakraban
c. Mengembangkan kepribadian
d. Mengatur pembagian tugas, menanamkan kewajiban, hak, dan tanggung
jawab
e. Mengajarkan dan meneruskan adat istiadat, kebudayaan, agama, dan
sistem moral pada anak
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan
pusat utama dalam kehidupan manusia yang senantiasa mendampingi dan
mengiringi seorang manusia sepanjang hidupnya. Oleh karena itu, keluarga kerap
kali menjadi sorotan saat seseorang berhasil atau gagal dalam menghadapi
masalahnya. Keluarga adalah pendukung utama bagi individu yang mengalami
masalah.
Berdasarkan beberapa literatur diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
dukungan sosial keluarga adalah bantuan yang berasal dari keluarga individu yang
menerima bantuan. Bentuk bantuan dapat berupa informasi, tingkah laku tertentu,
atapun materiil yang dapat menjadikan individu yang menerima bantuan merasa
disayangi, diperhatikan, dan bernilai. Dukungan sosial yang berasal dari keluarga
merupakan dukungan yang sangat penting artinya bagi para pensiunan. Hal ini
dikarenakan keluarga merupakan kumpulan orang-orang yang dapat diandalkan
kesinambungan dukungannya di saat seorang pensiunan mulai terpisah dari
lingkungan luarnya, seperti dari teman sekerja, rekan bisnis, ataupun orang
lainnya di luar keluarga.
Universitas Sumatera Utara
B. PENYESUAIAN DIRI
1. Pengertian penyesuaian diri
Kartono (2000) menyatakan bahwa penyesuaian diri adalah kegiatan
adaptasi, atau mengakomodasi diri. Calhoun dan Acocella (1995) mengatakan
bahwa penyesuaian dapat didefinisikan sebagai interaksi seseorang yang kontiniu
dengan diri sendiri, dengan orang lain, dan dengan lingkungannya. Ketiga faktor
ini secara konstan mempengaruhi seseorang, dan hubungan tersebut bersifat
timbal balik.
Menurut Lazarus (1976) penyesuaian diri merupakan usaha mencocokkan
kemampuan untuk mengatasi secara efektif, merubah tingkah laku yang lebih
sesuai dan juga terdiri dari proses-proses psikologis untuk mengatasi berbagai
tuntutan atau tekanan yang berasal dari lingkungannya. Hurlock ( dalam Gunarsa,
1986) ,menyatakan bahwa subjek yang mampu menyesuaikan diri kepada
kelompoknya akan memperlihatkan sikap dan perilaku yang menyenangkan,
sehingga ia dapat diterima oleh kelompok dan lingkungannya. Sedangkan
menurut Schneider (1964), penyesuaian diri melibatkan respon-respon mental dari
tingkah laku, dimana individu berusaha untuk menanggulangi kebutuhan-
kebutuhan dalam dirinya. Tujuannya adalah untuk mendapatkan keharmonisan
antara tuntutan dari dalam diri, dan tuntutan dari lingkungan dimana individu
tersebut berada. Jadi untuk melakukan penyesuaian diri dibutuhkan adanya
kecakapan seseorang dalam memberi reaksi yang efisien kepada diri sendiri
maupun kepada lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
Dari beberapa teori di atas dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri
adalah suatu bentuk perubahan tingkah laku individu yang dilakukan agar sesuai
dengan keadaan dan keinginan lingkungan.
2. Aspek – aspek penyesuaian diri
Menurut Mutadin (2002), penyesuaian diri memiliki dua aspek yaitu:
penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial.
a) Penyesuaian Personal
Penyesuaian pribadi adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya
sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan
lingkungan sekitarnya. Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya,
apa kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak obyektif sesuai
dengan kondisi dirinya tersebut. Keberhasilan penyesuaian pribadi
ditandai dengan tidak adanya rasa benci, lari dari kenyataan atau
tanggungjawab, dongkol, kecewa, atau tidak percaya pada kondisi dirinya.
Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan tidak adanya kegoncangan atau
kecemasan yang menyertai rasa bersalah, rasa cemas, rasa tidak puas, rasa
kurang dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya.
Sebaliknya, kegagalan penyesuaian pribadi ditandai dengan keguncangan
emosi, kecemasan, ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib yang
dialaminya, sebagai akibat adanya jarak antara individu dengan tuntutan
yang diharapkan oleh lingkungan. Jarak inilah yang menjadi sumber
terjadinya konflik yang kemudian terwujud dalam rasa takut dan
Universitas Sumatera Utara
kecemasan, sehingga untuk meredakannya individu harus melakukan
penyesuaian diri.
b) Penyesuaian Sosial
Setiap individu hidup di dalam masyarakat. Proses saling mempengaruhi
satu sama lain ada di dalam masyarakat, sehingga timbul suatu pola
kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan sejumlah aturan, hukum, adat
dan nilai-nilai yang mereka patuhi, demi untuk mencapai penyelesaian
bagi persoalan-persoalan hidup sehari-hari. Bidang ilmu psikologi sosial,
mengenal proses ini dengan sebutan proses penyesuaian sosial.
Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu
hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan tersebut
mencakup hubungan dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya,
keluarga, sekolah, teman atau masyarakat luas secara umum. Kedua unsur
tersebut, individu dan masyarakat, sebenarnya sama-sama memberikan
dampak bagi komunitas. Individu menyerap berbagai informasi, budaya
dan adat istiadat yang ada, sementara komunitas (masyarakat) diperkaya
oleh eksistensi atau karya yang diberikan oleh individu.
Proses interaksi yang diserap atau dipelajari individu dalam masyarakat
saja masih belum cukup untuk menyempurnakan penyesuaian sosial yang
memungkinkan individu untuk mencapai penyesuaian pribadi dan sosial
dengan cukup baik. Proses berikutnya yang harus dilakukan individu
dalam penyesuaian sosial adalah kemauan untuk mematuhi norma-norma
dan peraturan sosial kemasyarakatan. Proses penyesuaian sosial ini
Universitas Sumatera Utara
mengharuskan individu untuk mulai berkenalan dan mematuhi kaidah-
kaidah dan peraturan-peraturan tersebut sehingga menjadi bagian dari
pembentukan jiwa sosial pada dirinya dan menjadi pola tingkah laku
kelompok. Hal ini perlu dilakukan untuk mencapai penyesuaian bagi
persoalan-persoalan hidup, agar tetap sehat dari segi kejiwaan maupun
sosial.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri
Hurlock (1994) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa kondisi yang
mempengaruhi penyesuaian pada masa pensiun, yaitu :
a. Para pekerja yang pensiun secara sukarela akan menyesuaikan diri lebih
baik dibandingkan dengan mereka yang merasa pensiun dengan terpaksa
terutama bagi mereka yang masih ingin melanjutkan bekerja
b. Kesehatan yang buruk pada waktu pensiun memudahkan penyesuaian
sedangkan orang sehat mungkin cenderung melawan untuk melakukan
penyesuaian diri.
c. Banyak pekerja yang merasa bahwa berhenti dari pekerjaan secara
bertahap ternyata lebih baik efeknya dibandingkan dengan mereka yang
tiba-tiba berhenti dari kebiasaan bekerja karena mereka tidak bisa
mengatur persiapan pola hidup tanpa pekerjaan.
d. Bimbingan dan perencanaan pra pensiun akan membantu penyesuaian diri.
e. Pekerja yang mengembangkan minat tertentu guna menggantikan aktivitas
kerja rutin, yang sangat bermanfaat bagi mereka, dan menghasilkan
kepuasan yang dulu diperoleh dari pekerjaannya, tidak akan menemukan
Universitas Sumatera Utara
penyesuaian terhadap masa pensiun, yang secara emosional
membingungkan seperti mereka janggal mengembangkan minat
pengganti.
f. Kontak sosial, sebagaimana diketemukan dalam rumah-rumah jompo,
membantu mereka dalam penyesuaian diri terhadap masa pensiun. Apabila
mereka tinggal dalam rumah mereka sendiri, atau di rumah anak yang
sudah menikan atau anggota keluarga lainnya, yang memutuskan orang
pensiunan untuk melakukan kontak sosial.
g. Semakin sedikit perubahan yang harus dilakukan terhadap kehidupan
semasa pensiun semakin baik penyesuaian diri dapat dilakukan.
h. Status ekonomi yang baik, yang memungkinkan seseorang untuk hidup
dengan nyaman dan dapat menikmati yang menyenangkan, adalah penting
untuk penyesuaian yang baik pada masa pensiun.
i. Status perkawinan yang bahagia sangat membantu penyesuaian diri
terhadap masa pensiun sedangkan perkawinan yang banyak diwarnai
percekcokan cenderung menghambat.
j. Semakin para pekerja menyukai pekerjaan mereka, semakin buruk
penyesuaian terhadap pensiun, Terdapat hubungan yang bertolak belakang
antara kepuasan kerja dengan kepuasan pensiun.
k. Tempat tinggal seseorang mempengaruhi penyesuaian terhadap masa
pensiun, Semakin besar masyarakat menawarkan berbagai kekompakan
dan pelbagai kegiatan bagi orang usia lanjut, semakin lebih baik
menyesuaikan terhadap masa pensiun.
Universitas Sumatera Utara
l. Sikap anggota keluarga terhadap masa pensiun mempunyai pengaruh yang
amat besar terhadap sikap pekerja, terutama sikap terhadap pasangan
hidupnya.
4. Bentuk-bentuk penyesuaian diri
Kamalfachri (2009) mengungkapkan terdapat dua bentuk penyesuaian diri,
yaitu penyesuaian diri positif dan penyesuaian diri yang salah.
a. Penyesuaian diri positif
Saat seseorang berhasil menyesuaikan dirinya secara positif, maka akan
muncul beberapa tanda-tanda berikut ini :
1) Tidak menunjukkan ketegangan emosi.
2) Tidak menujukkan adanya mekanisme-mekanisme psikologis.
3) Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi.
4) Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri.
5) Mampu dalam belajar.
6) Menghargai pengalaman.
7) Bersikap realistik dan obyektif.
b. Penyesuaian diri yang salah
Berkebalikan dengan diatas, saat seseorang salah dalam menyesuaikan
dirinya, maka akan muncul beberapa tiga reaksi, dimana tiap-tiap reaksi
tersebut akan menunjukkan tanda-tanda tertentu yaitu :
1) Reaksi bertahan (defence reaction)
Tanda-tandanya :
a) Rasionalisasi
Universitas Sumatera Utara
b) Represi
c) Proyeksi
2) Reaksi menyerang (aggressive reaction)
Tanda-tandanya :
a) Selalu membenarkan diri
b) Mau berkuasa dalam setiap situasi
c) Mau memiliki segalanya
d) Senang mengganggu orang lain
e) Menggertak
f) Menunjukan sikap permusuhan
g) Menyerang dan merusak
h) Keras kepala
i) Balas dendam
j) Memperkosa hak orang lain
k) Bertindak serampangan
l) Marah secara sadis
3) Reaksi melarikan diri (escape reaction)
Tanda-tandanya :
a) Berfantasi
b) Banyak tidur
c) Minum - minuman keras
d) Bunuh diri
e) Menjadi pecandu narkotika
Universitas Sumatera Utara
f) Regresi
Menurut Santrock (2002), lansia yang memiliki penyesuaian diri yang
lebih baik pada fase pensiun adalah orang-orang lansia yang sehat, memiliki
pendapatan yang layak, aktif, berpendidikan baik, memiliki relasi sosial yang luas
baik keluarga maupun teman-teman, dan biasanya merasa puas dengan
kehidupannya sebelum pensiun. Sementara itu penyesuaian diri lansia yang buruk
adalah orang-orang yang tidak mengontrol hidup dan emosinya setelah pensiun,
kesulitan membuat transisi dan penyesuaian memasuki usia lanjut, berpikir negatif
tentang pensiun, mengalami stress selama pensiun seperti layaknya stres saat
menghadapi kematian pasangan hidupnya.
5. Karakteristik penyesuaian diri yang efektif
Selama rentang kehidupan, manusia akan selalu mengalami perubahan.
Penyesuaian diri yang efektif terukur dari seberapa baik seseorang mengatasi
perubahan dalam hidupnya. Menurut Habber dan Runyon (1984), penyesuaian
diri yang efektif adalah menerima keterbatasan-keterbatasan yang tidak bisa
berubah dan secara aktif memodifikasi keterbatasan yang masih bisa diubah.
Berikut akan dijelaskan karakteristik penyesuaian diri yang efektif menurut
Habber dan Runyon (1984):
a. Persepsi akurat terhadap realita
Persepsi terkait dengan keinginan dan motivasi pribadi, sehingga
terkadang persepsi tersebut tidak murni sama dengan realita dan lebih
merupakan keinginan individu. Penyesuaian diri individu dianggap baik
apabila ia mampu untuk mempersepsikan dirinya sesuai dengan realita.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, ia juga mempunyai tujuan yang realistis, mampu memodifikasi
tujuan tersebut apabila situasi dan kondisi lingkungan menuntutnya untuk
itu, serta menyadari konsekuensi tindakan yang diambil dan mengarahkan
tingkah laku sesuai dengan konsekuensi tersebut.
b. Kemampuan mengatasi stres dan kecemasan
Halangan yang dialami individu disetiap proses pemenuhan kebutuhan
atau pencapaian tujuan, dapat menimbulkan kegelisahan dan stres.
Penyesuaian diri dikatakan baik apabila mampu mengatasi halangan,
masalah, dan konflik yang timbul dengan baik.
c. Citra diri yang positif
Individu harus mempunyai citra diri yang positif dengan tetap menyadari
sisi negatif dari dirinya, dimana individu menyeimbangkan persepsinya
dengan persepsi orang lain.
d. Kemampuan mengekpresikan perasaan
Individu yang sehat secara emosional mampu untuk merasakan dan
mengekspresikan seluruh emosinya. Pengekspresian emosi dilakukan
secara realistis, terkendali dan konstruktif, serta tetap menjaga
keseimbangan antara kontrol ekspresi yang berlebihan dengan kontrol
ekspresi yang kurang.
e. Mempunyai hubungan interpersonal yang baik
Individu yang penyesuaian dirinya baik, mampu untuk saling berbagi
perasaan dan emosi. Mereka mempunyai kompetensi menjalin hubungan
dengan orang lain, mampu untuk mencapai kadar keintiman yang layak
Universitas Sumatera Utara
dalam hubungan sosial, dan menyadari bahwa suatu hubungan tidaklah
selalu mulus.
Menurut Septanti (2009), penyesuaian diri di masa pensiun terjadi saat
seorang lansia baru saja menginjak 1-4 tahun usia pensiun. Pada masa ini,
perhatian dari keluarga sangat berarti dan penting, namun saat menginjak tahun
ke-5, umumnya lansia sudah mampu menganggap pensiun sebagai suatu hal yang
biasa, bukan suatu hal yang istimewa. Dengan kata lain, lansia yang sudah
menjalani pensiun lebih dari lima tahun dapat dianggap sudah terbiasa dengan
situasi pensiun.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa penyesuaian
diri di masa pensiun adalah suatu bentuk perubahan perilaku individu di masa
pensiun yang memenuhi karakteristik seperti, persepsi akurat terhadap realita,
kemampuan mengatasi stres dan kecemasan, citra diri yang positif, kemampuan
mengekpresikan perasaan, dan mempunyai hubungan interpersonal yang baik,
agar terjalin hubungan yang lebih sesuai antara diri individu dengan
lingkungannya. Penyesuaian diri dilakukan oleh setiap orang yang memasuki
masa pensiun. Adapun baik-buruknya penyesuaian diri akan mempengaruhi
kondisi psikologis seorang pensiunan. Ketika seorang pensiunan mampu
menyesuaikan dirinya dengan baik, maka ia akan terhindar dari gangguan
psikologis maupun fisiologis seperti stres, sakit, tidak mampu membentuk
hubungan personal yang baik, dan sebagainya. Sebaliknya saat seseorang
memiliki penyesuaian diri yang buruk, maka akan timbul berbagai masalah
Universitas Sumatera Utara
meliputi gangguan-gangguan psikologis dan fisiologis seperti stres, cemas, sakit,
mudah marah, dan sebagainya.
C. PENSIUN
1. Pengertian pensiun
Pengertian pensiun jika ditinjau dari sistem pensiun antara instansi swasta
dengan negeri sedikit berbeda. Jika ditinjau dari sistem pensiun pada pegawai
negeri sipil, maka pensiun adalah bentuk jaminan hari tua yang diberikan negara
kepada pegawai sebagai bentuk balas jasa untuk pengabdian diri selama bertahun-
tahun kepada Negara (Badan Kepegawaian Nasional, 2009). Sedangkan jika
pengertian pensiun ditinjau dari sistem pensiun pada perusahaan swasta dapat
diartikan sebagai suatu istilah yang kurang lebih bermakna purna bhakti atau
tugas selesai atau berhenti (retire). Pensiun merupakan suatu masa dimana
seseorang berhenti bekerja dari pekerjaan formal dan rutin yang diberikan oleh
perusahaan milik orang lain (Wicaksana, 2008).
2. Sistem pensiun
a. Sistem pensiun pada pegawai negeri sipil
Menurut Buku Saku PNS Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (2010),
peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 tahun 1979 tentang
pemberhentian pegawai negeri sipil pasal 3 dan pasal 4 menyebutkan bahwa
pegawai negeri sipil yang telah mencapai batas usia pensiun, diberhentikan
dengan hormat sebagai pegawai negeri sipil, dimana batas usia pensiun yang
dimaksud adalah 56 tahun. Adapun usia tersebut dapat diperpanjang bagi pegawai
Universitas Sumatera Utara
negeri sipil yang memangku jabatan tertentu. Adapun peraturan mengenai
perpanjangan tersebut sebagaimana dimuat dalam pasal 4 adalah sebagai berikut :
a. 65 tahun bagi pegawai negeri sipil yang memangku jabatan :
1. Ahli peneliti dan peneliti yang ditugaskan secara penuh di bidang
penelitian;
2. Guru besar, Lektor kepala, Lektor yang ditugaskan secara penuh
pada perguruan tinggi;
3. Jabatan lain yang ditentukan oleh presiden;
b. 60 tahun bagi pegawai negeri sipil yang memangku jabatan :
1. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Anggota Mahkamah
Agung;
2. Jaksa Agung;
3. Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara;
4. Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen;
5. Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, Direktur Jenderal, dan Kepala
Badan di Departemen;
6. Eselon I dalam jabatan strukturil yang tidak termasuk dalam angka 2,
3, dan 4;
7. Eselon II dalam jabatan strukturil;
8. Dokter yang ditugaskan secara penuh pada Lembaga Kedokteran
Negeri sesuai dengan profesinya;
9. Pengawas Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dan Pengawas Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama;
Universitas Sumatera Utara
10. Guru yang ditugaskan secara penuh pada Sekolah Lanjutan Tingkat
Atas dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama;
11. Penilik Taman Kanak-kanak, Penilik Sekolah Dasar, dan Penilik
Pendidikan Agama;
12. Guru yang ditigaskan secara penuh pada Sekolah Dasar;
13. Jabatan lain yang ditentukan oleh presiden;
c. 58 tahun bagi pegawai negeri sipil yang memangku jabatan :
1. Hakim pada Mahkamah Pelayanan
2. Hakim pada Pengadilan Tinggi
3. Hakim pada Pengadilan Negeri;
4. Hakim Agama pada Pengadilan Agama Tingkat Banding;
5. Hakim Agama pada Pengadilan Agama;
6. Jabatan lain yang ditentukan oleh presiden.
Menurut Agusset (2006), seorang pensiunan pegawai negeri akan
mendapatkan uang pensiun setiap bulan dan asuransi kesehatan. Fasilitas ini
diperoleh melalui sistem pemotongan gaji yang dilakukan terhadap mereka
semasa mereka bekerja. Semakin tinggi gaji si PNS, semakin besar pula uang
potongannya. Uang potongan gaji ini kemudian akan disalurkan ke dua pengelola,
dimana uang untuk asuransi kesehatan dikelola oleh PT. ASKES, sementara untuk
dana pensiun oleh PT. TASPEN. Menurut Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun
1966 (1966), besarnya jumlah pensiun yang diterima oleh pensiunan setiap
bulannya adalah 75% dari jumlah gaji pokoknya terakhir.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Young (2009), jumlah pensiun yang diterima setiap bulan oleh
seorang pensiunan pegawai negeri sipil sangat tergantung pada golongan terakhir
yang didudukinya saat ia masih bekerja. Pada sistem pegawai negeri, golongan
merupakan penentu berapa besar jumlah gaji pokok yang mereka terima setiap
bulannya. Adapun daftar gaji pokok Pegawai Negeri Sipil beserta perkiraan
jumlah pensiun setiap bulannya dapat dilihat di tabel lampiran.
Menurut BPKSDM (2008), jika ditinjau berdasarkan golongannya, jumlah
pegawai negeri sipil terbanyak umumnya berada di golongan III, dilanjutkan
dengan golongan II, dan kemudian golongan IV. Namun, saat memasuki masa
pensiun, golongan terakhir yang dipegang oleh seorang pegawai negeri sipil
umumnya adalah golongan III atau golongan IV (SetdaProv Biro Humas, 2009).
Hal ini terjadi dikarenakan adanya peraturan mengenai kenaikan golongan pada
pegawai negeri sipil yang salah satu syaratnya adalah mengharuskan pegawai
tersebut duduk di golongan sebelumnya selama 4 tahun terlebih dahulu sebelum
mengajukan kenaikan golongan (Badan Kepegawaian Daerah, 2008). Sebagai
contoh, seorang pegawai negeri berusia 35 tahun dengan golongan III A, dapat
naik golongan sebanyak empat kali (jika ditinjau hanya dari syarat lamanya
menduduki golongan terakhir, syarat-syarat lainnya tidak dipertimbangkan), maka
diperkirakan yang bersangkutan dapat pensiun saat ia menduduki golongan IV A.
Universitas Sumatera Utara
b. Sistem pensiun pada pegawai swasta
Pada pegawai swasta, penentuan batas usia pensiun agak berbeda dengan
pegawai negeri sipil. Menurut Rei (2009), batas usia pensiun normal pada
pegawai swasta adalah 55 tahun, sedangkan usia pensiun maksimum adalah 60
tahun.
Berbeda pula dengan pegawai negeri yang mendapatkan uang pensiun
setiap bulan, pegawai swasta menerima sejumlah uang yang disebut dengan istilah
pesangon di akhir masa kerjanya. Berdasarkan UU ketenagakerjaan no. 13 tahun
2003 pasal 156 (dalam Riyadi, 2008), pesangon adalah uang penghargaan yang
diberikan kepada karyawan yang mengalami pemutusan hubungan kerja karena
memasuki usia pensiun ataupun karena sebab-sebab lainnya. Besarnya jumlah
pesangon yang diterima oleh pensiunan swasta adalah tergantung pada lamanya
masa kerja yang telah ia lalui di instansinya. Sebagai contoh, bagi pegawai yang
memiliki masa kerja selama 4 tahun tapi kurang dari 5 tahun akan mendapatkan
pesangon senilai 5 bulan upah.
3. Reaksi-reaksi dalam menghadapi pensiun
Menurut Isnaini (2009), dalam menghadapi masa pensiun, individu
umumnya mengeluarkan berbagai macam reaksi. Hal ini tergantung dari kesiapan
di dalam menghadapinya. Secara garis besar, ada tiga sikap ataupun reaksi yang
umumnya dikeluarkan seseorang, yaitu :
a. Menerima
Sikap menerima akan dimiliki oleh seseorang jika ia telah mempersiapkan
diri menghadapi pensiun dan merasa dirinya masih produktif.
Universitas Sumatera Utara
b. Terpaksa Menerima
Sikap terpaksa akan muncul saat seseorang merasa terpaksa
mempersiapkan dirinya meskipun hal itu sebenarnya tidak diinginkannya.
c. Menolak
Sikap penolakan terhadap masa pensiun umumnya terjadi karena yang
bersangkutan tidak mau mengakui bahwa dirinya sudah harus pensiun.
D. Pegawai Negeri Sipil
1. Pengertian Pegawai Negeri Sipil
Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 8 Tahun 1974 tentang
pokok-pokok kepegawaian pasal 1, pegawai negeri sipil adalah mereka yang
setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas
dalam sesuatu jabatan negeri atau diserahi tugas negara lainnya yang ditetapkan
berdasarkan sesuatu peraturan perundang-undangan dan digaji menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Menurut pasal 2 Undang-undang Republik Indonesia nomor 8 Tahun
1974, pegawai negeri sipil terdiri dari :
a. Pegawai negeri sipil pusat
b. Pegawai negeri sipil daerah
c. Pegawai negeri sipil lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah
Universitas Sumatera Utara
2. Kewajiban Pegawai Negeri Sipil
Berdasarkan Buku Saku PNS Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (2008),
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1980 Tentang
Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil Bab II Pasal 2, setiap Pegawai Negeri
Sipil wajib :
a. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-undang Dasar 1945,
Negara dan Pemerintah;
b. Mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan golongan atau diri
sendiri, serta menghindarjab segala sesuatu yang dapat mendesak
kepentingan negara oleh kepentingan golongan, diri sendiri, atau pihak
lain;
c. Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Negara, Pemerintah, dan
Pegawai Negeri Sipil;
d. Mengangkat dan mentaati sumpah/janji jabatan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
e. Menyimpan rahasia Negara dan atau rahasia jabatan dengan sebaik-
baiknya;
f. Memperhatikan dan melaksanakan segala ketentuan pemerintah baik yang
langsung menyangkut tugas kedinasannya maupun yang berlaku secara
umum;
g. Melaksanakan tugas kedinasan dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh
pengabdian, kesadaran dan tanggungjawab;
Universitas Sumatera Utara
h. Memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakan, persatuan dan
kesatuan Korps Pegawai Negeri Sipil;
i. Segera melaporkan kepada atasannya, apabila mengetahui ada hal yang
dapat membahayakan atau merugikan Negara/Pemerintah, terutama di
bidang keamanan, keuangan dan materiil;
j. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan
negara;
k. Mentaati ketentuan jam kerja;
l. Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik;
m. Menggunakan dan memelihara barang-barang milik Negara dengan
sebaik-baiknya;
n. Memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat
menurut bidang tugasnya masing-masing;
o. Bertindak dan bersikap tegas, tetapi adil dan bijaksana terhadap
bawahannya;
p. Membimbing bawahannya dalam melakukan tugasnya;
q. Menjadi dan memberikan contoh serta teladan yang baik terhadap
bawahannya;
r. Mendorong bawahannya untuk meningkatkan prestasi kerjanya;
s. Memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan
kariernya;
t. Mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perpajakan;
Universitas Sumatera Utara
u. Berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku sopan santun
terhadap masyarakat, sesama pegawai negeri sipil, dan terhadap atasan;
v. Hormat-menghormati antara sesama warganegara yang memeluk
agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esam yang berlainan;
w. Menjadi teladan sebagai warga negara yang baik dalam masyarakat;
x. Mentaati perintah kedinasan dari atasan yang berwenang;
y. Memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-baiknya setiap laporan
yang diterima mengenai pelanggaran disiplin.
3. Hak pegawai negeri
Berdasarkan Undang-undang negara Republik Indonesia nomor 8 Tahun
1974 pasal 7 – pasal 10, hak-hak seorang pegawai negeri sipil adalah sebagai
berikut :
a. Setiap pegawai negeri berhak memperoleh gaji yang layak sesuai dengan
pekerjaan dan tanggungjawabnya
b. Setiap pegawai negeri berhak atas cuti
c. Setiap pegawai negeri yang ditimpa oleh sesuatu kecelakaan dalam dan
karena menjalankan tugas kewajibannya, berhak memperoleh perawatan
d. Setiap pegawai negeri yang menderita cacat jasmani atau cacat rohani
dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya yang
mengakibatkannya tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapunjuga,
berhak memperoleh tunjangan
e. Setiap pegawai negeri yang tewas, keluarganya berhak memperoleh uang
duka
Universitas Sumatera Utara
f. Setiap pegawai negeri yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan,
berhak atas pensiun
E. DEWASA MADYA
1. Pengertian dewasa madya
Hurlock (2004) mengemukakan bahwa usia dewasa madya umumnya
dipandang sebagai masa usia antara 40 sampai 60 tahun. Usia dewasa madya ini
dibagi ke dalam dua subbagian, yaitu : usia madya dini yang membentang dari
usia 40 hingga 50 tahun dan usia madya lanjut yang berbentang antara usia 50
hingga 60 tahun. Selama usia madya lanjut, perubahan fisik dan psikologis yang
pertama kali mulai selama 40-an awal menjadi lebih kelihatan.
2. Ciri-ciri dewasa madya
Hurlock (2004) mengemukakan bahwa seperti halnya setiap periode dalam
rentang kehidupan, usia madya pun diasosiasikan dengan karakteristik tertentu
yang membuatnya berbeda. Berikut ini akan diuraikan sepuluh karakteristik yang
amat penting.
1. Usia madya merupakan periode yang sangat ditakuti
Ciri pertama dari usia madya adalah bahwa masa tersebut merupakan
periode yang sangat menakutkan. Diakui bahwa semakin mendekati usia
tua, periode usia madya semakin terasa lebih menakutkan jika dilihat dari
seluruh kehidupan manusia. Oleh karena itu orang-orang dewasa tidak
akan mau mengakui bahwa mereka telah mencapai usia tersebut, sampai
kalender dan cermin memaksa mereka untuk mengakui hal itu.
Universitas Sumatera Utara
Pria dan wanita mempunyai banyak alasan yang kelihatannya berlaku
untuk mereka, untuk takut memasuki usia madya. Beberapa di antaranya
adalah banyaknya stereotip yang tidak menyenangkan tentang usia madya,
yaitu kepercayaan tradisional tentang rusaknya mental dan fisik yang
diduga disertai dengan berhentinya reproduksi kehidupan serta berbagai
tekanan tentang pentingnya masa muda. Semua ini memberi pengaruh
yang kurang menguntungkan terhadap sikap orang dewasa pada saat
memasuki usia madya dalam kehidupan mereka. Sementara mereka
ketakutan pada usia madya, kebanyakan orang dewasa menjadi rindu pada
masa muda mereka dan berharap dapat kembali ke masa itu.
2. Usia madya merupakan masa transisi
Ciri keuda dari usia madya adalah bahea usia ini merupakan masa transisi.
Usia madya merupakan masa di mana pria dan wanita meninggalkan ciri-
ciri jasmani dan perilaku masa dewasanya dan memasuki suatu periode
dalam kehidupan yang akan diliputi oleh ciri-ciri jasmani dan perilaku
baru. Seperti yang telah diuraikan, bahwa periode ini merupakan masa di
mana pria mengalami perubahan keperkasaan dan wanita dalam
kesuburan.
Pada masa ini terjadi pula perubahan-perubahan peran dalam kehidupan
individu. Pria perlu menyesuaikan dirinya dengan berubahnya kondisi
pekerjaan, dimana pria harus menyesuaikan jenis pekerjaan dengan
kondisi fisiknya yang menurun, sedangkan wania juga harus
menyesuaikan perubahan perannya di pekerjaan ataupun di rumah.
Universitas Sumatera Utara
Penyesuaian diri di rumah umumnya berkaitan dengan penyesuaian pada
perginya anak-anak yang sering dikenal dengan istilah “sarang kosong”.
Setiap perubahan peran yang penting mungkin mengakibatkan suatu krisis
yang besar atau kecil. Selama usia madya, terjadi tiga bentuk krisis
pengembangan yang umum dan hampir universal, yaitu :
Pertama, krisis sebagai masa orangtua ditandai dengan sindrom “di mana
kesalahan kami?”. Krisis ini terjadi apabila anak-anak gagal memenuhi
harapan orangtua dan para orangtua kemudian bertanya apakah mereka
telah menggunakan metode yang tepat dalam mendidik anak, dan
menyalahkan diri mereka sendiri karena kegagalan anak-anak untuk
memenuhi harapan mereka.
Kedua, krisis yang timbul karena orangtua berusia lanjut, sehingga sering
timbuk reaksi dari anak-anaknya : “Saya benci menempatkan ibu di situ”.
Akibatnya banyak orangtua berusia madya yang berusaha memecahkan
permasalahan mereka tentang lanjut usia, merasa bersalah ketika anak-
anak mereka tidak dapat atau tidak mau menerima orangtua mereka yang
berusisa lanjut tinggal bersama dalam rumah mereka.
Ketiga, krisi yang berhubungan dengan kematian, khususnya pada suami-
istri. Umumnya krisis ini ditandai dengan sikap “Bagaimana saya dapat
terus hidup?”. Sikap ini akan terus mewarnai penyesuaian pribadi dan
sosial mereka dan hanya terpecahkan ketika individu mencapai tahap puas
dalam hidupnya.
3. Usia madya adalah masa stres
Universitas Sumatera Utara
Ciri ketiga dari usia madya adalah bahwa usia ini merupakan masa stres.
Penyesuaian secara radikal terhadap peran dan pola hidup yang berubah,
khususnya bila disertai dengan berbagai perubahan fisik, selalu cenderung
merusak homostasis fisik dan psikologis seseorang dan membawa ke masa
stres, suatu masa bila sejumlah penyesuaian yang pokok harus dilakukan
di rumah, bisnis, dan aspek sosial kehidupan mereka.
4. Usia madya adalah usia yang berbahaya
Ciri keempat dari usia madya adalah bahwa umumnya usia ini dianggap
atau dipandang sebagai usia yang berbahaya dalam rentang kehidupan.
Intrepretasi “usia berbahaya” ini umumnya berlaku di kalangan pria,
dimana mereka cenderung melakukan pelampiasan dengan menggunakan
kekerasan.
Usia madya menjadi berbahaya dalam beberapa hal lain juga. Saat ini
merupakan suatu masa dimana seseorang mengalami kesusahan fisik
sebagai akibat dari terlalu banyak bekerja, rasa cemas yang berlebihan,
ataupun kurang memperhatikan kehidupan.
5. Usia madya adalah usia “canggung”
Ciri kelima dari usia madya dikenal dengan istilah “usia serba canggung”.
Usia ini merupakan usia dimana seseorang bukan lagi “orang muda”,
namun bukan pula “orang tua”. Franzblau mengatakan bahwa orang yang
berusia madya seolah-olah berdiri diantara generasi pemberontak yang
lebih muda dan generasi warga senior. Mereka secara terus menerus
Universitas Sumatera Utara
menjadi sorotan dan menderita karena hal-hal yang tidak menyenangkan
dan memalukan yang disebabkan ooleh kedua generasi tersebut.
Merasa bahwa keberadaan mereka dalam masyarakat tidak dianggap,
orang-orang yang berusia madya sedapat mungkin berusaha untuk tidak
dikenal oleh orang lain. Hal ini terlihat dari cara mereka berpakaian, yang
umumnya diusahakan sesederhana mungkin agar tidak terlalu menarik
perhatian orang lain. Semakin mereka kurang menarik perhatian, semakin
mereka merasa di luar masyarakat yang memuja kaum muda.
6. Usia madya adalah masa berprestasi
Ciri keenam dari usia madya adalah bahwa usia tersebut adalah masa
berprestasi. Usia ini adalah usia dimana seseorang memiliki
kecenderungan untuk menghasilkan. Pada masa ini orang akan memiliki
kemauan yang kuat untuk menghasilkan, dan akan mencapai puncaknya
pada usia ini dan memungut hasil dari masa-masa persiapan dan kerja
keras yang dilakukan sebelumnya.
Usia madya seyogianya tidak hanya menjadi masa untuk meraih
keberhasilan keuangan dan prestise. Biasanya pria meraih puncak karir
antara usia 40 – 50 tahun, yaitu setelah mereka puas terhadap hasil yang
diperoleh dan menikmati hasil dari kesuksesan mereka. Usia madya
merupakan masa dimana seseorang mendapatkan peran pemimpin.
Kebanyakan organisasi khususnya organisasi yang sudah lama, umumnya
memilih direkturnya yang berumur lima puluh tahun atau lebih.
7. Usia madya merupakan masa evaluasi
Universitas Sumatera Utara
Ciri ketujuh dari usia madya adalah bahwa usia ini terutama sebagai masa
evaluasi diri. Karena usia madya pada umumnya merupakan saat pria dan
wanita mencapai puncak prestasinya, maka logislah apabila masa ini juga
merupakan saat mengevaluasi prestasi tersebut berdasarkan aspirasi
mereka semula dan harapan-harapan orang lain, khususnya anggota
keluarga dan teman.
8. Usia madya dievaluasi dengan standar ganda
Ciri kedelapan dari usia madya adalah bahwa masa itu dievaluasi dengan
standar ganda. Pertama mereka harus tetap merasa nuda serta aktif, namun
kedua, mereka juga harus menua dengan anggun semakin lambat dan hati-
hati, dan menjalani hidup dengan nyaman.
9. Usia madya merupakan masa sepi
Ciri kesembilan dari usia mmadya adalah bahwa masa ini dialami sebagai
masa sepi (empty nest), masa ketika anak-anak tidak lama lagi tinggal
bersama orangtua. Setelah bertahun-tahun hidup dalam sebuah rumah
yang berpusat pada keluarga (family-centered home), umumnya orang
dewasa menemui kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan rumah yang
berpusat pada pasangan suami-istri (pair-centered home). Pada masa ini
individu juga mengalami tekanan batin karena dipensiunkan (retirement
shock).
10. Usia madya merupakan masa jenuh
Ciri kesepuluh usia madya adalah bahwa seringkali periode ini merupakan
masa yang penuh dengan kejenuhan. Banyak atau hampir seluruh pria dan
Universitas Sumatera Utara
wanita mengalami kejenuhan pada akhir usia tigapuluhan atau
empatpuluhan. Para pria menjadi jenuh dengan kegiatan rutin sehari-hari
dan kehidupan bersama keluarga yang hanya memberikan sedikit hiburan.
Wanita, yang hanya menghabiskan waktunya untuk memelihara dan
membesarkan anak-anaknya, bertanya-tanya apa yang akan mereka
lakukan pada usia setelah dua puluh atau tiga puluh yahun kemudian.
Wanita yang tidak menikah atau yang mengabdikan hidupnya untuk
bekerja atau karir, menjadi bosan dengan alasan yang sama dengan pria.
3. Tugas perkembangan dewasa madya
Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 2004), individu dewasa madya
mempunyai tugas perkembangan sebagai berikut:
a) Mencapai tanggung jawab sosial dan dewasa sebagai warga negara
b) Membantu anak-anak remaja belajar untuk menjadi orang dewasa yang
bertanggung jawab dan bahagia
c) Mengembangkan kegiatan-kegiatan pengisis waktu senggang untuk orang
dewasa
d) Menghubungkan diri sendiri dengan pasangan hidup sebagai suatu
individu
e) Menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan fisiologis
yang terjadi pada tahap ini
f) Mencapai dan mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam karir
pekerjaan
g) Menyesuaikan diri dengan orang tua yang semakin tua
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dewasa madya adalah
individu yang berusia diatas 39 tahun. Dewasa madya merupakan suatu periode
panjang dalam kehidupan manusia. Pada periode ini individu umumnya
mengalami sejumlah masalah yang berkaitan dengna penyesuaian terhadap peran
yang baru, mulai menurunnya kondisi fisik, pensiun, berubahnya keluarga, adanya
stereotip masyarakat, dan lain sebagainya.
F. PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP
PENYESUAIAN DIRI DI MASA PENSIUN
Didalam kehidupan manusia, perubahan-perubahan baik yang disengaja
maupun tidak disengaja selalu dihadapi. Tanggapan manusia terhadap perubahan
itu beraneka ragam. Perubahan ada yang dipersepsikan sebagai ancaman, dan ada
pula yang dipersepsikan sebagai tantangan. Salah satu bentuk perubahan manusia
yang terjadi jika ia bekerja di dalam suatu organisasi adalah dengan berakhirnya
masa bakti atau pensiun (Helmi, 2006).
Pensiun seringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan,
sehingga menjelang masanya tiba sebagian orang sudah merasa cemas karena
tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapinya kelak. Dalam era modern
seperti sekarang ini, pekerjaan merupakan salah satu faktor terpenting yang bisa
mendatangkan kepuasan (karena uang, pekerjaan, dan memperkuat harga diri).
Oleh karena itu, sering terjadi orang yang pensiun bukannya bisa menikmati masa
tua dengan hidup santai, sebaliknya ada yang malahan mengalami problem serius
(kejiwaan ataupun fisik), (Rini 2001).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Munandar (1991), masalah-masalah yang dihadapi seseorang
yang mengalami pensiun bermacam-macam, seperti merasa tidak dihargai, takut,
dan sebagainya. Karena itu seseorang harus mampu belajar untuk menyesuaikan
diri dengan kondisi dirinya dan berbagai situasi yang dihadapinya pada saat
setelah dia pensiun.
Menurut Hurlock (2004), dari sekian banyak tugas perkembangan pada
masa lanjut usia, dua yang paling sulit adalah yang berkaitan dengan pekerjaan
dan kehidupan keluarga. Pada umumnya, para usia lanjut mempunyai masalah
dalam menyesuaikan diri terhadap kedua bidang tersebut, yang juga mereka
hadapi pada masa kehidupan sebelumnya, sekalipun pada masa sekarang sifatnya
lebih unik. Misalnya, mereka tidak hanya menyesuikan diri dengan kondisi
pekerjaan saja, tetapi mereka juga harus menyadari bahwa manfaat dirinya bagi
majikan semakin berkurang sesuai dengan semakin bertambahnya usia.
Akibatnya, statusnya dalam kelompok kerja semakin berkurang. Dan lagi, mereka
juga mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri terhadap masa pensiun,
dimana bagi sebagian besar para usia lanjut, pensiun tersebut terasa datang lebih
cepat setelah memasuki masa usia lanjut.
Perlu juga dipahami, bahwa penyesuaian diri pada masa pensiun ini
berbeda berdasarkan jenis kelamin. Hurlock (2004) mengemukakan bahwa
masalah penyesuaian diri di masa pensiun ini ini berbeda antara pria dan wanita.
Secara umum, wanita menyesuaikan diri dengan lebih baik daripada pria terhadap
masa pensiun. Dalam hal ini ada beberapa alasan. Pertama, perubahan peran yang
terjadi tidak begitu radikal karena dalam berbagai hal wanita selalu memainkan
Universitas Sumatera Utara
peran domestik entah ketika mereka masih belum menikah ataupun sudah
menikah, sepanjang hidup mereka. Kedua, karena pekerjaan menghasilkan lebih
sedikit manfaat psikologis dan dukungan sosial bagi wanita, pensiun kurang
menimbulkan trauma bagi wanita ketimbang bagi pria. Ketiga, karena lebih
sedikit wanita memegang posisi eksekutif mereka tidak merasa bahwa mereka
tiba-tiba kehilangan kuasa dan prestis. Pria hanya mempunyai sedikit sumber
pengganti yang dapat menggantikan sarana yang biasa diperoleh dari
pekerjaannya dahulu daripada yang dipunyai oleh wanita. Akibatnya bagi mereka
pensiun dirasa lebih sebagai beban mental (traumatic) dan mereka kurang dapat
menyesuaikan diri dengan baik terhadap perubahan peran yang dijumpainya
selama pensiun.
Menurut Kim, J. E. dan Moen, P., (dalam Rini, 2001), terdapat juga
pengaruh peran pasangan terhadap depresi yang diderita oleh pensiunan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa wanita yang baru pensiun umumnya menunjukkan
tingkat depresi yang lebih tinggi dibandingkan wanita yang sudah lama pensiun,
terutama jika suami masih bekerja. Pria yang baru pensiun cenderung mengalami
konflik perkawinan yang lebih tinggi dibandingkan pria yang belum pensiun; pria
yang baru pensiun cenderung mengalami konflik perkawinan yang lebih tinggi
jika istri masih bekerja dibandingkan dengan pria yang sama-sama baru pensiun
namun istri tidak bekerja.
Septanti (2009) menyebutkan, bahwa salah satu hal yang dapat
mempengaruhi penyesuaian diri di masa pensiun adalah dukungan sosial dari
keluarga. Berdasarkan hasil penelitian Jattuningtias (2003), dukungan sosial
Universitas Sumatera Utara
keluarga memiliki hubungan yang positif terhadap penyesuaian diri di masa
pensiun. Ketika seorang pensiunan mendapatkan dukungan sosial dari
keluarganya, maka akan semakin baiklah penyesuaian yang dilakukannya.
Hurlock (2004) juga mengungkapkan bahwa salah satu hal yang paling
mempengaruhi penyesuaian diri individu terhadap masa pensiun adalah sikap
anggota keluarga, dimana kesulitan dalam menyesuaikan diri akan semakin besar
ketika perilaku keluarga tidak menyenangkan seperti mengabaikan atau tidak
memberikan perhatian. Jattuningtias (2003) dalam penelitiannya juga
menyebutkan bahwa seseorang yang memperoleh dukungan sosial dari
keluarganya akan dapat menyesuaikan dirinya dengan lebih baik saat menghadapi
masa pensiun dibandingkan orang yang tidak mendapatkan dukungan sosial dari
keluarganya.
Berdasarkan apa yang telah diuraikan diatas maka dapat diambil
kesimpulan bahwa terdapat pengaruh dukungan sosial dari keluarga terhadap
penyesuaian diri di masa pensiun, dimana dukungan sosial dari keluarga
cenderung memberikan pengaruh positif terhadap penyesuaian diri di masa
pensiun.
H. HIPOTESIS
Berdasarkan landasan teori yang dikemukakan dan analisa atas teori-teori
tersebut maka diajukan hipotesa yaitu ada pengaruh dari dukungan sosial keluarga
terhadap penyesuaian diri di masa pensiun. Hipotesis ini mengandung pengertian
bahwa dukungan sosial keluarga memberikan kontribusi atau sumbangan efektif
terhadap terbentuknya penyesuaian diri di masa pensiun.
Universitas Sumatera Utara