bab ii landasan teori 2.1 remaja 2.1.1 pengertian remaja€¦ · 2.1.1 pengertian remaja dalam...
TRANSCRIPT
13
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 REMAJA
2.1.1 Pengertian Remaja
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata “remaja” berarti: pertama,
sudah dewasa, sudah sampai umur untuk kawin. Kedua, muda. Lebih lanjut lagi
penggunaan istilah remaja dapat dihubungkan dengan dua kata yaitu adolesence
dan puberty.1 Istilah adolesence berasal dari kata latin adolescere (kata
adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau menjadi dewasa.2
Istilah adolesence seperti yang digunakan sekarang ini mempunyai arti yang
sangat luas mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik. Pandangan
ini diungkapkan oleh Jean Peiget dengan menyatakan secara psikologis bahwa
remaja adalah usia dimana individu berinteraksi dengan masyarakat dewasa, usia
anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang – orang yang lebih tua melainkan
berasa dalam tingkat yang sama, sekurang – kurangnya dalam masalah hak.3
Istilah Puberty (Inggris) atau puberteit (Belanda) berasal dari bahasa latin
Pubertas. Kata latin pubescere berarti mendapat pubes yang berarti kelaki –
lakian, kedewasaan yang dilandasi oleh sifat dan tanda kelaki – lakian.4 Pada
umumnya masa pubertas terjadi antara 12-16 tahun pada laki – laki dan 11-15
tahun pada anak perempuan.5 Pemaparaan mengenai batas usia remaja sangatlah
beragam tergantung dari pemahaman masing-masing ahli.
1 Surachmad,Winarno, Psikologi Pemuda: Pengantar dalam Perkembangan pribadi dan
Interaksi Sosialnya,(Bandung: C.V. Jemmars,1977), 41 2 Panuju,H.P, Psikologi Remaja. (Jogjakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 1999), 2.
3 Panuju, H.P, Psikologi Remaja, 1
4 Panuju,H.P, Psikologi Remaja, 1
5 Panuju,H.P, Psikologi Remaja, 2
14
Elizabeth B. Hurlock juga mengatakan bahwa rentangan usia remaja
berada antara 13-21 tahun, yang dibagi pula dalam masa remaja awal usi 13 – 17
tahun, dan remaja akhir 17-21 tahun.6 Pengertian Remaja juga merupakan
manusia dengan rentang usia berkisar antara 12 -20 tahun.7 Pada masa remaja,
mereka mengalami banyak perkembangan baik secara fisik, perkembanagan
kognitif maupun perkembangan psikososial. Perkembangan-perkembangan yang
dialami pada saat remaja inilah yang mempunyai pengharu yang sangat besar
dalam kehidupannya. Perkembangan fisik meliputi bertambahnya ukuran tinggi
badan, berat badan bertambah sehingga mirip dengan orang dewasa.8
Perkembangan kognitif pada remaja memasuki tahap operasional formal atau
remaja mulai berpikir secara abstrak, idealis dan logis. Pada tahap perkembangan
ini remaja masih berorientasi pada dirinya sendiri, merasa dirinya diperhatikan
oleh orang lain atau dirinya menjadi pusat perhatian.9 Perkembangan psikososial
adalah dimana hubungan iterpersonal dengan peer-groupnya menjadi intens
karena penerimaan oleh teman sebaya menjadi penting bagi remaja. Teman
sebaya merupakan tempat berbagi perasaan dan pengalaman, mereka juga menjadi
bagian dari proses pembentukan diri.10
Remaja mengalami perkembangan yang
beragam dalam dirinya, sehingga hal itu pun turut membentuk dirinya dalam
relasi dengan orang lain. Relasi yang diciptakan oleh remaja berdasarkan pada
batas usia remaja itu sendiri dan remaja-remaja seusianya.
Monks dkk, memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun. Dengan
pembagian 12 – 15 tahun: masa remaja awal, 15-18 tahun: masa remaja
6 Panuju,H.P, Psikologi Remaja, 5-6
7 Gunarsa,Singgih Seri Psikologi. Bunga Rampai Psikologi Perkembangan, 196
8 Gunarsa,Singgih Seri Psikologi. Bunga Rampai Psikologi Perkembangan, 196
9 Gunarsa,Singgih Seri Psikologi. Bunga Rampai Psikologi Perkembangan, 197
10 Gunarsa,Singgih Seri Psikologi. Bunga Rampai Psikologi Perkembangan., 198
15
pertengahan, 18-21 tahun: masa remaja akhir.11
Anak remaja tidak mempunyai
tempat yang jelas. Ia tidak termasuk golongan anak, tetapi ia tidak pula termasuk
golongan orang dewasa atau golongan tua. Remaja ada diantara anak dan orang
dewasa. Remaja masih belum mampu untuk menguasai fungsi – fungsi fisik
maupun psikisnya. Ditinjau dari segi tersebut mereka masih harus menemukan
tempat dalam masyarakat.12
Pada masa ini remaja mengalami banyak
perkembangan, baik secara fisik maupun dalam relasinya dengan sesama. Pada
tahapan inipun remaja mengalami banyak hal sehingga menyebabkan mereka
berusaha untuk mencari tahu tentang dirinya.
Teori perkembangan Erikson mengatakan bahwa masa remaja merupakan
tahap ketika krisis identitas harus diselesaikan. Pencarian identitas diri mencapai
puncaknya pada fase adolsen, ketika remaja berjuang untuk menemukan siapa
dirinya. Artinya pada masa remaja ini menurut Erikson terjadi krisis identitas atau
pencarian identitas diri. Masyarakat adalah tempat dimana remaja tinggal
memainkan peranan penting dalam membentuk identitas remaja itu. Identitas
remaja itu bisa positif dan bisa juga negatif. Identitas positif adalah keputusan
mengenai akan menjadi apa mereka dan apa yang mereka yakini. Sedengakan
identitas negatif adalah apa yang mereka tidak ingin menjadi seperti itu dan apa
yang mereka tolak untuk mempercayainya. Jika lingkungannya jahat, ia akan
menjadi remaja dengan segala kenakalannya atau jika lingkungannya baik, ia juga
akan ikut baik. 13
Remaja yang masih dalam pencaharian jati diri akan sangat
mudah untuk di pengharui, sehingga setiiap penghari yang ada maka dia akan
11
F.J.Monks dan A.M>P Knoers. Psikologi Perkembangan:pengantar dalam berbagai
bagiannya (JogjaL Gadjah Mada University press), 262 12
F.J.Monks dan A.M P Knoers. Psikologi Perkembangan, 263 13
Alwisol, Psikologi Kepribadian,(Malang: UMM Press,2008), 98-99
16
secara langsung mengikuti pengharu tersebut, dan ini merupakan ciri-ciri umum
yang ada pada remaja.
2.1.2 Ciri – ciri remaja
Komunikasi antara remaja dan lingkungan akan tetap terpelihara dengan
baik, bila pengertian terhadap remaja berlandaskan pengetahuan mengenai ciri –
ciri remaja yang juga erat berhubungan dengan perkembangannya.14
Hurlock
mengklasifikasikan beberaja ciri – ciri remaja, antara lain:15
1. Masa remaja sebagai periode yang penting yaitu perubahan – perubahan yang
dialami masa remaja akan memberikan dampak langsung pada individu yang
bersangkutan dan akan mempengaruhi perkembangan selanjutnya.
2. Masa remaja sebagai periode peralihan. Status remaja tidak jelas, keadaan ini
memberikan waktu pada remaja untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan
menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya.
3. Masa remaja sebagai periode perubahan, yaitu perubahan pada emosi,
pereubahan pada tubuh, minat dan peran (menjadi dewasa yang mandiri,
perubahan pada nilai – nilai yang dianut serta keinginan akan kebebasan)
4. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri, yang dicari remaja berupa
usaha untuk menjelaskan siap dirinya dan apa peranannya dalam masyarakat.
5. Masa remaja adalah masa yang menimbulkan ketakutan. Dikatakan demikian
karena sulit diatur, cenderung berperilaku yang kurang baik. Hal tersebut
yang membuat banyak orang tua yang merasa takut.
14
Gunarsa,Singgih. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, 218 15
Elizabeth B.Hurlock, Psikologi Perkembangan suatu Pendekatan sepanjang rentang
kehidupan, edisi kelima, (Jakarta:Erlangga,1980), 206
17
6. Masa remaja adalah masa yang tidak realistik. Remaja sering memandang
kehidupan dari kacamata berwarna merah jambu, melihat dirinya sendiri dan
orang lain sebagaimana yang diinginkan dan bukan sebagaimana adanya
terlebih dalam cita – cita.
7. Masa remaja sebagai masa dewasa. Remaja mengalami kebingungan atau
kesulitan di dalam usaha meninggalkan kebiasaan pada usia sebelumnya dan
di dalam memberikan kesan bahwa mereka hampir atau sudah dewasa, yaitu
dengan merokok, minum minuman keras, menggunakan obat – obatan yang
terlibat dalam perilaku seks. Mereka menganggap bahwa perilaku akan
memberikan citra yang mereka inginkan. Dapat disimpulkan adanya
perubahan fisik maupun psikis pada diri remaja. Kecenderungan remaja akan
mengalami masalah dalam penyesuaian diri dengan lingkungan. Hal ini
diharapkan agar remaja dapat menjalani tugas dengan baik dan penuh
tanggungjawab.
8. Masa remaja adalah masa keterbukaan
Pada masa ini remaja sangat terbuka terhadap hal-hal atau ide-ide serta
bimbingan. Bagi kebanyakan remaja, usaha untuk mencari atau mendapatkan
identitas baru merupakan suatu proses yang penuh dengan coba-coba, yang
menyebabkan karakteristik mereka susah ditebak.16
9. Masa remaja adalah masa mengambil keputusan
Pada masa ini remaja akan dituntut untuk membuat sejumlah keputusan dan
komitmen. tetapi bagi sebagian remaja lain, keputusan-keputusan yang
penting sangat mungkin terjadi dan mungkin saja tetap operatif sampai akhir
hidupnya. Usaha mereka untuk mencari kebebasan menyebabkan mereka
16
Nuhamara, PAK Remaja, 12
18
membuat sebanyak mungkin keputusan yang dapat membimbing kehidupan
mereka. Namun, apabila keputusan mereka akan menjadi sesuatu yang
berarti, keputusan tersebut haruslah merupakan akibat dari proses pemahaman
dan pengujian mereka sendiri.17
2.1.3 Perkembangan Remaja
2.1.3.1 Perkembangan Fisik Remaja
Dalam perkembangan fisik remaja, ciri khas yang dapat dilihat adalah:
1. Masa remaja adalah masa pubertas, pada masa ini remaja baru mulai
bertumbuh mengalami perubahan – perubahan yang terjadi pada fisik
mereka.18
2. Adanya kesadaran yang baru pada tubuh, pada perkembangan tahapan ini
remaja biasa sangat memperhatikan bagaimana penampilan fisiknya.19
3. Pencampuradukan hal – hal yang bersifat biologis dengan spiritual. Masa
remaja adalah masa dimana secara kuat dirasakan desakan atau dorongan
dalam perasaan seksual yang baru selama pubertas dan hal ini dapat menjadi
sumber ketakutan dan rasa bersalah yang tidak perlu.20
4. Mengacaukan hal – hal yang fisik dengan yang spritual. Masa remaja dapat
menjadi suatu masa dimana secara spiritual terjadi kemerosotan, karena
banyak remaja yang mengangap bahwa masalah fisik mereka juga merupakan
masalah spiritual.
2.1.3.2 Perkembangan Sosial Remaja
17
Nuhamara, PAK Remaja, 13-14 18
Nuhamara, PAK Remaja, 34 19
Nuhamara, PAK Remaja, 37 20
Nuhamara, PAK Remaja, hlm 38
19
Pada masa remaja awal sering terjadi perkembangan dalam kesadaran dan
kedewasaan sosial yang sejajar dengan apa yang terjadi dalam perubahaan –
perubahan fisik. Ciri-ciri dari perkmbangan sosial remaja adalah:
1. Dorongan untuk mandiri
Pada masa remaja, dalam diri seorang anak mulai muncul keinginan serta
usaha untuk memutuskan atau melongarkan hubungan dengan keluarganya
(orang tua) dan berusaha untuk membangun atau membentuk suatu identitas
yang terpisah dari orang tua atau tokoh otoritatif yang lain. Remaja dikuasai
oleh dorongan untuk mandiri.21
.
2. “Peer Grop” Sebagai jembatan menuju kemandirian.
Dengan menyesuaikan diri dengan kelompok Peer, remaja secara tidak sadar
sedang mencoba apakah mereka diterima atau tidak sebagai seseorang yang
terpisah dari rumah. pada masa remaja ini, remaja lebih memerlukan
penerimaan serta pengertian dari peer grop/nya. Para remaja ingin
mengetahui apakah ia benar-benar OK ketika berada di luar rumah, dalam
dunia riil. Sekali mereka diterima dan merasa aman sebagai bagian dari
kelompok, maka sangat mungkin mereka mempunyai rasa percaya diri yang
cukup untuk melangkah keluar dan bereksperimen untuk menjadi berbeda,
yakni menemukan identitas diri. Dengan demikian kelompok peer adalah
jembatan kepada kemandirian.22
3. Belum siap menggorbankan sahabat demi iman
Remaja belum siap mengorbankan sahabat-sahabatnya demi iman.
Sebagaimana telah dikatakan terlebih dahulu bahwa sahabat adalah darah
kehidupan dari remaja dan mereka adalah hal yang krusial terhadap
21
Nuhamara, PAK Remaja,hlm 47 22
Nuhamara, PAK Remaja, 50
20
perkembangan remaja secara normal. Jikalau satu pilihan harus di buat
anatara teman dan iman, maka hampir pasti mereka akan memilih sahabatnya.
Iman bisa menjadi urutan kedua, sedangkan mempunyai sahabat adalah hal
yang paling penting.23
Dapat disimpulkan bahwa pada tahap perkembangan
sosial remaja ini timbul dorongan alamiah dari remaja untuk menuju
kemandirian, yang menciptakan kemungkinan bagi mereka untuk tetap hidup
dalam dunia orang dewasa.
2.1.3.3 Perkembangan Mental Remaja
Pada tahap perkembangan ini remaja telah dapat mengembangkan
kemampuan bernalar secara lebih logis, berpikir secara konseptual atau abstrak
dan berpindah dari suatu abstraksi ke abstraksi yang lain. Selain itu remaja juga
dapat menduga dengan banyak kemungkinan akibat dari apa yang ingin
dilakukan. Mereka dapat menyimpan banyak hak didalam benaknya, serta dapat
membuat keputusan dan jawaban.24
2.1.3.4 Perkembangan Emosional Remaja
Masa remaja adalah masa dimana tingkat emosional mereka sangatlah
tinggi bila dibandingkan dengan orang dewasa. Pandangan ekstrim
mengambarkan emosi sebagai aspek yang dramatis dan menggagu, padahal perlu
di akui bahwa kebanyakan kehidupan emosi remaja sebenarnya tenang dan justru
dapat membangun karakter dari seorang remaja. Perkmbangan emosional
sebenarnya lebih merupakan gejala atau karakteristik sekunder dari pada sebagai
karakteristik primer.25
Remaja yang telah mengalami perkembangan secara baik
23
Nuhamara, PAK Remaja, 52 24
Nuhamara, PAK Remaja, 60 25
Nuhamara, PAK Remaja, 75-76
21
akan menunjukannya dalam berinteraksi dengan orang-orang yang ada di
sekitarnya, relasi yang tercipta antara remaja dan lingkungan inilah akan sangat
mempengahrui dan membentuknya mejadi remaja yang matang. Pembentukan
yang dialami remaja ini juga termasuk membentuk kepercayaan dalam dirinya,
sehingga hal itu yang mampu mengerakan dia menjadi yang baik.
2.2 SPIRITUAL
Kata spiritual memiliki akar kata spirit yang berarti roh. Kata ini berasal
dari bahasa Latin, spiritus, yang berarti napas. Selain itu kata spiritus dapat
mengandung arti sebuah bentuk alkohol yang dimurnikan, sehingga spiritual dapat
diartikan sebagai sesuatu yang murni. Kata spiritual bisa diartikan sebagai energi
kehidupan, yang membuat kita dapat hidup, bernapas dan bergerak termasuk
pikiran, perasaan, tindakan dan karakter kita pada tataran konseptual. 26
Menurut
Johnston dalam Engel spiritual diartikan sebagai nilai diri. Spritual atau nilai diri
memampukan orang mengasihi sesamanya seperti dirinya sendiri dimulai dari
dirinya. Maksudnya ialah orang harus bisa mengasihi dan menghargai dirinya
sendiri jika dia mau dia harus mencintai dan menghargai orang lain.27
Dengan
spiritual yang dimiliki, seseorang harus menghormati diri sendiri dan mau
mengakui dirinya.
Spiritual mempunyai tiga sumber nilai, yaitu nilai kreatif, nilai
pengalaman, dan nilai sikap. Nilai Kreatif adalah apa yang dapat diberikan kepada
dunia melalui dimensi spritual. Nilai pengalaman adalah apa yang dapat individu
terima dari dunia melalui dimensi spritual. Sedangkan nilai sikap adalah
26
Krauss Stephen Hood Jr., Ralph W, ”Religion, Spirituality, Conduct of life: Manners
Customs” International Series in the Psychology of religion. Vol 16, 8-9, 2013. 27
Jacob Daan Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, iii
22
kesadaran untuk mengubah sikap seseorang terhadap keadaan yang akan berubah
melalui dimensi spritual.28
Yang paling penting dari spiritual adalah penghargaan
akan diri dan nilai diri yang disebut sebagai harga diri spiritual mempunyai
pandangan yang seimbang dan akurat mengenai dirinya, menghormati
kemampuan diri tetapi juga mengakui kelemahannya serta rasa hormat dari dan
kepada orang lain.29
2.2.1 Perkembangan Harga Diri Spiritual
Menurut Branden dalam Engel harga diri adalah kepercayaan diri
(keyakinan kapasitas pribadi) dan perasaan nilai pribadi yang didalamnya
terkandung nilai spiritual. 30
Setiap orang di satu sisi mempunyai kemampuan
menghadapi tantangan hidup, untuk memahami dan memecahkan masalah; disisi
lain haknya secara spiritual untuk mencapai kebahagiaan, menghormati, dan
membela kepentingan serta kebutuhannya sendiri.
Dalam pemahamannya, harga diri spiritual yang sehat menenurut Branden
terintegrasi dalam aspek self efficacy sebagai kemampuan diri dan self respect
sebagai nilai diri. Self respect berhubungan dengan kepercayaan nilai diri bahwa
setiap orang layak bahagia yang menggambarkan integritas seseorang. Sedangkan
self efficacy berhubungan dengan kemampuan berpikir untuk mengatasi tantangan
hidup yang menggambarkan tingkat rasionalitas seseorang. Tingkat rasionalitas
dam integritas seseorang menggambarkan reputasi dirinya.31
Harga diri spiritual
adalah reputasi seseorang dalam perspektif diri sendri. Secara konseptual menurut
pemahaman Branden, harga diri spiritual dapat didefenisikan sebagai keyakinan
28
Jacob Daan Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 2 29
Jacob Daan Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 6 30
Jacob Daan Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 8 31
Jacob Daan Engel, Nilai Dasar Logo Konseling,11
23
yang menggambarkan kemampuan diri spritual dalam mengatasi tantangan hidup
dan perasaan nilai diri spiritual untuk mencapai kebahagiaan. Reputasi ini
dibangun dalam enam pilar harga diri spiritual sebagai suatu konsistensi dan
disiplin spiritual. Keenam pilar ini sebagai karakteristik harga diri sehat yang
menurut Brandeen disebut sebagai pencapaian diri spiritual, yang merupakan
perkembangan spiritual seseorang sebagai berikut:32
1. Kesadaran diri adalah pemberdayaan untuk suatu perubahan sikap dan
perilaku yang sehat. Pemberdayaaan itu berhubungan dengan pendidikan
yang dapat meningkatkan kemampuan untuk menciptakan idea, karya,
membuat keputusan dan kemampuan untuk mengatasi masalah. Kesadaran
diri juga berhubungan dengan kemampuan berpikir dan terbuka untuk setiap
pengetahuan, informasi, nilai – nilai, bahkan fakta – fakta yang mungkin
tidak nyaman atau mengancam, tidak hanya relaitas ekternal, tetapi juga
internal menyangkut kebutuhan, perasaan, aspirasi dan motif. Pemberdayaan
tersebut berhubungan dengan suara hatu yang dimilikinya sebagai kekuatan
spiritual untuk mengontrol pikiran positif atau negatif, perasaan, tindakan
atau peristiwa, karena suara hati sebagai kekuatan spiritual memberikan
sensasi yang berbeda antara pikiran, emosi dan tindakan dalam rangka
meningkatkan kesadaran diri.33
2. Penerimaan diri adalah pengenalan dan pengembangan diri menjadi pribadi
yang utuh, berprestasi dan mempunyai kemampuan. Pengenalan dan
pengembangan diri berhubungan dengan regulasi sebagai sistem diri yang di
dalamnya ada pengelolaan dan penetapan strategi-strategi sebagai menejemen
diri, dan itulah kekuatan spiritual yang dimiliki. Penerimaan diri sebagai
32
Jacob Daan Engel, Nilai Dasar Logo Konseling,12 33
Jacob Daan Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 18-19
24
kekuatan spiritual dalam logo konseling meyakinkan setiap orang mengenali
diri sendiri terhadap perilaku, kebiaasan dan kepribadian, serta kekurangan
dirinya sebagai kekuatan untuk mengatasi masalah hidupnya. Mengenali diri
sendiri memberikan kemungkinan bagi setiap individu memperbaiki
kehidupan dirinya sendiri, untuk memahami dirinya memiliki kompetensi
(sistem) diri dan karakter (manajemen) diri dalam rangka meningkatkan
kontrol diri, dan mengembangkan identitas dirinya. Penerimaan diri
berhubungan dengan komitmen diri terhadap kemampuan dan prestasi yang
telah dicapai, serta berani mengambil tangung jawab baik terhadap suatu
kegagalan, kesalahan, maupun kekurangan yang dimiliki.34
3. Ketegasan diri adalah standar pribadi yang mencakup standar bersikap,
standar berbicara, standar dalam mengatur, standar penampilan yang
berhubungan dengan karakter seseorang yang diinginkannya, juga hubungan
dengan tujuan, nilai, dan prestasi yang ingin dicapai. Hal ini juga
berhubungan dengan kemampuan memberdayakan spiritual yang ada di
dalam diri, terkait sejumlah apresiasi, cita-cita, harapan dan nilai-nilai yang
ingin dicapai, dai itulah kekuatan spiritual yang dimiliki. Ketegasan diri
menjadi signifikan dengan pendekatan intensi pradoksikal untuk mengambil
sikap dan menjaga jarak terhadap fenomena masalah yang diambilnya
(self_detachment). Self detachment sebagai kekuatan dalam logo konseling
menyakinkan pribadi setiap individu bahwa mereka mempunyai kemampuan
untuk mengembangkan asumsi berpikir positif dengan sasaran pencapaian
adalah menikatkan ketegasan diri.35
34
Jacob Daan Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 19-21 35
Jacob Daan Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 21-22
25
4. Tujuan hidup. Tujuan hidup berhubungan dengan menetapkan tujuan jangka
pendek – panjang, merumuskan action plan , dan mengembangkan disiplin
spritual. Tujuan hidup adalah seperangkat nilai keikatan diri (self-
commitment), melakukan berbagai kegiatan nyata yang lebih terarah guna
mencapai makna dan tujuan hidupnya. Tujuan hidup mencerminkan pribadi
setiap individu yang mempunyai harkaat dan martabat untuk mencapai makna
hidup dan penghargaan atas dirinya.36
5. Tanggung jawab diri. Tanggung jawab diri berhubungan dengan
pengendalian diri terhadap pilihan dan tindakan untuk suatu pencapain tujuan
hidup, kebahagian, dan nilai – nilai yang dimilikinya. Tanggung jawab diri
adalah nilai – nilai sikap untuk mengembangkan evaluasi diri yang seimbang.
Nilai – nilai sikap berhubungan dengan kemampuan pribadi setiap individu
untuk melakukan intrspeksi diri dalam rangka penyesuaian terhadap
perubahan – perubahan yang inovatif, sehingga terjadi modifikasi sikap
dalam diri pribadi setiap individu. Tanggung jawab diri memungkinkan
pribadi setiap individu untuk memperbaiki kebutuhan keluarga dan
meningkatkan peran diri, dengan indikatornya adalah memahami tugas dan
tanggung jawab diri agar terhindar dari konflik peran, bekerja tepat waktu
tanpa harus mengabaikan tanggung jawabnya dalam melayani suami/istri,
mendidik anak, demikian juga tanggung jawab dalam masyarakat.37
6. Integritas diri. Integritas diri berhubungan dengan keutuhan dalam
kemampuan berpikir dan perasaan secara tulus, jujur, dan benar. Integritas
diri adalah penghargaan dan nilai diri yang berhubungan dengan kepribadian,
cara pribadi setiap individu memandang dirinya memiliki dampak terhadap
36
Jacob Daan Egel, Nilai dasar Logo Konseling, 22-23 37
Jacob Daan Engel, Nilai Dasar logo Konseling, 24-25
26
perkembangan psikologisnya. Integritas diri menjadi signifikan dengan
pendekatan kesedaran diri untuk mengembangkan kepercayaan diri pribadi
setiap individu. Kesadaran diri sebagai kekuatan pribadi setiap individu
dalam logo konseling menyakinkan pribadi individu tentang kemampuan
mengembangkan kepercayaan dirinya dengan sasaran pencapaian adalah
menigkatkan integritas diri. Selain harga diri spiritual yang sehat, spiritual
juga memiliki dimensi-dimensi spiritual.
2.3 KARAKTER
2.3.1 Pengertian Karakter
Istilah “karakter” dalam bahasa Yunani “karasso”, berarti “cetak biru,
format dasar, sidik seperti dalam sidik jari. Tentang ambiguitas termibologi
karakter ini, Mounier, mengajukan dua cara interpretasi.ia melihat karakter
sebgaai dua hal, yaitu pertama, sebagai sekumpulan kondisi yang telah diberikan
begitu saja, atau telah ada begitu saja, yang lebih kurang dipaksakan dalam diri
kita. Karakter yang demikian ini dianggap sesuatu yang telah ada dari dulu.
Kedua, karakter juga bisa dipahami sebagai tingkat kekuatan melalui mana
seorang individu mampu menguasai kondisi tertentu. Karakter yang demikian ini
disebutnya sebagai sebuah proses yang dikehendaki.38
Karakter juga merupakan
watak atau ciri khas seseorang sehingga ia berbeda dengan orang lain.
Pada awal abad ke-5 SM filsuf Yunani besar seperti Aristoteles
menyatakan bahwa ada dua macam keunggulan manusia: keunggulan pemikiran,
dan keunggulan karakter. keunggulan dari Karakter - ethikai Aretai - biasanya
diterjemahkan sebagai "moral yang kebajikan "atau" keunggulan moral. "Kata
Yunani ethikos (etika) adalah serumpun kata sifat dengan etos, yang merupakan
38
Doni, Koesoema. Pendidikan Karakter: strategi mendidik anak di zaman Global,
(Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2007), 90-91
27
karakter (Stanford Encyclopedia of Philosophy, 2003). Aristoteles juga dilihat
karakter yang baik sebagai kehidupan yang lurus – benar melakukan dalam
kaitannya dengan orang lain dan dalam hubungannya dengan diri sendiri.
Pandangan ini didukung oleh Nucci dan Wynne dan Walberg. Aristoteles
menyatakan bahwa Karakter terdiri dari kebajikan moral, ini yang berorientasi diri
kebajikan (seperti pengendalian diri dan moderasi) serta kebajikan lainnya yang
berorientasi.
Thomas Lickona mengatakan bahwa sebuah pendidikan moral, juga
mendukung gagasan Aristoteles tentang karakter. Ia berpendapat bahwa karakter
terdiri dari nilai-nilai yang berlaku, menjadi nilai-nilai dalam tindakan dan bahwa
orang-orang maju dalam karakter mereka sebagai nilai menjadi kebajikan
(disposisi batin yang dapat diandalkan untuk menanggapi situasi dengan cara yang
baik secara moral). Gagasan nilai-nilai operasi didukung oleh penulis
kepemimpinan Manning dan Curtis. mereka menyatakan bahwa "karakter
didasarkan pada sistem nilai yang diketahui, dihargai, dinyatakan dan hidup
biasa." 39
Beberapa ahli teori, khususnya di bidang psikologi, melihat karakter
sebagai akumulasi dari sifat-sifat atau kebiasaan yang diperlukan untuk menjalani
kehidupan yang sukses.
Corsini dalam De Brain mendefenisikan karakter sebagai total kualitas
atau ciri-ciri, terutama karakteristik dari sikap moral, sosial dan keagamaan dari
orang. Psikolog positif mendefinisikan karakter dalam hal sifat-sifat positif yang
muncul antar budaya dan sepanjang sejarah penting bagi kehidupan yang baik.
Karakter ini juga dianggap sebagai terdiri dari kebiasaan. Baumrind menyatakan
39
Rouslyn de Braine, journal: leadership, character and its development, (Dep Human
resource management University of Johannesburg,2007), 2.
28
bahwa "karakter mengacu seperti kebiasaan positif dan dibudidayakan seperti
tanggung jawab sosial, komitmen moral, disiplin diri dan ketegasan dimana
konstelasi seluruh orang yang dinilai tidak kekurangan, memadai, atau teladan."
Smith menganggap karakter menjadi ekspresi seseorang orientasi moral,
kemauan, hati nurani dan prinsip-prinsip.40
2.3.2 Inti Karakter
Inti karakter adalah Kebajikan (virtue), yang didalamnya terdapat Nilai
(value) yang mengacu pada kualitas moral seorang pemimpin yaitu Spiritual
setiap orang sebagai inti Kekuatan (power) dalam kepribadian dan bukan bagian
yang terpisah dari kepribadian.41
Oleh karena itu, karakter pemimpin didefinisikan
sebagai, sifat-sifat positif yang tercermin dalam (pengembangan dari) pikiran,
perasaan dan perilaku seorang pemimpin.42
Inti karakter terdiri atas 6 (enam)
kategori dengan kekuatan karakter dideskripsikan sebagai berikut ini43
:
1. Kebijaksanaan dan pengetahuan meliputi: Kreativitas (orisinalitas,
kecerdikan) yaitu cara berpikir produktif, menciptakan konsep dan
melakukan pencapaian artistik; Curiosity (keingintahuan dan keterbukaan
terhadap pengalaman): mengambil suatu kepentingan dalam pengalaman
berkelanjutan untuk kepentingan lembaga yang dipimpin; menemukan
subjek dan topik yang menarik; menjelajahi dan menemukan; Penilaian
(berpikir kritis): Berpikir hal-hal melalui dan memeriksa mereka dari
semua sisi; tidak melompat ke kesimpulan; mampu mengubah pikiran
seseorang dalam terang bukti; menimbang semua bukti yang cukup; Cinta
40
Rouslyn de Braine, journal: leadership, character and its development, 4 41
Rouslyn De Braine, “Leadership, Characte, 2. 42
Park, N., Peterson, C., & Seligman, M. E. P, 613. 43
Rouslyn De Braine, “Leadership, Character, 2-3.
29
belajar (meng-up-date-kan diri): menguasai keterampilan baru, wawasan,
dan pengetahuan; Perspektif (kebijaksanaan): mampu memberikan nasihat
yang bijaksana untuk orang lain; memiliki cara untuk melihat dunia yang
masuk akal untuk diri sendiri dan orang lain.
2. Keberanian meliputi keberanian atau kemampuan menyikapi ancaman,
tantangan, kesulitan, atau sakit; berbicara untuk apa yang benar bahkan
jika ada oposisi; bertindak atas keyakinan bahkan jika tidak populer;
termasuk keberanian fisik tetapi tidak terbatas untuk itu; Ketekunan
(kegigihan, kerajinan); menyelesaikan apa yang harus dikerjakan; bertahan
dalam suatu tindakan meskipun hambatan; mendapatkan jalan keluar
dalam menyelesaikan tugas; Kejujuran (integritas, keaslian); berbicara
kebenaran tetapi lebih luas menyajikan diri dengan cara yang tulus dan
bertindak dalam cara yang benar; tanpa kepura-puraan; mengambil
tanggung jawab untuk perasaan dan tindakan seseorang; Semangat
(vitalitas, antusiasme, energi): Mendekati kehidupan dengan semangat dan
energi; tidak melakukan hal-hal dengan setengah hati; menjalani hidup
sebagai sebuah petualangan; merasa hidup dan aktif.
3. Kemanusiaan meliputi: Cinta yaitu menilai hubungan yang dekat dengan
orang lain, khususnya mereka yang berbagi dan peduli; Kebaikan
(kemurahan hati, pemeliharaan, perawatan, kasih sayang, altruistik, cinta)
yaitu melakukan perbuatan baik bagi orang lain; membantu dan merawat
mereka; Kecerdasan sosial (kecerdasan emosional, kecerdasan pribadi)
yaitu menyadari motif dan perasaan lainnya orang dan diri sendiri;
mengetahui apa yang harus dilakukan untuk masuk ke berbagai situasi
sosial; mengetahui apa yang membuat orang lain tertarik.
30
4. Keadilan meliputi: Kerjasama tim (tanggung jawab sosial, loyalitas) yaitu
bekerja dengan baik sebagai anggota kelompok dalam tim; menjadi setia
kepada kelompok; melakukan share dengan seseorang; Keadilan yaitu
memperlakukan orang sesuai dengan tatanan dan norma yang berlaku;
tidak membiarkan perasaan pribadi menjadi keputusan tentang orang lain;
memberi semua orang kesempatan yang adil; Kepemimpinan yaitu
mendorong kelompok untuk menyelesaikan sesuatu dan pada saat yang
sama menjaga hubungan baik dalam kelompok; mengorganisir kegiatan
kelompok.
5. Integritas. Dari semua aspek karakter, integritas mungkin yang paling
penting untuk membangun kepercayaan diri, yang meliputi: Pengampunan
dan belas kasihan yaitu mengampuni orang-orang yang telah berbuat
salah; menerima kekurangan orang lain; memberikan kedua kesempatan
kedua; tidak menjadi pendendam. Kerendahan hati tidak mempertahankan
harkat martabat untuk suatu kepedulian bagi yang membutuhkannya;
Prudence (kehati-hatian) yaitu berhati-hati tentang pilihan seseorang; tidak
mengambil yang tidak semestinya berisiko; tidak mengatakan atau
melakukan hal-hal yang mungkin nanti akan menyesali diri sendiri; Self-
regulasi yaitu pengaturan apa yang menjadi tujuan, visi seseorang
kedepan.
6. Transenden meliputi: Apresiasi keindahan dan keunggulan (kagum, heran,
levasi) yaitu memperhatikan dan menghargai keindahan, keunggulan, dan
atau kinerja dalam berbagai bidang kehidupan; Rasa terima kasih yaitu
menyadari dan bersyukur untuk hal-hal yang baik yang terjadi;
meluangkan waktu untuk mengucapkan syukur; Harapan (optimisme, dan
31
future orientation) yaitu mengharapkan yang terbaik di masa depan dan
bekerja untuk mencapainya; Humor (menyenangkan) yaitu membawa
senyum pada orang lain; spiritualitas (religiositas, iman, tujuan) yaitu
memiliki koherensi keyakinan tentang tujuan yang lebih tinggi dan makna
hidup dibalik situasi kehidupan yang dialami.
2.3.3 Komponen Karakter
Komponen karakter pemimpin merupakan kualitas moral pemimpin yang
terdiri atas 3 (tiga) kategori dengan kekuatan karakter dideskripsikan sebagai
berikut44
:
a. Moral knowing meliputi: Kesadaran moral yaitu menggunakan kecerdasan
ketika situasi membutuhkan penilaian moral; Pengetahuan norma-norma yang
diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya; Nilai moral
membutuhkan etika untuk suatu penilaian baik atau buruk; Pemahaman diri
kemampuan berpikir, bertindak dan kemampuan emosional; Sudut pandang
sebagai prasyarat untuk penilaian moral; Penalaran moral melibatkan
pemahaman tentang apa artinya moral dan mengapa kita harus bermoral.
Belajar tentang apa yang dianggap baik sebagai alasan moral dan
menghormati nilai intrinsik dari setiap individu; cara berpikir seseorang
melalui masalah moral; pengambilan keputusan yaitu pertanyaan-pertanyaan
apa pilihan saya dan apa konsekuensinya?
b. Moral feeling meliputi hati nurani yaitu perasaan dari kewajiban moral untuk
pengambilan keputusan moral yang konstruktif; Self-esteem Suatu ukuran
harga diri yang sehat membantu kita untuk menghargai diri kita sendiri dan
44
De Braine, “Leadership, Character, 3-4.
32
tidak terlalu tergantung pada persetujuan orang lain. Diri yang positif memiliki
korelasi positif dengan memperlakukan orang lain secara positif; Empati
memahami orang lain secara emosional dari sudut pandang mereka; Mencintai
yaitu bentuk tertinggi dari karakter termasuk menjadi benar-benar tertarik
dengan baik. ketika orang mencintai yang baik, mereka mengambil
kesenangan dalam berbuat baik; Kontrol diri kebajikan moral untuk
pengendalian diri, membantu kita untuk menjadi etis bahkan mengekang
kesenangan diri sendiri yang merugikan.
c. Moral action meliputi kompetensi. Moral kompetensi adalah memiliki
kemampuan untuk mengubah pertimbangan moral dan perasaan ke dalam
tindakan moral yang efektif; keinginan (Will) adalah memobilisasi energi
moral untuk melakukan apa yang kita pikirkan. Dibutuhkan kemauan untuk
menjaga emosi di bawah kendali akal. Dibutuhkan kemauan untuk melihat dan
memikirkan semua dimensi moral. Dibutuhkan kemauan untuk menempatkan
tugas sebelum kesenangan. Will adalah inti dari keberanian moral; Kebiasaan
yaitu melakukan manfaat moral.
2.3.4 Elemen Karakter
Elemen karakter merupakan karakter pendukung pada tataran praktis.
Elemen karakter meliputi Kepemimpinan. Karakteristik seorang pemimpin adalah
memimpin dengan contoh sebagai panutan dan teladan, memungkinkan orang lain
(bawahannya) untuk melakukan pekerjaan apapun untuk pemimpinnya. Pemimpin
yang memenuhi dan memberi bawahannya kepuasan serta menginspirasi mereka,
mereka akan meningkatkan kinerja dan mengembangkan etos kerjanya; Integritas
yaitu perkataan yang benar dan yang dapat dipercaya dalam kondisi apapun.
Konsistensi kata-kata dan tindakan, demikian pula setia dalam hal-hal kecil,
33
dalam tanggung jawab yang besar tetap setia; Kerajinan yaitu karakter dan
kemampuan yang menghasilkan kualitas kerja yang tinggi, ketiga hal tersebut
berjalan beriringan; Empati mendasari semua aspek kepemimpinan dengan
menempatkan diri pada posisi orang lain untuk memahamiapa kebutuhan mereka
dalam posisi mereka, agar benar-benar berkomunikasi secara efektif mendapatkan
perspektif yang seimbang dan membangun rasa hormat dari orang lain; Kesetiaan.
Kesetiaan kepada diri sendiri, orang lain dan atau lembaga menggambarkan citra
dan komitmen diri untuk membantu orang lain berdasarkan cinta; Optimisme
melakukan sesuatu yang melebihi yang diharapkan; KeadilanMenerapkan aturan
secara konsisten dan memberikan orang kesempatan yang sama; Belas Kasihan
membutuhkan perhatian dan konseling untuk masalah yang dihadapinya; cinta
layanan dalam konsep kasih, tanpa pamrih peduli sekitar. Bersifat universal dan
prinsip – prinsip yang mendukung pengembangan sumber daya manusia; Humor
sebagai treatment dalam mengatasi masalah, berdampak positif bagi kesehatan;
Disiplin Diri bertanggung jawab untuk setiap kegiatan di organisasi,
membutuhkan disiplin untuk mematuhi kebijakan perusahaan dan prosedur;
Ketekunan, ketekunan adalah keinginan bawaan atau gairah untuk Anda ingin
mencapai sesuatu; Percaya Diri Meyakinkan orang lain untuk setiap keputusan
yang diambil dan membuat percaya diri, apakah itu baik atau buruk; Kerendahan
Hati jangan pernah berpikir bahwa Anda lebih besar atau lebih baik daripada yang
lain, selalu menempatkan diri dalam sikap belajar; Pemahaman Diri tahu kekuatan
dan kelemahan serta jujur dengan diri sendiri; Inisiatif Bercita-cita menjadi apa
atas prakarsa sendiri; tidak perlu menunggu orang lain untuk mengembangkannya;
Konsistensi Apakah Anda bertindak benar atau salah; Kreativitas modifikasi diri,
34
mempunyai ide-ide baru dan inovatif; Spiritualitas menggambar kekuatan diri
(power), melampaui diri sendiri, menyikapi situasi fisik, psikis dan seksual.
Dalam pembentukan karakter seharusnya membawa individu ke
pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan pe-
ngamalan nilai secara nyata. Inilah rancangan pendidikan karakter (moral) yang
oleh Thomas Lickona disebut moral knowing, moral feeling, dan moral action.
Melalui implementasi pendidikan karakter dalam pembelajaran diharapkan akan
mewujudkan mahasiswa menjadi manusia yang memiliki hati nurani yang kuat,
rasa empati pada orang lain, suka pada kebaikan, memiliki kontrol diri dan rasa
rendah hati kepada orang lain. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh
Lickona, dikatakan seseorang yang memiliki karakter utama khususnya pada
moral feeling antara lain memiliki hati nurani, harga diri, rasa empati, suka
terhadap kebaikan, dan memiliki kon- trol diri, dan memiliki rasa kerendahan
hati.45
2.4 Pendidikan Agama Kristen (PAK)
2.4.1 Pendidikan
Berbicara tentang Pendidikan Agama Kristen (PAK) dapat dimulai dengan
melihat terlebih dahulu apa itu pendidikan. Secara etimologi, istilah pendidikan
dalam bahasa Indonesia, diambil atau terjemahan dari bahasa Inggris, education,
yang sebenarnya juga diambil dari bahasa Latin, ducere, yang berarti
membimbing (to lead). Tambahan awalan “e” berarti keluar (out). Dengan
45
Mutaqin, Implementasi pendidikan karakter dalam pembelajaran berbasis projek
untuk meningkatkan soft skill mahasiswa
35
demikian, arti kata pendidikan adalah suatu tindakan membimbing keluar.46
Lawrence Cremin seperti dikutip dalam Groome mendefenisikan pendidikan
sebagai suatu usaha sengaja, sistematis, dan terus menerus untuk menyampaikan,
menimbulkan, atau memperoleh pengetahuan, sikap – sikap, nilai – nilai, keahlian
– keahlian, atau kepekaan – kepekaan juga setiap akibat dari usaha itu.47
Selain itu
pendidikan juga dapat dilihat dari perspektif kebudayaan yaitu sebagai seluruh
proses menyampaikan pesan – pesannya kepada berbagai generasi.48
Sementara
itu, Groome melihat hal lain dari pendidikan yaitu hakikat dari pendidikan sebagai
suatu kegiatan politis yakni membawa manusia untuk dapat melihat warisan masa
lampau dan dapat digunakan secara kreatif untuk melewati masa kini dan menuju
pada masa depan.49
Secara sederhana, pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia
secara manusiawi, dalam rangka memanusiakan manusia, pendidikan tidak hanya
terpusat pada kemampuan otak (aspek kognitif), melainkan juga soft skill dan
hard skill. Soft skill adalah kemampuan mengembangkan diri. Sedangkan hard
skill adalah bagaimana pengetahuan dan kemampuan taktis berperan. Dari
pemahaman tersebut menurut penulis, pendidikaan dapat memberdayakan
manusia, memanfaatkan kemampuannya secara kreatif dan inofatif. Ada berbagai
cara yang dapat dilakukan untuk memberdayakan manusia baik melalui keluarga,
masyarakat dan sekolah. Dalam konteks penelitian ini maka Pendidikan Agama
Kristen menjadi suatu pendekatan dalam pembentukan spiritual remaja.
2.4.2 PAK dan Tujuannya
46
Dien Sumiyatiningsih, Mengajar dengan Kreatif dan Menarik (Yogyakarta:
ANDI,2006), 3-4 47
Thomas Groome, Pendidikan Agama Kristen (Christian Religion Education), (Jakarta:
BPK Gunung Mulia,2011), 29. 48
Robert Pazmino, Fondasi Pendidikan Kristen (Bandung: STT Bandung bekerja sama
dengan BPK,2012), 230. 49
Thomas Groome, Pendidikan Agama Kristen , 31
36
Pendidikan ada berbagai jenisnya, sehingga Groome menyebut bahwa
pendidikan yang bersifat baik keagamaan dan pendapat dari Groome ini
dilengkapi oleh pendapat dari Nuhamara yang memberikan penjelasan tentang
istilah pendidikan agamawi, khususnya agama Kristen adalah bahwa pendidikan
agamawi itu dilakukan oleh persekutuan iman Kristen (Orang Kristen) dari
perspektif agama Kristen.50
Secara khusus menyangkut Pendidikan Agama Kristen, ada beberapa
definisi yang diberikan oleh para ahli diantaranya, Harianto mendefenisikan
Pendidikan Agama Kristen sebagai usaha sadar dan terencana untuk meletakan
dasar Yesus Kristus dalam pertumbuhan iman Kristen dengan cara mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, yaitu
pengendalian diri, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dalam
masyarakat.51
Di sisi lain Groome menekankan bahwa Pendidikan Agama Kristen
adalah pencarian yang transenden namun jauh melebihi komunitas atau tradisi
yang dimiliki.52
Penekanan yang diberikan oleh Groome ini, ingin menunjukan
bahwa tidak ada satu tempat khusus yang dapat dijadikan sebagai tempat
melakukan Pendidikan Agama Kristen, melainkan dimana saja seseorang bisa
belajar dan menemukan yang transenden tersebut. Sehingga Pendidikan Agama
Kristen juga didefenisikan dengan suatu usaha yang dilakukan untuk membawa
anak didik dalam pengenalan kepada Tuhan Yesus dan menjadikan mereka yang
belajar memiliki sikap seperti Tuhan dalam kehidupan bersama dimanapun
mereka berada.
50
Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK Pendidikan Agama Kristen, (Jawa Barat: Jurnal
info media,2007),23-25. 51
Harianto, Pendidikan Agama Kristen dalam Alkitab dan dunia masa kini, (Yogyakarta:
ANDI,2008), 52 52
Thomas Groome, Pendidikan Agama Kristen, 36.
37
Tujuan dari suatu usaha sangatlah penting termasuk usaha PAK, sebab
tanpa tujuan sulit bagi setiap pelaksana PAK untuk mengarahkan dan memberikan
penilaian apakah usaha tersebut mencapai sasarannya atau tidak. Nuhamara
membagi pengertian dari tujuan itu atas 3 bagian yaitu aims,goals dan
objectives.53
Goals adalah tujuan yang hendak dicapai dalam jangka waktu
tertentu. Objectives, tujuan yang hendak dicapai dalam satu proses belajar
mengajar dalam satu kali tatap muka. Aims, tujuan yang diusahakan untuk dapat
dicapai pada akhirnya. Pengertian ini juga dapat disebut sebagai ultimate aims
atau tujuan akhir/mutlak. Tujuan seperti ini adalah sesuatu yang ideal dan
mungkin saja tidak dapat dicapai kini dan disini, tetapi setidak – tidaknya
diusahakan agar terwujud dalam kehidupan manusia. Oleh sebab itu itu
aims/ultimate aims berfungsi mengarahkan seluruh usaha pendidikan untuk
mencapai tujuannya.
Ada berbagai macam tujuan akhir (aims) yang dirumuskan oleh beberapa
ahli yaitu:
Groome dalam bukunya yang berjudul ”Christian Religius Education
mengedepankan bahwa tujuan pendidikan Agama Kristen adalah agar manusia
mengalami hidupnya sebagai respon terhadap kerajaan Allah di dalam Yesus
Kristus.54
James Smart merumuskan tujuan akhir dari pendidikan agama Kristen
adalah Allah dapat bekerja dihati mereka yang diajar, untuk menjadikan mereka
murid – murid yang meyakinkan baik dengan kata – kata maupun perbuatan
ditengah dunia.55
Ahli lain yakni Werner C. Graendorf dalam bukunya
Introduction to Biblical Chrustian Education mengatakan bahwa tujuan PAK
53
Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK Pendidikan Agama Kristen, 29. 54
Daniel Nuhamara, Pembimbing Pendidikan Agama Kristen, ,31 55
Daniel Nuhamara Pendidikan Agama Kristen,30
38
antara lain adalah: “untuk membimbing individu – individu pada semua tingkat
perkembangannya, dengan cara pendidikan kontemporer, menuju pengenalan
serta pengalaman akan tujuan serta rencala Allah dalam Kristus melalui setiap
aspek kehidupan, dan juga untuk memperlengkapi mereka demi pelayanan yang
efektif.56
2.4.3 Pendekatan dalam Pendidikan Agama Kristen
Dalam rangka pembentukan spiritual remaja sebagai komponen karakter
diperlukan pendekatan Pendidikan Agama Kristen (PAK), didiskripsikan sebagai
berikut:
1. Pendekatan keluarga
Bushnell mengemukakan teorinya tentang asuhan atau pendidikan
Kristen sebagai reaksi atas gerakan kebangunan rohani (revivalisme) yang
melanda Amerika. Pandangan dari tokoh revevalis pada saat itu adalah
kurasakan total manusia, maka anak – anak tidak dapat bertumbuh dalam
kehidupan iman Kristen, kecuali jika mereka mengalami peristiwa lahir
baru (Born again). Bushnell melihat bahwa anak – anak akan menunggu
waktu yang lama untuk menjadi lahir baru sehingga ia melihat bahwa
mereka memerlukan asuhan dan didikan sebagai orang Kristen sejak awal.
Asuhan tersebut dapat berjalan apabila orang tua telah lebih dulu memiliki
iman bagi dirinya sendiri; lalu ajarkanlah itu kepada anak – anak dengan
jalan memberi contoh kehidupan yang rill. Menurut Bushnell karena
keluarga adalah sumber utama pendidkan Kristen maka orang tua harus
56
Daniel Nuhamara Pendidikan Agama Kristen,30
39
bertanggung jawab menciptakan iklim yang benar – benar Kristen dalam
keluarga tersebut.57
Lickona mengemukakan pendapatnya tentang pendekatan yang
dilakukan dalam keluarga yaitu orang tua berfungsi untuk
mengembangkan karakter anak sebagai prioritas utama. Dalam hal ini
karakter yang ditunjukan oleh orang tua akan secara langsug dicontohi
oleh anak, karena kebiasaan atau karakter yang ditunjukan oleh orang tua
kepada anak – anak bertahan sampai masa remaja.58
Selain itu Laurence Steinberg juga mengatakan bahwa orang tua harus
memiliki pendirian yang kuat pada otoritas moral mereka yang memiliki
hak untuk dihormati dan dipenuhi. Ia menemukan bahwa remaja dan orang
tua yang bijaksana adalah remaja yang paling percaya diri, gigih, dan
sukses dan paling kecil kemungkinannya untuk remaja melakukan
tindakan – tindakan yang berdampak negatif.59
Reis dan Lee mengemukakan empat fungsi sentral kehidupan
keluarga, yakni: memberikan keintiman seksual, reproduksi, kerja sama
ekonomi, dan sosialisasi pada anak. Oleh sebab itu mereka mendefenisikan
pengertian keluarga berdasarkan fungsi – fungsi primer, sebagai berikut:
Keluarga sebagai sebuah sistem sosial untuk memenuhi
kebutuhan para anggotanya: sebagian besar orang lebih suka
57
Daniel Nuhamara Pendidikan Agama Kristen, 115. 58
Thomas Lickona, Charcter Matters¸50 59
Thomas Lickona, Charcter Matters¸50
40
memilih cara hidup berkeluarga dibandingkan harus hidup
sendiri.60
Keluarga sebagai suatu lingkungan yang cocok untuk reproduksi
dan pengasuhan anak: keluaega juga memberikan lingkungan
yang kondusif, di dalamnya anak dapat menjalani tahap – tahap
pertembuhan yang normal dan pembelajaran dari orang tua atau
pengasuh melalui peragaan atau pengejaran langsung.61
Keluarga sebagai suatu media interaksi dengan komunitas yang
lebih luas, menuju perwujudan kesejahteraan sosial secara
umum: suatu keluarga juga memberikan kontribusi sosial
kepada masyarakat yang lebih luas. Etzioni menyatakan bahwa
kehidupan keluarga yang kuat menciptakan masyarakat yang
kuat. Dengan demikian keluarga adalah unit fundamental sebuah
masyarakat dan mempunyai pengaruh yang lebih luas dalam
mewujudkan kesejahteraan komunitas.62
2. Pendekatan Konseling
Coe mengharapkan bahwa ketika seseorang sudah belajar tentang
agama Kristen maka seseorang tidak lagi memerlukan pertobatan dalam
dirinya. Coe sependapat dengan Bushnell namun ia memiliki pemikiran
bahwa keseluruhan jaringan sosial merupakan pendidik utama. Ia percaya
bahwa semua pendidikan seharusnya merupakan interaksi sosial. Coe
melihat bahwa interaksi sosial merupakan inti dari Pendidikan Agama
Kristen, bukan hanya sebagai proses melainkan juga isi. Isi yang utama
60
Kathryn dan David Geldard, Konseling Keluarga, 79 61
Kathryn dan David Geldard, Konseling Keluarga, 80 62
Kathryn dan David Geldard, Konseling Keluarga, 81
41
dari pendidikan agama Krsiten haruslah ditemukan dalam relasi – relasi
dan interaksi – interaksi masa kini diantara orang – orang.63
Coe
sependapat dengan Bushnell hanya saja Coe melihat jauh lebih luas,
menurutnya semua jaringan sosial harus dilibatkan dalam pendidikan
agama Kristen karena interaksi sosial adalah bagian yang penting.
Menurut Erick Erikson, anak yang mengalami krisis identitas
dikarenakan ia tidak mengalami proses sosialisasi dalam keluarga oleh
orang tua. Hal ini dapat menyebabkan ia kurang memiliki identitas yang
baik dari keluarga dan tidak memiliki pengalaman untuk bersosialisasi
sehingga ketika remaja tersebut keluar ia akan dengan mudah
bersosialisasi dengan apa yang terjadi di masyarakat. Jika lingkungan itu
buruk maka ia akan mudah bersosialisasi dengan hal – hal yang buruk
dalam masyarakat.64
Berard Martheler juga sependapat dengan ahli yang lainnya mengenai
sosialisasi dalam pendidikan Agama Kristen, namun lebih menekankan
pada pengembangan ide eklesia (gereja) yakni bahwa seluruh persekutuan
iman adalah yang mendidik, karena itu Pendidikan Agama Kristen harus
dipahami dalam konteks misi seluruh gereja. Setiap insan baik sadar atau
pun tidak sadar merupakan produk dari sosialisasi.65
Selain itu Howard Clinebell juga menjabarkan lima fungsi pendekatan
konseling, yaitu:66
Penyembuhan (healing) adalah fungsi konseling yang bertujuan
mengatasi beberapa kerusakan dengan cara mengembalikan
63
Daniel Nuhamara Pendidikan Agama Kristen, 117 64
Alwisol, Psikologi Kepribadian, , 98-99. 65
Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK Pendidikan Agama Kristen, 124 66
Howars Clinebell, Tipe – Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral, (JakartaL BPK Gunung Mulia, 2011), 53-54
42
orang itu opda suatu keutuhan dan menuntun ia ke arah yang
lebih baik dari sebelumnya.
Penopang (stuaning) adalah menolong orang yang terkuja untuk
bertahan melewati suatu keadaan yang dalamnya pemulihan
kepada keadaan semula atau penyembuhan dari penyakit yang
tidak mungkin atau tipis kemungkinan.
Pembimbing (guiding) adalah membantu orang – orang yang
kebingungan untuk menentukan pilihan – pilihan yang pasti
diantara berbagai pikiran dan tindakan alternatif, jika pilihan
demikian dipandang sebagai yang mempengaruhi jiwa sekarang
dan akan datang.
Pendamaian (reconciling) adalah berupaya untuk membangun
relasi manusia dengan sesamanya dan antara manusia dengan
Allah.
Mengasuh (nurturing) adalah bahwa penderita perlu ditolong
dengan pengasuhan dalam arah menolong klien dalam hal
pelayanan konseling.
3. Pendekatan Spiritual
Pendekatan spiritual berhubungan dengan permasalahan iman,
pembinaan warga gereja serta kurangnya perhatian yang diberikan oleh
gereja terhadap para remaja.
Nelson mengemukkan bahwa perlu adanya pemahaman yang lebih
mendalam dari pada peranan dan kebutuhan sosialisasi dalam proses
pembentukan iman remaja. Nelson melihat sosialisasi dari pertimbangan
43
antropologi dari pada sosiologi oleh sebab itu Coe berpendapat bahwa
kebudayaan yang diwariskan dan dikomunikasikan dalam suatu proses
sosialisasi akan membangun sebuah perspektif dalam hubungan dengan
pendekatan spiritual seseorang melalui hati nurani menurut sistem nilai
tertentu, menciptakan suatu identitas diri, dari hubungan sosial dengan
kelompok sosial. Secara tidak langsung orang akan bertumbuh dalam iman
serta menyatakan dirinya sebagai orang percaya.67
Nelson memiliki penekanan yang berbeda jika dibandingkan
dengan Bushnell dan Coe. Ia menekankan pentingnya sosialisasi dalam
komunitas iman. Komunitas Kristen menjadi agen alamiah dalam
mengkomunikasikan iman Kristen.
Kondisi gereja yang ada dalam paradigma “sekolah-pengajaran”
sudah tidak cocok lagi dan harus diganti dengan “persekutuan iman-
enkulturasi”. Pendidikan agama kristen pada akhirnya dapat berperan
untuk membimbing orang kepada aksi sosial dalam keterlibatan pada
aktivitas politis untuk membaharui sistem ekonomi hingga keadilan dan
persamaan tercapai. Wesstherhoff III melihat bahwa gereja memiliki
peranan dalam melakukan hal ini, gereja perlu untuk mengambil peran dan
membimbing umatnya untuk berpikir secara politis, sosial, ekonomis,
teologis, dan etis. Gereja dapat menyatukan antara liturgi dan belajar
sehingga iman orang dewasa dapat ditransmisikan kepada anak – anak.68
Westherhoff memiliki pandangan yang sama dengan Coe yaitu ia
67
Thomas Groome, Pendidikan Agama Kristen, 174-175 68
Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK, 122-123
44
mementingkan adanya komunitas iman dalam melakukan pendekatan
Pendidikan Agama Kristen.
Selain itu L.O Richard juga mengemukakan pendapatnya tentang
pendekatan satu tubuh. artinya bahwa ada hubungan yang organis antara
para anggota satu sama lain, selain itu ada saling melayani, tergantung,
dan saling menguatkan diantara mereka. Gereja sebagai tubuh Kristus
adalah suatu persekutuan iman dimana ada unit yang terkecil mulai dari
keluarga Kristen dan kemudian jemaat lokal adalah persekutuan iman
tubuh Kristus sehingga merupakan pendidik utama. Jemaat yang
merupakan tubuh Kristus tidak pernah berhenti dalam pencarian jati diri
mereka yang sebenarnya, tak terkecuali remaja – remaja Kristen.69
Menurut Engel, pendekatan spiritual pada tataran praksis dipahami dalam
dimensi spiritual, yang dimaksudkan disini dari dimensi spiritual meliputi potensi
diri, aktifitas diri, dan evaluasi diri. Dimensi – dimensi tersebut sebagai suatu
pendekatan didefenisikan sebagai berikut.70
1. Potensi diri
Potensi diri mengambarkan kemampuan pribadi setiap individu untuk
belajar bagaimana menghargai hidup, dan menghargai kemampuannya
sebagai suatu karunia. Potensi diri memberdayakan pribadi setiap individu
untuk mengatasi keadaan paling luar biasa dalam hidup, mengendalikan dan
mengembangkan diri menjadi pribadi yang mendiri dan mampu. Hal ini
berhubungan dengan kemampuan berpikir untuk menerima keberadaan diri
setiap pribadi setiap individu, bahwa mereka bernilai di hadapan orang lain,
69
Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK, 125 70
Jacob Daan Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 27
45
layak mendapat dukungan keluarga, menjadi harapan satu-satunya
meringankan beban keluarga, dan mampu berperan dalam masyarakat.
Pemikiran ini didukung oleh pendapat Frankl (1985a:162) bahwa hidup
punya potensi untuk memiliki makna, apapun kondisinya, bahkan dalal
kondisi yang paling menyedihkan sekalipun.71
2. Aktifitas diri
Apa yang dapat diterima setiap individu untuk membantu dirinya dalam
memahami pengalaman psikologis , sosiologis dan spiritualnya dari
perspektif pengalaman orang lain dalam rangka transedensi diri. Aktifitasi
diri merupakan representasi kemampuan dan kekuatan yang dimilikipribadi
setiap individu untuk menetapkan dan mengelolah nilai-nilai sikap terhadap
aktualisasi diri dan makna dalam rangka memperbaiki dan membina
hubungan dengan orang lain, menghargai dan menghormati diri sendiri,
karena nilai-nilai tersebut dapat memberikan makna kehidupan dalam
perjumpaan dengan pribadi setiap individu dengan dunia di luar dirinya.
Aktivitas diri meliputi kebenaran, keindahan, kasih dan keyakinan diri.72
3. Evaluasi diri
Evaluasi diri merupakan bentuk tanggung jawab pribadi setiap individu
terhadap penyesuaian, introspeksi untuk membuka diri terhadap hal – hal baru
yang inovatif dalam rangka mengembangkan kepercayaan dirinya. Tanggung
jawab pribadi setiap individu sebagai agent of change dan peranannya dalam
keluarga dan masyarakat, bukan saja dalam kesuksesan dan keberhasilan
tetapi dalam kegagalan dan kesalahan pun harus diterima sebagai evaluasi
71
Jacob Daan Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 27 -28
72
Jacob Daan Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 28-29
46
diri, melakukan introspeksi dan penyesuaian untuk suatu perubahan sikap dan
perilaku sehat. Kesadaran untuk dapat mengubah sikap pribadi setiap individu
terhadap keadaan yang akan berubah, melalui evaluasi diri untuk
penyesuaian, introspeksi, dan penerimaan nilai – nilai baru yang inovatif
dalam rangka penemuan makna hidup.73
Selain tiga dimensi yang ada di atas, Eka Damaputra juga memberikan 5
dimensi spiritual Pertama, Dimensi kepercayaan (belief), yakni keyakinan akan
kebenaran dari pokok-pokok ajaran imannya. Kedua, Dimensi praktis, terdiri dari
dua aspek yaitu ritual dan devosional. Ritual diuraikan sebagai suatu ibadah yang
formal, seperti menghadiri kebaktian Minggu, sakramen, pernikahan di gereja.
ritual adalah bentuk pengulangan tentang pengalaman agama yang pernah terjadi
pada masa awal pembentukan agama itu sendiri. Sedangkan yang dimaksudkan
dengan devotional adalah ibadah yang dilakukan baik secara pribadi maupun
informal, misalnya berdoa, berpuasa, membaca Alkitab. Ketiga, Dimensi
pengalaman (experience), adalah pengalaman perjumpaan secara langsung dan
subyektif dengan Allah. Dengan kata lain, mengalami kehadiran dan karya Allah
dalam kehidupannya dan berfungsi untuk semakin meneguhkan iman percaya
seseorang kepada Tuhan. Keempat, Dimensi pengetahuan (knowledge), yaitu
pengetahuan tentang elemen-elemen pokok dalam iman keyakinannya, atau yang
sering kita kenal dengan dogma, doktrin atau ajaran gereja. Hal ini tentu saja
sangat berkaitan dengan dimensi pertama (kepercayaan). Seseorang akan terbantu
untuk menjadi semakin yakin dan percaya apabila ia mengetahui apa yang
dipercayainya. Kelima, Dimensi etis, di mana umat mewujudkan tindakan
imannya (act of faith) dalam kehidupan sehari-harinya. Dimensi etis ini
73
Jacob Daan Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 29-30
47
mencakup perilaku, tutur kata, sikap dan orientasi hidupnya. Berhubungan
dengan pengenalan atau pengetahuan tentang ajaran agamanya dan percaya
bahwa apa yang diajarkan oleh agamanya adalah benar adanya. Kelima dimensi
spiritualitas itu harus mendapatkan perhatian yang sama. dalam pembentukan
karakter yang menjadi ciri dari setiap individu.
Berdasarkan pemaparan di atas, terlihat dengan jelas bahwa PAK
mempunyai peran penting dalam pencarian jati diri remaja Kristen termasuk
pembentukan spiritual remaja. Berdasarkan tipe – tipe pendekatan yang
dikemukan oleh masing – masing ahli tersebut, maka salah satu pendekatan yang
paling efisien dan efektif adalah pendekatan dengan menggunakan pendekatan
sosialisasi karena tidak dapat dihindari bahwa kepribadian seseorang hanya dapat
berhasil jika dilakukan dengan proses sosialisasi, selain itu, perlulah disadari
bahwa agen primer dalam melakukan sosialisasi adalah keluarga. Sekalipun
Nelson dan Westherhoff mengatakan bahwa komunitas iman adalah yang penting
namun, perlu disadari bahwa sebelum terbentuknya komunitas iman, keluarga
adalah komunitas pertama yang terbentuk dan tugas selanjutnya adalah bagaimana
mengubah komunitas (keluarga) menjadi komunitas iman.
2.4.5 Pelaksanaan PAK Remaja
Pendidikan Agama Kristen terhadap remaja haruslah dilakukan oleh orang yang
berkomitmen penuh. Pendidikan Agama Kristen bagi remaja juga harus
memperhatikan kondisi serta kebutuhan rill dari remaja. Kriteria pelayan remaja
48
atau pelaksanaan PAK remaja menurut Rice yang dikutip oleh Nuhamara adalah
sebagai berikut:74
1. Harus mampu mengidentifikasi kebutuhan, masalah, dan perasaan remaja.
Sebagai seorang pelayan atau pemimpin remaja ia dituntut untuk dapat
mengidentifikasi dirinya dengan remaja, yakni memahami apa arti menjadi
seorang remaja atau dia masuk menjadi seorang remaja dan
mengesampingkan kedewasaannya.75
2. Harus menyukai remaja
Pemimpin atau pelayan remaja sudah seharusnya adalah orang yang
menyukai remaja. Jikalau seorang pemimpin atau pelayan tidak menyukai
remaja, maka secara langsung diapun akan ditolak ditengah komunitas
remaja. Hal ini dikarenakan remaja memilih dekat atau membangun
hubungan hanya dengan orang - orang yang menerima dan menghargai
mereka.76
3. Harus dapat dan bersedia memberikan waktu yang cukup bagi remaja/ full
time job
Seseorang pemimpin remaja haruslah mempunyai waktu yang cukup untuk
remaja – remaja yang dilayaninya. Mengapa demikian? Karena untuk
membangun hubungan dan memberi perhatian pribadi kepada sekelompok
remaja itu membutuhkan waktu yang khusus. 77
4. Bersedia mencari sumber lain atau bantuan yang diperlukan
Pelayan remaja menuntut banyak hal, karena itu seorang pemimpin remaja
memerlukan kretifitas yang tinggi agar dapat menarik minat dari para remaja.
74
Nuhamara, PAK Remaja, 18 75
Nuhamara, PAK Remaja, 19 76
Nuhamara, PAK Remaja, 23-27 77
Nuhamara, PAK remaja, 27-28
49
Jikalau kreatifitas yang dimiliki kurang atau terbatas maka dia harus mencari
sumber – sumber lain yang ada disekitarnya. Seperti, bahan – bahan cetak
atau elektronik, tenaga profesional seperti guru atau konselor bahkan juga
didalam komunitas remaja itu sendiri.78
5. Pemimpin remaja sebagai model.
Sebagai pemimpin atau pelayan remaja, haruslah menunjukan sikap dewasa
agar mereka mempunyai kesempatan untuk menjadi pola yang mereka bisa
tiru, hal ini dikarenakan remaja sedang dalam proses meninggalkan masa
kanak – kanak menuju masa dewasa.79
Berdasarkan hal ini maka PAK Remaja bukanlah sesuatu yang mudah,
karena kriteria seorang pelayan remaja haruslah memiliki kriteria yang full
time serta bersedia menjadi role model bagi remaja. Jadi, melihat klasifikasi
PAK remaja yang harus dimiliki oleh pelayan remaja, maka penulis
menyimpulkan bahwa PAK Remaja adalah PAK yang harus dimulai dari
kebutuhan dan minat remaja yang rill untuk menjawab kebutuhan mereka,
kebutuhan yang dimiliki oleh remaja tentunya berbeda – beda. Oleh sebab itu
pelayan remaja juga harus mampu untuk melihat hal tersebut. PAK Remaja
adalah PAK yang secara spesifik menjawab kebutuhan umum remaja,
sehingga remaja tersebut mampu menjadi pewaris pemerintahan Allah. PAK
remaja dapat berfungsi untuk mengarahkan remaja menjadi remaja yang takut
akan Tuhan dan beriman. PAK kategorial remaja juga merupakan pembinaan
warga gereja yang harus berkaitan dengan kehidupan spiritual, apalagi pada
usia ini remaja mencampuradukan masalah iman dengan kehidupan
pergaulannya. Kehidupan spiritual disini tidak hanya membawa remaja
78
Nuhamara, PAK Remaja, 28-29 79
Nuhamara, PAK Remaja, 30
50
kepada sesuatu hal yang dijadikan sebagai rutinitas (pergi ke gereja) dan
kemudian masalah yang ada pada mereka selesai. Tetapi bagaimana energi
kehidupan positif mengarahkan mereka pada perilaku positif. Selain itu PAK
Remaja adalah PAK yang memperhatikan masa transisi, masa pengambilan
keputusan, masa keterbukaan,dan sebagainya. PAK remaja juga adalah PAK
yang sesungguhnya memperhatikan kondisi fisik, mental, sosial, emosional,
dan spiritual remaja.