bab ii tinjauan pustaka 2.1 2.1.1 definisi...
TRANSCRIPT
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Remaja
2.1.1 Definisi Remaja
Remaja atau adolescence berasal dari bahasa latin adolescere yang
berarti berkembang menuju kedewasaan. Rentan usia remaja antara 11
sampai dengan 20 tahun. Masa remaja merupakan tahap kehidupan yang
berlangsung antara masa kanak-kanak dan masa dewasa.Masa remaja
adalah periode perkembangan dari masa kanak-kanak menuju
kedewasaan. Kedewasaan yang dimaksud adalah kematangan dalam hal
fisik, emosi, sosial, intelektual dan spiritual (Veronica dan Nisfiannoor,
2006).
2.1.2 Perkembangan Remaja
Masa remaja disebut juga masa untuk menemukan identitas diri
(self identity). Usaha pencarian identitas pun banyak dilakukan dengan
menunjukkan perilaku coba-coba, perilaku imitasi atau identifikasi. Ketika
remaja gagal menemukan identitas atau identity confusion, sehingga
memungkinkan akan terbentuk sistem kepribadian yang bukan
menggambarkan keadaan diri yang sebenarnya. Reaksi dan ekspresi
emosional yang masih labil dan belum terkendali pada masa remaja dapat
berdampak pada kehidupan pribadi maupun sosialnya. Remaja menjadi
sering merasa tertekan atau justru menjadi orang yang berperilaku
11
agresif. Pertengkaran dan perkelahian seringkali terjadi akibat dari
ketidakstabilan emosinya (Sudrajat, 2008).
Remaja sering kali dikenal dengan fase mencari jati diri karena
berada pada keadaan transisi atau peralihan demi memperoleh status
sebagai orang dewasa dan meninggalkan status sebagai anak-anak.Remaja
cenderung bereksperimen dengan mencoba melakukan segala kegiatan
untuk menunjukkan potensi dirinya.Salah satu tempat remaja untuk
bereksperimen yaitu dengan mendaftarkan diri pada situs jejaring sosial
(Diina, 2013).
2.1.3 Remaja Pengguna Media Sosial
Internet pada saat ini sangat diperlukan dalam kegiatan belajar
mengajar terutama pada bagian informasi yang berkaitan dengan pelajaran
dan tugas. Internet merupakan media belajar yang praktis dan efisien.
Beberapa manfaat internet secara umum yakni sebagai media mencari
informasi, media komunikasi, pertukaran data, kemudahan bertransaksi
dan publikasi (Handayani, 2013).
Remaja merupakan masa yang memiliki kepekaan yang begitu kuat
terhadap hal-hal yang baru, sehingga remaja begitu mudah beradaptasi
terhadap sesuatu yang baru.Jejaring sosial yang begitu banyak
menawarkan berbagai fitur membuat para remaja tergiur tanpa
mempedulikan konten-konten yang terkandung didalamnya positif atau
negatif. Disuatu sisi, media sosial memberikan manfaat positif bagi
mobilitas kebutuhan manusia, namun di sisi lain juga membawa dampak
12
negatif bagi perkembangan pola fikir manusia terutama pada kalangan
remaja (Mappatunru, 2013).
Menurut Utami (2013) munculnya internet merupakan salah satu
penemuan yang berharga. Internet dapat memberikan informasi-
informasi yang dibutuhkan. Selain itu seseorang dapat berkomunikasi
menggunakan internet walaupun jaraknya jauh. Didukung dengan fasilitas
internet yang mudah dijangkau seperti wi-fi maupun provider yang
menawarkan beberapa paket internet lewat ponsel. Media sosial
merupakan salah satu situs yang banyak digemari oleh para remaja. Hasil
penelitian Yahoo dan Taylor Nelson Sofers (TNS) menyatakan bahwa
sebagian besar pengguna internet adalah remaja. Remaja menduduki
prosentase tertinggi sebagai pengguna internet pada penelitian tersebut.
Adanya media sosial di kalangan remaja membuat mereka dapat
berhubungan dengan teman-teman lamanya. Media sosial di kalangan
remaja juga membawa dampak negatif. Salah satu dampak negatifnya
yaitu adanya tindakan bullying. Bulllying diartikan sebagai tindakan
mengintimidasi atau mengganggu seseorang secara individu maupun
secara berkelompok, jika bullying ini terjadi dalam dunia internet maka
disebut dengan cyberbullying (Adilla, 2009).
13
2.2 Konsep Cyberbullying
2.2.1 Definisi Cyberbullying
Cyberbullying adalah kejadian ketika seorang anak atau remaja
diejek, dihina, diintimidasi atau dipermalukan oleh anak atau remaja lain
melalui media internet, teknologi digital atau telepon seluler. Cyberbullying
dianggap valid bila pelaku berusia dibawah usia dewasa atau berada di usia
remaja. Apabila salah satu pihak yang terlibat atau keduanya sudah
berusia dewasa, maka kasus yang terjadi akan dikategorikan sebagai
cybercrime atau cyberstalking atau disebut juga cyberharassment (Utami, 2013).
Bullying merupakan pelaku agresif, intens dan berulang yang
dilakukan oleh individu atau kelompok yang memiliki kekuatan lebih
besar daripada orang yang menjadi korbannya. Cyberbullying adalah
perilaku agresif, intens, berulang yang dilakukan oleh individu dan
perorangan dengan menggunakan bentuk-bentuk pemanfaatan teknologi
dan elektronik sebagai media untuk menyerang orang tertentu.
Cyberbullying biasanya dilakukan oleh orang yang sudah dikenal korban di
dunia nyata (Nurjanah, 2014).
Pelaku cyberbullying tentu menjadi ketakutan tersendiri bagi
korbannya. Korban cyberbullying cenderung merasa tidak berdaya dan
pasrah ketika mengalami bullying. Penelitian Davis menyatakan bahwa
dampak cyberbullying bagi korban antara lain, harga diri rendah, penurunan
nilai, depresi kegelisahan, tidak tertarik pada aktivitas yang dahulunya
dapat dinikmati, ketidakbermaknaan, penarikan diri dari teman,
14
menghindari sekolah atau kelompok bermain, bahkan perubahan suasana
hati, perilaku, pola tidur dan nafsu makan (Sulistyawati, 2011). Dampak
yang ditimbulkan dari cyberbullying tidak dapat disamakan dengan bullying
secara fisik karena cyberbullying sendiri menyerang keadaan psikis
seseorang.Seseorang yang mengalami cyberbullying berani untuk berbuat
nekat bahkan sampai bunuh diri agar terlepas dari segala macam bentuk
cyberbullying yang dialaminya (Wahyuningtyas, 2013).
Faktor “fun” dan “prestige” menjadi faktor utama pemicu
cyberbullying selain faktor balas dendam, atu bisa jadi seseorang yang
pernah menjadi korban dan ingin membalas dendam dan merasa puas jika
melihat orang lain dipermalukan dengan atau tanpa kehadiran penonton.
Hinduja dan Patchin melakukan penelitian yang berusaha mencari kaitan
antara faktor ketegangan atau stres dan hubungannya dengan cyberbullying.
Hasil penelitian yang melibatkan 2000 siswa sekolah menengah di
Amerika Serikat terungkap fakta bahwa remaja yang merasa marah atau
frustasi dan remaja yang mengalami ketegangan atau stres lebih
cenderung untuk melakukan bullying atau cyberbullying kepada orang lain.
Remaja yang mengalami stres yang berasal dari konflik dengan sesame
teman perlu mengatasi stres tersebut dengan cara yang sehat dan positif
(Rahayu, 2012).
2.2.2 Bentuk-bentukCyberbullying
Bentuk dan metode dari cyberbullying sangat beragam. Bentuk
tersebut dapat berupa ancaman melalui pesan e-mail, mengunggah foto
15
yang bertujuan mempermalukan seseorang, membuat situs web dengan
tujuan untuk menyebarkan fitnah dan mengolok-olok seseorang serta
memberikan ancaman kepada orang lain menggunakan akun jejaring
sosial (Emilia dan Leonardi, 2013).
Wahyuningtyas (2014) menyatakan bahwa bentuk cyberbullying
yang banyak terjadi yaitu called name (pemberian nama negatif), abusive
comment (pemberian komentar kasar), rumour spread (penyebaran rumor),
threatened physical harm (ancaman yang membahayakan fisik), ignore atau
exclude (pengabaikan dan pengucilan), opinion slammed (pendapat yang
merendahkan), online impersonation (peniruan atau penyamaran secara
online), sent upsetting image (mengirim gambar yang mengganggu) dan image
of victim spread (penyebaran foto).
Menurut Willard (2007), cyberbullying yang dapat menyebabkan
tekanan pada korbannya, dibagi ke dalam beberapa bentuk :
Flaming
Perkelahian online menggunakan pesan elektronik dengan bahasa
amarah dan vulgar.
Harassment (Pelecehan)
Berulang kali mengirimkan pesan jahat, kejam dan menghina.
Denigration (Pencemaran nama baik)
Mengirim atau memposting gosip atau rumor tentang orang untuk
merusak reputasinya atau persahabatan.
16
Impersonation (Penyamaran)
Berpura-pura menjadi orang lain dengan mengirim atau memposting
pesan untuk merusak reputasi atau persahabatan
Outing (Penyebaran)
Memposting informasi memalukan seperti foto ataupun video secara
online.
Trickery (Tipu daya)
Berbicara kepada seseorang dengan tujuan memperoleh informasi
untuk mengungkapkan informasi yang memalukan kemudian
disebarkan secara online.
Exclusion (Pengucilan)
Perilaku sengaja berbuat jahat kepada seseorang dengan
mengeluarkan atau mengucilkan salah satu anggota dari sebuah
kelompok online.
Cyberstalking (Merendahkan)
Perilaku merendahkan orang lain dengan media elektronik agar
korbannya merasa tidak berdaya dan mengalami ketakutan yang
signifikan.
2.2.3 Bullying dan Cyberbullying
Bebrapa hal yang membedakan antara tradisional bullying dengan
cyberbullying. Tradisional bullying merupakan tindakan yang dilakukan secara
langsung bertatap muka, namun cyberbullying tidak. Pelaku menggunakan
internet dan teknologi sebagai media, sehingga pelaku tidak harus
17
bertatap muka dengan korban dan pelaku juga tidak dapat melihat reaksi
emosi korban. Pelaku tidak dapat menyerang secara fisik, namun lebih
kepada psikis korban.Cyberbullying dapat muncul kapan saja dan secara
cepat dapat menyebarkan berita buruk mengenai korbannya dengan
bantuan teknologi internet (Kowalski dan Limber, 2007).
Penellitian yang dilakukan oleh National Institutes of Health
Amerika Serikat ditemukan adanya kkorban dari cyberbullyinglebih
cenderung merasa terisolasi, tidak berdaya dan kurang peka.Korban dari
cyberbullying merasa ketakutan dan semakin rentan dikarenakan para
korban tidak mengetahui siapa pelakunya.Korban cyberbullying memiliki
ingkat depresi paling tinggi daripada korban yang hanya dipukuli atau
diejek.
2.2.4 DampakCyberbullying
Price dan Dalgeish (2010), mengungkapkan dampak negatif
jangka pendek dari cyberbullying yaitu perasaan takut, loneliness, cemas, tidak
aman, depresi dan kelemahan akademik.Cyberbullying berdampak pada
perkembangan psikologis dan emosional siswa.Siswa yang mengalami
cyberbullying cenderung melaporkan perasaan kesedihan, kecemasan dan
perasaan takut dan tidak dapat konsentrasi sehingga berdampak pada
prestasinya.
Siswa yang mengalami cyberbullying merasakan mual bahkan
muntah.Selain itu, cyberbullying juga berakibat pada penurunan prestasi
akademik dan non akademik. Hal ini terjadi karena korban mengalami
18
ketakutan, rendah diri dan terbayang akan tindakan cyberbullying tersebut
(Kartika, 2014).
National Crime Prevention Council (2007) juga melakukan penelitian
terkait dampak dari cyberbullying.Dari penelitian ini, dilaporkan bahwa
korban dari cyberbullying cenderung merasa marah, sakit hati, malu dan
merasa takut.Dampak negatifcyberbullying sama besar dengan tradisional
bullying dan bersifat permanen.
Salah satu dampak yang paling mengkhawatirkan dari cyberbullying
adalah kecenderungan untuk bunuh diri pada korban cyberbullying.semua
bentuk bullying secara signifikan berkaitan dengan meningkatnya
keinginan untuk bunuh diri. Jumlah percobaan bunuh diri yang dilakukan
oleh korban cyberbullying hamper dua kali lebih banyak daripada remaja
yang tidak mengalami cyberbullying (Hinduja dn Patchiin, 2010).
2.2.5 Karakteristik KorbanCyberbullying
Karakteristik yang membuat seseorang menjadi korban
cyberbullying adalah (Pratiwi, 2011):
1. Remaja yang rapuh dan secara sosial kemampuan dan
pengetahuannya masih belum cukup untuk membuat keputusan
secara efektif.
2. Remaja yang memiliki orang tua over protective.
3. Remaja yang hubungan dengan orang tuanya atau teman sebayanya
sedang melemah dan sedang dalam emosi yang labil.
19
Adapun beberapa tanda-tanda remaja yang menjadi korban
cyberbullying, yaitu (Priyatna, 2010):
1. Tampak enggan saat harus menggunakan komputer atau alat
teknologi yang lain.
2. Menarik diri dari keluarga atau teman-temannya.
3. Tidak ingin pergi ke sekolah atau kegiatan sosial lainnya.
4. Segera menghindar apabila membahas tentang penggunaan alat
teknologi.
5. Menunjukkan emosi negatif (sedih, marah, frustasi dan khawatir).
6. Prestasi belajar menurun.
7. Kurang tidur serta nafsu makan berkurang.
Berdasarkan karakteristik korban cyberbullying, diperlukan adanya
konselor untuk membantu korban dalam cara berperilaku dan menerima
kenyataan dengan sikap yang positif. Korban cyberbullying cenderung
pasrah ketika mendapat gangguan dari pelaku.Mereka menahan perasaan
yang muncul yang menyebabkan harga diri rendah.Gangguan perasaan
seperti takut, cemas, sedih dan marah muncul dan mengganggu aktivitas
mereka.Gangguan-gangguan tersebut merupakan bentuk-bentuk
ketidaktegasan baik terhadap diri sendiri maupun terhadap perilaku
(Kartika, 2014).
Korban cyberbullying cenderung memiliki harga diri yang lebih
rendah diantara teman sebayanya.Hal ini menjadikan dirinya mengalami
kecemasan sosial dan cenderung menghindari kontak sosial sehingga
20
mempengaruhi kemampuan mereka untuk membentuk suatu
hubungan.Namun, meskipun remaja yang menjadi target terbukti
memiliki tingkat kecemasan sosial yang tinggi, ternyata pelaku cyberbullying-
lah yang memiliki tingkat kecemasan sosial paling tinggi (Campfield,
2006).
2.2.6 Karakteristik Pelaku Cyberbullying
Penelitian yang dilakukan oleh Li (2007) terkait karakteristik
psikososial pada pelaku cyberbullying menunjukkan bahwa pelaku
cyberbullying memiliki prestasi sekolah di bawah rata-rata. Karakteristik
yang menjadi pelaku cyberbullying adalah sebagai berikut:
1. Memiliki kepribadian yang dominan dan senang melakukan
kekerasan.
2. Cenderung temperamental, impulsiv dan mudah frustasi.
3. Memiliki sikap positif terhadap kekerasan dibandingkan anak lainnya.
4. Kesulitan mengikuti peraturan.
5. Terlihat kuat dan menunjukkan sedikit rasa empati atau belas kasihan
kepada mereka yang di-cyberbullying.
6. Sering bersikap secra agresif ke orang dewasa.
7. Pandai berkelit pada situasi sulit.
8. Terlibat dalam agresi proaktif (seperti agresi yang sengaja untuk
meraih tujuan tertentu) dan agresi reaktif (seperti reaksi defensive
ketika diprovokasi).
21
Karakteristik kepribadian cukup memainkan peran dalam
kecenderungan seseorang dalam melakukan tindakan cyberbullying.
Seseorang dengan harga diri yang tinggi cenderung sering berperilaku
agresif untuk membuktikan dirinya lebih berkuasa daripada yang lain.
Salah satu cara mempertahankan kondisi tersebut adalah dengan
melakukan tindakan cyberbullying (Pratiwi, 2011).
2.2.7 Faktor Penyebab Cyberbullying
Perilaku bullying berkembang dari berbagai faktor lingkungan yang
kompleks. Tidak ada faktor tunggal yang menjadi penyebab munculnya
suatu bullying. Faktor yang menjadi penyebab antara lain: faktor keluarga,
faktor sekolah dan faktor kelompok sebaya. Selain itu, faktor yang
mendorong remaja melakukan cyberbullying antara lain (Gonel, 2014):
1. Perasaan mendapat popularitas ketika melakukan cyberbullying. Para
pelaku cyberbullying ingin menunjukkan kekuatan yang mereka miliki
lebih dari teman-temannya, tentunya tidak ada keraguan untuk
menyakiti orang lain.
2. Pelaku cyberbullying memiliki keinginan untuk membalas kejahatan-
kejahatan yang dilakukan oleh teman lama mereka melalui media
sosial.
3. Remaja yang kecanduan terhadap internet memiliki peluang lebih
besar untuk melakukan cyberbullying.
4. Memiliki sarana penggunaan internet secara personal juga
menimbulkan peluang yang besar untuk melakukan cyberbullying.
22
Menurut Sanjaya (2014), ada beberapa faktor yang mempengaruhi
cyberbullying pada remaja, antara lain :
1. Bullying Tradisional, peristiwa bullying dalam dunia nyata memiliki
pengaruh besar pada seseorang untuk menjadi pelaku cyberbullying.
2. Karakteristik kepribadian.
3. Persepsi terhadap korban, biasanya seseorang memiliki alasan untuk
melakukan cyberbullying adalah karena sifat atau karakteristik
seseorang yang dapat mengundang pelaku untuk melakukan
cyberbullying.
4. Strain, merupakan suatu kondisi ketegangan psikis yang ditimbulkan
dari adanya huungan negatif dengan orang lain dan menghasilkan
afek negative yang mengarah pada kenakalan.
Peran interaksi orang tua dan anak, orang tua berperan dalam mengawasi
aktivitas anak dalam berinteraksi di internet.Hal ini merupakan faktor
yang cukup berpengaruh pada kecenderungan anak untuk terlibat dalam
aksi cyberbullying.
2.3 Karakteristik Demografi
Demografi merupakan istilah yang berasal dari Yunani, yaitu demosyang
berarti rakyat atau penduduk dan graphein yang berarti menggambar dan menulis.
Demografi dapat diartikan sebagai tulisan atau gambaran tentang penduduk
tentang kelahiran, perkawinan, kematian dan migrasi.Secara umum demografi
23
merupakan ilmu yang mempelajari tentang segala hal yang berhubungan dengan
komponen-komponen perubah seperti kelahiran, kematian dan migrasi sehingga
menghasilkan suatu keadaan (Erwin, 2013).
Demografi secara umum meliputi usia, jenis kelamin, agama, status
perkawinan, suku, ekonomi (lapangan pekerjaan, jenis pekerjaan, tingkat
pendapatan), tingkat pendidikan (prestasi akademik dan tingkat pendidikan yang
ditamatkan), letak geografis (Yoga dan Warmika,2013).Karakterisik demografi
yang terdapat pada kejadian cyberbullyingmeliputi :
2.3.1 Jenis Kelamin
Jenis kelamin menurut Normadewi (2012), merupakan suatu konsep
analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan antara laki-laki
dan perempuan dari sudut non-biologis, yaitu dari aspek sosial, budaya
maupun psikologis pengaruh dari perbedaan jenis kelamin terhadap
penilaian etis dapat dikatakan sangat kompleks dan tidak pasti. Beberapa
penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara
perempuan maupun laki-laki dalam menyikapi perilaku.
Penelitian yang dilakukan oleh Cyberbullying Research Center menyatakan
bahwa perempuan yang dipengaruhi oleh cyberbullying biasanya lebih
emosional daripada laki-laki. Para perempuan mengekspresikan frustasi dan
kemarahan lebih sering daripada laki-laki. Hal ini disebabkan bahwa laki-laki
memiliki keengganan untuk mengakui kelemahan terutama dari sudut
pandang emosional. Pada kenyataannya, laki-laki mengharap suntuk menjadi
24
sama setidaknya jika tidak lebih tinggi dalam respon emosional tentang
kemarahan dan frustasi (Li, 2006).
Menurut Kowalski (2008), laki-laki biasanya lebih terlihat dalam aksi
bullying secara keseluruhan. Sedangkan perempuan lebih sering mengalami
bullying yang bersifat tidak langsung dan psikologis seperti gosip-gosip yang
menyebar dan pengucilan dari pergaulan sosial.Laki-laki lebih menggunakan
dan mengalami bullying dalam bentuk fisik, sedangkan perempuan lebih
mengalami bullying dalam bentuk psikologis.
2.3.2 Kelas
Kelas dalam arti sempit yaitu ruangan yang digunakan siswa
berkumpul dalam proses belajar-mengajar. Kelas dalam pengertian ini
memiliki sifat statis karena hanya menunjuk pengelompokan siswa menurut
perkembangannya berdasarkan pada batas usia kronologis. Sedangkan kelas
dalam arti luas yaitu kegiatan belajar-mengajar secara kreatif untuk mencapai
suatu tujuan yang diselenggarakan oleh masyarakat kecil. Kelas juga dapat
diartikan sekelompok murid di tingkatan yang sama dalam sebuah intitusi
(Taher, 2014).
Perbedaan kelas dengan adanya anggapan senior dan junior dapat
menjadi faktor penyebab terjadinya bullying. Munculnya perasaan memiliki
kekuasaan pada senior dapat dimanfaatkan untuk mem-bully junior.
Kesempatan serta alasan perilaku bullying dari senioritas terkadang dijadikan
sebagai tradisi yang tidak berhenti hanya dalam satu periode saja. Perilaku
tersebut seringkalai diperluas oleh peserta didik yang memiliki keinginan
25
untuk melanjutkannya trades sebagai hiburan, penyaluran dendam, adanya
rasa iri hati dan untuk mencari popularitas (Usman, 2013).
2.3.3 Prestasi Akademik
Pendidikan merupakan usaha yang terencana untuk melakukan proses
belajar. Tujuan proses belajar tersebut agar peserta didik dapat
mengembangkan potensi secara aktif yang ada pada dirinya. Potensi tersebut
diantaranya memiliki pengendalian diri, kepribadian baik, kecerdasan, akhlak
mulia dan keterampilan yang berguna untuk dirinya dan masyarakat. Tingkat
pendidikan dibedakan menjadi dua bagian yaitu kepandaian baca tulis dan
tingkat pendidikan yang ditamatkan (Pinoza, 2011).
Prestasi akademik juga merupakan salah satu faktor terjadinya bullying.
Adanya rasa kurang keterikatan dan bertanggung jawab terhadap sekolah
pada pelaku bullying, mengakibatkan pencapaian nilai akademik yang rendah.
Siswa dengan tekanan akademik yang lebih rendah lebih mungkin untuk
melakukan bullying dibandingkan dengan siswa yang memiliki tekanan
akademik yang tinggi (Latifah,2012).